Pola Organik dalam Pembangunan Kampung Hamdan

(1)

SKRIPSI

OLEH

ZAHRINA RAHMAINI DALIMUNTHE 100406090

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

SKRIPSI

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

ZAHRINA RAHMAINI DALIMUNTHE 100406090

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014


(4)

Nomor Pokok : 100406090 Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen Pembimbing

(Dr. Ir. Dwira N. Aulia M.Sc)

Koordinator Skripsi,

Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D

Ketua Program Studi,

Ir. N. Vinky Rahman, MT


(5)

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc. Anggota Komisi Penguji : 1. Boy Brahmawanta, S.T., M.T., IAI.


(6)

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur kepada Allah SWT. atas segala berkat dan karunia-Nya dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc., selaku Dosen Pembimbing yang telah

membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Boy Brahmawanta, S.T., M.T., IAI., selaku Dosen Penguji I sekaligus

sebagai Arsitek Pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi serta bimbingan dan arahan dalam Tugas Perancangan Arsitektur 6.

3. Bapak Taufik Mustafa, S.T., M.T., IAI., selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T., selaku Ketua Departemen Arsitektur dan Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

6. Warga Kelurahan Hamdan yang telah meluangkan waktunya kepada penulis dalam melakukan studi lapangan dan mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua dan saudara-saudara, beserta keluarga besar penulis tercinta, yang telah memberikan semangat, dorongan, dan bantuan untuk menyelesaikan studi dan skripsi penulis di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

8. Rekan-rekan mahasiswa khususnya Doni, Agung, Fikar, Aldo, Abjo, Gema yang telah memberikan motivasi serta dorongan hingga selesainya skripsi ini.


(7)

9. Jeumpa, Anggi, Ela, Aya, Sri,Uci, Meta yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan hingga selesainya skripsi ini.

10.Pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi tetapi tidak dapat dicantumkan seluruhnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Juli 2014

Penulis,


(8)

ABSTRAK

Kampung Hamdan merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang berada di bantaran Sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir. Berbagai upaya revitalisasi kawasan tepi sungai untuk mengembalikan fungsi sebagai daerah muka sudah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan berbagai usulan rancangan revitalisasi bertitik tolak pada sudut pandang para perancang. Kondisi realitas di lapangan yang merupakan cerminan dari kondisi sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik masyarakat setempat sering luput dari proses interpretasi ke dalam konsep perancangan. Proyek Perancangan kawasan muka sungai yang dilakukan pada kasus Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga merupakan upaya mewujudkan satu model penataan, pengembangan dan revitalisasi kawasan muka sungai dalam satu perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah sejenis, baik dalam konteks kota Medan maupun yang lebih luas lagi. Pola organik digunakan dalam pengembangan Kampung Hamdan dengan konsep mempertahankan keadaan dan suasana kampung eksisting sehingga revitalisasi yang akan dilakukan tidak merubah identitas kawasan Kelurahan Hamdan ini. Konsep ini diangkat berdasarkan pola perilaku interaksi warga yang banyak dilakukan di jalanan dan pada area komersial. Dalam hal ini sirkulasi menjadi hal penting yang membentuk pola pemukiman di area tapak ini. Karena interaksi sosial yang ditekankan pada konsep ini, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial dan kemanusiaan pada kawasan karena akan mewadahi aktivitas sosial ekonomi warga sekitar kawasan.

Kata Kunci : revitalisasi, pola organik, pemukiman kumuh, interaksi sosial.

ABSTRACT

Hamdan Kampong is densely populated residential area located on the banks of the River Deli. Houses that are on the river banks leads to reduced river catchment areas thereby increasing the risk of flooding. Various efforts to revitalize the area by the river to restore function as the front has been done, but the effort made is still far from expectations. This is because a wide range of draft revitalization adhering to the standpoint of the designers. Realities on the site conditions that are a reflection of the social, cultural, economic and even political community often escape from the process of interpretation to the concept of design. The design of the front area of the river project is done in the case of Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga an effort to create a model of restructuring, development and revitalization of the river in the front of unified planning that is expected to be a reference to the efforts and similar measures, both in the context of the city of Medan and wider. Organic pattern used in the development of the Hamdan Kampong with the concept of maintaining the existing state and kampong atmosphere that revitalization will do not change the identity of this region Hamdan Kampong. This concept is based on the behavioral patterns of interaction that many people do on the streets and in commercial areas. In this case the circulation becomes crucial that form the tread pattern of settlement in this area. Because social interaction is emphasized in this concept, it is expected to increase the social and human values in the region as it will facilitate socio-economic activities of the people around the area.


(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

PROLOG: A RIVER RUNS THROUGH IT ... 1

BAB I PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT ... 5

1.1. Sungai Deli ... 9

1.2 Kelurahan Hamdan ... 14

1.2.1. Aspek Fisik ... 15

1.2.2. Aspek Sosial-Ekonomi ... 19

1.2.3. Aspek Manusia ... 21

1.3. Kasus Proyek Sejenis ... 22

1.4. Revitalisasi Pemukiman Tepi Sungai... 23

BAB II RUANG BAGI KEHIDUPAN ... 28

2.1. Kasus Perancangan Arsitektur 6 ... 29

2.2. Rumah Susun ... 30

2.3. Potensi Tapak ... 32

BAB III KAMPUNG KOTA: KOTA ATAU KAMPUNG? ... 35

BAB IV EKSPRESI KAMPUNG KOTA ... 44

4.1 Konsep Massa Bangunan ... 47

BAB V MATERIAL RINGAN TAHAN GEMPA ... 81


(10)

5.2 Gaya Lateral ... 83

BAB VI PERAN UTILITAS ... 93

6.1 Sistem Instalasi Plumbing ... 93

6.1.1 Sistem Instalasi Air Bersih ... 94

6.1.2 Sistem Instalasi Limbah ... 94

6.2. Sistem Elektrikal ... 95

6.3. Sistem Kebakaran, Telepon dan Sampah ... 96

BAB VII KAMPUNG SUSUN HAMDAN ... 97

7.1. Peran Tapak dalam Lingkup Perkotaan ... 97

7.2. Konsep Kepemilikan Rumah Susun ... 98

EPILOG: REFLEKTIF ETNOGRAFI ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102


(11)

DAFTAR TABEL


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Lokasi Proyek ... 6

Gambar 1.2 Skema Proses Perancangan Arsitektur 6 ... 7

Gambar 1.3 Studi Lapangan ... 8

Gambar 1.4 Aliran Sungai Deli ... 10

Gambar 1.5 Kondisi Sungai Deli ... 11

Gambar 1.6 Aktivitas MCK di Sungai ... 12

Gambar 1.7 Pembuangan Limbah Padat Pada Tepi Sungai ... 13

Gambar 1.8 Fungsi Hunian dan Komersial di Tepian Jalan ... 14

Gambar 1.9 Peta Kepadatan Penduduk ... 15

Gambar 1.10 Rumah Kopel ... 16

Gambar 1.11 Rumah Tunggal ... 16

Gambar 1.12 Rumah Deret ... 16

Gambar 1.13 Material Bangunan pada Tapak ... 17

Gambar 1.14 Penerangan Jalan ... 17

Gambar 1.15 Tumpukan Sampah pada Tapak ... 17

Gambar 1.16 Kondisi Jalur Pejalan Kaki ... 18

Gambar 1.17 Kondisi Sirkulasi pada Tapak ... 18

Gambar 1. 18 Tempat Interaksi Sosial ... 19

Gambar 1.19 Interaksi Sosial ... 20

Gambar 1.20 Kegiatan Olahraga di Malam Hari ... 20

Gambar 1. 21 Rumah Susun ... 23

Gambar 2.1 Bentuk Fasade Rumah Susun ... 31

Gambar 2.2 Ikon Kawasan Tapak ... 33

Gambar 4.1 Pola Sirkulasi dan Pemukiman Tapak ... 43

Gambar 4.2 Konsep Gubahan Massa Awal ... 47

Gambar 4.3 Aksonometri Gubahan Massa Awal ... 47

Gambar 4.4 Denah Massa Awal ... 47

Gambar 4.5. Konsep Gubahan Massa 2 ... 48


(13)

Gambar 4.7. Konsep Gubahan Massa 3 ... 49

Gambar 4.8 Suasana Promenade ... 53

Gambar 4.9 Denah Unit Tipe 36 ... 54

Gambar 4.10 Denah Unit Tipe 54 ... 54


(14)

PROLOG

A RIVER RUNS THROUGH IT

Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sangat diperlukan tetapi keberadaannya terbatas. Air banyak digunakan untuk pertanian, industri, pembangkit energi, rumah tangga, transportasi, rekreasi dan lingkungan. Oleh karena kegunaannya, air memiliki peran penting sepanjang sejarah pendirian dan pembentukan pemukiman.

Sungai sebagai salah satu sumber air yang terdapat pada suatu daerah menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu kota. Sungai Deli yang merupakan urat nadi perdagangan pada masa kerajaan Deli, mengambil peranan penting bagi perkembangan kota Medan. Keberadaan sungai yang menjadi jalur transportasi penting menyebabkan terjadinya pembentukan pemukiman yang berorientasi ke sungai.

Pesatnya perkembangan kota, dengan pembangunan jalur transportasi darat menyebabkan pertumbuhan pemukiman berorientasi pada jalan dan menjadikan sungai sebagai area belakang, sungai tidak lagi menjadi jalur transportasi yang penting bagi kota.

Perubahan orientasi pemukiman berdampak terhadap penurunan kualitas dan fungsi sungai bagi kehidupan kota. Budaya masyarakat yang bermukim di pinggiran sungai berperan besar terhadap peningkatan pencemaran sungai yang ditandai dengan perubahan fungsi sungai sebagai areal servis. Hal ini dikarenakan sungai bagi masyarakat saat ini berfungsi sebagai "fasilitas" pemukiman.


(15)

Masyarakat yang hidup pada permukiman bantaran sungai Deli cenderung menggunakan sungai tanpa memperhatikan kualitasnya. Hal ini berdampak pada timbulnya banjir tahunan yang merendam kawasan bantaran sungai Deli.

Arsitektur muka sungai atau Riverfront Architecture merupakan suatu pendekatan arsitektur yang memasukkan unsur sungai ke dalam pertimbangan rancangan. Dengan kata lain pendekatan yang berorientasi terhadap sungai sebagai bagian dari alam.

Berbagai upaya revitalisasi kawasan tepi sungai untuk mengembalikan fungsi sebagai daerah muka sudah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan berbagai usulan rancangan revitalisasi bertitik tolak pada sudut pandang para perancang. Kondisi realitas di lapangan yang merupakan cerminan dari kondisi sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik masyarakat setempat sering luput dari proses interpretasi ke dalam konsep perancangan.

Kawasan Kelurahan Hamdan merupakan kawasan pemukiman yang berada di bantaran Sungai Deli. Kawasan ini merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas Sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir.

Kondisi tingkat sosial ekonomi pada pemukiman tepi sungai cenderung menengah ke bawah, begitu juga masyarakat Kelurahan Hamdan yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dengan rata-rata profesi sebagai pedagang, sebagian


(16)

masyarakat melakukan aktivitas ekonomi di sekitar kawasan sehingga tempat-tempat aktivitas ekonomi tersebar di beberapa titik di wilayah ini, sekaligus menjadi tempat interaksi sosial masyarakat dikarenakan budaya perilaku yang dimiliki masyarakat di kawasan ini. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa kawasan Kelurahan Hamdan memiliki potensi sebagai ruang aktivitas sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.

Proyek Perancangan kawasan muka sungai yang dilakukan pada kasus Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga merupakan upaya mewujudkan satu model penataan, pengembangan dan revitalisasi kawasan muka sungai dalam satu perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah sejenis, baik dalam konteks kota Medan maupun yang lebih luas lagi.

Permasalahan yang sering muncul pada kasus perancangan perumahan flat sederhana atau yang dikenal dengan istilah Rumah Susun adalah perilaku masyarakat kawasan yang masih banyak menggunakan pola-pola kehidupan kampung yang sangat kontras dengan kehidupan perkotaan.

Pola kehidupan perkampungan yang masih begitu kental terlihat pada kawasan ini. Salah satunya dengan memanfaatkan gang sebagai ruang bersama untuk berinteraksi, pemikiran akan kepemilikan bersama menjadikan kawasan pemukiman ini memiliki kesan terbuka, dengan sedikit pembatas untuk wilayah yang dianggap milik pribadi, privasi hanya pada batas ruang di dalam rumah. Pola sirkulasi pemukiman yang terkesan tidak beraturan, memiliki banyak tikungan


(17)

yang tiba-tiba muncul, menguatkan kesan kebebasan yang dimiliki walaupun berada pada kawasan padat penduduk.

Penataan lingkungan permukiman tepi sungai merupakan salah satu upaya mengembalikan kualitas sungai. Penataan lingkungan pemukiman ini salah satunya adalah dengan merancang rumah susun. Rumah susun diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan kepadatan hunian di kawasan ini.

Dengan adanya pola-pola perkampungan yang sangat melekat pada kawasan, yang menjadi identitas kawasan, maka pembangunan kembali kawasan pemukiman padat ini dapat dilakukan tanpa menghilangkan pola pemukiman yang ada. Hal ini yang melatarbelakangi munculnya tema "Pola Organik pada Pembangunan Rumah Susun Kampung Hamdan".


(18)

ABSTRAK

Kampung Hamdan merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang berada di bantaran Sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir. Berbagai upaya revitalisasi kawasan tepi sungai untuk mengembalikan fungsi sebagai daerah muka sudah banyak dilakukan, tetapi upaya yang dilakukan masih jauh dari harapan. Hal ini dikarenakan berbagai usulan rancangan revitalisasi bertitik tolak pada sudut pandang para perancang. Kondisi realitas di lapangan yang merupakan cerminan dari kondisi sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik masyarakat setempat sering luput dari proses interpretasi ke dalam konsep perancangan. Proyek Perancangan kawasan muka sungai yang dilakukan pada kasus Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga merupakan upaya mewujudkan satu model penataan, pengembangan dan revitalisasi kawasan muka sungai dalam satu perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah sejenis, baik dalam konteks kota Medan maupun yang lebih luas lagi. Pola organik digunakan dalam pengembangan Kampung Hamdan dengan konsep mempertahankan keadaan dan suasana kampung eksisting sehingga revitalisasi yang akan dilakukan tidak merubah identitas kawasan Kelurahan Hamdan ini. Konsep ini diangkat berdasarkan pola perilaku interaksi warga yang banyak dilakukan di jalanan dan pada area komersial. Dalam hal ini sirkulasi menjadi hal penting yang membentuk pola pemukiman di area tapak ini. Karena interaksi sosial yang ditekankan pada konsep ini, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial dan kemanusiaan pada kawasan karena akan mewadahi aktivitas sosial ekonomi warga sekitar kawasan.

Kata Kunci : revitalisasi, pola organik, pemukiman kumuh, interaksi sosial.

ABSTRACT

Hamdan Kampong is densely populated residential area located on the banks of the River Deli. Houses that are on the river banks leads to reduced river catchment areas thereby increasing the risk of flooding. Various efforts to revitalize the area by the river to restore function as the front has been done, but the effort made is still far from expectations. This is because a wide range of draft revitalization adhering to the standpoint of the designers. Realities on the site conditions that are a reflection of the social, cultural, economic and even political community often escape from the process of interpretation to the concept of design. The design of the front area of the river project is done in the case of Perancangan Arsitektur 6 Model Penataan Fungsi Campuran Perumahan Flat Sederhana dan Industri Rumah Tangga an effort to create a model of restructuring, development and revitalization of the river in the front of unified planning that is expected to be a reference to the efforts and similar measures, both in the context of the city of Medan and wider. Organic pattern used in the development of the Hamdan Kampong with the concept of maintaining the existing state and kampong atmosphere that revitalization will do not change the identity of this region Hamdan Kampong. This concept is based on the behavioral patterns of interaction that many people do on the streets and in commercial areas. In this case the circulation becomes crucial that form the tread pattern of settlement in this area. Because social interaction is emphasized in this concept, it is expected to increase the social and human values in the region as it will facilitate socio-economic activities of the people around the area.


(19)

BAB I

PERMASALAHAN KAWASAN DARI SUDUT PANDANG MASYARAKAT

Dalam pelaksanakan suatu proyek perancangan arsitektur diperlukan adanya pedoman pelaksanaan yang sesuai dengan tujuan perancangan. Pedoman pelaksanaan ini biasanya berupa kerangka acuan kerja (KAK). KAK ini merupakan petunjuk bagi perancang yang memuat masukan, azas, kriteria, keluaran dan proses yang harus dipenuhi dan diperhatikan serta diinterpretasikan ke dalam pelaksanaan tugas perancangan.

KAK pada kasus proyek perancangan arsitektur 6 dilatarbelakangi oleh permasalahan revitalisasi kawasan muka sungai yang kumuh dan terlantar di pusat kota. Revitalisasi yang telah banyak dilakukan belum menemukan model penerapan ideal yang dianggap berhasil dalam mengakomodasi berbagai kepentingan dari pihak-pihak pemangku kepentingan yang terkait. Maka dari itu, pihak Pemerintah Kota (Pemko) Medan sebagai pemilik bekerja sama dengan PT Twin Rivers Development dalam pembangunan rumah susun pada kawasan tepi Sungai Deli segmen jalan Ir. H. Juanda - Jalan Multatuli (Gambar 1.1) dan telah menunjuk Studio PA6 Design Group sebagai konsultan perencana yang mengerjakan rancangan arsitektural proyek revitalisasi kawasan tepi Sungai Deli. Perancangan arsitektural yang dilakukan konsultan perencana dalam prosesnya tetap mendapat arahan dan pengawasan dari konsultan ahli yang merupakan representasi dari pihak pemilik.


(20)

Gambar 1.1. Peta Lokasi Proyek Sumber: KAK PA6 Kasus Proyek E (2014)

Untuk tahap awal perancangan, pemilik proyek telah memiliki studi pendahuluan terhadap kawasan proyek. Beberapa hal ini harus dipertimbangkan dalam pembuatan rancangan revitalisasi kawasan tepi Sungai Deli. Hasil studi lapangan ini menyangkut pihak-pihak yang memiliki kepentingan pada proyek. Penghuni lama menjadi prioritas pada kepemilikan unit hunian yang baru dengan harga sesuai perhitungan ekonomis dan ganti rugi yang ditetapkan oleh pengembang. Fungsi hunian yang direncanakan berbentuk rumah susun dengan besaran fungsi dan harga unit mengacu pada perhitungan ekonomis serta tingkat ekonomi calon pemilik. Fungsi-fungsi baru dirancang dengan memperhitungkan


(21)

kelayakan nilai ekonomi dengan tidak membebani keuangan Pemko Medan. Beberapa fungsi yang dianggap sebagai karakteristik kawasan akan tetap dipertahankan.

Dalam rangka mewujudkan suatu rancangan arsitektur ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh seorang perancang atau arsitek. Begitu juga kasus Perancangan Arsitektur 6 ini, dalam mewujudkan model penataan kawasan permukiman tepi sungai, perancang harus melalui berbagai tahap perancangan. Pada kasus ini tahap-tahap perancangan tersebut terdiri dari studi lapangan, inventarisasi data, pemrograman, pengembangan tema dan konsep, rancangan konseptual, rancangan skematik, pengembangan rancangan, dan presentasi akhir (Gambar 1.2).

.

Untuk memahami permasalahan yang ada, perancang membutuhkan data-data yang berkaitan dengan kondisi realitas kawasan. Data ini dapat diperoleh dalam dua cara, yaitu studi lapangan, dan studi literatur.

Studi Lapangan

Inventarisasi

Data Pemrograman

Pengembangan Tema dan Konsep Rancangan Konseptual Rancangan Skematik Pengembangan Rancangan Presentasi Akhir

Gambar 1.2. Skema proses perancangan arsitektur 6 Sumber: Dok. Penulis (2014)


(22)

Studi lapangan sangat penting dilakukan untuk mengumpulkan data dalam lingkup permukiman, Loeckx menganjurkan agar melakukan kunjungan ke lokasi secara intensif (Loeckx, 1988 dalam Rudito, 2008). Selanjutnya Loeckx menambahkan bahwa kunjungan ke lokasi dibedakan dalam dua macam kegiatan, yaitu: pertama, berjalan menyusuri kawasan permukiman untuk mengenal kawasan secara sistematik, melakukan pengamatan, dan mencatat berbagai elemen yang dijumpai dalam jaringan/jalinan beberapa jalan yang membentuk konfigurasi yang spesifik. Kedua, identifikasi secara sistematik, sekali lagi melakukan pengamatan dan mencatat dan melihat adanya keterkaitan dalam jaringan/jalinan beberapa jalan dengan diikuti beberapa kunjungan tempat tinggal secara komprehensif. Hal ini menjadi dasar kegiatan studi lapangan yang dilakukan perancang dalam memulai proses perancangan (Gambar 1.3).

Gambar 1. 3. Studi Lapangan Sumber: Dok. Penulis (2014)

Studi lapangan dilakukan dengan cara bergerak di dalam kawasan layaknya masyarakat setempat sambil memetakan kondisi yang dialami dalam pikiran maupun rekaman foto (Gambar 1.3). Kegiatan ini sejalan dengan Lynch


(23)

dalam bukunya yang berjudul "Managing the Sense of a Region", memperkenalkan beberapa cara yang dilakukan dalam mengupas arti sebuah kawasan atau lingkungan (Lynch, 1975). Teknik pengumpulan data ini merupakan kegiatan yang sekuensial dengan cara bergerak di dalam satu kawasan atau lingkungan. Dalam buku yang sama, Lynch juga membahas pemahaman arti sebuah kawasan sebagai awal dari proses pengumpulan data. Perancang berperan sebagai anggota masyarakat yang mendiami kawasan. Dengan cara ini perancang dapat melihat kondisi realitas kawasan melalui sudut pandang masyarakat penghuni suatu kawasan.

1.1. Sungai Deli

Sungai Deli merupakan salah satu sungai yang melewati Kota Medan. Sungai Deli mengalir melalui tiga wilayah daerah aliran sungai (DAS) yaitu, Kabupaten Karo dan Simalungun di hulu, Deli Serdang dan Sergai di tengah serta Kota Medan di hilir hingga bermuara ke laut Belawan (Gambar 1.4). Sayangnya, sepanjang DAS, sungai ini sudah tercemar. Dimulai dari hulu, air yang keruh menandakan sungai tercemar tanah dan unsur hara yang erosi, tergerus dari hutan dan lahan-lahan di sepanjang DAS. Selain itu, kini limbah mencemari sungai. Di tengah dan di hilir, limbah industri dan rumah tangga menambah kadar kerusakan ekosistem air sungai.


(24)

Gambar 1.4. Aliran Sungai Deli Sumber: http://pudeliserdang.com (2014)

Perlahan namun pasti, eksploitasi DAS tanpa terkendali dan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan mulai merambah ke tengah dan hulu. Pencemaran sungai meluas, seiring meningkatnya aktivitas yang mendukung perkembangan wilayah dan pertambahan jumlah penduduk. Penebangan hutan di wilayah penyangga dan sumber air di DAS, memperburuk kondisi sungai dan mencemari sungai mulai dari wilayah hulu.


(25)

Gambar 1.5. Kondisi Sungai Deli Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pencemaran Sungai Deli ini sudah terlihat saat perancang melakukan studi lapangan di wilayah Kelurahan Hamdan melalui airnya yang kecokelatan (Gambar 1.5). Pencemaran Sungai Deli, diantaranya diakibatkan limbah padat dan cair. Dengan tebaran sampah yang menumpuk, dari bagian pinggir sampai ke aliran sungai yang bisa diketahui dari pendangkalan yang terjadi di beberapa titik. Pada kondisi normal, menurut warga setempat, ketinggian muka air sungai hanya mencapai lima puluh sentimeter. Saat perancang melakukan studi lapangan pada kondisi cuaca hujan lebat, ketinggian muka air sungai mencapai satu setengah meter. Dalam kondisi musim hujan antara bulan September-Desember muka air sungai dapat mencapai ketinggian tiga meter. Hal ini yang menyebabkan terjadinya banjir di wilayah Kelurahan Hamdan.

Kondisi masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Deli bisa dikatakan memprihatinkan, karena sejumlah warga melakukan aktivitas MCK ( mandi, cuci, kakus) di sungai, padahal air sungai tersebut sudah tercemar (Gambar 1.6). Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai ini memiliki pola hidup yang kurang bersih dan sehat, dimana susunan dari pemukiman mereka sangat rapat dan lahan


(26)

di sekitarnya yang semakin sempit menjadikan mereka kekurangan sarana untuk membuang sampah pada tempatnya, sehingga mereka lebih memilih untuk membuangnya ke sungai.

Gambar 1.6. Aktivitas MCK Di Sungai Sumber: Dok. Penulis (2014)

Apabila air sungai telah tercemar maka kehidupan manusia akan terganggu. Ini merupakan bencana besar. Karena hampir semua makhluk hidup di muka bumi ini memerlukan air, tanpa air tiada kehidupan di muka bumi ini. Dampak pencemaran air dapat berupa air tidak menjadi bermanfaat lagi dan menjadi timbulnya penyakit. Pencemaran air di sungai yang diakibatkan oleh limbah, tidak dapat dibiarkan berlarut-larut. Sebab jika hal ini tidak ditangani dengan segera maka limbah-limbah yang ada di sungai akan memberikan dampak negatif yang sangat fatal bagi kelangsungan hidup manusia.

Pencemaran air Sungai Deli dan Belawan diakibatkan oleh kegiatan industri, lingkungan pemukiman, pasar, rumah sakit dan berbagai kegiatan lain disepanjang sungai tersebut. Saat ini, rendahnya kesadaran lingkungan dan kebiasaan buruk warga serta pengusaha yang membuang limbah di sungai, kian


(27)

memperburuk kondisi sungai. Sampah rumah tangga dan limbah industri, hotel, rumah sakit dan limbah lain, campur aduk (Gambar 1.7).

Gambar 1. 7. Pembuangan Limbah Padat Pada Tepi Sungai Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pemukiman liar yang tumbuh di sepanjang DAS terutama pada bagian pusat kota Medan, termasuk wilayah Kelurahan Hamdan juga menyebabkan lebar sungai mengalami pengurangan. Hal ini disebabkan tidak sedikit pemukiman liar ini yang mengambil badan sungai sebagai lahan pemukiman. Menurut warga setempat, lebar Sungai Deli saat ini hanya sekitar sepuluh meter, padahal lebar Sungai Deli dulunya sekitar 15-27 m.

Pemerintah dari struktur terendah hingga pemerintah pusat tak mampu menegakkan supremasi hukum dalam melindungi lingkungan di sekitar DAS. Penebangan hutan yang dilakukan dengan berbagai alasan tanpa diikuti tindakan konservasi, atau bahkan kebijakan yang dengan sengaja memberi efek buruk bagi lingkungan, mempercepat proses kerusakan ekosistem Sungai Deli.


(28)

1.2. Kelurahan Hamdan

Lokasi proyek terletak di jalan Ir. H. Juanda - Jalan Multatuli, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan. Aktivitas pada tapak kebanyakan berupa hunian dan komersial. Fungsi hunian dan komersial ini tersebar pada tapak secara tidak beraturan. Area tepian tapak yang berbatasan langsung dengan jalan Multatuli dan Ir. H. Juanda berfungsi sebagai area komersial sekaligus hunian (Gambar 1.8). Pada wilayah tapak bagian tengah sampai ke tepi Sungai Deli merupakan hunian dan beberapa diantaranya juga berfungsi sebagai komersial.

Gambar 1.8. Fungsi Hunian Dan Komersial Di Tepian Jalan Sumber: Dok. Penulis (2014)

Demi mendapatkan data yang rinci mengenai kondisi kawasan, studi lapangan dilakukan dalam beberapa waktu yang berbeda. Studi lapangan yang dilakukan berulang menghasilkan pemahaman yang mendalam mengenai arti kawasan dalam sudut pandang masyarakat, yang nantinya berkaitan dengan rancangan yang akan di usulkan.


(29)

1.2.1. Aspek Fisik

Kondisi kawasan Kelurahan Hamdan secara keseluruhan merupakan kawasan dengan kepadatan penduduk sedang (Gambar 1.9), terlihat dari jarak antar rumah yang sangat berdekatan tanpa adanya pagar pembatas, bahkan tidak jarang ditemukan rumah-rumah yang menempel satu sama lain. Sehingga tipologi rumah yang ada pada kawasan adalah rumah deret, rumah tunggal dan rumah kopel. Rumah deret merupakan deretan beberapa rumah yang menempel satu sama lain (Gambar 1.12). Rumah tunggal adalah rumah yang berdiri sendiri, terpisah dengan bangunan di sampingnya (Gambar 1.11). Sedangkan rumah kopel adalah dua rumah yang menempel satu sama lain (Gambar 1.10). Tipe rumah permanen bervariasi antara tipe 50, 75, dan 100.

Gambar1. 9. Peta Kepadatan Penduduk Sumber: RTRW Kota Medan


(30)

Gambar 1. 10. Rumah Kopel Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.11. Rumah Tunggal Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.12. Rumah Deret Sumber: Dok. Penulis (2014)

Material yang digunakan setiap bangunan bervariasi, untuk konstruksi rumah banyak menggunakan beton dan kayu, dinding bangunan menggunakan batu bata dan kayu, untuk bahan atap menggunakan seng sebagai penutup bangunan (Gambar 1.13). Pada kawasan proyek terlihat kondisi rumah berdasarkan kenyamanan termal tidak memenuhi standar rumah yang seharusnya. Akibat rumah-rumah yang menempel satu sama lain, sirkulasi udara dan cahaya pada rumah tidak baik.


(31)

Gambar 1.13. Material Bangunan Pada Tapak Sumber: Dok. Penulis (2014)

Kondisi utilitas pada tapak belum memadai. Kondisi saluran drainase yang berupa selokan tidak memiliki penutup, sehingga menjadi tempat menumpuknya sampah. Hal ini menyebabkan pemandangan pada tapak tidak menyenangkan dan dapat berdampak negatif bagi kesehatan warga setempat. Kondisi yang mengkhawatirkan juga terlihat dari kebiasaan warga yang menggunakan kabel listrik sebagai tempat menjemur pakaian. Beberapa penerangan jalan dibuat sendiri oleh warga dengan menggantung lampu pada kabel listrik (Gambar 1.14).

Gambar 1.14. Penerangan Jalan Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.15. Tumpukan Sampah Pada Tapak


(32)

Kondisi yang sama mengkhawatirkannya juga terlihat pada tapak yang tidak memiliki tempat pembuangan sementara (TPS) sehingga di beberapa titik pada tapak menjadi tempat menumpuknya sampah warga (Gambar 1.15) termasuk di pinggiran Sungai Deli, bahkan ironisnya tidak hanya di pinggiran tetapi badan sungai juga menjadi tepat pembuangan sampah warga sekitar.

Akses menuju tapak hanya bisa melalui jalan Multatuli dan Ir. H. Juanda. Sirkulasi pada tapak yang tidak beraturan dan memiliki banyak gang-gang kecil menjadi karakteristik tapak. Sirkulasi pada tapak umumnya hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki, kendaraan roda dua dan kendaraan roda tiga. Kondisi koridor jalan cukup memprihatinkan karena lebar jalan yang terlalu kecil dan tidak adanya pemisah antara jalur pejalan kaki dengan kendaraan bermotor (Gambar 1.17). Trotoar yang terdapat di pinggiran tapak berubah fungsi menjadi tempat usaha. Sehingga tidak jarang pejalan kaki mengambil badan jalan untuk jalur sirkulasi yang tentunya hal ini sangat membahayakan keselamatan (Gambar 1.16).

Gambar 1.16. Kondisi Jalur Pejalan Kaki Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1.17. Kondisi Sirkulasi Pada Tapak


(33)

1.2.2. Aspek Sosial-Ekonomi

Pengamatan langsung terhadap perilaku sosial masyarakat juga dilakukan dalam studi lapangan. Hal ini dilakukan karena masalah sosial yang muncul pada kawasan tidak dapat dipahami dari sudut pandang perancang dari luar masyarakat. Rubito dan Famiola (2013) menyebutkan bahwa untuk dapat memahami pola-pola yang berupa sosial dalam masyarakat perlu bagi orang luar (dalam hal ini khususnya perancang) untuk dapat hidup dan tinggal bersama masyarakat yang ditelitinya (pada kawasan proyek) agar makna dari sosial yang berlaku dapat dipahami dengan mudah.

Kehidupan sosial merupakan bagian kebudayaan, di mana kehidupan sosial meliputi interaksi sosial yakni kelakuan manusia dengan manusia lain di sekelilingnya yang akan menghasilkan tingkatan-tingkatan sosial tertentu dan stratifikasi sosial. Kegiatan sosial pada tapak tidak dapat dipisahkan dengan kegiatan ekonomi, karena kebanyakan interaksi sosial yang dilakukan bersamaan dengan kegiatan ekonomi. Hal ini terlihat di beberapa warung kopi dan warung-warung jajanan yang tersebar pada tapak kebanyakan menjadi tempat berkumpul warga (Gambar 1.18).

Gambar 1.18. Tempat Interaksi Sosial Sumber: Dok. Penulis (2014)


(34)

Pada kegiatan studi lapangan yang dilakukan perancang, terlihat suasana tapak yang tidak begitu ramai. Interaksi sosial banyak dilakukan di teras rumah yang saling berhadapan. Warga saling berkomunikasi dari teras rumah masing-masing tanpa meninggalkan pekerjaan rumah tangganya. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya pagar pembatas antar rumah dan jarak rumah-rumah yang saling berdekatan (Gambar 1.19). Sungai juga menjadi tempat interaksi sosial warga, mulai dari pinggiran sampai badan sungai. Warga melakukan aktivitas mencuci, memancing bersama-sama di pinggiran sungai, sedangkan anak-anak bermain di daerah badan sungai yang dangkal. Untuk kegiatan olahraga, warga menggunakan lahan kosong pada malam hari karena menghindari panas sinar matahari (Gambar 1.20).

Gambar 1. 19. Interaksi Sosial Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 1. 20. Kegiatan Olahraga Di Malam Hari

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pola- pola kehidupan warga yang masih menganut pola perkampungan menjadikan wilayah tapak ini menjadi sebuah perkampungan yang berada di kota yang disebut sebagai Kampung Kota. Menurut Heryati (2011), Kampung kota


(35)

merupakan suatu bentuk pemukiman perkotaan yang memiliki ciri khas Indonesia dengan sifat dan perilaku kehidupan pedesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat,kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, sarana pelayanan dasar serba kurang, seperti air bersih, saluran air limbah dan air hujan, pembuangan sampah dan lainnya.

1.2.3. Aspek Manusia

Manusia dalam kasus perancangan arsitektur merupakan pertimbangan utama yang sangat menentukan hasil rancangan. Begitu juga dalam kasus proyek rancangan rumah susun ini, manusia menjadi penentu dalam rancangan. Banyaknya jumlah penduduk yang berada pada tapak proyek menentukan berapa unit hunian rumah susun yang akan dibangun. Perancang berusaha melakukan pendataan penduduk melalui instansi pemerintah yang berwenang yaitu Kantor Kelurahan Hamdan. Tetapi dikarenakan berbagai hal teknis, data kependudukan tidak berhasil didapatkan sehingga perancang berusaha mengambil solusi lain dengan melakukan perhitungan unit rumah pada lokasi proyek. Jumlah unit rumah disumsikan sebanyak seratus unit. Dengan perhitungan ini jumlah keluarga pada tapak proyek berjumlah seratus keluarga dengan jumlah masing-masing anggota keluarga berkisar antara dua sampai enam orang.

Mayoritas dari agama warga sekitar adalah agama islam. Tingkat sosial ekonomi warga rata-rata menengah ke bawah. Kebanyakan warga berprofesi sebagai pedagang. Hal ini yang menyebabkan banyaknya unit-unit usaha komersial yang tersebar pada tapak.


(36)

1.3. Kasus proyek sejenis

Data-data mengenai kasus proyek sejenis diperoleh melalui studi literatur. Pencarian studi literatur dilakukan untuk mendapatkan perbandingan gambaran kondisi proyek sejenis yang sudah terlaksana sebagai bahan acuan dalam perumusan konsep yang direncanakan. Hal ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan dalam merancang kasus proyek sejenis. Studi literatur yang dilakukan ialah mengenai rumah susun yang telah dibangun dan program pengembangan kawasan pinggir sungai. Studi literatur dilakukan melalui proyek yang telah terlaksana di dalam maupun luar negeri dengan menggunakan media internet dalam pencarian kasus proyek.

Data studi literatur dipelajari dengan melihat kondisi-kondisi yang sesuai dengan kasus proyek, lalu melihat permasalahan-permasalahan yang ada dan solusi pemecahan masalah melalui perancangan arsitektur. Studi literatur dengan proyek rumah susun di kota besar seperti Jakarta, yang sudah banyak dibangun rumah susun untuk solusi pemukiman yang kumuh dan padat penduduk. Dari proyek ini diperoleh pengetahuan bagaimana rancangan bangunan rumah susun yang baik, yang mampu memenuhi segala kebutuhan penghuni yang terdiri dari berbagai macam ras, agama dan kepercayaan (Gambar 1.21). Dari studi literatur ini juga diperoleh bagaimana cara menyatukan berbagai macam perbedaan dalam satu bangunan rumah susun sehingga tidak terjadi masalah antar warga.


(37)

Gambar 1.21. Rumah Susun Sumber: http://kolomrumah.com (2011)

Desain bangunan sangat menentukan bagaimana nantinya kehidupan warga setelah dipindahkan ke bangunan rumah susun. Hal ini dapat dipelajari dari studi literatur mengenai kehidupan warga setelah berada di bangunan rumah susun. Apabila kehidupan warga semakin meningkat, maka rancangan bangunan dinilai berhasil dan bisa diaplikasikan kembali. Apabila kehidupan warga semakin menurun maka, rancangan bangunan dinilai tidak berhasil dan tidak bisa dijadikan acuan dalam merancang.

1. 4. Revitalisasi Pemukiman Tepi Sungai

Pengetahuan rancangan juga diperoleh dari jurnal-jurnal yang terkait dengan kasus proyek. Jurnal-jurnal ini diharapkan dapat membantu dalam memperoleh ide perancangan yang akan diterapkan sebagai tema pada kasus proyek ini. Dari pemahaman mengenai jurnal akan membuka wawasan akan permasalahan-permasalahan yang sering terjadi pada kasus proyek sejenis. Jurnal


(38)

ini memberikan gambaran permasalahan-permasalahan yang sering muncul dan menjadi permasalahan yang layak diangkat sebagai dasar ide perancangan kawasan. Permasalahan-permasalahan ini sering timbul dari, kondisi pemukiman, kondisi sosial, kondisi ekonomi maupun kondisi lingkungan sekitar yang mempengaruhi keadaan kawasan.

Wawasan dan pengetahuan yang diperoleh dari jurnal akan mempengaruhi pemikiran dalam penentuan tema. Pengetahuan mengenai permasalahan pemukiman tepi sungai yang ditemukan dalam salah satu jurnal antara lain memaparkan secara umum beberapa permasalahan sungai di kota-kota besar yaitu:

 Pemukiman yang dibangun di sepanjang sungai umumnya mengambil bagian bantaran sungai sehingga alur sungai semakin menyempit dan tidak dapat lagi menampung deras aliran air sehingga setiap kali hujan deras di pegunungan, air meluap menggenangi pemukiman.

 Kondisi kawasan pada umumnya pemukiman padat dan kumuh, sarana dan prasarana tidak tertata dan tidak memadai.

 Air yang mengalir melalui sungai-sungai tidak langsung dialirkan ke laut karena tertahan di kawasan reklamasi. Kondisi ini senantiasa mengakibatkan terbentuknya genangan-genangan air.

 Pembuangan limbah padat maupun cair ke badan air dan bantaran sungai di berbagai ruas sungai mencemari air dan menghambat aliran air sungai.  Orientasi terhadap sungai masih menjadikan "river back".


(39)

Dengan adanya permasalahan-permasalahan ini, maka didapat solusi penyelesaian masalah dengan suatu pendekatan menggunakan model penataan kawasan tepi sungai, seperti:

 Menghidupkan kawasan atau vitalisasi yaitu: pendekatan penanganan dengan meningkatkan kinerja dan dinamika fungsi kawasan, baik melalui optimasi pemanfaatan potensi dan sumberdaya lokal, menambahkan sarana dan prasarana kawasan maupun membuka akses dan mengintegrasikan kawasan terhadap pusat-pusat pelayanan/kegiatan kota yang telah berkembang.

 Menghidupkan kembali kawasan yang surut atau revitalisasi yaitu: ditujukan pada kawasan yang menurun fungsi sosial ekonominya melalui usaha menghidupkan kembali aktivitas perkotaan dan vitalitas kawasan untuk mewujudkan kawasan yang layak huni, mempunyai daya saing pertumbuhan dan stabilitas ekonomi lokal serta terintegrasi dalam kesatuan sistem kota.

 Pembangunan kembali atau redevelopment yaitu: pendekatan penanganan melalui cara membangun kembali kawasan dengan fungsi baru yang dinilai memiliki potensi dan prospek yang lebih baik lagi dari fungsi sebelumnya.

 Peningkatan Kualitas Lingkungan melalui peremajaan atau renewal yaitu: pendekatan menata kembali kawasan dengan mengganti sebagian atau seluruh unsur-unsur lama dengan unsur-unsur baru untuk tujuan


(40)

mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai sesuai dengan potensi dan nilai ekonomi kawasan tersebut.

 Intensifikasi Pembangunan yaitu: pendekatan penanganan dengan memanfaatkan ruang-ruang yang tersedia seoptimal mungkin.

 Rehabilitasi Kawasan yaitu: pendekatan penanganan dengan cara memperbaiki lingkungan kawasan yang telah terjadi degradasi sehingga dapat berfungsi kembali seperti sedia kala.

 Peningkatan kualitas lingkungan melalui peningkatan sarana dan prasarana.1

Dari jurnal ini diperoleh pengetahuan mengenai solusi atas permasalahan-permasalahan pemukiman tepi sungai, sehingga informasi ini dapat digunakan dalam proses perancangan kawasan pada kasus proyek ini. Informasi-informasi yang diperoleh dari berbagai jurnal memudahkan untuk dilakukan analisa permasalahan yang ada pada kawasan perancangan.

Tahap selanjutnya adalah inventarisasi data yaitu pengumpulan data yang berkaitan dengan tema dan kasus proyek. Penyusunan data dilakukan setelah data yang dibutuhkan benar-benar mencukupi. Inventarisasi data dilakukan dengan menyusun data-data yang berkaitan terhadap rancangan. Data yang telah diperoleh dari observasi dan dari peraturan-peraturan yang berlaku serta jurnal-jurnal terkait kasus proyek dikumpulkan dan disusun dengan format penyajian laporan data proyek yang baik. Penyajian laporan data proyek juga disertai dokumentasi hasil

1

Rahmadi, D.K., Pemukiman Bantaran Sungai: Pendekatan Penataan Kawasan Tepi Air. Staf Perencanaan Teknis dan Pengaturan Direktorat Pengembangan Pemukiman Ditjen. Cipta Karya.


(41)

observasi lapangan yang memperlihatkan keadaan tapak proyek. Inventarisasi data ini dilakukan untuk memudahkan proses perancangan.

Penyusunan data hasil observasi lapangan dibuat dalam format penyajian data proyek. Informasi yang didapat dari observasi lapangan adalah mengenai data kondisi lingkungan tapak proyek yang mencakup hal-hal mengenai batas-batas tapak, kondisi jalan di sekitar tapak, tipologi rumah pada kawasan, kondisi sarana dan prasarana yang tersedia, kondisi sosial masyarakat,dll. Dari data-data ini nantinya akan dianalisis permasalahan-permasalahan ataupun potensi yang terdapat pada kawasan. Dalam penyajian data observasi lapangan, banyak menggunakan media gambar untuk memperlihatkan kondisi pada tapak proyek.


(42)

BAB II

RUANG BAGI KEHIDUPAN

Untuk memperoleh hasil pemrograman yang maksimal, proses analisa yang dilakukan sebaiknya bersumber pada data yang tersusun dengan sempurna.

Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis sesuai permasalahan yang ada untuk menyaring informasi yang benar-benar dibutuhkan dalam proses perancangan dan memperoleh informasi mengenai permasalahan yang dimiliki kawasan serta potensinya. Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang terjadi pada kawasan proyek yang nantinya akan diterapkan pada rancangan proyek. Analisis ini akan menentukan konsep yang akan digunakan dalam rancangan proyek.

Data dan analisa yang telah disusun dalam bentuk format penyajian digunakan untuk laporan asistensi dengan dosen pembimbing dan konsultan ahli. Hasil asistensi dengan konsultan ahli berupa penjelasan dan pengarahan mengenai format penyajian laporan data dan analisa yang benar dan efektif. Analisa yang dilakukan harus benar-benar rinci agar permasalahan-permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan solusi yang tepat. Hal ini diharapkan dapat dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sehingga laporan yang telah disusun dapat direvisi menjadi lebih baik. Dalam proses penyusunan revisi data dan analisa dengan format penyajian yang baik dan benar perancang mengalami kendala waktu, karena tenggat waktu yang diberikan untuk melakukan revisi data dan


(43)

analisa begitu singkat. Usaha maksimal dilakukan untuk menyelesaikan revisi ini sesuai tenggat waktu yang diberikan.

Tahap selanjutnya setelah inventarisasi data adalah pemrograman. Pemrograman ini maksudnya adalah penyusunan program-program yang direncanakan dalam rancangan. Program rancangan ini diperoleh dari analisa permasalahan sehingga diketahui apa yang dibutuhkan dalam kawasan proyek agar diaplikasikan dalam rancangan. Pemrograman ini terdiri dari analisa kasus proyek, dan program ruang. Program ruang ini terdiri dari rumusan rinci fungsi-fungsi ruang yang akan diakomodir dalam bangunan dan di tapak, disertai penjelasan dan latar belakangnya serta persyaratan dan ketentuan teknis setiap fungsi.

Sesuai dengan data mengenai jumlah penduduk, perancang melakukan perhitungan sehingga mempengaruhi program ruang yang direncanakan pada kawasan, termasuk jumlah unit rumah susun, tipe unit, serta jumlah fasilitas-fasilitas pendukung.

2.1. Kasus Perancangan Arsitektur 6

Dalam kasus proyek Perancangan Arsitektur 6, pembangunan rumah susun ditujukan bagi masyarakat menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan dari segi lokasi, sasaran utama dari pembangunan rumah susun ini adalah warga yang sebelumnya merupakan penghuni tapak proyek yang kebanyakan merupakan keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Keberadaan aktivitas ekonomi di sekitar dan di dalam tapak sangat mempengaruhi proyek


(44)

perancangan ini. Sesuai dengan tema kelompok perancangan yang mengangkat permasalahan sosial ekonomi pada tapak.

Tingkat sosial ekonomi dan aktivitas sosial ekonomi warga setempat banyak mempengaruhi hasil rancangan rumah susun karena dua hal ini menjadi pertimbangan mendasar dalam membuat konsep rancangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Tingkat sosial ekonomi warga mempengaruhi perancang dalam menentukan bentuk fasade bangunan, material dan konsep struktur, karena hal ini akan mempengaruhi harga satuan unit rumah susun yang nantinya dimiliki warga. Aktivitas sosial ekonomi berpengaruh terhadap kebutuhan fungsi-fungsi ruang komunal, sehingga mempengaruhi organisasi ruang pada bangunan.

2.2. Rumah Susun

Berdasarkan Undang-Undang no. 16 pasal 1 tahun 1985, rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan ruang bersama, benda bersama dan tanah

bersama, sedangkan “satuan Rumah Susun” adalah unit rumah susun yang tujuan

peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian.

Di masa sekarang ini, keinginan untuk hidup di kota-kota besar terus meningkat. Peningkatan jumlah penduduk menimbulkan masalah baru yaitu berkurangnya lahan untuk pemukiman di perkotaan. Sedangkan peningkatan jumlah pendatang di perkotaan setiap saat bertambah seiring bertambahnya


(45)

lapangan pekerjaan. Hal ini yang melatarbelakangi pembangunan rumah susun sebagai solusi kebutuhan hunian di perkotaan. Rumah susun diharapkan menjadi jawaban atas permasalahan tingginya nilai hunian di daerah perkotaan, sehingga para pendatang yang mengadu nasib di perkotaan dapat memenuhi kebutuhan tempat tinggal yang sesuai dengan kemampuan mereka.

Rumah susun umumnya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pendukung kebutuhan hidup sehari-hari. Fasilitas ini umumnya sama di setiap bangunan rumah susun karena standar yang telah diatur dalam Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun. Fasilitas ini antara lain, ruang serba guna, tempat ibadah, parkir kendaraan, ruang komunal,dll.

Gambar 2.1. Bentuk Fasade Rumah Susun Sumber: http://kolomrumah.com (2011)

Sasaran konsumen rumah susun yang merupakan masyarakat menengah ke bawah menjadikan rancangan rumah susun yang dibangun kebanyakan tidak memperhatikan nilai estetika. Anggapan bahwa masyarakat menengah ke bawah bukanlah suatu kelompok yang mementingkan nilai estetika menjadikan rancangan rumah susun terkesan buruk, dan bukan merupakan pemandangan yang


(46)

menyenangkan (Gambar 2.1). Hal ini menjadikan suatu anggapan pada masyarakat bahwa nilai estetika dalam suatu bangunan adalah hal yang selalu membutuhkan biaya besar dalam penerapannya.

Dalam menentukan kebutuhan unit hunian rumah susun, perancang mempertimbangkan jumlah keluarga yang akan dipindahkan ke bangunan rumah susun. Lalu jumlah unit hunian yang akan dijual/disewa mengikuti KAK yang menentukan jumlah lantai bangunan minimal 8 lantai. Penentuan tipe unit hunian berdasarkan pertimbangan kebutuhan dan kemampuan ekonomi konsumer atau penghuni baru. Pertimbangan tipe hunian penghuni lama tidak dilakukan mengingat besarnya luasan unit akan mempengaruhi penjualan unit kedepannya. Pertimbangan ini dilakukan berdasarkan pemikiran bahwa tipe unit yang lebih kecil akan lebih mudah terjual/disewa dan pembagian unit bagi penghuni lama tetap bisa dilakukan sesuai dengan tipe unit hunian lama dengan menggabungkan dua unit atau lebih hunian baru.

2.3. Potensi Tapak

Kondisi lingkungan di sekitar tapak diisi oleh aktivitas permukiman, perkantoran, komersial, rumah sakit, pendidikan dan instansi pemerintah. Kondisi tapak sendiri terhadap lingkungan sekitar merupakan permukiman dengan aktivitas komersial di dalamnya. Tapak merupakan identitas yang penting bagi kawasan sekitar karena adanya warung kuliner yang sudah menjadi ikon kawasan ini (Gambar 2.2).


(47)

Gambar 2.2. Ikon Kawasan Tapak Sumber: Dok. Penulis (2014)

Sebagai daerah pemukiman, tapak memiliki nilai tambah karena lokasinya yang dekat dengan pusat kota, memiliki akses kendaraan umum, sehingga mudah dijangkau. Sedangkan dari sudut pandang ekonomi, tapak memiliki potensi sebagai daerah komersial untuk semua kalangan, baik menengah ke bawah maupun menengah ke atas.

Kondisi sosial masyarakat yang memiliki tingkat kekerabatan yang tinggi, menjadikan tapak dengan penghuni di dalamnya memiliki kesan terbuka dengan lingkungan sekitar. Keadaan eksisting yang memiliki akses sirkulasi yang begitu banyak dari segala arah juga mendukung kesan terbuka. Hal ini menjadi potensi tapak sebagai ruang sosialisasi masyarakat sekitar khususnya dan masyarakat kota medan pada umumnya.

Tapak yang memiliki akses langsung ke Sungai Deli memiliki potensi yang sangat besar sebagai daerah rekreasi perkotaan, seperti yang kita ketahui belum adanya sarana rekreasi perkotaan yang memanfaatkan Sungai Deli sebagai


(48)

penarik minat pengunjung. Daerah tepian sungai apabila dirancang dengan tepat, selain sebagai daerah resapan bagi sungai, akan menjadi tempat yang sangat menarik bagi masyarakat perkotaan untuk menghilangkan kepenatan dalam kehidupan kota.


(49)

BAB III

KAMPUNG KOTA: KOTA ATAU KAMPUNG?

Menemukan tema yang sesuai dengan konteks permasalahan pada kawasan merupakan masalah penting yang harus diselesaikan, karena tema ini sangat berperan penting dalam perancangan yang nantinya akan diaplikasikan pada konsep rancangan. Dalam proses menemukan tema, perancang melakukan studi literatur melalui berbagai media. Melalui rancangan yang telah ada, dan melalui penelitian dalam bentuk jurnal-jurnal yang ada dapat dilakukan studi literatur. Dengan memahami permasalahan-permasalahan yang terdapat pada proyek penelitian jurnal-jurnal terkait, diharapkan dapat menemukan tema untuk konsep perancangan kawasan.

Mencari referensi tema dari proyek-proyek rancangan yang sudah ada juga terus dilakukan demi mendapatkan tema yang benar-benar sesuai dengan konteks permasalahan tapak proyek. Hasil rancangan untuk sayembara dan proyek tugas akhir yang sudah ada juga dapat dijadikan referensi untuk menemukan ide-ide baru yang dapat mempengaruhi penentuan tema yang akan digunakan. Bagaimana cara seorang arsitek dalam menemukan permasalahan dan menentukan solusi yang tepat dapat dipelajari dari karya-karya hasil rancangan mereka.

Asistensi dengan dosen pembimbing mengenai tema yang dipilih menghasilkan pandangan-pandangan dan ide-ide baru yang memungkinkan ditemukannya tema yang lebih tepat. Pemikiran dari dosen pembimbing membuka


(50)

pemikirkan baru yang memunculkan tema lain yang lebih tepat sehingga membutuhkan pencarian lagi referensi yang bisa menjadi dasar tema yang akan dipilih.

Dalam menemukan tema apa yang sesuai dengan kawasan, harus dipahami dengan benar permasalahan ataupun potensi yang dimiliki kawasan, sehingga tema ini nantinya hanya bisa diterapkan pada kawasan setempat yang akan menjadi ciri khas dari kawasan. Proses menentukan tema ini tidak mudah dan tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Setelah menemukan permasalahan-permasalahan pada kawasan, hal yang harus dilakukan adalah menentukan permasalahan yang paling penting untuk diangkat dan diselesaikan dengan perancangan arsitektur. Penentuan permasalahan ini akan mempengaruhi tema yang akan digunakan pada rancangan. Sesuai dengan tema kelompok yaitu sosial ekonomi, tema rancangan yang diangkat harus mencakup hal-hal mengenai sosial ekonomi kawasan proyek rancangan.

Menentukan tema untuk rancangan kawasan dilakukan dengan menulusuri permasalahan tema besar dari kawasan ini yaitu Arsitektur Muka Air atau dikenal dengan Riverfront Architecture, lalu dihubungkan dengan tema kelompok sosial ekonomi. Riverfront Architecture merupakan pendekatan arsitektur yang memasukkan unsur sungai dalam pertimbangan rancangan. Berkaitan dengan sungai sebagai sumber air yang harus dijaga.

Air merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui dan sangat diperlukan tetapi keberadaannya terbatas. Air banyak digunakan untuk pertanian, industri, pembangkit energi, rumah tangga, transportasi, rekreasi dan lingkungan.


(51)

Oleh karena kegunaannya, air memiliki peran penting sepanjang sejarah pendirian dan pembentukan pemukiman.

Sejarah peradaban dunia dimulai dari pinggir sungai. Orang-orang kuno mencari sumber air untuk hidup, lalu hidup berkoloni, membangun keluarga, membangun budaya dan terbentuk sebuah bangsa. Sungai sebagai salah satu sumber air menjadi suatu bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh dan berkembangnya suatu peradaban. Peradaban-peradaban lama nan agung tumbuh dari pinggir sungai, Nil, Eufrat – Tigris, Sungai Kuning dan Indus. Peradaban sungai adalah bentuk peradaban tua yang masih ditemui sampai sekarang, bisa dibilang, peradaban ini adalah awal mula peradaban, sebelum kemudian berkembang menjadi peradaban yang lebih maju lagi.

Di Indonesia pun jejak-jejak peradaban sungai ini masih ada sampai sekarang. Walaupun sebenarnya munculnya peradaban di Indonesia lebih beragam karena banyak juga jejak sejarah yang membuktikan bahwa peradaban di Indonesia muncul dari pantai atau juga dari sisa-sisa kebudayaan sangat kuno, sisa-sisa kebudayaan berburu dan meramu. Beberapa sejarah peradaban besar yang tumbuh dari sisi sungai yang pernah tercatat di Indonesia adalah Tarumanegara yang konon tumbuh di sisi Sungai Citarum, dan atau juga kompleks agung Muaro Jambi yang berkibar di sisi sungai Batanghari.

Di masa sekarang, sisa-sisa peradaban sungai di masa lampau telah berubah menjadi kota-kota besar, Medan salah satunya. Medan adalah salah satu kota yang pada asal mulanya pusat kegiatan pemerintahan bergantung pada sungai, di Medan Sungai Deli tak sekedar sungai. Sungai Deli adalah simbol


(52)

pemberi hidup, masyarakat tumbuh dari sungai, masyarakat bergantung dari sungai. Sungai Deli yang merupakan urat nadi perdagangan pada masa kerajaan Deli, mengambil peranan penting bagi perkembangan kota Medan.

Di masa lalu, Kesultanan Deli pun dibangun di pinggir sungai, sekarang masih bisa terlihat istana kesultanannya yang dikenal dengan Istana Maimun. Letaknya di sisi sungai selain strategis juga memberikan perlindungan alami apabila terjadi serangan. Keberadaan sungai yang menjadi jalur transportasi penting menyebabkan terjadinya pembentukan pemukiman yang berorientasi ke sungai. Kini Pesatnya perkembangan kota, dengan pembangunan jalur transportasi darat menyebabkan pertumbuhan pemukiman berorientasi pada jalan dan menjadikan sungai sebagai area belakang, sungai tidak lagi menjadi jalur transportasi yang penting bagi kota.

Seharusnya peradaban itu menjadi besar, megah dan anggun. Tapi di Indonesia, peradaban sungai telah musnah kegemilangannya berabad-abad yang lalu. Yang tinggal sekarang adalah ironi dari pinggir sungai. Apa yang didengar pertama kali dari pinggir sungai? bantaran sungai? Kumuh, ketidakteraturan, sampah dan berbagai hal negatif lainnya. Di Indonesia area pinggir sungai adalah area yang dipinggirkan, tempat bagi mereka yang tidak mendapatkan ruang yang layak dan tinggal seadanya menyambung nyawa.

Perubahan orientasi pemukiman berdampak terhadap penurunan kualitas dan fungsi sungai bagi kehidupan kota. Budaya masyarakat yang bermukim di pinggiran sungai berperan besar terhadap peningkatan pencemaran sungai yang ditandai dengan perubahan fungsi sungai sebagai areal servis. Hal ini dikarenakan


(53)

sungai bagi masyarakat saat ini berfungsi sebagai "fasilitas" pemukiman. Masyarakat yang hidup pada permukiman bantaran sungai Deli cenderung menggunakan sungai tanpa memperhatikan kualitasnya. Hal ini berdampak pada timbulnya banjir tahunan yang merendam kawasan bantaran sungai Deli.

Hal ini terjadi pada kawasan Kelurahan Hamdan, yang merupakan kawasan pemukiman yang berada di bantaran sungai Deli. Kawasan ini merupakan daerah pemukiman padat penduduk yang menjadi salah satu penyebab menurunnya kualitas sungai Deli. Rumah-rumah penduduk yang berada pada sempadan sungai menyebabkan berkurangnya daerah resapan sungai sehingga meningkatkan resiko banjir.

Kawasan pinggiran sungai ini banyak diminati oleh pendatang yang ingin mengadu nasib di ibukota, karena biaya yang cukup rendah dibandingkan kawasan lain. Kondisi ini menyebabkan sosial ekonomi masyarakat di kawasan ini cukup beragam, tetapi kebanyakan merupakan pelaku wirausaha. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Hamdan yang kebanyakan berprofesi sebagai pedagang merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Aktivitas ekonomi tersebar di beberapa titik di wilayah ini, sekaligus menjadi tempat interaksi sosial masyarakat dikarenakan kurangnya ruang terbuka di kawasan ini. Dari fenomena ini dapat disimpulkan bahwa kawasan Kelurahan Hamdan memiliki potensi sebagai ruang aktivitas sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitarnya.

Budaya bermukim masyarakat kampung kota yang diwarnai oleh nilai-nilai tradisional dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat mempengaruhi


(54)

sikap mereka dalam berinteraksi. Budaya bermukim yang kental dengan kekerabatan adalah potensi yang menjadi perekat kohesi masyarakat dan merupakan modal sosial yang sudah seharus nya dipelihara. Pola-pola kehidupan tradisional yang masih terbawa, menjadi potensi identitas kampung yang berada pada kehidupan modern perkotaan.

Interaksi sosial yang terjadi pada kawasan ini banyak dilakukan di jalan, pinggir sungai, dan warung. Hal ini dikarenakan kebiasaan interaksi warga yang berkomunikasi ketika bertemu dengan tetangga dimanapun berada. Sehingga tidak memperhatikan apakah ruang tersebut layak atau tidak dijadikan sebagai ruang interaksi sosial. Hal ini juga berlaku bagi anak-anak yang bermain di area tapak, yaitu di jalanan dan di badan sungai, ruang interaksi sosial ini dirasa tidak aman bagi anak-anak karena dapat membahayakan keselamatan. Area bermain yang aman bagi anak-anak sangat dibutuhkan karena berdampak pada perkembangan psikologi anak.

Penataan lingkungan permukiman tepi sungai merupakan salah satu upaya mengembalikan kualitas sungai. Penataan lingkungan pejmukiman ini salah satunya adalah dengan merancang rumah susun. Rumah susun diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan kepadatan hunian di kawasan ini.

Berbagai permasalahan dan potensi kawasan menjadi titik tolak perancang dalam menentukan tema yang akan digunakan dalam perancangan kawasan. Studi literatur dari berbagai media ilmu pengetahuan juga mempengaruhi perancang dalam penentuan tema ini.


(55)

Kampung vertikal merupakan ide awal yang muncul dalam benak perancang dalam melihat potensi-potensi yang dimiliki tapak. Dalam bahasa Minangkabau kampung berkaitan dengan kehidupan yang sarat dan konsisten akan penerapan nilai-nilai tradisional. Sehingga kampung vertikal dapat diartikan sebagai suatu bentuk kehidupan pemukiman yang menerapkan nilai-nilai tradisional dalam bentuk pemukiman vertikal.

Tema ini dipilih untuk merepresentasikan bentuk-bentuk kehidupan kampung yang masih dimiliki oleh warga setempat. Perilaku-perilaku tradisional yang dimiliki akan diadaptasi menjadi fungsi ruang pada bangunan rumah susun. Dengan pemikiran bahwa perilaku-perilaku tradisional ini akan tetap berlaku pada bangunan rumah susun. Bentuk-bentuk pemukiman juga diadaptasi ke dalam bentuk bangunan sehingga bentuk hunian akan berbeda-beda.

Seiring dengan proses asistensi bersama dosen pembimbing maupun konsultan ahli, tema ini dirasa terlalu luas dan juga tidak cukup menarik untuk merepresentasikan konsep kampung pada rancangan bangunan. Dikarenakan tidak ada ciri khas baru yang muncul dari tema ini. Tema ini dirasa terlalu umum dan sudah banyak digunakan dalam rancangan bangunan rumah susun. Karena representasi tema ini hanya pada perilaku penghuni, tidak banyak terlihat dalam keseluruhan rancangan.

Setelah melakukan studi literatur dari berbagai sumber dan dengan pertimbangan kondisi kawasan kasus proyek, akhirnya tema yang dipilih adalah "Pattern of Existing Kampong" yang berasal dari teori arsitektur organik, diusung oleh Frank Lloyd Wright. Fleming, Honour & Pevsner (1999) dalam Penguin


(56)

Dictionary of Architecture mendeskripsikan bahwa ada dua pengertian mengenai

Organic Architecture: (1) istilah untuk bangunan yang didesain berdasarkan analogi biologi atau natural, (2) istilah untuk arsitektur yang secara visual dan lingkungan saling harmonis, terintegrasi dengan tapak, dan merefleksikan kepedualian arsitek terhadap proses dan bentuk alam sekitar .

Perancang mencoba merealisasikan tema ini dengan konsep mempertahankan keadaan dan suasana kampung eksisting sehingga revitalisasi yang akan dilakukan tidak merubah identitas kawasan Kelurahan Hamdan ini. Konsep ini diangkat berdasarkan pola perilaku interaksi warga yang banyak dilakukan di jalanan dan pada area komersial. Dalam hal ini sirkulasi menjadi hal penting yang membentuk pola pemukiman di area tapak ini. Karena interaksi sosial yang ditekankan pada konsep ini, maka diharapkan dapat meningkatkan nilai sosial dan kemanusiaan pada kawasan karena akan mewadahi aktivitas sosial ekonomi warga sekitar kawasan.

Area komersial yang banyak digunakan sebagai ruang interaksi sosial, juga akan diadaptasi ke dalam konsep ruang pada bangunan rumah susun sehingga pada bangunan rumah susun nantinya terdapat area komersial yang dapat digunakan untuk tempat berkumpul dan dapat menjadi area warung kopi bagi warga yang memiliki usaha tersebut. Pada setiap hunian rumah susun terdapat "jendela usaha" yang dapat berfungsi sebagai tempat menampilkan usaha masing-masing warga.

Konsep rancangan kawasan yang terbuka merupakan adaptasi dari keadaan kampung eksisting yang memiliki banyak jalur sirkulasi ke dalam


(57)

kawasan. Dalam hal keamanan, konsep ini menjadi tanggung jawab bersama karena setiap warga dapat mengawasi kawasan pemukiman mereka. Ruang terbuka yang cukup disediakan di beberapa tempat pada kawasan diharapkan menjadi ruang penyelamatan saat terjadi bencana.

Pada tapak kawasan, sesuai dengan tema yang digunakan, area komersial yang berada di tepi jalan kawasan akan dipertahankan dengan merencanakan pengaturan bagi bangunan komersial yang akan dibangun kembali. Pada area komersial ini juga akan dilengkapi dengan fasilitas area bagi pejalan kaki. Untuk area tepi sungai, akan direncanakan ruang terbuka yang dapat digunakan sebagai sarana rekreasi dan olahraga bagi masyarakat sekitar.


(58)

BAB IV

EKSPRESI KAMPUNG KOTA

Setelah menemukan tema yang sesuai, tahapan yang harus dilakukan selanjutnya adalah rancangan konseptual. Melalui tema ini, perancang memulai tahap perancangan konsep proyek yang telah dijelaskan sebelumnya, menerjemahkan pola pemukiman kampung eksisting ke dalam rancangan baru kawasan. Rancangan awal untuk bangunan hunian dibuat berdasarkan pola sirkulasi jalan, unit rumah serta ruang terbuka, dengan mengambil pola-pola tertentu yang memungkinkan untuk diterjemahkan ke dalam bentuk bangunan (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Pola Sirkulasi dan Pemukiman Tapak Sumber: Dok. Penulis (2014)

Dalam suatu permukim terdapat pola-pola di dalamnya, salah satunya adalah jalan. Jalan merupakan ruang luar utama dan komponen dasar dari permukiman (Oktay, 1998). Seperti halnya pola sirkulasi jalan di permukiman

Solid: Bangunan Void: Sirkulasi/ Ruang Terbuka


(59)

yang tidak terencana, cenderung lurus namun sering menikung di sudut-sudut yang tak terduga secara acak. Sesuai dengan permukimannya yang tidak terencana, maka pola sirkulasi jalannya juga tidak terencana, biasa muncul diakibatkan pergerakan manusia di dalam permukiman. Namun pola sirkulasi jalan yang tidak beraturan itu akan memberi kesan yang menyenangkan, penasaran dan kebahagiaan. Dibandingkan dengan sirkulasi jalan yang lurus yang memberi kesan untuk selalu memandang ke depan tanpa memperhatikan apa yang ada di sekitarnya (Kostof, 1991: 74).

Selain sirkulasi jalan, pola lain yang ada di dalam suatu permukiman adalah ruang luar atau ruang terbuka. Ruang luar terdiri dari tiga hal utama yaitu bentuk, struktur dan fungsi. Setiap organisme memiliki unsur bentuk, struktur dan fungsi, dan ketiga hal ini saling berhubungan satu sama lain (Lefebvre, 1991dalam Eriksson, 2013).

Dengan pendekatan arsitektur organik diharapkan pola kehidupan kampung yang biasanya terjadi dalam bentuk pemukiman yang horizontal dapat dipertahankan ke dalam bentuk pemukiman vertikal. Pendekatan arsitektur organik mengambil unsur-unsur hubungan dengan lingkungan dan manusia. Arsitektur organik menyesuaikan dengan pikiran dan perasaan umat manusia. Mereka menggambarkan perbedaan yang fundamental dari prinsip prinsip dan gagasan penampilan yang ekspresif jadi paham dalam arsitektur organik. Menurut Hugo Haring; arsitektur organik dihubungkan dengan pertumbuhan kehidupan, ekspresi dari tatanan organik mendekati tuntutan-tuntutan fungsional.


(60)

Agar tercipta harmoni dengan lingkungan dan manusia, teori ini memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan oleh perancang. Prinsip dasar arsitektur organik menurut Frank Lloyd Wright :

 Bentuk organik bukan diartikan sebagai bentuk imitasi dari alam akan tetapi sebuah pengertian dasar yang abstrak dari prinsip-prinsip alam.  Arsitektur organik adalah ekspresi kehidupan dari semangat hidup

manusia. Arsitektur organik adalah arsitektur kebebasan sebagai batas ideal dari demokrasi.

Sebagai arsitek yang mengaplikasikan teori arsitektur organik ini, Wright memiliki filosofi pribadi mengenai arsitektur organik. Filosofi Frank Lloyd Wright:

 Bentuk dan fungsi adalah satu.

 Ornamen yang terpadu bukan hanya sebagai penempelan melainkan struktural yang konstruksional.

 Bangunan yang baik harus mempunyai hubungan dengan lingkungan.  Atap dari bidang diciptakan sebagai pelindung serta menghargai manusia

di dalamnya.

Dengan prinsip dan filosofi di atas, perancang berusaha untuk mengaplikasikan pola sirkulasi dan unit rumah ke dalam rancangan hunian. Pola sirkulasi yang acak dan tidak teratur sesuai dengan keadaan kawasan. karena Pola pemukiman yang tidak teratur menjadi ciri dari kawasan pemukiman kampung kota ini.


(61)

Pada dasarnya bentuk permukiman terdiri dari dua jenis, yaitu permukiman terencana dan tidak terencana. Permukiman terencana merupakan permukiman yang dirancang oleh seorang tokoh, pola ini biasanya berbentuk grid, lingkaran atau poligon. Dengan sirkulasi jalan yang berbentuk radial dan berasal dari pusat permukiman. Jenis lain dari permukiman yaitu permukiman tidak terencana adalah permukiman yang berkembang tanpa adanya rancangan. Biasanya permukiman jenis ini berkembang sesuai dengan berjalannya waktu dan aktivitas-aktivitas masyarakat di dalamnya yang pada akhirnya membentuk permukiman tersebut. Hasil dari permukiman jenis ini adalah bentuknya yang tidak beraturan, sirkulasi jalan yang berliku-liku, dengan tikungan yang muncul secara tiba-tiba dan penempatan ruang luar atau ruang terbuka yang terjadi secara acak (Kostof, 1991: 43). Permukiman jenis ini berkembang sesuai dengan pergerakan orang di dalamnya karena pergerakan manusia pada dasarnya dilakukan sesuai keinginan mereka sendiri (Kostof, 1991: 48).

4.1. Konsep Massa Bangunan

Pola sirkulasi menjadi pembentuk massa bangunan, karena penyusunan unit-unit hunian juga akan mengikuti pola sirkulasi, sehingga bentuk bangunan akan mengikuti susunan unit-unit hunian ini. Ruang-ruang komunal akan ditempatkan menyebar pada setiap lantai hunian sebagai pengganti ruang luar pada pemukiman horizontal. Ruang bersama dapat merupakan ruang terbuka atau tertutup. Menurut Rustam Hakim (1987) ruang terbuka pada dasarnya merupakan


(62)

suatu lingkungan baik secara individu atau secara kelompok dan dapat digunakan oleh publik (setiap orang).

Sirkulasi pada rancangan hunian diletakkan pada bagian dalam sehingga unit-unit rumah berada pada bagian luar atau tepi bangunan. hal ini dilakukan agar unit-unit rumah mendapatkan sinar matahari secara merata, dan sirkulasi udara di dalam unit rumah akan mengalir dengan lancar.

Dalam mendapatkan gubahan massa yang paling tepat untuk tema ini perancang melalui proses yang bertahap. Namun konsep utama tetap mengadaptasi bentuk sirkulasi dan susunan hunian yang tidak beraturan.

Gambar 4.2. Konsep Gubahan Massa Awal

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 4.3. Aksonometri Gubahan Massa Awal

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 4.4. Denah Massa Awal Sumber: Dok. Penulis (2014)


(63)

Ide awal gubahan massa adalah mengadaptasi bentuk asli dari pola sirkulasi dan susunan hunian (Gambar 4.2). Sehingga menghasilkan bentuk yang benar-benar tidak beraturan (Gambar 4.3). Konsep gubahan massa ini memiliki banyak kekurangan, di antaranya sirkulasi yang tidak efektif, terdapat ruang-ruang negatif, dan masalah struktur bangunan menjadi masalah utama karena bentuk massa akan menimbulkan kesulitan saat penerapan struktur di lapangan (Gambar 4.4).

Gambar 4.5. Konsep Gubahan Massa 2

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Gambar 4.6. Aksonometri Gubahan Massa 2

Sumber: Dok. Penulis (2014) Konsep gubahan massa selanjutnya mengadaptasi satu bentuk sirkulasi menjadi sebuah cluster, lalu cluster disusun secara menyebar sehingga terbentuk 6

cluster(Gambar 4.5). Kesan tidak beraturan di dapat melalui dua denah tipikal yang dibedakan oleh ada dan tidak adanya sirkulasi horizontal yang menghubungkan setiap cluster pada tiap lantai (Gambar 4.6). Denah tipikal pertama dengan sirkulasi horizontal yang menghubungkan setiap cluster. Sedangkan denah tipikal kedua tanpa adanya sirkulasi horizontal yang menghubungkan setiap cluster.


(64)

Kekurangan konsep gubahan massa ini terletak pada struktur yang digunakan terlalu boros karena banyaknya ruang negatif yang timbul akibat dua denah tipikal yang berulang. Dari segi estetika konsep gubahan massa ini juga tidak terlalu menggambarkan suasana kampung yang tidak beraturan.

Kekurangan konsep sebelumnya memberikan pemikiran bagi perancang dalam usaha membentuk gubahan massa selanjutnya.

Gambar 4.7. Konsep Gubahan Massa 3 Sumber: Dok. Penulis (2014)


(65)

Massa bangunan rumah susun yang dibentuk oleh sirkulasi kawasan eksisting yang diadaptasi ke dalam bangunan rumah susun (Gambar 4.7). Bentuk sirkulasi yang diadaptasi tidak sepenuhnya mengikut bentuk asli, tetapi dengan perubahan yang menyesuaikan grid bangunan agar strukturnya tetap beraturan. Bentuk sirkulasi yang diambil merupakan bentuk adaptasi sirkulasi yang paling dominan membentuk kawasan ini, lalu diaplikasikan ke dalam bangunan dengan penyesuaian grid struktur.

Untuk menyesuaikan kondisi kawasan eksisting, peletakan bangunan rumah susun ini diletakkan di tengah-tengah kawasan sesuai dengan pernyataan Kostof, permukiman diibaratkan sebagai organisme, ruang luar seperti taman merupakan paru-paru permukiman, pusat permukiman sebagai jantung yang menyalurkan darah melalui arteri yang disebut jalan (Kostof, 1991: 52).

Bangunan ini berbentuk organik, menyebar pada kawasan, dengan adanya jalur sirkulasi yang dipertahankan, yang membelah kawasan menjadi dua menyebabkan kawasan ini pada lantai dasar terpisah oleh sirkulasi kawasan lalu pada lantai satu bangunan ini disatukan dengan menggunakan jalur sirkulasi bangunan yang berupa jembatan.

Bangunan ini dibuat dengan jumlah lantai yang berbeda-beda di beberapa tempat, ketinggian bangunan yang makin lama makin tinggi ke bagian tengah bangunan bertujuan untuk memberi keseimbangan dengan wilayah sekitar yang kebanyakan lantai bangunan tidak lebih dari 4 lantai (Gambar 4.8).


(66)

Gambar 4.8. Aksonometri Gubahan Massa 3 Sumber: Dok. Penulis (2014)

Pada unit hunian akan diaplikasikan "jendela usaha" yang dapat digunakan untuk menampilkan barang dagangan bagi penghuni yang memiliki usaha warung kecil-kecilan seperti warung jajanan dan warung makanan. Konsep rancangan ini menjadi salah satu pengaplikasian tema sosial ekonomi yang dituntut pada rancangan ini. Konsep ini diangkat karena usaha-usaha kecil ini menjadi salah satu penopang hidup masyarakat di kawasan ini sehingga keberadaannya dirasakan begitu penting bagi masyarakat.

Konsep rancangan pada tapak tetap mengikuti pola perkampungan eksisting yang memperlihatkan identitas kawasan pemukiman ini. peletakan area komersial pada kawasan di tepian jalan utama, yaitu jalan juanda dan jalan samanhudi. Konsep peletakan area komersial ini diharapkan menjadi salah satu daya tarik terbesar bagi pengunjung area kawasan ini. Konsep ini juga mempertimbangkan tingginya harga lahan pada lokasi ini sehingga lebih tepat digunakan sebagai area komersial. Hunian diletakkan di tengah kawasan sebagai pusat kegiatan dan inti dari kawasan ini. Permukiman diibaratkan sebagai organisme, ruang luar seperti taman merupakan paru-paru permukiman, pusat


(67)

permukiman sebagai jantung yang menyalurkan darah melalui arteri yang disebut jalan (Kostof, 1991: 52).

Ruang terbuka umum pada kawasan akan diterjemahkan dalam bentuk jalan, taman, lapangan olahraga, plaza, serta promenade. Ruang terbuka umum adalah ruang yang mengandung unsur pemikiran tentang ruang yang diperuntukkan bagi masyarakat bersama, baik yang dikelola secara publik maupun privat. Ruang terbuka merupakan aset publik, yang merupakan bagian penting dari permukiman, ruang terbuka memiliki konstribusi nilai bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat permukiman ruang terbuka memberikan kesempatan bagi kita untuk mengalami interaksi bersama dengan masyarakat umum lainnya (Gallacher, 2005 dalam Mrema, 2013).

Taman sebagai paru-paru pemukiman diletakkan di sekitar bangunan secara menyebar. Taman ini juga difungsikan sebagai transisi area komersial dengan area hunian. Lapangan olahraga sebagai fasilitas kawasan diletakkan dekat dengan perbatasan kampung tetangga sehingga diharapkan fasilitas ini dapat digunakan bersama. Konsep ini ditujukan agar masyarakat yang berada pada kawasan sekitar tetapi tidak berada dalam kawasan proyek, tetap menyatu dengan kawasan rumah susun sehingga hubungan sosial yang sudah terjalin akan tetap kuat walaupun adanya perbedaan bentuk kampung.

Promenade akan diletakkan pada tepian sungai, hal ini dilakukan sebagai daya tarik terhadap sungai sehingga sungai tidak lagi menjadi area belakang (Gambar 4.9). Sungai akan berfungsi sebagai tempat rekreasi, dan diharapkan


(68)

menjadi oase bagi kehidupan perkotaan yang penuh sesak dengan kepadatan yang tinggi, serta tekanan hidup yang cukup melelahkan.

Gambar 4.9. Suasana Promenade

Sumber: Dok. Penulis (2014)

Di samping unit hunian rumah susun itu sendiri, bangunan rumah susun ini terdiri dari fasilitas-fasilitas pendukung dan fasilitas umum. Bentuk bangunan ini terkesan diangkat ke atas, seperti bentuk rumah panggung. Fungsi-fungsi pendukung yang diletakkan pada bagian bawah panggung bangunan terdiri dari, parkir, kantor pengelola, mushalla, ruang serba guna, ruang mekanikal elektrikal, taman kanak-kanak, dan tempat penitipan anak.

Untuk unit hunian rumah susun terletak pada lantai dua dan seterusnya. Parkir kendaraan terdiri dari parkir mobil sebanyak 29 lot, sepeda motor sebanyak 55 lot, dan untuk parkir becak sebanyak 43 lot. Kantor pengelola yang diletakkan pada lantai dasar terdiri dari, ruang karyawan, ruang pengelola, dan ruang administrasi. Kantor pengelola ini diletakkan di bagian bawah bertujuan memudahkan masyarakat berinteraksi dengan bagian pengelola bangunan. Mushalla berada pada lantai dasar untuk memudahkan penghuni dan pengunjung kawasan melaksanakan ibadah. Ruang serba guna digunakan untuk acara-acara besar seperti acara pernikahan, acara agama, dan lain-lain. Ruang serba guna ini


(69)

diletakkan pada lantai dasar dan dekat dengan pintu masuk bangunan agar memudahkan pengguna untuk mencapai ruang tersebut.

Unit hunian rumah susun terdiri dari tiga tipe, yaitu tipe 36, 45, dan 54. Jumlah unit tiap lantai berbeda-beda disebabkan jumlah lantai bangunan pada beberapa tempat yang berbeda. Pada lantai dua unit rumah susun berjumlah 71 unit, lantai tiga berjumlah 61 unit, lantai empat berjumlah 53 unit, lantai lima berjumlah 46 unit, lantai enam berjumlah 42 unit, lantai tujuh dan delapan masing-masing berjumlah 29 unit, dan lantai sembilan berjumlah 23 unit. Keseluruhan unit rumah susun berjumlah 354 unit yang terbagi-bagi dalam tiga tipe unit, dengan jumlah masing-masing tipe yang berbeda-beda, tipe 36 (Gambar 4.10) berjumlah 100 unit, tipe 45 (Gambar 4.12) berjumlah 120 unit, dan tipe 54 (Gambar 4.11)berjumlah 134 unit. Pada lantai tiga dan seterusnya, terdapat fasilitas ruang terbuka yang berupa "roof garden" yang dapat diakses pada masing-masing lantai.

Gambar 4.10. Denah Unit Tipe 36 Sumber: Dok. Penulis

(2014)

Gambar 4.11. Denah Unit Tipe 54 Sumber: Dok. Penulis

(2014)

Gambar 4.12. Denah Unit Tipe 45 Sumber: Dok. Penulis


(70)

Jalur sirkulasi vertikal berupa tangga dan lift, diletakkan di beberapa tempat yang merupakan area berkumpulnya jalur sirkulasi. Tangga ini bersifat terbuka karena diletakkan di tengah-tengah dengan void agar, penghuni rumah susun lantai atas bisa berkomunikasi dengan penghuni rumah susun yang berada di lantai bawah.

Bentuk adaptasi kampung eksisting terlihat dari susunan tipe unit hunian yang berbeda-beda dan penempatan ruang-ruang komunal yang berupa warung kopi pada beberapa tempat yang tersebar di setiap lantai bangunan. Untuk usaha kios pribadi, pada unit rumah susun akan disediakan jendela usaha yang bisa difungsikan untuk tempat menjual barang dagangan. Pada tiap unit hunian juga memiliki bentuk layout ruangan yang berbeda-beda, sesuai dengan bidang usaha masing-masing keluarga. Layout hunian yang berbeda-beda juga dipengaruhi oleh letak hunian yang menyesuaikan arah sinar matahari.

Area komersial khususnya untuk usaha jajanan, diletakkan di tepian sungai Deli, hal ini agar keberadaan sungai Deli menjadi daya tarik kawasan, tidak lagi menjadi area belakang. Area "promenade" yang dirancang di tepi sungai akan melengkapi keberadaan area komersial khusus kuliner, tepi sungai juga dirancang memiliki fasilitas tempat duduk yang berbentuk anak tangga, sekaligus berfungsi untuk akses ke sungai (Gambar 4.13).


(71)

Gambar 4.13. Area Tepi Sungai Sumber: Dok. Penulis (2014)

Area olahraga berupa lapangan basket dan lapangan bulutangkis serta lapangan voli (Gambar 4.14) diletakkan pada wilayah dekat perbatasan antara kawasan rumah susun dan Kelurahan Hamdan yang tidak direvitalisasi, hal ini ditujukan agar penggunaan lapangan olahraga bisa digunakan oleh seluruh masyarakat kawasan Kelurahan Hamdan, dan hubungan sosial yang sebelumnya sudah terjalin tidak merenggang serta dapat semakin diperkuat. Area olahraga ini juga dilengkapi peralatan olah tubuh lainnya yang bebas digunakan masyarakat.

Gambar 4.14. Area Olahraga Sumber: Dok. Penulis (2014)


(1)

Kostof, S., (1992) The City Assembled: The Elements of Urban Form Through History, Thames and Hudson Ltd. London

Lynch, K., (1980) Managing the Sense of a Region.,The MIT Press.

Mrema, Liberatus Kileki (2013) Creation and Control of Public Open Spaces: Case of Msasani Makangira Informal Settlement, Tanzania. Online Journal of Social Sciences Research, Volume 2, Issue 7, pp 200-213, July, 2013.

Oktay, Derya (1998) Urban Spatial Pattern And Local Identity: Evaluation In A Cypriot Town. Open House International Vol. 23 No. 3, 1998

Parker, D. H. (2003). The Principles of Aesthetics [online]. www.authorama.com Rahmadi, D.K., Pemukiman Bantaran Sungai: Pendekatan Penataan Kawasan

Tepi Air. Staf Perencanaan Teknis dan Pengaturan Direktorat Pengembangan Pemukiman Ditjen. Cipta Karya.


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1


(3)

(4)

Lampiran 3


(5)

(6)

Lampiran 5