Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

(1)

RESPON WARGA BINAANDUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIRTERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS

ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sosial Universitas Sumatera Utara

OLEH :

DENISA TATIANA LADO 110902078

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Denisa Tatiana Lado NIM : 110902078

ABSTRAK

RESPON WARGA BINAAN DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR

TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI

SUMATERA UTARA

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 103 halaman, 31 Tabel dan 7 Lampiran)

Ditengah kemajuan zaman yang sekarang ini dialami oleh berbagai negara dunia termasuk Indonesia, ternyata masih dapat kita temui banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup terpencil dengan berbagai keterbatasan akses.Salah satu kelompok masyarakat terpencil itu dapat ditemui di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. Untuk mengeluarkan masyarakat tersebut dari keterpencilan, pemerintah melalui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara membuat kebijakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini, untuk mengetahui respon warga binaan dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi.

Penelitian ini tergolong tipe deskriptif yaitu menggambarkan kondisi dan fakta tentang bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 kepala keluarga. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kuantitatif kemudian akan dianalisis melalui tabulasi data.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan komunitas adat terpencil mendapat respon positif dari warga binaan dengan nilai 0,07. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,04 dan sikap dengan nilai 0,16 serta parsisipasi dengan nilai 0,03. Warga binaan merasa terbantu dengan adanya program ini dan berharap agar pemerintah tetap terus memperhatikan kehidupan warganya.


(3)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Denisa Tatiana Lado Student ID Number : 110902078

ABSTRACT

RESPONSE CITIZENSOF DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR OF THE

REMOTE INDIGENOUS COMMUNITIES BY SOCIAL WELFARE DEPARTMENT OF NORTH SUMATRA

(This thesis consists of six chapters, 103 pages, 31 Tables and Appendix 7) In the Middle of the current progress of the times experienced by many countries including Indonesia, it turns out we can still meet many Indonesian people who still live remote with a range of limited access. One of the isolated communities can be found in Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. To eject the community of remoteness, the government through the Social Welfare Department Of North Sumatra policies Remote Indigenous Communities empowerment program. This study aims to determine how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Against Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department of North Sumatra. In this case, to determine the response of remotes can be seen through the perceptions, attitudes and participation.

This research is classified as descriptive describe the conditions and facts about how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten SamosirAgainst Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department Of North Sumatra. Respondents in this study amounted to 60 families. Data analysis technique used in this research is quantitative data analysis techniques will then be analyzed through data tabulation.

Based on the results obtained, it can be concluded that the remote indigenous community empowerment program received a positive response from the inmates with a value of 0.07. Consisting of perception with values of 0.04 and 0.16 and attitudes with parsisipasi value with the value of 0.03. Inmates feel helped by this program and hope that the government still consider the lives of its citizens.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur hanya kehadirat-Mu, Tuhan Yesus Kristus karena penulis dapat sampai ke titik ini, bisa menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa tingkat akhir.Ini semua bukan karena kuat dan gagah penulis, tapi ini semua karena berkat dan kasih setia-Nya selama ini yang selalu diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Respon Warga Binaan Dusun

Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah

memberikan waktu, tenaga, dan ilmunya kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen dan Staff Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu


(5)

5. Seluruh Staff bagian Kemahasiswaan, administrasi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan bagian pendidikan, yang membantu segala proses

yang dibutuhkan oleh penulis, yaitu Bu Zuraida, Bang Ria, dan Kak

Debby.

6. Seluruh staff dan pegawai Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera

Utara yang telah berkenan menerima penulis melakukan Praktik Kerja

Lapangan dan Penelitian Skripsi. Khususnya untuk Pak Kastro Sitanggang,

S.ST, MAP dan Pak Drs. Avensius Girsang. Terima kasih ya pak, sudah mau direpotkan oleh saya.

7. Teristimewa untuk Kedua Orang Tua saya, Bapak D. Lado, ST dan Mami

ku S. E. br. Nababan, yang selama ini selalu mendukung, memberikan cinta kasih sayang, perhatian dan dukungan yang luar biasa sejak penulis kecil sampai sekarang mampu menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih buat semua yang sudah bapak dan mami lakukan untuk penulis. Tidak ada satupun yang dapat penulis lakukan untuk dapat membalas semua yang sudah bapak dan mami lakukan. Penulis hanya bisa berdoa agar bapak dan mami selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan dari Tuhan Yesus Kristus. Tak lupa

juga buat kedua adikku, Jesica Christin Lado dan Hillary Gabriella Lado.

Semangat terus belajar! Jesus bless us.

8. Buat sahabat-sahabatku, “Bepdut 1” Debora, “Bepdut 2” Rachel, “Cimot”

Risca, Ka Rina Kece Badai, Aunty Dewi Riris, Herbang (Hera) yang selalu mengaku dirinya “edek”, Mas Bro Andri Martuah, “Onot” Guster Sihombing dan seluruh Penghuni KonPen (Kontrakan Penyamun), makasih ya wee, makasih ya bebep-bebepku! Duluanlah kami sama si Debo ya, cepat-cepatlah nyusul jangan main Uno aja kerjaan kalian, hahahha…


(6)

9. Seluruh kawan-kawan seperjuangan Kessos 2011 yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Makasih wee buat dukungannya, buat kenangan selama diperkuliahan ini. Semangat kalian ya!

10.Terima kasih saya ucapkan kepada Bang Kepler Manik dan Kak Holong

br. Togatorop yang sudah mau menerima saya untuk menginap dirumahnya ketika berada di Pangururan. Maaf sudah merepotkan ya kak, bang, semoga keluarga kakak dan abang selalu diberkati Tuhan Yesus Kristus.

11.Keluarga Bapak Darwin Sitanggang di Partukkoan yang mau memberikan

tumpangan dan membantu dalam proses pengumpulan data untuk skripsi ini.

12.Sahabat-sahabatku sejak kecil, Poppy Siahaan, Mutiara Girsang, Novia

Siregar. Aku sekarang udah nyusul si pudan sama si popy, mut. Kau juga harus cepat menyusul ya!

13.Terimakasih juga buat senior dan alumni Kessos, Bang Budi Tarigan,

Bang Rizki Simamora, Kak Debora Banjarnahor, Kak Evi Saragih, seluruh senior 07, senior 09, dan senior 010 yang selama ini mendukung dan mau memberikan waktu untuk memberikan bantuan jika penulis

mendapat kesusahan. Begitu juga buat junior-juniorku stambuk 012 dan

stambuk 013.

14.Buat teman-teman, sahabat-sahabatku di Paduan Suara Mahasiswa

Universitas Sumatera Utara (PSM USU), Gok, Memei, Stephani, Siti, Kak Grace, Blessta, David, Bg Ono, Bg Seno, Gunawan, Leo, Ka Erni, Debby, pokoknya terimakasih ya Sopran Alto Tenor Bass ku!!! Kalwedo!

15.Buat seluruh teman-teman alumni di SMA Negeri 15 Medan yang tergabung

dalam Komunitas Alumni Kristen SMA Negeri 15 Medan, Bang Afri,


(7)

Andreas. Semangat ya panitia buat retreatnya! Semoga aku juga bisa ikut nanti.

16.Terimakasih juga buat semua Om dan Tante ku di Vocal Group Mervo

yang selama ini sudah mendukung penulis dalam segala hal termasuk menyemangati dan memberikan motivasi kepada penulis untuk mengerjakan skripsi.

17.Para Organis dan Kantoria Sektor VIII GPIB Kasih Karunia Medan, Nona, Icha, Kak Henny, Kak Jessy. Terimakasih buat dukungannya! Semangat juga buat kak Jessy yang juga lagi nyusun. Semangat melayani untuk kita!

18.Buat teman-teman, siapa pun yang turut andil dalam mendukung dan

membantu penulis yang mungkin namanya tidak penulis cantumkan dalam kata pengantar ini, saya ucapkan terima kasih. Semoga ilmu yang sudah kita dapat bisa berguna bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam skripsi ini.Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik yang membangun guna menyempurnakan penulisan karya ilmiah ini.Semoga bermanfaat.

Medan, 16 April 2015

Penulis,


(8)

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR BAGAN BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Perumusan Masalah………. 9

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 9

1.3.1 Tujuan Penelitian……….. 9

1.3.2 Manfaat Penelitian……… 10

1.4 Sistematika Penulisan………. 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon……….. 12

2.1.1 Pengertian Respon………. 12

2.1.2 Proses Terjadinya Respon……….. 12

2.1.3 Indikator Respon……… 13

2.2 Pemberdayaan Masyarakat……… 15

2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial……… 19

2.3.1 Kebijakan Publik………. 19

2.3.2 Kebijakan Sosial……….. 20

2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil……….. 22

2.4.1 Pengertian Program………. 22

2.4.2 Komunitas Adat Terpencil………. 23


(9)

2.4.4 Permasalahan Internal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

………... 29

2.4.5 Permasalahan Eksternal Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil ……… 30

2.4.6 Tujuan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil……… 31

2.4.7 Sasaran Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil…… 32

2.4.8 Tahapan Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.. 35

2.5 Peranan Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil… 39 2.6 Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara……… 42

2.7 Kesejahteraan Sosial……….………. 45

2.8 Kerangka Pemikiran……….………. 47

2.9 Definisi Konsep dan Definisi Operasional………. 51

2.9.1 Definisi Konsep……… 51

2.9.2 Definisi Operasional………. 52

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian……… 54

3.2 Lokasi Penelitian……… 54

3.3 Populasi Penelitian………. 55

3.4 Teknik Pengumpulan Data………. 55

3.5 Teknik Analisis Data……….. 56

BAB IV ANALISIS DATA 4.1 Lokasi Penelitian……… 58


(10)

4.1.2 Kondisi Demografis……… 59

4.2 Sistem Ekonomi Masyarakat……….. 60

4.2.1 Mata Pencaharian………. 60

4.2.2 Pemenuhan Kebutuhan Warga………. 60

4.3 Akses Pelayanan Sosial Dasar………. 61

4.3.1 Pendidikan……… 61

4.3.2 Kesehatan………. 62

4.4 Sarana dan Prasarana Dusun Partukkoan……… 62

4.4.1 Jalan……….. 62

4.4.2 Listrik………... 63

4.4.3 Rumah……….. 63

4.4.4 Tempat Ibadah………. 63

4.4.5 Transportasi……….. 64

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Data Identitas Responden……… 65

5.1.1 Data Jenis Kelamin Responden……… 65

5.1.2 Data Usia Responden……… 66

5.1.3 Data Suku Bangsa Responden……….. 67

5.1.4 Data Agama Responden……… 68

5.1.5 Data Tingkat Pendidikan Responden……… 69

5.1.6 Data Pekerjaan Responden……… 70


(11)

5.2 Analisis Data Responden Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil……… 72

5.2.1 Persepsi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT….. 72

5.2.2 Sikap Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT…… 79

5.2.3 Partisipasi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT. 83

5.3 Analisis Data Kuantitatif Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil……… 95

5.3.1 Persepsi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT….. 96 5.3.2 Sikap Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT…….. 98 5.3.3 Partisipasi Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan KAT.. 99

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan………. 102


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 ……….. 7

Tabel 5.1 ……….. 65

Tabel 5.2 ……….. 66

Tabel 5.3 ……….. 67

Tabel 5.4 ……….. 68

Tabel 5.5 ……….. 69

Tabel 5.6 ……….. 70

Tabel 5.7 ……….. 71

Tabel 5.8 ……….. 73

Tabel 5.9 ……….. 74

Tabel 5.10 ……… 75

Tabel 5.11 ……… 76

Tabel 5.12 ……… 77

Tabel 5.13 ……… 78

Tabel 5.14 ……… 79

Tabel 5.15 ……….... 80

Tabel 5.16 ……… 81

Tabel 5.17 ……… 82

Tabel 5.18 ……… 82

Tabel 5.19 ……… 84

Tabel 5.20 ……… 85

Tabel 5.21 ……… 86

Tabel 5.22 ……… 87

Tabel 5.23 ……… 87

Tabel 5.24 ……… 88

Tabel 5.25 ……… 89

Tabel 5.26 ……… 89

Tabel 5.27 ……… 91

Tabel 5.28 ……… 92

Tabel 5.29 ……… 93


(13)

DAFTAR BAGAN


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Denisa Tatiana Lado NIM : 110902078

ABSTRAK

RESPON WARGA BINAAN DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR

TERHADAP PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL OLEH DINAS KESEJAHTERAAN DAN SOSIAL PROVINSI

SUMATERA UTARA

(Skripsi ini terdiri dari 6 Bab, 103 halaman, 31 Tabel dan 7 Lampiran)

Ditengah kemajuan zaman yang sekarang ini dialami oleh berbagai negara dunia termasuk Indonesia, ternyata masih dapat kita temui banyak masyarakat Indonesia yang masih hidup terpencil dengan berbagai keterbatasan akses.Salah satu kelompok masyarakat terpencil itu dapat ditemui di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. Untuk mengeluarkan masyarakat tersebut dari keterpencilan, pemerintah melalui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara membuat kebijakan program pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal ini, untuk mengetahui respon warga binaan dapat dilihat melalui persepsi, sikap dan partisipasi.

Penelitian ini tergolong tipe deskriptif yaitu menggambarkan kondisi dan fakta tentang bagaimana Respon Warga Binaan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara. Responden dalam penelitian ini berjumlah 60 kepala keluarga. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kuantitatif kemudian akan dianalisis melalui tabulasi data.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa program pemberdayaan komunitas adat terpencil mendapat respon positif dari warga binaan dengan nilai 0,07. Terdiri dari persepsi dengan nilai 0,04 dan sikap dengan nilai 0,16 serta parsisipasi dengan nilai 0,03. Warga binaan merasa terbantu dengan adanya program ini dan berharap agar pemerintah tetap terus memperhatikan kehidupan warganya.


(15)

UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Name : Denisa Tatiana Lado Student ID Number : 110902078

ABSTRACT

RESPONSE CITIZENSOF DUSUN PARTUKKOAN DESA SALAON DOLOK KECAMATAN RONGGUR NIHUTA KABUPATEN SAMOSIR OF THE

REMOTE INDIGENOUS COMMUNITIES BY SOCIAL WELFARE DEPARTMENT OF NORTH SUMATRA

(This thesis consists of six chapters, 103 pages, 31 Tables and Appendix 7) In the Middle of the current progress of the times experienced by many countries including Indonesia, it turns out we can still meet many Indonesian people who still live remote with a range of limited access. One of the isolated communities can be found in Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir. To eject the community of remoteness, the government through the Social Welfare Department Of North Sumatra policies Remote Indigenous Communities empowerment program. This study aims to determine how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Against Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department of North Sumatra. In this case, to determine the response of remotes can be seen through the perceptions, attitudes and participation.

This research is classified as descriptive describe the conditions and facts about how the Citizens ResponseIn Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten SamosirAgainst Remote Indigenous Community Empowerment Program by the Social Welfare Department Of North Sumatra. Respondents in this study amounted to 60 families. Data analysis technique used in this research is quantitative data analysis techniques will then be analyzed through data tabulation.

Based on the results obtained, it can be concluded that the remote indigenous community empowerment program received a positive response from the inmates with a value of 0.07. Consisting of perception with values of 0.04 and 0.16 and attitudes with parsisipasi value with the value of 0.03. Inmates feel helped by this program and hope that the government still consider the lives of its citizens.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Keberadaan masyarakat yang tidak bisa hidup secara layak dan cenderung memprihatinkan sebenarnya masih dapat kita temui di berbagai daerah di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Utara.Ketika sebagian masyarakat Indonesia mulai menjadi manusia modern dengan berbagai peralatan teknologi yang canggih dan berbagai kemudahan akses lainnya dalam kehidupan, ada pula sebagian masyarakat yang masih hidup terkucilkan karena kondisi geografis mereka yang sulit dijangkau sehingga berimbas pada aspek kehidupan lainnya.Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara mereka itu disebut sebagai Komunitas Adat Terpencil (KAT).

Ketika globalisasi yang dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia telah banyak mengubah pandangan, kebiasaan, nilai dan norma dalam kehidupan sehari-hari, ternyata hal tersebut masih belum dirasakan oleh masyarakat yang kita kenal sebagai Komunitas Adat Terpencil. Karena keterpencilan yang mereka alami, mereka tidak mengenal apa itu kata globalisasi dan perubahan-perubahan dalam tata cara kehidupan sehari-hari. Masyarakat yang tinggal di lokasi yang terpencil hidup dengan mempertahankan adat-istiadat budaya yang mereka pegang teguh dari nenek moyang mereka.

Komunitas Adat Terpencil juga merupakan salah satu Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial di Indonesia. Menurut Permensos RI Nomor 8 Tahun 2012 Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disebut PMKS adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu


(17)

hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar (Departemen Sosial RI, 2003).

Masyarakat lokasi terpencil ini biasanya berada di tempat yang secara geografis sulit untuk diakses, misalnya pantai, perbukitan, rawa, dan hutan.Mereka hidup dengan ekonomi subsistem, yakni mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dari hasil ladang sendiri.Apa yang ditanam, itu jugalah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sangat jarang masyarakat terpencil melakukan transaksi ekonomi dengan masyarakat diluar daerah mereka karena keterpencilan yang mereka alami.

Sebagian dari masyarakat yang tinggal di lokasi terpencil sudah mengenal uang sebagai alat tukar yang lazim kita gunakan sehari-hari.Dalam menjalankan roda perekonomian pun masyarakat terpencil masih melakukannya secara terbatas. Untuk menjual hasil ladangnya mereka harus menunggu truk yang akan datang seminggu sekali. Truk itu kemudian akan membawa hasil ladang dari masyarakat terpencil untuk kemudian diperjualbelikan di kecamatan atau di ibukota kabupaten. Hampir tidak ada warga yang menjalankan usaha sendiri atau membuka warung.Mereka hanya mengharapkan truk yang datang sekali seminggu itu untuk melakukan transaksi atau membeli alat kebutuhan sehari-hari.

Rendahnya akses pendidikan dan kesehatan juga membuat masyarakat semakin jauh tertinggal dari perkembangan zaman saat ini.Banyak dari mereka yang hanya tamatan SD – SMP karena jauhnya jarak lokasi mereka dengan sekolah terdekat serta mahalnya biaya pendidikan saat ini.Bagi masyarakat yang sakit, mereka hanya mengandalkan bantuan dari dukun/tabib setempat untuk mengobati.Jika pengobatan tradisional tersebut tidak juga berhasil maka mereka


(18)

harus berjalan kaki beberapa kilometer untuk mencapai puskesmas atau klinik setempat.Hal tersebut merupakan tanggung jawab bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memberikan program pemberdayaan agar masyarakat di lokasi KAT tersebut tidak lagi dikatakan sebagai suatu komunitas adat yang terpencil. Oleh karena itu Kementrian Sosial Republik Indonesia melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil semakin giat membuat program pemberdayaan di berbagai daerah di Indonesia. Di Sumatera Utara, program pemberdayaan ini dijalankan oleh Dinas Kesejahteraan dan Provinsi Sumatera Utara.

Sebagai bagian dari Warga Negara Indonesia, masyarakat yang terpencil juga harus diikutsertakan dalam setiap proses pembangunan bangsa. Namun sebelum adanya jangkauan pemerintah terhadap daerah tempat tinggal mereka, masyarakat terpencil ini tidak pernah mengikuti atau mengambil bagian dalam pembangunan negaranya.Sampai saat ini bahkan banyak diantara mereka yang tidak memiliki kartu identitas.Biaya kepengurusan yang mahal menjadi salah satu penyebabnya selain keterpencilan yang mereka alami.Ada juga yang memang menganggap kartu identitas itu tidak terlalu penting bagi mereka.

Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan salah satu kebijakan dari Kementerian Sosial yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada masyarakat dengan kategori terpencil.Melalui program ini diharapkan masyarakat dapat menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuannya sendiri, sehingga tercipta peningkatan mutu hidup, terlindungi hak dasarnya serta terpeliharanya budaya lokal. Kita mengetahui bahwa masyarakat yang tergolong dalam kategori KAT tidaklah sama dengan dengan komunitas masyarakat lain


(19)

yangsudah maju peradabannya, itulah sebabnya pemberdayaan yang dilakukan haruslah sesuai dengan kearifan lokal yang ada dalam masyarakat.

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) tidak dapat disamakan dengan pemberdayaan masyarakat miskin pada umumnya karena permasalahan sosial yang dihadapi sifatnya sangat kompleks meliputi berbagai segi kehidupan dan penghidupan.Strategi dan pola intervensi dalam pemberdayaan KAT harus dibedakan dengan pemberdayaan yang dilakukan kepada masyarakat miskin pada umumnya.Pemerintah selaku penyelenggara negara harus menjadi aktor utama sebagai wujud pelaksanaan amanah UUD 1945 untuk mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia (Angkop, 2010).

Sebagai lanjutan dari berlangsungnya kegiatan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Indonesia, Presiden Joko Widodo pada tanggal 23 Desember 2014 lalu telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Sosial Terhadap Komunitas Adat Terpencil. Pada pasal 1 ayat 1 di dalam Perpres itu menyatakan bahwa Pemberdayaan Sosial adalah semua upaya yang diarahkan untuk menjadikan warga negara yang mengalami masalah sosial mempunyai daya, sehingga mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Menurut Perpres ini, pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) bertujuan untuk mewujudkan: a. Perlindungan hak sebagai warga negara; b. Pemenuhan kebutuhan dasar; c. Integritas KAT dengan sistem sosial yang lebih luas; dan d. Kemandirian sebagai warga negara.Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2014 ini menegaskan, Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilaksanakan dalam bidang: a. Permukiman; b. Administrasi kependudukan; c. Kehidupan beragama; d. Kesehatan; e. Pendidikan; f. Ketahanan pangan; g. Penyediaan akses kesempatan kerja; h. Penyediaan akses lahan; i. Advokasi sosial; j. Pelayanan sosial; dan/atau k. Lingkungan hidup.


(20)

Sementara bentuk kegiatan Pemberdayaan Sosial terhadap KAT dilaksanakan dalam bentuk: a. Diagnosis dan pemberian motivasi; b. Pelatihan ketrampilan; c. Pendampingan; d. Pemberian stimulan modal, peralatan usaha, dan tempat usaha; e. Peningkatan akses pemasaran hasil usaha; f. Supervisi, dan advokasi sosial; g. Penguatan keserasian sosial; h. Penataan lingkungan sosial; dan/atau i. Bimbingan lanjut.Perpres ini juga memerintahkan Menteri Sosial, Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk membentuk forum koordinasi Pemberdayaan Sosial terhadap KAT, yang merupakan lembaga bersifat nonstruktural dan tidak hierarkis.Forum koordinasi Pemberdayaan Sosial terhadap KAT itu bertugas memberikan saran, masukan, dan gagasan dalam menggalang sinergi dan kemitraan berbagai pihak dalam Pemberdayaan Sosial tehadap KAT. Sumber pendanaan dalam Pemberdayaan Sosial terhadap KAT, menurut Perpres ini, meliputi: a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah: dan c. Sumber dana lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2015).

Untuk menjalankan program pemberdayaan ini tentunya perlu dukungan Pemerintah Pusat terkait Program Pemberdayaan KAT dengan menyediakan anggaran APBN melalui dekonsentrasi tahun 2009, sesuai Undang-Undang Nomor: 17 tahun 2006 Tentang Keuangan Negara. Penyediaan dana APBN melalui dekonsentrasi dimaksudkan sebagai manifestasi perhatian Pemerintah Pusat atas kinerja yang ditampilkan oleh Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan KAT. Besarnya alokasi anggaran ini dilandasi oleh skala prioritas atas dasar sasaran yang ingin dicapai, jumlah populasi, alokasi pembiayaan, dukungan Daerah untuk mensukseskan program serta satuan-satuan koordinasi/Pokja yang dikembangkan oleh setiap daerah (Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil, 2009).


(21)

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementerian Sosial RI pada tahun 2014 mencatat persebaran warga Komunitas Adat Terpencil di Indonesia sebanyak 213.087 KK (Kepala Keluarga).Warga KAT yang sudah diberdayakan sampai tahun 2014 mencapai 94.272 KK (44%) dan warga KAT yang belum diberdayakan sebanyak 114.004 KK.Untuk program pemberdayaan selanjutnya, Kemensos RI memiliki target 4.861 KK (4%) di seluruh lokasi KAT. Lokasi Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil tersebar di 22 provinsi, 73 kabupaten, 80 kecamatan, 83 desa, 105 lokasi di seluruh Indonesia (Cecep Sulaeman, 2014).

Data diatas menunjukkan sudah banyak masyarakat yang dinyatakan sebagai

kawasan purnabina (exit KAT).Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah selama ini

sudah cukup berhasil untuk membuat masyarakat KAT tidak lagi dikatakan sebagai masyarakat yang terpencil. 114.004 KK lainnya yang belum diberdayakan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah selama kurun waktu 5 tahun ke depan untuk mengeluarkan masyarakat KAT dari keterpencilan.

Selain itu, terdapat beberapa daerah di Indonesia yang dinyatakan sebagai exit

KAT. Daerah-daerah tersebut dinyatakan sebagai exit KAT setelah menjalani

program pemberdayaan yang diadakan oleh Kemensos RI melalui Dinas Kesejahteraan dan Sosial di daerah masing-masing. Dengan semakin banyaknya

lokasi-lokasi yang dinyatakan sebagai exit KAT maka akan semakin baik bagi

pembangunan daerah tersebut sehingga akses yang dahulu tertutup dan sulit dijangkau tidak lagi dirasakan. Provinsi-provinsi yang dinyatakan sebagai provinsi yang sudah tidak ada lagi lokasi KAT disajikan dalam tabel 1.1


(22)

Tabel 1.1 Provinsi Telah Selesai Pemberdayaan KAT

No. Provinsi

Exit

Program/Purnabina Tahun

Keterangan

1. Jawa Tengah 2010 Provinsi tidak ada KAT :

Lampung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta

2. Jawa Barat 2010

3. Jawa Timur 2010

4. Bengkulu 2012

5. Bangka Belitung 2012

6. Bali 2012

7. Banten 2014

(Kementrian Sosial, 2014)

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara juga telah menyiapkan Rencana Strategis Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil untuk tahun 2015-2019 di Provinsi Sumatera Utara. Terdapat 14 kabupaten yang akan menjadi target pemberdayaan KAT selama 5 tahun ke depan. Kabupaten yang dimaksud adalah Kabupaten Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Paluta, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Pakpak Bharat, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Padang Lawas Utara, dengan jumlah persebaran sebanyak 4.111 KK atau 17.420 jiwa (Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, 2014).

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Kementrian Sosial telah menetapkan rencana lokasi Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di


(23)

SumateraUtara tahun 2015. Adapun lokasi yang akan menjadi target pemberdayaan selanjutnya, yaitu Dusun III Pansur Natolu, Desa Dolok Pantis, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah ; Huta Godang & Lumban Sihobuk, Desa Liat Tondung, Kecamatan Nassau, Kabupaten Toba Samosir ; Huta Tinggi Saribu, Desa Bahapal Raya Kecamatan Raya Kabupaten Simalungun (Direktorat Pemberdayaan KAT, 2014).

Salah satu lokasi yang menjadi target Pemberdayaan KAT di Provinsi Sumatera Utara oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial adalah di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir.Lokasi ini

merupakan lokasi yang telah menjalani kegiatan Pemberdayaan KAT (exit KAT).

Dusun Partokkoan mendapatkan binaan karena lokasinya yang memang terpencil dengan akses yang sulit untuk dijangkau, karena hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda motor melewati jalanan yang licin dan berbatu. Dusun Partokkoan termasuk ke dalam kategori III dalam KAT, yakni penduduknya yang sudah tinggal menetap. Pemberdayaan yang dilakukan di desa ini sesuai dengan kategorinya adalah selama satu (1) tahun dengan pemberian bahan bangunan rumah, jaminan hidup, bibit dan peralatan kerja.

Masyarakat yang sudah diberdayakan ini tentunya ke depan perlu untuk di evaluasi bagaimana kemajuan yang sudah dicapai agar ke depan mereka bukan malah kembali lagi menjadi masyarakat terpencil, melainkan sudah menjadi masyarakat maju. Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara juga wajib memantau dan mengetahui bagaiman respon masyarakat atas pemberdayaan yang sudah dilakukan. Hal ini diperlukan sebagai acuan bagi pemerintah untuk menjalankan Pemberdayaan KAT di lokasi lainnya.Aktivitas pengawasan dilaksanakan dalam rangka memastikan atau memberi keyakinan bahwa produk atau


(24)

jasa yang dihasilkan oleh instansi pemerintah memenuhi ketentuan kualitas yang dipersyaratkan, yaitu memenuhi harapan masyarakat yang meliputi kualitas kebijakan, kualitas pelaksanaan kebijakan, kualitas koordinasi dan kualitas outputs dan outcomes (Sari, 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana respon dari warga yang telah mendapatkan bantuan program pemberdayaan dari pemerintah, yang dituangkan dalam penelitian yang berjudul : “Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana respon warga binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

1.3Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon warga binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.


(25)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Sumatera Utara.

2. Menjadi masukan dan bahan referensi bagi instansi terkait, dalam hal ini

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dalam melakukan kegiatan Pemberdayaan KAT di lokasi selanjutnya.


(26)

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan, dan manfaat penelitian.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep, dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang mendukung karya ilmiah.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon

2.1.1 Pengertian Respon

Kata respon dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai tanggapan, reaksi, dan jawaban.Respon juga merupakan istilah yang digunakan dalam psikologi untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Teori behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan ransang dalam menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Pusat perhatian psikologi seharusnya diarahkan pada pendeskripsian, penjelasan, pembuatan prediksi, serta pengontrolan dari tingkah laku, dengan kata lain respon merupakan perilakuyang muncul karena adanya rangsangan dari lingkungan (Adi, 1994, h. 58).

Respon pada dasarnya didahului oleh sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu (Sobur, 2003, h. 359).

2.1.2 Proses Terjadinya Respon

Ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan sampai berpikir. Gejala tersebut menurut Suryabarata adalah sebagai berikut

1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai


(28)

kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus kesadaran.

2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu

warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang tidak sama dengan warna objeknya.

3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga

menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan pengamatan.

Proses terjadinya respon tersebut adalah pertama-tama indera mengamati objek tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan perangsang.Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian

WIB).

2.1.3 Indikator Respon

Respon yang muncul ke dalam kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau rintangan dari respon lain. Dukungan terhadap responakan menimbulkan rasa senang, sebaliknya respon yang mendapat rintangan akanmenimbulkan rasa tidak senang.Penjelasan tersebutmenunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon yang positif yaitu kecendrungan tindakannya adalah mendekati, menyukai,


(29)

menyenangi, dan mengharapkan suatu objek.Respon yang negatif yaitu kecendrungan tindakannya menjauhi, menghindaridan memberi objek tertentu (http://repository.usu.ac.id/diakses pada tanggal 02 Februari 2015 pukul 19.50 WIB). Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap dan partisipasi.Persepsidalam arti sempit ialah penglihatan, bagimanacara seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitubagimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut Pareek (dalam Sobur, 2003, h. 446), persepsi dapat didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindra atau data.

Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan perasaan, kecurigaan, dan prasangka, pemahaman yang mendetail, rasa takut, ancaman, dan keyakinan tentang suatu hal yang khusus. Pengungkapan sikap dapat diketahui melalui :

1. Pengaruh atau penolakan

2. Penilaian

3. Suka atau tidak suka

4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologi

Mengenai sikap, Thursone mengatakan sikap adalah derajar efek positif atau negatif yang dikaitkan dengan objek psikologis.Objek psikologis yang dimaksud adalah lambang-lambang, kalimat, semboyan, intuisi, pekerjaan, atau profesi, dan ide yang dapat dibedakan dalam perasaan positif atau negatif. Sikap adalah tendensi untuk bereaksi dalam suka atau tidak suka terhadap suatu objek sikap yang merupakan emosi yang diarahkan oleh seseorang kepada orang lain, benda atau


(30)

peristiwa sebagai objek sasaran sikap. Sikap merupakan respon evaluative yang dapat berbentuk positif atau negatif (Azwar, 2007, h. 25).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting dalam mengukur suatu respon. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang alternative solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2000, h. 27). Dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab.

Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator dari respon itu adalah senang (positif) dan tidak senang (negatif). Respon bermula dari adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang ataupun menjadi

antisipasi pada masa yang akan datang (http://repository.usu.ac.id/ diakses pada

tanggal 02 Februari 2015 pukul 20.24 WIB).

2.2 Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat sebenarnya mengacu kepada kata empowerment,

yaitu sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki sendiri oleh masyarakat.Jadi, pendekatan pemberdayaan titik beratnya adalah penekanan pada pentingnya masyarakat lokal yang mandiri sebagai suatu sistem yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang demikian diharapkan dapat memberi peranan kepada individu bukan sebagai obyek,


(31)

tetapi justru sebagai subyek pelaku pembangunan yang ikut menentukan masa depan dan kehidupan masyarakat secara umum (Setiana, 2005, h. 6).

Pada dasarnya, memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, dalam Setiana, 2005, h. 6).

Dalam kerangka pemberdayaan masyarakat yang terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi, suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Dalam mencapai tujuan pemberdayaan, berbagai upaya dapat dilakukan melalui berbagai macam strategi, di antara strategi tersebut adalah modernisasi yang mengarah pada perubahan struktur sosial, ekonomi dan budaya yang bersumber pada peran serta masyarakat setempat (Setiana, 2005, h. 6). Strategi-strategi ini dapat secara luas diklasifikasi di bawah judul-judul kebijakan dan perencanaan, aksi sosial dan politik, dan pendidikan dan penyadar-tahunan.

Pemberdayaan melalui kebijakan dan perencanaan dicapai dengan

mengembangkan atau mengubah struktur-struktur dan lembaga-lembaga untuk mewujudkan akses yang lebih adil kepada sumber daya atau berbagai layanan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.Pemberdayaan melalui aksi sosial dan politik menekankan pentingnya perjuangan dan perubahan politik

dalam meningkatkan kekuasaan yang efektif. Pemberdayaan melalui pendidikan dan

penyadar-tahunan menekankan pentingnya suatu proses edukatif (dalam pengertian luas) dalam melengkapi masyarakat untuk meningkatkan keberdayaan mereka. Ini memasukkan gagasan-gagasan peningkatan kesadaran –membantu masyarakat


(32)

memahami masyarakat dan struktur operasi, memberikan masyarakat kosakata dan keterampilan untuk bekerja menuju perubahan yang efektif dan seterusnya (Ife & Tesoriero, 2008, h. 147-148).

Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, perlu diketahui potensi atau kekuatan yang dapat membantu proses perubahan agar dapat lebih cepat dan terarah, sebab tanpa adanya potensi atau kekuatan yang berasal dari masyarakat itu sendiri maka seseorang, kelompok, organisasi atau masyarakat akan sulit bergerak untuk melakukan perubahan. Kekuatan pendorong ini di dalam masyarakat harus ada atau bahkan diciptakan lebih dulu pada awal proses perubahan dan harus dapat dipertahankan selama proses perubahan itu berlangsung. Jenis-jenis kekuatan di masyarakat adalah beragam dan dapat dikelompokkan ke dalam:

1. Kekuatan pendorong (motivational forces);

Kekuatan pendorong dalam masyarakat adalah orang-orang yang punya ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tidak puas dengan situasi kondisi yang ada.

b. Mempunyai perasaan adanya sesuatu yang belum dimiliki secara

kejiwaan/psychologist.

Orang-orang ini akan mudah terdorong untuk mencari hal-hal baru. Bagi seorang motivator atau penyuluh lapangan, seandainya sasaran penyuluhan sudah merasa puas dengan kondisi situasi yang ada, maka tugas si penyuluh adalah menciptakan kekuatan pendorong dengan jalan seperti berikut.

a. Menimbulkan rasa tidak puas terhadap sesuatu hal yang dianggap perlu

dimiliki mereka. Hal demikian perlu sekali dilakukan demi maksud-maksud pembangunan yang diarahkan pada perubahan situasi yang lebih baik dari situasi yang sudah ada.


(33)

b. Menimbulkan rasa bersaing untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang akan berdampak pada kehidupan mereka.

c. Menunjukkan kekurangan-kekurangan dan menyadarkan bahwa

kekurangan tersebut perlu untuk diatasi, tidak dibiarkan. 2. Kekuatan bertahan (resistance forces);

Kekuatan ini punya tujuan untuk mempertahankan sesuatu yang telah ada di masyarakat, mereka pada umumnya menentang inovasi yang masuk atau hanya terbatas pada inovasi tertentu yang dianggap dapat menimbulkan perubahan langsung terhadap mereka.Ciri-ciri orang yang tergolong dalam kelompok ini adalah sebagai berikut.

a. Apatis dan tidak mudah percaya terhadap pihak luar yang dianggap sering

mengecewakan.

b. Punya rasa takut yang tinggi dan lebih suka mempertahankan apa yang

telah mereka punyai daripada menggantinya dengan sesuatu yang belum mereka pahami atau ketahui.

3. Kekuatan pengganggu (interference forces);

Kekuatan ini dapat kita temukan pada setiap masyarakat. Timbulnya kekuatan ini karena adanya kekuatan masyarakat yang saling bersaing untuk dapat dukungan masyarakat dalam proses pembangunan, baik dalam alokasi biaya, persaingan harga atau tujuan politis tertentu. Kekuatan ini pada umumya meginginkan ketidakkompakan atau perpecahan, karena mereka menyadari, jika demikian akan lebih mudah memperalat mereka untuk tujuan pribadi atau golongan. Kekuatan pengganggu dalam masyarakat sangat penting untuk diantisipasi karena adanya kekuatan pengganggu dapat


(34)

mengurangi keberhasilan suatu proyek kemasyarakatan (Setiana, 2005, h. 7-9).

2.3 Kebijakan Publik dan Kebijakan Sosial 2.3.1 Kebijakan Publik

Secara umum, kebijakan publik lebih luas daripada kebijakan sosial.Kebijakan transportasi, jalan raya, air bersih, pertahanan dan keamanan merupakan beberapa contoh kebijakan publik.Literatur mengenai kebijakan publik telah banyak menyajikan berbagai definisi kebijakan publik, baik dalam arti luas maupun sempit. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5) memberikan definisi kebijakan publik secara luas, yakni sebagai "whatever governments choose to do or not to do." Sementara itu, Anderson yan'g juga dikutip oleh Young dan Quinn, menyampaikan definisi kebijakan publik yang relatif lebih spesifik, yaitu sebagai "a purposive course of action followed by an actor or set of actors in. dealing with a problem or matter of concern." Untuk memahami berbagai definisi kebijakan publik, ada baiknya jika kita membahas·beberapa konsep kunci yang termuat dalam kebijakan publik :

a) Tindakan pemerintah yang berwenang. Kebijakan publik adalah tindakan

yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya.

b) Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata.· Kebijakan

publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan kongkrit yang berkembang di masyarakat.

c) Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan. Kebijakan publik


(35)

pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak.

d) Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Kebijakan

publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu (Suharto, 2010, h. 44).

2.3.2 Kebijakan Sosial

Kebijakan sosial merupakan kebijakan publik dalam bidang kesejahteraan sosial.Makna kebijakan pada kata kebijakan sosial adalah kebijakan publik, sedangkan makna sosial menunjuk pada bidang atau sektor yang menjadi garapannya, dalam hal ini adalah sektor atau bidang kesejahteraan sosial (Suharto, 2008).

Sebagai sebuah kebijakan publik, kebijakan sosial memiliki fungsi preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan), dan pengempangan (developmental).Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial (fungsi kuratif) dan mempromosikan kesejahteraan (fungsi pengembangan) sebagai wujud kewajiban negara (state obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya (Suharto, 2005).

Kebijakan sosial diartikan sebagai kebijakan yang menyangkut aspek sosial dalam pengertian spesifik, yakni yang menyangkut bidang kesejahteraan sosial.Pengertian kebijakan sosial seperti ini selaras dengan pengertian perencanaan


(36)

sosial sebagaimana dikemukakan oleh Conyers (1992). Menurut Conyers, perencanaan sosial adalah perencanaan perundang-undangan tentang pelayanan kesejahteraan sosial yang pertama kali muncul di Eropa Barat dan Amerika Utara. Sehingga meskipun pengertian perencanaan sosial diintegrasikan secara meluas, di masyarakat Barat berkembang anggapan bahwa perencanaan sosial senantiasa berkaitan erat dengan perencanaan kesejahteraan sosial (Suharto, 2010, h. 9-10).

Beberapa ahli seperti Marshall, Rein, Huttman, Magill, Spicker, dan Hill juga mengartikan kebijakan sosial dalam kaitannya dengan kebijakan kesejahteraan sosial. a) Kebijakan sosial merupakan bagian dari kebijakan publik (public policy). Kebijakan publik meliputi semua kebijakan yang berasal dari pemerintah, seperti kebijakan ekonomi, transportasi, komunikasi, pertahanankeamanan (militer), serta fasilitas-fasilitas umum lainnya (air bersih, listrik). Kebijakan sosial merupakan satu tipe kebijakan publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial (Magill, 1986).

b) Kebijakan sosial adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan

dengantindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial atau bantuan keuangan (Marshall,1965).

c) Kebijakan sosial adalah perencanaan untuk mengatasibiaya-biayasosial,

peningkatan pemerataan, dan pendistribusian pelayanan danbantuan sosial(Rein, 1970).

d) Kebijakan sosial adalah strategi-strategi, tindakan-tindakan, atau rencana-rencana untukmengatasi masalah sosial dan memenuhi kebutuhan sosial (Huttman, 1981).


(37)

e) Kebijakan sosialadalah kebijakan yang berkaitandengan kesejahteraan (we!fare), baik dalam artiluas, yang menyangkut kualitas hidup manusia, maupundalam arti sempit, yang menunjukpada beberapa jenis pemberian pelayanan kolektif tertentu guna melindungi kesejahteraan rakyat (Spieker, 1995).

f) Kebijakan sosial adalah studi mengenai peranan negara dalam kaitannya

dengan kesejahteraan warganya (Hill, 1996).

2.4 Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil 2.4.1 Pengertian Program

Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan.Program adalah produk yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perencanaan, program dapat juga diartikan sebagai pelayanan tertulis mengenai :

a. Situasi wilayah

b. Masalah yang dihadapi

c. Tujuan yang ingin dicapai

d. Cara mencapai tujuan, yaitu perencanaan kerja yang berisi

pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang dilakukan, siapa saja yang melakukan, kapan dilakukan, bagaimana cara melakukan dan dimana hal tersebut dilakukan. Perencanaan program merupakan upaya perumusan, pengembangan, dan pelaksanaan program-program. Disebutkan pula bahwa perencanaan program merupakan proses yang berkelanjutkan melalui semua warga masyarakat, penyuluhan, dan para ilmuwan untuk memusatkan pengetahuan dan keputusan-keputusan dalam mencapai pembangunan yang lebih terarah dan mantap (Martinez, dalam Setiana, 2005, h. 70).


(38)

2.4.2 Komunitas Adat Terpencil

Sesuai dengan Keppres RI No.111/1999 tentang Pembinaan Sosial Komunitas Adat Terpencil, yang dimaksud dengan KAT adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal dan terpencar serta serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial, ekonomi maupun politik.

Komunitas adat terpencil mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berbentuk komunitas kecil, tertutup, dan homogen

KAT umumnya hidup dalam kelompok kecil dengan tingkat komunikasi yang terbatas dengan pihak luar. Disamping itu kelompok KAT hidup dalam satu kesatuan suku yang sama dan bersifat tertutup.

b. Pranata sosial bertumpu pada hubungan kekerabatan

Pranata sosial yang ada dan perkembangan dalam KAT pada umumnya bertumpu pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan kekerabatan dimana kegiatan mereka sehari-hari masih didasarkan pada hubungan darah dan ikatan tali perkawinan. Pranata sosial yang ada tersebut meliputi antara lain pranata ekonomi, pranata kesehatan, pranata hukum, pranata agama, pranata kepercayaan, pranata politik, pranata pendidikan, pranata ilmu pengetahuan, pranata ruang waktu, pranata hubungan sosial, pranata kekerabatan, pranata sistem organisasi sosial.

c. Pada umumnya terpencil secara geografis dan relatif sulit dijangkau

Secara geografis KAT umumnya berada didaerah pedalaman, hutan, pegunungan, perbukitan, laut, rawa, daerah pantai yang sulit dijangkau. Kesulitan ini diperkuat oleh terbatasnya sarana dan prasarana transportasi, baik ke atau dari kantong KAT. Kondisi ini mempengaruhi dan menghambat


(39)

upaya pemerintah dan pihak luar dalam memberikan pelayanan pembangunan secara efektif dan terpadu.

d. Pada umumnya masih hidup dengan sistem ekonomi subsisten

Aktivitas kegiatan ekonomi warga KAT sehari-hari hanya sebatas memenuhi kebutuhan hidpnya sendiri (kebutuhan sehari-hari)

e. Peralatan teknologinya sederhana

Dalam upaya memanfaatkan dan mengolah SDA untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari baik dalam kegiatan pertanian, berburu, maupun kegiatann lainnya, KAT masih menggunakan peralatan yang sederhana yang diwariskan secara turun-temurun.

f. Ketergantungan pada lingkungan hidup dan sumber daya alam setempat

relatif tinggi

Kehidupan KAT sangat menggantungkan kehidupan kesehariannya baik itu fisik, mental dan spiritual pada lingkungan alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam seperti umumnya aktivitas keseharian warga berorientasi pada kondisi alam atau berbagai kejadian dan gejala alam.

g. Terbatasnya akses pelayanan sosial, ekonomi dan politik

Sebagaimana konsekuensi logis dari keterpencilan, akses berbagai pelayanan sosial ekonomi dan politik yang tersedia dilokasi atau di sekitar lokasi tidak ada atau sangat terbatas sehingga menyebabkan sulitnya warga KAT untuk memperolehnya dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya.

Adapun yang menjadi kategori KAT berdasarkan mobilitas adalah:

a. Kategori I (Kelana) memiliki kebiasaan berburu dan meramu dari berbagai


(40)

b. Kategori II (Menetap Sementara) memiliki kebiasaan peladang berpindah, tergantung pada potensi sumber daya alam setempat yang menjadi orbitasinya.

c. Kategori III (Menetap) memiliki kebiasaan bertani atau berkebun

(Kementrian Sosial RI, 2014).

Komunitas Adat Terpencil (KAT) biasanya menempati lokasi yang secara geografis sulit dijangkau. Ditinjau dari segi habitat/lokasinya, warga KAT biasanya tinggal di daerah sebagai berikut:

a. Di dataran tinggi dan / atau daerah pengunungan

b. Di dataran rendah dan / atau daerah rawa

c. Di dataran pedalaman dan / atau daerah perbatasan

d. Di atas perahu dan / atau daerah pinggir pantai

e. Di atas pohon / pemukiman liar

Adapun yang menjadi permasalahan internal KAT, antara lain:

1. Permukiman yang terpencil dan berpencar sehingga akses terhadap berbagai

fasilitas menjadi sangat terbatas.

2. Ekonomi subsistem, KAT rentan termarginalkan oleh kecepatan perubahan yang

ada dilingkungannya yang bukan KAT.

3. Teknologi sangat sederhana yang umumnya warisan leluhur tidak didukung

sarana dan upaya perubahan sesuai kondisi yang terjadi.

4. Ketergantungan pada SDA yang sangat tinggi, yang rentan terhadap perubahan

jumlah dan pendayagunaan sumber-sumber tersebut oleh unsur dari luar lingkungan.


(41)

1. Kesenjangan dan benturan sistem nilai sosial budaya setempat dengan sistem budaya yang ada di luar lingkungan KAT.

2. Peran masyarakat dalam proses pemberdayaan KAT relatif terbatas.

3. Pemberdayaan KAT secara umum belum menjadi skala prioritas daerah.

4. Masalah-masalah kecenderungan aktual seperti disintegrasi sosial, perusakan

lingkungan, kesamaan gender, keterlantaran (anak dan lansia), dan kemiskinan (Kementerian Sosial RI, 2014).

2.4.3 Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Departemen Sosial melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil menyelenggarakan program pemberdayaan KAT. Pemerdayaan KAT adalah serangkaian kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang diarahkan pada upaya pemberian kewenangan dan kepercayaan kepada KAT setempat untuk menemukan masalah dan kebutuhan beserta upaya pemecahannya berdasarkan kekuatan dan kemampuan sendiri, melalui upaya perlindungan, penguatan, pengembangan, konsultasi dan advokasi guna peningkatan taraf kesejahteraan sosialnya (Kementerian Sosial RI, 2014, h. 6). Program ini telah mampu mengangkat derajat kehidupan sebagian warga KAT di berbagai daerah.

Di dalam Kepres RI No. 111 Tahun 1999 pembinaan kesejahteraan sosial komunitas adat terpencil bertujuan untukmemberdayakan komunitas adat terpencil dalam segala aspek kehidupan danpenghidupan agar mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani, dan sosial sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan, yang pelaksanaannya dilakukandengan memperhatikan adat istiadat setempat.


(42)

Sesuai kebijakan Direktorat Pemberdayaan KAT dan sejalan dengan penetapan kegiatan pemberdayaan KAT sebagai prioritas nasional, maka Direktorat Pemberdayaan KAT telah menetapkan kebijakan teknis sebagai berikut:

1. Meningkatkan profesionalisme pemberdayaan sosial, baik yang dilaksanakan

oleh pemerintah maupun masyarakat dan dunia usaha terhadap KAT;

2. Meningkatkan dan memeratakan pemberdayaan sosial yang lebih adil, dalam

arti bahwa setiap KAT berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang sebaik-baiknya;

3. Memantapkan manajemen pemberdayaan sosial bagi KAT melalui

penyempurnaan terus menerus dalam perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pelayanan pemberdayaan sosial yang semakin berkualitas dan akuntabilitas;

4. Meningkatkan dan memantapkan partisipasi sosial masyarakat dalam

pemberdayaan sosial dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat atas dasar swadaya dan kesetiakawanan sosial, sehingga merupakan bentuk usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan.

Peraturan Pemerintah No. 39/2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dalam Pasal 23 ayat 1: Pemberdayaan KAT disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat ditujukan kepada Komunitas Adat Terpencil yang terdiri dari sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi, dan/atau sosial budaya, dan miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi. Pasal 23 ayat 2: Pemberdayaan Sosial Masyarakat/ KAT, yang memiliki kriteria:

1. Keterbatasan akses pelayanan sosial dasar;


(43)

3. Marjinal di perdesaan dan perkotaan; dan/atau

4. Tinggal di wilayah perbatasan antar negara, daerah pesisir, pulau-pulau terluar, dan terpencil.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial No. 020.A/PS/KPTS/VI/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil dikatakan bahwa Pemberdayaan Komuitas Adat Terpencil (PKAT) merupakan salah satu bentuk kepedulian dan komitmen pemerintah dalam mempercepat proses pembangunan pada mereka yang masih belum tersentuh proses pembangunan nasional yang umumnya berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau. Departemen Sosial, melalui program KAT mengkhususkan memberdayakan mereka agar bersama-sama dengan masyarakat Indonesia lainnya ikut dalam proses pembangunan sebagaimana yang dicita-citakan dalam amanat UUD 1945.

Jenis kegiatan dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil meliputi :

a) Penyuluhan; merupakan suatu upaya berkesinambungan untuk membimbing

KAT khususnya dengan masyarakat luas baik perorangan atau lembaga ke arah kesadaran terhadap arti penting pemberdayaan sosial KAT.

b) Bimbingan; merupakan suatu proses terencana dan terorganisasi untuk

menumbuh-kembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk menindaklanjuti hasil penyuluhan sosial pada KAT, lingkungan sosial dan masyarakat luas.

c) Pelayanan; merupakan usaha untuk memfasilitasi dan atau bantuan kepada

warga KAT baik secara perorangan, kelompok, maupun secara keseluruhan guna terlaksananya tujuan program pemberdayaan.


(44)

d) Perlindungan; merupakan upaya mempertahankan dan melindungi adat-istiadat dan atau lingkungan sosial budaya berdasarkan perspektif sosial budaya yang berlaku secara universal, dan terhindarnya dari berbagai bentuk eksploitasi terhadap warga KAT.

2.4.4 Permasalahan Internal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Adapun yang menjadi permasalahan internal dalam pemberdayaan KAT adalah:

a. Kesenjangan sistem sosial budaya dengan masyarakat pada umumnya.

b. Ketertinggalan dalam sistem sosial, teknologi dan ideologi.

c. Pemenuh kebutuhan dasar (basic human needs) seperti sandang, pangan,

perumahan, kesehatan, pendidikan, agama, pekerjaan, rasa aman masih jauh dari memadai.

d. Belum atau sangat sedikit menerima pelayanan pembangunan sehingga

kebijaksanaan pemetaan pembangunan belum dapat menjangkau mereka.

e. Pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya alam serta manusia dalam

kegiatan produksi belum efesien/optimal.

f. Belum sepenuhnya terjadi integrasi sosial ke dalam sistem kemasyarakatan

sekitarnya.

g. Dapat mengurangi citra keberhasilan pembangunan karena masih adanya


(45)

2.4.5 Permasalahan Eksternal Dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Sedangkan, yang menjadi permasalahan eksternal dalam pemberdayaan KAT adalah:

a. Kurang akuratnya data tentang Komunitas Adat Terpencil dengan berbagai

latar belakang sosial budayanya.

b. Terbatasnya pengetahuan dan pemahaman tentang nilai-nilai sosial budaya

dan aspirasi KAT yang menjadi sasaran program

c. Belum mantapnya keterpaduan pemberdayaan KAT dengan instansi sektoral

melalui Forum Koordinasi atau Kelompok Kerja baik di tingkat pusat maupun daerah.

d. Jumlah dan kualitas Pendamping Sosial belum seimbang dengan jumlah

populasi dan kebutuhan pendamping di lokasi KAT.

e. Rendahnya pertisipasi dan kualifikasi tenaga lapangan (Pendamping Sosial),

Orsos dan Lembaga Swadaya Masyarakat dirasakan masih belum profesional dan efektif.

f. Pengembangan program melalui rekayasa sosial budaya KAT yang masih

sangat memerlukan pendekatan khusus.

g. Dana yang dialokasikan untuk pemberdayaan potensi dan sumber

kesejahteraan sosial KAT relatif kecil dan tidak seimbang dengan bobot permasalahan.

h. Belum efektifnya tindak lanjut pemberdayaan KAT yang telah dialihkan

kepada Pemda setempat sehingga hasil guna yang diharapkan sebelumnya belum dapat dimaksimalkan.


(46)

Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan proses perubahan secara bertahap sesuai dengan kapasitas dan kemampuan yang dimiliki oleh warga KAT iut sendiri, termasuk sistim nilai dan pengetahuan. Maka dengan demikian, pemberdayaan KAT hendaknya diawali sesuai dengan potensi sumber yang mereka miliki dan kuasai.Potensi dan sumber yang dimaksud adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan lingkungan termasuk hewan, tanaman,

tumbuhan serta kemungkinan budidaya (domestikasi) sebagai sumber mata

pencaharian pokok maupun penunjang.Untuk itu maka segala komponen kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan maupun direncanakan di lokasi pemberdayaan KAT hendaknya mengarah kesana.Misalnya kegiatan bimbingan sosial dan motivasi, bantuan peralatan kerja, bibit tanaman, bantuan usaha ekonomi produktif perlu disesuaikan dengan keadaan/kondisi potensi sumber local yang dapat didayagunakan (Kementerian Sosial RI, 2014, h. 94).

2.4.6 Tujuan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Tujuan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan sosial Komunitas Adat Terpencil (KAT) dalam segala aspek jasmani, rohani, dan sosial. Berdasarkan tujuan tersebut maka ada empat aspek yang saling terkait satu sama lainnya, meliputi :

1. Aspek fisik : segala hal yang menyangkut kebutuhan fisik/ jasmani seperti

pangan, sandang, papan dan lingkungan.

2. Aspek mental (rohani) : seperti pengetahuan, pendidikan, kesehatan dan

interaksi dengan masyarakat luas.

3. Aspek sosial : meliputi pengenalan tentang perlindungan yang optimal


(47)

komunikasi antar warga KAT, terciptanya jaringan kerja, berkembangnya pranata sosial yang diarahkan unutk pengembangan kelembagaan masyarakat agar mampu mengaktualisasikan diei dan maengartikulasikan kepentingan dan kebutuhan KAT tersebut.

4. Aspek ekonomi : meliputi penguatan ekonomi KAT yang disesuaikan dengan

potensi dan kebiasaan yang sudah ada untuk dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat secara umum sehingga disamping memberdayakan warga KAT juga mencegah terjadinya eksploitasi terhadap warga KAT tersebut.

Pemberdayaan KAT diarahkan pada upaya pengembangan kemandirian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak dan wajar sehingga mampu menanggapi berbagai perubahan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2.4.7 Sasaran Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Adapun yang menjadi sasaran program kegiatan pemberdayaan komunitas adat terpecil adalah :

1. Komunitas adat terpencil yang belum dan yang sedang diberdayakan

2. Masyarakat di sekitar lokasi permukiman sosial

3. Instansi terkait, lembaga sosial kemasyarakatan, peroranagan (pakar, praktisi atau pemerhati) dan dunia usaha

Pemberdayaan KAT dilakukan dalam lingkup :

1. Penataan perumahan dan permukiman, meliputi :

a. Penataan pembanguna rumah sederhana

b. Penaatan pembangunan sarana lingkungan sosial yang dilaksanakan


(48)

2. Administrasi kependudukan, meliputi :

a. Pendataan penduduk

b. Pembuatan KTP

c. Pengenalan administrasi pemerintahan

3. Kehidupan beragama, meliputi :

a. Pelayanan kerukunan kehidupan beragama

b. Bantuan paket-paket buku agama dan sarana-sarana kepercayaan

masing-masing 4. Pendidikan, meliputi :

a. Pendidikan dasar yang berbasiskan pengetahuan lokal

b. Kejar Paket A dan Kejar Paket B

c. Beasiswa bagi warga KAT yang berkeinginan melanjutkan

pendidikan formal 5. Kesehatan, meliputi :

a. Pelayanan kesehatan dasar

b. Pelayanan kesehatan lingkungan (sanitasi) 6. Peningkatan pendapatan, meliputi :

a. Tanaman pangan

b. Perkebunan

c. Perikanan

d. Peternakan

7. Kesejahteraan sosial, meliputi :

a. Penyuluhan dan Bimbingan Sosial

b. Perlindungan hak-hak KAT, meliputi :


(49)

2. Hak akan adat-istiadat

3. Hak akan hukum adat

c. Bantuan/ fasilitas pemberdayaan SDM, usaha dan lingkungan sosial

serta jaminan sosial kemasyarakatan

d. Pelayanan sosial yang meliputi penangan masalah-masalah

kesejahteraan sosial yang rentan dalam warga KAT

e. Pengembangan organisasi lokal, jaringan kerja dan pranata adat,

meliputi :

1. Pemahaman tentang organisasi kelompok

2. Pembuatan akses untuk kontak sosial dengan warga diluar KAT

f. Penguatan ekonomi KAT, meliputi :

1. Pelatihan keterampilan dasar

2. Usaha ekonomis produktif

g. Peningkatan peran perempuan KAT, meliputi :

1. Pelibatan perempuan KAT dalam proses kegiatan pembangunan di

lokasi KAT

2. Penguatan kepada keikutsertaan perempuan KAT dalam

menentukan arah kegiatan yang dilaksanakan di lokasi KAT

h. Generasi muda, meliputi :

1. Pelatihan keterampilan berdasarkan kepada potensi yang ada

2. Pelatihan kader pembangunan KAT

3. Pembentukan organisasi pemuda KAT yang berorientasi kepada


(50)

2.4.8 Tahapan Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Berikut merupakan tahapan-tahapan pelaksanaan pemberdayaan KAT: 1. Tahapan Persiapan Pemberdayaan

a. Tujuan

Persiapan pemberdayaan ditujukan untuk mempersiapkan kondisi yang kondusif bagi warga KAT untuk melakukan transformasi sosial yang ditentukan berdasarkan kebutuhan dan kepentingan warga KAT.

b. Kegiatan yang dilaksanakan

Kegiatan yang dilakasanakan dalam tahap persiapan meliputi :

1. Pemetaan sosial adalah suatu kegiatan awal untuk menemukenali

sekaligus menghimpun data etnografi KAT secara keseluruhan dalam suatu wilayah untuk mendapatkan data awal tentang suatu komunitas. a. Waktu : Triwulan I

b. Pelaksana : Petugas pusat dan daerah c. Sasaran : lebih dari satu lokasi KAT

2. Penjajagan awal; merupakan tindak lanjut dari pemetaan sosial untuk

mengetahui lebih dalam dan lengkap tentang profil KAT berikut lingkungan sosialnya.

Pelaksanaan penjajagan awal ini meliputi komponen sebagai berikut :

a. Waktu : Triwulan II

b. Pelaksana : Petugas Pusat, Petugas Provinsi, Petugas Kabupaten dan

Petugas Kecamatan serta instansi teknis terkait di daerah

c. Sasaran : Lokasi KAT pada pelaksanaan pemetaan sosial

3. Studi Kelayakan; adalah tindak lanjut dari kegiatan penjajagan awal


(51)

dengan mempertimbangkan skala prioritas yang diperkuat dengan rekomendasi. Pelaksanaan studi kelayakan meliputi komponen sebagai berikut :

a. Waktu : Triwulan III

b. Pelaksana : Petugas Pusat dan daerah, Perguruan Tinggi, Instansi

Teknis Terkait di daerah

c. Sasaran : Lokasi KAT pada pemetaan sosial

4. Penyusunan Rencana Program; adalah kegiatan unutk merumuskan

secara tepat dari proses rangkaian kegiatan persiapan pemberdayaan untuk ditindak lanjuti dalam program pelaksanaan pemberdayaan KAT sehingga sesuai dengan keinginan dan kebutuhan KAT itu sendiri. Tahapan persiapan ini dilaksanakan selama satu tahun anggaran sebelum tahapan pelaksanaan pemberdayaan.

2. Tahap Pelaksanaan Pemberdayaan

a. Pemberdayaan Sumber Daya Manusia

Pemberdayaan SDM dimaksudkan sebagai usaha peningkatan kualitas KAT yang meliputi berbagai aspek kehidupan dan penghidupan. Komponen Pemberdayaan SDM terdiri dari :

1. Aspek kehidupan seperti komunikasi, interaksi, tumbuhnya rasa

kebersamaan, rasa aman, pendidikan, kesehatan kehidupan beragama dan lain sebagainya.

2. Aspek penghidupan seperti kemampuan melaksanakan usaha pertanian,

perkebunan, perikanan, keterampilan dalam rangka peningkatan perekonomian warga, koperasi, kemitraan dan lain sebagainya.


(52)

b. Pemberdayaan Lingkungan Sosial

Pemberdayaan lingkungan sosial dimaksudkan sebagai usaha peningkatan kualitas lingkungan sosial KAT. Komponen kegiatan pemberdayaan lingukungan sosial terdiri dari :

1. Penataan pemukiman di tempat asal;

a. Membangun permukiman sosial secara lengkap

b. Bantuan stimulus pemugaran perumahan dan lingkungan

c. Dikembangkan sebagai lokasi transmigrasi dengan menerima

pendatang dari luar yang berpihak kepada proses pemberdayaan KAT.

2. Penataan perumahan dan permukiman di tempat baru

a. Membangun permukiman sosial secara lengkap

b. Mengikutsertakan sebagai warga dampingan pada lokasi transmigrasi

3. Diversifikasi usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan dan

peternakan

4. Pengembangan irigasi pengairan

5. Peningkatan prasarana perhubungan, pendidikan dan kesehatan

c. Perlindungan Komunitas Adat Terpencil

Perlindungan KAT dimaksudkan sebagai upaya melindungi mereka antara lain :

1. Internal; seperti hak ulayat, hukum adat, sistem kepemimpinan lokal. 2. Eksternal melalui advokasi dan legislasi

Tahapan Monitoring dan Evaluasi

1. Tingkat Pusat

Monitoring dan evaluasi dimaksudkan untuk memantau proses pelaksanaan program pemberdayaan KAT berdasarkan perencanaan yang telah disusun.


(53)

Sedangkan evaluasi dimaksudkan untuk mengetahui hasil-hasil yang telah dicapai, kendala yang dihadapi dan usaha pemecahannya.

Dengan demikian monitoring dan evaluasi meliputi :

a. Monitoring :

1. Membandingkan antara hasil perencanaan dengan pelaksanaannya

secara operasional

2. Untuk mengetahui efektivitas dan ketepatan hasil perencanaan dengan

pelaksanaanya. b. Evaluasi :

1. Mengadakan evaluasi kebijakan teknis yang telah disusun oleh

pemerintah daerah dalam pembangunan kesejahteraan sosial khususnya PKAT

2. Mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan program di lapangan,

baik rutin maupun pembangunan

3. Sebagai bahan perencanaan di waktu yang akan datang

2. Tingkat Daerah

Pelaksanaan monitoring dan evaluasi oleh jajaran kerja pemerintah daerah disesuaikan dengan kebijakan teknis kondisi daerah masing-masing.

Keberhasilan PKAT yang dikategorikan terpencil dan terasing dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan sangat tergantung pada tekad, sikap dan semangat penyelenggara negara termasuk peran serta seluruh masyarakat dan dunia usaha (Departemen Sosial, 2003).


(54)

2.5 Peranan Pekerja Sosial Dalam Pemberdayaan KAT 1. Pekerja Sosial sebagai Enabler(Fasilitator)

Dalam literatur pekerjaan sosial, peranan "fasilitator" seringdisebut sebagai "pemungkin" (enabler). Keduanya bahkan seringdipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen danHernandez (1994:188), "The traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action." Peranan Pekerja Sosial sebagai enabler ini adalah untuk memungkinkan dan memfasilitasi serta mengartikulasikan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh klien agar perubahan yang diinginkan bias terwujud.

2. Pekerja Sosial sebagai Broker

Ada tiga kata kunci atau prinsip utama dalam berperan sebagai broker. Tiga

kata kunci itu adalah, menghubungkan (linking). Pekerja sosial akan

menghubungkan klien (warga Partukkoan) dengan lembaga-lembaga atau pihak-pihak yang memiliki sumber-sumber yang diperlukan. Yang kedua

adalah barang-barang dan pelayanan (goods and services). Goods adalah

barang-barang yang nyata, seperti makanan,uang, pakaian, perumahan, obat-obatan. Sedangkan services mencakupkeluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhikebutuhan hidup klien, misalnya dalam hal perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, pengasuhan anak dan

yang ketiga adalah Quality Control, yang merupakan proses pengawasan

yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.Proses ini memerlukan monitoring yang terus menerus terhadap lembagadan semua jaringan


(55)

pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memilikimutu yang dapat dipertanggungjawabkan setiap saat.

Selanjutnya dalam melaksanakan peran sebagai broker, ada dua pengetahuan

dan keterampilan yang harus dimiliki pekerja sosial: 1) Pengetahuan dan

keterampilan melakukan asesmen kebutuhan masyarakat (community needs assessment), yang meliputi: (a) jenis dan tipekebutuhan, (b) distribusi kebutuhan, (c) kebutuhan akan pelayanan, (d) pola-pola penggunaan

pelayanan, dan (e) hambatan-hambatan dalammenjangkau pelayanan. 2)

Pengetahuan dan keterampilan membangunkonsorsium dan jaringan antar organisasi. Kegiatan ini bertujuan untuk (a)memperjelas kebijakan-kebijakan setiap lembaga, (b) mendefinisikan perananlembaga-lembaga, (c) mendefinisikan potensi dan hambatan setiap lembaga,(d) memilih metode guna menentukan partisipasi setiap lembaga dalammemecahkan masalah sosial masyarakat, (e) mengembangkan prosedur guna menghindari duplikasi pelayanan, dan (f) mengembangkan prosedur guna mengidentifikasi dan memenuhi kekurang-an pelayanan sosial.

3. Pekerja Sosial sebagai Mediator

Pekerja sosial sering melakukan peran mediator dalam berbagai kegiatan pertolongannya.Peran ini sangat penting dalam paradigm generalis.Peran mediator diperlukan terutama pada saat terdapat perbedaan yang mencolok dan mengarah pada konflik antara berbagai pihak. Ketika adanya kesalahpahaman antara warga dengan pihak lembaga atau pemerintah dalam menjalankan programnya, disini pekerja social harus hadir sebagai mediator antara warga dan lembaga agar terjadi komunikasi yang baik demi berlangsungnya kegiatan pemberdayaan.Kegiatan-kegiatan yang dapat


(56)

dilakukan dalam melakukan peranmediator meliputi kontrak perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga,serta berbagai macam resolusi konflik. Dalam mediasi, upaya-upayayang dilakukan pada hakekatnya diarahkan untuk mencapai "win-win solution.”Hal ini berbeda dengan peran sebagai pembela di mana bantuan pekerja sosial diarahkan untuk memenang-kan kasus klien atau membantu klien memenangkan dirinya sendiri.

4. Pekerja Sosial sebagai Advokat (Pembela)

Seringkali pekerja sosial harus berhadapan sistem politik dalam rangkamenjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalammelaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial.Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus

memainkan peranan sebagai pembela (advokat). Peran pembelaan atau

advokasimerupakan salah satu praktek pekerjaan sosial yang bersentuhan dengankegiatan politik.Beberapa strategi dalam melakukan peran pembela adalah: keterbukaan (membiarkan berbagai pandangan untuk didengar), perwakilan luas (mewakili semua pelaku yang memiliki kepentingan dalam pembuatan keputusan), keadilan (kesetaraan atau kesamaan sehingga posisi-posisi yang berbeda dapat diketahui sebagai bahan perbandingan, pengurangan permusuhan (mengembangkan keputusan yang mampu mengurangi permusuhan dan keterasingan, informasi (menyajikan masing-masing pandangan secara bersama dengan dukungan dokumen dan analisis), pendukungan (mendukung patisipasi secara luas), kepekaan (mendorong para pembuat keputusan untuk benar-benar mendengar, mempertimbangkan dan peka terhadap minat-minat dan posisi-posisi orang lain).


(1)

Jumlah sub variabel partisipasi = 12

Jumlah responden = 60

Hasil sub variabel Partisipasi (V3) = 0,03

(Partisipasi positif karena berada diantara 0,33 sampai 1)

Berdasarkan hasil skala likert tersebut dapat diketahui bahwa responden

memiliki partisipasi positif terhadap program pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta

Kabupaten Samosir oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

Hal ini menunjukkan bahwa responden berperan serta dalam melaksanakan,

memelihara, menikmati serta menerima dan menilai hasil dari program

pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok

Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial

Provinsi Sumatera Utara.

Jika kuantifikasi data dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan

skala likert, maka dapat dilihat secara rata-rata respon menyeluruh warga binaan

Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten

Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil adalah positif

dengan nilai sebagai berikut.

Jadi, Hasil Persepsi + Hasil Sikap + Hasil Partsipasi dibagi dengan banyak kelas,

yaitu :

=

�,�� + �,�� + �,�� �

=

�,�� �

=

0,07


(2)

(Jadi, respon warga binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan

Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas


(3)

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

1. Persepsi

Berdasarkan hasil dari skala likert dapat disimpulkan bahwa warga

binaan di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta

Kabupaten Samosir memiliki persepsi positif terhadap kegiatan program

pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang telah diadakan di lokasi

tempat tinggal mereka. Hampir seluruh kepala keluarga di Partukkoan tahu

apa yang menjadi tujuan dan manfaat dari program pemberdayaan ini.

2. Sikap

Data dari hasil skala likert sebelumnya telah menerangkan bahwa

warga binaan di Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur

Nihuta Kabupaten Samosir memiliki sikap positif terhadap kegiatan program

pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil yang telah diadakan di lokasi

tempat tinggal mereka. Seluruh warga Partukkoan menerima dan setuju

dengan adanya program pemberdayaan dan bantuan seperti ini.Mereka

merasa lebih diperhatikan oleh pemerintah karena selama ini mereka tinggal

di lokasi yang terpencil.

3. Partisipasi

Berdasarkan data pada skala likert tentang partisipasi warga binaan

dalam mengikuti kegiatan pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil di

Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta

Kabupaten Samosir, ternyata memiliki partisipasi yang positif.Warga binaan


(4)

binaan menghadiri serta mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Dinas

Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, seperti misalnya

pembangunan rumah bagi warga Partukkoan.Warga Partukkoan juga

berharap bisa tetap mendapatkan bantuan agar tempat tinggal mereka bisa

mandiri dan lebih maju lagi.

6.2 Saran

1. Agar penulisan skripsi bisa menjadi salah satu bahan bagi pengembangan

konsep dan teori-teori Ilmu Kesejahteraan Sosial yang berkenaan dengan

Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Karena Komunitas Adat Terpencil

merupakan bagian dari masyarakat, sehingga mereka juga berhak untuk dapat

menikmati pembangunan dan kemudahn akses dalam berbagai

bidang.Semoga konsep pemberdayaan yang dilakukan lebih menjangkau

kebutuhan masyarakat agar lebih mandiri dan lepas dari keterpencilan yang

selama ini dialami.

2. Untuk Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.Dapat

menjadi bahan referensi apabila melakukan kegiatan Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil selanjutnya.Banyak dari warga Partukkoan

mengharapkan agar pemerintah bisa lebih memahami kebutuhan mendasar

warga di lokasi terpencil.Hendaknya bantuan yang diberikan bisa

berlangsung lebih cepat dan tepat sasaran, misalnya bantuan listrik dan air


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Adi, I. R. (1994).Psikologi Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Azwar, S. (2007).Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya Edisi II Cetakan X.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Suyanto, B. & Sutinah. (2005). Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana.

Bungin, B. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Departemen Sosial RI.(2003). Keputusan Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Tentang Pedoman Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.Jakarta: Departemen Sosial RI.

Direktorat Jendral Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2009). Pedoman Persiapan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.Jakarta : Departemen Sosial RI.

Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. (2014). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.Jakarta : Kementerian Sosial RI.

Ife, J. & Tesoriero, F. (2008).Community Development.Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Setiana, L. (2005). Teknik Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat.Bogor :

Ghalia Indonesia.

Siagian, M. (2011).Metode Penelitian Sosial.Medan : PT Grasindo Monoratama. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia.

Suharto, E. (2010). Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.

Suharto, E. (2007). Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik.Bandung : Alfabeta.

Sumber Hukum :

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial

Keputusan Presiden RI Nomor 111 Tahun 1999 Tentang Pembinaan Kesejahteraan Sosial Komunitas Adat Terpencil

Peraturan Pemerintah Nomor 39/2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial


(6)

Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 9 Tahun 2012 Tentang Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil

Peraturan Menteri Sosial RI Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pendataan dan Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial

Peraturan Pemerintah Nomor 39/2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial

Sumber Lain :

Ani Iriani Freeyanti. (2014). Materi Kasubdit Pemberdayaan Komunitas Adat

Terpencil.Jakarta: Kementerian Sosial Republik Indonesia.

Avensius Girsang. (2014). Kebijakan dan Program Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara dalam Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil. Medan: Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara.

Cecep Sulaeman. (2014). Pemuktahiran Data Nasional Komunitas Adat Terpencil 2015-2019. Jakarta: Ditjen. Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial.

Sumber Online :

Angkop, Zulkipli. R. (2010).Komunitas Adat Terpencil. Diakses pada 01 Maret 2015 pukul 13.00 WIB, dari

Dinikomalasari.(2014). Definisi Tingkat Pendidikan.Diakses pada 15 April 2015 pukul 21.00 WIB, dari

https://dinikomalasari.wordpress.com/2014/04/07/defenisi-tingkat-pendidikan/ Firmansyah. (2013). Diakses pada 02 Februari 2015 pukul 20.50 WIB,

dari

Hatu, Rauf A. (2010). Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial Dalam Masyarakat (Suatu Kajian Teoritis).Diakses pada 04 April 2015 pukul 21.19 WIB,

dari

http://kesejahteraansosial.blogspot.com/2013/02/pengertian-kesejahteraan-sosial.html

http://www.academia.edu/3398666/PEMBERDAYAAN_DAN_PENDAM PINGAN_SOSIAL_DALAM_MASYARAKAT_Suatu_Kajian_Teortis_ http://kbbi.web.id


Dokumen yang terkait

Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

3 82 130

Respon Warga Binaan Terhadap Program Kesejahteraan Di Hari Tua Oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Dharma Asih Binjai

0 26 98

PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL (KAT) (Studi Pada Dinas Sosial Kabupaten Bulungan Propinsi Kalimantan Timur)

0 18 2

Pengentasan kemiskinan komunitas adat terpencil melalui program pemberdayaan (studi kasus pemukiman sosial masyarakat sakai dusun Jiat Penaso, kecamatan Pinggir, kabupaten Bengkalis)

0 7 101

Analisis Sumber-Sumber dan Distribusi Pendapatan Masyarakat Desa Paraduan Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir

0 5 70

Respon Warga Binaan Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara di Desa Sionom Hudon Selatan Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan

0 7 108

Hubungan Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Dengan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Di Desa Meranti Barat Kecamatan Silaen Kabupaten Toba Samosir

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon 2.1.1 Pengertian Respon - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provi

0 0 42

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

Respon Warga Binaan Dusun Partukkoan Desa Salaon Dolok Kecamatan Ronggur Nihuta Kabupaten Samosir Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Oleh Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara

0 0 13