Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-11 Bulan Di Kabupaten Nias Selatan

(1)

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN

DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN

SKRIPSI

OLEH:

MEYSALINA SARAGIH NIM 061000208

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN

DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

MEYSALINA SARAGIH NIM 061000208

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan Judul:

PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

MEYSALINA SARAGIH NIM 061000208

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada tanggal 20 Nopember 2008 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji, Penguji I,

Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si Ros Idah Berutu, SKM, M.Kes NIP. 132049788 NIP. 140154133

Penguji II, Penguji III,

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Ernawati Nasution, SKM, M.Kes NIP. 131862380 NIP. 132126844

Medan, 20 Nopember 2008 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara, Dekan,

Dr. Ria Masniari Lubis, M.Si NIP. 131124053


(4)

ABSTRACT

Nias South District which natural disaster in the year 2005 ago in the form of earthquake at 8,6 Richter Scale still including district with ugly nutrition status children including baby proportion / less which still was high. In the year 2005, there was about 11,72% suffer malnut rition baby and even in the year 2007 counted 32% baby of including malnutrition category. This situation was the study background was executed as a mean to know practice giving of food to baby that was how practice giving of breastfeeding and food supplement.

This study in May until October 2008, this the including study of survey having the character of descriptive with design study of sectional cross. The chosen study location was services-region of the Primary Health Centre (PHC) of Lolomatua, PHC of Amandraya and PHC of Teluk Dalam. Population Study was entire family owning baby with amount of sample entirely counted 364 person. Study instrument was using question worksheet, Weight-Baby Instrument, Long-Grader Instrument. Data was processing through editing process, coding, and tabulating. Data analysis done seen number from each every result-studied, was later then was description.

The result showed that only 11,5% baby given by collostrum, 61,5% duration suckle baby ≥ 15 minute, 50,8% frequency suckle without scheduled, and 99,2% baby suckled directly. Practice giving of food supplement indicate that 97,8% given by food supplement type was mush, and fruit, only 8,2% exclusive breastfed coverage, 28,2% calorie content and 9,4% protein content in food supplement available the demand, 51,3% food supplement given in the form of which was refined, 97,4% cooked beforehand, and 26,7% munched by before given and also 97% food supplement giver was the mother own. Nutrition status pursuant to Weight/Age show 52,5% including nutrition category less, 36,5% good nutrition, 6,3% nutrition malnut rition, pursuant to Long-Grader/Age 41,2% normal and the rest was including short category and also pursuant to Weight/Long-Grader, 48,6% including thin category, 41,5% including normal category, 5,5% including thin category once.

Pursuant to result of study, suggest that to be conducted by a number of convergent activities at behavioural-change of baby feeding and the importance of food supplement especially to baby from impecunious family.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : MEYSALINA SARAGIH

Tempat dan tanggal lahir : Tanjung Morawa, 1 Mei 1971

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 2 (dua) orang anak Alamat Rumah : Klinik Novel

Jln. Raya Medan – Lubuk Pakam Km 21,5 Tanjung Morawa

Alamat Kantor : BPK RSU Dr. Pirngadi Medan Jln. Prof. H.M Yamin - Medan

Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri Tanjung Morawa, tamat tahun 1984 2. SMPN I Tanjung Morawa, tamat tahun 1987 3. SMAN I Lubuk Pakam, tamat tahun 1990 4. Akademi Gizi Sutan Oloan Medan, tamat tahun 1994

5. Mahasiswi FKM-USU Medan, 2006 - sekarang Riwayat Pekerjaan : 1. 1995 – 1996 : Staf Puskesmas Arut Selatan

Kalimantan Tengah 2. 1996 – 2000 : Staf RSUD Buntok

Kalimantan Tengah


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat kasih karuniaNya yang telah menyertai penulis merampungkan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN DI KABUPATEN NIAS SELATAN” ini.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Ibu Dr. Ir. Evawany Y. Aritonang, M.Si selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Ros Idah Berutu, SKM, M.Kes selaku Dosen Pembimbing II yang di tengah kesibukannya telah memberikan arahan, bimbingan, saran, dan motivasi yang sangat berharga sehingga skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ria Masniari Lubis, M.Si, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

2. Ir. Jumirah, M.Kes, selaku Kepala Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Drs. Edi Syahrial, MS, selaku Dosen Pembimbing Akademik

4. Ibu Dr. Ir. Zulhaidah Lubis, M.Kes dan Ibu Ernawati Nasution, SKM, M.Kes selaku Dosen Penguji

5. Bapak Rahmat Alyakin Dachi, SKM, MM, M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan sekaligus suami penulis yang telah mengizinkan dan memfasilitasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Nias Selatan.

6. Kepala Puskesmas Lolomatua, Kepala Puskesmas Amandraya, dan Kepala Puskesmas Teluk Dalam beserta seluruh staf yang telah membantu dan bahkan mendampingi penulis selama pengumpulan data penelitian ini dilakukan.

Semoga seluruh amal bakti yang telah penulis terima mendapat ridho dan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.


(7)

Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada orangtua penulis St. Sahman Saragih, suami dan anak-anak kami tercinta Reinhardt C.C. Dachi (Rio) dan Dhearny A.G. Dachi (Dea) atas pengertian, pemahaman, dan dukungannya sejak penulis mengikuti perkuliahan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara hingga saat ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan.

Semoga bermanfaat.

Medan, Desember 2008


(8)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup Penulis ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Tujuan Umum ... 7

1.3.2. Tujuan Khusus ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI) ... 9

2.1.1. Produksi ASI dan Faktor yang Mempengaruhinya ... 9

2.1.2. Manfaat ASI ... 12

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 17

2.2.1. Konsep MP-ASI ... 17

2.2.2. Pola Pemberian MP-ASI ... 18

2.2.3. Praktek Pemberian Makan Bayi ... 20

2.3. Pertumbuhan Bayi ... 22

2.4. Status Gizi ... 25

2.4.1. Pengertian ... 25

2.4.2. Pengukuran ... 26

2.4.3. Klasifikasi ... 28

2.5. Kerangka Konsep Penelitian ... 30

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 31

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.3. Populasi dan Sampel ... 31

3.4. Instrumen Penelitian ... 35

3.5. Cara Pengumpulan Data ... 35

3.5.1. Data Primer ... 35

3.5.2. Data Sekunder ... 36

3.6. Defenisi Operasional ... 36

3.7. Aspek Pengukuran ... 37

3.8. Pengolahan dan Analisa Data ... 39 BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


(9)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 40

4.1.1. Geografi dan Demografi ... 40

4.1.2 Karakteristik Penduduk ... 42

4.1.3. Keadaan Kesehatan ... 43

4.2. Hasil Penelitian ... 45

4.2.1. Karakteristik Responden ... 45

4.2.2. Karakteristik Bayi ... 53

4.2.3. Pemberian ASI ... 56

4.2.4. Pemberian MP-ASI ... 62

4.2.5. Status Gizi ... 67

4.3. Pembahasan ... 69

4.3.1. Pemberian ASI ... 69

4.3.2. Pemberian MP-ASI ... 71

4.3.3. Status Gizi ... 74

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 76

5.2. Saran ... 77

Daftar Pustaka ... ix


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. : Jadwal Pemberian ASI dan MP-ASI ... 18

Tabel 2.2. : Jumlah Kebutuhan Zat Gizi pada Bayi ... 20

Tabel 3.1. : Jumlah Bayi dan Proporsi BGM di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2007 ... 32

Tabel 3.2. : Jumlah Sampel Penelitian menurut Wilayah Kerja Puskesmas . 34 Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 41

Tabel 4.2. : Distribusi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 42

Tabel 4.3. : Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 43

Tabel 4.4. : Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 44

Tabel 4.5. : Jenis dan Jumlah Tenaga Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 44

Tabel 4.6. : Distribusi Responden menurut Kelompok Umur ... 46

Tabel 4.7. : Distribusi Responden menurut Suku / Etnik ... 46

Tabel 4.8. : Distribusi Responden menurut Agama yang Dianut ... 47

Tabel 4.9. : Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Terakhir .... 48

Tabel 4.10. : Distribusi Responden menurut Jenis Pekerjaan ... 48

Tabel 4.11. : Distribusi Responden menurut Jumlah Anak ... 49

Tabel 4.12. : Distribusi Responden menurut Jumlah Biaya Makan Perbulan . 50 Tabel 4.13. : Distribusi Responden menurut Jumlah Pengeluaran Perbulan ... 51

Tabel 4.14. : Distribusi Responden menurut Jumlah Penghasilan Perbulan .... 51

Tabel 4.15. : Distribusi Responden menurut Penolong Persalinan Terakhir ... 52

Tabel 4.16. : Distribusi Responden menurut Frekwensi Melahirkan ... 53

Tabel 4.17. : Distribusi Bayi Responden menurut Kelompok Umur ... 53

Tabel 4.18. : Distribusi Bayi Responden menurut Jenis Kelamin ... 54

Tabel 4.19. : Distribusi Bayi Responden menurut Ketersediaan KMS ... 55

Tabel 4.20. : Saat Pertama Sekali Ibu Menyusui Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 56

Tabel 4.21. : Umur Pertama Sekali Bayi Diberi MP-ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 58

Tabel 4.22. : Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 59

Tabel 4.23. : Lamanya Menyusui Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 59

Tabel 4.24. : Jadwal Pemberian ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 60

Tabel 4.25. : Metode Pemberian ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 61


(11)

Tabel 4.26. : Jadwal Pemberian MP-ASI di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 62 Tabel 4.27. : Frekwensi Pemberian MP-ASI di Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2008 ... 63 Tabel 4.28. : Jenis MP-ASI yang Diberikan Kepada Bayi di Kabupaten Nias

Selatan Tahun 2008 ... 63 Tabel 4.29. : Bentuk MP-ASI yang Diberikan Kepada Bayi di Kabupaten

Nias Selatan Tahun 2008 ... 64 Tabel 4.30. : Pengolahan MP-ASI yang Diberikan kepada Bayi di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 64 Tabel 4.31. : Pengunyahan MP-ASI Sebelum Diberikan Kepada Bayi di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 65 Tabel 4.32. : Pemberi MP-ASI kepada Bayi di Kabupaten Nias Selatan

Tahun 2008 ... 65 Tabel 4.33. : Kecukupan Kandungan Kalori dalam MP-ASI yang Diberikan

kepada Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 66 Tabel 4.34. : Kecukupan Kandungan Protein dalam MP-ASI yang Diberikan

kepada Bayi di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 67 Tabel 4.35. : Distribusi Bayi Berdasarkan Berat Badan menurut Umur di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 67 Tabel 4.36. : Distribusi Bayi Berdasarkan Panjang Badan menurut Umur di

Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 ... 68 Tabel 4.37. : Distribusi Bayi Berdasarkan Berat Badan menurut Panjang di


(12)

ABSTRACT

Nias South District which natural disaster in the year 2005 ago in the form of earthquake at 8,6 Richter Scale still including district with ugly nutrition status children including baby proportion / less which still was high. In the year 2005, there was about 11,72% suffer malnut rition baby and even in the year 2007 counted 32% baby of including malnutrition category. This situation was the study background was executed as a mean to know practice giving of food to baby that was how practice giving of breastfeeding and food supplement.

This study in May until October 2008, this the including study of survey having the character of descriptive with design study of sectional cross. The chosen study location was services-region of the Primary Health Centre (PHC) of Lolomatua, PHC of Amandraya and PHC of Teluk Dalam. Population Study was entire family owning baby with amount of sample entirely counted 364 person. Study instrument was using question worksheet, Weight-Baby Instrument, Long-Grader Instrument. Data was processing through editing process, coding, and tabulating. Data analysis done seen number from each every result-studied, was later then was description.

The result showed that only 11,5% baby given by collostrum, 61,5% duration suckle baby ≥ 15 minute, 50,8% frequency suckle without scheduled, and 99,2% baby suckled directly. Practice giving of food supplement indicate that 97,8% given by food supplement type was mush, and fruit, only 8,2% exclusive breastfed coverage, 28,2% calorie content and 9,4% protein content in food supplement available the demand, 51,3% food supplement given in the form of which was refined, 97,4% cooked beforehand, and 26,7% munched by before given and also 97% food supplement giver was the mother own. Nutrition status pursuant to Weight/Age show 52,5% including nutrition category less, 36,5% good nutrition, 6,3% nutrition malnut rition, pursuant to Long-Grader/Age 41,2% normal and the rest was including short category and also pursuant to Weight/Long-Grader, 48,6% including thin category, 41,5% including normal category, 5,5% including thin category once.

Pursuant to result of study, suggest that to be conducted by a number of convergent activities at behavioural-change of baby feeding and the importance of food supplement especially to baby from impecunious family.


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Asupan zat gizi yang kurang dan infeksi merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999). Di lain pihak World Bank (2006) mengemukakan bahwa gizi kurang pada usia di bawah 2 (dua) tahun akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas; dimana dampak ini sebagian besar tidak dapat diperbaiki (irreversible), bahkan menurut WHO (2002) 54% penyebab kematian bayi dan balita dipengaruhi oleh faktor gizi.

Berbagai penelitian di beberapa negara berkembang diketahui bahwa penyebab utama terjadinya gizi kurang dan hambatan pertumbuhan pada anak-anak usia 3-15 bulan berkaitan dengan rendahnya pemberian ASI (Air Susu Ibu) dan buruknya praktek pemberian makanan pendamping ASI (Shrimpton, 2001).

Di Indonesia, sejak tahun 1990 upaya perbaikan gizi balita termasuk bayi berusia 0-6 bulan terus dilakukan melalui penggalakkan ASI Eksklusif. Pada masa itu diharapkan agar jumlah ibu menyusui eksklusif menjadi 54% pada akhir Pelita V. Namun, sampai pada tahun 2004 ternyata bahwa hanya 14% bayi mendapat ASI eksklusif sampai usia 5 bulan dan hanya 8% bayi mendapat ASI eksklusif sampai usia 6 bulan (Depkes, 2004). Pada akhir tahun 2010, Departemen Kesehatan RI mengharapkan ibu yang menyusui eksklusif sebanyak 80% (Standar Pelayanan Minimal, Depkes, 2005).


(14)

Setelah bayi berumur 6 bulan, mutu dan jumlah ASI berkurang sehingga bayi perlu mendapat makanan. Kecukupan konsumsi makanan dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat diperlukan oleh bayi. Pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), selain cukup jumlah dan mutunya, perlu diperhatikan pula kebersihannya karena dapat menyebabkan anak menderita infeksi. MP-ASI yang kurang mencukupi kebutuhan dapat menyebabkan anak menderita gizi kurang.

Di Indonesia, ibu yang tidak memberi ASI sebanyak 3%-4%. Selain itu, hasil penelitian terhadap 900 ibu sekitar Jabotabek menunjukkan bahwa hanya 5% ibu yang menyusui secara eksklusif walaupun 98% ibu-ibu tersebut menyusui. Selain itu ditemukan sekitar 37,9% dari ibu-ibu tersebut tak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengarkan informasi tentang ASI Eksklusif. (Utami, 2000).

Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan dapat pula menyebabkan penurunan tingkat kecerdasan. Kekurangan gizi pada bayi akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk mencapai tumbuh kembang optimal, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu; pertama memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir, kedua memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan, ketiga memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24


(15)

bulan, dan keempat meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih (Depkes, 2007).

Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk Tahun 2005 – 2009 (Depkes, 2004) telah menyusun sejumlah kegiatan yang segera dilaksanakan. Seluruh perbaikan gizi yang dilakukan diharapkan dapat menurunkan masalah gizi kurang dari 27,3 % tahun 2003 menjadi 20 % pada tahun 2009, dan masalah gizi buruk dari 8,0 % tahun 2003 menjadi 5 % pada tahun 2009.

Hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan bahwa anak yang disusui sampai berumur satu tahun sekitar 50,6%. Ibu yang memberikan hanya ASI saja pada bayi 0-3 bulan yaitu 47% diperkotaan dan 55% di pedesaan (Depkes 2002).

Selain itu hasil penelitian FKM-USU Medan yang dituangkan dalam Buku Pedoman Rencana Aksi nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2011 (Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2006) menunjukkan bahwa di Provinsi Sumatera Utara, prevalensi gizi buruk 8,82% dan gizi kurang 15,6%. Salah satu kabupaten dengan status gizi buruk dan gizi kurang tertinggi di Provinsi Sumatera Utara adalah Kabupaten Nias Selatan.

Kabupaten Nias Selatan yang terdiri dari 8 (delapan) kecamatan merupakan kabupaten kepulauan dan memiliki banyak pulau-pulau kecil terutama di Kecamatan Pulau-Pulau Batu dan Kecamatan Hibala sehingga sarana transportasi satu-satunya di kedua kecamatan ini adalah transportasi laut / air. Walaupun 6 (enam) kecamatan lagi berada di Pulau Nias, namun masih banyak desa yang belum dapat dijangkau melalui kendaraan bermotor. Keadaan ini semakin diperparah dengan masih rendahnya


(16)

tingkat pendidikan, perilaku masyarakat yang masih cenderung kurang kondusif di bidang kesehatan, serta keterbatasan sarana, prasarana dan sumber daya kesehatan.

Pada tahun 2005 yang lalu kabupaten ini dilanda bencana alam berupa gempa bumi pada 8,6 Skala Richter, menyebabkan derajat kesehatan masyarakat Nias Selatan yang masih jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah / kabupaten lainnya di Propinsi Sumatera Utara bahkan di Indonesia semakin terpuruk dan bahkan dari aspek gizi dikhawatirkan sangat potensial terjadinya lost generation.

Pada tahun 2003 AKB sebesar 50 per 1000 kelahiran hidup mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi 56,15 per 1000 kelahiran hidup. Selain itu, AKI dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2003 meningkat menjadi 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2005. Di lain pihak, angka harapan hidup waktu lahir mengalami peningkatan dari rata-rata 63 tahun pada tahun 2003 menjadi 66,9 tahun pada tahun 2006 (Dinkes Kabupaten Nias Selatan, 2007).

Dari aspek status gizi, prevalensi bayi baru lahir dengan berat badan rendah tahun 2003 sebesar 9,78% mengalami penurunan menjadi 8,46% pada tahun 2005 dari total jumlah bayi yang lahir. Walaupun mengalami penurunan namun sesungguhnya angka tersebut masih relatif tinggi dibandingkan daerah-daerah lainnya di Propinsi Sumatera Utara. Prevalensi Kurang Energi Protein pada anak bayi juga mengalami penurunan dari 19% pada tahun 2003 menjadi 11,72% pada tahun 2005.

Untuk memperoleh gambaran mengenai status gizi anak bayi di Kabupaten Nias Selatan, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan (2007), menunjukkan bahwa ada sekitar 32% bayi di Kabupaten Nias Selatan yang Berat Badan per Umur dalam KMS berada di Bawah garis Merah (BGM). Hal ini


(17)

menunjukkan bahwa ada sekitar 32% bayi di kabupaten ini yang termasuk kategori gizi kurang dan gizi buruk dengan daerah terbanyak berada di wilayah kerja Puskesmas Lolomatua (44%) dan terendah di wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam (26%). Keadaan ini diduga erat kaitannya dengan rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif yang hanya berkisar antara 8,08% - 15,02% dengan rata-rata 11,40% dan buruknya pemberian MP-ASI.

Hal ini sejalan dengan hasil Widya Karya Pangan dan Gizi (2000), bahwa masalah status gizi bayi dan anak balita dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi rendah. Rendahnya konsumsi zat gizi akan menyebabkan bayi dan anak balita menderita gizi kurang. Apabila hal ini dibiarkan terus berlanjut akan berdampak pada rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Kabupaten Nias Selatan di masa yang akan datang.

Dari aspek sosial budaya masyarakat Nias, makanan pendamping ASI yang diberikan kepada bayi berasal dari daerah Nias sendiri atau produk lokal. Di pulau Nias secara umum hampir tidak ditemukan makanan pendamping ASI olahan pabrik yang diberikan kepada bayi. Selain itu masih ditemukan pemberian makanan bayi dilakukan dengan cara si pemberi makan terlebih dahulu mengunyah makanan tersebut sampai lumat baru kemudian diberikan kepada bayi. Secara kesehatan, kebiasaan ini dapat menjadi media penularan penyakit dari si pemberi makan kepada bayi yang diberi makan.

Oleh sebab itu diperlukan suatu kajian terhadap gambaran praktek pemberian makan bagi balita khususnya bayi dalam keluarga di Kabupaten Nias Selatan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan.


(18)

Dalam hal ini, praktek pemberian makanan pada bayi adalah praktek pemberian ASI dan MP-ASI. Walaupun demikian penelitian mengenai praktek pemberian makan bayi di Kabupaten Nias Selatan selama ini belum pernah dilakukan. Hal inilah yang melatar belakangi penelitian ini dilakukan.

1.2.Rumusan Masalah

Masih tingginya prevalensi bayi yang berat badannya di bawah garis merah yaitu 32% pada tahun 2007 sehingga ingin diketahui bagaimana praktek pemberian makan pada bayi dan status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui praktek pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi serta status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui pola pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi dalam keluarga yang meliputi waktu pemberian, frekwensi, dan cara pemberian di Kabupaten Nias Selatan

2. Mengetahui pola pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada bayi dalam keluarga yang meliputi jenis MP-ASI, waktu pemberian, frekwensi, jumlah, cara pemberian dan siapa yang memberi di Kabupaten Nias Selatan


(19)

1.4.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi Pemerintah Kabupaten Nias Selatan mengenai praktek pemberian makanan anak usia 0 – 11 bulan di daerah ini sehingga dapat diketahui materi dan sasaran penyuluhan yang akan dilaksanakan dalam upaya meningkatkan status gizi anak usia 0 – 11 bulan di Kabupaten Nias Selatan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Susu Ibu (ASI)

2.1.1. Produksi ASI dan Faktor yang Mempengaruhinya

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar payudara wanita melalui proses laktasi yang komposisinya tidaklah sama selama periode menyusui dan pada akhir menyusui.

Menurut Suharyono (1990), keberhasilan laktasi dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat kehamilan. Kondisi sebelum kehamilan ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas. Pada saat kehamilan khususnya pada trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan dan diferensiasi dari lobuloalveolar dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran payudara ini hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang berperan dalam produksi ASI (Suharyono, 1990).

Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin menghasilkan ASI dalam alveolar. Proses bekerjanya prolaktin dipengaruhi oleh lama dan frekuensi pengisapan (suckling). Hormon oksitosin disekresi oleh kelenjar pituitary sebagai respons adanya suckling yang akan menstimulasi sel-sel mioepitel untuk mengeluarkan (ejecting) ASI yang diikuti dengan mengalirnya ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi melalui puting susu.

Dalam ACC/SCN (1991), dikenal 3 (tiga) bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu: kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang dihasilkan oleh kelenjar payudara 4 – 7 hari setelah


(21)

melahirkan dengan volume 150 – 300 ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan pada 8 – 20 hari setelah melahirkan dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah. ASI matang adalah ASI yang dihasilkan 21 hari setelah melahirkan dengan volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua 200 – 400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Oleh sebab direkomendasikan agar setiap menyusui bayi minimal 15 menit agar kebutuhan bayi dapat tercukupi.

Produksi ASI dapat meningkat atau menurun tergantung stimulasi pada kelenjar payudara terutama pada minggu pertama laktasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ASI antara lain :

1. Frekuensi Menyusui

Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa frekuensi menyusui berhubungan dengan produksi ASI (ACC/SCN, 1991). Berdasarkan hal ini direkomendasikan menyusui paling sedikit 8 kali perhari pada periode awal setelah melahirkan. 2. Berat Lahir

Menurut Prentice (1984), bayi berat lahir rendah (BBLR) mempunyai kemampuan mengisap ASI yang lebih rendah dibandingkan dengan bayi yang berat lahir normal (> 2500 gr).

3. Umur Kehamilan saat Melahirkan

Umur kehamilan dan berat lahir mempengaruhi asupan ASI. Hal ini disebabkan bayi yang lahir prematur sangat lemah dan tidak mampu mengisap secara efektif sehingga produksi ASI lebih rendah daripada bayi yang lahir tidak prematur.


(22)

4. Umur dan Paritas

Umur dan paritas tidak berhubungan atau kecil hubungannya dengan produksi ASI yang diukur sebagai asupan bayi terhadap ASI (ACC/SCN, 1991).

5. Stres dan Penyakit Akut

Ibu yang cemas dan stres dapat mengganggu laktasi sehingga mempengaruhi produksi ASI karena menghambat pengeluaran ASI.

6. Konsumsi Rokok

Merokok dapat mengurangi volume ASI karena akan mengganggu hormon prolaktin dan oksitosin untuk produksi ASI. Merokok akan menstimulasi pelepasan adrenalin dimana adrenalin akan menghambat pelepasan oksitosin. 7. Konsumsi Alkohol

Menurut Matheson (1989), kontraksi rahim saat menyusui merupakan indikator produksi oksitosin. Pada dosis etanol 0,5-0,8 gr/kg berat badan ibu mengakibatkan kontraksi rahim hanya 62% dari normal, dan dosis 0,9-1,1 gr/kg mengakibatkan kontraksi rahim 32% dari normal.

8. Pil Kontrasepsi

Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi estrogen dan progestin berkaitan dengan penurunan volume dan durasi ASI (ACC/SCN, 1991)

2.1.2. Manfaat ASI

Menyusui adalah suatu proses alamiah sehingga ASI merupakan makanan alamiah. Menurut Pudjiadi (1990), ASI merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan oleh seorang ibu yang sesuai dengan pertumbuhan bayi. Selain itu, ASI


(23)

mempunyai komposisi gizi yang paling lengkap dan ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi yang dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan pertama. Pemberian ASI saja yang dikenal dengan ASI eksklusif sampai 6 bulan didasarkan pada tercukupinya kebutuhan bayi dan lebih baiknya pertumbuhan bayi yang mendapat ASI eksklusif serta menurunnya morbiditas bayi. Sayangnya hanya 39% dari semua bayi di dunia yang mendapat ASI eksklusif (WHO, 2002).

Berbagai hasil penelitian menemukan perbedaan kecepatan pertumbuhan antara bayi yang disusui dan bayi yang diberi formula. Hasil penelitian Birkbeck (1992) menunjukkan bahwa anak yang mendapat ASI memilki kecepatan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang mendapat susu formula. Selain itu, hasil penelitian WHO (2002) menunjukkan bahwa pertumbuhan, infeksi, dan perbedaan efisiensi penggunaan zat gizi mempengaruhi kecepatan penggunaan zat gizi oleh bayi, yang ditentukan oleh status gizi bayi. Penelitian di beberapa negara berkembang menunjukkan bahwa penyebab terbesar defisiensi gizi dan retardasi pertumbuhan pada anak berumur 3 – 15 bulan adalah rendahnya pemberian ASI dan buruknya pemberian MP-ASI (Shrimpton, dkk 2001).

Beberapa keunggulan ASI (PERSAGI, 1992), antara lain:

a. Mengandung semua zat gizi dalam susunan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 3 – 6 bulan pertama.

b. Tidak memberatkan fungsi saluran pencernaan dan ginjal.

c. Mengandung berbagai zat antibodi, sehingga mampu mencegah terjadinya infeksi.


(24)

e. Tidak menyebabkan alergi

f. Ekonomis dan praktis dalam arti tersedia setiap waktu pada suhu yang ideal dan dalam keadaan segar serta bebas dari kuman

g. Berfungsi menjarangkan kehamilan

h. Membina hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang antara ibu dan anak. Para ahli menemukan bahwa manfaat ASI akan meningkat apabila bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI bersama-sama dengan MP-ASI setelah berusia 6 bulan.

Menurut Utami (2000), manfaat pemberian ASI bagi bayi adalah: a. ASI sebagai nutrisi

b. ASI meningkatkan daya tahan tubuh c. ASI meningkatkan kecerdasan

d. Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang

Selain itu, keuntungan menyusui bagi si ibu menurut Utami (2000) adalah: a. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan

b. Mengurangi terjadinya anemia c. Menjarangkan kelahiran d. Mengecilkan rahim e. Lebih cepat langsing

f. Mengurangi kemungkinan menderita kanker g. Lebih ekonomis / murah


(25)

i. Portabel dan praktis

j. Memberi kepuasan bagi ibu

Berbagai kenyataan di atas, mendorong WHO/UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration) yang dilahirkan di Italia tahun 1990 dan bertujuan untuk melindungi, mempromosikan, dan memberi dukungan pada pemberian ASI (Utami, 2000).

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti pemberian ASI oleh si ibu kepada bayinya justru kadang terlupakan. Di beberapa kota besar, sudah bukan hal yang asing lagi terlihat bayi yang masih berumur di bawah 6 bulan sudah diberikan susu botol dan di pedesaan bayi pada umur yang sama sudah diberikan pisang. Salah satu penyebabnya adalah semakin banyaknya ibu-ibu yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Pada prinsipnya menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebanarnya tidak saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang stabil, perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan sosial yang baik (Utami, 2000).

Oleh sebab itu, dalam Pedoman Umum Pemberian MP-ASI Lokal (Depkes, 2006), ditegaskan bahwa untuk mencapai tumbuh kembang optimal, di dalam Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, WHO/UNICEF merekomendasikan empat hal penting yang harus dilakukan yaitu:


(26)

1) Memberikan air susu ibu kepada bayi segera dalam waktu 15 menit setelah bayi lahir

2) Memberikan hanya air susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI secara eksklusif sejak lahir sampai bayi berusia 6 bulan

3) Memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan sampai 24 bulan

4) Meneruskan pemberian ASI sampai anak berusia 24 bulan atau lebih.

Selain itu, untuk bayi berusia 0-6 bulan, Depkes (2002) memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1) Susui bayi segera 30 menit setelah lahir. Kontak fisik dan hisapan bayi akan merangsang produksi ASI. Pada periode ini ASI saja sudah dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi, karena ASI adalah makanan terbaik untuk bayi. Menyusui sangat baik untuk bayi dan ibu. Dengan menyusui akan terjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.

2) Berikan Kolostrum

3) Berikan ASI dari kedua payudara, kiri dan kanan secara bergantian, tiap kali sampai payudara terasa kosong. Payudara yang dihisap sampai kosong merangsang produksi ASI yang cukup.

4) Berikan ASI setiap kali meminta / menangis tanpa jadwal. 5) Berikan ASI > 10 kali setiap hari, termasuk pada malam hari.


(27)

2.2. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) 2.2.1. Konsep MP-ASI

Menurut Depkes (2006), MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI.

Selain itu, WHO (2003) menegaskan bahwa MP-ASI harus diberikan setelah anak berusia 6 bulan karena pada masa tersebut produksi ASI semakin menurun sehingga supply zat gizi dan ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan gizi anak yang semakin meningkat.

MP-ASI untuk bayi sebaiknya memenuhi persyaratan tertentu (Pudjiadi, 1990). Persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memenuhi kecukupan gizi

2. Susunan hidangan memenuhi pola menu seimbang, juga memperhatikan selera terhadap makanan.

3. Bentuk dan porsi disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan faali anak. 4. Memperhatikan sanitasi / higienitas.

Di lain pihak PERSAGI (1992) menjelaskan beberapa tujuan pemberian MP-ASI sebagai berikut:

1. Melengkapi zat gizi yang terkandung dalam ASI

2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan dengan berbagai rasa dan tekstur

3. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan


(28)

2.2.2. Pola Pemberian MP-ASI

Menurut Agus (2001), pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat. Berikut ini merupakan jadwal pemberian makanan pada bayi.

Tabel 2.1. : Jadwal Pemberian ASI dan MP-ASI

Umur Macam

Makanan

Pemberian Selama 24 Jam

1 – 2 minggu ASI Sesuka bayi

3 minggu – 3 bulan ASI Sesuka bayi

3 bulan ASI Sesuka bayi

4 – 5 bulan ASI Sesuka bayi

6 bulan ASI atau

Bubur Susu Jus Buah

Sesuka bayi

2 kali 40 – 50 g bubuk 1 – 2 kali 50 – 100 ml 7 – 12 bulan ASI atau

Bubur Susu

Nasi tim (chicken rice) Jus Buah

Sesuka bayi

2 kali 40 – 50 g bubuk 1 kali 40 – 50 g bubuk 1 – 2 kali 50 – 100 ml Sumber: Ilmu Gizi Klinis pada Anak (Pudjiadi, 2005)

Berdasarkan tabel di atas, jelaslah bahwa pemberian makanan selain ASI idealnya dimulai setelah bayi berusia 6 (enam) bulan. Hal ini berarti bahwa. Praktek pemberian ASI saja selama 6 (enam) bulan berturut-turut inilah yang disebut dengan istilah ASI Eksklusif.

Pada prinsipnya pemberian makanan kepada bayi bertujuan untuk mencukupi zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), jumlah zat gizi terutama energi dan protein yang harus dikonsumsi bayi usia 6-12 bulan adalah 650 Kalori dan 16 gram protein. Kandungan gizi Air Susu Ibu


(29)

(ASI) adalah 400 Kalori dan 10 gram protein, maka kebutuhan yang diperoleh dari MP-ASI adalah 250 Kalori dan 16 gram protein (Depkes, 2006)

Menurut Widyakarya Pangan dan Gizi (2004) bahwa jumlah zat gizi yang dibutuhkan bayi berusia 7 – 12 bulan adalah sebesar 650 Kalori energi dan 16 gr protein. Demikian juga zat-zat gizi lainnya yang dibutuhkan seperti vitamin, niasin, dan lain-lain dapat dilihat pada tabel 2.2. berikut.

Tabel 2.2. : Jumlah Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi

Zat Gizi Kelompok Umur (bulan) Nama Satuan 0 – 6 7 – 12

Energi Kkal 560 650

Protein G 10 16

Vitamin RE 375 400

Tiamin Mg 0,3 0,4

Riboflavin Mg 0,3 0,4

Niasin Mg 2,0 4,0

Vitamin B 12 Mg 0,1 0,1

Asam Folat µg 65 80

Vitamn C Mg 40 50

Kalsium Mg 200 400

Fosfor Mg 100 225

Besi Mg 3 5

Seng Mg 25 555

Iodium µg 50 70

Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi (2004)

2.2.3. Praktek Pemberian Makan Bayi

Praktek pemberian makanan yang berhubungan dengan status gizi pada hakekatnya dimulai sejak manusia masih berada dalam kandungan. Menurut Pudjiadi (2005), selain faktor bawaan/keturunan, makanan yang disalurkan sang ibu melalui plasenta (ari-ari) mempunyai peranan yang sangat penting untuk menunjang potensi keturunan yang menentukan cepatnya pertumbuhan, bentuk janin, diferensiasi dan


(30)

fungsi organ-organ yang dibentuk. Selain itu beliau mengatakan bahwa status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Faktor lainnya adalah kenaikan berat badan selama hamil dan makanan ibu yang sedang hamil (eating for two) juga merupakan faktor yang berpengaruh. Hal ini mengandung pengertian bahwa praktek pemberian makanan dalam kandungan dapat dilihat dari pola makan ibu selama hamil.

Setelah lahir, selain pemberian Air Susu Ibu (ASI) pemberian makanan yang lain terhadap bayi tentu akan mempengaruhi status gizi bayi tersebut. Pudjiadi (2005) mengatakan bahwa makanan ideal bagi bayi adalah makanan yang harus mengandung cukup bahan bakar (energi) dan semua zat gizi esensial (komponen makanan yang tidak dapat disintetis oleh tubuh sendiri akan tetapi diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan) harus dalam jumlah yang cukup pula sesuai keperluan sehari-harinya.

Pemberian makanan yang kurang dari kebutuhan untuk jangka waktu yang lama akan menghambat pertumbuhan, bahkan akan mengurangi cadangan energi dalam tubuh sehingga terjadi keadaan gizi kurang maupun buruk (marasmus). Kekurangan gizi esensial pada akhirnya menimbulkan gejala defisiensi zat gizi.

Pemberian makanan pada bayi sebagian besar dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi keluarga. Bahkan menurut Pudjiadi (2005), pemberian makanan yang dibesarkan oleh ibu yang keadaan status sosial-ekonominya serba kekurangan sudah terganggu dari permulaan yang disebabkan oleh:

1. Jumlah ASI yang dihasilkan ibunya tidak banyak karena pada umumnya ibu tersebut menderita kekurangan gizi dan tidak mendapat makanan tambahan selama menyusui.


(31)

2. Makanan tambahan biasanya sudah diberikan sangat dini yang justru menyebabkan banyak infeksi pada bayinya

3. Secara tradisi ada beberapa kebiasan praktek pemberian makanan bayi yang justru menimbulkan gangguan pada status gizi bayi, antara lain:

a. Makanan yang dikunyah dulu oleh sang ibu sebelum diberikan kepada bayi. b. Makanan yang diberikan dalam bentuk campuran bubur beras, pisang, dan

lain sebagainya

c. Cara memasak, menyimpan, dan memberikan makanan yang tidak menghiraukan kebersihan yang akan menyebabkan gastroenteritis pada bayi dengan akibat gangguan pertumbuhannya.

2.3. Pertumbuhan Bayi

Pertumbuhan adalah perubahan besar, jumlah, ukuran atau dimensi sel, organ maupun individu yang diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolik (Soetjiningsih, 1995). Pertumbuhan merupakan dasar untuk menilai kecukupan gizi bayi. Indikator pertumbuhan yang banyak digunakan adalah berat badan dan pertambahan berat, meskipun pertambahan panjang juga digunakan untuk menilai pertumbuhan linier dan adiposity yang ditunjukkan dengan tebal lemak bawah kulit (WHO, 2003). Selain itu Eastwood. M (2003) menyatakan pertumbuhan dapat digunakan untuk mengetahui perubahan yang berhubungan dengan perkembangan bentuk dan fungsi yang diukur dengan panjang, berat dan komposisi kimia sehingga pertumbuhan membutuhkan zat gizi untuk menghasilkan simpanan energi, pembelahan sel dan penggunaan skeletal.


(32)

Soetjiningsih (1995) menyatakan ada 4 penilaian pertumbuhan fisik pada anak yaitu pengukuran antropometri, pemeriksaan fisik (jaringan otot, lemak, rambut, gigi), pemeriksaan laboratorium (haemoglobin, serum protein, hormon), dan pemeriksaan radiologis. Pengukuran antropometri terdiri dari berat badan dan panjang badan. Bayi yang lahir cukup bulan mempunyai berat badan 2 kali berat lahir pada umur 5 bulan, 3 kali berat lahir pada usia 1 tahun, dan 4 kali berat lahir pada usia 2 tahun. Pada bayi normal rata-rata kehilangan berat badan adalah 5-8% selama minggu pertama setelah lahir dimana persentase kehilangan ini lebih besar pada anak yang diberi ASI yaitu 7,4% dibanding yang tidak yaitu 4,9%. Setelah minggu pertama pola pertambahan berat badan pada bayi bergantung pada ukuran awal bayi, apakah bayi disusui atau mendapat formula, faktor fisiologi dan lingkungan. Dengan mempertimbangkan panjang badan ada 3 hal yang berkaitan dengan berat badan yaitu tulang keras, tulang rawan, jumlah jaringan ikat dan kulit. Pada laki-laki sekitar 50% berat badan pria dewasa adalah air dalam sel, dan 15% adalah air dalam permukaan jaringan. Pada wanita, lemak mengganti air yaitu 52% berat badan terdiri dari lemak. Pada bayi baru lahir 80% berat badan adalah air dengan 35% interseluler dan 45% ekstraseluler. Rata-rata orang dewasa mengkonsumsi dan ekskresi air sekitar 2000 ml setiap hari yaitu 5% dari total cairan tubuh. Pada bayi jumlah air yang dikonsumsi dan diekskresi 600-700 ml (20% dari total cairan tubuh). Kisaran lemak tubuh pada individu normal adalah 12-23% dari berat badan laki-laki dan 16-28% dari berat badan wanita. Tinggi badan rata-rata pada waktu lahir adalah 50 cm (5000 kali panjang ovum) dan pada usia 1 tahun adalah 1,5 kali tinggi badan lahir yaitu


(33)

bertambah 25 cm. Pada tahun kedua, tinggi hanya bertambah 12-13 cm. Setelah itu kecepatan pertumbuhan menurun menjadi 5- 6 cm setiap tahun.

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak. Soetjiningsih (1995) mengemukakan ada 2 faktor utama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan (faktor prenatal dan postnatal). Faktor prenatal (sebelum lahir) terdiri dari gizi ibu pada waktu hamil, mekanis, toksin/zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, dan anoksia embrio. Faktor postnatal (setelah lahir) terdiri dari :

1. Lingkungan biologis yaitu ras, jenis kelamin, umur, gizi, kesehatan, fungsi metabolisme, dan hormon.

2. Lingkungan fisik yaitu cuaca, sanitasi, keadaan rumah, radiasi.

3. Psikososial yaitu stimulasi, motivasi, stres, kualitas interaksi anak dan orangtua. 4. Faktor keluarga dan adat istiadat yaitu pendapatan keluarga, pendidikan, jumlah

saudara, norma, agama, urbanisasi.

Unicef (1999) membedakan faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak terdiri dari sebab langsung, sebab tak langsung, dan penyebab dasar. Sebab langsung meliputi kecukupan pangan dan keadaan kesehatan, sebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan, dengan penyebab dasar struktur ekonomi.

Sinclair (1991) menyatakan ada 10 faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yaitu: genetik, saraf, hormon, gizi, kecenderungan sekuler, status sosial ekonomi, cuaca dan iklim, tingkat aktivitas, penyakit dan cacat lahir


(34)

2.4. Status Gizi 2.4.1. Pengertian

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dokonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Supariasa, dkk, 2002).

Oleh sebab itu keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dari ketersediaan zat gizi dalam seluler tubuh. Menurut Supariasa, dkk (2002), status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.

2.4.2. Pengukuran

Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Menurut Supariasa, dkk (2002), penilaian status gizi secara langsung dapat dikelompokkan dalam 4 cara, yaitu:

1. Antropometri, artinya ukuran tubuh manusia. Pengukuran ini berhubungan dengan berbagai macam pengkuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dar Menurut Supariasa, dkk (2002) berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Pada umumnya digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi


(35)

yang terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

2. Klinis, pengukuran yang didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi yang dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

3. Biokimia, yaitu pemeriksan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh, antara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubu seperti hati dan otot.

4. Biofosik, yaitu metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

Secara operasionalnya, penilaian status gizi yang paling sering dilakukan adalah penilaian status gizi berdasarkan indikator antropometrik dengan alasan kepraktisan, biaya murah, dan tidak memerlukan keahlian tinggi dalam menerapkannya (Supariasa, dkk, 2002).

Salah satu indeks penilaian status gizi yang sering dan praktis dilakukan dalam indikator antropometrik adalah mengukur berat badan menurut umur. Indeks ini menggambarkan status gizi seseorang saat ini.

Kelebihan indeks berat badan menurut umur adalah:

a. Lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum b. Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis

c. Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil d. Dapat mendeteksi kegemukan


(36)

Selain berat badan menurut umur sebagai salah satu indeks antropometrik dalam mengukur status gizi, tinggi badan (bagi bayi sering disebut panjang badan) menurut umur merupakan antrompometrik yang menggambarkan keadaan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan badan relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Oleh sebab itu indeks ini sering dipergunakan untuk mengetahui status gizi pada masa lalu hingga saat ini.

Keuntungan indeks tinggi badan menurut umur adalah: a. Baik untuk menilai status gizi masa lampau

b. Ukuran panjang dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa.

2.4.3. Klasifikasi

Secara konsep, klasifikasi status gizi terutama bagi bayi dan anak balita telah banyak dilakukan. Walaupun demikian klasifikasi tersebut selain berbeda menurut parameter penilaian, dapat saja suatu klasifikasi dimodifikasi maupun dikembangkan dengan klasifikasi sesudahnya.

Menurut Supariasa, dkk (2002), dalam melakukan pengukuran antropometri gizi ukuran yang dapat dipergunakan terdiri dari:

a) Linier: tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepala. Menunjukkan keadaan gizi (gizi kurang) akibat kekurangan energi dan protein yang diderita waktu lampau. b) Masa jaringan: berat badan, lingkar kengan atas, tebal lemak di bawah kulit.

Menunjukkan keadaan gizi (gizi kurang) akibat kekurangan energi dan protein yang diderita sekarang atau pada saat pengukuran.


(37)

Kekurangan zat gizi sering diidentifikasi sebagai Kurang Energi Protein (KEP). Menurut Supariasa, dkk (2002), Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.

Untuk menilai status gizi, saat ini dikenal 2 baku antropometrik, yaitu: Baku Harvard dan Baku WHO-NCHS (World Health Organization – National Centre for Health and Statistics). Dalam semiloka Antropometrik di Ciloto tahun 1991 telah disepakati bahwa untuk menyeragamkan penggunaan baku antropometrik di Indonesia digunakan baku rujukan WHO-NCHS. Penilaian status gizi bayi dan anak balita berdasarkan berat badan menurut umur dan panjang badan menurut umur dapat dihitung dengan menggunakan Z-score atau standar deviasi.

Penilaian status gizi berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) menurut Departemen Kesehatan yang dikutip Simanjuntak (2003), dibagi atas 4 kategori sebagai berikut:

- Status gizi lebih : Z-score > +2 SD - Status gizi baik : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Status gizi kurang : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Status gizi buruk : Z score < -3 SD

Selanjutnya, penilaian status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) menurut WHO yang dikutip Supariasa (2002) di bagi dalam 3 kategori sebagai berikut:

- Normal : Z-score ≥ -2 SD - Pendek : Z-score < -2 SD


(38)

Demikian juga penilaian status gizi berdasarkan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) menurut WHO yang dikutip Supariasa (2002) di bagi dalam 3 kategori sebagai berikut:

- Gemuk : Z-score ≥ +2 SD - Normal : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Kurus : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Kurus Sekali : Z score < -3 SD


(39)

2.5. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

PEMBERIAN ASI

Waktu Pemberian Frekwensi Cara Pemberian

STATUS GIZI

PEMBERIAN MP-ASI

Jenis Makanan Waktu Pemberian

Frekwensi Jumlah Cara Pemberian

Pemberi

PEMBERIAN MAKANAN


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian survei yang bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional, yaitu suatu penelitian dengan pengumpulan data yang dilakukan kepada seluruh responden dalam waktu yang bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah wilayah kerja Puskesmas Lolomatua, Puskesams Teluk Dalam dan Puskesmas Amandraya dan dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yang dimulai sejak bulan Mei 2008 s/d Oktober 2008. Pengumpulan data dilakukan selama 2 (dua) bulan yaitu selama bulan Agustus 2008 s/d September 2008.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh keluarga yang memiliki bayi di Kabupaten Nias Selatan pada saat penelitian dilakukan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan stratified random sampling secara proporsional, yaitu penelitian dengan teknik pengambilan sampel secara berstrata yang kemudian dilanjutkan penentuan jumlah sampel secara proporsional dengan pemilihan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana. Penentuan sampel dilakukan sebagai berikut:

1. Dipilih wilayah kerja Puskesmas yang paling besar proporsi bayinya yang BGM, yang paling sedikit dan yang berada di antara keduanya.


(41)

2. Selanjutnya di setiap Puskesmas akan dipilih 3 (tiga) desa dengan kriteria desa terdekat dari Puskesmas, desa terjauh dan desa yang berada di antaranya.

Walaupun demikian hasil penelitian dari 9 (sembilan) desa dimana 3 (tiga) wilayah kerja Puskesmas masing-masing 3 (tiga) desa, merupakan representatif dari seluruh wilayah Kabupaten Nias Selatan sehingga seluruh hasil penelitian di masing-masing desa digabung menjadi satu kesatuan sebagai hasil yang mewakili seluruh populasi.

Jumlah bayi di Kabupaten Nias Selatan sebagai populasi penelitian ini adalah sebanyak 4.001 jiwa dengan distribusi menurut wilayah kerja Puskesmas berikut ini.

Tabel 3.1. : Jumlah Bayi dan Proporsi BGM di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2007

No Nama Puskesmas Jumlah Populasi

Jumlah BGM Persentase BGM

1 Teluk Dalam 966 212 21,95

2 Lagundri 111 29 26,13

3 Hilisimaetano 171 44 25,73

4 Amandraya 431 113 26,22

5 Lolowau 455 143 31,43

6 Lolomatua 395 138 34,94

7 Gomo 397 93 23,43

8 Lahusa 638 220 34,48

9 P. Tello 256 68 26,56

10 Hibala 181 43 23,76

Jumlah 4.001 1.103 27,57

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, 2008

Mengacu pada data tersebut, dan dengan pertimbangan bahwa penghuni Kabupaten Nias Selatan adalah sebagian besar orang Nias sehingga sosial budayanya homogen, maka penelitian ini akan dilakukan pada 3 (tiga) wilayah kerja Puskesmas, yaitu: Puskesmas Lölömatua sebagai Puskesmas dengan proporsi BGM terbesar


(42)

(34,94%), Puskesmas Teluk Dalam sebagai terkecil (21,95%) dan Amandraya sebagai yang berada di antara keduanya atau yang paling mendekati rata-rata (26,22%).

Selanjutnya, dengan menggunakan rumus sampel melalui pendekatan survei (Notoatmodjo, 2002), yaitu:

N 4001

n = = = 363,65 = 364 orang 1 + N (d²) 1 + 4001 (0,05) ²

dimana: N = jumlah populasi

d = presisi, kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir.

Berdasarkan rumus di atas, maka jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah sebanyak 364 bayi. Seluruh sampel ini akan diambil dari 3 (tiga) wilayah kerja Puskesmas, yaitu: Puskesmas Lolomatua, Teluk Dalam, dan Amandraya secara proporsional sebagai berikut:

Tabel 3.2. : Jumlah Sampel Penelitian Menurut Wilayah Kerja Puskesmas di Kabupaten Nias Selatan

Nama Puskesmas Nama Desa Jumlah Populasi Jumlah Sampel

Teluk Dalam 966 196

Teluk Dalam 497 497/1792 x 364 = 101

Hilisataro 323 323/1792 x 364 = 66

Saua 146 146/1792 x 364 = 30

Amandraya 431 88

Tuindrao 196 196/1792 x 364 = 40

Hilihoru 123 123/1792 x 364 = 25

Hilimbowo 112 112/1792 x 364 = 23

Lolomatua 395 80

Tuhemberua 167 167/1792 x 364 = 34

Sifaoroasi 124 124/1792 x 364 = 25

Hiliotalua 104 104/1792 x 364 = 21


(43)

Berdasarkan tabel 3.2 di atas, jumlah sampel penelitian di wilayah kerja Puskesmas Teluk Dalam sebesar 196, Amandraya 88, dan Lolomatua 80 sehingga seluruhnya berjumlah 364. Kemudian ditentukan secara acak sederhana / secara lotre untuk masing-masing desa.

Selanjutnya keluarga yang memiliki anak usia 0 – 11 bulan sebagai sampel terpilih, maka yang menjadi respondennya adalah ibunya atau orang yang mengasuh anak tersebut setiap harinya. Sedangkan pengukuran status gizi dilakukan pada anaknya atau anak yang diasuhnya.

3.4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kuesioner

2. Alat pengukur Berat Badan Bayi 3. Alat Pengukur Panjang Badan bayi 4. Baku Rujukan WHO-NCHS

3.5. Cara Pengumpulan data 3.5.1. Data Primer:

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden yang dilakukan melalui:


(44)

a. Karakterisitik responden berupa umur, suku / etnik, agama, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, jumlah anggota keluarga, penghasilan keluarga, penolong persalinan, frekwensi melahirkan

b. Karakteristik bayi berupa umur, jenis kelamin, berat lahir, berat badan, panjang badan.

c. Pemberian ASI berupa waktu pemberian, frekwensi, dan cara pemberian. d. Pemberian MP-ASI berupa: jenis makanan, waktu pemberian, frekwensi,

jumlah, cara pemberian, dan pemberi.

Kuesioner diedarkan oleh Peneliti yang dibantu para kader di lokasi penelitian. 2. Pengukuran, yang meliputi: pengukuran berat badan dan panjang badan bayi.

Pengukuran dilakukan oleh Peneliti yang dibantu para kader di lokasi penelitian dengan menggunakan timbangan dacin untuk berat badan dan alat pengukur panjang badan untuk mengetahui panjang badan bayi yang telah disediakan sebelumnya.

Dalam pengumpulan data primer peneliti dibantu oleh kader posyandu yang ada di lokasi penelitian.

3.5.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan untuk melengkapi data primer, yaitu: Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita, Data yang diperoleh dari kantor Kepala Desa antara lain Jumlah anak berusia 0 – 12 bulan dan gambaran umum lainnya mengenai daerah penelitian.


(45)

3.6. Defenisi Operasional

1. Pemberian ASI adalah tindakan ibu dalam memberikan ASI kepada bayi, yang meliputi: waktu pemberian, frekwensi dan cara pemberian.

a. Waktu Pemberian adalah lamanya pemberian ASI kepada bayi setiap kali menyusui

b. Frekwensi adalah berapa kali bayi diberikan ASI dalam satu hari. c. Cara Pemberian adalah teknik / metode pemberian ASI kepada bayi

2. Pemberian MP-ASI adalah tindakan ibu dan/atau keluarga dalam memberi makan bayi, yang meliputi: jenis MP-ASI, waktu pemberian MP-ASI, frekwensi pemberian ASI, jumlah ASI, cara pemberian ASI dan pemberi MP-ASI.

a. Waktu Pemberian adalah jadwal pemberian makanan anak apakah itu pagi, siang sore/malam.

b. Frekwensi adalah berapa kali pemberian makan pada anak dalam satu hari c. Jenis MP-ASI adalah jenis makanan yang dimakan bayi dalam 1 (satu) hari d. Jumlah adalah kandungan zat gizi berupa energi dan protein dalam makanan

yang diberikan kepada bayi setiap harinya.

e. Cara pemberian adalah teknik/metode pemberian MP-ASI kepada bayi apakah dikunyah oleh si pemberi MP-ASI terlebih dahulu atau tidak.

f. Pemberi adalah orang yang paling sering memberikan MP-ASI kepada bayi baik pagi, siang atau malam.


(46)

3. Status Gizi adalah keadaan gizi bayi yang diketahui dengan cara membandingkan berat badan terhadap umur, panjang badan terhadap umur dan berat badan terhadap panjang badan

3.7. Aspek Pengukuran

1. Pemberian ASI dilihat dari waktu pemberian, frekwensi pemberian dan cara pemberian

a. Waktu pemberian dikategorikan: minimal 15 menit atau kurang dari 15 menit b. Frekwensi pemberian dikategorikan: dibatasi / terjadwal dan tanpa terjadwal/

sesuka bayi

c. Cara pemberian dikategorikan secara langsung disusui dan secara tidak langsung atau melalui sendok, botol, atau media lain

2. Pemberian MP-ASI dilihat dari jenis makanan, waktu pemberian, frekwensi pemberian, dan cara pemberian.

a. Waktu pemberian, dikategorikan pagi hari, siang, sore/malam hari dan selain dari waktu tersebut.

b. Frekwensi pemberian, dikategorikan ≥ 3 kali sehari dan < 3 kali sehari

c. Jenis makanan, dikategorikan bubur, buah sayuran, susu formula atau yang lainnya

d. Jumlah, nilai zat gizi terutama energi dan protein yang dikonsumsi bayi dan dikategorikan cukup apabila energi ≥ 250 kalori dan protein ≥ 6 gram sedangkan dikatakan kurang energi < 250 kalori dan protein < 6 gram.


(47)

f. Pemberi, dikategorikan ibu bayi atau orang lain.

3. Status gizi diukur dengan menggunakan indikator BB/U, PB/U dan BB/PB kemudian dikonversikan dengan standra WHO-NCHS. Penilaian status gizi ditentukan berdasarkan Z-score atau standar deviasi.

Status gizi berdasarkan BB/U dibagi atas 4 kategori, yaitu: - Status gizi lebih : Z-score > +2 SD

- Status gizi baik : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Status gizi kurang : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Status gizi buruk : Z score < -3 SD

Status gizi berdasarkan PB/U dibagi atas 3 kategori, yaitu: - Normal : Z-score ≥ -2 SD

- Pendek : Z-score < -2 SD

Status gizi berdasarkan BB/PB dibagi 4 kategori, yaitu: - Gemuk : Z-score ≥ +2 SD

- Normal : Z-score -2 ≤ s/d ≤ +2 - Kurus : Z-score -3 ≤ s/d < -2 - Kurus Sekali : Z score < -3 SD

3.8. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan dan kesinambungan data yang telah dikumpulkan

2. Coding, memberi angka pada setiap jawaban

3. Tabulating, mempermudah analisa data dan pengambilan kesimpulan dimana data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi


(48)

Analisa data dilakukan dengan melihat angka dari setiap tabel, kemudian disajikan secara deskriptif.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Geografi dan Demografi

Kabupaten Nias Selatan terletak di sebelah Barat Pulau Sumatera Utara yang berjarak sekitar ± 92 mil laut dari Kota Sibolga / Kabupaten Tapanuli Tengah, terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pak-pak Barat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Propinsi Sumatera Utara.

Kabupaten Nias Selatan yang beribu kota Teluk Dalam mempunyai luas wilayah 1.825,2 Km², dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kabupaten Nias

- Sebelah Selatan : Kepulauan Mentawai Propinsi Sumatera Barat - Sebelah Timur : Kepulauan Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah dan

Kabupaten Mandailing Natal - Sebelah Barat : Samudera Hindia

Kabupaten Nias Selatan terdiri dari 104 pulau-pulau kecil dan besar, 21 pulau di antaranya berpenghuni dan 83 pulau belum berpenghuni. Walaupun demikian, hampir seluruh pulau-pulau tersebut aktifitas pemanfaatan lahannya telah ada.

Kabupaten ini meliputi 122 desa dan 2 kelurahan yang tersebar di 8 Kecamatan. Kecamatan di daratan adalah: Teluk Dalam yang terdiri dari 37 desa + 1 kelurahan, Amandraya yang terdiri dari 18 desa, Gomo yang terdiri dari 31 desa, Lahusa yang terdiri dari 15 desa, Lölömatua yang terdiri dari 18 desa, dan Lölöwa’u yang terdiri


(50)

dari 32 desa. Selain itu, kecamatan yang berada di luar daratan Pulau Nias adalah: P.P Batu yang terdiri dari 46 desa + 1 kelurahan dan Hibala yang terdiri dari 15 desa. Untuk menambah pemahaman tentang Kabupaten Nias Selatan, pada bagian lampiran dapat dilihat peta Kabupaten Nias Selatan.

Penduduk Kabupaten Nias Selatan berjumlah 307.363 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 64.271 KK dan kepadatan penduduk sebesar 168 Km². Uraian terperinci dapat dilihat tabel 4.1. berikut ini.

Tabel 4.1. : Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No Kecamatan

Luas Jumlah Jumlah Kepadatan

Wilayah Penduduk Kepala Penduduk (km2) (jiwa) Keluarga /km2

1 Telukdalam 490,00 92.936 19.659 190

2 Amandraya 183,10 33.190 6.638 181

3 Lolowau 295,60 37.085 7.753 125

4 Lolomatua 188,60 30.984 5.518 164

5 Lahusa 334,00 30.986 6.997 93

6 Gomo 158,60 49.143 10.635 310

7 P.Tello 121,05 19.077 4.278 158

8 Hibala 54,25 13.962 2.793 257

JUMLAH 1.825,20 307.363 64.271 168

Sumber: BAPPEDA Kabupaten Nias Selatan, 2008

4.1.2. Karakteristik Penduduk

Karakteristik penduduk Kabupaten Nias Selatan menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini.


(51)

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

NO Kelompok Umur (tahun)

Jumlah Penduduk (orang) Total (orang) Laki-laki Perempuan

1 < 1 1.537 2.464 4.001 2 1 - 4 17.353 21.584 38.937 3 5 - 9 19.372 19.344 38.716 4 10 - 14 19.972 19.944 39.916 5 15 - 19 10.835 12.727 23.562 6 20 - 24 6.903 7.823 14.726 7 25 - 29 6.875 7.751 14.626 8 30 - 34 6.740 7.556 14.296 9 35 - 39 6.431 7.392 13.823 10 40 - 44 6.231 7.228 13.459 11 45 - 49 9.639 10.126 19.765 12 50 - 54 8.421 9.768 18.189 13 55 - 59 8.543 10.258 18.801 14 60 - 64 7.954 8.967 16.921 15 65 - 69 3.362 5.290 8.652 16 70 - 74 3.221 4.503 7.724 17 75+ 571 678 1.249 JUMLAH 143.960 163.403 307.363 Sumber: BAPPEDA Kabupaten Nias Selatan, 2008

Berdasarkan tabel 4.2. di atas, dapat diketahui bahwa penduduk Kabupaten Nias Selatan didominasi oleh mereka yang berjenis kelamin perempuan. Selain itu, tabel tersebut di atas juga menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur, penduduk Kabupaten Nias Selatan sebagian besar merupakan penduduk dengan usia muda yaitu berkisar antara 1 – 19 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rasio beban tanggungan di Kabupaten Nias Selatan masih termasuk kategori tinggi. Keadaan ini semakin ditambah dengan tingginya jumlah penduduk yang berusia di atas 60 tahun.


(52)

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008

No. Tingkat Pendidikan Laki-Laki Perempuan Jumlah 1 Tidak/Belum Pernah Sekolah 26.586 15.589 2.175 2 Tidak/Belum Tamat SD 5.469 6.888 2.357 3 Tamatan SD Sederajat 29.079 15.898 4.977 4 Tamatan SLTP Sederajat 9.611 10.233 9.844 5 Tamatan SLTA Sederajat 10.177 7.800 7.977 6 Tamatan Perguruan Tinggi 1.881 1.403 3.284 Jumlah 2.803 7.811 10.614 Sumber: BAPPEDA Kabupaten Nias Selatan, 2008

Berdasarkan tabel 4.3. di atas, diketahui bahwa penduduk Kabupaten Nias Selatan sebagian besar lulusan SLTA sederajat.

4.1.3. Keadaan Kesehatan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Tahun 2007 (Dinas Kesehatan Nias Selatan, 2008), pola penyakit di Kabupaten Nias Selatan adalah sebagai berikut: penderita TB Paru sebanyak 3.967 kasus dan 194 di antaranya dinyatakan positif (+), pneumonia 828 kasus, diare 1.609 kasus dan 27,22% di antaranya adalah balita, malaria dengan gejala klinis sebanyak 18.278 kasus dan 2.314 kasus diantaranya adalah positif (+), difteri sebanyak 1.326 kasus, pertusis 494 kasus, tetanus 192 kasus, tetanus neonatorum 12 kasus, dan campak 116 kasus serta hepatitis B sebanyak 38 kasus.

Selain itu, sekitar 94% bayi yang lahir adalah neonatus, dengan kunjungan ke sarana pelayanan kesehatan sebesar 94,6%. Balita yang ditimbang pada saat baru lahir sebesar 84,25% dan ditemukan BBLR sebesar 2,45%, 83% balita yang ditimbang setiap bulannya dan balita yang mengalami kenaikan berat badan setiap


(53)

bulannya sekitar 67%, serta proporsi Balita di Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) sebesar 45%.

4.2. Hasil Penelitian

4.2.1. Karakteristik Responden

Berikut ini disajikan karakteristik responden berdasarkan kelompok umur, suku / etnik, agama yang dianut, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, jumlah anak, jumlah biaya makan, jumlah pengeluaran, jumlah penghasilan, penolong persalinan terakhir dan frekwensi melahirkan.

Tabel 4.4. Distribusi Responden menurut Umur

No Kelompok Umur

(tahun)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2 3

< 21 21 – 25

> 25

40 133 116

11,6 36,5 31,9

Jumlah 364 100,0

Berdasarkan tabel 4.4. di atas, dapatlah diketahui bahwa 36,5% responden penelitian ini berumur antara 21 - 25 tahun, 31,9% berumur di atas 25 tahun, dan hanya 11,6% berumur di bawah 21 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa responden penelitian ini merupakan wanita yang berada pada usia reproduksi sehingga potensi pengetahuan mengenai pemberian makan secara langsung akan mempengaruhi praktek pemberian makan bayi di Kabupaten Nias Selatan secara keseluruhan. Sebagaimana diketahui bahwa usia reproduksi adalah rentang usia yang


(54)

memungkinkan seorang wanita melahirkan atau dengan kata lain bahwa usia reproduksi adalah rentang usia seorang wanita memiliki bayi.

Tabel 4.5. Distribusi Responden menurut Suku / Etnik

No Suku / Etnik Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 2

Nias

Bukan Nias

359 5

98,6 1,4

Jumlah 364 100,0

Tabel 4.5. di atas menunjukkan bahwa 98,6% responden penelitian ini adalah suku Nias dan hanya 1,4% yang bukan suku Nias. Hal ini menunjukkan bahwa dari aspek latar belakang budaya, responden penelitian ini termasuk homogen yaitu suku Nias sehingga pengetahuan responden mengenai praktek pemberian makan bayi hampir tidak dipengaruhi oleh sosio-kultural dari luar suku Nias , terlebih Kabupaten Nias Selatan merupakan bagian dari pulau Nias yang secara geografis terletak di suatu pulau yang kurang kondusif percepatan akselerasi budaya dari luar pulau Nias.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Menurut Agama yang Dianut

No Agama Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 2 3

Islam Kristen Katolik

10 247 107

2,7 67,9 29,4

Jumlah 364 100,0

Berdasarkan tabel 4.6. di atas, 67,9% responden penelitian ini adalah pemeluk agama Kristen, 29,4% pemeluk agama Katolik dan 2,7% pemeluk agama Islam. Hal ini menunjukkan bahwa variabilitas metode pemberian makan bayi dan jenis-jenis


(55)

MP-ASI yang layak diberikan kepada bayi hampir sama serta tidak ada pantangan dari aspek agama yang dianut.

Tabel 4.7. Distribusi Responden menurut Tingkat Pendidikan Terakhir

No Tingkat Pendidikan Terakhir Jumlah

(orang) Persentase (%) 1 2 3 4 5 Tidak Sekolah

Lulusan SD Sederajat Lulusan SLTP Sederajat Lulusan SLTA Sederajat Lulusan PT 30 146 142 46 0 8,2 40,1 39,0 12,6 0,0

Jumlah 364 100,0

Memperhatikan tabel 4.7. di atas, 40,1% responden merupakan lulusan SD, 39% lulusan SLTP, 12,6% lulusan SLTA, dan 8,2% tidak sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden penelitian ini tidak mendapat bekal teknis pemberian makan kepada bayi melalui pendidikan formal, mengingat bahwa materi pendidikan kesehatan yang ada minimal setara SLTA. Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa pengetahuan responden tentang pemberian makan bayi bersumber dari sosio-kultural dan kebiasaan masyarakat setempat atau melalui media pendidikan informal.

Tabel 4.8. Distribusi Responden menurut Jenis Pekerjaan

No Jenis Pekerjaan Jumlah

(orang) Persentase (%) 1 2 3 Tidak Bekerja Petani Wiraswasta 108 245 11 29,7 67,3 3,0


(56)

Responden penelitian ini 67,3% adalah petani, 29,7% tidak bekerja dan 3% wiraswasta, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.8 di atas. Apabila dikaji lebih mendalam, data ini menunjukkan bahwa peluang si ibu dengan bayinya untuk selalu dekat sangatlah besar. Apalagi tidak ada responden yang bekerja sebagai pegawai (baik pegawai negeri maupun swasta) yang menyulitkan kedekatan sang ibu dengan bayinya. Jenis pekerjaan responden penelitian ini sebagaimana data tabel 4.10 di atas memiliki peluang yang sangat besar bagi si ibu untuk memperhatikan bayinya termasuk dalam hal pemberian makan.

Tabel 4.9. Distribusi Responden menurut Jumlah Anak

No Jumlah Anak

(orang)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2 3

2 3 > 3

165 113 86

45,3 31,0 23,6

Jumlah 364 100,0

Tabel 4.9. di atas menunjukkan bahwa responden penelitian ini sebagian besar (45,3%) memiliki anak 2 (dua) , 31% memiliki anak 3 (tiga), dan 23,6% memiliki anak di atas 3 (tiga) orang. Hal ini menunjukkan bahwa dalam hal memberikan makan bayi, responden penelitian ini bukanlah pengalaman pertamanya melainkan sudah pernah memiliki bayi sebelumnya sehingga pengetahuan yang dimiliki sudah termasuk kategori pengalaman langsung dan bukan sekedar coba-coba atau karena pengalaman orang lain sebelumnya.


(57)

Tabel 4.10. Distribusi Responden menurut Jumlah Biaya Makan Perbulan

No Jumlah Biaya Makan

(Rp) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2 3

< 450.000 450.000 – 500.000

> 500.000 277 52 35 76,1 14,3 9,6

Jumlah 364 100,0

Sebagian besar (76,1%) responden mengakui bahwa biaya yang dipergunakan untuk biaya makan setiap bulannya masih di bawah Rp. 450.000,- dan hanya 9,6% di atas Rp. 500.000,- Hal ini menunjukkan bahwa biaya makan dalam keluarga termasuk biaya makan bayi responden masih termasuk kategori rendah. Walaupun ada beberapa hasil pertanian masyarakat setempat yang dapat menjadi sumber makanan bayi, namun dalam praktek sehari-harinya makanan keluarga di kabupaten Nias Selatan diadakan dengan cara membeli karena petani Nias Selatan lebih cenderung berkebun karet, kelapa, atau perkebunan lainnya daripada bersawah. Menurut informasi lisan dari beberapa tokoh masyarakat Nias Selatan, sekitar 70 – 88% kebutuhan beras di Kabupaten Nias Selatan didatangkan dari luar melalui pelabuhan Sibolga atau Padang.

Tabel 4.11. Distribusi Responden menurut Jumlah Pengeluaran Perbulan No Jumlah Pengeluaran

(Rp) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2 3

< 700.000 700.000 – 800.000

> 800.000 165 113 86 45,3 31,0 23,6


(58)

Selain itu sebagaimana pada tabel 4.11. di atas, 45,3% responden mengatakan bahwa pengeluaran untuk setiap bulannya berada di bawah Rp. 700.000,-. Hal ini menunjukkan bahwa potensi keluarga untuk biaya hidup keluarga (termasuk biaya makan tentunya) masih sangat rendah yang pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi anak dalam setiap keluarga.

Tabel 4.12. Distribusi Responden menurut Jumlah Penghasilan Perbulan No Jumlah Penghasilan

(Rp) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2 3

< 700.000 700.000 – 800.000

> 800.000 165 113 86 45,3 31,0 23,6

Jumlah 364 100,0

Demikian juga penghasilan keluarga responden, sekitar 45,3% berada di bawah Rp. 700.000 perbulan sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.12. di atas. Angka penghasilan keluarga ini tidak jauh berbeda dengan angka pengeluaran keluarga, yang artinya bahwa penghasilan keluarga yang rendahlah yang menjadi penyebab rendahnya pengeluaran keluarga termasuk biaya yang tersedia / dialokasikan untuk biaya makan keluarga.

Tabel 4.13. Distribusi Responden menurut Penolong Persalinan Terakhir

No Penolong Persalinan Jumlah

(orang) Persentase (%) 1 2 Tenaga Kesehatan

Bukan Tenaga Kesehatan

165 199

45,3 54,7

Jumlah 364 100,0

Berdasarkan tabel 4.13. di atas, dapatlah diketahui bahwa 45,3% persalinan di Kabupaten Nias Selatan dilayani oleh tenaga kesehatan, sedangkan sisanya bukanlah


(59)

tenaga kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa masih sekitar 45,3% ibu-ibu yang memiliki bayi di Kabupaten Nias Selatan tidak memperoleh informasi atau pengetahuan mengenai praktek pemberian makan bayi langsung dari petugas kesehatan pada saat melahirkan. Sisanya sebesar 54,7% bisa memperolehnya tetapi bisa juga tidak mengingat bahwa perhatian petugas kesehatan untuk memberikan penyuluhan kesehatan pada saat melayani pasien sudah semakin menurun. Apabila secara kumulatif 45,3% ibu-ibu secara praktis tidak memperoleh informasi pemberian makan bayi secara langsung dari petugas kesehatan pada saat melahirkan ditambah dengan rendahnya motivasi petugas kesehatan memberikan penyuluhan pada saat melayani pasien (termasuk kepada ibu melahirkan), maka persentase ibu-ibu melahirkan yang tidak memperoleh penyuluhan / informasi mengenai pemberian makan bayi semakin besar. Dalam kenyataannya, rendahnya informasi dari petugas kesehatan mengenai pemberian makan bayi akan berdampak pada tindakan ibu-ibu di Kabupaten Nias Selatan dalam praktek pemberian makan bayinya.

Tabel 4.14. Distribusi Responden menurut Frekwensi Melahirkan No Frekwensi Melahirkan

(kali)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2 3

2 3 > 3

165 113 86

45,3 31,0 23,6

Jumlah 364 100,0

Sebagian besar (45,3%) responden telah 2 (dua) kali melahirkan, 31% sebanyak 3 (tiga) kali melahirkan dan sisanya yaitu 23,6% melahirkan lebih dari 3 (tiga) kali, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.14 di atas. Sebagaimana telah dikemukakan


(60)

pada bagian sebelumnya, maka data ini juga menunjukkan bahwa dalam praktek pemberian makan bayi, responden sebelumnya sudah pernah berpengalaman yaitu ketika melahirkan anak yang pertama.

4.2.2. Karakteristik Bayi

Karakteristik bayi yang akan disajikan berikut ini adalah umur, jenis kelamin, dan ketersediaan Kartu Menuju Sehat (KMS).

Tabel 4.15. Distribusi Bayi Responden menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur

(bulan)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1 2

0 – 6 > 6

219 145

60,2 39,8

Jumlah 364 100,0

Mengacu pada tabel 4.15. di atas, dapatlah diketahui bahwa bayi responden penelitian ini sebagian besar (60,2%) berumur antara 0 – 6 bulan, sedangkan sisanya (39,8%) adalah responden dengan bayi berumur > 6 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa ada sekitar 39,8% yang secara praktis sudah dapat ditentukan apakah termasuk ASI Eksklusif atau bukan, sedangkan 60,2% lagi ketika ada di antaranya sudah diberikan MP-ASI secara pasti bukanlah kelompok ASI Eksklusif sementara di lain pihak apabila belum diberikan MP-ASI maka belum dapat dipastikan apakah termasuk ASI Eksklusif atau tidak. Secara idealnya, unit analisis yang menjadi sasaran dalam penelitian pemberian makan bayi ini adalah bayi yang berumur > 6 bulan, namun pada kenyataannya ditemukan bayi yang sudah menerima MP-ASI sebelum mencapai usia 6 bulan.


(61)

Tabel 4.16. Distribusi Bayi Responden menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 2

Laki – laki Perempuan

164 200

45,1 54,9

Jumlah 364 100,0

Selain itu, berdasarkan tabel 4.16. di atas 54,9% responden memiliki bayi dengan jenis kelamin perempuan dan sisanya (45,1%) bayinya berjenis kelamin laki-laki. Dalam praktek pemberian makan bayi tidaklah ditemukan perbedaan laki-laki dan perempuan, walaupun secara sosio-kultural masyarakat Nias ada nuansa membedakan anak laki-laki dan perempuan. Kendatipun demikian, perbedaan jenis kelamin ini menjadi salah satu parameter penentuan status gizi bayi di Kabupaten Nias Selatan, mengingat bahwa dalam umur yang sama antara laki-laki dan perempuan memiliki Berat Badan (BB) dan Panjang Badan (PB) yang berbeda.

Tabel 4.17. Distribusi Bayi Responden menurut Ketersediaan Kartu Menuju Sehat (KMS)

No Ketersediaan KMS Jumlah

(orang)

Persentase (%)

1 2

Ya Tidak

242 122

66,5 33,5

Jumlah 364 100,0

Sekitar 66,5% bayi responden memiliki Kartu Menuju Sehat (KMS), sedangkan sisanya tidak memiliki KMS. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada bayi di Kabupaten Nias Selatan yang tidak pernah dipantau perkembangan status gizinya. Ketersediaan KMS sangat erat kaitannya dengan kebiasaan ibu membawa bayinya di


(1)

DAFTAR PUSTAKA

ACC/SCN. 1991. Subcommittee on Nutrition During Lactation. Committee on Nutritional Status During Pregnancy and Lactation. Food and Nutrition Board. Institute of Medicine. 1991. Nutrition During Lactation. National Academy Press. Washington, D.C

Agus, D., 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita, Puspa Swara, Jakarta Almatsier, Sunita, 2004. Penuntun Diet, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Berg, A., 1986. Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional, Rajawali, Jakarta Departemen Kesehatan RI, 1992. Pedoman Pemberian MP-ASI, Depkes RI, Jakarta ---, 2004. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan dan Penanggulangan

Gizi Buruk Tahun 2005 – 2009, Depkes RI, Jakarta

---, 2005, Standar Pelayanan Minimal, Depkes RI, Jakarta

---, 2006. Pedoman Umum Pemberian MP-ASI Lokal, Depkes RI, Jakarta ---, 2007, Petunjuk Pelaksanaan ASI Eksklusif, Depkes RI, Jakarta

Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, 2007. Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Tahun 2006, Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan, teluk Dalam Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, 2006. Pedoman Rencana Aksi Nasional

Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2006-2010, Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara, Medan.

Nasution, A.K, dan Karyadi, D, 1998. Gizi untuk Kebutuhan Fisioligis Khusus, Penerbit Gramedia, Jakarta

Notoadmodjo, S., 2002. Metode Penelitian Kesehatan, PT Rineka Cipta, Jakarta PERSAGI, 1992. Penuntun Diit Anak, PT Gramedia, Jakarta

Pudjiadi, S., 1990. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, FK-UI, Jakarta ---, 2005. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak, FKUI, Jakarta

Simanjuntak, R., 2003. Status Gizi dan Pola Pemberian Makan Bayi di Desa dan Kota, Skripsi, FKM-USU, Medan


(2)

Siregar M.,A., 2003. Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, www.usu.ac.id

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Shrimpton, B, and Wilson, 2003. Describes a multi-faceted approach to educating children with Tourette Syndrome

SINCLAIR, A., 1991. Distribution of eastern Scotian Shelf cod with respect to age, depth, and temperature. NAFO SCR Doc., 91/103, 13 p .

Suharyono dan Ebrahim G.Z., 1997. Air Susu Ibu, Yayasan Essentia Medika, Yogyakarta

Supariasa, I.D.N., Bakri B., Fajar I., 2002. Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta UNICEF, 2002. A World Fit for Children, New York

Utami R., 2000. Mengenal ASI Eksklusif, Trubus Agriwidya, Jakarta World Bank, 2006. Repositioning Nutrition as Central Development

World Health Organization, 2001. Strategic Directions for Improving the Health and Development of Children and Adolescents

---, 2001. Complementary Feeding. Report of the global consultation. Summary of guiding principles. Geneva, 10-13 December 2001

---, 2001. Infant Feeding Guidelines. Information for Health Professionals on Infant Feeding


(3)

KUESIONER PENELITIAN PRAKTEK PEMBERIAN MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 11 BULAN

DI KABUPATEN NIAS SELATAN A. DATA UMUM RESPONDEN

No ID :

Umur :

Suku / Etnik :

Agama :

Pendidikan Terakhir :

Jenis Pekerjaan :

Jumlah Anggota Keluarga : Jumlah Pengeluaran setiap bulan a. Untuk Makanan : Rp.

b. Total : Rp.

Penghasilan Keluarga perbulan : Rp. Penolong Persalinan : Frekwensi Melahirkan : B. DATA BAYI

Nama :

Tanggal lahir / Umur (bulan) :

Jenis Kelamin :

Kepemilikian KMS : Ada / Tidak

Alamat :

C. DATA PENELITIAN 4. Pemberian ASI :

1. Kapan pertama sekali bayi diberi ASI ? a. Segera setelah lahir

b. 30 menit – 1 jam setelah lahir c. Di atas 1 jam setelah lahir

2. Apakah kepada bayi hanya diberikan ASI saja sampai berumur 6 bulan ? a. Ya

b. Tidak, umur berapa ...

3. Berapa lamakah waktu yang diperlukan ibu setiap menyusui bayinya ? a. Minimal 15 menit


(4)

4. Kapan saja ASI diberikan ?

c. Setiap waktu / tidak dibatasi / setiap dibutuhkan

d. Setiap bayi menangis atau setiap saya punya waktu untuk menyusui 5. Bagaimana teknik / metode pemberian ASI kepada bayi ?

a. Secara langsung disusui

b. Kadang-kadang melalui sendok / botol 5. Pemberian MP-ASI :

6. Kapan pertama sekali bayi diberi MP-ASI ? a. Setelah berusia 6 bulan

b. Sebelum berusia 6 bulan

7. Pada saat kapan sajakah MP-ASI diberikan kepada bayi ? a. Pagi, siang, dan sore/malam

b. Bukan pada waktu sebagaimana di atas, sebutkan ... 8. Berapa kali MP-ASI diberikan kepada bayi setiap harinya ?

a. Minimal 3 kali

b. Kurang dari 3 kali sehari

9. Sebutkan jenis-jenis makanan/minuman MP-ASI yang diberikan kepada bayi ! a. Bubur, buah, biskuit, nasi tim, dan sayuran atau sejenisnya

b. Di luar ketentuan di atas, sebutkan ...

10.Bagaimanakah bentuk makanan yang diberikan kepada bayi ? a. Dalam bentuk yang diperhalus

b. Kadang-kadang dalam bentuk yang diperhalus c. Sama dengan makanan orang dewasa

11.Apakah setiap MP-ASI yang diberikan kepada bayi selalu dimasak terlebih dahulu ?

a. Ya

b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

12. Bisa ditunjukkan contoh MP-ASI yang diberikan kepada bayi ? a. ... urt

b. ... urt c. ... urt d. ... urt e. ... urt dst


(5)

13. Bagaimana cara ibu memberikan MP-ASI kepada bayi ? a. Selalu dikunyah terlebih dahulu

b. Kadang-kadang dikunyah terlebih dahulu dan kadang-kadang dilumatkan dengan menggunakan peralatan makan

c. Tidak pernah dikunyah terlebih dahulu

14. Apakah ibu si bayi yang selalu memberikan makanan kepada bayi ? a. Ya

b. Kadang-kadang, siapa saja sebutkan ... c. Tidak pernah, siapa sebutkan ...


(6)

Dokumen yang terkait

Gambaran Status Karies Gigi dan Status Gizi pada Anak Sindrom Down Usia 12-18 Tahun di SLB C Kota Medan

19 174 93

Pengaruh Pola Makan, Status Gizi, Higiene dan Sanitasi Makanan terhadap Kejadian Diare pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat Kecamatan Medan Timur

23 152 134

Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Peserta Program Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) Kasih Ibu Di Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Tahun 2012

6 118 72

Gambaran Pola Pemberian Makanan Pendamping Asi Dan Status Gizi Anak Usia 0 - 24 Bulan Di Desa Alue Awe Kecamatan Muara Dua Kabupaten Aceh Utara

0 28 49

Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Ditinjau Dari Pekerjaan Ibu Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Tahun 2005

1 46 80

Pola Asuh Dan Status Gizi Anak Usia 0-36 Bulan Di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat Tahun 2010

1 31 90

Pola Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir, Tahun 2010

3 39 79

Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Peserta Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kelompok Bermain Generasi Sejahtera di Kelurahan Merdeka Kecamatan Medan Baru Tahun 2010

6 176 70

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-6 BULAN DI KECAMATAN PURING Hubungan antara Kadar Hemoglobin dengan Status Gizi Anak Usia 0-6 Bulan di Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen.

0 1 13

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN IBU HAMIL DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-6 BULAN DI KECAMATAN PURING Hubungan antara Kadar Hemoglobin dengan Status Gizi Anak Usia 0-6 Bulan di Kecamatan Puring Kabupaten Kebumen.

0 1 13