KETEPATAN WAKTU PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BEALANJA DAERAH PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

KETEPATAN WAKTU PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BEALANJA DAERAH PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

   SUTARYO OKKI CAROLINA Universitas Sebelas Maret Abstract

  This research aims to examine the effect of local government characteristics, executive characterisctics and parliament characteristics to timeliness of APBD preparation in Indonesia. The samples used in this study were 197 local governments for the year 2012. This study uses data of APBD preparation in 2012 in the form of softcopy from Internal Affair Ministry of Republic of Indonesia, data of local government financial statement from Republic Indonesia Supreme Audit Board (BPK RI), and website of local government.

This study used a binary logistic regression model to test the hypothesis.

The results showed that the local government status, educational background of executive, parliament size, and parliament composition affect timeliness of APBD preparation. While the local government size, executive age, current ratio and debt to equity ratio does not affect timeliness of APBD preparation. This study also showed that the local government size and parliament composition affect imprecision time of APBD preparation, while local government status, executive age, educational background of executive, parliament size, and parliament composition, current ratio and debt to equity ratio does not affect imprecision time of APBD preparation.

  Keywords: government budget, local government characteristics, legislative characteristics, timelines of local government budget

  Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap ketepatan waktu penetapan APBD pemerintah daerah di Indonesia. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 197 pemerintah daerah di Indonesia pada tahun 2012. Penelitian ini menggunakan data softcopy penetapan APBD tahun 2012 yang diperoleh dari Kemendagri RI, data softcopy laporan keuangan pemerintah daerah yang diperoleh dari BPK RI serta data eksekutif dan DPRD yang diperoleh dari website pemerintah daerah dan KPU RI. Penelitian ini menggunakan binary logistic regression untuk menguji hipotesis.

  Hasil penelitian menyimpulkan bahwa status pemerintah daerah, latar belakang pendidikan kepala daerah, ukuran DPRD, komposisi DPRD, current ratio dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD. Sementara itu, ukuran pemerintah daerah dan umur kepala daerah tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ukuran pemerintah daerah dan komposisi DPRD berpengaruh terhadap keterlambatan waktu penetapan APBD, sedangkan status pemerintah daerah, umur kepala daerah, latar belakang pendidikan kepala daerah, ukuran DPRD, current ratio dan debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap ketidaktepatan waktu penetapan APBD.

  Kata kunci: angggaran pemerintah, karakteristik pemerintah daerah, karakteristsik legisltaf, ketepatan waktu pengesahan anggaran pemerintah daerah

1. Pendahuluan

  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah rencana keuangan tahunan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap ketepatan waktu penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pemerintah daerah di Indonesia. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian berganti dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, otonomi daerah di Indonesia telah resmi diberlakukan. Pemberlakuan otonom memberikan pemerintah daerah peluang yang lebih besar untuk mengoptimalkan potensi sumber daya manusia, dana maupun kekayaan lainnya (Adi, 2012). Kebijakan otonom juga dimaksudkan agar pemerintah daerah dapat mengelola keuangan daerahnya masing-masing. Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah masalah APBD (Winarna dan Murni, 2007).

  APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran yang terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember (Permendagri No. 13 Tahun 2006 pasal 21). APBD disusun oleh eksekutif daerah dan disetujui oleh legislatif daerah. DPRD memiliki fungsi perencanaan yang berarti bahwa APBD menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi ini menjadikan APBD penting karena program kegiatan dan proyek pembangunan yang dimiliki oleh pemerintah daerah dapat dilaksanakan jika telah ada penetapan APBD sebelumnya.

  Penetapan APBD harus dilakukan tepat waktu agar program kegiatan dan pembangunan yang direncanakan terealisasi pada tahun anggaran sehingga pemberian pelayanan publik terhadap masyarakat dapat berjalan dengan lancar Agustus 2013). Penetapan APBD diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2011 tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2012 bahwa penetapan APBD 2012 paling lambat tanggal 31 Desember 2011.

  Di sisi lain, fenomena yang terjadi pada dua tahun terakhir ini pemerintah daerah belum mampu memenuhi tenggat waktu sebagaimana diatur di atas. Tercatat pada tahun anggaran 2012, terdapat 234 kabupaten dan kota yang mengalami keterlambatan dalam menetapkan APBD dan tahun anggaran 2013 terdapat 185 kabupaten dan kota yang mengalami keterlambatan Agustus 2013). Selain itu, pada tahun anggaran 2012, terdapat 16 kabupaten yang menetapkan APBD terlambat dan dikenakan sanksi penundaan dana perimbangan dan terdapat 16 kabupaten dan satu kota dikenakan sanksi penundaan dana perimbangan pada tahungustus 2013). Kenyataan akan pemerintah daerah yang terlambat menetapkan APBD ini menunjukkan lemahnya kondisi pengelolaan keuangan daerah di Indonesia karena menurut Kementerian Dalam Negeri, salah satu indikator utama untuk mengukur kinerja pengelolaan keuangan daerah adalah ketepatan waktu dalam penetapan APBD. Fenoma ini tentunya menarik untuk dikaji secara lebih mendalam dalam penelitian.

  Keterlambatan penetapan APBD ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurang harmonisnya hubungan eksekutif dan legislatif, pengaruh dari karakteristik yang dimiliki oleh eksekutif dan legislatif sebagai penyusun APBD serta faktor komitmen yang belum memadai (Wangi dan Ritonga, 2010). Seperti yang terjadi Kabupaten Karanganyar yang terlambat menetapkan APBD 2014 karena pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran (PPA) yang merupakan dasar pemikiran APBD belum juga dilakukan oleh eksekutif sehingga penyerahan KUA-PPA dari eksekutif ke DPRD menjadi terlambat dari jadwal yang telah ditetapkan (Solopos, Desember 2013). Selain itu, Keterlambatan penetapan APBD DKI Jakarta tahun anggaran 2014 yang disebabkan oleh DPRD DKI Jakarta yang tidak segera ‘ketok palu’. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan bahwa pimpinan DPRD bukan dari partai pendukung eksekutif daerah. Dinamika politik seperti ini memang sering terjadi di saat proses pengesahan APBD. Proses pengesahan APBD sering dijadikan kesempatan oleh anggota-anggota dewan agar mendatangkan keuntungan bagi kepentingan partai politik mereka.

  Penelitian tentang ketapatan waktu penetapan APBD masih realtif jarang dilakukan di Indonesia. Kalaupun ada, penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan data primer yang terbatas responden dan sampel penelitianya. Seperti; Rachmawati (2008) menemukan ketepatan waktu dipengaruhi oleh size dan solvabilitas. Faktor lain sebagaimana dinyatakan Andersen et al. (2010) bahwa keterlambatan anggaran dipengaruhi oleh divided government dan pengangguran serta tingginya biaya politik pada masa pemilihan umum. Faktor indikator kinerja, faktor hubungan eksekutif dan legislatif dan faktor komitmen merupakan penyebab keterlambatan penyusunan APBD (Norsain, 2010; Wangi dan Ritonga, 2010).

  Untuk itu, penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan website pemerintah daerah sehingga cakupan sampel dapat lebih luas dengan menggunakan seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia. Selain itu, penelitian ini menggunakan karakteristik baik eksekutif maupun legislatif sebagai pihak yang berperan langsung dalam proses penyusunan dan penetapan APBD. Dengan demikian diharapkan dapat memperoleh hasil yang lebih komprehensif disbanding dengan penelitian yang telah ada.

2. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis A. Tinjauan Pustaka a. Keagenan di Organisasi Pemerintahan

  Menurut Halim dan Abdullah (2010), dalam hubungan keagenan terdapat dua pihak yang melakukan kesepakatan atau kontrak, yakni yang memberikan kewenangan atau kekuasaan (disebut prinsipal) dan yang menerima kewenangan (disebut agen). Hubungan keagenan dalam pemerintahan dapat ditunjukkan melalui hubungan rakyat (sebagai principal) dengan pemerintah (sebagai agent). Hubungan yang timbul karena adanya kontrak yang ditetapkan oleh rakyat yang menggunakan pemerintah untuk menyediakan jasa yang menjadi kepentingan rakyat. Halim dan Abdullah (2010) menyebutkan bahwa pada pemerintahan, peraturan perundang-undangan secara implisit merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif, dan publik. Dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, timbul permasalahan akibat adanya kesenjangan informasi yang tidak seimbang antara prinsipal dan agen yang sering disebut asimetri informasi. Informasi yang diterima oleh prinsipal kurang lengkap sehingga tidak dapat menunjukkan kinerja agen sebenarnya dalam mengelola kekayaan prinsipal. Menurut Arifah (2012), akibat adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan yang disebabkan adanya kesulitan prinsipal untuk memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Kurangnya informasi yang diperoleh prinsipal bisa dimanfaatkan oleh agen untuk kepentingannya sendiri maupun untuk kepentingan kelompok (Hartanto dan Probohudono, 2013). Hal ini terkait dengan Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan adanya permasalahan dalam agency theory, yaitu; moral hazard bahwa permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja dan adverse selection bahwa suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.

b. Ketepatan Waktu Penetapan APBD

  Tepat waktu diartikan bahwa informasi harus disampaikan sedini mungkin agar dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut (Rachmawati, 2008). Ketepatan waktu dalam pelaporan keuangan adalah karakteristik yang signifikan terhadap informasi akuntansi (Owusu-Ansah, 2000). Ketepatan waktu dapat didefinisikan dalam dua cara yaitu: (1) ketepatan waktu didefinisikan sebagai keterlambatan waktu pelaporan dari tanggal laporan keuangan sampai tanggal melaporkan, (2) ketepatan watu ditentukan dengan ketepatan waktu pelaporan relatif atas tanggal pelaporan yang diharapkan (Chamber dan Penman, 1984 dalam Hilmi dan Ali, 2008). Tiga kategori keterlambatan menurut Dyer dan McHugh (1975), antara lain: a. preliminary lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan lapora akhir preliminary oleh bursa; b. auditor’s report lag, yaitu jumlah hari antara laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani; dan c. total lag, yaitu interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan dipublikasikan oleh bursa. Ketepatan waktu dalam menetapkan APBD merupakan salah satu alat ukur kinerja pengelolaan keuangan daerah. Penetapan APBD telah memenuhi syarat ketepatan waktu jika ditetapkan sebelum tanggal 31 Desember yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2010. Peraturan tentang pedoman penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun anggaran 2011 tersebut berbunyi:

  

“Dalam rangka memberikan pelayanan masyarakat secara lebih optimal dan sebagai

wujud tanggung jawab pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, agar

Pemerintah Daerah menyusun dan menetapkan APBD tahun anggaran 2011 secara tepat

waktu, yaitu paling lambat tanggal 31 Desember 2010, sebagaimana diatur dalam Pasal

116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007”.

  c.

   Karakteristik Pemerintah Daerah

  Karakteristik pemerintah daerah merupakan ciri-ciri khusus yang melekat pada pemerintah daerah, menandai sebuah daerah, dan membedakannya dengan daerah lain (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Menurut Suhardjanto et al. (2010), karakteristik pemerintah daerah dapat berupa ukuran daerah, kesejahteraan, functional differentiation, umur daerah, latar belakang pendidikan kepala daerah, leverage daerah, dan intergovernmental revenue. Sutaryo dan Winarna (2013) menggunakan karakteristik pemerintah daerah di Indonesia yaitu status pemerintah daerah dan size pemerintah daerah. Suhardjanto dan Yulianingtyas (2011) menggunakan variabel ukuran pemerintah daerah, jumlah SKPD dan status daerah dalam penelitiannya sebagai proksi dari karakteristik pemerintah daerah. Patrick (2007) menggunakan budaya organisasi, struktur organisasi dan lingkungan eksternal sebagai proksi dari variabel karakteristik pemerintah daerah Pennsylvania. Penelitian Hartanto dan Probohudono (2013) menjelaskan karakteristik pemerintah daerah dengan menggunakan ukuran pemerintah daerah, populasi penduduk, belanja pegawai, pajak daerah dan HDI setiap daerah. Sumarjo (2010) menggunakan ukuran pemerintah daerah, kemakmuran, ukuran legislatif, leverage dan intergovernmental revenue dalam menjelaskan karakteristik pemerintah daerahnya.

a. Karakteristik Eksekutif Daerah

  Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 24 ayat 1 dan 2 menjelaskan bahwa: setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah. Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi disebut Gubernur, untuk kabupaten disebut bupati, dan untuk kota disebut walikota. Menurut Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 27 ayat 1 (i), bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah. Dibutuhkan kompetensi dari kepala daerah yang memadai untuk melaksanakan hal tersebut. Upper echelon

  characteristics menurut Hambrick dan Mason (1984) dapat menjelaskan kompetensi

  dari seorang eksekutif yaitu age, functional tracks, other career experiences, education, socioeconomic roots, financial position dan group characteristics. Seeba et al. (2009) memproksikan karakteristik kepala daerah menggunakan age,

  education levels, tenure , serta alignment dan performance. Bamber et al. (2010)

  memproksikan karakteristik seorang manajer puncak dengan umur, latar belakang fungsional, latar belakang militer, dan pendidikan master of business administration (MBA). Penelitian Ibadin et al. (2012) menggunakan variabel ukuran dewan untuk menggambarkan kondisi di perusahaan-perusahaan Nigeria. Penelitian Joshi (2005) yang dilakukan di institusi keuangan India menggunakan umur organisasi, jumlah komite dan jumlah dewan direksi.

  b. Karakteristik Legislatif Daerah

  Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 40 menjelaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah, dan pasal 41 menjelaskan DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Anggaran yang ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal pertanggungjawaban kepala daerah (Abdullah dan Asmara, 2006). Wu et.al (2008) memproksikan beberapa karakteristik dewan diantaranya menggunakan board size, ultimate ownership dan independence director. Penelitian Ibadin et.al (2012) menggunakan variabel dewan independen untuk menggambarkan kondisi di perusahaan-perusahaan. Sutaryo dan Winarna (2013) meneliti komposisi DPRD, ukuran DPRD, struktur kepemimpinan DPRD, pengetahuan anggota DPRD dan tenure DPRD untuk menjelaskan karakteristik DPRD. Winarna dan Murni (2007) meneliti personal background, political background, struktur kepemimpinan DPRD dan pengetahuan dewan tentang anggaran sebagi proksi dari karakteristik DPRD.

  a. Karakteristik Keuangan Daerah

  Karakteristik keuangan diproksikan dengan rasio keuangan.Cohen (2006) melakukan penelitian mengenai karakteristik informasi keuangan pemerintah dengan menggunakan variabel profitability ratio yang di ukur dengan return on equiy (ROE),

  return on assets (ROA), profit margin (PM), liquidity ratio yang di ukur dengan current ratio (CR), capital structure ratio yang di ukur dengan debt to equity (DER) dan long terms liabilities to assets (LTTA), performance ratio yang di ukur dengan

assets turnover (AT), operating revenues to total revenues (ORTR), operating

revenues to operating expenses (OROE).

  Metode untuk menganalisis laporan keuangan menurut Mahmudi (2010) dalam Napitupulu (2012), yaitu analisis pertumbuhan pendapatan, analisis varians/selisih anggaran, analisis rasio kemandirian keuangan instansi, perhitungan rasio efektivitas dan efisiensi pendapatan instansi, analisis keserasian belanja, dapat dijelaskan dengan analisis belanja operasi terhadap total

belanja dan analisis belanja modal terhadap total belanja, dan analisis rasio efisiensi belanja.

  Halim (2007) menjelaskan beberapa rasio keuangan di pemerintah daerah yaitu rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas dan efisiensi Pendapatan Asli Daerah, rasio aktivitas yang diproksikan dengan rasio keserasian belanja dan debt service coverage ratio

B. Pengembangan Hipotesis 1. Karakteristik Pemerintah Daerah

  Pemerintah kota dengan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya lain yang lebih baik tentunya dapat membantu pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan kinerja pemerintah daerah yang lebih baik apabila dibandingkan dengan pemerintah kabupaten (Sutaryo dan Winarna, 2013). Dengan kualitas sumber daya yang lebih baik tersebut, kontrol sosial oleh penduduk kota terhadap pemerintah cenderung lebih kuat, sehingga pemerintah kota akan cenderung memenuhi tuntutan peraturan perundangan (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Salah satunya adalah penyusunan dan penetapan APBD. Ketersediaan sumberdaya dengan kualitas yang baik tentunya dapat mendukung proses penyusunan dan penetapan APBD secara lebih cepat, tepat, dan akurat. Dengan demikian pemerintah kota berpotensi untuk mampu memenuhi tenggat waktu penetepan APBD. Atas dasar paparan di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah seperti berikut ini.

  H1 : Status pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penetapan APBD.

  Aset daerah merupakan sumber daya pemerintah daerah. Aset daerah dapat menggambarkan ukuran entitas yang memilikinya. Pemerintah daerah dengan aset yang lebih besar akan lebih mungkin untuk memenuhi peraturan daripada pemerintah daerah dengan aset daerah yang kecil (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Konsekuensinya adalah pemerintah daerah yang memiliki aset yang lebih besar akan dikatakan lebih mampu dan disiplin dalam menyusun APBD tepat waktu. Dyer dan McHugh (1975) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh dengan ketepatan waktu pelaporan keuangan. Hal ini didukung oleh Owusu dan Ansah (2000) dan Rachmawati (2008) bahwa ukuran organisasi merupakan faktor signifikan dari ketepatan waktu pelaporan. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat hipotesis kedua dalam penelitian ini daapat dirumuskan sebagai berikut:

  H2 : Size pemerintah daerah berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penetapan APBD.

2. Karakteristik Eksekutif Daerah

  Latar belakang pendidikan seseorang diyakini dapat mempengaruhi cara berpikir dan bersikap. Bamber et al. (2010) menyatakan bahwa manajer yang berlatar pendidikan keuangan atau akuntansi mendukung anggaran yang lebih detail dan teliti, yang menunjukkan bahwa manajer yang memiliki latar belakang pendidikan keuangan atau akuntansi dapat mengembangkan dan menciptakan kinerja yang lebih tinggi. Wangi dan Ritonga (2010) juga menjelaskan bahwa anggota dari organisasi sektor publik khususnya yang terlibat dalam penyusunan APBD hendaknya memiliki dasar ilmu yang berkaitan dengan sistem penyusunan anggaran. Eksekutif daerah yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau ekonomi akan lebih teliti dan detil dalam penyusunan anggaran karena dianggap lebih memahami sistem penyusunan anggaran. Dengan pemahaman tersebut tentunya dapat mempengaruhi proses penyusunan APBD. Sebagaimana dinyatakan oleh Wangi dan Ritonga (2010) bahwa latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap keterlambatan penyusunan APBD atau ketepatan waktu penyusunan APBD. Atas dasar paparan di atas, maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah seperti berikut ini.

  H3 : Latar belakang pendidikan ekonomi/akuntansi kepala daerah berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penetapan APBD.

  Upper echelons theory menyatakan bahwa usia seorang manajer secara positif berhubungan dengan kecenderungan untuk melihat lebih banyak informasi, mengevaluasi informasi dengan lebih akurat, dan lebih lama dalam mengambil keputusan (Hambrick dan Mason, 1984). Hal ini diperkuat oleh dengan Taylor (1975) yang menyatakan bahwa usia manajerial terkait dengan kemampuan untuk mengintegrasikan informasi dalam membuat keputusan dan dengan percaya diri dalam keputusan,

meskipun kecenderungan untuk mencari informasi lebih lanjut, mengevaluasi informasi secara

akurat, dan membutuhkan waktu lebih lama untuk membuat keputusan. Dengan demikian usia

kepala daerah dapat menggambarkan kematangan piker seseorang. Pemikiran yang matang ini

diperlukan dalam proses menyusun anggaran daerah. Dengan kematangan piker maka proses

penyusunan APBD dapat dilakukan lebih sehingga tenggat waktu penetapan APBD mampu

dipenuhi. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis keempat dapat dirumuskan hipotesis

penelitian sebagai berikut:

  H4 : Umur kepala daerah berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penetapan APBD.

3. Karakteristik Legislatif Daerah

  Menurut Winarna dan Murni (2007), lembaga legislatif (DPRD) merupakan lembaga yang memiliki posisi dan peran strategis terkait dengan pengawasan keuangan daerah guna mengontrol kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Semakin besar jumlah anggota DPRD semakin kuat pengawasan yang dilakukan dengan beragamnya pemikiran anggota DPRD sehingga dapat meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah (Sutaryo dan Winarna, 2013). Semakin besar jumlah anggota DPRD maka semakin banyak pula keragaman berfikir tiap anggota dalam memperketat pengawasan keuangan pemerintah daerah. Konsekuensinya yaitu dapat memperlambat penyusunan anggaran sehingga mengakibatkan APBD tidak bisa ditetapkan tepat waktu. Ibadin et.al (2012) menemukan bukti bahwa dewan independen tidak signifikan terhadap ketepatan pelaporan keuangan di Nigeria. Wu et.al (2008) menemukan bahwa dewan direksi independen berpengaruh terhadap keterlambatan pelaporan. Atas dasar paparan di atas, maka hipotesis kelima dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini.

  H3 : Ukuran DPRD berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan a APBD.

  Politik Indonesia menggunakan multi partai. Konsekuensinya, komposisi keanggotaan DPRD terdiri dari berbagai partai politik. Hal ini menjadikan distribusi suara di DPRD mempunyai kecenderungan untuk menyebar. Artinya sangat mungkin terjadinya koalisi dalam pemilu kepala daerah maupun parlemen daerah. Ketika kepala daerah didukung oleh koalisi yang besar, tentunya mempunyai persentase suara yang besar dalam pengambilan keputusan di DPRD. Dengan persentase yang besar ini tentunya melonggarkan pengawasan oleh DPRD ke pemerintah daerah. Banyak anggota DPRD yang memiliki kepentingan partai yang sama dengan eksekutif atau mendukung eksekutif maka mengakibatkan longgarnya pengawasan oleh DPRD. Dengan demikian dapat dikatakan setiap keputusan yang diambil oleh kepala daerah cenderung untuk didukung oleh DPRD. Tak terkecuali adalah keputusan tentang APBD sehingga pemerintah daerah dengan komposisi keanggotaan yang lebih banyak dari partai pendukung kepala daerah akan lebih tepat waktu dari kepala daerah yang kurang mendapat dukungan dari DPRD. Atas dasar paparan di atas, maka hipotesis keenam dalam penelitian dapat dirumuskan seperti berikut ini.

  H6 : Komposisi DPRD berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penetapan APBD.

4. Karakteristik Keuangan Daerah

  

Current Ratio menggambarkan likuiditas atau kemampuan pemerintah daerah dalam

  memenuhi kewajiban lancar pemerintah dengan harta lancar yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Angka current ratio tinggi mengindikasikan bahwa pemerintah daerah memiliki jumlah harta lancar yang cukup untuk menutup kewajiban lancarnya dan mampu mengelola keuangan daerahnya terutama dalam hal penyusunan anggaran. Kemampuan dalam penyusunan anggaran ini dapat diindikasikan dengan terpenuhinya tenggat waktu dalam penyusunan APBD. Hal ini didukung oleh Hilmi dan Ali (2008) bahwa likuiditas memiliki pengaruh terhadap ketepatan penyampaian laporan keuangan. Atas dasar hal tersebut, maka hipotesis ketujuh dalam penelitian ini dapat dirumuskan seperti berikut ini.

  H7 : Current ratio berpengaruh positif terhadap ketepatan waktu penetapan APBD

Debt to equity ratio merupakan salah satu ukuran leverage Cohen (2006). Debt to equity

ratio yang tinggi mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam

  membiayai operasionalnya sendiri kurang baik karena bergantung pada dana dari pihak eksternal. Kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai operasionalnya secara tidak langsung berdampak pada proses penyusunan APBD. Ibadin et.al (2012). Dengan demikian pemerintah daerah dengan Debt to equity ratio cenderung untuk tidak mampu memenuhi tenggat waktu penetapan APBD. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis kedelapan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  H4 : Debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap ketepatan waktu b penetapan APBD 3. METODOLOGI PENELITIAN a. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

  Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2012. Sampel penelitian ini diperoleh menggunakan purposive sampling dengan kriteria pemilihan sampel yaitu pemerintah kabupaten atau kota di Indonesia pada tahun 2012, pemerintah kabupaten atau kota yang menerbitkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2011, pemerintah kabupaten atau kota yang mempunyai website dan dapat diakses serta menyajikan data dan informasi terkait karakteristik DPRD.

  Terdapat sebanyak 498 pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2012. Berdasarkan teknik pengambilan sampel tersebut, sampel penelitian ini sebanyak 197 pemerintah kabupaten dan kota.

  

INSERT TABEL 1

b. Data dan Sumber Data

  Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data kuantitatif yang diperoleh dari berbagai macam sumber, sebagai berikut.

  

INSERT TABEL 2

c. Variabel dan Pengukuran Variabel

  Variabel dependen yang digunakan adalah ketepatan waktu penetapan APBD. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel yang dikategorikan dalam 4 karakteristik, yaitu karakteristik pemerintah daerah (status pemerintah daerah dan size pemerintah daerah), karakteristik eksekutif (latar belakang pendidikan kepala daerah dan umur kepala daerah), karakteristik legislatif (ukuran DPRD dan komposisi DPRD), dan karakteristik keuangan (current ratio dan debt to equity ratio). Lebih lanjut, variabel dapat dijelaskan pada tabel berikut ini.

  

INSERT TABEL 3

d. Metode Analisis Data

  Analisis data pada penelitian ini menggunakan model binary logistic regression sebagai berikut.

  

Ln = b + b STATUS + b SIZE_PD + b BACK + b AGE + b SIZE_DPRD +

  1

  2

  3

  4

  5 b

  6 KOMP + b

  7 CR - b

  8 DER + e

  Keterangan:

  = Probabilitas pemerintah daerah untuk ketepatan waktu penetapan APBD Ln

  STATUS = Status pemerintah daerah SIZE_PD = Ukuran pemerintah daerah BACK = Latar belakang pendidikan kepala daerah AGE = Umur kepala daerah SIZE_DPRD = Ukuran DPRD KOMP = Komposisi DPRD CR = Current Ratio DER = Debt to Equity Ratio

  = Koefisien regresi

  β0,β1,....,β8

4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN a. Statistik Deskriptif

  

INSERT TABEL 4

  Hasil statistik deskriptif menunjukkan bahwa sampel (N) pada penelitian ini adalah 197 buah. Rata-rata pemerintah daerah yang menetapkan APBD tepat waktu sebesar 58% sedangkan sisanya mengalami keterlambatan. Dilihat dari status pemerintahan sebanyak 21% adalah pemerintah kota dan rata-rata ukuran pemerintah daerah yaitu 28,1738. Rata- rata umur kepala daerah yang dijadikan sampel adalah 51,76; dan sebanyak 41% kepala daerah memiliki latar belakang akuntansi atau ekonomi. DPRD memiliki rata-rata anggota sebanyak 35,11 orang (35 orang). Sebanyak 32,56% anggota DPRD berasal dari partai politik pendukung kepala daerah. Jika dilihat dari

  

current ratio , rata-rata pemerintah daerah cukup rendah yaitu 163,9344. Rata-rata debt to

equity ratio pemerintah daerah cukup rendah yaitu 0,0067.

  b. Uji Nilai Likelihood

  Uji ini didasarkan pada nilai -2LogL baik pada block 0 maupun block 1. Hasil pengujian model regresi diperoleh nilai -2LogL sebesar 23,961 dan nilai probabilitas 0,002 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa penambahan variabel independen berupa STATUS, SIZE_PD, BACK, AGE, SIZE_DPRD, KOMP, CR, dan DER ke dalam model penelitian dapat memperbaiki model fit. Hasil pengujian ini disajikan pada TABEL 5.

  c. Uji Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test

  Hasil pengujian nilai Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit test dalam penelitian ini adalah sebesar 3,276 dengan nilai probabilitas atau signifikansi sebesar 0,916 yang nilainya di atas 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model penelitian ini adalah fit dan model dapat diterima sehingga dapat digunakan untuk memprediksi observasi dalam penelitian. Hasil pengujian ini disajikan pada TABEL 5.

  2 d.

   Uji Nilai Nagelkerke R

2 Hasil pengujian nilai Nagelkerke R dalam penelitian ini adalah sebesar 0,153. Hasil

  pengujian ini berarti bahwa variabilitas variabel dependen yaitu TIMELINESS dapat dijelaskan oleh variabel independen STATUS, SIZE_PD, BACK, AGE, KOMP,

  SIZE_DPRD, CR dan DER sebesar 0,154 (15,4%). Sementara itu, variabilitas sisanya sebesar 84,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Hasil pengujian ini disajikan pada TABEL 5.

e. Uji Hipotesis dan Pembahasan

  Untuk mengidentifikasi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dalam penelitian ini dilakukan pengujian estimasi parameter atau koefisien regresi.

  

INSERT TABEL 5

  Tabel tersebut menunjukkan bahwa variabel status pemerintah daerah memiliki nilai probabilitas sebesar 0,031 yang lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% dengan tanda koefisien postif sehingga hipotesis pertama (H1) ini diterima. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan kemajuan infrastruktur dan sumber daya yang dimiliki pemerintah kota dan kabupaten (Sutaryo dan Winarna, 2013) serta kontrol sosial yang berbeda pula (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Hal ini sesuai dengan logika yang dijelaskan dalam pengembangan hipotesis yaitu pemerintah kota dengan tingkat kemajuan infrastruktur dan sumber daya yang lebih baik serta kuatnya kontrol sosial pada masyarakat kota dapat membantu pengelolaan keuangan daerah yang lebih baik yaitu penyusunan APBD sehingga menghasilkan kinerja pemerintah yang lebih baik. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Sutaryo dan Winarna (2013) yang menyebutkan bahwa status pemerintah daerah berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaran pemerintah daerah. Pemerintah kota dengan tingkat kemajuan infrastruktur yang lebih baik cenderung dituntut oleh masyarakat untuk mengelola daerahnya semaksimal mungkin. Pemerintah kota mempunyai kontrol sosial yang lebih tinggi (Suhardjanto dan Yulianingtyas, 2011). Masyarakat perkotaan cennderung mempunyai rata-rata tingkat pendidikan yang lebih tinggi sehingga pemahaman atas arti pentingnya pengelolaan daerah sehingga mengawasi dan menuntut pemerintah daerah untuk berkinerja tinggi. Hal ini akhirnya mendorong pemerintah untuk mengelola keuangan daerahnya lebih baik lagi salah satunya dalam menyusun APBD secara tepat waktu. Salah satu bentuk kinerja adalah penyusunan dan penetapan APBD tepat waktu. Hipotesis kedua (H2) ditolak, artinya size pemerintah daerah tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD karena variabel size memiliki nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian 1%, 5% atau 10% yaitu 0,327. Besar atau kecilnya

  

size yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten atau kota tidak menjamin bahwa pemerintah daerah tersebut mampu dalam mengelola keuangan daerahnya. Pada penelitian ini, size pemerintah daerah diukur menggunakan total aset pemerintah daerah. Kabupaten atau kota dengan total aset yang besar menggambarkan bahwa pemerintah daerah tersebut kaya akan sumber daya dan seharusnya memiliki tekanan yang besar untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Namun, total aset yang besar belum bisa menjamin pemerintah tersebut disiplin dalam menyusun APBD tepat waktu. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian (2008) dan Ibadin et.al (2012). Latar belakang kepala daerah memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil dari tingkat signifikansi 1% yaitu 0,006 dengan tanda koefisien positif sehingga hipotesis ketiga (H3) diterima. Latar belakang pendidikan seseorang mempengaruhi kinerja seseorang dalam melakukan tugas dan kegiatan. Seseorang akan lebih cepat dalam bekerja jika tugas dan kegiatan yang ada dalam pekerjaannya sesuai dengan latar belakang pendidikan. Selain tugas tersebut dapat dilakukan lebih cepat, hasil dari tugas tersebut akan lebih baik karena bidang dari tugas tersebut telah dikuasai oleh pembuat tugas. Dalam hal penyusunan APBD, kepala daerah yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau ekonomi lebih cepat dalam menyusun APBD karena memahami proses-proses penyusunan anggaran sehingga dapat menyusun APBD tepat waktu. Kepala daerah yang memiliki latar belakang pendidikan akuntansi atau ekonomi juga lebih teliti dan detil dalam menyusun anggaran sehingga dapat dipastikan APBD yang disusun akan lebih baik (Wangi dan Ritonga, 2010; Bamber et al. (2010). Variabel umur kepala daerah memiliki nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian 1%, 5% atau 10% yaitu 0,104. Hasil pengujian untuk hipotesis keempat (H4) ini ditolak yaitu umur kepala daerah tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD. Pemikiran yang matang seorang kepala daerah sangat diperlukan dalam proses penyusunan anggaran karena dari pemikiran tersebut dapat dihasilkan APBD yang baik. Namun, besar kecilnya usia kepala daerah tidak dapat mencerminkan tingkat kematangan pemikiran seseorang dalam mengambil tindakan atau keputusan. Tingkat kematangan pemikiran seseorang tidak dapat dilihat dari banyaknya usianya tetapi dapat dilihat dari kompetensi keputusan yang diambil seseorang Seeba et al. (2009). Nilai probabilitas untuk variabel SIZE_DPRD ini adalah sebesar 0,071 dan tanda koefisien regresi adalah positif sehingga dapat dinyatakan bahwa hipotesis kelima (H5) diterima. Jumlah anggota DPRD mempengaruhi besarnya pengawasan yang diberikan kepada pemerintah daerah. Keragaman berfikir anggota-anggota DPRD inilah yang membuat ketatnya pengawasan dalam menyusun APBD. Selain itu, salah satu bentuk pengawasan

oleh DPRD yaitu ketaatan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Kahar, 2005). Dengan demikian tuntutan bagi pemerintah daerah untuk menyusun APBD tepat waktu menjadi kuat. Dalam hal penyusunan APBD, ketatnya pengawasan oleh DPRD diperlukan untuk memilah mana kepentingan daerah atau kepentingan individu maupun kelompok sehingga APBD yang dihasilkan benar-benar diperuntukkan untuk masyarakat daerah. Pengawasan ini terjadi saat rancangan APBD yang disusun oleh eksekutif diserahkan kepada legislatif untuk dievaluasi bersama-sama sebelum ditetapkan peraturan daerah. Ketatnya pengawasan dari DPRD ini mengakibatkan proses penyusunan APBD suatu daerah dapat berjalan lambat.

  Hasil pengujian menunjukkan bahwa komposisi DPRD berpengaruh terhadap ketepatan waktu penetapan APBD dengan tanda koefisien regresi positif yang berarti hipotesis keenam (H6) diterima. Hal ini dapat dijelaskan karena adanya kesamaan kepentingan yang dimiliki oleh eksekutif dan legislatif dalam satu partai seolah memberikan dukungan penuh kepada eksekutif untuk mengambil keputusan yang menguntungkan suatu individu atau kelompok. Seperti yang dikatakan oleh Kartiko (2011) bahwa harapan untuk memperoleh keuntungan merupakan motif prilaku birokrat. Kepentingan ini seakan melonggarkan pengawasan DPRD saat proses penyusunan APBD dan mengakibatkan APBD dapat ditetapkan tepat waktu. Variabel current ratio memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian 10 % yaitu 0,073 dan tanda koefisien positif. Hasil pengujian menunjukkan hipotesis ketujuh (H7) diterima. Hasil ini mengindikasikan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban lancarnya menandakan bahwa pemerintah daerah dapat mengelola keuangan daerahnya dengan baik sehingga cenderung menetapkan APBD tepat waktu. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cohen (2008) dan Hilmi dan Ali (2008). Variabel debt to equity ratio memiliki nilai probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi penelitian 10% yaitu 0,069 dengan tanda koefisien negatif. Dengan demikian Hipotesis kedelapan (H7) ditolak. Hal ini ditunjukkan bahwa walaupun signifikan, tetapi karena tanda koefisien berbeda. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai operasionalnya tidak bisa menjamin proses penyusunan APBD dapat dilakukan cepat atau lambat sehingga tidak dapat menjadi alasan penetapan APBD tidak dilakukan tepat waktu. Kemampuan pemerintah daerah dalam menetapkan APBD tidak bisa hanya dilihat dari kemampuan pembiayaan operasionalnya namun mempertimbangkan kemampuan infrastruktur dan sumber daya yang dimiliki daerah tersebut. Hasil pengujian ini mendukung Ibadin et.al (2012), Al-Ghanem dan Hegazy (2011) dan Hilmi dan Ali (2008.

f. Pengujian Lanjutan

  Dalam pengujian lanjutan ini berfokus pada keterlambatan dalam menetapkan APBD pemerintah daerah di Indonesia. Untuk tujuan ini, peneliti menggunakan analisis regresi berganda dengan variabel independen sebagaimana digunakan dalam pengujian sebelumnya (utama) dengan variabel dependen ketidaktepatwaktuan penetapan APBD yang diukur dengan jumlah hari keterlambatan penetapan APBD (lag antara tanggal penetapan APBD pemerintah daerah dengan tenggat waktu penetapan APBD (31 Desember). Hasil pengujian regresi berganda secara ringkas disajikan dalam TABEL 6 berikut ini.

  

INSERT TABEL 6

  Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai signifikansi F (probability value) dari model regresi yang digunakan lebih kecil dari tingkat signifikansi 5% yaitu sebesar 0.019. Hasil ini berarti bahwa model regresi yang digunakan dalam penelitian ini layak (fit). Nilai

2 Adjusted R pada penelitian ini sebesar 0,068 yang mengindikasikan bahwa variabel

  ketidaktepatan waktu penetapan APBD mampu dijelaskan oleh variabel independen berupa DER, AGE, KOMP, BACK, SIZE_PD, STATUS, CR, SIZE_DPRD sebesar 6,8% dan sisanya sebesar 93,2% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini.

  Hasil pengujian data di atas mengindikasikan bahwa variabel size pemerintah daerah dan komposisi DPRD berpengaruh terhadap ketidaktepatwaktuan penetapan APBD, sedangkan status pemerintah daerah, latar belakang pendidikan kepala daerah, umur kepala daerah, ukuran DPRD, current ratio, debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap ketidaktepatwaktuan penetapan APBD. Variabel komposisi DPRD menggambarkan fungsi pengawasan dan fungsi penganggaran DPRD. Khusus terkait dengan fungsi anggaran, DPRD bersama dengan eksekutif daerah menetapkan anggaran. Dalam teori agensi, anggaran dapat diartikan sebagai preferensi keputusan eksekutif daerah yang membutuhkan persetujuan dari DPRD. Komposisi keanggotaan DPRD yang dominan dari partai pendukung eksekutif akan cenderung lebih cepat dalam pengambilan keputusan tidak terkecuali keputusan terkait dengan APBD. Namun sebaliknya, jika komposisi kenganggota DPRD didominasi oleh anggota dari partai yang tidak mengusung eksekutif daerah, maka akan berpotensi mempunyai konflik yang lebih tinggi sehingga akan lebih lama dalam pengambilan keputusan APBD. Sementara itu, ukuran pemerintah daerah juga berpengaruh terhadap ketidaktepatwaktuan penetapan APBD dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah aset pemerintah daerah yang besar tentunya membutuhkan proses perencanaan yang lebih komplek dan waktu yang lebih panjang. Selain itu, pemerintah daerah yang besar mempunyai jumlah unit kerja yang lebih banyak, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam mengkoordinasikan dan mengkosolidasikan perencanaan atau penganggaran masing-masing unit kerja sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama juga dalam penyusunan dan penetapan APBD. Dengan demikian, ukuran pemerintah daerah berpengaruh terhadap ketidaktepatwaktuan pengesahan APBD.

5. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN a. Simpulan

  Ketepatan waktu penentapan APBD merupakan hal penting dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan APBD yang disusun dan ditetapkan secara tepat akan berkonsekuensi pada pelaksanaan anggaran yang tepat pula. Simpulan yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa status pemerintah daerah, latar belakang kepala daerah, ukuran DPRD, dan komposisi DPRD berpengaruh terhadap ketepatan waktu dalam menetapkan APBD, namun demikian size pemerintah daerah, umur kepala daerah, tidak berpengaruh terhadap ketepatan waktu dalam menetapkan APBD. Simpulan lain dalam pengujian lanjutan bahwa size pemerintah daerah dan komposisi DPRD berpengaruh terhadap keterlambatan penetapkan APBD. Dalam penetapan APBD, DPRD mempunyai pengaruh kuat terutama terkait dengan komposisi keanggotaan dan ukuran DPRD, faktor terkait eksekutif yang berperan penting adalah latar belakang kepala daerah, dan status daerah dan ukuran daerah. namun demikian likuiditas dan leverage bukan faktor kuat dalam penetapan APBD.

b. Keterbatasan

  Penelitian ini menggunakan data yang bersumber pada website pemerintah daerah, namun banyak website pemerintah daerah tidak aktif dan/atau tidak dapat diakses serta tidak menampilkan informasi lengkap mengenai kepala daerah. Selain itu, penelitian ini masih menggunakan dummy sebagai pengukur beberapa variabel untuk mengukur variabel ketepatan waktu, tipe pemerintah daerah dan status pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA

  Abdullah, Sukriy., dan Asmara, Jhon A. 2006. Perilaku Opportunistik Legislatif Dalam Penganggaran Daerah. Simposium Nasional Akuntansi IX Padang. Al-Ghanem, Wafa., dan Hegazy, Mohamed. 2011. An Empirical Analysis of Audit Delays and Timeliness of Corporate Financial Reporting In Kuwait. Eurasian Business

  Review, Vol.1, No.1, pp:73-90.

  Arifah, Dista A. 2012. Praktek Teori Agensi pada Entitas Publik dan Non Publik. Jurnal Prestasi Vol.9, No.1,pp:85-95. Bamber, Linda S., Jiang, John (Xuefeng)., and Wang, Isabel Y. 2010. What’s My Style?

  The Influence of Top Managers on Voluntary Corporate Financial Disclosure. The Accounting Review, Vol. 85, No.4, pp: 1131-1162. Cohen, Sandra. 2006. Identifying The Moderator Factors of Financial Performance In

  Greek Municipalities. Financial Accountability and Management, Vol. 24, No.3, pp:0267-4424. Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Republik Indonesia. (2013, 2 Agustus). Kelola

  Keuangan Daerah dengan Tepat. Diakses 14 November 2013, dari

  Dyer, James C., dan McHugh, Arthur J. 1975.The Timeliness of Australian Annual Report.

  Journal of Accounting Research, Vol. 13, No. 2 (Autumn, 1975), pp. 204-219.

  Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Penerbit Salemba.

  Halim, Abdul., dan Abdullah, Syukriy. 2010. Hubungan dan Masalah Keagenan di Pemerintah Daerah: Sebuah Peluang Penelitian Anggaran dan Akuntansi. Jurnal Akuntansi Pemerintah.

  Hambrick, Donald C., dan Mason, Phyllis A. 1984. Upper Echelons: The Organization as a Reflection of Its Top Managers. The Academy of Management Review, Vol.9, Issue 2 (April), pp:193-206.

  Haniffa, R.M., dan Cooke,T.E. 2005. The Impact of Culture and Governance on Corporate Social Reporting. Journal of Accounting and Public Policy, Vol.24, pp:391-430. Hartanto, Rudy., dan Probohudono, Agung N. 2013. Desentralisasi Fiskal, Karakteristik

  Pemerintah Daerah dan Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah pada Tahun 2008 dan 2010. Simposium Nasional Akuntansi XVI Manado. Hilmi, Utari dan Ali, Syaiful. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi