Jurnal Online STMIK EL RAHMA

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

IDENTIFIKASI FREKUENSI SUARA NYAMUK BETINA
MENGGUNAKAN ALGORITMA FAST FOURIER TRANSFORM
Achmad Lukman
Teknik Komputer, STMIK EL RAHMA Yogyakarta
e-mail: mecaman@gmail.com
Abstract
Digital signal processing is the most popular and sizeable positive impact is digital
sound processing. Digital sound processing can be developed with a variety of application
that can facilitate human life, one of research that can be made is the identification of a
mosquito
noise. FFT algorithm is the process to get the value of the fundamental
frequency for each type of noise, including the noise of mosquitoes. In this research the
processes used to obtain the fundamental frequency of mosquitoes, among others, the
process of pre-emphasis, frame blocking, windowing and FFT for every type of mosquito
noise. The results of this research are Aedes aegypti mosquitoes 367 Hz, anopheles
mosquitoes 565 Hz and Culex pipiens mosquitoes 331 Hz.
Keywords— FFT, Frame blocking, windowing, pre-emphasis.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dalam bidang ilmu komputer khususnya yang mempelajari

tentang sinyal processing saat ini semakin banyak dan membawa dampak positif dalam
kehidupan manusia. Salah satu disiplin ilmu dalam pengolahan sinyal digital yang paling
populer dan dampaknya positifnya cukup besar adalah bidang pengolahan suara digital.
Pengolahan suara digital dapat dikembangkan dengan berbagai aplikasi yang dapat
mempermudah kehidupan manusia. Salah satu aplikasi yang dapat dibuat adalah pengenalan
suara nyamuk. Nyamuk adalah hewan kecil yang mempunyai banyak jenis, contohnya
nyamuk culex pipens dan mansonia vektor cacing filariasis yang menyebabkan penyakit
kuning, cikungunya dan penyakit infeksi lainnya, aedes yang merupakan vektor demam
berdarah, dan anopheles yang merupakan vektor malaria [1]. Nyamuk mengeluarkan suara
dengan kepakan sayapnya baik saat ingin mencari mangsa ataupun pada saat kawin.
Salah satu menjadi daya tarik penulis untuk melakukan penelitian klasifikasi suara
nyamuk disebabkan karena penulis bermaksud mengetahui perbedaan suara nyamuk antara
nyamuk aedes aegypti, nyamuk anopheles dan nyamuk culex pipiens. Hasil penelitian [3] bahwa
kepakan sayap nyamuk aedes aegypti berada pada frekuensi 400Hz sampai 600Hz dan pada
saat melakukan duet kawin bisa mencapai frekuensi 1200Hz dan penelitian [4] yang
menghasilkan frekuensi nyamuk Culex jantan yang terikat 542.4 ± 81.60Hz (rata-rata ±
standar deviasi; n=20 adalah jumlah nyamuk setiap jenis kelamin ). Untuk culex betina yang
terikat 428.3 ± 42.92 dan pada saat duet kawin bisa mencapai frekuensi 1200Hz untuk
harmonisasi frekuensi kedua jenis kelamin.
METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi penelitian
Penelitian dilaksanakan pada laboratrium parasitologi fakultas biologi Univeristas
Gajahmada Yogyakarta. Adapun sampel yang akan diteliti adalah nyamuk anopheles, nyamuk
culex pipiens dan nyamuk aedes aegypti. Sampel tersebut adalah hasil praktikum yang telah
selesai diamati ditetaskan dan diobservasi oleh mahasiswa Fakultas Biologi Universitas

Gajah Mada Yogyakarta sehingga tidak setiap waktu bisa didapatkan sampel ketiga nyamuk
tersebut.
2.2 Alat dan bahan
2.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa,
a. Aspirator
Alat ini digunakan untuk menangkap nyamuk yang telah dikelompokkan didalam
masing-masing kandang. Alat ini berbentuk seperti Gambar 1.

Gambar 1. Aspirator penangkap nyamuk
b. Microphone
Alat ini disambungkan langsung ke laptop dan ujung microphonenya dimasukkan
kedalam botol kecil, digunakan untuk mendapatkan suara nyamuk yang akan
direkam. Microphone berjenis Aiwa WR – 601. Terlihat seperti Gambar 2.


Gambar 2. Microphone berjenis Aiwa WR – 601
c. Laptop
laptop yang telah dipasang Cooleditpro 2.0 digunakan untuk merekam suara
nyamuk.
2.2.2 Bahan
a. Botol kecil
Botol kecil kosong berbahan kaca ukuran 250 ml yang akan digunakan untuk
menampung nyamuk hasil tangkapan aspirator
IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

b. Kain kasa
Digunakan untuk menutup botol agar sampel nyamuk tidak terbang keluar
2.3 Prosedur kerja dan pengumpulan data
2.3.1 Prosedur kerja
Penelitian ini penulis menyusun prosedur kerja untuk pengumpulan data suara
nyamuk
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Setiap nyamuk didalam kandang diidentifikasi jenis kelaminnya dengan
memasukkan seekor kelinci percobaan kedalam kandang nyamuk dan larutan gula

pasir, jika nyamuk menggigit dan menghisap darah kelinci maka diidentifikasi jenis
kelamin betina dan jika nyamuk hinggap dilarutan gula pasir maka diidentifikasi
jenis kelamin jantan.
3. Mengambil nyamuk diidentifikasikan jenis kelamin betina dengan memakai alat
aspirator secara perlahan dan menjaga agar nyamuk tidak mengalami stress, jika
nyamuk mengalami stress pada saat perekaman nyamuk langsung pingsan dan mati.
4. Menempatkan nyamuk satu persatu kedalam botol kecil yang ditutupi kain kasa
yang telah dilengkapi microphone didalamnya.
5. Melakukan perekaman satu nyamuk satu proses perekaman.
2.3.2 Pengumpulan data
1. Nyamuk yang telah ditempatkan di botol kecil kemudian direkam suara
dengungannya selama 2 detik satu persatu dengan menggunakan software
CoolEditpro 2.0. setelah perekaman selesai nyamuk dilepas kembali kekandang lain
yang menandakan nyamuk tersebut telah direkam suaranya.
2. Suara nyamuk berupa file wav yang telah direkam dikumpulkan tiap jenis dalam satu
folder suara yang bernama DataNyamuk pada laptop. Setiap data suara nyamuk
dibersihkan dari noise berupa suara latar yang tidak diiinginkan dengan
menggunakan software CoolEditpro 2.0 sehingga benar-benar didapatkan suara
nyamuk yang diinginkan.
3. Pengumpulan data selesai.

Identifikasi suara nyamuk betina merupakan proses untuk menentukan frekuensi
jenis nyamuk berdasarkan input suara nyamuk yang direkam. Secara umum rancangan
sistem identifikasi jenis suara nyamuk terlihat pada Gambar 3.
Sistem identifikasi jenis suara nyamuk merupakan proses perekaman suara nyamuk
betina yang terdiri dari tiga jenis yaitu nyamuk anopheles, nyamuk aedes aegypti dan
nyamuk culex. Setelah perekaman, dilakukan proses preprosessing untuk membersihkan
suara nyamuk dari derau yang tidak diinginkan sehingga suara yang didapatkan sesuai
dengan suara nyamuk aslinya.

Gambar 3. Blog Diagram Proses Identifkasi Jenis Suara Nyamuk
Sinyal suara adalah sinyal yang berubah terhadap waktu secara perlahan. Menurut
[2], dalam bukunya menjelaskan secara detail mengenai proses FFT. Penjelasan berikut
sesuai dengan blog diagram Gambar 3.

2.1 Pre-emphasis
Proses pre-emphasis adalah proses yang didesain untuk mengurangi efek tidak baik
dari transmisi dan gangguan suara latar [6]. Perhitungan proses pre-emphasis dilakukan
pada saat sampel sinyal digital suara berada pada domain waktu. Adapun perumusan untuk
proses pre-emphasis dituliskan :
[ ] = [ ]−


(1)

[ − 1]

di mana,
x adalah nilai sinyal digital sebelum proses pre-emphasis
y adalah nilai sinyal setelah proses pre-emphasis
adalah nilai koefisien pre-emphasis yang berkisar (0.95 ≤ ≤ 1).

Sebagai contoh perhitungan digunakan jumlah contoh data sebanyak 8 titik sampel.
Data sinyal tersebut adalah (-1598, -2662, -2529, -2195, -1724, -2204, -2319, -2807).
Dengan menggunakan persamaan (1) dengan memakai nilai α = 0.97 diperoleh:
Y0 = -1598
Y1 = (-2662) - (-1598 * 0.97)
Y2 = (-2529) - (-2662 * 0.97)
Y3 = (-2195) - (-2529 *0.97)
Y4 = (-1724) - (-2195 * 0.97 )
Y5 = (-2204) - (-1724 * 0.97)
Y6 = (-2319) - (-2204 * 0.97)

Y7 = (-2807) - (-2319 * 0.97)

= -1111.94
= 53.13
= 258.13
= 405.15
= -531.72
= -181.12
= -557.57

2.2 Frame Blocking
Hasil dari proses pre-emphasis kemudian dipotong-potong menjadi beberapa
potongan kecil, setiap potongan tersebut disebut frame. Jumlah data dalam satu frame (N)
berisi 512 buah. Sedangkan jarak antar frame (M) adalah 200 buah. Sehingga, jumlah frame
(L) untuk data sebanyak 4000 (nilai ini diambil setengah dari frekuensi sampling) dapat
dihitung dengan L = (data-(N-M))/M = (4000-(512-200))/200 = 18 buah frame. Sehingga
didapatkan hasil sejumlah banyak frame (L) * banyak data dalam satu frame (N) = 18*512=
9216 buah. Potongan frame digambarkan seperti Gambar 4

Gambar 4 Frame Blocking


IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

2. 3 Windowing
Proses window ini berfungsi untuk mengurangi diskontinyu pada ujung-ujung
frame akibat dari proses framing Persamaan Window Hamming yaitu
( ) = 0,54 − 0,46 1 −

(2)

2

Window Hamming diperoleh dengan memodifikasi koefisien window Hanning untuk
mencegah dengan tepat pada sidelobe pertama, tapi menjadi sangat kurang tepat bernilai nol
pada tiap tepi. Dengan menggunakan rumus (2) diperoleh hasil sebagai berikut:
= 0.54 − 0.46 cos(

2 ∗ 3.14 ∗ 0
) = 0.08
512 − 1


untuk data hasil frame blocking yaitu (-1111.94, 53.13, 258.13, 405.15, 531.72, 181.12,
= 0.08 ∗ (−1111.94) = −1.77 Dengan cara yang sama
557.57, 448.79) sehingga,
dilakukan untuk data sampel yang lain, dan diperoleh nilai hasil windowing (-88.99, 4.258,
20.73117, 32.6373, 42.99, 14.716, 45.555, 36.9011).
2. 4 Fast Fourier Transform
Tahapan selanjutnya ialah mengubah tiap frame dari domain waktu ke domain
frekuensi. FFT adalah algoritma yang mengimplementasikan Discrete Fourier Transform
(DFT). Hasil DFT adalah bilangan kompleks dengan persamaan (3) untuk mencari nilai real
dan persamaan (4) untuk mencari nilai imaginer.
( ) = ∑

( )∗

( ) = −∑

(

( )∗


)

(3)
(

(4)

)

Keterangan: N = jumlah data, k = 0,1,2,...,N/2 dan ( ) = nilai data pada titik kei. Proses selanjutnya adalah menghitung nilai magnitude FFT [3]. Magnitude dari bilangan
kompleks c = a + bi adalah
( ) = | ( )| =

(

( )) + (

( )) .


(5)

Analisa berdasarkan fourier transform sama artinya dengan analisa spektrum,
karena fourier transform merubah signal digital dari time domain ke frequency domain.
FFT dilakukan dengan membagi N buah titik pada transformasi diskrit menjadi 2, masingmasing (N/2) titik transformasi. FFT (Fast Fourier Transform) adalah teknik perhitungan
cepat dari DFT. FFT adalah DFT dengan teknik perhitungan yang cepat dengan
memanfaatkan sifat periodikal dari transformasi fourier dengan memakai persamaan (3), (4)
dan persamaan (5) seperti terlihat pada Gambar 5

Gambar 5 Proses Fast Fourier Transformation
Pada Gambar 5 terdapat 2000 titik frekuensi dari setengah frekuensi sampling yaitu
4000Hz. Tujuan dari FFT ini adalah untuk mendapatkan informasi spektrum frekuensi
pada seluruh nilai amplitudo yang telah melalui proses windowing.
Diketahui sinyal hasil windowing :
(-88.99, 4.258, 20.73117, 32.6373, 42.99, 14.716, 45.555, 36.9011)
Untuk F0, maka diperoleh perhitungan sebagai berikut :
(

) = –

.

.
.

.

.

.

.





.





∗ ∗





Dengan menggunakan rumus
| ( )| = [

∗ ∗

+

∗ ∗



∗ ∗


]

/

∗ ∗

∗ ∗

∗ ∗














∗ ∗



∗ ∗

∗ ∗

+

∗ ∗

∗ ∗

∗ ∗

∗ ∗



+



+

+

+

+

+

= 10741.93 + 0 j = 10741.93

= |10741.93| = 10741.93

Didapat nilai f0 = 10741.93 dan dengan cara yang sama dilakukan pada tujuh data
sinyal lainnya. Sehingga diperoleh data sinyal FFT adalah (10586.015, 10130.51, 9410.63,
8480.16, 7404.94, 6255.21, 5098.74), sehingga untuk menentukan frekuensi utama dari
sebuah sinyal suara nyamuk dengan melihat angka frekuensi yang nilai magnitudonya
tertinggi.

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran unjuk kerja dari sistem klasifikasi nyamuk berdasarkan suaranya dengan
mencari persentase kesalahan pencocokan yang menyatakan probabilitas terjadinya
kesalahan pada sistem. Pada pengujian ini penulis menggunakan 3 jenis nyamuk betina yaitu
Anopheles, Aedes Aegypti dan Culex Pipiens dengan masing-masing 1 sampel suara untuk
pengujian.
3.1 Analisa frekuensi Masing-Masing Jenis Nyamuk
Pengujian frekuensi dilakukan dengan menggunakan masing-masing sampel satu jenis
nyamuk yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengujian Frekuensi Tiga Jenis Nyamuk
Jenis Nyamuk
Frekuensi (Hz)
Aedes Aegypti
367
Anopheles
565
Culex Pipiens
331
Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil pengujian frekuensi tiga jenis nyamuk masing-masing
dengan satu sampel acak. Secara detail pengujian frekuensi dasar suara jenis nyamuk
diperlihatkan pada Gambar 6, 7 dan 8.

Gambar 6. Algoritma FFT untuk Suara Anopheles Betina
Pada pengujian satu ekor nyamuk anopheles betina memperlihatkan grafik
frekwensi yang dihasilkan berada pada level 565 Hz. Nilai frekuensi diambil dengan melihat
nilai magnitudo tertinggi pada saat titik frekuensi seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 7. Algoritma FFT untuk Suara Aedes aegypti Betina
Pada pengujian satu ekor nyamuk Aedes Aegypti betina memperlihatkan grafik
frekwensi yang dihasilkan berada pada level 367 Hz.

Gambar 8. Algoritma FFT untuk Suara Culex Betina
Hasil Pengujian didapatkan dengan merekam satu ekor setiap jenis dari nyamuk
betina yang didapatkan sehingga terlihat perbedaan masing-masing nyamuk yaitu memiliki
frekuensi dasar yang dikeluarkan pada saat terbang baik untuk mencari mangsa maupun
untuk mencari tempat bertelur. Nyamuk aedes aegypti betina dan nyamuk culex pipiens
frekuensi yang dikeluarkan berkisar 300an Hz sedangkan untuk nyamuk anopheles
frekuensi yang dikeluarkan mencapai 500an Hz.
Hasil pengujian pada Tabel 1 sedikit jauh berbeda dengan hasil penelitian Warren
[6], yang menyebutkan bahwa culex betina yang terikat frekuensi sinyal suara berkisar antara
428.3 ± 42.92 serta hasil penelitian [7], yang menghasilkan frekuensi dasar nyamuk aedes
aegypti berkisar 400Hz. Perekaman sinyal suara nyamuk yang penulis lakukan di dalam
botol sedangkan perekaman yang dilakukan [6] dan [7] dilakukan pada kondisi terbuka

IJCCS Vol. x, No. x, July 201x : first_page – end_page

didalam laboratorium kemudian sampel nyamuk tersebut direkatkan kepalanya pada sebuah
jarum kecil.
KESIMPULAN
Hasil pengujian frekuensi dasar pada 3 jenis nyamuk betina yaitu nyamuk aedes
aegypti 367 Hz, nyamuk anopheles 565 Hz dan nyamuk culex pipiens 331 Hz sehingga
dapat disimpulkan bahwa untuk frekuensi terbang nyamuk betina aedes aegypti dan culex
pipiens berkisar 300an Hz sedangkan untuk frekuensi terbang nyamuk anopheles berkisar
500an Hz.
SARAN
Rencana penelitian kedepan untuk meningkatkan sistem klasifikasi nyamuk
berdasarkan suaranya ada beberapa metode yang dapat diterapkan
1. Microphone yang sangat senstitif dan ruang yang sangat tenang dapat membantu
pengambilan suara nyamuk sehingga perlu dipikirkan untuk penelitian selanjutnya.
2. Pembuatan perangkat keras elektronika khusus untuk proses mendukung penelitian
klasifikasi nyamuk berdasarkan suaranya.
3. Penambahan jenis sampel nyamuk sebaiknya dilakukan untuk melihat
kecendrungan frekuensi setiap nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Suwito, A., 2007, Keanekaragaman jenis nyamuk (Diptera: Culicidae) yang dikoleksi dari tunggul
bambu Taman Nasional Gn. Gede-Pangrango dan Taman Nasional Gn. Halimun. Zoo
Indonesia. Vol. 16 (1): 31-47
[2] Jurafsky, D., & Martin, J.H., Speech and Language Processing: An introduction to natural
language processing, computational linguistics, and speech recognition. Draft of June 25,
[3] Lyons R. G., 2001. Understanding Digital Signal Processing. Prentice Hall PTR Canada.
[4] 2007Lauren J. C., Ben J. A., Laura C.H., and Ronald R. H., harmonic convergence in the love
songs of the Dengue Vector Mosquito, Published Online 8 January 2009 Science 20 February
2009:Vol. 323 no. 5917 pp. 1077-1079 DOI: 10.1126/science.
[5] Rabiner, L.R., A Tutorial on Hidden Markov Model and Selected Applications in Speech
Recognition, Proceeding IEEE 77/2 (1989) 257.
[6] Warren, B., Gibson, G.,Russel J.I., 2009. Sex recognition through Midflight Mating Duets in
Culex Mosquitoes. Current Biology 19. March 24, 2009.
[7] Lauren J. C., Ben J. A., Laura C.H., and Ronald R. H., harmonic convergence in the love songs
of the Dengue Vector Mosquito, Published Online 8 January 2009 Science 20 February
2009:Vol. 323 no. 5917 pp. 1077-1079 DOI: 10.1126/science.