View of WEALTH MANAGEMENT SEBAGAI STRATEGI PENGELOLAAN ASET LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM

WEALTH MANAGEMENT SEBAGAI STRATEGI PENGELOLAAN
ASET LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
Oleh: M u s l e m
Dosen Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Almuslim-Aceh
Abstrak
Kecemasan dalam lembaga pendidikan Islam adalah persoalan
mengelola aset. Mengingat kebutuhan yang semakin hari semakin
komplek untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Maka, perlu adanya
pengelolaan keuangan secara profesional terhadap sumber daya yang
ada dan salah satunya yang perlu dikelola dengan baik adalah
persoalan aset. Konsep wealth management diartikan sebagai ilmu
untuk mengelola aset atau kekayaan, dan investasi sebagai
jantungnya. Dengan pendekatan the cashflow quadrant dipandang
sebagai sebuah solusi yang ideal untuk mengelola aset di lembaga
pendidikan Islam yang harus ditindaklanjuti dengan sikap
memanfaatkan dana abadi, menyadari fungsi penyelenggaraan
sebagai fungsi manajer, meninggalkan sikap menabung dan menjadi
investor, memahami seluk beluk investasi dan mulailah berinvestasi
secara bertahap.

Kata Kunci: wealth management, pengelolaan aset, pendidikan Islam

A. Pendahuluan
Dewasa ini ada kesan bahwa
keuangan seakan menjadi segalanya
dalam memajukan suatu lembaga
pendidikan,
baik
itu
lembaga
pendidikan bersifat umum atau Islam,
tanpa dukungan financial (uang) yang
cukup, top manager (pimpinan)
lembaga pendidikan seakan tidak bisa
berbuat
banyak
dalam
upaya
memajukan lembaga pendidikan yang
dipimpinnya, karena mereka berpikir

semua upaya memajukan senantiasa
harus dimodali uang. Alhhasil seolah
upaya
memajukan
lembaga
pendidikan tanpa adanya dukungan
financial akan mandek di tengah jala
Meningkatkan kualitas pendidikan
bukanlah tugas yang ringan terutama
bagi
pendidikan
Islam,
upaya

mewujudkan kualitas pendidikan yang
diharapkan,
perlu
adanya
pengelolaan secara menyeluruh dan
profesional terhadap sumber daya

yang ada dalam lembaga pendidikan
Islam, dan salah satu sumber daya
yang perlu dikelola dengan baik dalam
lembaga pendidikan Islam adalah
masalah keuangan.
Kegalauan
kelembagaan
tersebut wajar karena selama ini,
satuan
pendidikan
yang
diselenggarakan oleh pemerintah
hanya sebagai unit penyelenggaraan
teknis pendidikan. Semua kegiatan
perencanaan dan penganggaran
diatur
dan
ditentukan
oleh
pemerintah.i Sebab itu, diperlukan

manajeman secara menyeluruh dan
profesional terhadap sember daya

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

79

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
yang telah ada. Sebab, kemudian hari
asset atau kekayaan dalam sebuah
lembaga pendidikan Islam tersebut,
juga dituntut adanya manajemen
untuk mengelola (to manage) aset
agar bernilai efektif dan efesien dalam
waktu jangka panjang yang semakin
meningkat.
Namun,
pada
kenyataannya terdapat beberapa
problem di lembaga tersebut. Seperti,

problem pengelolaannya yang masih
menggunakan manajemen “apaadanya” (tradisional), begitu juga
dengan problem pendanaan yang
sebagian besar mengandalkan orang
tua murid, yayasan atau wakaf
sehingga kebutuhan pengelolaan
pendidikan secara maksimal belum
tercukupi.ii
Jadi, tidak heran jika kita
dihadapkan pada permasalah asset di
sebuah lembaga pendidikan Islam
yang berujung pada istilah “gulung
tikar” atau ditutup. Disebabkan
kekurangan dana, atau pengelolaan
dana yang sudah ada yang tidak
efektif. Sebut saja seperti yang
penulis
kutip
dalam
situs

batamtoday.com, dimana Yayasan
Pendidikan Islam (YPI) Kecamatan
Tambelan merupakan badan hukum
dari Madrasah Tsanawiyah (MTs)
Tambelan dan berdiri sejak 12
September 1952. Kini menginjak di
usia 60 tahun, sekolah pertama
berbasis Islam tersebut terancam
gulung tikar. Meski mendapatkan
bantuan Rp 20 juta per tahun dari
pemerintah, namun biaya operasional
sekolah mencapai Rp 70 juta setiap
tahunnya.iii
Di sisi lain, kegelisahan kita
sejenak akan tersejuk jika menoleh
kepada beberapa pasantren atau
madrasah yang berstatus swasta,
namun mampu mengembangkan
80


sumber-sumber keuangan yang ada.
Misalnya,
pasantren
Al-Zaitun,
Indramayu-Jawa
Barat
melalui
berbagai
usahanya,
Pasantren
Modern
Darussalam,
GontorPonorogo yang terkenal dengan
pengelolaan tanah wakafnya, dan
lain-lain.ivHal ini, merupakan pantulan
sinar cermin cekung bagi pemerintah
khususnya, dan kita semua pada
umumnya. Namun, seperti yang telah
disentuh di atas sebelumnya, para
tokoh pendidikan tentunya telah

menawarkan
berbagai
kemampuannya
yang
dikemas
dengan berbagai konsep (manajemen
pendidikan) untuk megelola keuangan
di lembaga pendidikan Islam secara
efektif dan efesien, dalam jangka
waktu pendek, menengah, bahkan
jangka panjang.
Sama
halnya,
dengan
kehadiran tulisan ini. Dimana sekitar
tahun
1990-an
di
Amerika
diperkenalkan

istilah
wealth
management. Wealth management
diartikan
sebagai
manajemen
kekayaan, dimana investasi sebagai
jantungnya. Segenap harapan dan
upaya, penulis akan mencoba
memerankan wealth management
sebagai strategi pengelolaan asset di
lembaga pendidikan Islam. Konsep ini
menawarkan, agar setiap asset di
lembaga pendidikan Islam dapat
dikelola dengan sebaik mungkin, dan
akan bertambah dengan sendirinya
untuk menjawab tantangan keuangan
di masa mendatang bagi lembaga
pendidikan Islam.


B. Konsep Wealth Management

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
1. Memaknai Wealth Management
Istilah wealth mengandung arti
kekayaan.v
Apabila
pada
era
pertanian, wealth atau kekayaan
berarti tanah, sedangkan pada era
industri, kekayaan berarti pabrik.
Memaknai
kekayaan
yang
sesungguhnya adalah sama, yaitu
milik yang digunakan sebagai alat
untuk

memenuhi
kemauan
seseorang.vi
Sedangkan,
istilah
manjemen terdapat banyak fariasi
maknanya yang telah diberikan oleh
para tokoh. Dijelaskna oleh Ara
Hidayat dan Iman Machali, Sebab,
perbedaan definisi tersebut karena
sudut pandang dan latar keilmuan
yang dimiliki oleh para tokoh. Namun,
dari berbagai makna (definisi) yang
diajukan oleh para tokoh tidak keluar
dari subtansi manajemen pada
umumnya yaitu usaha mengatur
seluruh sumberdaya untuk mencapai
tujuan.vii
Adapun makna dari wealth
management itu sendiri, dapat kita
pelajari dari sebuah ungkapan yang
menyatakan
bahwa
”wealth
management is about serving banking
needs of up scale customer”. Definisi
ini, memberikan konotasi bahwa jasa
wealth management yang diberikan
oleh bank hanyalah untuk orang
“kaya”. Hal ini memang benar dalam
arti tertentu, tetapi definisi dari istilah
kaya pun sekarang ini sangatlah rumit
untuk dirumuskan secara mutlak,
karena kaya merupakan konsep dan
pengertian yang relatif. Sebab pada
kenyataan dan perkembangannya
istilah wealth management justru
digunakan juga oleh orang “miskin”
untuk menjadi kaya, dan sebaliknya
orang “kaya” untuk mempertahankan
atau menambah kekayaannya.viii

Munculnya
istilah
wealth
management berasal dari Amerika
Serikat, sekitar tahun 1990-an di
kalangan perusahaan pialang saham,
bank,
dan
asuransi.
Wealth
management
diartikan
sebagai
manajemen kekayaan. Berarti ia tidak
berbeda dengan asset management,
financial
management,
atau
investment management, dimana
semua konsep tersebut membahas
mengenai pengelolaan keuangan.
Bahkan ada yang menyebutkan
bahwa,
wealth
management
sebetulnya hanyalah sebuah istilah
baru saja, dan sebetulnya tidak
berbeda dengan istilah-istilah yang
sudah disebutkan.ix
Berkaitan denga hal di atas,
Richardus Eko Indrajit dan Richardus
Djokopranoto menjelaskan, wealth
management merupakan kemajuan
atau pengembangan dari ketiga
bentuk manajemen tersebut, yaitu
asset
management,
financial
management,
dan
investment
management, dalam arti lebih lengkap
dan kemprehensif, serta menciptakan
hubungan antara lembaga pemberi
jasa dan klien yang jauh lebih intens.
Wealth management adalah ilmu
yang mempelajari tentang bagaimana
melindungi kekayaan dan menjaga
kekayaan,
bagaimana
mengumpulkan dan mengembangkan
kekayaan,
dan
bagaimana
mewariskan
kekayaan
dan
menghadapi masa pensiun.x
Dapat kita pahami di sini,
wealth
management merupakan
sebuah hasil dari keratifitas keilmuan
dari asset management, financial
management,
dan
investment
management, untuk mempertajam
makna bagaimana cara kekayaan
yang ada dikelola, dilindungi, dijaga,

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

81

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
dikembangkan, dan sampai pada
tahap diwariskan kekayaan tersebut di
kelak hari seseorang itu pensiun.
Kematangan wealth management
merupakan impian setiap orang,
karena keseringan orang gagal dalam
mengelola kekayaan sampai masa
saat-saat ia butuhkan tanpa harus
bekerja keras lagi (masa pensiunan).
Bagaimana
wealth
management
dalam
konteks
kelembagaan.
Tentunlah sangat
diperlukan
terkhusus
lembaga
pendidikan Islam, karena salah satu
permasalahan yang aktual dalam
lembaga pendidikan Islam ialah
masalah pendanaan yang terus
mengandalkan pada masyarakat
melalui orang tua murid, wakaf atau
yayasan.
Konsep
wealth
management ini diterapkan di
lembaga pendidikan Islam sebagai
strategi pengelolaan asset di lembaga
tersebut untuk menjaga kekayaan,
atau menambah kekayaan, dan
mensiasati kekayaan tersebut untuk
masa depan lembaga yang semakin
hari semakin bertambah.
2. Wealth
Management
sebagai Seni Pengelolaan
Kekayaan
Wealth management pada
dasarnya adalah sebuah tawaran oleh
banyak lembaga keuangan bank atau
bukan bank, bukan berarti bahwa
induvidu, perusahaan, atau organisasi
nir-laba seperti lembaga pendidikan,
tidak perlu mengetahui wealth
management ini. Mereka yang
menghendaki
kekayaannya
terpelihara dan berkembang perlu
mengetahui wealth management,
meskipun tentu saja tidak harus
sangat mendalam seperti seorang
manajer kekayaan. Sebab itu wealth
82

management diistilahkan sebagai
seni dalam mengelola kekayaan.
Adapun
jantungnya
wealth
management adalah investasi. Jadi,
mereka setidak-tidaknya mengetahui
secara garis besar peraturan investasi
yang ada, kemungkinan yang
tersedia, jenis investasi, resiko yang
dihadapi, dan prinsip-prinsip wealth
management, dan lain sebagainya.
Adapun kejelasan hal-hal yang
dapat dilakukan dan diputuskan
antara lain secukupnya mengetahui:
a. Menghitung keperluan dana
untuk waktu yang akan
datang, baik jangka pendek,
menengah, dan panjang.
b. Menentukan jenis alokasi
investasi dalam
berbagai
instrumen pasar uang dan
pasar
modal
(dopesito,
obligasi, saham, reksadana,
dan sebagainya).xi
c. Menentukan persentase untuk
setiap jenis alokasi investasi.
d. Menentukan dan memilih
bank, manajer investasi, atau
lembaga keuangan lain untuk
investasi.
e. Menentukan apakah akan
mengelola kekayaan sendiri
atau
menyerahkannnya
kepada lembaga keuangan.
f. Menentukan perkembangan
nilai dan penghasilan berbagai
produk investasi yang sudah
dipilih atau yang akan dipilih.
g. Menentukan perilaku sendiri
dalam investasi.
h. Membeli langsung produk
investasi ke pasar bursa atau
melalui
jasa
lembaga
keuangan.
i. Menentukan apakah akan
mengumpulkan dana abadi.

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
Membeli barang seni, ealestat,
atau barang investasi lain, dan
sebagainya.xii
Beberapa hal di atas perlu
diperhatikan dalam penerapan wealth
management, baik yang dikerjakan
sendiri
atau
yang
diserahkan
sepenuhnya
dalam
lembaga
keuangan,
maupun
kombinasi
keduanya. Adapun jatung wealth
management
adalah investasi.
Namun, berbeda dengan investasi
yang dahulu dikembangkan dalam
manajemen investasi. Investasi dalam
wealth management bersifat lebih
pribadi
(porsonalized),
lebih
disesuaikan dengan keadaan khusus
investor (costumized), dan lebih
komprehensif. Untuk mengetahui
lebih mendalam tentang konsep
investasi dalam wealth management,
penulis
akan
menjelaskan
di
pembahasan selanjutnya.
j.

3. Investasi sebagai Jantung
Wealth management
Mengenai
pengertian
investasi, di sini penulis kutip dari
Deden
Mulyana
menjelaskan,
investasi adalah komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya
lainnya yang dilakukan pada saat ini,
dengan tujuan memperoleh sejumlah
keuntungan di masa datang.xiii
Pendapat lain menjelaskan, “an
investment can be defined as the
commitment of funds to one or more
assets that will be held over some
future time period. Investment is
concerned with the management of on
investor’s wealth, which is the sum of
current income and the present value
of all future income”.xiv
Marno dan Triyo Supriyatno
memeberikan pengertian, bahwa
investasi artinya pengeluaran dalam

rangka mendapatkan keuntungan di
masa depan. Pada ranah pendidikan
misalnya, hasil dari investasi ini tidak
langsung
diperoleh,
seperti
peningkatan kualitas guru yang
disekolahkan, ini merupakan nilai
tambah, yang secara jangka panjang
dapat
meningkatkan
kualitas
mengajar, yang berujung pada
pengaruh
terhadap
kualitas
lulusannya
di
suatu
lembaga
pendidikan.xv
Berbagai pendapat tentang
definisi mengenai investasi, sekilas
tentunya sedikit memiliki perbedaan.
Namun, penulis rasa jika dipahami
secara mendalam terdapat satu
kesamaan yang secara umumnya
terdapat kesamaan yaitu, dimana
investasi diartikan sebagai suatu
pengeluaran sejumlah dana dari
investor atau pengusaha guna
membiayai kegiatan produksi untuk
mendapatkan profit di masa yang
akan datang.
Sekali lagi dikatakan bahwa
jantung wealth management adalah
investasi. Oleh karena itu, untuk
memehami
konsep
wealth
management secara keseluruhan,
pemahaman mengenai investasi
mutlak diperlukan. Orang atau badan
biasanya
berkepentingan
untuk
memelihara dan menambahkan harta
kekayaannya
untuk
memenuhi
kepentingan hidupnya. Kepentingan
ini bisa berarti keperluan konsumsi
dan keperluan investasi.xvi
Lalu ada pertanyaan, apa
perbedaan antara menabung dan
berinvestasi.
Pada
dasarnya
keduanya mempunyai persamaan,
tetapi
sekaligus
mempunyai
perbedaan. Tujuan dari menabung
adalah menyisakan uang pendapatan
sekarang untuk dikumpulkan guna

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

83

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
mencukupi kebutuhan di masa yang
akan datang, yang belum dapat
diperkirakan sebelumnya. Sebaliknya,
berinvestasi mempunyai karakter
yang lain, yaitu untuk menambahkan
kekayaan guna memenuhi keperluan
yang akan datang dan meningkatkan
kesejahteraan. Berinvestasi biasanya
dibarengi
dengan
perencanaan
kebutuhan keuangan untuk yang akan
datang, apakah untuk biaya sekolah,
kuliah anak, dan lain sebagainya.xvii
Adapun, aset finansial adalah
aset kertas fisik atau kertas maya
yang bernilai uang seperti saham,
obligasi, reksadana, dan sebagainya.
Jadi, tidaklah heran jika seorang
pemegang saham (bentuk aset
finansial) perusahaan lebih suka
menjadi orang kaya dari pada miskin,
dan untuk mewujudkan mimpinya ia
ingin perusahaannya berinvestasi
dalam setiap proyek yang bernilai
besar dari pada biayannya.xviii
Proses berinvestasi, investor
merupakam pembuat keputusan. Jika
investor menyimpan uangnya di
rumah, dengan adanya inflasi (tingkat
kenaikan harga barang-barang), daya
beli uangnya akan turun.xixMotivasi
investasi adalah untuk meraih hasil
yang sejauh mungkin melebihi tingkat
inflasi sehingga daya beli uangnya
meningkat, yang berarti kekayaannya
juga meningkat. Keputusan mengenai
investasi tergantung pada banyak
faktor, tetapi 2 (dua) faktor terpenting
adalah:
a. Besarnya hasil dari investasi
atau imbal hasil.
b. Tingkat resiko yang dihadapi
dalam investasi. Beberapa
jenis resiko yang harus
dihapadi investor, yaitu: resiko
tingkat bunga, resiko pasar,
resiko inflasi, resiko bisnis,
84

resiko
keuangan,
bursa
saham, dan resiko nilai tukar
uang, dan sejenisnya.xx
Jadi, bagi seorang investor
tentu teman karibnya adalah hasil dan
resiko. Karena hasil dan resiko dalam
investasi adalah dua sisi dari satu
mata uang. Maka, sewajarnya bagi
investor untuk memperhitungkan
sewaktu-waktu dalam mengambil
keputusan untuk berinvestasi. Kehatihatian
dari
investor
dalam
memperhatikan resiko-resiko tersebut
di atas untuk mengambil keputusan
tentu akan memberikan hasil yang
maksimal dengan resiko yang kecil.
C. Konsep
The
Cashflow
Quadrant dalam Investasi
Konsep
The
Cashflow
Quadrant ini diperkenalkan oleh
Kiyosaki.xxi Kiyosaki memetakan
orang dalam hubungan dengan
kebebasan
keuangannya
dalam
empat kuadran. Seperti yang terdapat
pada gambar di bawah ini. Masingmasing orang, kecuali pengangguran
tentu sekurang-kurangnya berada
dalam satu kuadran. Masing-masing
kuadran diwakili dengan huruf
tertentu, yaitu, E, untuk employee
(pegawai). S, untuk self-employed
(pekerja lepas). B, unutk business
owner (pemilik usaha). Dan I, untuk
investor (penanam modal).

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
Seseorang
dapat
berada
dalam dua atau lebih kuadran
tersebut. Jika satu-satunya sumber
pendapat seseorang adalah gaji, ia
berada di kuadran E (employed). Jika
ia bekerja sendiri dalam usaha sendiri
dan dilakukan sendiri, ia berada di
kuadran S (sefl-employed). Kedua
jenis orang ini berada di sebelah kiri
dari Cashflow Quadrant.
Adapun konsep Cashflow
Quadrant jika ditarik ke ranah sebuah
lembaga pendidikan. Jadi, Yayasan,
Universitas,
atau
badan
penyelenggaraan pendidikan lain
yang
hanya
mengandalkan
pendapatan dari sumbangan atau
uang kuliah mahasiswa berada di
kuadran
E.
Yang
menambah
pendapatan dengan menjual barangbarang identitas universitas atau
menjual buku-buku, misalnya juga
bisa
berada
di
kuadran
S.
Menariknya, jika ia berada di sisi
kanan Cashflow Quadrant, dan ini
diperuntukkan bagi induvidu, badan
penyelenggaraan, atau pengelola
perguruan tinggi yang melakukan
bisnis (B, business owner) milik
mereka atau melakukan investasi (I,
investor).
Masih menurut Kiyosaki, yang
dikutip oleh Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto
menjelaskan, bagi mereka yang ingin
meraih keamanan finansial harus
berpindah kuadran, dari sebelah
kiri/bawah (E, S) ke sebelah
kanan/atas (B, I) Cashflow Quadrant.
Apabila kita melihat perkembangan
pengelola
dan penyelenggaraan
perguruan tinggi di negara-negara
yang sudah maju sudah berada di
sebalah kanan/atas (B, I) Cashflow
Quadrant. Sedangkan hampir semua

pengelola
dan penyelenggaraan
perguruan tinggi di Indonesia masih
berada di sebelah kiri/bawah (E, S). xxii
Jadi, untuk meraih keamanan
finansial bagi sebuah lembaga
pendidikan
Islam
memerlukan
kerangka
berpikir,
keterampilan
teknis, dan sikap yang berbeda.
Dalam hal ini, masing-masing
pengelola di lembaga pendidikan
dapat bertanya pada diri sendiri, di
kuadran mana mereka berada.
Karena kebanyakan orang berpotensi
untuk memperoleh pendapatan dari
keempat kuadran tersebut. Misalnya,
seorang dokter dapat bekerja pada
sebuah rumah sakit (E), namun, ia
juga dapat membuka praktik sendiri di
rumah (S). Dokter itu juga dapat
memutuskan untuk membuat medical
center dan memperkerjakan dokterdokter lain (B). Ia juga dapat
memperoleh
penghasilan
dari
kepemilikan saham, obligasi atau juga
reksadana (I).
Bagaimana
analisisnya
dengan pengelola dan penyelenggra
lembaga pendidikan Islam, tentunya
tidak berbeda jauh. Artinya lembaga
pendidikan
Islam
yang
hanya
menggantungkan diri dari sumbangan
mahasiswa saja, maka ia berada di
(E), atau membuka buku di kampus
atau mengelola asrama untuk
mahasiswa
(S).
Sebenarnya
pengelola tersebut juga dapat
mendirikan suatu perseroan terbatas
yang membuka usaha di bidang
tertentu, menunjuk direksi serta
mempekerjaan orang lain untuk
mendapatkan
keuntungan
guna
keperluan lembaga pendidikan Islam
(B). Bahkan di sisi lain, sebuah
yayasan yang berdiri dalam sebuah
lembaga pendidikan juga dapat
melakukan investasi dengan membeli

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

85

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
saham, reksadana, obligasi, dan surat
berharga,
barang
seni,
dan
sebagainya (I). Maka, dalam hal ini,
untuk mematangkan pemahaman,
penulis akan mendiskripsikan sebuah
perbandingkan sikap untuk mengelola
kekayaan atau asset di lembaga
pendidikan.
1. Sebuah Perbandingan sikap
Pembicaraan
mengenai
Cashflow
Quadrant
adalah
pembicaraan tentang bagaimana
orang dapat menjadi kaya, atau
bagaimana pengelola dan lembaga
pendidikan menjadi kaya. Merujuk
kepada konsep Cashflow Quadrant,
Kiyosaki menjelaskan, jika ditarik ke
unversitas, lebih tepat jika kita
menggunakan pendekatan, yaitu, Sd
(student donation= kira-kira sepadan
dengan E), Gd (goverment and private
donation = kira-kira sepadan dengan
E juga), B (business = kira-kira
sepadan dengan S+B), dan I
(investment)
sehingga posisinya
terlihat seperti gambar di bawah ini:

Perbandingan sikap di sini,
penulis akan mengambil dua sampel
universitas. Adapun yang menjadi
tolak ukur dalam universitas bukanlah
pada kaya dan miskin, namun “swasta
dan negeri”. Misalnya, Yale University
(dari Amerika yang berstatus swasta),
dan University of Oxford (dari UK yang
berstatus negeri). Dalam gambar
berikut ini kita akan melihat
perbandingan
keuangan
atau
86

pendapat
tersebut.xxiii
Yale University
Oxford

kedua

universitas
University

of

Dapat penulis ambil kesimpulan
bahwa, Universitas Yale (Yale
University ) dari Amerika yang
berstatus swasta hanya mendapatkan
porsi 46% dari pemerintah atau
donator asing (Gd= goverment and
private donation), namun ia memiliki
masukan keuangan dengan jumlah
besar dari hasil investasi sebasar 38%
dibandingkan dengan University of
Oxford dari Inggris yang berstatus
negeri
hanya
4%.
Hal
ini
menunjukkan, meskipun Universitas
Yale berstatus swasta (miskin dalam
konteks asset), namun Yale dapat
mempertahankan dan meningkatkan
kualitas
pendidikan
dari
hasil
investasi.
D. Penerapan
Wealth
Management
sebagai
Strategi
Pengelolaan
Asset
di
Lembaga Pendidikan Islam
Salah satu problem praktik
manajemen di lembaga pendidikan
Islam
adalah
masih
bersifat
tradisional,
yakni
manajemen
peternalistik atau feodalistik. Dimana
kebanyakan senioritas terkadang
menganggu
perkembangan
dan

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
peningkatan kualitas pendidikan, dan
munculnya kreativitas inovatif dari
kalangan muda dipahami sebagai
sikap
yang
tidak
menghargai
seniornya.xxiv
Maka,
fungsi
manajemen dalam sebuah lembaga
pendidikan adalah sebagai upaya
agar pendidikan dapat berjalan
dengan baik. Sebab itu, manajemen
pendidikan di sebuah lembaga
pendidikan
memerlukan
adanya
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, pengkoordinasian, dan
pengendalian.xxv
1. Sumber
Pendanaan
di
Lembaga Pendidikan Islam
Secara
umum
sumber
pendanaan di lembaga pendidikan
Islam dapat berasal antara lain
sebagai berikut:
a. Pemerintah, baik pemerintah
pusat,
daerah,
maupun
keduanya, bersifat umum dan
khusus serta diperuntukkan
bagi kepentingan pendidikan.
b. Orang tua murid atau peserta
didik.
c. Masyarakat (perorangan dan
dunia usaha), baik mengikat
atau tidak mengikat.xxvi
d. Bantuan lain yang seperti
pinjaman luar negeri yang
diperuntukkan
bagi
pendidikan, sepperti UNICEF
atau UNESCO, pinjaman Bank
Dunia, Bank pembanguna
Asia, atau Bank pembangunan
Islam.xxvii
Kemudian,
dari
setiap
manajemen lembaga pendidikan
Islam, khususnya yang berstatus
swasta, bisa mengkerahkan beberapa
cara antara lain:
a. Mengajukan proposal bantuan
finansial
ke
Departemen

Agama atau Depertemen
Pendidikan
Nasional,
Pemerintah daerah, orang tua
wali, para pengusaha, dan lain
sebagainya.
b. Mengundang alumni yang
telah sukses untuk meminta
bantuan.xxviii
Apabila dana-dana tersebut
telah terkumpulkan, manajer lembaga
pendidikan Islam harus berusaha
mengembangkannya melalui usahausaha produktif agar uang tersebut
tidak mandek atau habis. Hal ini
dilakukan agar dana bertambah
besar, meskipun sebagian telah
digunakan
untuk
kepentingan
lembaga. Kemudian, sebagaimana
kita
ketahui
pendanaan
atau
pembiayaan pendidikan sebagaimana
kita ketahui adalah tanggungjawab
bersama, yaitu antara pemerintah,
pemerintah daerah, dan masyarakat.
Sebagaimana termaktub dalam pasal
46
ayat
1
Undang-Undang
Dasar.xxixTanggungjawab pemerintah
dan pemerintah daerah untuk
menyediakan anggaran pendidikan
berdasarkan
prinsip
keadalian,
kecukupan, dan keberlanjutan. Untuk
mewujudkan hal tersebut sesuai
dengan peraturan pemerintah, maka
harus dikelola berdasarkan prinsip
keadilan, efesiensi, transparansi, dan
akuntabilitas.xxx
2. Strategi Penerapan Wealth
Management
untuk
Pengelolaan
Asset
di
Lembaga Pendidikan Islam
Akhirnya perlu disampaikan
bahwa ada semacam sikap conditio
sine qua non (persyaratan mutlak
yang tidak dapat ditawa-tawar lagi)
dalam penggunaaan dan penerapan
wealth management sebagai cara

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

87

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
untuk mengelola keuangan atau
kekayaan
(asset)
di
lembaga
pendidikan Islam. Adapun langkahlangkah
yang
perlu
dijadikan
perhatian bagi lembaga pendidikan
Islam untuk mengelola asetnya
adalah sebagai berikut:
a. Pendekatan wealth management dengan memanfaatkan
dana abadi
Dana
abadi atau
yang
diistilahkan endowment adalah jenis
pendanaan atau bantuan dana dari
alumni atau perkumpulan alumni yang
bersifat perorangan, perusahaan,
atau yayasan. Jenis endowment pun
dapat berupa uang, surat berharga
atau tanah, dan lain sebagainya.
Endowment merupakan cara yang
dipandang efektif sebagai strategi
wealth management. Di belahan
dunia yang telah maju, sebut saja,
seperti Amerika Serikat, jenis bantuan
ini disebut dengan istilah endowment
telah menjadi bahan praktik yang
turun-temurun sebagai penopang
untuk
memperkokohkan,
meningkatkan
stabilitas,
dan
xxxi
kemandirian perguruan tinggi.
Jadi,
tugas
wealth
management di lembaga Pendidikan
Islam adalah untuk menjaga keutuhan
dan pengembangan dana abadi,
mengusahakan pendapatn optimal
dari dana abadi, dan berusaha
mencari tambahan dana abadi, antara
lain juga menyangkut hal-hal sebagai
berikut:
1. Mengalokasikan
investasi
untuk mencegah erosi daya
beli.
2. Mengusahakan
aliran
pendapatan
yang
tetap,
berkelanjutan,
dan
dapat
diperkirakan sebelumnya.

88

3. Memupuk tambahan dana
abadi untuk mengantisipasi
kebutuhan yang semakin
meningkat.
b. Menyadari fungsi penyelenggaraan pendidikan sebagai
fungsi manajer
Terlepas
dari
beberapa dimensi makna
pendidikan
dasar
dan
menengah, ada satu dimensi
yang perlu disadari dan
diperhatikan, yaitu korporasi
dimana sekolah dasar dan
menengah dilihat sebagai
suatu
korporat
yang
memerlukan
manajemen
(perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan,
dan
pengawasan) dalam bidang
pengajaran,
keuangan,
sumber
daya
manusia,
strategi,
pemasaran,
pengembangan,
dan
sebagainya. xxxii
Hal ini menunjukka,
para penyelenggara setiap
lembaga pendidikan Islam
pada
hakikatnya
adalah
seorang manajer sehingga
perlu berpikir, bersikap, dan
bertindak sebagai manajer.
Sehingga sikap memposisikan
diri sebagai manajer akan
menghasilkan
sikap-sikap
yang terorganisir dengan baik,
mulai dari tahap perencanaan
keuangan
di
lembaga
pendidikan
Islam,
pengorganisasian,
pelaksanaan,
dan
pengawasan
dapat
dimaksimalkan bersama untuk
kepentingan bersama dalam

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
upaya meningkatkan kualitas
kualitas pendidikan.
c. Menyadari kegunaan wealth
management
Semula
wealth
management
hanya
dikembangkan
oleh
perusahaan keuangan, baik
bank
maupun
nonbank,
sebagai salah satu bentuk
layanan kepada pelanggan.
Namun,
selanjutnya
berkembang
menjadi
kebutuhan semua orang dan
entitas yang dapat digunakan
sendiri dan untuk kalangan
sendiri,
meskipun
jasa
perusahaan keuangan tetap
dibutuhkan.
Para penyelenggara
lembaga pendidikan Islam
perlu menyadari kegunaan ini
sebagai
sarana
untuk
mengelola
keuangannya
dalam
arti
memelihara,
mengamankan,
dan
mengembangkan
nilainya
agar
bermanfaat
secara
optimal. Seperti pemanfaatan
dana abadi (endowment) dari
alumni atau perorangan dapat
dimaksimalkan dengan peran
wealth management, agar
memiliki nilai signifikan dalam
mengelola
kebutuhan
ke
depan
yang
semakin
meningkat
di
lembaga
pendidikan
Islam.
Maka,
wealth management disini
menjadi
penting
sebagai
strategi pemanfaatan dana
abadi tersebut.
d. Meninggalkan
sikap
menabung dan menggantinya
dengan sikap investor

Dikatakan
bahwa
jantung wealth management
adalah investasi, sedangkan di
lain pihak sikap tradisional
para
penyelenggara
pendidikan
di
lembaga
pendidikan Islam lebih lumrah
adalah menabung. Banyak
yang masih menjauhkan diri
dari kegiatan investasi karena
berbagai
alasan,
seperti
menganggap
investasi
sebagai
perjudian,
takut
kekayaannya
hilang
mengingat pengalaman orang
lain,
tidak
mengetahui
caranya, tidak mengetahui
keunggulan
dibandingkan
dengan menabung, dan lain
sebagainya. Mentalitas “hanya
menyimpan dan menabung”
harus ditinggalkan dan diganti
dengan
mentalitas
“berinvestasi sebagai cara
yang lebih efektif untuk
mengembangkan kekayaan”.
e. Mempelajari dan memahami
seluk-beluk investasi
Mengubah
sikap
penabung
para
penyelenggara
pendidikan
perlu
mempelajari
dan
memahami
seluk-beluk
investasi.
Antara
lain
mengenai
prinsip-prinsip
investasi, pendapatan dan
resiko setiap jenis investasi,
bagaimana
perbandingan
antara pendapatan dan resiko
berinvestasi, dan sebagainya.
Untuk
mempelajari
dan
memahami hal ini, kita dapat
menggunakan
jasa
para
manajer
investasi
dari
sejumlah lembaga keuangan
bank maupun nonbank.

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

89

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
f.

90

Bergeser dari kuadran kiri ke
kuadran
kanan
dalam
pendekatan
Cashflow
Quadrant
Pergeseran
yang
dimaksudkan disini adalah
seperti
penjelasan
sebelumnya, yaitu berpindah
dari sikap menabung ke sikap
investor,
dengan
artian
berpindah
dari
kuadran
kiri/bawah (E dan S) ke
kuadran kanan/atas (B dan I).
Mereka yang termasuk dalam
kuadran
E
(pegawai,
tergantung pada gaji), dan S
(pekerja lepas, tergantung
pada kegiatan sendiri) memilih
rasa
aman,
kepastian,
tergantungan pada orang lain,
atau diri sendiri. Sedangkan
mereka yang termasuk dalam
kuadran B (pemilik usaha,
tergantung pada bisnisnya),
tidak
tergantung
pada
kegiatan diri sendiri, tetapi
orang lain, dan I (penanam
modal, tergantung pada hasil
investasi)
juga
tidak
tergantung pada kegiatan diri
sendiri. Alhasil, mereka yang
berada dalam kuadran E dan
S, adalah mereka tergantung
pada pemberian orang lain
atau berusaha sendiri untuk
mencari kekayaan, namun
sebaliknya yang dialami bagi
yang termasuk kuadran B dan
I.
Menurut pengalaman,
hanya dengan perpindahan
atau pergeseran dari kudran
E/S ke kuadran B/I tersebut
seseorang atau entitas akan
memperoleh kekayaan. Sekali
lagi perlu ditekankan, bahwa

bagi mereka yang mempunyai
jiwa sosial atau pun lembaga
keagamaan
yang
menyelengarakan
persekolahan jangan takut
untuk menjadi kaya. Bagi
penyelenggara
pendidikan
Islam baik di perguruan tinggi
atau dasar dan menengah
secara mutlak diperlukan
penambahan kekayaan untuk
penyelenggaraan
kegiatan.
Kekayaan
itu
untuk
memajukan pendidikan untuk
lebih meringankan beban anak
didik dan orang tuanya, untuk
menambah
pemberian
beasiswa bagi mereka yang
kurang mampu. Lagi pula
tidakkah lebih bermertabat jika
mendapatkan
tambahan
kekayaan dengan melakukan
investasi
daripada
terusmenerus
meminta
dari
donator.
g. Mulailah berinvestasi secara
bertahap
Keyakinan
dan
pemahaman
pengertian
tidaklah cukup jika tidak
ditindaklanjuti dengan langkah
nyata, oleh sebab itu mulailah
dengan berinvestasi secara
bertahap. Dalam melakukan
hal ini, kita perlu mengingat
dua prinsip utama investasi,
yaitu: (1) jangan menaruh
semua telur dalam satu
keranjang, dan (2) tingkat
peningkatan
tinggi selalu
dibarengi
dengan
tingkat
resiko yang tinggi, tingkat
pendapatan rendah selalu
dibarengi dengan resiko yang
rendah.
Jadi,
jangan
berangan-angan
dalam

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
berinvestasi dengan jumlah
kecil akan mendapatkan hasil
dengan jumlah besar.
Berdasarkan penjelasan di
atas, dapatlah menjadi bahan
renungan
yang
sewajarnya
menjadi
bahan
untuk
ditindaklanjut
bagi
para
penyelenggara
pendidikan,
khusunya pendidikan Islam untuk
menjawab berbagai tantangan
yang semakin kopmplek kedepan,
terlebih
masalah
bagaimana
mengelola asset yang ada di
lembaga pendidikan Islam itu
sendiri. Pemanfaatan konsep
pengelolaan atau manajemen
keuangan dalam mengatur aset di
lembaga pendidikan merupakan
hal yang dipandang penting. Mulai
dari, perencanaan keuangan,
kebijakan keuangan, pencatatan
keuangan, laporan keuangan,
audit laporan keuangan, dan
analisis atas laporan keuangan
merupakan langka-langkah yang
seharusnya ditindaklanjuti dalam
kenyataan.
Terarahnya
pengelolaan keuangan, seperti
mengetahui akan kebutuhankebutuhan pokok pertahunan di
lembaga pendidikan, merupakan
batu
loncatan
yang
dapat
menerawang keuangan lembaga
untuk
meningkatkan
mutu
pendidikan.
Selanjtunya, pengelolaan
keuangan di lembaga pendidikan
Islam
akan
diperuntungkan
dengan
menggunakan
pendekatan Manajemen Bebasis
Sekolah (MBS). Dikarenakan
MBS
pada
kenyataannya
merupakan pola pengelolaan
pendidikan
yang
mendorong
profesionalisme kepala sekolah

dan guru sebagai para pemimpin
pendidikan
di
lembaga
pendidikan.xxxiii Hal ini, dapat kita
pahami dengan tawaran dari
prinsipil MBS itu sendiri yang
menjunjung adanya otonomi,
fleksibel, partisipasi, dan inisiatif.
Manusia bukanlah sumber daya
yang bersifat statis, melainkan
dinamis, maka seorang manajer
lembaga pendidikan Islam harus
mempunyai pikiran yang kreatif
dan dinamis.
Berkaian
dengan
hal
tersebut,
tidaklah
berlebihan
dengan pendapat Mujamil Qomar
yang menjelaskan bahwa, dalam
upaya meningkatan kuantitas
perekonomian
di
lembaga
pendidikan Islam, manajer sebuah
lembaga pendidikan Islam paling
tidak memiliki naluri bisnis (sense
fo bussines), tentunya untuk
kepentingan lembaga, bukan
untuk kepentingan pribadi. xxxiv
Lebih lanjut, Nanang Fatth
menjelaskaxxxv
tugas
dari
pengelola atau penyelanggara
pendidikan
merancang
dari
rencana pemasukan (sumber dan
jumlah) dan rencana pengeluaran
(keperuntukkan dan jumlah).
Alhasil, dengan seorang
pimpinan lembaga pendidikan
Islam yang bernaluri bisnis harus
bisa melihat kesempatan dan
peluang
bagi
kepentingan
lembaga
yang
dipimpinnya,
terutamma apabila dana atau
asset itu telah didapatkan,
seorang
manajer
lembaga
pendidikan Islam harus bisa
berusaha
mengembangkanya
melalui usaha-usaha produktif
agar dana tersebut tidak mandek
dan habis sia-sia. Usaha tersebut

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

91

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
bisa diwujudkan dalam usaha
mandiri secara otonom maupun
kerja
sama
dengan
para
pengusaha dengan pola bagi
hasil. Tentu hal seperti ini
memerlukan
kesungguhan,
keuletan, kejelian, perhitungan
yang presisi, serta pengontrolan
secara ketat dan periodik.
E. Kesimpulan
Munculnya sekitar tahun 1990an, dimana mulanya diperuntukkan
bagi kalangan perusahaan pialang
saham,
bank,
dan
asuransi.
Kehadiran, wealth management ini
dipandang jitu sebagai strategi
pengelolaan
aset
di
lembaga
pendidikan di kemudian hari. Investasi
dalam
pendekatan
wealth
management
berperan
sebagai
jantung bagi wealth management.
Jadi, untuk menjalankan organ pada
wealth management seorang manejer
harus
mengetahui
seluk-beluk
investasi.
Konsep
The
Cashflow
Quadrant
dalam
investasi
mengidamkan, agar setiap orang
jangan takut untuk menjadi kaya. Jadi,
sewajarnya paradigma menabung
berpindah menjadi berinvestasi atau
Cashflow Quadrant menyatakan
dengan berpindah dari kuadran
sebelah kiri/bawah (E, S) ke sebelah
kanan/atas (B, I). Maka, untuk meraih
keamanan finansial bagi lembaga
pendidikan
Islam
memerlukan
kerangka
berpikir,
keterampilan
teknis, dan sikap yang berbeda
dengan sikap berivestasi. Alhasil uang
atau asset yang ada, akan bekerja
untuk memberikan tambahan aset
kepada pemilik atau pengelola
lembaga itu sendiri.

92

Wealth management dalam
hal ini dipandang sebagai sebuah
solusi yang ideal bagi manajemen
keuangan di lembaga pendidikan
Islam yang harus ditindaklanjuti
dengan sikap memanfaatkan dana
abadi
(endowment)
dengan
pendekatan wealth management,
menyadari fungsi penyelenggaraan
sebagai fungsi manajer, menyadari
kegunaan
wealth
management,
meninggalkan sikap menabung dan
menjadi investor, memahami selukbeluk investasi, bergeser dari kuadran
kiri ke kuadran kanan dalam
pendekatan Cashflow Quadrant, dan
mulailah
berinvestasi
secara
bertahap.
Daftar Pustaka
Alma, Bukhari dan Hurriyati, Ratih.
ed., Manajemen Corporate
Strategi Pemasaran Jasa
Pendidikan Fokus pada Mutu
dan Layanan Prima : Alfabeta,
2008.
Echols, John M. dan Shalady, Hasan.
Kamus Inggris Indonesia, Cet.
XXIV. (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2005.
Ismail, dkk, ed. Dinamika Pasantren
dan Madrasah. Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2002.
Eko

Indrajit,
Richardus
dan
Djokopranoto,
Richardus.
Wealth Management untuk
Penyelenggaraan Perguruan
Tinggi sesuai untuk Sekolah
Dasar
dan
Menengah.
Yogyakarta: CV. Andi Offset,
2011.

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
Fatth,

Hidayat, Ara dan Machali, Imam.
Pengelolaan
Pendidikan,
Konsep, Prinsip, dan Aplikasi
dalam Mengelola Sekolah dan
Madrasah.
Yogyakarta:
Kaukaba, 2012.
http://batamtoday.com/berita20251Di-Usia-60-Tahun,-MadrasahTsanawiyah-TambelanTerancam-Gulung-Tikar.html.
Diakses tanggal 04-April2015.
Krefetz, Gerald. Tips-tips Cerdas dan
Efektif
Brinvestasi,
Yogyakarta: Garailmu, 2009.
Kamus

dan Implementasi). Bandung:
Rosda Karya, 2007.

Nanang. Ekonomi
dan
Pembiayaan
Pendidikan.
Bandun: Rosda, 2009.

Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 2001

Mulyana, Deden. Materi I Pengertian
Investasi,
http://deden08m.
files.wordpress.com/2011/09/
materi-1-pengertianinvestasi.pdf. diakses pada
tanggal 10 April 2015.

Myers Marcus, Brealey. Dasar-dasar
Manajemen
Keuangan
Perusahaan Jilid I, Terj. Yelvi
Andri
Zaimur.
Jakarta:
Erlangga, 2006.
Marno

Qomar, Mujamil.
Manajemen
Pendidikan Islam Strategi baru
Pengelolaan
Lembaga
Pendidikan Islam. (Surabaya:
Erlangga, t.t.p.
Sartono, R.
Agus.
Manajemen
keuangan Teori dan Aplikasi,
Cet ke-1. Yogyakarta: FE
UGM, 2001.
Syafaruddin, Manajemen Lembaga
Pendidikan
Islam. Ciputat:
Ciputat Press, 2005.
Undang-Undang
Sistem
Pendidikan Nasional BAB XIII
Pasal 46 Tentang Pendanaan
Pendidikan, cet III. Jakarta: Pu
staka Pelajar, 2009

Mulyasa, E. Manajemen Berbasis
Sekolah (Konsep, Strategi,
i

ii

Bukhari Alma dan Ratih Hurriyati, ed.,
Manajemen
Corporate
Strategi Pemasaran Jasa
Pendidikan Fokus pada Mutu
dan
Layanan
Prima.
(Bandung: Alfabeta, 2008),
138.
Ara Hidayat dan Imam Machali,
Pengelolaan
Pendidikan,

dan
Supriyatno,
Triyo.
Manajemen dan Kepimpinan
Pendidikan Islam. Bandung:
PT. Rafika Aditama, 2008.

Konsep, Prinsip, dan Aplikasi
dalam Mengelola Sekolah dan
Madrasah.
(Yogyakarta:
Kaukaba, 2012), hlm. 147148.
iii

http://batamtoday.com/berita20251Di-Usia-60-Tahun,-MadrasahTsanawiyah-TambelanTerancam-Gulung-Tikar.html.

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

93

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
kontrak. Saham adalah tanda
kepemilikan atau penyertaan
seseorang atau badan dalam
suatu perusahaan. Reksadana
adalah wadah yang digunakan
untuk menghimpun dana dari
masyarakat
pemodal,
selanjutnya
diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh
menejer investasi. Ibid.,

diakses pada tanggal 04 April
2015.
iv

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan, hlm. 169.

v

John M. Echols dan Hasan Shalady,
Kamus Inggris Indonesia, Cet.
XXIV. (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2005), hlm.
640.

vi

vii

viii

ix

Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management untuk
Penyelenggaraan Perguruan
Tinggi sesuai untuk Sekolah
Dasar
dan
Menengah.
(Yogyakarta: CV. Andi Offset,
2011), hlm. 28.
Ara Hidayat dan Imam Machali,
Pengelolaan Pendidikan, hlm.
1.

xii

Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management, hlm. 4748.

xiii

Deden Mulyana, Materi I Pengertian
Investasi,
http://deden08m.files.wordpre
ss.com
/2011/09/materi-1pengertian-investasi.pdf.
diakses pada tanggal 10 April
2015.

xiv

Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management, hlm. 52.

xv

Marno dan Triyo Supriyatno,
Manajemen dan Kepimpinan
Pendidikan Islam. (Bandung:
PT. Rafika Aditama, 2008),
hlm. 83.
Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management, hlm. 51.

Ibid., hlm. 29-30.
R.

Agus Sartono, Manajemen
keuangan Teori dan Aplikasi,
Cet ke-1. (Yogyakarta: FE
UGM, 2001), hlm. 6.

Richardus Eko Indrajit dan xvi
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management, hlm. 31.
xi
Dopesito adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat xvii Ibid., hlm. 52.
dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan
perjanjian xviii Brealey Myers Marcus, Dasardasar Manajemen Keuangan
nasaba
deposan
dengan
Perusahaan Jilid I, Terj. Yelvi
bank.
Obligasi
adalah
Andri
Zaimur.
(Jakarta:
selembar
kertas
yang
Erlangga, 2006), hlm. 199.
menyatakan bahwa pemilik
kertas tersebut memberikan
pinjaman kepada yang diberi
pinjaman melalui sebuah
SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016
94
x

JURNAL PENCERAHAN INTELEKTUAL MUSLIM
xix

Bungan adalah balas jasa untuk
penggunaan uang atau modal
yang dibayarkan pada waktu
yang disetujui yang umumnya
dinyatakan sebagai prosentasi
dari modal pokok. Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Pembinaan
dan Pengembangan Bahasa,
2001), hlm. 137.

xx

Gerald Krefetz, Tips-tips Cerdas
dan
Efektif
Brinvestasi,
(Yogyakarta: Garailmu, 2009).
hlm. 29-30.

xxi

Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management, hlm.
453-454.

xxii

Ibid., hlm. 454.

xxiii

Ibid., hlm. 461.

xxiv

xxv

xxvi

xxvii

Ismail, dkk, ed., Dinamika
Pasantren dan Madrasah,
(Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2002), hlm. 229.
Ara Hidayat dan Imam Machali,
Pengelolaan Pendidikan, hlm.
19.
Mujamil
Qomar, Manajemen
Pendidikan, hlm. 166.
Syafaruddin, Manajemen
Lembaga
Pendidikan
Islam. (Ciputat: Ciputat Press,
2005), hlm. 268.

xxviii

Mujamil
Qomar, Manajemen
Pendidikan, hlm. 167.

xxix

Tentang Sistem Pendidikan
Nasional,
“Pendanaan
pendidikan menajdi tanggung
jawab
bersama
antara
pemerintah,
daerah,
dan
masyarakat”. Lihat: UndangUndang Sistem Pendidikan
Nasional BAB XIII Pasal 46
Tentang
Pendanaan
Pendidikan, cet III. (Jakarta:
Pustaka Pelajar, 2009). hlm.
35.

xxx

Ara Hidayat dan Imam Machali,
Pengelolaan Pendidikan, hlm.
153.

xxxi

Richardus Eko Indrajit dan
Richardus
Djokopranoto,
Wealth Management, hlm.
357-359.

xxxii

Ibid., hlm. 480-482.

xxxiii

Ara Hidayat dan Imam Machali,
Pengelolaan Pendidikan, hlm.
57.

xxxiv

Mujamil
Qomar, Manajemen
Pendidikan, hlm. 169.
Nanang Fatth, Ekonomi dan
Pembiayaan
Pendidikan.
(Bandun: Rosda, 2009), hlm.
47.

xxxv

SARWAH,VOLUME XV (I), JANUARI – JUNI 2016

95