Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Gizi Ibu Dengan Konsumsi Energi Dan Protein Terhadap Status Gizi Anak Usia 12-59 Bulan Di Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan Gizi Ibu

  Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, 2011).

  Pengetahuan merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Maulana, 2009). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan lain adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat dibenak seseorang. Pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut, mempunyi objek kajian, metode pendekatan, disusun secara sistematik, bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum) (Notoatmodjo, 2010).

  7 Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat menguasai dan memahami pengertian tentang gizi dan kesehatan.

  Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari orang lain, generasi sebelumnya, atau melalui informasi yang lainnya. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan berpengaruh kepada perilaku kesehatan seseorang sebagai indikator kesehatan masyarakat karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2002).

  Faktor ibu memegang penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak (I D N Supariasa, 2007). Orang yang berpendidikan tinggi lebih cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan, maka perilaku dapat bersifat langgeng (long lasting) (Notoatmodjo, 2007).

  Dari hasil penelitian tentang pengetahuan gizi ibu masih kurang maksimal di pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur, mereka menyatakan bahwa makanan bergizi itu adalah empat sehat lima sempurna, yang penting ada nasi, sayur, lauk, buah dan segelas susu. Pengertian mereka tentang makanan bergizi sangatlah sederhana. Untuk pemberian makanan Gizi Seimbang belumlah mereka fahami sepenuhnya, dimana pengertian Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi, aktifitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal.

  Pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kesehatan akan mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan pada kelompok tertentu. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi (Notoatmojo, 2003)

  Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pengetahuan bukan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak balita, namun pengetahuan gizi ini memiliki peran yang penting. Karena dengan memiliki pegetahuan yang cukup khususnya tentang kesehatan, seseorang dapat mengetahui berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin akan timbul sehingga dapat dicari pemecahannya (Notoatmodjo, 2003).

  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya Pendidikan, Informasi/Media Massa, Sosial Budaya dan Ekonomi, Lingkungan, Pengalaman dan Usia Pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya akan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar dalam pengambilan keputusan dan menentukan sikap objek tertentu. Kepercayaan yang dimaksud disini adalah bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti, pengalaman atau intuisi. Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang (Setiyaningsih, 2007).

  2.2. Sikap Ibu

  Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Sikap bersifat dan berakhir pada nilai yang dianut dan terbentuk kaitannya dengan suatu objek. Sikap merupakan perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap objek, orang dan keadaan.

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manisfestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).

  Sikap dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari mempengaruhi gizi anak, hal ini dapat dilihat dari konsumsi makanan yang diberikan kepada anak. Sikap ibu disini maksudnya persepsi masyarakat terhadap penanganan gizi buruk, pandangan masyarakat terhadap manfaat dan pelayanan yang diberikan posyandu maupun puskesmas. Salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada anak adalah masih rendahnya perilaku gizi dan sikap ibu sebagai orang tua dalam merawat yang sangat dominan dalam keluarga.

  2.3. Konsumsi Energi Protein

  Konsumsi Energi Protein adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 1986).

  Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri Kerjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang di makan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso, 2004).

  Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai macam pengolahannya. Di masyarakat dikenal kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan masyarakat. Dalam penyusunan hidangan untuk anak sangat perlu diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi yang seimbang untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Konsumsi energi yang tidak seimbang akan menyebabkan keseimbangan positif dan negatif. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting (Santoso, 2004).

  Menurut Powers, (2005), keluarga, teman sebaya, media dan lingkungan sangat mempengaruhi perilaku kesehatan khususnya pemberian makan anak-anak.

  Untuk merubah konsumsi makan, merupakan cara awal yang efektif, akan tetapi harus memiliki pengetahuan dan pendidik harus memahami tujuan pendidikan gizi dan teori yang mendukung program pendidikan gizi tersebut.

  Banyak orang tua bingung memutuskan konsumsi makan yang bagaimana baiknya untuk anak-anaknya. Informasi gizi sebenarnya kini sudah banyak tersebar melalui berbagai media massa, oleh karena itu orang tua bisa menilai dirinya sendiri apakah konsumsi makan mereka saat ini sudah memenuhi anjuran gizi seimbang.

  Kalau jawabanya sudah, maka mereka tinggal menerapkan pada anaknya yang masih balita. Kalau tidak, orang tua harus tau juga akibat dari kekurangan energi protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala seperti daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit dan daya kerja merosot (Kartasapotra, 2003). Kebiasaan makan yang baik yang ditanamkan sejak anak masih kecil akan berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut (Khomsan, 2002).

  Pada penelitian ini digunakan metode food recall 24 jam. Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang termakan untuk seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Jumlah konsumsi makanan individu ditayangkan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring) atau ukuran lainnya yang bisadipergunakan sehari-hari antara lain food frekuensi (kebiasaan jajan/hari). Untuk Interpretasi hasil, klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi 4 dengan cut off points sebagai berikut (Supariasa, 2002) : Baik : 100% AKG Sedang : 80 - 99% AKG Kurang :70

  • – 80% AKG Defisit : < 70% AKG

2.4. Status Gizi Balita

  Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudtan dari nutriture dan dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari, (Supariasa, 2002). Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak, serta menunjang prestasi olahraga (Irianto, 2006).

  Menurut Almatsier, (2002), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Berdasarkan beberapa pendapat tentang status gizi di atas bahwa status gizi adalah status kesehatan tubuh yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri, sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status gizi, kurus, normal, resiko untuk gemuk, dan gemuk agar berfungsi secara baik bagi organ tubuh.

  Status gizi disebut juga keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologis dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Menurut Khomsan standart acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan overweight (gemuk). Parameter umum yang digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak (Marimbi, 2010).

2.4.1 Metode Penilaian Status Gizi

  Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh. Kurang komsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status gizi adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa penampakan/performa tubuh. Metode penilaian status gizi untuk menilai status energi protein adalah metode antropometri.

  Metode Penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan metode tidak langsung. Berikut ini akan disajikan secara ringkas kedua kelompok metode penilaian status gizi tersebut (Supariasa, 2002).

  1. Penilaian status gizi secara langsung Pada penilaian status gizi dikenal istilah penilaian secara langsung, yaitu suatu metode dimana individu dan kelompok masyarakat diperiksa atau dinilai secara langsung berupa;

  a. Klinis Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu, Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ

  • – organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Hal penggunaannya umumnya digunakan dengan cara metode survey klinis secara cepat, Survei ini dirancang untuk mendeteksi salah satu atau lebih zat gizi, juga digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik. Contoh
penilaian status gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta senja (xerophtalmia) (Tarwotjo, 1992).

  b. Biokimia Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh seperti darah, urin, faces dan jaringan tubuh lain (otot atau hati). Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malagizi yang lebih parah lagi. Karena banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong.

  c. Biofisik Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan dan dapat digunakan dalam situasi tertentu, seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

  d. Antropometri Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh, antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya sulit melakukan semua pemeriksaan tersebut, baik karena keterbatasan dana, fasilitas laboratorium maupun metode pemeriksaannya (Aritonang, 2010).

  Metode yang dilakukan adalah Antropometri yang merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi secara langsung yang telah lama dikenal. Cara yang paling mudah, tidak membutuhkan peralatan yang mahal, dan dapat diterapkan secara luas di lapangan. Pengukuran antropometri mangandung 2 maksud : pertama untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada satu titik waktu) dan kedua pemantauan status gizi yaitu untuk melihat trend/perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Antropometri merupakan indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah Kurang Energi Protein (KEP) (Aritonang, 2010).

  Indeks status gizi adalah gabungan dua parameter antropometri yang digunakan untuk menilai status gizi (WHO), 1990). Tiga indeks yang akan dibahas berikut ini adalah BB/U, TB/U, BB/TB yang merupakan indeks dari 3 parameter berat badan, tinggi badan, tinggi badan dan umur.

  Berat badan merupakan ukuran pertumbuhan masa jaringan memiliki sifat sensitive, yang artinya cepat berubah. misalnya seorang anak makan lebih dari biasanya dalam 2 atau 3 hari akan terlihat penambahan berat badannya dan sebaliknya apabila anak sakit contoh diare, maka berat badan anak langsung turun.

  Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2002) 1)

  Indeks antropometri digunakan untuk menilai status gizi adalah berat badan menurut Umur (BB/U) 2)

  Kelebihan Indeks BB/U : 1.Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

  2. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis

  3. Berat badan dapat berfluktasi

  4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil Kelemahan Indeks BB/U :

  1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites.

  2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil atau tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum benar.

  3. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun

  4. Sering terjadi kesalahan didalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa, 2002)

Tabel 2.1. Status gizi dengan indikator BB/U

  Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score) Gizi lebih bila Z- Score Gizi baik bila Z-Score Gizi kurang bila Z Score Gizi sangat kurang

  > 2 SD

  • 2 SD s/d 2 SD
  • 3 SD s/d < -2 SD < -3 SD

  Sumber WHO Antropometri 2005

Tabel 2.2. Status gizi dengan indikator TB/U atau PB/U

  Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score) Normal bila Z-Score Pendek bila Z-Score Sangat pendek bila Z-Score Tinggi bila Z-Score

  • 2 SD s/d 2 SD
  • 3 SD s/d < -2 SD < -3 SD > 2 SD

  Sumber WHO Antropometri 2005

Tabel 2.3. Status gizi dengan indikator BB/TB atau BB/TB

  Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score) Normal bila Z-Score -2 SD s/d 2 SD Gemuk bila Z-Score > 2 SD Kurus bila Z-Score -3 SD s/d <-2 SD Sangat kurus bila Z-Score < -3 SD

  Sumber WHO Antropometri 2005

  2. Penilaian status gizi secara tidak langsung Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu:

  Survei konsumsi makanan/pangan, statistic analisa ekologi dan statistic vital, dan Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS). Salah satu yang digunakan adalah konsumsi makanan yang merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa, 2002).

  Konsumsi makanan adalah mengukur pangan yang dikonsumsi kemudian dianalisis kandungan gizinya, Jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur, jenis kelamin dan aktifitas (WKNPG, 2004).

2.5. Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita.

  Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi. Bagi masyarakat pedesaan, pengetahuan gizi dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari kader program gizi. Pengetahuan juga merupakan hal yang mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengkomsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya (Khomsan, 2009 dalam Lusiyana, 2011).

  Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan-kebutuhan bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral).

  Selain itu, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitatif dan kuantitatif, akibat atau penyakit- penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005 dalam Lusiyana, 2011). Pengetahuan gizi ibu yang baik akan meningkatkan kesadaran ibu untuk menerapkan perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi salah satu faktor yang berhubungan terhadap status gizi balita (Gabriel 2008, dalam Lusiyana, 2011).

  Dengan pengetahuan tentang gizi yang baik, seseorang ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi balita baik dari segi kualitas maupuin kuantitas yangmemenuhi angka kecukupan gizi. Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi dapat mempengaruhi status gizi (Lusiyana, 2011). Penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oeh seorang ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi.

  Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang mempunyai cukup pengetahuan gizi akan memilih makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 2008).

  2.6. Perilaku Kesehatan dan Gizi

  Menurut Depkes RI (2003), perilaku hidup sehat akan menunjang produktivitas kerja setiap orang. Hidup yang teratur dan memperhatikan faktor kesehatan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan waktu. Perilaku hidup sehat meliputi semua aktivitas yang kita lakukan sejak bangun tidur sampai tidur kembali (perilaku makan termasuk di dalamnya). Salah satu syarat menjaga kesehatan adalah menjaga kebugaran badan dengan menjaga berat badan ideal. Berat badan adalah indikator kesehatan yang penting bagi setiap orang. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan (penimbangan) berat badan secara teratur. Berat badan ideal menunjukkan status gizi yang normal. Untuk mempertahankan berat badan ideal diperlukan keseimbangan antara makanan dengan aktivitas fisik termasuk olahraga (Soekirman, 2000)

  Sedangkan Perilaku Gizi adalah tindakan yang lebih cenderung melakukan praktek pengolahan makanan dan pemberian makanan seseorang atau dari ibu ke anak untuk mencapai status gizi yang optimal.

  2.7. Kerangka Konsep

  Pengetahuan Gizi Ibu

  Konsumsi Status Gizi Energi Anak usia 12-59

  Protein Sikap dan

  Perilaku Ibu

Gambar 2.1. Kerangka konsep Dilihat dari kerangka konsep bahwa pengetahuan ibu sangat penting untuk mengambil sikap dan perilaku Ibu dalam pengolahan bahan makanan dan bagaimana cara memberikan konsumsi energi protein anak yang tentunya dilihat dari berapa kali anak makan dalam satu (1) hari. Kalau anak tidak mau makan, atau anak suka jajan, bagaimana sikap dan perilaku ibu? Tentunya ibu akan merubah untuk mengolah bahan makanan dengan memilih jenis makanan yang sangat dibutuhkan anaknya untuk mendukung tumbuh kembangnya si anak tersebut, ibu juga harus memperhatikan bagaimana memancing tingkat selera anak, atau ibu harus pandai mengolah bahan makanan yang beragam untuk meningkatkan napsu makan anaknya, sehingga anaknya mendapatkan asupan zat gizi sesuai porsi dan kebutuhan gizi anak dengan nilai gizi yang terpenuhi

2.8. Hipotesis :

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi anak usia 12-59 bulan yang tinggal di pemukiman sepanjang rel kereta api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.

  1. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan konsumsi energi dan protein pada anak balita

  2. Adanya hubungan antara sikap dengan konsumsi energi dan protein pada anak balita

  3. Adanya hubungan anatara konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada anak balita

4. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan status gizi pada anak balita 5.

  Adanya hubungan antara sikap dengan status gizi pada anak balita