Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Gizi Ibu Dengan Konsumsi Energi Dan Protein Terhadap Status Gizi Anak Usia 12-59 Bulan Di Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP GIZI IBU DENGAN KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP STATUS GIZI ANAK USIA 12-59
BULAN DI PEMUKIMAN SEPANJANG REL KERETA API KELURAHAN GAHARU KECAMATAN MEDAN TIMUR
TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH :
TINCE RUSMAWATI SITORUS NIM. 111021142
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(2)
KELURAHAN GAHARU KECAMATAN MEDAN TIMUR TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
TINCE RUSMAWATI SITORUS NIM. 111021142
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
(3)
(4)
Masalah gizi yang banyak terjadi saat ini menuntut ibu untuk tidak dapat mengabaikannya karena bisa berdampak negatif . Terjadinya gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan dan sikap ibu dalam pemberian konsumsi energi protein yang erat hubungannya dengan tumbuh kembang anak, dan kecukupan gizi anak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap gizi ibu dengan konsumsi energi dan protein terhadap status gizi anak balita yang tinggal di pemukiman sepanjang rel kereta api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur. Jenis penelitian ini adalah cross sectional . Sampel adalah ibu yang memiliki anak balita usia 12-59 bulan sebanyak 59 orang . Analisis dengan uji chi
square dengan α <0,05 data.
Hasil penelitian terdapat bahwa hubungan pengetahuan dengan konsumsi energi ( p = 0,695 ), hubungan pengetahuan dengan konsumsi protein ( p = 0,015 ) , hubungan sikap dengan konsumsi energi protein ( p = 0,04 ), hubungan konsumsi energi dengan status gizi ( p = 0,028 ), hubungan konsumsi protein dengan status gizi ( p = 0,431 ), hubungan pengetahuan dengan status gizi ( p = 0,021 ) , hubungan sikap dengan status gizi ( p = 0,009 ) .
Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada ibu atau orang tua anak usia 12 - 59 bulan, untuk lebih memperhatikan kecukupan gizi anak, yang berkaitan dengan konsumsi makan dalam penyediaan makanan beragam, dan juga kepada Departemen Kesehatan untuk menyediakan sarana dan prasarana demi kelancaran kegiatan di Posyandu dalam peningkatan pelayanan kesehatan yang maksimal
(5)
iii ABSTRACT
Nutritional problems that occur currently requires many mothers can not ignore it because it can have a negative impact . Occurrence of malnutrition and malnutrition among children under five affected by the lack of knowledge and attitude of mothers in the delivery of the energy consumption of protein closely related to the development of the child , and child nutritional adequacy .
This study aims to determine the relationship of maternal nutrition knowledge and attitude to the consumption of energy and protein on the nutritional status of children under five who live in settlements cccalong the railroad tracks in Sub Eaglewood East District of Medan . This research is cross-sectional . Samples were mothers of children aged 12-59 months toddlers as many as 59 people . Analysis by chi square test with α < 0.05 the data .
The results of the study found that knowledge of the relationship of energy consumption ( p = 0.695 ) , the relationship of knowledge to the protein intake ( p = 0.015 ) , the relationship with the attitude of the energy consumption of protein ( p = 0.04 ) , the relationship of energy consumption and nutritional status ( p = 0.028 ) , the association of protein intake with nutritional status ( p = 0.431 ) , the relationship of knowledge and nutritional status (p = 0.021), attitude of relationship with nutritional status ( p = 0.009 ) .
From the results of this study are expected to mothers or parents of children aged 12-59 months , to pay more attention to the nutritional adequacy of the child , which is related to the consumption of food in the food supply diverse , and also to the Ministry of Health to provide the facilities and infrastructure for smooth action in the IHC maximum increase in health care
(6)
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun hampir 11 juta balita di dunia meninggal akibat penyakit Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas (ISPA), diare, malaria, campak dan penyakit infeksi lainnya. Dan dari 11 juta balita yang meninggal tersebut, 54 % diakibatkan oleh kekurangan gizi. Balita merupakan salah satu kelompok rawan gizi selain ibu hamil, ibu menyusui dan manusia usia lanjut, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan yang sangat pesat. Padahal prevalensi kekurangan gizi merupakan salah satu indikator keberhasilan Pembangunan Nasional.
Pembangunan Nasional mempunyai tujuan untuk melakukan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) (Soetjiningsih, 2000). Negara dapat dikatakan semakin maju jika tingkat pendidikan penduduknya tinggi, derajat kesehatannya tinggi, dan pertumbuhan fisiknya optimal. Dan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia diperlukan gizi terutama bagi anak usia balita, karena pangan dan gizi merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan konstribusi dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga mampu berperan secara optimal dalam pembangunan. Mengingat pangan dan gizi sangat berperanan dalam menentukan kwalitas SDM sehingga diibaratkan sebagai kebutuhan dan modal dasar Pembangunan Nasional dan indikator keberhasilan pembangunan (Khomsan, 2004
(7)
2
Status gizi memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang. Status gizi berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan pada masa usia dini tergantung pada asupan gizi yang diterima. Semakin rendah asupan gizi yang diterima, semakin rendah pula status gizi dan kesehatan anak. Gizi kurang atau sangat kurang pada masa bayi dan anak-anak terutama pada umur balita dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan jasmani dan kecerdasan anak (Depkes RI, 2002 dalam Ernawati, 2006).
Kurangnya pengetahuan gizi dan kesehatan orang tua, khususnya pada ibu merupakan salah satu penyebab kekurangan gizi pada anak di Indonesia terutama di daerah pedesaan, karena konsumsi makanan banyak dipengaruhi oleh keadaan sosial, ekonomi dan kebudayaan seperti adanya pantangan pada balita, anak tidak diberikan ikan karena bisa mendapatkan cacingan, kacang-kacangan tidak diberikan karena dapat menyebabkan sakit perut dan kembung (Baliwati, 2004).
Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2007 melaporkan bahwa prevalensi gizi buruk di Indonesia mencapai 5,4 % dan gizi kurang 13,0 %. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2010 melaporkan bahwa prevalensi gizi buruk di Indonesia mencapai 4,9 % dan gizi kurang 17,9 % sedangkan untuk kota Medan prevalensi gizi buruk dibawah Nasional yaitu 4,4 % dan gizi kurang 12,6 % (Balitbangkes, 2008).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kota Medan pada tahun 2012, prevalensi gizi buruk di Kelurahan Glugur Darat Kota Medan yaitu sekitar 0,9 %. Hal ini dapat disebabkan oleh karena masih banyak balita yang belum terpenuhi
(8)
konsumsi makannya dengan baik terutama yang tinggal di pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
Status gizi tidak hanya disebabkan oleh kurangnya asupan makanan tetapi secara tidak langsung juga disebabkan oleh tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian pola makan yang sangat berpengaruh terhadap status gizi anak. Kebutuhan balita akan asuh meliputi kebutuhan akan gizi yang adekuat, perawatan kesehatan dasar, keadaan tempat tinggal yang layak, dan sandang dengan status gizi balita. Perubahan tingkah laku bisa mengarah yang lebih baik jika individu (ibu) tersebut menganggap bahwa itu bermanfaat, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk jika individu menganggap objek yang dipelajari tidak sesuai dengan keyakinannya (Sediaoetama, 2000).
Banyak program gizi masyarakat yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi, tetapi belum mencapai sasaran, seperti keluarga yang bermukim di sepanjang rel kereta api masih kurang mendapat perhatian dari LSM, Lintas Sektor dan Instansi terkait seperti PKK, Dinas Kesehatan, Kantor Pembangunan Masyarakat dan Bapeda.
Menurut laporan Puskesmas Glugur Darat pada tahun 2012 dimana salah satu wilayah kerjanya adalah Kelurahan Gaharu, jumlah kepala keluarga (KK) yang tinggal di rel kereta api Kelurahan Gaharu adalah 125 KK dengan jumlah anak usia 12-59 bulan ada 78 orang.
Berdasarkan survei awal yang dilakukan penulis pada bulan April 2013, dimana penulis mengunjungi Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur
(9)
4
untuk mendapatkan data sekunder tentang status gizi balita di Kelurahan Gaharu. Menurut profil Puskesmas, 28 % gizi kurang dan 2,6 % mengalami gizi buruk.
Sedangkan dari hasil survei awal pada bulan Mei 2013 yang dilakukan oleh peneliti di lokasi penelitian diperoleh informasi bahwa sebagian besar mata pencarian keluarga adalah sebagai buruh bangunan, tukang becak, mencari barang bekas dan pembantu RT. Dan tingkat pendidikan orang tua ada 17 orang (28,8%) hanya tamat dari Sekolah Menengah Pertama (SMP), 34 orang (57,6%) tamat Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 8 orang (13,6%) SI. Dan pada saat peneliti mengikuti kegiatan posyandu di Kelurahan tersebut, ada 2 (dua) orang gizi buruk (kakak adik) yang sangat perlu perhatian ibunya, hingga bulan Februari opname di Rumah Sakit Umum Imelda, dimana ibunya lepas tanggungjawab, ada apa dengan si Ibu?
Berdasarkan survei di atas, peneliti akan melakukan pemantauan langsung turun ke lapangan untuk melihat bagaimana cara ibu dalam pemberian pola makan si anak termasuk berapa kali makan dalam satu hari, dengan jenis makanan yang bagaimana, dengan kata lain bagaimana ibu memilih dan mengolah bahan makanan yang dapat menaikkan berat badan anak sesuai porsi dan kebutuhan gizinya, juga dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang beragam, sehingga membangkitkan selera anak tersebut, peneliti ingin mengetahui juga kenapa dari beberapa ibu malas ke posyandu untuk menimbang anaknya.
Hal inilah yang menuntut peneliti untuk mengetahui alasan – alasan tersebut diatas hingga terjadi anak mengalami gizi kurang dan gizi buruk. Peneliti juga ingin mengetahui kenapa terjadi gizi buruk di pemukiman sepanjang rel kereta api ini walaupun lokasi ini berada di tengah kota? Juga bagaimana perilaku ibu dalam
(10)
pemberian konsumsi makan sehingga penampilan anak selain dilihat dari gizi kurang, anak tersebut kurang gairah dan kurang semangat. Jujur peneliti melihat anak-anak sepanjang rel kereta api ini seperti tidak terurus dan tidak terjamah oleh tangan seorang ibu, berbeda dengan anak lainnya yang berada di luar sepanjang rel kereta api ini, walaupun dalam satu kelurahan juga ternyata gizi kurang namun terlihat lincah juga semangat. Peneliti bandingkan lagi dengan anak desa tempat peneliti PBL, disana saya melihat anak-anak desa saat datang belajar ke tempat tinggal saya, kelihatannya semangat, ceria, lincah, belajarnya juga cerdas dan pandai. Melihat semua ini peneliti ingin mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan konsumsi energi dan protein terhadap status gizi anak balita, dan ini baru pertama sekali dilakukan penelitian di pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
1.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas rumusan masalah adalah Apakah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap gizi ibu dengan konsumsi energi protein terhadap status gizi anak balita yang bermukim di sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur ?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap gizi ibu dengan konsumsi energi protein terhadap status gizi balita yang tinggal dipemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
(11)
6
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi balita yang tinggal dipemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
2. Untuk mengetahui hubungan antara sikap gizi ibu dengan status gizi balita yang tinggal dipemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
3. Untuk mengetahui hubungan konsumsi energi protein dan jumlah serta frekuensi konsumsi makan dengan status gizi balita yang tinggal dipemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Glugur Darat dalam merencanakan dan meningkatkan pelayanan dalam melaksanakan kegiatan program gizi di setiap kelurahan
2. Sebagai bahan masukan untuk menentukan kebijakan dalam penanganan masalah gizi balita bagi Dinas Kesehatan Kota Medan
(12)
2.1. Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek. Sebahagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Wawan, 2011).
Pengetahuan merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari pengalaman penelitian tertulis perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Maulana, 2009). Pengetahuan adalah merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak sengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan lain adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki yang lantas melekat dibenak seseorang. Pengetahuan itu dapat berkembang menjadi ilmu apabila memenuhi kriteria sebagai berikut, mempunyi objek kajian, metode pendekatan, disusun secara sistematik, bersifat universal (mendapat pengakuan secara umum) (Notoatmodjo, 2010).
(13)
8
Pengetahuan tentang gizi dan kesehatan adalah suatu keadaan dimana seseorang dapat menguasai dan memahami pengertian tentang gizi dan kesehatan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari orang lain, generasi sebelumnya, atau melalui informasi yang lainnya. Tingkat pengetahuan tentang kesehatan berpengaruh kepada perilaku kesehatan seseorang sebagai indikator kesehatan masyarakat karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2002).
Faktor ibu memegang penting dalam menyediakan dan menyajikan makanan yang bergizi dalam keluarga, sehingga berpengaruh terhadap status gizi anak (I D N Supariasa, 2007). Orang yang berpendidikan tinggi lebih cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan, maka perilaku dapat bersifat langgeng (long lasting) (Notoatmodjo, 2007).
Dari hasil penelitian tentang pengetahuan gizi ibu masih kurang maksimal di pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur, mereka menyatakan bahwa makanan bergizi itu adalah empat sehat lima sempurna, yang penting ada nasi, sayur, lauk, buah dan segelas susu. Pengertian mereka tentang makanan bergizi sangatlah sederhana. Untuk pemberian makanan Gizi Seimbang belumlah mereka fahami sepenuhnya, dimana pengertian Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah
(14)
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi, aktifitas fisik, kebersihan dan berat badan ideal.
Pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kesehatan akan mempengaruhi terjadinya gangguan kesehatan pada kelompok tertentu. Kurangnya pengetahuan tentang gizi akan mengakibatkan berkurangnya kemampuan untuk menerapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi (Notoatmojo, 2003)
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pengetahuan bukan merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak balita, namun pengetahuan gizi ini memiliki peran yang penting. Karena dengan memiliki pegetahuan yang cukup khususnya tentang kesehatan, seseorang dapat mengetahui berbagai macam gangguan kesehatan yang mungkin akan timbul sehingga dapat dicari pemecahannya (Notoatmodjo, 2003).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya Pendidikan, Informasi/Media Massa, Sosial Budaya dan Ekonomi, Lingkungan, Pengalaman dan Usia Pengetahuan akan membentuk kepercayaan yang selanjutnya akan memberikan perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar dalam pengambilan keputusan dan menentukan sikap objek tertentu. Kepercayaan yang dimaksud disini adalah bahwa sesuatu itu benar atau salah atas dasar bukti, sugesti, pengalaman atau intuisi. Pengetahuan berhubungan dengan jumlah informasi yang dimiliki seseorang (Setiyaningsih, 2007).
(15)
10
2.2. Sikap Ibu
Sikap adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung (unfavorable) pada suatu objek. Sikap bersifat dan berakhir pada nilai yang dianut dan terbentuk kaitannya dengan suatu objek. Sikap merupakan perasaan positif atau negatif atau keadaan mental yang selalu disiapkan, dipelajari dan diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh khusus pada respon seseorang terhadap objek, orang dan keadaan.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulasi atau objek, manisfestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya bisa di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, 2007).
Sikap dan tindakan dalam kehidupan sehari-hari mempengaruhi gizi anak, hal ini dapat dilihat dari konsumsi makanan yang diberikan kepada anak. Sikap ibu disini maksudnya persepsi masyarakat terhadap penanganan gizi buruk, pandangan masyarakat terhadap manfaat dan pelayanan yang diberikan posyandu maupun puskesmas. Salah satu penyebab terjadinya kekurangan gizi pada anak adalah masih rendahnya perilaku gizi dan sikap ibu sebagai orang tua dalam merawat yang sangat dominan dalam keluarga.
2.3. Konsumsi Energi Protein
Konsumsi Energi Protein adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya dan sosial (Suhardjo, 1986).
(16)
Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri Kerjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang di makan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso, 2004).
Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai macam pengolahannya. Di masyarakat dikenal kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan masyarakat. Dalam penyusunan hidangan untuk anak sangat perlu diperhatikan disamping kebutuhan zat gizi yang seimbang untuk hidup sehat dan bertumbuh kembang. Konsumsi energi yang tidak seimbang akan menyebabkan keseimbangan positif dan negatif. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat untuk anak adalah suatu hal yang amat penting (Santoso, 2004).
Menurut Powers, (2005), keluarga, teman sebaya, media dan lingkungan sangat mempengaruhi perilaku kesehatan khususnya pemberian makan anak-anak. Untuk merubah konsumsi makan, merupakan cara awal yang efektif, akan tetapi harus memiliki pengetahuan dan pendidik harus memahami tujuan pendidikan gizi dan teori yang mendukung program pendidikan gizi tersebut.
Banyak orang tua bingung memutuskan konsumsi makan yang bagaimana baiknya untuk anak-anaknya. Informasi gizi sebenarnya kini sudah banyak tersebar melalui berbagai media massa, oleh karena itu orang tua bisa menilai dirinya sendiri apakah konsumsi makan mereka saat ini sudah memenuhi anjuran gizi seimbang. Kalau jawabanya sudah, maka mereka tinggal menerapkan pada anaknya yang masih
(17)
12
balita. Kalau tidak, orang tua harus tau juga akibat dari kekurangan energi protein yang terus menerus akan menimbulkan gejala seperti daya tahan tubuh menurun, rentan terhadap penyakit dan daya kerja merosot (Kartasapotra, 2003). Kebiasaan makan yang baik yang ditanamkan sejak anak masih kecil akan berpengaruh terhadap status gizi anak tersebut (Khomsan, 2002).
Pada penelitian ini digunakan metode food recall 24 jam. Metode ini digunakan untuk estimasi jumlah pangan dan minuman yang termakan untuk seseorang selama 24 jam yang lalu atau sehari sebelum wawancara dilakukan. Jumlah konsumsi makanan individu ditayangkan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring) atau ukuran lainnya yang bisadipergunakan sehari-hari antara lain food frekuensi (kebiasaan jajan/hari). Untuk Interpretasi hasil, klasifikasi tingkat konsumsi dibagi menjadi 4 dengan cut off points sebagai berikut (Supariasa, 2002) : Baik : 100% AKG
Sedang : 80 - 99% AKG Kurang :70 – 80% AKG Defisit : < 70% AKG
2.4. Status Gizi Balita
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudtan dari nutriture dan dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik buruknya penyediaan makanan sehari-hari, (Supariasa, 2002).
(18)
Status gizi yang baik diperlukan untuk mempertahankan derajat kebugaran dan kesehatan, membantu pertumbuhan bagi anak, serta menunjang prestasi olahraga (Irianto, 2006).
Menurut Almatsier, (2002), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Berdasarkan beberapa pendapat tentang status gizi di atas bahwa status gizi adalah status kesehatan tubuh yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya diukur secara antropometri,
sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara status gizi, kurus, normal, resiko untuk gemuk, dan gemuk agar berfungsi secara baik bagi organ tubuh.
Status gizi disebut juga keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologis dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Menurut Khomsan standart acuan status gizi balita adalah Berat Badan menurut umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Sementara klasifikasinya adalah normal, underweight (kurus), dan overweight (gemuk). Parameter umum yang digunakan untuk menentukan status gizi pada balita adalah berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala sering digunakan sebagai ukuran status gizi untuk menggambarkan perkembangan otak (Marimbi, 2010).
(19)
14
2.4.1 Metode Penilaian Status Gizi
Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu sendiri, yaitu untuk tenaga, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh. Kurang komsumsi makanan maka akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan berlebih akan disimpan dalam bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan penting untuk pertumbuhan. Sehingga pada hakekatnya menilai status gizi adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan kebutuhan berupa penampakan/performa tubuh. Metode penilaian status gizi untuk menilai status energi protein adalah metode antropometri.
Metode Penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan metode tidak langsung. Berikut ini akan disajikan secara ringkas kedua kelompok metode penilaian status gizi tersebut (Supariasa, 2002).
1. Penilaian status gizi secara langsung
Pada penilaian status gizi dikenal istilah penilaian secara langsung, yaitu suatu metode dimana individu dan kelompok masyarakat diperiksa atau dinilai secara langsung berupa;
a. Klinis
Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu, Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau organ – organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Hal penggunaannya umumnya digunakan dengan cara metode survey klinis secara cepat, Survei ini dirancang untuk mendeteksi salah satu atau lebih zat gizi, juga digunakan untuk mengetahui status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik. Contoh
(20)
penilaian status gizi secara klinis adalah kekurangan vitamin A menyebabkan buta senja (xerophtalmia) (Tarwotjo, 1992).
b. Biokimia
Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh seperti darah, urin, faces dan jaringan tubuh lain (otot atau hati). Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malagizi yang lebih parah lagi. Karena banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal dapat lebih banyak menolong.
c. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan dan dapat digunakan dalam situasi tertentu, seperti kejadian buta senja epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
d. Antropometri
Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh, antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya sulit melakukan semua pemeriksaan tersebut, baik karena keterbatasan dana, fasilitas laboratorium maupun metode pemeriksaannya (Aritonang, 2010).
(21)
16
Metode yang dilakukan adalah Antropometri yang merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi secara langsung yang telah lama dikenal. Cara yang paling mudah, tidak membutuhkan peralatan yang mahal, dan dapat diterapkan secara luas di lapangan. Pengukuran antropometri mangandung 2 maksud : pertama untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan pada satu titik waktu) dan kedua pemantauan status gizi yaitu untuk melihat trend/perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Antropometri merupakan indikator status gizi yang berkaitan dengan masalah Kurang Energi Protein (KEP) (Aritonang, 2010).
Indeks status gizi adalah gabungan dua parameter antropometri yang digunakan untuk menilai status gizi (WHO), 1990). Tiga indeks yang akan dibahas berikut ini adalah BB/U, TB/U, BB/TB yang merupakan indeks dari 3 parameter berat badan, tinggi badan, tinggi badan dan umur.
Berat badan merupakan ukuran pertumbuhan masa jaringan memiliki sifat sensitive, yang artinya cepat berubah. misalnya seorang anak makan lebih dari biasanya dalam 2 atau 3 hari akan terlihat penambahan berat badannya dan sebaliknya apabila anak sakit contoh diare, maka berat badan anak langsung turun. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa, 2002)
1)Indeks antropometri digunakan untuk menilai status gizi adalah berat badan menurut Umur (BB/U)
2)Kelebihan Indeks BB/U :
1.Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum. 2. Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis
(22)
3. Berat badan dapat berfluktasi
4. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil Kelemahan Indeks BB/U :
1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat edema maupun asites.
2. Di daerah pedesaan yang masih terpencil atau tradisional, umur sering sulit ditaksir secara tepat karena pencatatan umur yang belum benar.
3.Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak dibawah usia lima tahun
4. Sering terjadi kesalahan didalam pengukuran, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan (Supariasa, 2002)
Tabel 2.1. Status gizi dengan indikator BB/U
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score) Gizi lebih bila Z- Score
Gizi baik bila Z-Score Gizi kurang bila Z Score Gizi sangat kurang
> 2 SD
-2 SD s/d 2 SD -3 SD s/d < -2 SD < -3 SD
Sumber WHO Antropometri 2005
Tabel 2.2. Status gizi dengan indikator TB/U atau PB/U
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score) Normal bila Z-Score
Pendek bila Z-Score Sangat pendek bila Z-Score
Tinggi bila Z-Score
-2 SD s/d 2 SD -3 SD s/d < -2 SD < -3 SD
> 2 SD Sumber WHO Antropometri 2005
(23)
18
Tabel 2.3. Status gizi dengan indikator BB/TB atau BB/TB Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-score) Normal bila Z-Score
Gemuk bila Z-Score Kurus bila Z-Score
Sangat kurus bila Z-Score
-2 SD s/d 2 SD > 2 SD
-3 SD s/d <-2 SD < -3 SD
Sumber WHO Antropometri 2005 2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga yaitu: Survei konsumsi makanan/pangan, statistic analisa ekologi dan statistic vital, dan Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS). Salah satu yang digunakan adalah konsumsi makanan yang merupakan metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi (Supariasa, 2002).
Konsumsi makanan adalah mengukur pangan yang dikonsumsi kemudian dianalisis kandungan gizinya, Jumlah zat gizi yang dikonsumsi dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur, jenis kelamin dan aktifitas (WKNPG, 2004).
2.5. Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Balita.
Pengetahuan gizi merupakan prasyarat penting untuk terjadinya perubahan sikap dan perilaku gizi. Bagi masyarakat pedesaan, pengetahuan gizi dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya dari kader program gizi. Pengetahuan juga merupakan hal yang mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengkomsumsi makanan. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin
(24)
memperhatikan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya (Khomsan, 2009 dalam Lusiyana, 2011).
Pengetahuan tentang gizi yang harus dimiliki masyarakat antara lain kebutuhan-kebutuhan bagi tubuh (karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral).
Selain itu, jenis-jenis makanan sehari-hari yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh tersebut, baik secara kualitatif dan kuantitatif, akibat atau penyakit-penyakit yang disebabkan karena kekurangan gizi dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005 dalam Lusiyana, 2011). Pengetahuan gizi ibu yang baik akan meningkatkan kesadaran ibu untuk menerapkan perilaku Kadarzi. Perilaku Kadarzi salah satu faktor yang berhubungan terhadap status gizi balita (Gabriel 2008, dalam Lusiyana, 2011).
Dengan pengetahuan tentang gizi yang baik, seseorang ibu dapat memilih dan memberikan makan bagi balita baik dari segi kualitas maupuin kuantitas yangmemenuhi angka kecukupan gizi. Asupan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi dapat mempengaruhi status gizi (Lusiyana, 2011). Penyediaan makanan keluarga dalam hal ini dilakukan oeh seorang ibu, banyak yang tidak memanfaatkan bahan makanan yang bergizi, hal ini disebabkan salah satunya karena kurangnya pengetahuan akan bahan makanan yang bergizi.
Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang dipilih untuk dikonsumsi. Orang mempunyai cukup pengetahuan gizi akan memilih makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 2008).
(25)
20
2.6. Perilaku Kesehatan dan Gizi
Menurut Depkes RI (2003), perilaku hidup sehat akan menunjang produktivitas kerja setiap orang. Hidup yang teratur dan memperhatikan faktor kesehatan akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan waktu. Perilaku hidup sehat meliputi semua aktivitas yang kita lakukan sejak bangun tidur sampai tidur kembali (perilaku makan termasuk di dalamnya). Salah satu syarat menjaga kesehatan adalah menjaga kebugaran badan dengan menjaga berat badan ideal. Berat badan adalah indikator kesehatan yang penting bagi setiap orang. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan (penimbangan) berat badan secara teratur. Berat badan ideal menunjukkan status gizi yang normal. Untuk mempertahankan berat badan ideal diperlukan keseimbangan antara makanan dengan aktivitas fisik termasuk olahraga (Soekirman, 2000)
Sedangkan Perilaku Gizi adalah tindakan yang lebih cenderung melakukan praktek pengolahan makanan dan pemberian makanan seseorang atau dari ibu ke anak untuk mencapai status gizi yang optimal.
2.7. Kerangka Konsep
Gambar 2.1. Kerangka konsep Konsumsi
Energi Protein Pengetahuan
Gizi Ibu
Sikap dan Perilaku Ibu
Status Gizi Anak usia 12-59
(26)
Dilihat dari kerangka konsep bahwa pengetahuan ibu sangat penting untuk mengambil sikap dan perilaku Ibu dalam pengolahan bahan makanan dan bagaimana cara memberikan konsumsi energi protein anak yang tentunya dilihat dari berapa kali anak makan dalam satu (1) hari. Kalau anak tidak mau makan, atau anak suka jajan, bagaimana sikap dan perilaku ibu? Tentunya ibu akan merubah untuk mengolah bahan makanan dengan memilih jenis makanan yang sangat dibutuhkan anaknya untuk mendukung tumbuh kembangnya si anak tersebut, ibu juga harus memperhatikan bagaimana memancing tingkat selera anak, atau ibu harus pandai mengolah bahan makanan yang beragam untuk meningkatkan napsu makan anaknya, sehingga anaknya mendapatkan asupan zat gizi sesuai porsi dan kebutuhan gizi anak dengan nilai gizi yang terpenuhi
2.8. Hipotesis :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi anak usia 12-59 bulan yang tinggal di pemukiman sepanjang rel kereta api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
1. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan konsumsi energi dan protein pada anak balita
2.Adanya hubungan antara sikap dengan konsumsi energi dan protein pada anak balita
3.Adanya hubungan anatara konsumsi energi dan protein dengan status gizi pada anak balita
4.Adanya hubungan antara pengetahuan dengan status gizi pada anak balita 5.Adanya hubungan antara sikap dengan status gizi pada anak balita
(27)
22 BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian menggunakan metode survei analitik yaitu penelitian yang melakukan identifikasi serta pengukuran variabel dan mencari hubungan antar variabel untuk menerangkan kejadian yang diamati (Iskandar dkk dalam Sastroasmoro, 2011). Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu mempelajari hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dengan pengumpulan data yang dilakukan satu kali dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2005). 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di pemukiman sepanjang rel kereta api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur, dengan alasan karena pemukiman sepanjang rel kereta api ini walaupun berada di dalam kota, namun dari hasil survey awal pada bulan April tentang data sekunder dalam profil Puskesmas, terdapat 28% gizi kurang dan 2,9% mengalami gizi buruk.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan April s/d bulan Oktober tahun 2013.
(28)
3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh ibu yang mempunyai anak usia 12- 59 bulan dengan jumlah 59 orang yang tinggal di sepanjang rel kereta api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah total populasi yang berjumlah 59 orang usia 12 – 59 bulan yang berada di sepanjang rel kereta api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur.
3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer
Data Primer dalam penelitian ini adalah pengetahuan gizi ibu yang dikumpulkan dengan cara wawancara, status gizi yang dikumpulkan dengan cara menimbang berat badan dengan menggunakan timbangan, mengukur tinggi badan dengan bantuan mikrotoice, atau mengukur panjang badan untuk umur dibawah 2 tahun dengan alat baby scale
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh melalui pengumpulan informasi dari puskesmas dan kantor Kelurahan yang meliputi jumlah anak usia 12-59 bulan, data status gizi berdasarkan ukuran antopometri untuk mengetahui BB/U, TB/U dan BB/TB
(29)
24
3.5. Definisi Operasional
1. Pengetahuan gizi adalah segala sesuatu yang diketahui ibu tentang cara pemberian makanan anak dengan mengatur menu makanan yang sesuai porsi dan kebutuhan anak juga nilai kebutuhan kandungan gizinya terpenuhi.
2. Sikap ibu adalah perlakuan ibu tentang mengolah bahan makanan yang beragam sehingga dapat meningkatkan nafsu makan anak
3. Konsumsi Energi Protein adalah cara yang ditempuh seseorang untuk memilih dan mengkonsumsi makanan yang bergizi juga meliputi jenis makanan, jumlah atau frekuensi makan yang dibutuhkan anak balita perhari sesuai kebutuhannya, serta nilai konsumsi energi dan protein yang baik untik mendukung tumbuh kembang anak
4. Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dalam penggunaan zat-zat gizi, nilai gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan dan untuk peran pertumbuhan anak yang sehat.
3.6. Aspek Pengukuran 1. Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan ibu tentang kesehatan melalui 20 pertanyaan dimana kategori pengetahuan berdasarkan perolehan nilai dengan kriteria memilih satu jawaban yang Ibu angggap benar dari 3 jawaban yang telah disediakan. Selanjutnya diklasifikasikan menjadi 3 kategori antara lain :
- Baik : jika responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar sebesar nilai 76% - 100% dari total pertanyaan (14 - 20) kode 1
(30)
- Sedang : jika responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar :sebesar nilai 56% - 75% dari total pertanyaan (6 – 13) kode 2 - Rendah : Jika responden mampu menjawab pertanyaan dengan benar
sebesar nilai < 55% dari total pertanyaan (< 6) kode 3 2. Sikap
Untuk mengetahui sikap ibu dalam mengolahan bahan makanan, dilakukan dengan memberikan pertanyaan. Sikap diukur melalui jawaban kuesioner dengan skala Likert, pertanyaan yang diajukan sebanyak 8 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban. Setiap pertanyaan memiliki skor 1 sampai 5. Total skor maksimal 40 total skor minimal adalah 8.
Table 3.3. Skala Sikap Model Likert
Pernyataan Positif Nilai Pernyataan Negatif Nilai Sangat Setuju (SS) 5 Sangat Setuju (SS) 5
Setuju (S) 4 Setuju (S) 4
Ragu-ragu 3 Ragu-ragu (Rg) 3
Tidak Setuju (TS) 2 Tidak Setuju (TS) 2 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1
Sumber : Hidayat (2007)
Berdasarkan kriteria diatas maka dapat dikategorikan sikap responden sebagai berikut (Riduwan, 2010) :
- Baik, jika jawaban benar responden > 75% dengan skor 31-40 - Cukup, jika jawaban benar responden 50-75% dengan skor 21-30 - Kurang, jika jawaban benar responden < 50% dengan skor 8-20
(31)
26
3. Pemberian Konsumsi Energi Protein
Kategori : Baik : 100% AKG Sedang : 80 – 90% AKG Kurang : 70 – 80% AKG Defisit : < 70% AKG 4. Status Gizi
Status gizi dengan indikator BB/U Skala : ordinal
Kategorik : Z- score <-3 SD : Sangat Kurang Z- score -3 SDs/d < -2 SD : Kurang
Z- score -2 SD s/d 2 SD : Baik Z- score >2 SD : Lebih Baik Status gizi dengan indikator TB/U atau PB/U
Skala : ordinal
Kategorik : Z- score < -3 SD : Sangat Pendek Z- score -3 SD s/d < -2 SD : Pendek
Z- score -2 SD s/d 2 SD : Normal Z- score >2 SD : Tinggi Status gizi dengan indikator BB/TB
Skala : ordinal
Kategorik : Z- score < -3 SD : Sangat Kurus Z- score -3 SD s/d <-2 SD : Kurus
Z- score -2 SD s/d 2 SD : Normal Z- score > 2 SD : Gemuk (WHO Antropometri, 2005).
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1. Teknik Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut :
(32)
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan jawaban atas pertanyaan. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap atau terdapat kesalahan maka data harus dilengkapi dengan cara wawancara kembali terhadap responden.
2. Coding (Pemberian Kode)
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan menggunakan perangkat software computer.
3. Tabulating (Data entry)
Memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau database komputer. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi dan persentase.
3.7.2. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Analisi univariat untuk menggambarkan masing-masing variabel yaitu pengetahuan ibu, sikap ibu, konsumsi energi protein, status gizi, yang disajikan dalam distribusi frekuensi.
2. Analisis bivariat untuk menguji hipotesis penelitian terhadap variabel bebas yaitu pengetahuan ibu dan sikap, variabel antara yaitu konsumsi energi protein dan variabel terikat yaitu status gizi dengan menggunakan uji statistik chi square dengan tingkat kepercayaan 95%.
(33)
28 BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
Berdasarkan hasil penelitian bahwa kehidupan di pemukiman perlu perhatian, pekerjaan ibu adalah tukang cuci, jual sayuran, tukang masak dan ada yang ikut suami, sedangkan pekerjaan suami atau bapak adalah tukang becak, mocok-mocok Pendapatan yang diperoleh adalah < Rp.1.000.000,-. Data yang ada di permukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur dengan jumlah penduduk adalah 11.574 jiwa, dengan jumlah laki-laki sebanyak 5.679 jiwa, perempuan 5.895 jiwa, dan jumlah kepala keluarga adalah 2.970 kk. Di daerah pemukiman sepanjang rel ini perumahannya kumuh, berbeda dengan tempat yang di luar lingkungan rel walaupun satu wilayah. Sarana dan prasarana kesehatan di daerah pemukiman tersebut kurang lengkap sehingga membuat petugas atau kader kewalahan dalam bekerja untuk kelangsungan dari pelaksanaan pelayanan sesuai dengan antropometri tidak maksimal.
Dengan keadaan lingkungan yang kurang bersih dan sampah disembarangan tempat membuat lingkungan tersebut tidak nyaman dengan adanya genangan air di halaman rumah masyarakat juga tidak memasang saluran air pembuangan dari kamar mandi, sehingga dapat mempengaruhi terganggunya perkembangan anak secara pisik, karena tempat bermain sudah tercemar oleh sampah yang membuat tumpukan lalat di sekeliling rumah. Akhirnya dalam pengolahan makanan serta makanan yang sudah jadi terkontaminasi dengan kotoran yang terbawa oleh lalat yang sudah singgah di
(34)
tumpukan sampah yang ada di sekeliling rumah. Itulah yang membuat anak terserang penyakit yaitu diare, dimana dari 59 ibu yang diteliti lebih banyak ibu yang menjawab salah tentang bila diare diberi minum Larutan Gula Garam, sebanyak 36 orang ibu (47,5%), dan yang menjawab benar hanya 23 orang ibu (38,9%). Dapat dilihat pada tabel 4.5, dari hal ini dapat membuat tindakan yang salah bagaimana untuk mengatasi anak yang terserang diare.
Kemudian peneliti melihat mata pencaharian di sepanjang rel kereta api ini dengan rata-rata < Rp. 1.000.000,- / bulan, hal inilah yang membuat ibu susah membagi keuangan yang mana untuk sekolah, yang mana juga untuk kebutuhan makan dengan jumlah anggota keluarga yang rata-rata 4 orang, apalagi pengobatan anak yang diserang penyakit,seperti demam, pilek, diare atau penyakit lainnya yang memerlukan biaya.
Disepanjang rel kereta api banyak yang berjualan jajanan anak-anak yang tidak terkontrol oleh pihak terkait, dengan cara pengolahan makanan yang memakai MSG, juga minuman yang memakai zat warna, walaupun harganya murah namun jaminan kesehatannya tidak terjamin, hal inilah salah satu pemicu yang membawa anak gampang terserang penyakit. Dan hal yang paling sedih anak-anak mandi hanya satu kali dalam sehari demi pengiritan pemakaian air leading untuk meminimalkan pembayaran. Demikianlah yang terjadi di daerah pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecematan Medan Timur.
(35)
30
4.2. Karakteristik Ibu
4.2.1. Umur dan Pendidikan Ibu
Diketahui dari 59 orang ibu paling banyak berumur 26-30 tahun yaitu dengan jumlah 21 orang ibu (35,6%), dan yang paling sedikit adalah ibu yang berumur 41-45 tahun berjumlah 2 orang ibu (3,4%), sedangkan dari 59 orang ibu yang diteliti paling banyak yang berpendidikan SMA yaitu 34 orang ibu (57,6%), dan yang paling sedikit adalah yang berpendidikan SI dengan jumlah 8 orang ibu (13,6%)
Karakteristik ibu yang diteliti menurut umur dan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.1. berikut :
Tabel 4.1. Distribusi Karakteristik Berdasarkan Umur dan Pendidikan Ibu
Identitas f %
Umur (Tahun) 20-25 26-30 31-35 36-40 41-45 46-50 15 21 12 5 2 4 25,4 35,6 20,3 8,5 3,4 6,8
Total 59 100,0
Pendidikan SMP SMA S I 17 34 8 28,8 57,6 13,6
Total 59 100,0
4.2.2. Jumlah Anak dan Penghasilan Ibu
Diketahui dari 59 orang ibu yang memiliki jumlah anak paling banyak memiliki 4 orang anak adalah 25 orang ibu (42,4%), dan yang paling sedikit adalah ibu yang mempunyai 7 orang anak ada 3 orang ibu (5,1%), sedangkan dari penghasilan diketahui bahwa dari 59 ibu yang diteliti paling banyak ibu yang
(36)
berpenghasilan < Rp.1.000.000,- yaitu 46 orang ibu (78%), dan yang paling sedikit ibu berpenghasilan > Rp. 1.000.000,- yaitu 13 orang ibu (22,0%)
Karakteristik Ibu yang diteliti menurut jumlah anak dan penghasilan ibu dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut :
Tabel 4.2. Distribusi Karakteristik Berdasarkan Jumlah Anak dan Penghasilan Ibu
Identitas f %
Jumlah Anak 1 - 3 4 - 6 7 - 9
10 38 11
16,9 64,4 18,7
Total 59 100,0
Penghasilan
< Rp. 1.000.000,- >Rp. 1.000.000,-
46 13
78,0 22,0
Total 59 100,0
4.2.3. Jenis Kelamin Balita dan Umur Balita
Diketahui bahwa balita yang berumur 36-41 bulan paling banyak berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 10 orang anak (62,5%), dan yang paling sedikit umur 18-23 bulan yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 1 orang anak (25,0%)
Karakteristik yang diteliti menurut jenis kelamin balita dan umur balita dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut :
(37)
32
Tabel 4.3. Distribusi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur Balita
Umur Balita (Bulan)
Jenis Kelamin
Total
L P
f % f % n %
18-23 24-29 30-35 36-41 42-47 48-53 1 4 8 6 8 2 25,0 44,4 53,3 37,5 61,5 100,0 3 5 7 10 5 0 75,0 55,6 46,7 62,5 38,5 0,0 4 9 15 16 13 2 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
4.3. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Anak Balita
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh hubungan pengetahuan ibu tentang gizi anak balita. Pengetahuan diukur dengan menggunakan kuesioner yaitu dengan menjawab 20 pertanyaan dalam kuesioner. Dapat diketahui bahwa dari 59 orang ibu yang mempunyai pengetahuan ibu terhadap status gizi paling banyak berada pada kategorik pengetahuan rendah yaitu 52 orang ibu (88,1%) dan yang paling sedikit pada kategorik pengetahuan baik yaitu 1 orang ibu (1,7%)
Berikut adalah gambaran pengetahuan ibu terhadap status gizi dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4. Distribusi Berdasarkan Pengetahuan Gizi Ibu Terhadap Status Gizi Anak Balita
Pengetahuan f %
Baik Sedang Rendah 1 6 52 1,7 10,2 88,1
Total 59 100,0
Dari hasil pertanyaan yang diberikan kepada ibu dengan 13 pertanyaan tenteng pengetehuan menunjukkan sebahagian besar ibu tidak tahu bahwa cairan colostrum adalah cairan kental kekuningan yaitu 52 orang ibu (88,1%), dan sebagian
(38)
besar ibu tidak tau bahwa makanan bergizi adalah makanan seimbang dan padat gizi serta terpenuhinya angka kecukupan gizi yaitu 50 orang ibu (84,7%)
Karakteristik yang diteliti menurut Pengetahuan ibu terhadap status gizi dapat dilihat dalam tabel 4.5 berikut :
Tabel 4.5. Distribusi Pengetahuan Ibu Terhadap Status Gizi
No Item Pertanyaan f %
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Apa yang dimaksud dengan makanan yang bergizi
a.Makanan yang seimbang dan bergizi serta tercukupi angka kebutuhan gizi
b. Empat sehat lima sempurna c. Tidak tahu
Makanan yang banyak mengandung kalsium (Ca) adalah a.Jeruk
b.Susu c.Daging sapi
Sehabis makan perlu diberikan makanan penutup seperti : a.Buah
b.Jajanan c.Tempe
Makanan yang banyak mengandung Yodium adalah a.Sayur-sayuran
b.Beras c.Ikan laut
Penyebab anak kurang gizi adalah a.Kurang makan dan infeksi b.Infeksi dan banyak bermain
c.Kurang makan dan banyak bermain
Menurut ibu, makanan dan minuman yang tidak bersih dapat mengakibatkan penyakit :
a.Cacar b.Malaria c.Diare
Makanan yang mengandung protein tinggi adalah : a.Daging dan ikan
b.Nasi dan singkong c.Buah dan sayur
9 36 14 20 19 20 40 17 5 24 19 16 12 25 22 10 14 28 29 14 16 15,3 61,0 23,7 33,9 32,2 33,9 67,8 28,8 3,4 40,7 32,2 27,1 20,3 42,4 37,3 16,9 23,7 47,4 49,1 23,7 27.1
(39)
34
Lanjutan (Tabel. 4.5)
No. Item Pertanyaan f %
8. 9. 10. 11. 12. 13.
Yang dimaksud cairan kolostrum adalah : a.Cairan bening kekuningan
b.Cairan kental kekuningan c.Cairan kental berwarna putih
Bila menderita diare, sebelum ke Puskesmas sebaiknya diberi minum :
a.Air putih b.Larutan gula
c.Larutan gula dan garam
Kegunaan anak makan 3x sehari adalah a.Supaya kenyang
b.Agar anak tidak sakit
c.Supaya tercukupi gizi anak sesuai dengan kebutuhan tubuhnya
Kekurangan gizi pada anak balita bisa diketahui dengan melihat :
a.Berat badan menurut umur b.Anak rewel terus
c.Anak tidak selera makan
Untuk sarapan pagi anak lebih baik diberikan makanan seperti :
a.Jajanan/cemilan
b.Makan nasi, sayur, lauk, dan susu c.Kerupuk
Makanan yang dikonsumsi anak harus bergizi dan : a.Mengandung banyak lemak
b.Beraneka ragam c.Mahal harganya
41 7 11 11 17 31 7 31 21 16 33 10 26 31 2 16 38 2 69,5 11,9 18,6 18,6 28,8 52,5 11,9 55,9 16,9 27,1 55,9 16,9 44,1 52,5 3,4 27,1 64,4 8,5
4.4. Sikap Ibu Tentang Gizi Anak Balita
Dari hasil penenelitian dapat diketahui bahwa sikap ibu terhadap status gizi paling banyak berada pada kategorik kurang yaitu 53 orang (89,8%), dan yang paling sedikit pada kategorik cukup yaitu 2 orang (3,4%)
Karakteristik yang diteliti menurut Sikap Ibu terhadap Status Gizi dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut :
(40)
Tabel 4.6. Distribusi Berdasarkan Sikap Gizi Ibu Terhadap Status Gizi
Sikap f %
Baik Cukup Kurang
4 2 53
6,8 3,4 89,8
Total 59 100,0
Untuk mengetahui sikap ibu dalam mengolah bahan makanan, dilakukan dengan memberikan pertanyaan kepada ibu melalui kuesioner dengan skala Likert sebanyak 8 pertanyaan 5 pilihan jawaban, seperti yang terdapat dalam tabel di bawah ini:
No. Pertanyaan SS S Rg TS STS
1. Memberi makanan yang bergizi pada anak
2. Tidak memperhatikan menu makanan yang disiapkan untuk dimakan oleh keluarga
3. Jika memperhatikan dan memantau kondisi gizi keluarga
4. Setujukah anda apabila anak-anak diberi makan tiga kali sehari
5. Memaksakan anak-anak untuk menghabiskan makanan dengan segera
6. Setujukah anda apabila harus menyediakan makanan semenarik mungkin untuk dimakan oleh anak
7. Memperkenalkan bermacam-macam bahan makanan pada anak yang mungkin digemari anak
8. Setujukah anda jika anak sudah bisa menentukan sendiri seberapa banyak makanan yang diinginkan.
4.5. Konsumsi Energi Anak Balita
Konsumsi energi anak balita dapat diketahui bahwa dari 59 ibu yang diteliti paling banyak konsumsi energi anak balita kurang yaitu 46 orang anak balita (78,0%), dan yang paling sedikit konsumsi energi anak balita sedang yaitu 1 orang anak (1,7%)
(41)
36
Karakteristik yang diteliti menurut konsumsi energi anak balita dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut :
Tabel. 4.7. Distribusi Frekuensi Konsumsi Energi Anak Balita Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
Konsumsi Energi Balita Jumlah
f %
Sedang Kurang Defisit
1 46 12
1,7 78,0 20,3
Total 59 100,0
4.5.2. Konsumsi Protein Anak Balita
Konsumsi protein anak balita dapat diketahui bahwa dari 59 ibu yang diteliti paling banyak komsumsi protein anak kurang yaitu 46 orang anak balita (78,0%), dan yang paling sedikit konsumsi protein anak balita ibu sedang yaitu 3 orang anak balita (5,1%)
Karakteristik yang diteliti menurut konsumsi protein anak balita dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut :
Tabel. 4.8. Distribusi Frekuensi Konsumsi Protein Anak Balita Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
Konsumsi Protein Balita Jumlah
f %
Sedang Kurang Defisit
3 46 10
5,1 78,0 16,9
(42)
4.6. Status Gizi Balita
Diketahui bahwa dari 59 ibu yang diteliti paling banyak status gizi anak balita menurut BB/U kategorik kurang yaitu 47 orang anak balita (79,7%), dan yang paling sedikit status gizi anak balita sangat kurang yaitu 4 orang anak balita (6,8%)
Karakteristik status gizi anak balita sesuai BB/U dapat dilihat dalam tabel 4.9. berikut :
Tabel. 4.9. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita BB/Udi Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
Status Gizi Balita Jumlah
f %
Sangat Kurang Kurang
Baik Lebih
4 47 6 2
6,8 79,7 10,2 3,4
Total 59 100,0
Diketahui bahwa dari 59 ibu yang diteliti status gizi anak balita dengan TB/U kategorik tinggi lebih banyak yaitu 46 orang anak balita (78,0%), dan yang paling sedikit status gizi anak balita sangat pendek pada anak balita yaitu 1 orang (1,7%) Seperti yang terdapat dalam tabel 4.10. berikut :
Tabel. 4.10. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita TB/U di Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
Status Gizi Balita Jumlah
f %
Sangat Pendek Pendek Normal Tinggi
1 3 9 46
1,7 5,1 15,2 78,0
(43)
38
Diketahui bahwa dari 59 ibu yang diteliti paling banyak status gizi anak balita menurut BB/TB kategorik kurus yaitu 47 orang anak balita (79,7%), dan paling sedikit status gizi anak balita sangat kurus yaitu 1 orang anak balita (1,7%) Seperti yang terdapat dalam tabel 4.11. berikut :
Tabel. 4.11. Distribusi Frekuensi Status Gizi Anak Balita dengan BB/TB di Pemukiman Sepanjang Rel Kereta Api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur
Status Gizi Anak Balita Jumlah
f %
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk 1 47 9 2 1,7 79,7 15,2 3,4
Total 59 100,0
4.7. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Anak Balita dengan Konsumsi Energi dan Protein
Untuk menggambarkan hubungan antara pengetahuan ibu dengan status gizi anak, dilakukan pengujian hubungan terlebih dahulu antara variabel pengetahuan ibu terhadap status gizi dengan kecukupan konsumsi energi dan protein pada anak. Hubungan pengetahuan ibu terhadap status gizi dengan kecukupan konsumsi energi dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,004, yang artinya bahwa terdapat adanya hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.12. berikut:
Tabel. 4.12. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Anak Balita dengan Konsumsi Energi Pada Anak
Pengetahuan Ibu
Konsumsi Energi
P Sedang Kurang Defisit Jumlah
f % f % f % N %
Baik Sedang Rendah 0 0 1 0,0 0,0 1,9 1 4 41 100,0 66,7 78,8 0 2 10 0,0 33,3 19,2 1 6 52 100,0 100,0 100,0 0,004
(44)
Untuk hubungan pengetahuan ibu terhadap status gizi dengan konsumsi protein dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,015, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.13. Berikut :
Tabel. 4.13. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Anak Balita dengan Konsumsi Protein Pada Anak
Pengetahuan Ibu
Konsumsi Protein
P Sedang Kurang Defisit Jumlah
f % f % f % n %
Baik Sedang Rendah 0 1 2 0,0 16,7 3,8 1 5 40 100,0 83,3 76,9 0 0 10 0,0 0,0 19,2 1 6 52 100,0 100,0 100,0 0,015
4.8. Hubungan Sikap Ibu Tentang Gizi Anak Balita dengan Konsumsi Energi Anak
Untuk menggambarkan hubungan antara sikap ibu dengan status gizi balita, dilakukan pengujian hubungan terlebih dahulu antara variabel pengetahuan ibu terhadap status gizi dengan kecukupan konsumsi energi dan protein pada anak. Untuk hubungan sikap ibu terhadap status gizi dengan konsumsi energi dari hasil uju chi-square didapat nilai p = 0,04, yang artinya bahwa terdapat hubungan signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.14. berikut:
Tabel. 4.14. Hubungan Sikap Ibu Tentang Gizi Anak Balita dengan Konsumsi Energi Pada Anak
Sikap Ibu
Konsumsi Energi
P Sedang Kurang Defisit Jumlah
f % f % f % n %
Baik Cukup Kurang 0 0 1 0,0 0,0 1,9 4 0 42 100,0 0,0 79,2 4 2 10 100,0 100,0 18,9 4 2 53 100,0 100,0 100,0 0,04 Untuk hubungan sikap ibu terhadap status gizi dengan pola makan konsumsi protein dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,042, yang artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut:
(45)
40
Tabel. 4.15. Hubungan Sikap Ibu Tentang Gizi Anak Balita dengan Konsumsi Protein Pada Anak
Sikap Ibu
Konsumsi Protein
P Sedang Kurang Defisit Jumlah
f % f % f % n %
Baik Cukup Kurang 0 1 2 0,0 50,0 3,8 4 1 41 100,0 50,0 77,4 0 0 10 0,0 0,0 18,9 4 2 53 100,0 100,0 100,0 0,042
4.9. Hubungan Konsumsi Energi dan Protein Pada Anak dengan Status Gizi Anak Balita
Uji chi-square juga dilakukan pada hubungan konsumsi energi dan protein pada balita dengan status gizi anak balita. Uji ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan variabel antara yang secara langsung mempengaruhi variabel terikat. Untuk hubungan konsumsi energi balita ibu dengan status gizi dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,028, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut :
Tabel. 4.16. Hubungan Konsumsi Energi Anak dengan Status Gizi Anak Balita
Konsumsi Energi
anak
Status Gizi Balita
P Sangat
Kurus
Kurus Normal Gemuk Jumlah
f % f % f % f % N %
Sedang Kurang Defisit 0 1 0 0,0 2,2 0,0 1 38 8 100,0 82,6 66,7 0 7 2 0,0 15,2 16,7 0 0 2 0,0 0,0 16,7 1 46 12 100,0 100,0 100,0 0,028
Untuk hubungan konsumsi protein anak balita dengan status gizi dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,029, yang artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.17 berikut :
(46)
Tabel. 4.17 Hubungan Konsumsi Protein anak dengan Status Gizi Anak balita
Konsumsi Protein
anak
Status Gizi Balita
P Sangat
Kurus
Kurus Normal Gemuk Jumlah
f % f % f % f % n %
Sedang Kurang Defisit 0 1 0 0,0 2,2 0,0 2 36 9 66,7 78,3 90,0 1 7 1 33,3 15,2 10,0 0 2 0 0,0 4,3 0,0 3 46 10 100,0 100,0 100,0 0,029 4.10. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Anak
Untuk hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi anak balita dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,029, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.18 berikut :
Tabel. 4.18. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi Anak Pengetahuan
Ibu
Status Gizi Balita
P Sangat
Kurus
Kurus Normal Gemuk Jumlah
f % f % f % f % N %
Baik Sedang Kurang 0 0 1 0,0 0,0 1,9 0 4 43 0,0 66,7 82,7 1 1 7 100,0 16,7 13,5 0 1 1 0,0 16,7 1,9 1 6 52 100,0 100,0 100,0 0,029 4.11. Hubungan Sikap Ibu Dengan Status Gizi Anak
Untuk hubungan sikap Ibu dengan status gizi anak balita dari hasil uji chi-square didapat nilai p = 0,009, artinya bahwa terdapat hubungan yang signifikan, dapat dilihat pada tabel 4.19. berikut
Tabel 4.19. Hubungan Sikap Ibu Dengan Status Gizi Anak
Pengetahuan Ibu
Status Gizi Balita
P Sangat
Kurus
Kurus Normal Gemuk Jumlah
f % f % f % f % N %
Baik Cukup Kurang 0 0 1 0,0 0,0 1,9 3 0 44 75,0 0,0 83,0 1 1 7 25,0 50,0 13,5 0 1 1 0,0 50,0 1,9 4 2 53 100,0 100,0 100,0 0,009
(47)
42 BAB V PEMBAHASAN
5.1. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Konsumsi Energi dan Protein
Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.12. dan tabel. 4.13 terlihat bahwa terdapat hubungan yang signifikan dimana p = 0,004 (p < 0,05) artinya adanya hubungan pengetahuan ibu dengan konsumsi energi anak, dan pengetahuan ibu dengan konsumsi protein terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,015 (p <0,05) artinya terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan pola makan konsumsi protein anak.
Hubungan pengetahuan ibu dengan Konsumsi Energi ada hubungan, berarti jumlah karbohidrat yang dikonsumsi anak sudah terpenuhi dalam kebutuhan sehari-hari, terlihat bahwa ibu sudah mampu membujuk anaknya untuk makan, dan ibu memberi anaknya makan 3 x sehari dengan jumlah/porsi yang dibutuhkan anak dalam satu hari juga ibu telah mengetahui jenis makanan yang memiliki karbohidrat, seperti nasi, mie, teh manis dan olahannya
Hal ini dapat dilihat bahwa ibu mulai memikirkan bagaimana cara untuk meningkatkan selera anak agar mau makan, bukan membiarkan anak tidak makan sama sekali, ibu juga sudah mulai faham membuat makanan beragam agar dapat meningkatkan nafsu makan anaknya.
Tingkat pengetahuan akan mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan untuk masyarakat yang berpendidikan dan cukup pengetahuan tentang gizi, pertimbangan, fisiologis lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan kepuasan fisikis. Tetapi umumnya akan terjadi kompromi antara keduanya, sehingga akan
(48)
menyediakan makanan yang lezat dan bergizi seimbang. Tinggi rendahnya pengetahuan ibu merupakan faktor penting, karena mempengaruhi kemampuan ibu dalam mengelola sumber daya yang ada untuk mendapatkan bahan makanan, (Sediaoetama, 2010).
Konsumsi makan yang baik selalu mengacu kepada gizi seimbang yaitu terpenuhinya semua zat gizi sesuai dengan kebutuhan tubuh anak. Tidak diragukan, terdapat enam unsur zat gizi yang harus terpenuhi yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Karbohidrat, protein dan lemak merupakan zat gizi makro sebagai sumber energi, sedangkan vitamin dan mineral merupakan zat gizi mikro sebagai pengatur kelancaran metabolisme tubuh (Muliarni, 2010).
Situasi makan dapat berpengaruh terhadap kebiasaan makan, ada anak yang diberi makan secara teratur setiap hari, makan pada tempat yang nyaman, dan anak makan dengan tertib. Sebaliknya ada pula anak yang diberi makan semaunya, sambil jalan-jalan, sambil bermain-main, dan tergantung kepada pengawasan ibu atau pengasuh. Akibatnya anak akan terbiasa sulit untuk makan, berhamburan, atau akan banyak makanan yang tidak dihabiskan. Situasi inilah yang membuat status gizi anak di pemukiman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu tidak terpenuhi, disamping penghasilan ibu yang sangat minim dan jumlah anak paling banyak memiliki 4 orang dalam satu keluarga .
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Bauman (1961) dan Koos(1954) (dalam Friedman, 1998), mengemukakan bahwa semakin terdidik keluarga maka semakin baik pengetahuan keluarga tentang kesehatan. Hal lain juga
(49)
44
yang turut berpengaruh aktif atau tidaknya keluarga untuk datang memantau balitanya yaitu faktor fisik, mental, dan pola makan balita.
Berdasarkan hasil penelitian yaitu status gizi balita dengan KEP sebanyak 38 balita (46,34%) berada pada usia 12-24 bulan . Hal ini menunjukkan pada umur 1-2 tahun merupakan keadaan rawan gizi. Pada umumnya kekurangan gizi terjadi pada balita, karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat dan termasuk kelompok yang rentan gizi, karena pada masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa Adisasmito (2007).
Menurut Markum (1999) pada usia 1-3 tahun kebiasaan anak mulai terbentuk,kebiasaan makan keluarga mulai ditelaah untuk mengevaluasi cukup atau tidaknya nutrient dalam hidangan, kesulitan makan umumnya terletak pada nak 2-5 tahun akibat kesalahan ibu dalam pemberian makanan selama masa bayi, ketegangan saat makan, waktu makan yang terlalu pendek, atau makanan yang kurang disukai karena bentuknya yang tidak menarik. Kemudian Markum (1999) juga menjelaskan bahwa pada anak usia 1-3 tahun merupakan angka kejadian tertinggi untuk KEP dan devisiensi vitamin A, pada umur ini anak biasanya mulai disapih tetapi belum mengenal makanan sehari-hari, selain itu pertumbuhan dan perkembangan otak masih berlangsung pada kelompok umur ini.
5.2. Hubungan Sikap Ibu Terhadap Status Gizi dengan Konsumsi Energi Anak Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.14. dan tabel. 4.15 terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,04 (p < 0,05) artinya terdapat hubungan sikap ibu dengan konsumsi energi anak, sama halanya dengan sikap ibu
(50)
dengan konsumsi protein terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,042 (p <0,05) artinya terdapat hubungan sikap ibu dengan konsumsi protein anak.
Sebahagian ibu telah dapat menyikapi bagaimana caranya untuk menyenangi anak, sehingga ibu sudah faham untuk mengolah makanan sesuai selera anak, juga memiliki nilai gizi yang seimbang. Sehingga anakpun mendapatkan perlakuan dalam pemberian konsumsi yang benar. Maka sikap ibu dengan status gizi Konsumsi Energi serta status gizi Konsumsi Protein mendapatkan respon anaknya sehingga Konsumsi Energi dan Protein terpenuhi untuk anak tersebut
Sikap merupakan bahasan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas. Sikap juga merupakan kecendrungan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi objek tersebut. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek (Notoatmodjo, 2003).
Secara teori menurut Husaini (2007) menjelaskan bahwa budaya juga mempengaruhi bagaimana cara memberi makan kepada anak. Ada budaya yang mengharuskan orangtua mengontrol makanan anak sering memaksa anak makan. Dengan keadan yang terjadi di pemukiman sepanjang rel kereta api di kelurahan Gaharu cara ini kurang baik, karena dapat membuat anak takut makan atau sebaliknya makan banyak sehingga kegemukan. Sikap yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yangimal. Agar orang tua mampu melakukan fungsinya dengan baik, maka perlu memahami tingkatan perkembangan anak, menilai pertumbuhan atau perkembangan anaknya dan mempunyai motivasi yang kuat untuk
(51)
46
memajukan tumbuh kembang anak, serta mempunyai pengetehuan yang cukup mengenai tumbuh kembang anak
Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryani (2007) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan atau bermakna pada sikap memmbang anak, serta mempunyai pengetahuan cukup mengenai tumbuh kembang anak.beri makan dengan status gizi. Sejalan dengan teori menurut Jellife (1994) faktor yang mempengaruhi status gizi anak, diantaranya adalah faktor eksternal yang 6 meliputi keadaan infeksi, konsumsi makanan, kebudayaan, sosial ekonomi, produksi pangan, sarana kesehatan serta pendidikan kesehatan.
5.3. Hubungan Konsumsi Energi dam Protein Pada Anak dengan Status Gizi Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.16. dan tabel. 4.17 terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,028 (p < 0,05) artinya terdapat hubungan konsumsi energi anak dengan status gizi anak, demikian juga antara konsumsi protein dengan status gizi anak mempunyai hubungan, dimana p = 0,029 (p < 0,05) artinya terdapat adanya hubungan konsumsi protein dengan status gizi anak balita.
Hal ini dapat menunjukkan bahwa ibu mengetahui kegunaan dari konsumsi energi protein . Energi dibutuhkan tubuh anak sesuai umur, jenis kelamin dan kondisi jaringan tubuhnya, sama halnya dengan kebutuhan protein. Faktor penentu kebutuhan protein yang spesifik adalah pertumbuhan. Anak di usia 12-59 bulan seperti yang diteliti di pemukiuman sepanjang rel kereta api Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur dapat dikatakan pertumbuhan yang membutuhkan protein lebih tinggi
(52)
dibanding orang dewasa. Secara umum kebutuhan protein adalah 1 gram per kilogram berat badan
Status gizi dapat diketahui dengan berbagai macam cara. Menurut Supariasa (2001) status gizi dapat diukur dengan dua cara yaitu secara langsung yang meliputi pemeriksaan antropometri, klinis, dan biokimia dan secara tidak langsung yaitu melalui survei konsumsi makanan, statistpaling sering digunakan dan mudah untuk dilakukan yaitu penilaian secara antropometri, salah satu cara yaitu dengan membandingkan antara berat badan dengan umur, yang menurut Supariasa (2001) merupakan cara yang cukup efisien.ik vital, dan ekologi. Metode yang
Menurut WHO (dalam Rumida, 2009), ketidakseimbangan asupan dan keluaran energi mengakibatkan pertumbuhan berat badan. Selain itu kapasitas penyimpanan makro nutrien juga menentukan keseimbangan energi. Protein mempunyai kapasitas penyimpanan protein tubuh dalam jumlah terbatas dan metabolisme asam amino diregulasi dengan ketat, sehingga bila intake protein berlebih dapat dipastikan akan dioksidasi, sedangkan karbohidrat mempunyai kapasitas penyimpanan dalam bentuk glukogen hanya dalam jumlah kecil. Bila konsumsi energi berlebih, maka sekitar 60-80% disimpan dalam bentuk lemak tubuh.
Kebiasaan makan anak sekarang ini kurang baik seperti makan apapun asal kenyang, ataupun makan sekedar untuk bersosialisasi, demi kesenangan dan supaya tidak kehilangan status. Unsur-unsur gizi pada makanan yang dikonsumsi kurang diperhatikan, sebab saat memilih makanan anak lebih mementingkan kesenangan.
Kondisi gizi seseorang, baik kekurangan dan kelebihan, sangat tergantung pada asupan makanan atau zat gizi yang masuk kedalam tubuh. Status gizi yang baik
(53)
48
dapat terwujud apabila makanan yang dikonsumsi tergolong cukup, baik dari segi jumlah, mutu, maupun keragaman serta tidak terdapat infeksi penyakit (Aritonang, 2004).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Astuti (1998) yang menyatakan bahwa konsumsi makan yang mempengaruhi status gizi (RP = 5,77). Hal ini juga sesuai dengan penelitian Aritonang (2004) yang menyatakan adanya hubungan yang nyata (p < 0,05) antara konsumsi pangan dengan status gizi.
Dalam penelitian ini kondisi kesakitan dijadikan kriteria pemilihan sampel, dimana syarat untuk menjadikan sampel penelitian ini adalah setiap siswa-siswi yang berada dalam kondisi sehat pada saat penelitian berlangsung.
Penjelasan lain yang dapat diberikan adalah adanya kemungkinan riwayat penyakit yang dialami oleh ibu dalam rentang waktu yang berdekatan dengan waktu penelitian yang diadakan, yang pada saat penelitian berlangsung dinyatakan sudah sembuh.
5.4. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi
Dari hasil uji chi-square pada tabel. 4.18. terlihat bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan dimana p = 0,029 (p <0,05) artinya terdapat hubungan pengetahuan ibu dengan status gizi anak.
Pengetahuan serta keterampilan ibu sangat diperlukan dalam upaya peningkatan status gizi balitanya secara baik, semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu semakin banyak usaha yang dilakukan dalam mengatur makanan agar lebih berguna bagi tubuh.
(54)
Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi seseorang. Pengetahuan gizi dapat membantu seseorang untuk menggunakan pangan dengan baik. Namun demikian kesalahan konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah hal yang umum terjadi. Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kurangnya kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizi dan pangan dalam kehidupan sehari-hari dapat memyebabkan gangguan gizi (Suharjo, dalam Boby Chandra, 2008).
Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperoleh untuk dikonsumsi (Achmad Djaeni Sediaoetama, 2000). Tingkat pengetahuan gizi ibu sebagai pengelola rumah tangga akan berpengaruh pada macam bahan makanan yang dikonsumsinya. Adapun tingkat pengetahuan ibu dalam pemberian makanan yaitu ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan, kesukaan terhadap jenis pangan tertentu.
Melihat data dari hasil survei yang dilakukan di Kelurahan Gaharu Kecamatan Medan Timur pemukiman sepanjang rel kereta api dapat disimpulkan bahwa dengan mayoritas masyarakat memiliki pengetahuan kurang dalam hal pemenuhan gizi anak, sehingga banyak anak usia 12-59 bulan cenderung status gizi kurang.
Menurut penelitian Mardiana (2006) menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan status gizi balita. Pengetahuan ibu yang tinggi tentang gizi berhubungan dengan praktek pemenuhan gizi keluarga. Semakin tinggi pengetahuan dan banyaknya pengalaman ibu semakin bervariasi ibu dalam
(1)
recall energi * indeks masa tubuhk
Crosstab
indeks masa tubuhk
Total sangat
kurus kurus normal gemuk
recall energi sedang Count 0 1 0 0 1
% within recall energi
.0% 100.0% .0% .0% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% 2.1% .0% .0% 1.7%
kurang Count 1 38 7 0 46
% within recall energi
2.2% 82.6% 15.2% .0% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
100.0% 80.9% 77.8% .0% 78.0%
defisit Count 0 8 2 2 12
% within recall energi
.0% 66.7% 16.7% 16.7% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% 17.0% 22.2% 100.0% 20.3%
Total Count 1 47 9 2 59
% within recall energi
1.7% 79.7% 15.3% 3.4% 100.0% % within indeks
masa tubuhk
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 8.641a 6 .195
Likelihood Ratio 7.556 6 .272
Linear-by-Linear Association 4.820 1 .028
N of Valid Cases 59
a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
(2)
recall protein * indeks masa tubuhk
Crosstab
indeks masa tubuhk
Total sangat
kurus kurus normal gemuk
recall protein sedang Count 0 2 1 0 3
% within recall protein
.0% 66.7% 33.3% .0% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% 4.3% 11.1% .0% 5.1%
kurang Count 1 36 7 2 46
% within recall protein
2.2% 78.3% 15.2% 4.3% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
100.0% 76.6% 77.8% 100.0% 78.0%
defisit Count 0 9 1 0 10
% within recall protein
.0% 90.0% 10.0% .0% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% 19.1% 11.1% .0% 16.9%
Total Count 1 47 9 2 59
% within recall protein
1.7% 79.7% 15.3% 3.4% 100.0% % within indeks
masa tubuhk
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.881a 6 .930
Likelihood Ratio 2.386 6 .881
Linear-by-Linear Association .621 1 .431
N of Valid Cases 59
a. 9 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,05.
(3)
kategorik pengetahuan * indeks masa tubuhk
Crosstab
indeks masa tubuhk
Total sangat
kurus kurus normal gemuk
kategorik pengetahuan baik Count 0 0 1 0 1
% within kategorik pengetahuan
.0% .0% 100.0% .0% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% .0% 11.1% .0% 1.7%
sedang Count 0 4 1 1 6
% within kategorik pengetahuan
.0% 66.7% 16.7% 16.7% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% 8.5% 11.1% 50.0% 10.2%
kurang Count 1 43 7 1 52
% within kategorik pengetahuan
1.9% 82.7% 13.5% 1.9% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
100.0% 91.5% 77.8% 50.0% 88.1%
Total Count 1 47 9 2 59
% within kategorik pengetahuan
1.7% 79.7% 15.3% 3.4% 100.0% % within indeks
masa tubuhk
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 9.428a 6 .151
Likelihood Ratio 6.279 6 .393
Linear-by-Linear Association 4.757 1 .029
N of Valid Cases 59
a. 10 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,02.
(4)
kategorik sikap * indeks masa tubuhk
Crosstab
indeks masa tubuhk
Total sangat
kurus kurus normal gemuk
kategorik sikap baik Count 0 3 1 0 4
% within kategorik sikap .0% 75.0% 25.0% .0% 100.0% % within indeks masa
tubuhk
.0% 6.4% 11.1% .0% 6.8%
cukup Count 0 0 1 1 2
% within kategorik sikap .0% .0% 50.0% 50.0% 100.0% % within indeks masa
tubuhk
.0% .0% 11.1% 50.0% 3.4%
kurang Count 1 44 7 1 53
% within kategorik sikap 1.9% 83.0% 13.2% 1.9% 100.0% % within indeks masa
tubuhk
100.0% 93.6% 77.8% 50.0% 89.8%
Total Count 1 47 9 2 59
% within kategorik sikap 1.7% 79.7% 15.3% 3.4% 100.0% % within indeks masa
tubuhk
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 17.076a 6 .009
Likelihood Ratio 9.042 6 .171
Linear-by-Linear Association 2.011 1 .156
N of Valid Cases 59
a. 10 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,03.
(5)
jenis kelamin balita * indeks masa tubuhk
Crosstab
indeks masa tubuhk
Total sangat
kurus kurus normal gemuk jenis kelamin
balita
laki-laki Count 0 24 4 1 29
% within jenis kelamin balita
.0% 82.8% 13.8% 3.4% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
.0% 51.1% 44.4% 50.0% 49.2%
perempua n
Count 1 23 5 1 30
% within jenis kelamin balita
3.3% 76.7% 16.7% 3.3% 100.0%
% within indeks masa tubuhk
100.0% 48.9% 55.6% 50.0% 50.8%
Total Count 1 47 9 2 59
% within jenis kelamin balita
1.7% 79.7% 15.3% 3.4% 100.0% % within indeks
masa tubuhk
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 1.116a 3 .773
Likelihood Ratio 1.502 3 .682
Linear-by-Linear Association .003 1 .959
N of Valid Cases 59
a. 6 cells (75,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,49.
(6)