Efektivitas Penyuluhan Dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk Di Kecamatan Medan Denai

(1)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA GIZI BURUK

DI KECAMATAN MEDAN DENAI

TESIS

OLEH

CHRISTIN JAYANTI 087033019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

EFEKTIVITAS PENYULUHAN DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA GIZI BURUK

DI KECAMATAN MEDAN DENAI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

CHRISTIN JAYANTI 087033019/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : EFEKTIVITAS PENYULUHAN DAN MEDIA

LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN

DAN SIKAP IBU BALITA GIZI BURUK DI KECAMATAN MEDAN DENAI Nama Mahasiswa : Christin Jayanti

Nomor Induk Mahasiswa : 087033019

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A ( K)) (Drs. Eddy Syahrial, M.S)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S) (Dr.Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah Diuji

Pada Tanggal : 07 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof.dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A ( K ) Anggota : 1 . Drs.Eddy Syahrial, M. S

2 . Dra. Jumirah, Apt. M.Kes 3 . Drs. Tukiman, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

EFEKTIVITAS PENYULUHAN DAN MEDIA LEAFLET TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA GIZI BURUK

DI KECAMATAN MEDAN DENAI

TESIS

Dengan ini saya mengatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2010


(6)

ABSTRAK

Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengonsumsi makanan yang bergizi dan menderita sakit dalam waktu yang lama. Penderita gizi buruk paling banyak berada di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Denai yaitu sebanyak 59 balita pada tahun 2008, dan meningkat menjadi 110 balita gizi buruk tahun 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan non equivalent control group. Populasi adalah seluruh ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai, sebanyak 110 orang. Sampel sebanyak 26 orang untuk masing-masing kelompok. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Penelitian ini dilakukan dengan uji statistik pair t-test untuk kedua kelompok, kemudian memberikan penyuluhan dan media leaflet kepada kelompok perlakuan dan setelah 2 minggu dilakukan post-test pada kedua kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pengetahuan ibu balita pre-test dan

post test dengan penyuluhan yaitu dari 16,65 menjadi 33,12, perbedaan sikap ibu

balita pre-test dan post test dengan penyuluhan yaitu dari 8,12 menjadi 15,81, perbedaan pengetahuan ibu balita pre-test dan post test dengan media leaflet yaitu dari 16,08 menjadi 33,12, perbedaan sikap ibu balita pre-test dan post test dengan media leaflet yaitu dari 8,46 menjadi 14,23. Hasil uji t-test menunjukkan penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita di Kecamatan Medan Denai.

Disarankan kepada Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan agar menggunakan penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet dalam penyampaian pesan kesehatan kepada ibu yang memiliki balita.


(7)

ABSTRACT

Bad nutrious is circumstance of insuffiency energy and heavy level protein of effect of less consume the nutritious food and suffer the pain during long times. Bad nutrisious infants at the most residing in Medan City is Denai, it was 59 infants in 2008, and increase to become 110 bad nutrious infants in 2010.

The aim of this research was to analyze the effectiveness of counseling by lecture method and providing leaflets on knowledge and attitudes of mothers who had bad nutritious infants in Medan Denai Subdistrict. The type of the research was quasi experimental with non-equivalent control group design. The population was 110 mothers of bad nutritious infant in Medan Denai Subdistrict. The samples werw 26 respondents for each group repectively and were taken randomly. This research was done by using pair t-test method for the two groups, and then the treatment group was given the counseling and leaflets, and after two weeks the two groups were given the post-test.

Result of the research showed that the different knowledge of mothers of infanst in the pre-test and in the post-test with counseling was from 16.65 to 33.12 with the result of the pair t-test was p=0.000 (<0.05), the different attitude of the mothers of infants in the pre-test and in the post-test with counseling was from 8.12 to 15.81 with the result of the pair-test was p=0.000 (<0.05), the different knowledge of mothers of infanst in the pre-test and in the post-test with leaflet was from 16.08 to 33.12 with the result of the pair t-test was p=0.000 (<0.05), the different attitude of the mothers of infants in the pre-test and in the post-test with leaflet was from 8.46 to 14.23 with the result of the pair-test was p=0.000 (<0.05). The result of the pair-test was effective counseling to increase knowledge and attitude of mothers of the bad nutrious infant in Medan Denai.

It was recommended that the Health Center and City Health Office in Medan should use counseling by lecture method and providing leaflets in giving health information to the mothers who had infats.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah menciptakan langit dan bumi beserta ilmu pengetahuan didalamnya, atas limpahan berkatNya peneliti dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul ”Efektivitas Penyuluhan dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai”. Dalam penyusunan tesis ini, peneliti banyak mendapat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk itu peneliti mengucapkan terimakasih yang sedalam – dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3. Prof. dr. Guslihan Dasatjipta, Sp.A (K), selaku pembimbing I yang telah memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini.

3. Drs. Eddy Syahrial, M.S, selaku pembimbing II yang telah memberikan masukan dan arahan selama proses pelaksanaan tesis ini.

4. Drs. Tukiman, M.K.M, selaku pembanding yang telah memberikan saran – saran dan perbaikan bagi tesis ini.

5. Dra. Jumirah, Apt, M.Kes, selaku pembanding yang telah memberikan saran – saran dan perbaikan bagi tesis ini.


(9)

6. Papa dan Mama tercinta (A. Sitorus dan D. br. Simatupang), kakak dan abangku tersayang (Debora, Borys dan Richard) untuk segala dukungan moril dan materil serta pengertiannya.

7. Abang tersayang yang memberikan doa dan dukungan kepada penulis. 8. Para dosen PKIP atas segala masukan dan dukungannya.

9. Staf non akademik Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan fasilitas yang dibutuhkan peneliti.

10. Para ibu responden di Kecamatan Medan Denai, berkat kesediaannya dan partisipasi ibu semua, saya dapat menyelesaikan tesis ini.

11. Rekan – rekan satu angkatan, khususnya minat studi PKIP, atas dukungan dan kebersamaan yang diberikan.

12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam terselesaikannya tesis ini.

Hanya Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa dapat memberikan balasan atas kebaikan yang telah diperbuat. Selanjutnya demi kesempurnaan tesis ini, penulis sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, Oktober 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Christin Jayanti Sitorus, lahir di Medan pada tanggal 12 Desember 1984, anak keempat dari 4 bersaudara, putri dari ayahanda A. Sitorus dan Ibu D. br Simatupang, yang saat ini bertempat tinggal di Jalan Angsana 4 No. 60 Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai tahun 1990 di Sekolah Dasar di SD Negeri 064982 Medan tamat tahun 1996, Sekolah Lanjut Tengah Pertama di SLTP Katolik Mariana Medan Tahun 1999, Sekolah Menengah Umum di SMU St. Thomas-3 Medan tamat tahun 2002, melanjutkan pendidikan Diploma III ke Perguruan Tinggi di Akademi Kebidanan Prima Medan tamat tahun 2005, Diploma IV Bidan Pendidik di Politeknik Kesehatan Medan tamat tahun 2007.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Kebidanan Budi Mulia Medan sejak tahun 2006 hingga saat ini.

Tahun 2008 penulis mengikuti pendidikan lanjutan S2 di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ……….……….... 1

1.2Permasalahan ... 7

1.3Tujuan Penelitian ... 7

1.4Hipotesis ... 8

1.5Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyuluhan ... 9

2.2 Media ... 18

2.3 Pengetahuan ... 25

2.4 Sikap ... 27

2.5 Pengertian Gizi Buruk dan Status Gizi ... 31

2.6 Landasan Teori... 41

2.7 Kerangka Konsep ... 41

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 44

3.5 Variabel dan Definisi Operasional …... 46

3.6 Metode Pengukuran ... 46


(12)

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Lokasi Penelitian ... 50

4.2 Karakteristik Sampel ... 50

4.3 Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 ... 51

4.4 Efektivitas Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 …... 56

4.5 Perbedaan Rata – Rata Penyuluhan dan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 ... 60

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Keamaatan Medan Denai Tahun 2010 ... 62

5.2 Efektivitas Media Leaflet Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 ... 65

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 68

6.2 Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 3.6. Variabel dan Definisi Operasional ... 48 4.1. Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Denai 2010... 50 4.2. Luas Kelurahan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010... 51 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur, Pendidikan,

Pekerjaan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010... ... 51 4.4. Pengetahuan Kelompok Perlakuan Penyuluhan Ibu Balita Gizi

Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010... 53 4.5. Perbedaan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Buruk Pada Kelompok

Pre Test dan Post Test Dengan Penyuluhan di Kecamatan

Medan Denai Tahun 2010... 54 4.6. Sikap Kelompok Penyuluhan terhadap Ibu Balita Gizi Buruk di

Kecamatan Medan Denai Tahun 2010... 55 4.7. Perbedaan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk Pada Kelompok

Pre Test dan Post Test Dengan Penyuluhan di Kecamatan

Medan Denai Tahun 2010 ………...…....….. 56 4.8. Pengetahuan Kelompok Perlakuan Leaflet terhadap Ibu Balita

Gizi Buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010... 57 4.9. Perbedaan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Buruk Pada Kelompok

Pre Test dan Post Test Dengan Media Leaflet di Kecamatan

Medan Denai Tahun 2010... 58 4.10 Sikap Kelompok Media Leaflet terhadap Ibu Balita Gizi Buruk

di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010... 59 4.11. Perbedaan Sikap Ibu Balita Gizi Buruk pada Kelompok Pre Test dan

Post Test dengan Media Leaflet di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 ... 60


(14)

4.12. Perbedaan Distribusi Rata – rata Skor Penyuluhan dan Media Leaflet di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010 ... 60


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1. Kepercayaan, Sikap, Niat, dan Perilaku ... 31 2.2. Kerangka Konsep Penelitian... 41 3.1. Alur Penelitian ... 45


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Lembar Permohonan Menjadi Responden ... 71

2. Kuesioner Penelitian ... 77

3. Surat Izin Penelitian Dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 81

4. Surat Izin Penelitian Dari Kantor Camat Medan Denai... 82

5. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 83

6. Master Data ... 89


(17)

ABSTRAK

Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengonsumsi makanan yang bergizi dan menderita sakit dalam waktu yang lama. Penderita gizi buruk paling banyak berada di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Denai yaitu sebanyak 59 balita pada tahun 2008, dan meningkat menjadi 110 balita gizi buruk tahun 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai. Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimental dengan rancangan non equivalent control group. Populasi adalah seluruh ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai, sebanyak 110 orang. Sampel sebanyak 26 orang untuk masing-masing kelompok. Pengambilan sampel dilakukan secara acak. Penelitian ini dilakukan dengan uji statistik pair t-test untuk kedua kelompok, kemudian memberikan penyuluhan dan media leaflet kepada kelompok perlakuan dan setelah 2 minggu dilakukan post-test pada kedua kelompok.

Hasil penelitian menunjukkan perbedaan pengetahuan ibu balita pre-test dan

post test dengan penyuluhan yaitu dari 16,65 menjadi 33,12, perbedaan sikap ibu

balita pre-test dan post test dengan penyuluhan yaitu dari 8,12 menjadi 15,81, perbedaan pengetahuan ibu balita pre-test dan post test dengan media leaflet yaitu dari 16,08 menjadi 33,12, perbedaan sikap ibu balita pre-test dan post test dengan media leaflet yaitu dari 8,46 menjadi 14,23. Hasil uji t-test menunjukkan penyuluhan efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu balita di Kecamatan Medan Denai.

Disarankan kepada Puskesmas dan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan agar menggunakan penyuluhan dengan metode ceramah dan media leaflet dalam penyampaian pesan kesehatan kepada ibu yang memiliki balita.


(18)

ABSTRACT

Bad nutrious is circumstance of insuffiency energy and heavy level protein of effect of less consume the nutritious food and suffer the pain during long times. Bad nutrisious infants at the most residing in Medan City is Denai, it was 59 infants in 2008, and increase to become 110 bad nutrious infants in 2010.

The aim of this research was to analyze the effectiveness of counseling by lecture method and providing leaflets on knowledge and attitudes of mothers who had bad nutritious infants in Medan Denai Subdistrict. The type of the research was quasi experimental with non-equivalent control group design. The population was 110 mothers of bad nutritious infant in Medan Denai Subdistrict. The samples werw 26 respondents for each group repectively and were taken randomly. This research was done by using pair t-test method for the two groups, and then the treatment group was given the counseling and leaflets, and after two weeks the two groups were given the post-test.

Result of the research showed that the different knowledge of mothers of infanst in the pre-test and in the post-test with counseling was from 16.65 to 33.12 with the result of the pair t-test was p=0.000 (<0.05), the different attitude of the mothers of infants in the pre-test and in the post-test with counseling was from 8.12 to 15.81 with the result of the pair-test was p=0.000 (<0.05), the different knowledge of mothers of infanst in the pre-test and in the post-test with leaflet was from 16.08 to 33.12 with the result of the pair t-test was p=0.000 (<0.05), the different attitude of the mothers of infants in the pre-test and in the post-test with leaflet was from 8.46 to 14.23 with the result of the pair-test was p=0.000 (<0.05). The result of the pair-test was effective counseling to increase knowledge and attitude of mothers of the bad nutrious infant in Medan Denai.

It was recommended that the Health Center and City Health Office in Medan should use counseling by lecture method and providing leaflets in giving health information to the mothers who had infats.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk memperoleh sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, telah dikembangkan visi pembangunan kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010 yang diantaranya mengharapkan perilaku yang proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Seluruh upaya di atas memiliki kaitan erat dengan perbaikan gizi masyarakat, karena perbaikan gizi dapat diandalkan sebagai tindakan promotif dan preventif, yang merupakan jiwa dan visi Indonesia Sehat 2010 (Depkes RI, 2002).

Salah satu hal yang penting diupayakan dalam peningkatan sumber daya manusia oleh Pemerintah adalah memperbaiki gizi anak balita pada usia 0 sampai dengan 59 bulan (Balita) atau dengan istilah lain pada usia anak prasekolah, merupakan pola dasar dalam menciptakan tumbuh kembangnya anak. Karna pada masa itu pertumbuhan anak dipengaruhi oleh aspek ketahanan makanan (Food

Security) dan aspek lain, adanya keamanan makanan (Food Safety) yang dikomsumsi

untuk anak (Soetjiningsih, 2003).

Memiliki anak yang sehat, cerdas dengan bergizi yang seimbang adalah dambaan semua orang tua. Untuk mewujudkan tentu orangtua harus selalu memperhatikan, mengawasi dan merawat anak pada umur balita. Proses alamiah


(20)

dalam pertumbuhan anak tergantung pada perilaku orangtua. Apalagi pada masa usia balita merupakan periode penting dalam perkembangan yang akan menentukan pembentukan fisik, psikis maupun intelegensisinya (Sulistijan, 2001).

Pada umumnya Usaha Perbaikan Gizi Keluarga ( UPGK) merupakan usaha yang perlu diperhatikan dalam perbaikan gizi seluruh anggota keluarganya. Usaha ini dilakukan oleh keluarga dan masyarakat dengan bimbingan dan dukungan dari berbagai sektor, secara terkordinasi dan merupakan bagian pembangunan untuk meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Tujuan UPGK adalah meningkatkan dan membina keadaan seluruh anggota masyarakat melalui partisipasi dan pemerataan kegiatan, perubahan tingkah laku yang mendukung tercapainya perbaikan gizi, termasuk gizi anak balita (Suhardjo, 2003).

Keadaan gizi masyarakat Indonesia saat ini masih memprihatinkan, walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Pada tahun 2005 terdapat 76,178 balita menderita gizi buruk dan data sensus tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk sebesar 8,8%. Disamping itu, sebanyak 50% balita mengalami Kekurangan vitamin A dan mempunyai resiko terjadinya kebutaan, gangguan pertumbuhan dan penurunan daya tahan tubuh. Masalah gizi lain adalah anemia gizi besi yang ditemukan sekitar 48,1% balita. Beberapa penelitian menyimpulkan 54% kematian bayi dan balita di latar belakangi oleh faktor gizi (Depkes, 2006)

Munculnya kasus gizi buruk pada anak-anak balita dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara langsung dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang pada usia balita, anak tidak


(21)

mendapatkan asuhan gizi yang memadai dan anak menderita penyakit infeksi. Masalah gizi buruk pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan, kurang pendidikan pangan, kurang baiknya masalah lingkungan (sanitasi), kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan. Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan oleh kemampuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan gizi, menu seimbang dan kesehatan (Almatsier, 2001) Masalah gizi buruk bila tidak ditangani secara serius akan mengakibatkan bangsa Indonesia akan mengalami lost generation. Dampak lain yang ditimbulkan dari anak penderita gizi buruk adalah kesakitan, kematian, dan penurunan produktifitas yang diperkirakan antara 20-30% (Depkes RI, 2006). Anak yang mengalami kekurangan gizi pada usia balita akan tumbuh pendek, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak yang berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan, karena tumbuh kembang otak 80% terjadi pada masa balita yakni dalam kandungan sampai usia 2 tahun (www.gizi net).

Untuk menanggulangi masalah gizi buruk tersebut melalui inpres nomor 8 tahun 1999, pemerintah mencanangkan gerakan penanggulangan masalah pangan dan gizi. Gerakan tersebut dilaksanakan melalui 4 strategi utama yaitu pemberdayaan keluarga, pemberdayaan masyarakat, pemantapan kerjasama lintas sektor, serta peningkatan mutu dan cakupan pelayanan kesehatan.

Pemerintah Republik Indonesia melalui departemen kesehatan RI (2004) yang disalurkan lewat seluruh kabupaten dan kota, telah berupaya menanggulangi masalah gizi buruk dengan melakukan pemanfaatan kembali posyandu, meningkatkan


(22)

partisipasi masyarakat dalam membantu tumbuh kembang balita, meningkatkan kemampuan petugas kesehatan, mewujudkan keluarga sadar gizi dan memberikan makanan tambahan, MP ASI dan pemberian kapsul vitamin A, menggalang kerjasama lintas sektoral dan kemitraan serta mengaktifkan kembali Sistim Kewaspadaan Dini Gizi Buruk.

Semua upaya-upaya Pemerintah diatas terkadang dalam melaksanakan programnya dilapangan sering terkendala oleh dana, perilaku kesehatan masyarakat yang dibatasi oleh faktor ekonomi, pengetahuan, sikap tidak mendukung program kesehatan dan kurangnya sosialisasi program perbaikan gizi. Demikian juga posyandu yang ada di desa-desa banyak tidak berfungsi, partisipasi masyarakat yang kurang pada bidang kesehatan apalagi masalah gizi anak balita, sehingga semakin sulit berjalannya penyuluhan kesehatan dan pemberian makanan tambahan (www.net).

Menurut Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia (SDKI) tahun 2002-2003, jumlah pemberian ASI eksklusif pada bayi di bawah usia dua bulan hanya mencakup 64% dari total bayi seluruhnya. Persentase tersebut menurun seiring dengan bertambahnya usia bayi, yaitu 46% pada bayi usia 2-3 bulan dan 14% pada bayi usia 4-5 bulan. Yang lebih memprihatinkan adalah 13% bayi di bawah usia 2 bulan telah diberikan susu formula dan 30% bayi berusia 2-3 bulan telah diberikan makanan tambahan (Anonim, 2005).

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah termasuk melakukan upaya promosi kesehatan. Promosi kesehatan pada hakekatnya adalah usaha menyampaikan


(23)

pesan kesehatan pada masyarakat, kelompok atau individu, dengan harapan masyarakat, kelompok dan individu dapat memperoleh pengetahuan, akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan perilaku. (Notoatmodjo,2005).

Rencana Strategi Departemen Kesehatan RI 2006-2009 menggariskan bahwa tujuan promosi kesehatan adalah memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat agar mau menumbuhkan perilaku hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber masyarakat. Kegiatan pokoknya adalah dengan pengembangan media promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), mencakup mengembangkan media promosi kesehatan, dan melaksanakan dukungan administrative dan operasional pelaksanaan program promosi kesehatan. Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan media cetak, elektronik maupun media ruang. Dalam hal ini media diposisikan untuk membuat suasana yang kondusif terhadap perubahan perilaku yang positif terhadap kesehatan.

Melalui media cetak telah dikembangkan berbagai leaflet, brosur, poster, kelender, dan lain lain. Setiap tahun unit promosi kesehatan memproduksinya terutama semacam “Proto type” agar dapat dikembangkan lebih lanjut oleh daerah atau unit lain yang memerlukan sesuai dengan keadaan masalah dan potensi setempat. Dalam rangka memfasilitasi penyelenggaraan promosi kesehatan di daerah, disusunlah berbagai panduan seperti : panduan advokasi, panduan bina suasana, panduan pemberdayaan masyarakat dan panduan pengembangan mitra.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara masalah gizi buruk di Sumut tahun 2007 prevalensi gizi buruk 4,4% dan prevalensi gizi kurang


(24)

18,8% sedang untuk nasional prevalensi gizi buruk 8,7% dan gizi kurang sebesar 27%. Walau demikian gizi buruk dapat meningkat karena situasi perekonomian yang menurun. Pada bagian lain disebutkan, kasus gizi buruk sebenarnya dapat dicegah dan diminimalkan asalkan ibu membawa anak ke Posyandu setiap bulan sekali untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan Balita sebagai awal deteksi dini. Hal yang penting adalah mekanisme laporan hasil kegiatan tersebut secara berjenjang mulai dari tingkat Posyandu Puskesmas, Dinas Kabupaten / Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi. Pelapor tetap dibutuhkan sebagai dasar penyusunan perencanaan dan kebijakan.

Penderita gizi buruk yang paling banyak berada di Kota Medan adalah Kecamatan Medan Denai yaitu sebanyak 59 balita penderita gizi buruk pada tahun 2008, kemudian tahun 2009 telah terjadi peningkatan di Kecamatan Medan denai sebanyak 110 balita penderita gizi buruk, data yang di peroleh dari 4 puskesmas yang berada di Kecamatan Medan Denai. Berdasarkan peningkatan penderita gizi buruk tersebut, Dinkes Medan membuat tiga program berupa pemberian makanan secara tepat, penyuluhan dan membentuk keluarga sadar gizi. Gizi buruk sering disebabkan oleh adanya penyakit infeksi yang saling berkorelasi dengan lingkungan pemukiman yang kumuh dan kurangnya asupan gizi serta pola makanan yang salah serta adanya rasa enggan para ibu dan keluarganya untuk memanfaatkan Posyandu dan Puskesmas yang berada di lingkungannya sehingga seluruh bayi dan balita yang seyogianya ditimbang setiap bulan untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangannya, luput dari perhatian dan tidak terpantau pertumbuhannya. Kegiatan ini diharapkan dapat


(25)

menjaring seluruh bayi dan balita kota Medan sehingga kasus gizi buruk dapat dicegah dan deteksi sedini mungkin sehingga dapat menekan peningkatan kasus gizi buruk di Kota Medan.

Oleh sebab itu, para ibu perlu diberikan informasi, penyuluhan dan pengetahuan kesehatan dan gizi, supaya mereka dapat memelihara kesehatan dan gizi balita. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan serangkaian upaya untuk menolong mereka, dengan tujuan agar mereka mampu mengatasi masalah dan memelihara kesehatan gizi balita. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan dengan metode ceramah dan pemberian

leaflet. Metode ceramah dapat dipakai pada sasaran dengan tingkat pendidikan rendah

maupun tinggi, pada waktu penyuluhan dilakukan sasaran bisa berpartisipasi secara aktif dan memberikan umpan balik terhadap materi penyuluhan yang diberikan.

Leaflet dipilih sebagai media karena mudah disimpan, ekonomis dan bisa berfungsi

sebagai remainder bagi sasaran.

1.2. Permasalahan

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah belum diketahui efektivitas penyuluhan dan media

leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan


(26)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas penyuluhan dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai Tahun 2010.

1.4. Hipotesis

1. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan ibu balita gizi buruk sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan.

2. Ada perbedaan rata-rata pengetahuan ibu balita gizi buruk sebelum dan sesudah intervensi media leaflet.

3. Ada perbedaan rata-rata sikap ibu balita gizi buruk sebelum dan sesudah intervensi penyuluhan.

4. Ada perbedaan rata-rata sikap ibu balita gizi buruk sebelum dan sesudah intervensi media leaflet.

5. Ada perbedaan keefektifan penyuluhan dan media leaflet terhadap pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Untuk memberikan informasi mengenai gambaran perilaku orangtua terhadap anak balita penderita gizi buruk.

2. Sebagai masukan bagi Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam membuat program kebijakan kesehatan untuk mengatasi anak balita penderita gizi buruk


(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyuluhan

2.1.1. Pengertian dan Tujuan Penyuluhan

Upaya pendidikan atau penyuluhan gizi merupakan salah satu usaha yang sangat penting mengatasi masalah gizi kurang, dengan usaha itu diharapkan seseorang bisa memahami pentingnya makan dan gizi sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi.

Pendekatan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematik, terencana, terarah dengan peran serta aktif individu maupun kelompok atau masyarakat untuk memecahkan masalah masyarakat dengan memperhitungkan faktor sosial ekonomi dan budaya setempat.

Dalam hal penyuluhan di masyarakat sebagai pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku, maka terjadi proses komunikasi antar provider dan masyarakat. Dari proses komunikasi ini ingin diciptakan masyarakat yang mempunyai mental dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Sesuai dengan pengertian yang diuraikan di atas, maka penyuluhan gizi adalah suatu pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu/masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan dan mempertahankan gizi baik. Tujuan penyuluhan gizi adalah terciptanya sikap positif terhadap gizi, terbentuknya pengetahuan dan kecakapan memilih dan menggunakan sumber-sumber pangan, timbulnya kebiasaan


(28)

makan yang baik dan adanya motivasi untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal-hal yang berhubungan dengan gizi (Suhardjo, 1996).

2.1.2. Proses Adopsi dalam Penyuluhan

Penyuluhan tidak terlepas dari bagaimana agar sasaran penyuluhan dapat mengerti, memahami, tertarik dan mengikuti apa yang kita sampaikan dengan baik dan benar dan atas kesadarannya sendiri berusaha untuk menerapkan ide-ide baru tersebut dalam kehidupannya.

Menurut Wiraatmaja yang dikutip oleh Lucie (2005), indikasi yang dapat dilihat pada diri seseorang pada setiap tahapan adopsi dalam penyuluhan adalah sebagai berikut :

1. Tahap sadar (arwarness)

Pada tahap ini seseorang sudah mengetahui sesuatu yang baru karena hasil dari berkomunikasi dengan pihak lain

2. Tahap minat (interest)

Pada tahap ini seseorang mulai ingin mengetahui lebih banyak tentang hal-hal baru yang sudah diketahuinya dengan jalan mencari keterangan atau informasi yang lebih terperinci

3. Tahap menilai (evaluation)

Pada tahap ini seseorang mulai menilai atau menimbang-nimbang serta menghubungkan dengan keadaan atau kemampuan diri, misalnya kesanggupan serta resiko yang akan ditanggung baik dari segi sosial maupun ekonomi.


(29)

4. Tahap mencoba (trial)

Pada tahap ini seseorang mulai menerapkan atau mencoba dalam skala kecil sebagai upaya menyakinkan apakah dapat dilanjutkan atau tidak

5. Tahap penerapan atau adopsi (adoption)

Pada tahap ini seseorang sudah yakin akan hal baru dan mulai melaksanakan dalam skala besar.

2.1.3. Metode Penyuluhan

Menurut Van Deb Ban dan Hawkins yang dikutip oleh Lucie (2005), pilihan seorang agen penyuluhan terhadap suatu metode atau teknik penyuluhan sangat tergantung pada tujuan khusus yang ingin dicapai. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah ceramah.

Ceramah merupakan metode penyuluhan yang efektif pada kelompok sasaran yang besar yaitu lebih dari 15 orang. Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah adalah (Notoatmodjo, 2003) :

a. Persiapan

Ceramah akan berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai materi yang akan diceramahkan. Untuk itu penceramah harus mempersiapkan diri dengan :

i. Mempelajari materi dengan sistematika yang baik. Lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema.

ii. Mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran, misalnya : makalah singkat, slide, transparan, sound sistem dan sebagainya.


(30)

b. Pelaksanaan

Kunci dari keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah tersebut dapat menguasai sasaran ceramah. Untuk itu penceramah dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :

i. Sikap dan penampilan yang menyakinkan, tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah

ii. Suara hendaknya cukup keras dan jelas

iii. Pandangan harus tertuju ke seluruh peserta ceramah iv. Berdiri di depan (dipertengahkan) dan tidak boleh duduk

v. Menggunakan alat-alat bantu lihat atau Audio Visual Aid (AVA) semaksimal mungkin

2.1.4. Media Penyuluhan

Media penyuluhan yang dimaksud adalah alat bantu penyuluhan yang peranannya berfungsi sebagai perantara yang dapat dipercaya menghubungkan antara penyuluh dan sasaran sehingga pesan atau informasi akan lebih jelas dan nyata. Salah satu media penyuluhan adalah brosur.

Brosur merupakan salah satu bentuk media penyuluhan yang pada hakikatnya adalah alat bantu penyuluhan atau Audio Visual aid (AVA). Disebut media penyuluhan karena media folder merupakan saluran (channel) untuk menyampaikan informasi kesehatan dan arena alat bantu tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat. Brosur yang merupakan media cetak disebut juga media bellow the line (media lini bawah) berbentuk lembaran yang


(31)

dapat dilihat satu kali/lebih dalam bidang/halaman bagian luar di desain lebih memikat layaknya sampul (cover) (Sayoga, 2003).

Kelebihan brosur adalah dapat disimpan untuk dibaca berulang-ulang dan isinya dapat agak terinci, desain cetak dan ilustrasi dapat dibuat semenarik mungkin dan mampu memilih khalayak secara perinci. Sedangkan kekurangannya adalah kurang cocok untuk audience dengan tingkat pendidikan rendah dan eye catcher (umpan untuk menangkap mata) sangat tergantung pada desain ilustrasi, jenis kertas dan kualitas cetak (Sayoga, 2003).

2.1.5. Pengelolaan Penyuluhan 2.1.5.1. Perencanaan Penyuluhan

Perencanaan adalah serangkaian kegiatan di mana keputusan yang dituangkan dalam bentuk tindakan-tindakan. Perencanaan merupakan langkah awal dari suatu kegiatan. Tahap perencanaan ini di tata secara sistematis tentang kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan.

Perencanaan berarti pula bagaimana cara dan strategi dalam mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan menggunakan segala sumber daya yang ada agar lebih efektif dan efisien dengan memperlihatkan sosial budaya, psikis dan biologis dari sasaran penyuluhan. Langkah-langkah dalam penyuluhan adalah mengenal masalah masyarakat dan wilayah, menentukan prioritas, menentukan tujuan penyuluhan, menentukan sasaran penyuluhan, menentukan isi/materi penyuluhan, menentukan metode penyuluhaan yang akan digunakan, melihat alat-alat peraga atau media yang


(32)

dibutuhkan, menyusun rencana penilaian dan menyusun rencana kerja/rencana pelaksanaan.

2.1.5.2. Pelaksanaan Penyuluhan

Penyuluhan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan sasaran penyuluhan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan sikap petugas gizi dan kader tentang pemberian dan manfaat tablet zat besi. Kegiatan ini mengacu kepada perencanaan yang telah ditentukan (Sayoga, 2003).

2.1.5.3. Waktu dan Tempat Penyuluhan

Dalam pelaksanaan penyuluhan kadang-kadang persiapan yang dilakukan oleh penyuluh menjadi berantakan disebabkan karena hal-hal yang dianggap sepele yaitu waktu dan tempat penyuluhan yang tidak tepat. Biasanya kader dikumpulkan di ruangan tertutup. Kegiatan dilakukan pada umumnya mulai pagi hari hingga siang hari, oleh karena itu seorang penyuluh sebaiknya tahu kapan kader mempunyai waktu yang luang dan kapan mereka dapat berkumpul bersama. Maka jadwal kegiatan sehari-hari kader perlu untuk diketahui sehingga pada saat diadakan penyuluhan tidak terkesan mengganggu atau merugikan kader (Lucie, 2005).

2.1.5.4. Evaluasi Penyuluhan

Penilaian (evaluasi) adalah proses menentukan nilai atau keberhasilan dalam mencapai tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya yang digunakan untuk menilai sejauh mana keberhasilan dari suatu kegiatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi adalah apakah dalam tujuan penyuluhan sudah jelas dijabarkan dan sesuai dengan tujuan program, apakah indikator/kriteria yang akan dipakai dalam penilaian,


(33)

kegiatan penyuluhan yang mana yang akan di evaluasi, metode apa yang digunakan dalam evaluasi, instrumen apa yang digunakan dalam evaluasi, siapa yang melaksanakan evaluasi, sarana-sarana apa yang dipergunakan untuk evaluasi, apakah ada fasilitas dan kesempatan untuk mempersiapkan tenaga yang melaksanakan evaluasi dan bagaimana cara untuk memberikan umpan balik hasil evaluasi (Mantra I.B., 1994).

2.1.5.5. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku

Proses perubahan perilaku akan menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap mental, sehingga mereka tahu, mau dan mampu melaksanakan perubahan-perubahan dalam kehidupannya demi tercapainya perbaikan kesejahteraan keluarga yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.

Titik berat penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku adalah penyuluhan yang berkesinambungan. Dalam proses perubahan perilaku dituntut agar sasaran berubah tidak semata-mata karena adanya penambahan pengetahuan saja, namun diharapkan juga adanya perubahan pada keterampilan sekaligus sikap menetap yang menjurus kepada tindakan atau kerja yang lebih baik, produktif dan menguntungkan.

Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku tidak mudah, hal ini menuntut suatu persiapan yang panjang dan pengetahuan yang memadai bagi penyuluhan maupun sasarannya. Penyuluhan sebagai proses perubahan perilaku, selain membutuhkan waktu yang relatif lama juga membutuhkan perencanaan yang matang, terarah dan berkesinambungan (Lucie, 2005).


(34)

Menurut Notoatmodjo (2003) untuk merubah perilaku seseorang harus mengikuti tahap-tahap proses perubahan : pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan praktek (practice). Dalam hal ini penyuluhan berperan sebagai salah satu metode penambahan dan peningkatan pengetahuan seseorang sebagai tahap awal terjadinya perubahan perilaku.

2.1.5.6. Kekuatan yang Mempengaruhi Penyuluhan

Secara umum ada beberapa faktor atau kekuatan yang mempengaruhi proses perubahan keadaan yang disebabkan karena penyuluhan, di antaranya sebagai berikut (Lucie, 2005) :

1. Keadaan pribadi sasaran

Beberapa hal yang perlu diamati pada diri sasaran penyuluhan adalah ada tidaknya motivasi pribadi sasaran penyuluhan dalam melakukan suatu perubahan. Berikutnya, adanya ketakutan atau trauma di masa lampau yang berupa ketidakpercayaan pada pihak lain karena pengalaman ketidakberhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan dana, saran dan pengalaman serta adanya perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang tanpa harus melakukan perubahan.

2. Keadaan lingkungan fisik

Yang dimaksud lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan penyuluhan.


(35)

3. Keadaan sosial dan budaya masyarakat

Sebagai pola perilaku sudah sewajarnya apabila kondisi sosial budaya di masyarakat akan mempengaruhi efektivitas penyuluhan karena kondisi sosial budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari, dipegang teguh oleh setiap warga masyarakat dan diteruskan secara turun temurun dan akan sangat sulit merubah perilaku masyarakat jika sudah berbenturan dengan keadaan sosial budaya masyarakat.

4. Keadaan dan Macam Aktivitas Kelembagaan yang Tersedia dan Menunjang Kegiatan Penyuluhan

Ada tidaknya peran serta terkait dalam proses penyuluhan akan menentukan efektivitas penyuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai pembuat keputusan yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat.

Berdasarkan penelitian Rajagukguk T (2007) tentang pengaruh penyuluhan konsumsi sayur dan buah terhadap perilaku ibu rumah tangga di Kelurahan Padang Bulan, mengatakan bahwa terdapat perbedaan pengetahuan responden dan sikap responden tentang konsumsi sayur dan buah sebelum diberikan penyuluhan dan setelah diberikan penyuluhan. Di mana pemberian penyuluhan tentang konsumsi sayur dan buah ternyata mampu mempengaruhi peningkatan pengetahuan responden mengenai sayur dan buah dan responden mempunyai sikap yang positif setelah mendapatkan penyuluhan.


(36)

2.2. Media

2.2.1. Pengertian Media

Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh komunikator, baik itu melalui media cetak, elektronika, dan media luar ruang, sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat merubah perilakunya ke arah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo, 2005). Menurut Suhardjo (2003), media sebagai sarana belajar mengandung pesan atau gagasan sebagai perantara untuk menunjang proses belajar atau penyuluhan tertentu yang telah direncanakan.

Umar Hamalik, Djamarah dan Sadiman dalam Adri (2008), mengelompokkan media berdasarkan jenisnya, yaitu :

1. Media auditif, yaitu media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti tape recorder

2. Media visual leaflet, yaitu media yang hanya mengandalkan indra penglihatan dalam wujud visual

3. Media audiovisual, yaitu media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Jenis media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, dan media ini dibagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Audiovisual diam, yang menampilkan suara dan visual diam, seperti film sound slide

b. Audiovisual gerak, yaitu media yang dapat menampilkan unsur suara dan


(37)

Menurut Notoatmodjo (2003), berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan, media dibagi menjadi 3, yaitu media cetak, seperti booklet,

leaflet, flyer, flip chart, rubrik/tulisan-tulisan poster, foto. Media elektronik, seperti

televisi, radio, video compact disc, slide, film strip, serta media papan (bill board), yang mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan umum.

2.2.2. Media Leaflet

2.2.2.1. Media poster dan leaflet

Poster adalah lembaran kertas yang besar, sering berukuran 60 cm lebar dan 90 cm tinggi dengan kata-kata dan gambar atau simbol untuk penyampaian suatu pesan. Poster biasa dipakai secara luas oleh perusahaan dagang untuk mengiklankan produknya serta memperkuat pesan yang telah disampaikan melalui media massa lain (Brieger, 1992). Sedangkan menurut Sadiman (2006), poster tidak saja penting untuk menyampaikan kesan-kesan tertentu tetapi dia mampu pula untuk mempengaruhi dan memotivasi tingkah laku orang yang melihatnya. Secara umum poster yang baik hendaklah sederhana, dapat menyajikan satu ide untuk mencapai satu tujuan pokok, berwarna dan tulisannya jelas. Selain itu, slogan pada poster harus ringkas dan jitu, motif yang digunakan juga bervariasi.

A. Tujuan poster

Menurut Brieger (1992), poster dapat dipakai secara efektif untuk tiga tujuan, yaitu untuk memberi informasi dan nasihat, memberikan arah dan petunjuk, serta mengumumkan peristiwa dan program yang penting.


(38)

B. Kelebihan dan kelemahan poster

Menurut Simnett dan Ewles (1994), kelebihan poster antara lain dapat meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan dan merangsang kepercayaan, sikap dan perilaku. Poster dapat menyampaikan informasi, mengarahkan orang melihat sumber lain (alamat, nomor telepon, mengambil leaflet). Poster juga dapat dibuat di rumah dengan murah.

Poster memiliki kelemahan karena penggunaannya untuk audiens terbatas (kecuali poster komersil yang besar), mudah rusak, dan diacuhkan, materi berkualitas tinggi memerlukan ahli grafis dan peralatan cetak yang baik, dan ini sangat mahal. Selain itu, biasanya poster dibeli dengan biaya relatif mahal. Uji coba dengan kelompok pengguna sangat disarankan.

Menurut Notoatmodjo (2005), kelebihan poster dari media yang lainnya adalah tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak tinggi, tidak perlu listrik, dapat dibawa ke mana-mana, dapat mengungkit rasa keindahan, mempermudah pemahaman, dan meningkatkan gairah belajar. Kelemahannya adalah media ini tidak dapat menstimulir efek suara dan efek gerak dan mudah terlipat.

C. Besar kelompok

Kelompok sasaran dapat besar atau kecil. Dapat juga seluruh masyarakat. Kadang-kadang anda mungkin juga ingin menggunakan poster untuk perorangan.


(39)

Anda mungkin memberikan konsultasi kepada seseorang di klinik, di sekolah, atau di kantor (Brieger, 1992).

D. Isi poster

Sejumlah aturan harus diikuti untuk pembuatan poster, seperti semua kata yang digunakan harus dalam bahasa setempat. Kata-kata harus sedikit dan sederhana, penggunaan simbol juga harus yang dapat dimengerti oleh orang buta huruf. Isi poster hendaknya hanya menempatkan satu gagasan pada satu poster karena terlalu banyak gagasan akan membuat semerawut dan membingungkan orang. Poster harus cukup besar agar dapat dilihat orang dengan jelas. Apabila poster digunakan untuk satu kelompok, pastikan bahwa orang di belakang dapat melihatnya dengan jelas (Brieger, 1992).

E. Syarat penempatan poster

Adapun syarat penempatan poster antara lain menurut Brieger (1992), yaitu poster dipajang di tempat yang diperkirakan akan banyak dilalui orang (daerah pasar, ruang pertemuan), meminta izin sebelum memasang poster di rumah atau bangunan. Beberapa tempat, gedung, batuan, atau pohon dapat merupakan tempat yang khusus atau mempunyai nilai tertentu. Oleh karena itu jangan menaruh poster di tempat yang demikian karena akan membuat penduduk marah sehingga mereka tidak mau belajar dari poster tersebut. Selain itu, jangan membiarkan poster lebih dari sebulan, sehingga orang akan menjadi bosan dan mengacuhkannya.


(40)

2.2.2.2. Media Leaflet

Leaflet adalah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan

melalui lembar yang dilipat (Notoatmodjo, 1993). A. Kegunaan dan keunggulan leaflet

Menurut Simnett dan Ewles (1994), kegunaan dan keunggulan dari leaflet adalah sederhana dan sangat murah, klien dapat menyesuaikan dan belajar mandiri, pengguna dapat melihat isinya pada saat santai, informasi dapat dibagikan dengan keluarga dan teman. Leaflet juga dapat memberikan detil (misalnya statistik) yang tidak mungkin bila disampaikan lisan. Klien dan pengajar dapat mempelajari informasi yang rumit bersama-sama.

B. Keterbatasan leaflet

Menurut Simnett dan Ewles (1994), leaflet profesional sangat mahal, materi yang diproduksi massal dirancang untuk sasaran pada umumnya dan tidak cocok untuk setiap orang, serta terdapat materi komersial berisi iklan. Leaflet juga tidak tahan lama dan mudah hilang, dapat menjadi kertas percuma kecuali pengajar secara aktif melibatkan klien dalam membaca dan menggunakan materi. Uji coba dengan sasaran sangat dianjurkan.

2.2.2.3. Poster dan leaflet dalam perubahan perilaku

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk tindakan seseorang, karena dari pengalaman dan penelitian yang ada, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bertahan lama daripada yang tidak didasari oleh


(41)

pengetahuan. Jadi, sebelum seseorang berperilaku baru, ia terlebih dahulu tahu apa arti atau manfaat perilaku tersebut.

Salah satu strategi dalam perubahan perilaku adalah pemberian informasi. Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut. Pengetahuan-pengetahuan itu selanjutnya akan menimbulkan kesadaran, dan akhirnya akan menyebabkan orang berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya itu (Notoatmodjo, 1993).

Penelitian yang dilakukaan oleh Handayani (2008) tentang pengaruh poster sebagai promosi kesehatan terhadap perilaku ibu dalam pemberian MP-ASI pada Baduta menyimpulkan bahwa pemasangan poster di posyandu juga mempengaruhi perilaku ibu yang memiliki anak usia dua tahun. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan Rahmawati (2006) tentang efektivitas leaflet diabetes melitus (DM) modifikasi terhadap pengendalian kadar gula darah penderita DM tipe 2 menyimpulkan bahwa penggunaan leaflet dapat meningkatkan pengetahuan penderita DM tipe 2 yang sebelumnya memiliki pengetahuan rendah. Penelitian yang dilakukan Pujiadi (1979) tentang pengaruh media visual gambar terhadap peningkatan status gizi anak balita menyimpulkan bahwa metoda visual kartu bergambar ternyata dapat meningkatkan pengetahuan gizi para ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.


(42)

Media promosi kesehatan yang baik adalah media yang mampu memberikan informasi atau pesan-pesan kesehatan yang sesuai dengan tingkat penerimaan sasaran sehingga sasaran mau dan mampu untuk mengubah perilaku sesuai dengan pesan-pesan yang disampaikan. Promosi kesehatan di sekolah merupakan langkah yang strategis dalam upaya peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya dalam mengembangkan perilaku hidup sehat (Notoatmodjo, 2005).

2.2.2.4 Proses Adopsi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baik), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan yakni : kesadaran, interes, evaluasi, percobaan dan adopsi.

Namun demikian dalam penelitian lanjutan Rogers (1983), telah menemukan model baru dalam memperbaiki penelitiannya proses perubahan perilaku terdahulu dengan teori yang dikenal “Deffusion of Innovation” meliputi :

1. Knowledge (pengetahuan) terjadi bila individu (ataupun suatu unit perbuatan

keputusan lainnya) diekspos terhadap eksistensi inovasi dan memperoleh pemahamannya.

2. Persuasion (persuasi) terjadi bila suatu individu (ataupun suatu unit keputusan


(43)

3. Decision (keputusan) terjadi bila individu (atau unit pembuat keputusan lainnya)

terlibat dalam berbagai aktivitas yang mengarah kepada pilihan untuk menerapkan dan menolak inovasi

4. Implementation (implementasi) terjadi bila individu (atau unit keputusan

lainnya) menggunakan inovasi

5. Confirmation (konfirmasi) terjadi bila individu (atau unit pembuatan keputusan

lainnya) mencari dukungan atas keputusan inovasi yang sudah dibuat, akan tetapi ia sendiri mungkin mencanangkan keputusan sebelumnya jika diarahkan terhadap pesan-pesan yang menimbulkan konflik tentang inovasi tersebut.

Apabila penerimaan perilaku baru dan adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku ini tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Soekidjo, 2003).

2.3. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.


(44)

Pengetahuan yang dicapai di dalam domain kognitif mempunyai 5 tingkatan yakni :

1. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat yang paling rendah. Kata kerja bahwa untuk mengukur orang tahu tentang apa yang telah dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Comprehension (memahami), diartikan sebagai sesuatu untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, memperkirakan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil atau sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain

4. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis tersebut dapat dilihat dari penggunaan kata kerja


(45)

5. Sintesis, menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam bentuk suatu keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampun untuk menyusun formulasi-formulasi yang ada. Dan evaluasi, berkaitan dengan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria tersendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Soekidjo, 2003)

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penilaian atau responden. Kedalaman pengetahuan orangtua yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

2.4. Sikap

2.4.1. Defenisi Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan manifestasi sikap itu tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb dalam Soekidjo (2003), salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan


(46)

pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.

Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Sikap seseorang tidak dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang tersebut

2. Sikap tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi terhadap suatu objek. Dengan kata lain sikap terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas

3. Sikap dapat berubah-ubah oleh karena itu dipelajari oleh sebagian orangtua sebaliknya

4. Objek sikap dapat merupakan satu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu objek saja tetapi juga berkenaan dengan sederetan objek-objek yang serupa

5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dengan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki seseorang (Soekidjo, 2003)

2.4.2. Komponen Pokok Sikap

Dalam bagian lain Allport (1945) yang dikutip oleh Nurasiyah (2007), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yakni : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek ; kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek; kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total


(47)

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting (Soekidjo, 2003). Selanjutnya ciri-ciri sikap menurut WHO adalah :

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu 2. Sikap akan ikut atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu pada pengalaman

orang lain

3. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pada pengalaman seseorang

4. Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat

2.4.3. Berbagai Tingkatan Sikap

Sebagai halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yakni :

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek

2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini, karena dengan suatu usaha untuk menjawab suatu pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini


(48)

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap (Soekidjo, 2003)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

2.4.4. Perubahan Sikap

Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan pada tahun

1967 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat perubahan hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002)

Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya niat. Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Kemudian sikap ditentukan oleh keyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan evaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan menghasilkan sikap yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002).

Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma atau kepercayaan masyarakat


(49)

Perilaku Niat untuk

melakukan perilaku Norma

subjektif mengenai

perilaku Sikap terhadap perilaku

Gambar 2.1. Kepercayaan, Sikap, Niat, Dan Perilaku (Subjective norm, attitudes, intention and behavior)

2.5. Pengertian Gizi Buruk dan Status Gizi 2.5.1. Defenisi Gizi Buruk

Gizi buruk mempunyai beberapa pendapat tentang defenisinya, di antaranya Depkes RI mendefenisikan gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan/atau menderita sakit dalam waktu lama. Itu ditandai dengan status gizi yang sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwahsiorkor (Depkes RI, 2006). Menurut WHO gizi buruk adalah bentuk terparah (akut) dari proses terjadinya kekurangan gizi anak balita atau kurang gizi yang dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (Soekirman, 2002).


(50)

a. Status Gizi

Menurut Masetyo (1991), status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat atau kondisi yang dapat diukur. Indikator status gizi salah satunya adalah ukuran tubuh (antropometri) merupakan refleksi dari pengarah faktor genetik dan lingkungan.

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari natriture dalam bentuk variabel tertentu. Di masyarakat cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah antropometri gizi. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, pada masa bayi – balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik maupun status gizinya (Supariasa, 2002)

Kesesuaian komposisi dan nilai gizi makanan berperan dalam menentukan kualitas hidup anak. Kemunduran dan keterbelakangan serta rendahnya daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit dapat dijadikan cermin seberapa jauh makanan anak dapat diperhatikan oleh orangtua mereka.

Dalam menilai status gizi dapat dilakukan dengan empat cara yaitu (Supariasa, 2002) :

1. Secara antropometri yaitu dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagian tubuh tertentu seperti lingkar lengan atas, lingkar kepala, tabel lapisan lemak dan lain-lain.

2. Secara klinis yaitu dengan pemeriksaan jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, mukosa oral dan lain-lain


(51)

3. Secara biokimia yaitu dengan pemeriksaan darah, urin, tinja dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot

4. Secara biofisik yaitu dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan status jaringan

2.5.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Antropometri gizi adalah berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Parameter antropometri merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks Antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah berat badan menurut umur (BB/U), Tinggi badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U) dan berat badan menurut BB/U. Indeks ini menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Masa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil, oleh karena itu indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini, dengan pedoman yang dikenal star baku dalam KMS (kartu menuju sehat) di mana :


(52)

a. Kelebihan indeks BB/U

1. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum 2. Baik untuk mengukur status gizi saat akut dan kronis

3. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil 4. Dapat mendeteksi kegemukan

b. Kelemahan indeks BB/U

1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun ascites

2. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak di bawah umur lima tahun

3. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan pada anak saat penimbangan

4. Sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat.

Dalam hal ini orangtua tidak mau menimbangkan anaknya karena dianggap seperti barang dagangan.

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan nampak dalam waktu yang relatif lama. Untuk balita digunakan istilah panjang badan menurut umur (PB/U).


(53)

a. Keuntungan Indeks TB/U

1. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

2. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa b. Kelemahan indeks TB/U

1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin menurun

2. Pengukuran relatif sulit dilakukan karena anak harus berdiri tegak, sehingga diperlukan 2 orang untuk melaksanakannya.

Untuk menilai status gizi seseorang atau masyarakat digunakan daftar baku antropometri. Saat ini dikenal dua baku antropometri untuk menilai status gizi yaitu baku harvard dan baku WHO-NCHS (World health organization-national center for

health and statistic). Salah satu sasaran yang dianjurkan pada semiloka antropometri

di Cilito Februari 1991 adalah penggunaan secara seragam di Indonesia baku rujukan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Penilaian status gizi berdasarkan BB/U dan PB/U dapat dihitung dengan menggunakan Z-score atau standart deviasi (SD).

Penilaian status gizi berdasarkan panjang badan terhadap umur (PB/U) menurut klasifikasi WHO yang dikutip Supariasa (2002), dibagi menjadi tiga kategori antara lain : tinggi normal dan pendek.

2.5.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Menurut Jeliffe yang dikutip oleh Supariasa (2002), pertumbuhan adalah peningkatan secara bertahap dari tubuh, organ dan jaringan dari masa konsepsi sampai dengan remaja. Pertumbuhan berarti bertambah besar dalam arti fisik akibat membesarnya sel-sel tubuh manusia. Sedangkan perkembangan berarti pertambahan


(54)

keterampilan dan fungsi kompleks dari seseorang akibat bertambahnya jumlah sel. Pertumbuhan dan perkembangan pada prakteknya saling berkaitan, sehingga sulit untuk mengadakan pemisahan. Sejak masa bayi sampai dewasa terjadi pertumbuhan dan perkembangan dari segi jasmaniah, mental dan intelektual.

Perkembangan kecerdasan manusia sejalan dengan pertumbuhan jaringan otaknya, berbeda dengan pertumbuhan bagian tubuh yang lain. Pertumbuhan otak berlangsung cepat dalam waktu yang relatif singkat. Waktu lahir, otak bayi telah mencapai 25 % berat otak orang dewasa dan pada usia 12 bulan mencapai 70 %. Sedangkan pertumbuhan bagian tubuh yang lain hanya mencapai 5 % pada waktu lahir dan baru 50 % pada waktu umur 10 tahun. Jadi masa kritis tersebut anak menderita kurang gizi, maka pertumbuhan otak menjadi terhambat dan tidak di kejar untuk memperbaikinya di kemudian hari (Kadsu, 2004).

2.5.4. Pola Asuh Terhadap Anak

Pengasuhan berasal dari kata asuh (to rear) yang mempunyai makna menjaga, merawat, dan mendidik anak yang masih kecil serta membimbing menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan dengan memberikan pendidikan, makanan, dan sebagainya terhadap mereka yang diasuh Sunarti, (1989) yang dikutip oleh Nurasyah (2007). Sedangkan menurut Engle (1997) pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya (Nurasiyah, 2007).


(55)

Pengasuhan juga menyangkut aspek manajerial, berkaitan dengan kemampuan merencanakan, melaksanakan, serta mengontrol atau mengevaluasi semua hal yang berkaitan dengan pertumbuhn dan perkembangan anak. Kemampuan orangtua dalam mengevaluasi bisa ditunjukkan dari kemampuan mengantisipasi hal-hal atau kondisi yang dapat mengganggu optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan anak Sunarti, (2004) yang dikutip oleh Nurasiyah (2007).

2.5.5. Peranan Orangtua Terhadap Anak

Orangtua adalah ibu dan ayah dari penderita anak gizi buruk. Peranan orangtua, baik ibu maupun ayah merupakan kunci di dalam menjaga, merawat dan mendidik anak yang berkualitas sehingga mencapai sukses. Oleh sebab itu di dalam pertumbuhan anak, perhatian orangtua adalah hal yang tidak bisa dipungkiri.

Orangtua berkewajiban menjaga anaknya dari berbagai serangan penyakit, memberi makanan yang cukup dan memenuhi gizi sesuai dengan pertumbuhannya. Seorang ayah berperan sebagai pengayom dalam rumah tangga di mana anak akan merasa terlindungi di dalam proses hidup kesehariannya. Sedangkan seorang ibu, berperan untuk merawat anak-anak di rumh dari dalam kandungan hingga mencapai usia dewasa, kemudian memperhatikan pola makan anak, gizi anak, pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usianya. Selain itu peranan nenek, bibi, dan pembantu rumah tangga dalam mengasuh anak-anak juga sangat diperhitungkan di saat orangtua tidak bersama anak. Namun peranan mereka tidak sebanding dengan peranan orangtua dalam mengasuh anak. (www.pola asuh.com).


(56)

2.5.6. Praktek Pemberian Makanan Anak

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak, karena anak sedang tumbuh sehingga kebutuhannya berbeda dengan orang dewasa. Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi (perlambatan pembaharuan) pertumbuhan anak (Soetjiningsih, 2003). Upaya untuk memberikan makanan pada anak dengan cara yang baik, tidak memaksa, walaupun anak dalam keadaan menangis, menolak atau sulit makan akan memberikan dampak positif terhadap keadaan gizi. Anak-anak yang selalu diupayakan untuk mendapatkan makanan walaupun menangis, dan menolak makanan, keadaan gizinya lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak diperhatikan atau didiamkan saja (Jahari, 2000).

2.5.7. Food Habit (Kebiasaan Makan)

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang (keluarga) memilih makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, kebudayaan dan sosial. (Suhardjo, 1989). Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif, negatif bersumber pada nilai-nilai efektif yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi di mana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh (Khumaidi, 1994).

Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan hidupnya. Sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak.


(57)

2.5.8. Tinjauan Kurang Energi Protein (KEP)

KEP adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG) (Depkes, 2000).

1. Klasifikasi KEP

Untuk tingkat Puskesmas, penentuan kurang energi protein (KEP) yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibandingkan dengan umur dengan menggunakan KMS dan tabel berat badan menurut umur (BB/U) baku median WHO-NCHS.

Klasifikasi kurang energi protein (KEP) (Depkes, 2000) :

a. Kurang energi protein (KEP) ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning

b. Kurang energi protein (KEP) sedang bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U baku median WHO-NCHS.

2. Gejala Klinis Balita KEP Berat/Gizi Buruk

Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor, atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/ melihat BB bila disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah kurang energi protein (KEP)/gizi buruk tipe kwashiorkor.


(58)

a. Kwashiorkor

- Edema, kedua punggung dan kaki bengkak - Wajah membulat dan sembab

- Pandangan mata sayu (apatis)

- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok

- Cengeng dan rewel

- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman di tungkai atau di pantat

- Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut, anemia dan diare b. Marasmus

- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit - Wajah seperti orangtua

- Cengeng dan rewel

- Rambut tipis jarang dan kusam - Pantat kendur dan keriput - Perut cekung

c. Marasmus-Kwashiorkor adalah penyakit ini memperlihatkan gejala klinis campuran antara marasmus dan kwashiorkor (Depkes RI, 2006)

d. Gejala klinis yang umum adalah gagal tumbuh kembang, di samping itu terdapat satu atau lebih gejala kwashiorkor seperti edema, dermatitis, mental hipertrofi otot jaringan lemak subkutan berkurang, kerdil, anemia.


(59)

2.6. Landasan Teori

Keadaan gizi buruk masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, walaupun berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Untuk mengatasi gizi buruk tersebut, maka diperlukan promosi kesehatan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap dalam upaya pencegahan gizi buruk. Promosi kesehatan sebaiknya menggunakan metode yang sesuai dengan kelompok sasaran, sehingga tujuan promosi kesehatan tercapai. Teori difusi inovasi yang dikemukakan oleh Rogers (1973) merupakan suatu landasan yang menekankan pada sumber media yang bertujuan untuk mengubah perilaku melalui penyebaran informasi dan upaya mempengaruhi motivasi dan sikap. Perubahan dalam proses difusi dan inovasi meliputi pengetahuan, persuasi, keputusan dan konfirmasi.

2.7. Kerangka Konsep

Intervensi Penyuluhan Media Leaflet

Pre Test Post Test

Pengetahuan dan sikap ibu tentang gizi

buruk setelah intervensi Pengetahuan dan

sikap ibu tentang gizi buruk sebelum

intervensi


(60)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimental dengan menggunakan rancangan one group Pretest dan Postest, dimana rancangan ini tidak menggunakan kelompok perbandingan (Kontrol) tetapi sesudah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan peneliti dapat menguji perubahan – perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan ( Notoatmodjo, 2002). Rancangan ini dapat di gambarkan sebagai berikut :

Pretest Perlakuan Postest

O1 = Pretest sebelum diberi perlakuan pada kelompok penyuluhan pada ibu balita tentang gizi buruk (Minggu Pertama)

O1 X O2 O3 O4

O2 = Postest setelah diberi perlakuan pada kelompok penyuluhan pada ibu balita tentang gizi buruk (mingu ke dua)

O3 = Pretest sebelum diberi perlakuan pada kelompok media leaflet pada ibu balita tentang gizi buruk (minggu pertama)

O4 = Postest setelah diberi perlakuan pada kelompok media leaflet pada ibu balita tentang gizi buruk (pada minggu kedua)


(61)

X = Memberikan perlakuan dengan memberikan metode ceramah dan media leaflet (minggu ke dua)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitan

Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai , dengan pertimbangan merupakan salah satu daerah yang memiliki gizi buruk paling tinggi di Kota Medan. 3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai dengan pengusulan judul penelitian, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal penelitian, merancang kuesioner, konsultasi pembimbing, pelaksanaan sampai laporan akhir yang dimulai dari bulan Januari 2010 sampai dengan Juli 2010.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita gizi buruk di Kecamatan Medan Denai yang berjumlah 110 orang.

3.3.2. Sampel

Penentuan besar sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus (Notoatmojo, 2002).


(62)

n = 2 ) 1 , 0 )( 110 ( 1

110

+

= 52.

Dari jumlah 52 responden akan dibagi 2 , yaitu 26 untuk kelompok penyuluhan dan 26 untuk kelompok media leaflet.

3.4. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini mencakup data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari responden melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner mengenai penyuluhan dan media leaflet. Data sekunder, yaitu data yang mendukung data primer yang diperoleh dari catatan atau dokumen Dinas Kesehatan yang terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian dan ibu yang mempunyai balita gizi buruk.

Prosedur kegiatan penelitian yang dilakukan meliputi beberapa tahapan yaitu : 1. Tahap Persiapan

Di tahapan ini peneliti melakukan pengurusan perizinan ke lokasi penelitian. Melakukan pengumpulan data awal yang diperkirakan akan diperoleh dari berbagai sumber data seperti kepala Puskesmas yang berada di Kecamata Medan Denai.

2.Tahap Pelaksanaan

Untuk kelompok I dan II sebelum dilakukan intervensi seluruh responden diberi arahan tentang cara kegiatan, kemudian dilanjutkan dengan pretest dengan menggunakan kuesioner. Selanjutnya, pada kelompok I diberikan penyuluhan tentang


(63)

gizi buruk dengan metode ceramah dan pada kelompok II diberikan media leaflet tentang gizi buruk. Dalam waktu 1 minggu setelah penyuluhan dilakukan post-test pada kedua kelompok dengan menggunakan kuesioner untuk melihat mana yang lebih efektif tentang gizi buruk dari kedua kelompok.

Secara ringkas penjabaran dari kerangka konsep penelitian dapat digambarkan melalui alur sebagai berikut :

PRE – TEST POST - TEST Kelompok Penyuluhan Kelompok Penyuluhan

Pengetahuan Pengetahuan Sikap Sikap

Intervensi Metode Penyuluhan

Media leaflet

Kelompok Media leaflet Kelompok Media leaflet Pengetahuan Pengetahuan

Sikap Sikap


(64)

3.5. Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari varibel independen dan dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah penyuluhan dan media leaflet dan variabel dependent adalah pengetahuan dan sikap ibu balita gizi buruk.

3.5.2. Defenisi Operasional a. Variabel dependent

1. Pengetahuan yaitu kemampuan ibu balita gizi balita buruk menjawab pertanyaan dengan benar tentang gizi buruk.

2. Sikap yaitu reaksi atau respon dari ibu balita gizi buruk terhadap stimulus atau objek tentang gizi buruk.

b. Variabel independent

1. Penyuluhan adalah kegiatan dalam hubungannya dengan perubahan perilaku ibu yang mempunyai balita gizi buruk

2. Media Leaflet adalah sebagai alat bantu dalam menyampaikan pesan kesehatan yang berupa lembaran kertas yang berisi kata – kata dan gambar atau simbol

yang menyampaikan pesan – pesan tentang gizi buruk.

3.6. Metode Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini didasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan dari kuesioner yang disesuikan dengan skor yaitu:


(65)

Pengukuran pengetahuan dan sikap terhadap Gizi buruk. Jawaban prertanyaan yang diberikan pada responden, selanjutnya dibuat dengan tiga (3) skala pengukuran, yaitu.

a. Kategori baik apabila total nilai yang diperoleh .> 75% b. Kategori sedang apabila total nilai yang diperoleh 40-75% c. Kategori kurang apabila nilai yang diperoleh < 40%. 1. Pengetahuan.

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan secara umum disusun pertanyaan sebanyak 14, untuk pertanyaan 1,3,5,7,9,11,13 masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi = 2, dan terendah = 1. Pertanyaan , 2,4,6,8,10,12,14 nilai tertinggi = 5, dan terendah = 1. Total Skor 49. Berdasarkan jumlah nilai yang ada dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) katagori, yaitu:

a. Pengetahuan baik, apabila nilai responden > 37 (75%) b. Pengetahuan sedang, apabila nilai responden 19 – 36 (40%) c. Pengetahuan kurang, apabila nilai responden < 18 (<40%). 2. Sikap

Untuk mengetahui sikap disusun pertanyaan sebanyak 10 dengan total skor 20. Masing-masing pertanyaan mempunyai nilai tertinggi 2 dan terendah 0. Berdasarkan jumlah yang ada dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) katagori, yaitu:

a. Sikap baik, apabila memiliki nilai > .10 (>50%),


(1)

Kelompok Penyuluhan

Statistics

26 26 26

0 0 0

Valid Missing N

Umurk pendidikan pekerjaan

Umurk

9 34,6 34,6 34,6

9 34,6 34,6 69,2

6 23,1 23,1 92,3

2 7,7 7,7 100,0

26 100,0 100,0

25-29 30-34 35-39 40-45 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pendidikan

4 15,4 15,4 15,4

3 11,5 11,5 26,9

2 7,7 7,7 34,6

10 38,5 38,5 73,1

5 19,2 19,2 92,3

2 7,7 7,7 100,0

26 100,0 100,0

Tidak tamat SD SD

SLTP SMA Diploma Sarjana Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pekerjaan

7 26,9 26,9 26,9

3 11,5 11,5 38,5

5 19,2 19,2 57,7

11 42,3 42,3 100,0

26 100,0 100,0

PNS

Pegawai swasta Wiraswasta Ibu rumah

tangga/tidak bekerja Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

T-Test

Pengetahuan pre test dan post test (kelompok di beri penyuluhan)

Paired Samples Statistics

18,54 26 3,349 ,657

33,12 26 6,295 1,235

Pengetahuan pre test kelompok tidak diberi perlakuan

Pengetahuan post test kelompok diberi perlakuan penyuluhan Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

26 ,854 ,000

Pengetahuan pre test kelompok tidak diberi perlakuan &

Pengetahuan post test kelompok diberi perlakuan penyuluhan Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-14,577 3,849 ,755 -16,132 -13,022 -19,312 25 ,000 Pengetahuan pre test

kelompok tidak diberi perlakuan - Pengetah post test kelompok di perlakuan penyuluha Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(3)

T-Test

Sikap pre test dan post test (kelompok di beri penyuluhan)

Paired Samples Statistics

8,12 26 1,657 ,325

15,81 26 2,040 ,400

Sikap pre test kelompok tidak diberi perlakuan Sikap post test kelompok diberi perlakuan penyuluhan Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

26 ,646 ,000

Sikap pre test kelompok tidak diberi perlakuan & Sikap post test kelompok diberi perlakuan penyuluhan Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-7,692 1,594 ,313 -8,336 -7,048 -24,603 25 ,000 Sikap pre test

kelompok tidak dibe perlakuan - Sikap p test kelompok diber perlakuan penyuluh Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences


(4)

T-Test

Pengetahuan pre test dan post test (kelompok di beri media leaflet)

Paired Samples Statistics

16,08 26 1,468 ,288

31,12 26 5,141 1,008

Pengetahuan pre test kelompok tidak diberi perlakuan

Pengetahuan kelompok diberi perlakuan dengan media leaflet

Pair 1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

26 ,375 ,059

Pengetahuan pre test kelompok tidak diberi perlakuan &

Pengetahuan kelompok diberi perlakuan dengan media leaflet

Pair 1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-15,038 4,787 ,939 -16,972 -13,105 -16,018 25 ,000 Pengetahuan pre tes

kelompok tidak diber perlakuan

-Pengetahuan kelom diberi perlakuan den media leaflet Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence Interval of the

Difference Paired Differences


(5)

Sikap pre test dan post test (kelompok di beri media leaflet)

Paired Samples Statistics

8,46 26 1,606 ,315

14,23 26 1,904 ,373

Sikap pre test kelompok tidak diberi perlakuan Sikap kelompok diberi perlakuan dengan media leaflet Pair

1

Mean N Std. Deviation

Std. Error Mean

Paired Samples Correlations

26 ,369 ,063

Sikap pre test kelompok tidak diberi perlakuan & Sikap kelompok diberi perlakuan dengan media leaflet Pair

1

N Correlation Sig.

Paired Samples Test

-5,769 1,986 ,390 -6,571 -4,967 -14,812 25 ,000 Sikap pre test kelom

tidak diberi perlakua Sikap kelompok dibe perlakuan dengan media leaflet Pair

1

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference Paired Differences


(6)

Kelompok Media Leaflet

Statistics

26 26 26

0 0 0

Valid Missing N

Umurk pendidikan pekerjaan

Umurk

10 38,5 38,5 38,5

6 23,1 23,1 61,5

7 26,9 26,9 88,5

3 11,5 11,5 100,0

26 100,0 100,0

25-29 30-34 35-39 40-45 Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pendidikan

3 11,5 11,5 11,5

2 7,7 7,7 19,2

5 19,2 19,2 38,5

11 42,3 42,3 80,8

3 11,5 11,5 92,3

2 7,7 7,7 100,0

26 100,0 100,0

Tidak tamat SD SD

SLTP SMA Diploma Sarjana Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pekerjaan

5 19,2 19,2 19,2

3 11,5 11,5 30,8

6 23,1 23,1 53,8

12 46,2 46,2 100,0

PNS

Pegawai swasta Wiraswasta Ibu rumah

tangga/tidak bekerja Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


Dokumen yang terkait

Efektivitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Balita Tentang Penanggulangan Diare Di Kecamatan Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

2 43 133

Efektifitas Penyuluhan dengan metode ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Gizi Balita di Dusun VII Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Provinsi Sumatera Utara

3 43 86

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Buruk Pada Balita di wilayah kerja puskesmas Ciputat Timur

2 7 136

Pengaruh Penyuluhan Media Lembar Balik Gizi Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Balita Gizi Kurang Di Puskesmas Pamulang, Tangerang Selatan Tahun 2015

0 19 97

EFEKTIVITAS PENYULUHAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU BALITA TENTANG PENCEGAHAN DIARE DI KECAMATAN WALIKUKUN NGAWI JAWA TIMUR

0 3 71

Efektifitas Penyuluhan dengan metode ceramah dan Media Leaflet terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita tentang Gizi Balita di Dusun VII Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung Morawa Provinsi Sumatera Utara

0 4 86

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN PENYULUHAN INDIVIDUAL TERHADAP Efektivitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet Dan Penyuluhan Individual Terhadap Pengetahuan Pencegahan Kekambuhan Asma.

2 19 17

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN MENGGUNAKAN MEDIA LEAFLET DAN PENYULUHAN INDIVIDUAL TERHADAP Efektivitas Pendidikan Kesehatan Menggunakan Media Leaflet Dan Penyuluhan Individual Terhadap Pengetahuan Pencegahan Kekambuhan Asma.

0 1 14

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU TENTANG MAKANAN BALITA TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI DESA MALANGJIWAN, KECAMATAN COLOMADU, KABUPATEN Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Makanan Balita Terhadap Status Gizi Balita Di Desa Malangjiwan, Kecamatan

0 2 11

PENGARUH PENYULUHAN GIZI TERHADAP PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM PEMBERIAN MENU SEIMBANG PADA BALITA DI DUSUN TEGALREJO, PLERET, BANTUL, YOGYAKARTA TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI - Pengaruh Penyuluhan Gizi Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Pemberian

0 0 14