Bergesernya Nilai nilai Etika dalam Kehi

Adelia Putri (1471500411)
Bergesernya Nilai-nilai Etika dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
Pembangunan nasional dalam segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini
memang mengalami berbagai kemajuan. Namun, di tengah-tengah kemajuan
tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya pergeseran terhadap nilai-nilai
etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pergeseran sistem nilai ini sangat
nampak dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, seperti penghargaan terhadap
nilai budaya dan bahasa, nilai solidaritas sosial, musyawarah mufakat,
kekeluargaan, sopan santun, kejujuran, rasa malu dan rasa cinta tanah air
dirasakan semakin memudar. Perilaku korupsi masih banyak terjadi, identitas
ke-"kami"-an cenderung ditonjolkan dan mengalahkan identitas ke-"kita"-an,
kepentingan kelompok, dan golongan seakan masih menjadi prioritas. Ruang
publik yang terbuka dimanfaatkan dan dijadikan sebagai ruang pelampiasan
kemarahan dan amuk massa. Benturan dan kekerasan masih saja terjadi di manamana dan memberi kesan seakan-akan bangsa Indonesia sedang mengalami krisis
moral sosial yang berkepanjangan. Banyak penyelesaian masalah yang cenderung
diakhiri dengan tindakan anarkis. Aksi demontrasi mahasiswa dan masyarakat
seringkali melewati batas-batas ketentuan, merusak lingkungan, bahkan merobek
dan membakar lambang-lambang Negara yang seharusnya dijunjung dan
dihormati. Hal tersebut, menegaskan bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai
etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi kesemua itu disebabkan

belum optimalnya upaya pembentukan karakter bangsa, kurangnnya keteladanan
para pemimpin, lemahnya budaya patuh pada hukum, cepatnya penyerapan
budaya global yang negatif dan ketidakmerataan kondisi sosial dan ekonomi
masyarakat.

Contoh Kasus
Terdapat fakta-fakta mencengangkan dalam persidangan kasus korupsi eKTP yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3) kemarin. Dalam
sidang kedua tersebut, seharusnya ada 8 orang saksi yang dihadirkan Jaksa
Penuntut Umum KPK. Mereka adalah Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan
Fauzi mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo, dan mantan Ketua Komisi
II, Chairuman Harahap, mantan Sekjen Mendagri Diah Anggraeni, dan beberapa
pihak swasta yang terlibat dalam proyek e-KTP tersebut.
Namun, Agus Martowardojo tidak bisa hadir untuk memberikan kesaksian
dalam persidangan kasus megakorupsi e-KTP. Agus Marto mengajukan
permohonan penjadwalan ulang pemberian kesaksian pada 30 Maret 2017. Dalam
kasus ini, Agus Marto sebelumnya pernah dipanggil KPK untuk dimintai
keterangan.
Fakta mencengangkan pertama, Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan
Fauzi berkelit saat dicecar hakim soal awal program e-KTP. Di hadapan majelis
hakim, Gamawan mengklaim program tersebut bukanlah gagasannya melainkan

menteri sebelumnya, Mardiyanto.
"Itu sudah dimulai 2 tahun sebelum saya sebagai Menteri Dalam Negeri
baru setelah 19 hari saya dilantik DPR Komisi II mengundang saya rapat dengar
pendapat (RDP)," ujar Gamawan saat memberikan kesaksian, Kamis (16/3).
Dia menjelaskan program e-KTP merupakan amanat Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2006 yang nantinya diperuntukan untuk Pemilu 2014. Kendati
demikian, Gamawan sempat berkelit saat ketua majelis hakim Jhon Halasan Butar
Butar mengonfirmasi kehadiran Gamawan dalam RDP membahas proyek e-KTP.
"RDP tidak selalu membahas. Iya saya selalu hadir tetapi tidak selalu
bahas e-KTP," tukasnya.

Sebelumnya, pada sidang perdana kedua terdakwa kasus ini, Irman dan
Sugiharto, nama Gamawan Fauzi muncul. Dalam dakwaan tersebut, Gamawan
disebut menerima uang sejumlah USD 4.500.000 dan Rp 50 juta.
Fakta mencengangkan kedua, Gamawan mengakui menerima uang sebesar
Rp 50 juta yang disebut dalam surat dakwaan kasus korupsi e-KTP dengan
terdakwa Irman dan Sugiharto. Namun uang tersebut bukan uang suap e-KTP,
melainkan merupakan upah diperolehnya saat menjadi pembicara di beberapa
provinsi sebagai menteri.
"Itu (Rp 50 juta) honor saya sebagai menteri menjadi pembicara.

Sejamnya kan Rp 5 juta, hitung saja dua jam saya sudah Rp 10 juta. Itu di
beberapa provinsi," jelas Gamawan.
Gamawan mengklaim, bahwa ada asosiasi yang bekerjasama dengan
kementerian dalam negeri yang akan menggelar seminar nasional dan Gamawan
didapuk sebagai pembicara.
Fakta persidangan selanjutnya, Ketua Umum Partai Golkar Setya
Novanto (Setnov) mewanti-wanti dalam pesan ke terdakwa kasus e-KTP kalau
ditanya bilang tak kenal dengan dirinya. Hal ini terungkap berdasarkan pengakuan
Mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggarini di
persidangan.