BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler - Penerapan Kebun Vertikal Pada Rumah Susun Kampung Hamdan

BAB I Persiapan Matang untuk Desain yang Spektakuler Kampung Hamdan merupakan salah satu daerah di Kota Medan yang

  termasuk sebagai daerah kumuh. Hal ini dilihat dari ketidak beraturannya permukiman warga dan banyaknya permukiman yang menggunakan bahan bangunan bekas sehingga kesan kumuh semakin terlihat jelas. Kumuh merupakan kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan perilaku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah yang belum mapan (Kurniasih,2007). Beberapa ciri-ciri daerah kumuh antara lain:

  1. Dihuni oleh penduduk yang padat dan berjubel, baik karena pertumbuhan penduduk akibat kelahiran mapun karena adanya urbanisasi.

  2. Dihuni oleh warga yang berpenghasilan rendah dan tidak tetap, atau berproduksi subsisten yang hidup di bawah garis kemiskinan.

  3. Rumah-rumah yang ada di daerah ini merupakan rumah darurat yang terbuat dari bahan-bahan bekas dan tidak layak.

  4. Kondisi kesehatan dan sanitasi yang rendah, biasanya ditandai oleh lingkungan fisik yang jorok dan mudahnya tersebar penyakit menular.

  5. Langkanya pelayanan kota seperti air bersih, fasilitas MCK, listrik, dsb.

  6. Pertumbuhannya yang tidak terencana sehingga penampilan fisiknya pun tidak teratur dan tidak terurus; jalan yang sempit, halaman tidak ada, dsb.

  Kampung Hamdan memiliki semua ciri di atas sehingga dapat disimpulkan bahwa kampung Hamdan merupakan kawasan kumuh di kota Medan yang bersebelahan dengan sungai Deli. Menurut UU No. 4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, dimana permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni antara lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang, kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghuninya. Dengan melakukan revitalisasi kawasan pada kampung Hamdan yaitu dengan menerapkan konsep penataan kembali permukiman kumuh yang ada di kawasan kampung Hamdan maupun permukiman di sekitar bantaran sungai Deli diharapkan dapat menyelesaikan masalah permukiman kumuh tersebut.

  Dengan banyaknya penduduk di kampung Hamdan yaitu sekitar 200 - 300 jiwa / Ha yang terdiri dari 4 lingkungan, maka salah satu cara untuk mengatasi jumlah penduduk yang cukup besar dengan kawasan yang bisa dikatakan tidak terlalu luas adalah dengan merancang sebuah perumahan vertikal atau rumah susun. Rumah susun pada kawasan ini akan dirancang sesuai dengan pendapatan warga yaitu menengah kebawah sehingga desain akan menggunakan material bangunan yang murah dan tahan lama. Selain itu, untuk menunjang pendapatan warga maka kawasan ini akan diubah menjadi kawasan komersil dengan adanya fasilitas untuk publik seperti pasar, tempat pemancingan, dan foodcourt dengan view sungai Deli. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan sungai Deli sebagai muka atau wajah dari kota Medan dengan menjadikannya area muka suatu kawasan dan menarik pengunjung yang datang ke kawasan untuk menikmati fasilitas publik yang ada.

  Hal pertama yang harus dilakukan untuk memulai proses revitalisasi adalah survey lapangan yang meliputi beberapa aspek, antara lain: aspek fisik, teknis, ekonomi, dan sosial. Selain itu, ketika melakukan analisa kawasan, ada 4 hal pokok yang harus diperhatikan yaitu faktor manusia, fungsi dan pengolahan lahan, fungsi dan pengolahan bangunan serta faktor eksternal. Dengan persiapan matang seperti melakukan dan memperhatikan hal

  • – hal tersebut, maka desain yang spektakuler dapat diraih oleh perancang.

1.1 Kondisi Eksisting Kawasan

  Berdasarkan dari data kondisi tapak, diketahui bahwa kawasan kampung Hamdan merupakan kawasan berkontur yang setiap konturnya memiliki perbedaan sekitar 1 meter. Pada bantaran sungai didapat ketinggiannya sekitar 23 meter dan semakin ke pinggiran kawasan yang bersebelahan dengan jalan tingginya sekitar 26 meter.

Gambar 1.1. Garis kontur kawasan

  Sumber. Penulis (2014) Dengan kawasan yang berkontur seperti ini, seharusnya dapat dimanfaatkan dengan mendesain suasana yang asri yaitu dengan memanfaatkan level yang ada seperti pada kontur yang tinggi didesain area pertokoan kemudian level kebawah berikutnya dijadikan area bercocok tanam dan level bawah selanjutnya didesain area kuliner sehingga tercipta suatu suasana yang berkesinambungan dan asri seperti dikampung dikarenakan adanya area bercocok tanam yang ada di tengah kawasan tersebut.

  Namun fakta dilapangan berbeda, kawasan yang berkontur tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik oleh warga, hal ini dapat dilihat bahwa hampir tidak adanya terdapat ruang terbuka hijau pada kawasan yang selain dapat dijadikan sebagai area resapan air hujan dan sebagai area bermain anak dengan pohon- pohon yang ditanam di sekitarnya, juga dapat dijadikan sebagai penghijauan kawasan sehingga menjadi lebih sejuk dan asri. Hal ini yang mengakibatkan walaupun kawasan ini memiliki kontur, namun pada kontur yang terendah yaitu pada bantaran sungai sering tergenang oleh banjir dan terasa sangat panas di siang hari.

Gambar 1.2. Kondisi kawasan ketika curah hujan tinggi

  Sumber. Penulis (2014) Masalah lain pada kawasan ini adalah sampah, sampah yang ada pada kawasan ini tidak hanya terdapat pada bantaran sungai saja yang mengakibatkan terjadinya banjir apabila hujan lebat, selain itu juga terdapat di beberapa titik kawasan sehingga menghasilkan bau yang kurang sedap dan pemandangan yang tidak indah.

1.2 Aspek Fisik dan Teknis

  Bantaran sungai pada kawasan ini terlihat sangat kumuh, selain dikarenakan sampah yang menumpuk juga banyaknya terdapat permukiman kumuh yang tidak tertata dengan rapi. Kondisi fisik bangunan di kawasan kampung Hamdan ini kebanyakan menggunakan batu bata, dinding papan, dan menggunakan seng bekas, hal ini didasari oleh penghasilan warga yang menengah kebawah. Pada bagian pinggir kawasan yang bersebelahan dengan jalan, kebanyakan bangunan rumah warga menggunakan material dinding bata dan pondasi batu kali sedangkan pada daerah bantaran sungai kebanyakan rumah menggunakan material bekas seperti papan bekas dan seng bekas dengan desain rumah panggung.

Gambar 1.3. Kondisi fisik perumahan warga

  Sumber. Penulis (2014) Kemudian, perancang juga membahas mengenai kegiatan yang dilakukan oleh warga di sekitar sungai. Sungai dijadikan tempat berkumpul warga seperti mencuci, mandi, memancing, buang air dan juga diambil airnya untuk masak. Dengan adanya kegiatan tersebut membuat semakin eratnya terjalin hubungan antar warga, namun kaegiatan tersebut sangat tidak layak dilakukan dikarenakan kondisi air sungai yang sangat kotor yang dapat manimbulkan penyakit bagi warga yang menggunakannya baik itu untuk mandi, mencuci ataupun memasak.

  Hal ini bisa diakibatkan karena tidak adanya pasokan air yang didapat warga dan juga penghasilan rendah warga yang membuat mereka tidak bisa membeli air bersih untuk konsumsi sehari-hari.

Gambar 1.4. suasana perumahan di bantaran sungai

  Sumber. Penulis (2014)

1.3 Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi

  Setelah membahas aspek fisik dan teknis, selanjutnya perancang membahas mengenai aspek sosial yang ada di kawasan kampung Hamdan. Pada saat melakukan studi lapangan, terlihat bahwa walaupun tidak tersedianya area khusus untuk bersosialisasi yang layak pada kawasan namun tetap terjalin hubungan antar warga dengan adanya interaksi di setiap sudut kawasan, baik itu di sekitar permukiman seperti pada gang permukiman, warung-warung di kawasan, juga terjadi interaksi di bantaran sungai yaitu para pemuda pemudi berkumpul dan mandi di sungai bersama-sama. Warga kawasan kampung Hamdan ini terdiri beberapa suku yaitu, jawa, padang, batak, melayu, india dan Chinese, namun mayoritas sukunya adalah suku jawa dan padang. Kampung Hamdan ini terdiri dari beberapa agama yaitu islam, Kristen, hindu dan konghucu namun mayoritas agamanya adalah agama islam. Walaupun memiliki suku dan agama yang berbeda-beda, warga kampung Hamdan hidup dengan tentram dan saling menghargai.

  Aspek perekonomian warga kampung Hamdan yang sebagian besar adalah industri rumah tangga. Industri rumah tangga yang terdapat pada kawasan ini berkaitan dengan kuliner seperti bakso yang sudah terkenal yaitu bakso Amat yang terletak di jalan Juanda. Selain usaha bakso, ada beberapa usaha lain yang dikerjakan warga seperti warung nasi, kedai sembako, bidan, bengkel, salon, warung kopi, pengisian gallon air minum, penjualan air bersih, dan lain-lain.

Gambar 1.5. Contoh usaha yang dimiliki warga

  Sumber. Penulis (2014)

1.4 Faktor Manusia

  Pada saat melakukan survey lapangan di kampung Hamdan, interaksi yang muncul dan yang sangat mudah dilihat adalah interaksi dalam kegiatan ekonomi.

  Banyak sekali kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh warga kampung Hamdan seperti bengkel, depot air, warung nasi, kedai jajanan anak, kedai sembako, salon, bakso, warung internet dan lain-lain. Warga kampung Hamdan ini merupakan masyarakat golongan menengah kebawah yang penghasilannya rata-rata sekitar 1,2 juta – 1,5 juta rupiah perkepala rumah tangga.

Gambar 1.6. Kegiatan ekonomi kampung Hamdan

  Sumber. Penulis (2014) Kawasan kampung Hamdan merupakan kawasan yang cukup aman dikarenakan kawasan ini sangat padat, setiap rumah saling berdempetan dan tidak terdapat pagar yang memisahkan antar rumah membuat warga saling mengenal satu dengan yang lainnya. Dengan demikian warga kampung ini dapat langsung mengetahui apabila ada orang dari luar yang memasuki kampungnya, seperti ketika penulis melakukan survey ke kawasan ini, warga tahu bahwa kami merupakan orang luar dan mereka bisa menerima kedatangan kami untuk survey. Interaksi sosial yang dilakukan warga adalah berbincang diwarung dan tidak jarang warga melakukan beberapa aktivitas di sungai seperti memancing, mencuci, dan mandi.

Gambar 1.7. Suasana interaksi sosial warga

  Sumber. Penulis (2014)

1.5 Fungsi dan Pengolahan Lahan

  Pada kawasan kampung Hamdan ini, bangunan perumahan warga tidak beraturan dan tidak mengikuti peraturan undang-undang yang ada seperti berlakunya KDB, KLB, dan GSS. Seharusnya pada bantaran sungai memiliki garis sempadan yaitu 15 meter yang merupakan jarak antara sungai dengan rumah warga. Rumah warga bersebelahan langsung ke sungai sehingga garis sempadan sungai yang harusnya dijadikan area resapan sungai dijadikan perumahan warga sehingga sering terjadi banjir. Selain itu warga yang rumahnya bersebelahan dengan sungai kerap membuang sampah rumah tangga langsung ke sungai yang memperburuk kondisi sungai.

Gambar 1.8. kondisi rumah warga yang bersebelahan dengan sungai

  Sumber. Penulis (2014) Sirkulasi pada kawasan kampung Hamdan berupa jalan kecil dengan lebar sekitar 2-3 meter. Jalan yang bisa dikatakan cukup sempit ini dilalui oleh pejalan kaki, motor dan becak secara bersama-sama. Hal ini disebabkan oleh banyaknya jumlah penduduk sehingga tidak tersedianya jalan dengan lebar standar untuk dilalui oleh pejalan kaki dan kendaraan bermotor karena dimakan oleh bangunan perumahan warga. Jalan primer pada kawasan ini terletak di jalan Juanda, jalan Multatuli, dan jalan Samanhudi. Selain jalan yang sempit, permasalahan lain yang terdapat dikawasan ini adalah tidak adanya fasilitas yang tersedia untuk para lansia dan warga dengan kebutuhan khusus. Masalah parkir juga menjadi perhatian pada kawasan ini, dengan tidak tersedianya area parkir membuat timbulnya kemacetan dibeberapa titik seperti pada jalan Samanhudi yang jalannya cukup sempit dengan sisi kanan dan kiri yang merupakan warung dan bengkel.

Gambar 1.9. Peta sirkulasi kampung Hamdan

  Sumber. Penulis (2014)

Gambar 1.10. Akses sirkulasi warga kampung Hamdan

  Sumber. Penulis (2014) Selain masalah sirkulasi, juga terdapat masalah ruang terbuka hijau pada kawasan ini. Tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bisa dimanfaatkan warga sebagai tempat bermain anak atau berkumpul warga dan sebagai area yang memang dibuat khusus untuk penghijauan di kawasan ini mengakibatkan kawasan ini terasa panas dan kurang nyaman pada siang hari. Dengan seringnya terjadi banjir dikawasan ini, seharusnya warga sadar bahwa sebenarnya ruang terbuka hijau itu sangat penting untuk mencegah banjir dengan menyediakan area di beberapa titik dengan menanam tumbuhan dan pohon yang rindang untuk meciptakan kawasan yang hijau dan asri. Namun kenyataannya beberapa titik area dijadikan sebagai tempat menumpuknya barang-barang yang sudak tidak dipakai atau sampah yang menimbulkan bau tidak sedap pada kawasan ini.

  Banyaknya terdapat titik-titik area yang dijadikan sebagai tempat menumpuknya barang rongsokan dan sampah dikarenakan tidak tersedianya Tempat Pembuangan Sampah (TPS) pada kawasan ini. Selain itu, drainase juga menjadi hal yang harus diperhatikan karena setiap saluran yang terdapat pada kawasan ini baik itu yang berukuran besar maupun kecil dipenuhi oleh sampah warga. Hal ini menunjukkan bahwa sampah merupakan masalah besar dikawasan ini, bahkan pinggiran sungai pun dijadikan sebagai area pembuangan sampah. Warga kurang peduli dengan kebersihan lingkungan dan kesehatan warga, dengan membuang sampah sembarangan di jalan, selokan maupun sungai akan berdampak buruk bagi warga yang sebagian besar bergantung kepada air sungai untuk konsumsi sehari-hari seperti mandi, mencuci, buang air, dan lain-lain.

Gambar 1.11. Kondisi selokan di kampung Hamdan

  Sumber. Penulis (2014)

Gambar 1.12. Kondisi bantaran sungai Deli

  Sumber. Penulis (2014)

1.6 Fungsi dan Pengolahan Bangunan

  Area permukiman warga pada kawasan ini terbagi menjadi dua yaitu permukiman yang terletak di tengah dan pinggir jalan besar, serta permukiman yang terletak di bantaran sungai. Dua area permukiman ini memiliki struktur bangunan yang berbeda yaitu pada permukiman yang terletak di tengah dan pinggir jalan besar kebanyakan menggunakan bahan bangunan yang cukup baik seperti pondasi batu kali, dinding bata dan atap seng sedangkan pada permukiman di area bantaran sungai menggunakan bahan yang sederhana seperti kayu dan seng dan model permukimannya merupakan rumah panggung dikarenakan seringnya banjir dan warga yang berada di bantaran sungai bisa dikatakan berpenghasilan lebih rendah dibandingkan dengan warga yang permukimannya berada di tengah dan pinggir jalan.

  Untuk permukiman warga yang berada di bantaran sungai yang merupakan rumah panggung dengan material papan dan seng akan terasa sangat tidak nyaman di siang hari akan terasa sangat panas dan malam hari akan terasa sangat dingin, serta semakin seringnya banjir terjadi maka kayu akan cepat mengalami pelapukan dan bukan tidak mungking sewaktu-waktu rumah tersebut bisa rubuh. Selain kondisi rumah yang kurang nyaman, ukuran rumah warga juga tidak sesuai dengan jumlah penghuni didalamnya sehingga untuk kepala keluarga yang memiliki banyak anak dengan rumah yang kecil akan sangat tidak nyaman.

  Jarak antar rumah di kawasan ini juga kurang diperhatikan, rata-rata jarak antar rumah hanya sekitar 60-90 cm saja dan tidak bisa dijadikan pencahayaan maupun sirkulasi udara yang baik.

Gambar 1.13. Kondisi permukiman warga kampung Hamdan

  Sumber. Penulis (2014) Dari semua data dan penjelasan di atas, menunjukkan bahwa warga di sekitar kelurahan kampung Hamdan tidak mematuhi dan menaati peraturan dan undang

  • – undang yang ada, seperti garis sempadan sungai yang diabaikan sehingga rumah di sekitar bantaran sungai terlihat tidak beraturan dan sering terkena banjir karena perumahan warga melewati batas area yang seharusnya menjadi area hijau sebagai resapan air. Hal ini diperparah dengan kebiasaan warga membuang dan menumpuk sampah di daerah bantaran sungai yang membuat keadaan sungai menjadi sangat kotor dan tidak layak untuk dikonsumsi.