BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan - Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Hubungan

  Kata hubungan berasal dari bahasa Inggris yaitu correlation. Hubungan yaitu kesinambungan interaksi antara dua atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Hubungan terjadi dalam setiap proses kehidupan manusia. Secara garis besar , hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Dalam hal ini, tidak ada keselarasan timbal balik antara pihak yang berinteraksi.

  2.2 Masyarakat

  Istilah masyarakat berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti ikut serta, berpartisipasi atau musyaraka yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang sebelumnya berasal dari kata latin

  

socius, berarti kawan. Masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang

  saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling berinteraksi (Koentjaraningrat,2002:143).

  Masyarakat sebagai community dapat dilihat dari dua sudut pandang.

  

Pertama , memandang community sebagai unsur statis, artinya community

  terbentuk dalam suatu wadah atau tempat dengan batas-batas tertentu, maka ia menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan masyarakat sehingga ia dapat pula disebut sebagai masyarakat setempat, misalnya kampung, dusun atau kota-kota kecil. Masyarakat setempat adalah suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekolompok orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Kedua, community dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya menyangkut suatu proses-(nya) yang terbentuk melalui faktor psikologis dan hubungan antarmanusia, maka di dalamnya ada yang sifatnya fungsional. Dalam hal ini dapat diambil cotoh tentang masyarakat pegawai negeri sipil, masyarakat ekonomi, masyarakat, mahasiswa dan sebagainya (Syani dalam Bastowi, 2005:37)

  (Soekanto dalam Bastowi, 2005:38) menyatakan bahwa sebagai suatu pergaulan hidup atau suatu bentuk kehidupan bersama manusia, maka masyarakat itu mempunyai ciri-ciri pokok, yaitu sebagai berikut:

  a. Manusia yang hidup bersama. Di dalam ilmu sosial tak ada ukuran yang mutlak ataupun angka yang pasti untuk menentukan berapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi, secara teoritis angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama.

  b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati, seperti kursi, meja dan sebagainya, karena berkumpulnya manusia akan timbul manusia-manusia baru. Manusia itu juga dapat bercakap-cakap, merasa dan mengerti; mempunyai keinginan-keinginan untuk meyampaikan kesan-kesan atau perasaan-perasaan.

  Sebagai akibat hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalam kelompok tersebut.

  c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan

  d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oeleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yang lainnya.

2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial

2.3.1 Kebijakan Publik

  Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintah, bukan saja dalam arti goverment yang hanya menyangkut aparatur Negara, melainkan pula govermance yang menyeluruh pengelolaan sumber daya publik. Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial, dan manusia demi kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.

  Banyak defenisi mengenai kebijakan publik. Sebagian ahli memberi pengertian kebijakan publik dalam kaitannya dengan keputusan atau ketetapan pemerintah untuk melakukan sesuatu tindakan yang dianggap akan membawa dampak bagi kehidupan warganya. Kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai “whatever goverment choose to do or not to do.” Artinya kebijakan publik adalah “apa saja yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan.” (Brigdman dan Davis, dalam Suharto, 2009:3)

  Tidak berarti bahwa dalam kebijakan hanyalah milik atau domain pemerintah saja. Organisasi non pemerintah, organisasi sosial dan lembaga- lembaga sukarela lainnya memiliki kebijakan-kebijakan pula. Namun, kebijakan mereka tidak dapat diartikan sebagai kebijakan publik karena kebijakan mereka tidak memakai sumber daya publik atau tidak memiliki legalitas hukum sebagaimana kebijakan lembaga pemerintah.

  Kebijakan publik sedikitnya mencakup hal-hal sebagai berikut (Hogwood dan Gunn, dalam Suhartono, 2009:5):

  1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan- pernyataan yang ingin dicapai.

  2. Proposal tentu yang mencerminkan keputusan-keputusan pemerintah yang telah dipilih.

  3. Kewenanangan formal seperti undang-undang atau peraturan pemerintah.

  4. Program, yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.

  5. Keluaran, yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah sebagai produk dari kegiatan tertentu.

  6. Teori yang menjelaskan bahwa jika melakukan X maka diikuti oleh Y.

  7. Proses yang panjang dalam periode waktu tertentu yang relatif panjang.

  Brigdman dan Davis menerangkan bahwa kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang salung bertautan, yakni:

  1. Kebijakan publik sebagai tujuan Kebijakan adalah a means to an end yaitu alat untuk mencapai sebuah tujuan.

  Kebijakan publik pada akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik.

  Artinya, kebijakan publik adalah adalah seperangkat tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebagai konstituen pemerintah.

  2. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang legal Melalui kebijakan-kebijakan, pemerintah membuat ciri khas kewenangannya.

  Artinya, kompleksitas dunia politik disederhanakan menjadi pilihan-pilihan tindakan yang sah dan legal untuk mencapai tujuan tertentu. Kebijakan kemudian dapat dilihat sebagai respon atau tanggapan resmi terhadap isu atau masalah publik.

  3. Kebijakan publik sebagai hipotesis Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Kebijakan-kebijakan senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi mengenai perilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Kebijakan selalu memuat disinsetif yang mendorong orang tidak melakukan sesuatu.

2.3.2 Kebijakan Sosial

  Kebijakan sosial adalah salah satu bentuk dari kebijakan publik. Kebijakan sosial merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu yang bersifat publik, yakni mengatasi masalah sosial atau memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. Menurut Watts, Dalton dan Smith secara singkat kebijakan sosial menunjukkan pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam tunjangan pendapatan, pelayanan kemasyarakatan dan program-program tunjangan sosial lainnya (Suharto, 2007:10). Kebijakan sosial diwujudkan dalam tiga kategori yakni: 1.

  Peraturan perundang-undangan yakni pemerintah memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan publik yang mengatur pengusaha, lembaga pendidikan, perusahaan swasta agar mengadopsi ketetapan-ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan.

  2. Program pelayanan sosial yakni sebagian besar kebijakan diwujudkan dan diaplikasikan dalam bentuk pelayanan sosial yang berupa bantuan barang, tunjangan uang, perluasan kesempatan, perlindungan sosial.

  3. Sistem perpajakan yakni dikenal sebagai kebijakan fiskal, selaian sebagai sumber utama pendanaan kebijakan sosial, pajak juga sekaligus merupaka instrumen kebijakan yang bertujuan langsung mencapai distribusi pendapatan yang adil. Di negara-negara maju bantuan publik dan asuransi sosial adalah dua bentuk jaminan sosial yang dananya sebagian berasal dari pajak. (Suharto, 2007:11)

  Kebijakan sosial dan kebijakan publik yang penting dinegara-negara maju atau modern dan demokratis, semakin maju dan modern suatu negara maka semakin tinggi perhatian negara tersebut terhadap pentingnya kebijakan sosial. Sebaliknya di negara-negara miskin dan otoriter kebijakan sosial kurang mendapat perhatian. Kebijakan sosial pada hakekatnya merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial. Dengan demikian makna dari kebijakan sosial adalah kebijakan publik, sedangkan pada makna sosial adalah menunjuk pada bidang-bidang atau sektor yang menjadi garapannya yaitu bidang kesejahteraan sosial.

  Ada dua pendekatan dalam mendefenisikan kebijakan sosial sebagai sebuah kebijakan publik yaitu pendekatan pertama mendefenisikan kebijakan sosial sebagai seperangkat kebijakan negara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sosial melalui pemberian pelayanan sosial, dan jaminan sosial.

  Pendekatan kedua mendefenisikan kebijakan sosial sebagai disiplin studi yang mempelajari kebijakan-kebijakan kesejateraan, perumusan dan konsekuensinya. Meskipun kedua pendekatan ini memiliki orientasi yang berbeda baik sebagai ketetapan pemerintah maupun sebagai bidang studi keduanya memiliki atau menekankan bahwa kebijakan sosial adalah salah satu kebijakan publik yang menyangkut pembangunan kesejahteraan sosial (Spicker, Bregman dan Davis dalam Suharto, 2007:11-12)

2.4 Komunitas Adat Terpencil

  Komunitas adat terpencil merupakan salah satu dari 26 penyandang masalah kesejahteraan sosial yang memerlukan perhatian dan bantuan khusus oleh negara. Berbicara mengenai komunitas adat terpencil maka terdapat banyak persepsi dan pandangan mengenai defenisi komunitas adat terpencil. Berawal pada pada tahun 1973 dikenal dengan sebutan suku terasing kemudian pada tahun 1994 dikenal sebagai masyarakat terasing sampai pada tahun 1999 menjadi Komunitas Adat Terpencil dengan perubahan pola karakteristiknya. Terdapat perbedaan sosial budaya Komunitas Adat Terpencil dengan sosial budaya masyarakat Indonesia pada umumnya. Perbedaan tersebut menempatkan Komunitas Adat Terpencil sebagai komunitas yang menjalani kehidupan secara tradisional sedangkan masyarakat indonesia pada umumnya menjalani kehidupan secara modern.

  Komunitas Adat Terpencil merupakan kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial,ekonomi maupun politik dengan tujuh kriteria,antara lain berbentuk komunitas relatif kecil, tertutup, dan homogen. Pada umumnya terpencil secara geografis dan secara sosial budaya tertinggal dengan masyarakat yang lebih luas dan masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem. (Departemen Sosial RI,2003)

  Kondisi faktual di Indonesia saat ini, menunjukkan bahwa suatu entitas dapat disebut sebagai warga komunitas adat terpencil apabila memiliki karakteristik dan kategori sebagai berikut:

  1. Karakteristik Menunjukkan adanya ciri-ciri tertentu yang bersifat khas (khusus), yang membedakannya dengan entitas lain. Walaupun perbedaan kuantitas dan kualitasnya hanya sedikit, namun tetap terukur sehingga secara kasat mata hampir tidak diketahui perbedaannya dengan entitas disekitarnya. Oleh karena itu karakteristik bukanlah ukuran yang bersifat statis melainkan haruslah ditinjau sebagai entitas yang bersifat dinamis. Atas dasar itu, maka keberadaan Komunitas Adat Terpencil tercermin dari karakteristik sebagai berikut sesuai dengan Kepres RI nomor 111 Tahun 1999 tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil:

  a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen. Komunitas Adat Terpencil umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang terbatas dengan pihak luar. Disamping itu kelompok komunitas ada terpencil hidup dalam satu kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup.

  b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan. Pranata sosial yang ada dan berkembang dalam Komunitas Adat Terpencil pada umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatn dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan ikatan tali darah dan perkawinan. Pranata sosial yang ada tersebut meliputi antara lain pranata ekonomi, pranata kesehatan, pranata hukum, pranata agama, pranata kepercayaan, pranata politik, pranata pendidikan, pranata ilmu pengetahuan, pranata ruang waktu, pranata hubungan sosial, pranata kekerabatan, pranata sistem organisasi sosial.

  c. Terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau. Secara geografis Komunitas Adat Terpencil umumnya berada di daerah pedalaman, hutan, pegunngan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai, yang sulit dijangkau. Kesulitan ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, baik ke ataupun dari kantong Komunitas Adat Terpencil. Kondisi ini mempengaruhi dan menghambat upaya pemerintah dan pihak luar dalam memberikan pelayanan pembangunan secara efektif dan terpadu.

  d. Masih hidup dengan sistem ekonomi subsistem. Aktivitas kegiatan ekonomi warga Komunitas Adat Terpencil sehari-hari hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri (kebutuhan sehari-hari).

  e. Peralaan dan teknologinya sederhana. Dalam upaya memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik dalam kegiatan pertanian, berburu maupun kegiatan lainnya. Komunitas Adat Terpencil masih menggunakan peralatan yang sederhana yang diwariskan secara turun temurun.

  f. Ketergantungan kepada sumber daya alam dan lingkungan relatif tinggi. Kehidupan Komunitas Adat Terpencil sangat menggantungkan kehidupan kesehariannya baik itu fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau berbagai kejadian dan gejala alam.

  g. Terbatasnya akses pelayanan sosial,ekonomi dan politik. Sebagai konsekuensi logis dari keterpencilan, akses berbagai pelayanan sosial ekonomi dan politik yang tersedia dilokasi atau disekitar lokasi tidak ada atau sangat terbatas sehingga meyebabkan sulitnya warga Komunitas Adat Terpencil untuk memperolehnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.

  2. Kategori Komunitas Adat Terpencil Terdapat tiga kategori Komunitas Adat Terpencil yang digunakan untuk menetapkan status ketertinggalan suatu daerah dalam kontinum peradaban masa kini, yaitu:

  a. Kategori I Warga Komunitas Adat Terpencil ini pada umumnya hidup dengan cara berburu dan meramu dari berbagai potensi sumber daya alam setempat. Warga

  Komunitas Adat Terpencil ini biasanya masih hidup dalam kondisi yang sangat sederhana, belum mengenal teknologi, menggunakan alat kerja yang terbatas di lingkungan mereka yang diperoleh secara turun-temurun, hidp masih berpencar dan berpindah dalam jumlah yang masih sangat kecil, beum ada kontak/ interaksi dengan dunia luar dari komunitas mereka, komunitas yang hanya dapat diketahui oleh kelompok/etnis mereka sendiri. Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada kategori I ini dilaksanakan selama 3 (tiga) tahun berurut-turut.

  b. Kategori II Warga Komunitas Adat Terpencil ini pada umumnya hidup dengan cara peladang berpindah yang menjadi wilayah orbitasinya dalam mempertahankan hidup. Mereka masih menggunakan teknologi sangat sederhana yang didapat dari luar komunitas mereka. Hidup masih berpencar dan berpindah dalam jumlah kecil pada orbitasi tertentu. Namun mereka sudah mengadakan interaksi atau kontak dengan dunia luar dan mulai mengeal sistem bercocok tanam. Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada kategori II ini dilaksanakan selama 2 tahun berturut-turut.

  c. Kategori III Warga Komunitas Adat Terpencil ini pada umumnya hidup dengan cara bertani dan /atau berkebun. Mereka sudah hidup menetap di tempat tertentu dan untuk kehidupan keseharian sudah ada kontak/interaksi dengan warga lainnya diluar komunitas mereka, berkelompok dalam jumlah lebih besar, sudah mengenal teknologi sederhana yang diperoleh dari luar komunitas mereka, sudah ada interaksi dengan komunitas dari luar komunitas mereka, sudah ada interaksi dengan komunitas yang ada di luar komunitas mereka, mulai mengenal sistem bercocok tanam dengan bibit yang didapat/ dicari sendiri dari lingkungan serta mulai melemahnya peran tokoh adat dalam kehidupan kemasyarakatan. Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil pada kategori III dilaksanakan selama 1 tahun (Kementerian Sosial, 2012) Permasalahan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Permasalahan Internal: a. Kesenjangan sistem sosial budaya dengan masyarakat pada umumnya.

  b.

  Ketertinggalan dalam sistem sosial, teknologi dan ideologi.

  c.

  Pemenuh kebutuhan dasar (basic human needs) seperti sandang, pangan, perumahan, kesehatan, pendidikan, agama, pekerjaan, rasa aman masih jauh dari memadai.

  d.

  Belum atau sangat sedikit menerima pelayanan pembangunan sehingga kebijaksanaan pemetaan pembangunan belum dapat menjangkau mereka.

  e.

  Pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya alam serta manusia dalam kegiatan produksi belum efesien/optimal.

  f.

  Belum sepenuhnya terjadi integrasi sosial ke dalam sistem kemasyarakatan sekitarnya.

  g.

  Dapat mengurangi citra keberhasilan pembangunan karena masih adanya kesenjangan yang begitu besar.

  Permasalahan Eksternal a. Kurang akuratnya data tentang Komunitas Adat Terpencil dengan berbagai latar belakang sosial budayanya.

  b.

  Terbatasnya pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai sosial budaya dan aspirasi KAT yang menjadi sasaran program c.

  Belum mantapnya keterpaduan pemberdayaan KAT dengan instansi sektoral melalui Forum Koordinasi atau Kelompok Kerja baik di tingkat pusat maupun daerah.

  d.

  Jumlah dan kualitas Pendamping Sosial belum seimbang dengan jumlah populasi dan kebutuhan pendamping di lokasi KAT.

  e.

  Rendahnya pertisipasi dan kualifikasi tenaga lapangan (Pendamping Sosial), Orsos dan Lembaga Swadaya Masyarakat dirasakan masih belum profesional dan efektif.

  f.

  Pengembangan program melalui rekayasa sosial budaya KAT yang masih sangat memerlukan pendekatan khusus.

  g.

  Dana yang dialokasikan untuk pemberdayaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial KAT relatif kecil dan tidak seimbang dengan bobot permasalahan.

  h.

  Belum efektifnya tindak lanjut pemberdayaan KAT yang telah dialihkan kepada Pemda setempat sehingga hasil guna yang diharapkan sebelumnya belum dapat dimaksimalkan.

2.5 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

2.5.1 Pengertian Program

  Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan, program dapat juga diartian sebagai pernyataan tertulis mengenai: a. Situasi wilayah

  b. Masalah yang dihadapi c. Tujuan yang ingin dicapai

  d. Cara mencapai tujuan, yaitu perencanaan kerja yang berisi pertanyaan- pertanyaan tentang apa yang dilakukan, siapa yang melakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara melakukan, mengapa dilakukan, dan di mana hal tersebut dilakukan.

  Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan dan pelaksanaan program-program. Disebutksn pula bahwa perencanaan program merupakan merupakan proses yang berkelanjutan melalui semua warga masyarakat,penyuluh, dan para ilmuan untuk memusatkan pengetahuan dan keputusan-keputusan dalam mencapai pembangunan yang lebih terarah dan mantap (Martinez,dalam Setiana 2005:70)

2.5.2 Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kepada kata

  empowerment, yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah

  dimiliki sendiri oleh masyarakat. Jadi, pendekatan pemberdayaan masyarakat titik beratnya adalah penekanan pada pentinnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai objek, tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyrakat secara umum (Setiana,2002:5)

  Pemberdayaan mengandung arti adanya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada masyarakat setempat untuk menentukan sendiri nasib dan berbagai bentuk program kegiatan pembangunan serta kebutuhan mereka melalui uaya perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya (Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia No:06/PEGHUK/2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil).

  Pada dasarnya, memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita,1996).

  Upaya pemberdayaan masyarakat pada hakikatnya selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu komunitas yang mempunyai ciri, latar belakang, dan budaya tertentu. Sebagai contoh, upaya pemberdayaan pada masyarakat petani tidak sama dengan pemberdayaan pada masyarakat nelayan, walaupun tujuan pemberdayaan adalah sama. Dalam kerangka pemberdayaan masyarakat yang terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi, suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang.

  Upaya pemberdayaan masyarakat juga dapat dilihat dari sisi keberadaannya sebagai suatu program ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaa sebagai suatu program dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya. Misalnya, program pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan jangka waktu 1, 2 ataupun 5 tahun. Konsekuensi dari hal ini, bila program itu selesai, dianggap pemberdayaan sudah selesai dilakukan. Hal seperti ini banyak terjadi dengan sistem pembangunan berdasarkan proyek yang banyak dikembangkan oleh lembaga-lembaga pemerintah, dimana proyek yang satu dan yang lainnya kadangkala tidak berhubungan, bahkan tidak saling mengetahui apa yang sedang dikerjakan oleh bagian yang lain, meskipun itu dalam satu lembaga yang sama (Rukminto,2008:83)

2.5.3 Ruang Lingkup Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

  Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, Departemen Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil menyelenggarakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Program ini telah mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian warga Komunitas Adat Terpencil di berbagai daerah. Bahkan beberapa lokasi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ada yang sudah terbentuk dusun dan menjadi sentra pertanian. Fokus pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil lebih difokuskan untuk membangun kapasitas dan komitmen (capacity and commitment building) para warga Komunitas Adat Terpencil.

  Dengan demikian untuk menjadi warga Komunitas Adat Terpencil tidak hanya potensi intelektual saja yang dibutuhkan tetapi juga aspek sikap dan mental warga itu sendiri untuk bekerjasama dan tinggal di lokasi pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

  Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah upaya peningkatan dan pengembangan kompetensi dan kapabilitas sumber daya manusia di lokasi komunitas adat terpencil, guna terciptanya kemandirian dan terpenuhinya hak-hak warga setempat dalam menjalankan kehidupannya. (Kementerian Sosial RI,2012)

  Program pemberdayaan komunitas adat terpencil merupakan program yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada masyarakat dengan kategori terpencil. Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri, sehingga tercipta peningkatan mutu hidup, terlindungi hak dasarnya serta terpeliharanya budaya lokal

  Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 020.A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dikatakan bahwa Pemberdayaan Komuitas Adat Terpencil (PKAT) merupakan salah satu bentuk kepedulian dan komitmen pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses pembangunan nasional yang umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Departemen Sosial, melalui program KAT mengkhususkan memberdayakan mereka agar bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya ikut dalam proses pembangunan sebagaimana yang dicita- citakan dalam amanat UUD 1945.

2.5.4 Tujuan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

  Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil bertujuan untuk memberdayakan Komunitas Adat Terpencil dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan adat istiadat setempat. Maka untuk mencapai tujuan tersebut maka Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pemerintah baik pusat maupun daerah dan atau masyarakat. (KEPRES RI NO 111 TAHUN 1999 DAN KEPMENSOS RI NOMOR 06/PEGHUK/2002)

  Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (PKAT) diwujudkan melalui pembangunan sarana jalan, sekolah, pemukiman, pelatihan dan bantuan ekonomi produktif. Pemberdayaan dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan KAT dalam aspek jasmani, rohani, dan sosial.

  Secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah terwujudnya kemandirian warga yang dapat memberdayakan sumber daya yang ada dalam dirinya, keluarganya dan lingkungan sekitarnya.

  Untuk mewujudkan tujuan umum tersebut, maka pemberdayaan warga Komunitas Adat Terpencil diarahkan pada tujuan khusus sebagai berikut:

  a. Terwujudnya pemahaman yang sama di antara warga Komunitas Adat Terpencil terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil agar warga Komunitas Adat Terpencil dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai manusia dan sebagai warga negara RI.

  b. Terciptanya warga Komunitas Adat Terpencil yang dapat melaksanakan fungsi sosial secara wajar dalam kehidupan sehari-hari c. Meningkatnya keterampilan warga Komunitas Adat Terpencil secara optimal sesuai dengan potensi yang tersedia. (Kementerian Sosial RI,2012)

2.5.5 Sasaran Program Komunitas Adat Terpencil

  1. Komunitas Adat Terpencil yang belum dan yang sedang diberdayakan

  2. Masyarakat disekitar lokasi permukiman sosial

  3. Instansi terkait, lembaga sosial kemasyarakatan, perorangan (pakar, praktisi atau pemerhati) dan dunia usaha.

  Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Nomor 020A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, maka pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dilakukan dalam lingkup :

  1. Penataan perumahan dan permukiman, meliputi :

  a. Penataan pembanguna rumah sederhana

  b. Penaatan pembangunan sarana lingkungan sosial yang dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi objektif setempat secara cermat

  2. Administrasi kependudukan, meliputi :

  a. Pendataan penduduk

  b. Pembuatan KTP

  c. Pengenalan administrasi pemerintahan

  3. Kehidupan beragama, meliputi :

  a. Pelayanan kerukunan kehidupan beragama b.Bantuan paket-paket buku agama dan sarana-sarana kepercayaan masing-masing

  4. Pendidikan, meliputi :

  a. Pendidikan dasar yang berbasiskan pengetahuan lokal

  b. Kejar Paket A dan Kejar Paket B

  c. Beasiswa bagi warga KAT yang berkeinginan melanjutkan pendidikan formal

  5. Kesehatan, meliputi : a. Pelayanan kesehatan dasar

  b. Pelayanan kesehatan lingkungan (sanitasi)

  6. Peningkatan pendapatan, meliputi :

  a. Tanaman pangan

  b. Perkebunan

  c. Perikanan

  d. Peternakan

  7. Kesejahteraan sosial, meliputi :

  a. Penyuluhan dan Bimbingan Sosial

  b. Perlindungan hak-hak KAT, meliputi : 1.

  Hak atas tanah 2. Hak akan adat-istiadat 3. Hak akan hukum adat a. Bantuan/ fasilitas pemberdayaan SDM, usaha dan lingkungan sosial serta jaminan sosial kemasyarakatan b.

  Pelayanan sosial yang meliputi penangan masalah-masalah kesejahteraan sosial yang rentan dalam warga KAT c.

  Pengembangan organisasi lokal, jaringan kerja dan pranata adat, meliputi :

  1. Pemahaman tentang organisasi kelompok

  2. Pembuatan akses untuk kontak sosial dengan warga diluar KAT d. Penguatan ekonomi KAT, meliputi :

  1. Pelatihan keterampilan dasar

  2. Usaha ekonomis produktif e.

  Peningkatan peran perempuan KAT, meliputi :

  1.Pelibatan perempuan KAT dalam proses kegiatan pembangunan di lokasi KAT

  2.Penguatan kepada keikutsertaan perempuan KAT dalam menentukan arah kegiatan yang dilaksanakan di lokasi KAT f.

  Generasi muda, meliputi :

  1. Pelatihan keterampilan berdasarkan kepada potensi yang ada

  2. Pelatihan kader pembangunan KAT

  3.Pembentukan organisasi pemuda KAT yang berorientasi kepada peningkatan UKS.

2.5.6 Lokasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Sumatera Utara Tahun 2015

  Tabel 2.1 Rencana Lokasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Provinsi Sumatera Utara tahun 2015

  NO PROVINSI LOKASI PKAT JUMLA H (KK) KET

1 Sumatera Utara Pemberdayaan Tahun I

  1. Lok Dusun II Pansur Natolu,Ds.Dolok, Kec.Sorkam,Kab.Tapanuli Tengah Pemberdayaan Tahun II

  50 BBR

  1. Lok. Huta Godang &Lumban Shobuk, Ds Liat

Tondung, Kec.Nassau,Kab Toba Samosir

  50

  2. Lok. Huta Tinggi Saribu, Ds. Bahapal Raya, Kab.Simalungun

  sumber: Direkorat Pemberdayaan KAT, Kementeria Sosial RI,2014

Tabel 2.2 lokasi Komunitas Adat Terpencil Purna Bina di Provinsi Sumatera Utara

  tahun 2015 NO PROVINSI LOKASI PKAT JUMLAH

  (KK) TAHUN AWAL TAHUN AKHIR

1 Sumatera Utara

  2 Lokasi Huta Tonga-Tonga, Desa Meranti Barat, Kecamatan Silaen,Kab.Tobasa 50 2013

  2014 sumber: Direkorat Pemberdayaan KAT, Kementeria Sosial RI,2014

2.5.7 Tahapan Pelaksanaan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

  I.Tahapan Persiapan Pemberdayaan a.Tujuan Persiapan pemberdayaan ditujukan untuk mempersiapkan kondisi yang kondusif bagi warga KAT untuk melakukan transformasi sosial yang ditentukan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan warga KAT.

  a. Kegiatan yang dilaksanakan Kegiatan yang dilakasanakan dalam tahap persiapan meliputi :

  1. Pemetaan sosial adalah suatu kegiatan awal untuk menemukenali sekaligus menghimpun data etnografi KAT secara keseluruhan dalam suatu wilayah untuk mendapatkan data awal tentang suatu komunitas.

  a. Waktu : Triwulan I

  b. Pelaksana : Petugas pusat dan daerah c. Sasaran : lebih dari satu lokasi KAT

  2. Penjajagan awal; merupakan tindak lanjut dari pemetaan sosial untuk mengetahui lebih dalam dan lengkap tentang profil KAT berikut lingkungan sosialnya. Pelaksanaan penjajagan awal ini meliputi komponen sebagai berikut : a.

  Waktu : Triwulan II b.

  Pelaksana : Petugas Pusat, Petugas Provinsi, Petugas Kabupaten dan Petugas Kecamatan serta instansi teknis terkait di daerah c.

  Sasaran : Lokasi KAT pada pelaksanaan pemetaan sosial

  3. Studi Kelayakan; adalah tindak lanjut dari kegiatan penjajagan awal untuk merumuskan secara bersama program aksi yang akan dilaksanakan dengan mempertimbangkan skala prioritas yang diperkuat dengan rekomendasi. Pelaksanaan studi kelayakan meliputi komponen sebagai berikut : a.

  Waktu : Triwulan III b.

  Pelaksana : Petugas Pusat dan daerah, Perguruan Tinggi, Instansi Teknis Terkait di daerah c.

  Sasaran : Lokasi KAT pada pemetaan sosial

  4. Penyusunan Rencana Program; adalah kegiatan unutk merumuskan secara tepat dari proses rangkaian kegiatan persiapan pemberdayaan untuk ditindak lanjuti dalam program pelaksanaan pemberdayaan KAT sehingga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan KAT itu sendiri. Tahapan persiapan ini dilaksanakan selama satu tahun anggaran sebelum tahapan pelaksanaan pemberdayaan.

  II.Tahap Pelaksanaan Pemberdayaan a.

  Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Pemberdayaan SDM dimaksudkan sebagai usaha peningkatan kualitas KAT yang meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Komponen Pemberdayaan SDM terdiri dari :

  1. Aspek kehidupan seperti komunikasi, interaksi, tumbuhnya rasa kebersamaan, rasa aman, pendidikan, kesehatan kehidupan beragama dan lain sebagainya.

  2.Aspek penghidupan seperti kemampuan melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, keterampilan dalam rangka peningkatan perekonomian warga, koperasi, kemitraan dan lain sebagainya.

  b.

  Pemberdayaan Lingkungan Sosial Pemberdayaan lingkungan sosial dimaksudkan sebagai usaha peningkatan kualitas lingkungan sosial KAT. Komponen kegiatan pemberdayaan lingukungan sosial terdiri dari :

  1. Penataan pemukiman di tempat asal; a.

  Membangun permukiman sosial secara lengkap b.

  Bantuan stimulus pemugaran perumahan dan lingkungan c. Dikembangkan sebagai lokasi transmigrasi dengan menerima pendatang dari luar yang berpihak kepada proses pemberdayaan KAT.

  2. Penataan perumahan dan permukiman di tempat baru

  a. Membangun permukiman sosial secara lengkap

  b. Mengikutsertakan sebagai warga dampingan pada lokasi transmigrasi

  3. Diversifikasi usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan peternakan

  4. Pengembangan irigasi pengairan

  5. Peningkatan prasarana perhubungan, pendidikan dan kesehatan Perlindungan Komunitas Adat Terpencil Perlindungan KAT dimaksudkan sebagai upaya melindungi mereka antara lain :

  1. Internal; seperti hak ulayat, hukum adat, sistem kepemimpinan lokal.

  2. Eksternal melalui advokasi dan legislasi

  III.Tahapan Monitoring dan Evaluasi 1.

  Tingkat Pusat Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk memantau proses pelaksanaan program pemberdayaan KAT berdasarkan perencanaan yang telah disusun.

  Sedangkan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil-hasil yang telah dicapai, kendala yang dihadapi dan usaha pemecahannya.

  Dengan demikian monitoring dan evaluasi meliputi :

  a. Monitoring :

  1. Membandingkan antara hasil perencanaan dengan pelaksanaannya secara operasional

  2. Untuk mengetahui efektivitas dan ketepatan hasil perencanaan dengan pelaksanaanya.

  b. Evaluasi :

  1. Mengadakan evaluasi kebijakan teknis yang telah disusun oleh pemerintah daerah dalam pembangunan kesejahteraan sosial khususnya PKAT

  2. Mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program di lapangan, baik rutin maupun pembangunan

  3. Sebagai bahan perencanaan di waktu yang akan datang

  2. Tingkat Daerah Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh jajaran kerja pemerintah daerah disesuaikan dengan kebijakan teknis kondisi daerah masing-masing.

  Keberhasilan PKAT yang dikategorikan terpencil dan terasing dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan sangat tergantung pada tekad, sikap dan semangat penyelenggara negara termasuk peran serta seluruh masyarakat dan dunia usaha (Departemen Sosial RI, 2003)

2.5.8Peranan Pekerja Sosial dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil 1.

  Pekerja Sosial sebagai Enabler Sebagai enabler pekerja sosial membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalah mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Peran sebagai enabler adalah peran klasik dari seorang

  

community worker atau community organizer. Fokusnya help people (organize) to

help themselves .

  Dalam hal ini peran enabler sangat dibutuhkan oleh masyarakat Huta Partukkoan agar mereka tahu bahwa mereka memiliki masalah dan mengerti apa yang dibutuhkan untuk keluar dari maslah tersebut.

2. Pekerja Sosial sebagai Broker

  Berperan dalam menghubungkan individu atau kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan tetapi tidak tahu dimana menemukan/mendapatkan bantuan tersebut. Dapat juga berperan sebagai mediator antara klien dengan pemilik sumber daya.

  Dalam hal ini pekerja sosial bisa menghubungkan masyarakat Huta Partukkoan dengan seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) terutama Pemerintah Daerah agar bersama-sama turut mencari solusi berkesinambungan untuk menjawab kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.

  3. Pekerja Sosial sebagai Expert Expert biasanya lebih banyak memberikan advis dan dukungan informasi dalam berbagai area. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran yang ia berikan buanlah mutlak harus dilasanakan, tetapi usulan tersebut lebih merupakan sebagai masukan dan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat atau organisasi dalam masyarakat tersebut. Pekerja sosial memiliki peran meyosialisasikan segala informasi mengenai langkah-langkah apa yang akan diambil selanjutnya dan mengembalikan keputusan akhir kepada masyarakat yang bersangkutan. Artinya, pekerja sosial dapat memberikan pilihan saja, pada akhirnya masyarakat yang bersangkutan sendirilah yang akan menentukan akan mengambil pilihan yang mana. Pekerja sosial juga memberikan informasi mengenai resiko-resiko setiap pilihan yang ada.

  4. Pekerja Sosial sebagai Social Planner

  Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam masyarakat, menganalisanya dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut.

  Jika tadi di peran expert pekerja sosial lebih mengutamakan dan memfokuskan dirinya pada pemberian usulan dan saran, peran sebagai perencana sosial lebih memfokusan tugas-tugas yang terkait dengan pengembangan dan pengimplementasian program atau dengan kata lain pembagian tugas.

  5. Pekerja Sosial sebagai Educator Pekerja sosial disini berperan sebagai pendidik dan sebagai pentransfer ilmu pengetahuan. Dalam sosialisasi program Pemberdayaan KAT, kemungkinan sebahagian masyarakat belum terlalu mengerti soal hukum, operasionalisasi, tujuan dan fungsi program itu sendiri. Dalam hal inilah pekerja sosial dapat memberikan pengetahuan yang berkenaan dengan program Pemberdayaan KAT itu sendiri. Pengetahuan lainnya juga bisa berupa sistem sumber eksternal, sumber dana , sumber ahli, berbagai petunjuk pelaksanaan program, presentasi dan pelatihan-pelatihan.

  6. Pekerja Sosial sebagai Fasilitator Peranan fasilitator mengandung tujuan untuk memberikan dorongan semangat atau membangkitkan semangat kelompok sasaran atau klien agar mereka dapat menciptakan perubahan kondisi lingkungannya, yang bertujuan untuk mengaktifkan semangat, kekuatan, kemampuan sasaran yang dapat dipergunakan dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam bentuk suatu kegiatan bersama, sedangkan dalam kondisi ini seorang pekerja sosial harus memiliki antusiasme yang tinggi yang dapat menciptakan terlaksananya kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan bersama klien atau kelompok sasaran. Antusiasme ini dapat diikat dengan komitmen bersama-sama kelompok sasaran (Kementerian Sosial RI, 2012).

2.5.9 Dinas Kesejahteraan dan Sosial

  Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Gubernur Sumatera Utara melalui Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai tugas pokok merumuskan kebijakan operasional di bidang Kesejahteraan Sosial dan melaksanakan sebagian kewenangan dekonsentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur serta Tugas Pembantuan. Kantor Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara beralamat di Jalan Sampul No. 138 Medan

  Visi dan Misi dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara adalah : a.

  Meningkatkan pelayanan sosial bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

  b.

  Meningkatkan sumber daya manusia yang profesional dalam bidang kesejahteraan sosial.

  c.

  Meningkatkan keterjangkauan dan mutu pelayanan sosial.

  d.

  Meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan sosial dasar.

  e.

  Meningkatkan fasilitasi dan koordinasi pembangunan kesejahteraan sosial.

  f.

  Melestarikan Nilai-nilai Keperintisan, Kepahlawanan dan Kejuangan.

  g.

  Meningkatkan upaya pengurangan resiko bencana. ”Terwujudnya Masyarakat Sumatera Utara yang Sejarah & Mandiri”

  Tujuan dari Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara adalah : Membantu Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk melaksanakan tugas pembantuan dan dekonsentrasi dalam pembangunan kesejahteraan sosial da 23 Januari 2015 pukul 10:50)

2.6 Anak

  a. Pengertian Anak Dalam undang-undang No. 4 tahun 1979 anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin, akan tetapi walaupun seseorang seseorang belum genap berusia 21 tahun, namun apabila ia sudah pernah kawin maka dia tidak lagi berstatus anak melainkan orang yang sudah dewasa (Prinst,1997:79)

  Anak itu merupakan pribadi sosial yang memerlukan relasi dan komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai, ingin diakui dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan tempat dalam kelompoknya. Hanya dalam komunikasi dan relasi dengan orang lain dia bisa berkembang menuju kedewasaan. Anak sebagi individu tidak mungkin bisa berkembang tanpa bantuan orang lain. Dan kehidupan anak bisa berlangsung, jika dia ada bersama dengan orang lain. Asosiasi dengan pendapat ini dapat dikemukakan, bahwa anak itu bisa memasuki dunia manusi jika dia dibawa atau dimasukkan oleeh dan bersama-sama dengan manusia lain. Itulah sebabnya diperlukan pendidikan . Khususnya bagi anak-anak yang masih muda dan dalam kondisi masih kuncup. (Kartono,1995: 42&44)

  Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak.

  Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Hal ini diatur dalam Undang-undang No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Konsiderans undang-undang itu mengacu kepada Pasal 34 UUD 1945 yang mengatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak, terutama terpenuhinya kebutuhan anak. Adapun usaha-usaha itu meliputi: pembinaan, pencegahan dan rehabilitasi (Prinst,1997:79,83)

  b. Hak Anak Hak- Hak Anak yaitu;

  Sesuai dengan Undang-undang RI nomor 4 tahun 1979, bab II Pasal 2 sampai

  pasal 9 mengatur hak-hak anak atas kesejahteraan, sebagai berikut:

  1. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

  2. Hak atas pelayanan

  3. Hak asta pemeliharaan dan perlindungan

  4. Hak atas perlindungan lingkungan hidup

  5. Hak mendapatkan pertolongan pertama

  6. Hak memperoleh asuhan

  7. Hak memperoleh bantuan

  8. Hak diberi pelayanan dari asuhan

  9. Hak memperoleh pelayanan khusus 10. Hak mendapatkan bantuan dan pelayanan.

  Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dijelaskan megenai hak-hak anak sebagai berikut:

  1. Hak untuk hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara wajar serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi

  2. Hak atas identitas diri dan status kewarganegaraan

  3. Hak untuk beribadah menurut agamanya

  4. Hak untuk mengetahui orang tua

  5. Hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

  6. Hak untuk memperoleh pendidikan

  7. Hak untuk memperoleh perlindungan diri

  8. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum

  9. Hak menyatakan pendapat Dalam kesepakatan internasional Hak atas pendidikan tertuang dalam:

  1.Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia-1948

  2. Konvenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Budaya (KIHESB)-1966

  3. Konvensi Hak Anak- 1989

  4. Millenium Development Goals- 2000

  5. Deklarasi Dunia Education For All-2000

  6. World Fit For Children- 2002

  7. Interagency Network For Education in Emergency-200

2.7 Pendidikan

  a. Pengertian Pendidikan Pendidikan berasal dari kata “didik” lalu kata ini mendapat awalan me sehingga menjadi mendidik, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pemimpin mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Kamus Nesar Nahsa Indonesia,1991:232). Selanjutnya penegrtian pendidikan menurut KBBI ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam pengertian yang agak luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memeroleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

Dokumen yang terkait

Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

3 82 130

Optimalisasi Peran Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Di Kabupaten Toba Samosir

3 124 142

Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

1 78 120

Evaluasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan

5 86 130

Prospek Pengembangan Peternakan Babi Di Kabupaten Toba Samosir (Studi Kasus: Kecamatan Porsea dan Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir)

0 42 97

Keberadaan Hak Ulayat Dalam Masyarakat Hukum Adat Batak Toba Di Kecamatan Nassau Kabupaten Toba Samosir

22 205 150

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon - Respon Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) Terhadap Pelaksanaan Program Keluarga Harapan Di Desa Landuh Kecamatan Rantau Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Efektivitas. - Efektivitas Pelaksanaan Program Pemberdayaan Warga Binaan Anak Oleh Upt Pelayanan Sosial Anak Dan Lanjut Usiadi Kecamatan Siborongborong Kabupaten Tapanuli Utara

0 0 34

I. Petunjuk pengisian - Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

0 0 14