Pola Asuh Dan Status Gizi Anak Usia 0-36 Bulan Di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat Tahun 2010

(1)

POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 36 BULAN DI DESA KUTAMBARU KECAMATAN KUTAMBARU

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2010

SKRIPSI

OLEH :

YENNY YOVILA DAMANIK NIM. 071000216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 36 BULAN DI DESA KUTAMBARU KECAMATAN KUTAMBARU

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH :

YENNY YOVILA DAMANIK NIM. 071000216

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 36 BULAN DI DESA KUTAMBARU KECAMATAN KUTAMBARU

KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : YENNY YOVILA DAMANIK

NIM. 071000216

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 15 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua penguji

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes NIP. 196205291989032001

Penguji I

Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si NIP. 196806161993032003

Penguji II

Dra. Jumirah, Apt., M.Kes NIP. 195803151988112001

Penguji III

Ernawati Nasution, SKM., M.Kes NIP. 197002121995012001

Medan, Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

Dr. Drs. Surya Utama, MS NIP. 196108311989031001


(4)

ABSTRAK

Pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Salah satu penghambat potensi anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima tahun.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat. Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Pengambilan sampel secara simple random sampling sebanyak 56 orang dari populasi 127 orang. Data karakteristik ibu (tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan jumlah anggota keluarga) dan pola asuh anak (pemberian makan anak, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan serta perawatan kesehatan anak) diperoleh melalui wawancara dengan ibu anak. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang anak, panjang badan (PB) melalui pengukuran panjang badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemberian makan kurang baik terutama pada usia 0-6 bulan, sementara pada kelompok usia lainnya sebagian besar baik. Praktek kebersihan anak sebagian besar baik, karena hampir setiap kelompok umur sudah di atas 60%. Praktek sanitasi lingkungan berada pada kategori baik, dimana paling rendah dari semua kelompok umur berada di usia 6-9 bulan (60,0%). Praktek perawatan anak sudah baik, terutama pada kelompok usia 6-9 bulan dan 9-12 bulan yang mencapai 100,0%. Pada umumnya anak memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB.

Disarankan kepada petugas kesehatan setempat supaya lebih memfokuskan penyuluhan bagi ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan supaya bayi hanya diberi ASI saja. Penyuluhan tentang immunisasi juga dilakukan agar tetap membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang serta penyuluhan tentang pola asuh anak terutama dalam hal praktek pemberian makan dan praktek kesehatan sehingga diharapkan status gizi anak dapat lebih baik lagi.


(5)

ABSTRACT

Parental nurturing pattern has significant impact on the life of children in their next time. One of the potential challenges includes the effect of nurturing pattern disoriented to the development of children. It usually occurs in under five years children.

The objective of the study is to know the nurturing pattern and nutritional status of children aged 0-36 months at Kutambaru Village of Kutambaru Subregency of Langkat Regency. The type of the study is a descriptive using a cross sectional study. The population includes 127 persons and 56 were taken to be samples. The characteristic data of mothers (household income, maternal education rate, maternal occupation and the number of family members) and the nurturing pattern of children (feeding, practice of cleanliness and environmental sanitation and even healthcare of the children were collected by interview with the mothers. The body weight was taken by weighting children, whereas the body length was taken by measuring the body length. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the study showed that the feeding was inadequate especially in those aged 0-6 months, whereas in the other group of age, the majority was adequate. Majority of the cleanliness practice was adequate, due to almost any group of age has been over 60%. The practice of environmental sanitation belonged to adequate, in which the lower rate of all the groups of age included 6-9 months (60.0%). The practice of infant healthcare has been adequate, especially within 6-9 months and 9-12 months of age reaching 100%. In general, the children have normal nutritional status based on weight for age, length for age, and weight for length.

It is suggested to the local healthcare providers to more focus on counseling on the mothers with the children aged 0-6 months in order that their infants are only provided with the lactating. The counseling of immunization is also carried out by staying to take the children to the integrated service center to weight and counseling of the infant nurturing pattern especially in feeding and health practice that their nutritional status may be more improved.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yenny Yovila Damanik Tempat / Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 12 April 1977

Agama : Islam

Alamat : Jln. Prof. H. M. Yamin SH, No. 16 Tebing Tinggi

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 164524 Tebing Tinggi : Tahun 1983 – 1989 2. SMP Negeri 2 Tebing Tinggi : Tahun 1989 – 1992 3. SMU Negeri 2 Tebing Tinggi : Tahun 1992 – 1995 4. Akademi Gizi Yayasan Sutan Oloan Medan : Tahun 1995 – 1998 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU : Tahun 2007 – 2010

Riwayat Pekerjaan

1. Akademi Gizi Yayasan Dr. Rusdi Medan : Tahun 1999 – 2005 2. Akademi Keperawatan Yayasan Dr. Rusdi Medan : Tahun 2005 – 2009 3. Puskesmas Marike Kec. Kutambaru Kab. Langkat : Tahun 2009 – Sekarang


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Pola Asuh Dan Status Gizi Anak Usia 0-36 Bulan Di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat Tahun 2010”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing I dan Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku dosen pembimbung II, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah., Apt., M.Kes selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku dosen penguji II dan Ibu Ernawati


(8)

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Khususnya Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat

5. Kepada kedua orang tuaku tercinta yang telah banyak memberikan doa dan dukungan moril kepada penulis.

6. Kepada Abangku Ivan Andri Damanik, SH dan Dedy Andreas Damanik, serta Adik-Adikku Mhd. Edwin Damanik, SP dan Mhd. Aris Efendy Damanik, Amd. yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

7. Seluruh temann-temanku (Sufnidar, Ishlah Hayati, Dede Hariasi, Lela Geswaty, Yuni Hasaroh, Marsini, Dewi Jayati, Fathul Jannah, Harly Viani) yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya bagi kita semua. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Desember 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan...

Abstrak...

Abstract ...

Daftar Riwayat Hidup ... Kata Pengantar ... Daftar Isi ... Daftar Tabel... BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan Penelitian ...

1.3.1 Tujuan Umum ... 1.3.2 Tujuan Khusus ...

1.4. Manfaat Penelitian ... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh Anak ... 2.1.1 Praktik Pemberian Makanan ... 2.1.2 Praktek Hygiene/ Sanitasi Lingkungan... 2.1.3. Praktek Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit ... 2.2. Status Gizi ... 2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi... 2.2.2. Cara Penilaian Status Gizi... 2.2.3. Indeks Antropometri ... 2.3. Kerangka Konsep ... BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian... 3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian ... 3.2.1. Lokasi Penelitian... 3.2.2. Waktu Penelitian ... 3.3 Populasi dan Sampel ... 3.3.1 Populasi ...

3.3.2 Sampel... 3.4. Metode Pengumpulan Data ...

3.5 Definisi Operasional ... 1.6 Aspek Pengukuran ... 1.7 Pengolahan dan Analisis Data... 3.7.1 Pengolahan Data ... 3.7.2 Analisa Data ...


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 4.2. Karakteristik Responden ... 4.3. Anak ... 4.3.1. Umur Anak Menurut Jenis Kelamin ... 4.3.2. Pola Asuh ... 4.3.3. Status Gizi ... 4.4. Pola Asuh dan Status Gizi Anak Usia 0 – 36 Bulan ...

4.4.1. Praktek Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/U... 4.4.2. Praktek Kebersihan dan Status Gizi Anak Berdasarkan

Indeks BB/U... 4.4.3. Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Anak Berdasarkan

Indeks BB/U... 4.4.4. Perawatan Anak dan Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks

BB/U ... 4.4.5. Praktek Pemberian makan Anak dan Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks PB/U ... 4.4.6. Praktek Kebersihan dan Status Gizi Anak Berdasarkan

Indeks PB/U ... 4.4.7. Praktek Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks PB/U ... 4.4.8. Praktek Perawatan Anak dan Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks PB/U ... 4.4.9. Praktek Pemberian Makan dan Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks BB/PB... 4.4.10. Praktek Kebersihan dan Status Gizi Anak Berdasarkan

Indeks BB/PB... 4.4.11. Praktek Sanitasi Lingkungan dan Status Gizi Anak

Berdasarkan Indeks BB/PB... 4.4.12. Praktek Perawatan Anak dan Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/PB... BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Ibu ... 5.2. Pola Asuh Anak ... 5.3. Pola Asuh dan Staus Gizi Anak ... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 6.2. Saran... DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Pengukuran Makanan Balita ... Tabel 2.2. Kecukupan Zat Gizi untuk Bayi dan Anak Usia Dibawah 3 Tahun . Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel... Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik ... Tabel 4.2. Usia Anak Berdasarkan Jenis Kelamin ... Tabel 4.3. Praktek Pemberian Makan Berdasarkan Usia Anak ... Tabel 4.4. Praktek Kebersihan Berdasarkan Usia Anak ... Tabel 4.5. Praktek Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Usia Anak... Tabel 4.6. Praktek Perawatan Anak Berdasarkan Usia Anak ... Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut Usia Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Panjang Badan Menurut Usia ... Tabel 4.9. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut

Panjang Badan... Tabel 4.10. Praktek Pemberian Makan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks BB/U... Tabel 4.11. Praktek Kebersihan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks BB/U... Tabel 4.12. Praktek Sanitasi Lingkungan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi Berdasarkan Indeks BB/U... Tabel 4.13. Praktek Perawatan Anak Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks BB/U... Tabel 4.14. Praktek Pemberian Makan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks PB/U ... Tabel 4.15. Praktek Kebersihan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks PB/U ... Tabel 4.16. Praktek Sanitasi Lingkungan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U ...


(12)

Tabel 4.17. Praktek Perawatan Anak Menurut Usia Anak dengan Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U ... Tabel 4.18. Praktek Pemberian Makan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks BB/PB... Tabel 4.19. Praktek Kebersihan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks BB/PB... Tabel 4.20. Praktek Sanitasi Lingkungan Menurut Usia Anak dengan Status Gizi

Berdasarkan Indeks BB/PB... Tabel 4.21. Praktek Perawatan Anak Menurut Usia Anak dengan Status Gizi


(13)

ABSTRAK

Pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Salah satu penghambat potensi anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima tahun.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat. Jenis penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional study. Pengambilan sampel secara simple random sampling sebanyak 56 orang dari populasi 127 orang. Data karakteristik ibu (tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan jumlah anggota keluarga) dan pola asuh anak (pemberian makan anak, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan serta perawatan kesehatan anak) diperoleh melalui wawancara dengan ibu anak. Berat badan (BB) diperoleh dengan menimbang anak, panjang badan (PB) melalui pengukuran panjang badan. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek pemberian makan kurang baik terutama pada usia 0-6 bulan, sementara pada kelompok usia lainnya sebagian besar baik. Praktek kebersihan anak sebagian besar baik, karena hampir setiap kelompok umur sudah di atas 60%. Praktek sanitasi lingkungan berada pada kategori baik, dimana paling rendah dari semua kelompok umur berada di usia 6-9 bulan (60,0%). Praktek perawatan anak sudah baik, terutama pada kelompok usia 6-9 bulan dan 9-12 bulan yang mencapai 100,0%. Pada umumnya anak memiliki status gizi normal berdasarkan indeks BB/U, PB/U dan BB/PB.

Disarankan kepada petugas kesehatan setempat supaya lebih memfokuskan penyuluhan bagi ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan supaya bayi hanya diberi ASI saja. Penyuluhan tentang immunisasi juga dilakukan agar tetap membawa anaknya ke posyandu untuk ditimbang serta penyuluhan tentang pola asuh anak terutama dalam hal praktek pemberian makan dan praktek kesehatan sehingga diharapkan status gizi anak dapat lebih baik lagi.


(14)

ABSTRACT

Parental nurturing pattern has significant impact on the life of children in their next time. One of the potential challenges includes the effect of nurturing pattern disoriented to the development of children. It usually occurs in under five years children.

The objective of the study is to know the nurturing pattern and nutritional status of children aged 0-36 months at Kutambaru Village of Kutambaru Subregency of Langkat Regency. The type of the study is a descriptive using a cross sectional study. The population includes 127 persons and 56 were taken to be samples. The characteristic data of mothers (household income, maternal education rate, maternal occupation and the number of family members) and the nurturing pattern of children (feeding, practice of cleanliness and environmental sanitation and even healthcare of the children were collected by interview with the mothers. The body weight was taken by weighting children, whereas the body length was taken by measuring the body length. The collected data were then analyzed descriptively.

The result of the study showed that the feeding was inadequate especially in those aged 0-6 months, whereas in the other group of age, the majority was adequate. Majority of the cleanliness practice was adequate, due to almost any group of age has been over 60%. The practice of environmental sanitation belonged to adequate, in which the lower rate of all the groups of age included 6-9 months (60.0%). The practice of infant healthcare has been adequate, especially within 6-9 months and 9-12 months of age reaching 100%. In general, the children have normal nutritional status based on weight for age, length for age, and weight for length.

It is suggested to the local healthcare providers to more focus on counseling on the mothers with the children aged 0-6 months in order that their infants are only provided with the lactating. The counseling of immunization is also carried out by staying to take the children to the integrated service center to weight and counseling of the infant nurturing pattern especially in feeding and health practice that their nutritional status may be more improved.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orang tua harus selalu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang dewasa atau orang tua (Sulistijani, dkk. 2001).

Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikut. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini (Soetjininsih, 1995).

Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat penting dan kritis : tumbuh kembang fisik, mental dan psikososial berjalan sedemikan cepatnya sehingga keberhasilan tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak. Kelainan/penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata mendapatkan perawatan yang bersifat purna promotif, preventif dan rehabilitatif (Iwan, S, 2008).

Gizi yang baik ibarat bahan bakar bagi otak. Perkembangan sirkuit otak sangat bergantung pada kualitas gizi dan stimulasi yang diberikan pada balita sejak


(16)

dalam kandungan sampai usia tiga tahun pertama, atau disebut masa emas pertumbuhan (golden age period). Cepatnya pertumbuhan sel otak manusia pada usia bayi hingga usia tiga tahun dan mencapai kesempurnaannya di usia lima tahun, membuat faktor pemenuhan gizi sebagai faktor yang vital (Anonim, 2010).

Pola asuh anak berupa sikap dan prilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberikan kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), tentang status gizi, pendidikan umum, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat, dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh anak (Sunarti, 2000).

Pengaruh pola asuh orang tua mempunyai dampak besar pada kehidupan anak di kemudian hari. Salah satu penghambat potensi anak adalah pengaruh pola asuh yang tidak berorientasi pada perkembangan anak. Biasanya terjadi ketika anak di bawah lima tahun (Anonim, 2010) .

Kurang pengetahuan ibu tentang pemberian makanan terjadi karena banyak tradisi dan kebiasaan seperti penghentian penyusuan lebih awal dari 2 tahun, anak kecil hanya memerlukan makanan sedikit dan pantangan terhadap makanan, ini merupakan faktor penyebab masalah gizi di masyarakat (Depkes RI, 2002).

Menurut Engle et al (1997), pola asuh adalah kemampuan dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam anggota keluarga lainnya. Pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal yaitu (1) perhatian atau dukungan


(17)

untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asuhan

makanan selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan pendamping anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan

mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan (5) praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan (6) perawatan anak dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Sunarti, 1989).

Praktek pengasuhan anak yang berkaitan dengan gizi balita di rumah tangga diwujudkan dengan ketersediaan pangan. Pemberian makanan untuk kelangsungan hidup untuk pertumbuhan dan perkembangan anak ini merupakan kunci dalam pola asuh anak balita. Pola asuh balita meliputi : perawatan dan perlindungan ibu, praktek menyusui dan pemberian makanan pendamping ASI, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Zeitlin, 2000).

Kekurangan gizi dapat terjadi dari tingkat ringan sampai tingat berat dan terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu cukup lama. Keadaan gizi atau status gizi masyarakat menggambarkan tingkat kesehatan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan asupan zat-zat gizi yang dikonsumsi seseorang. Anak yang kurang gizi akan menurun daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Sebaliknya anak yang menderita penyakit infeksi akan mengalami gangguan nafsu makan dan penyerapan zat-zat gizi sehingga menyebabkan kurang gizi. Anak yang sering terkena infeksi dan gizi kurang mengalami tumbuh kembang yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan, kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa.


(18)

Penelitian yang dilakukan Ruhana (2007) di daerah tsunami Kabupaten Pidie Nanggro Aceh Darussalam menunjukan bahwa ada pengaruh antara pola asuh pemberian makan, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dengan status gizi anak balita, sedangkan perawatan anak dalam keadaan sakit tidak berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Demikian juga menurut hasil penelitian Munarni (2007) apabila pola asuh anak baik yang meliputi praktek pemberian makan, praktek

kebersihan dan sanitasi lingkungan maka status gizi anak balita dikategorikan baik pula.

Seorang ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya, dan mempunyai pola pengasuhan yang tidak sama. Karena hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukungnya, antara lain: latar belakang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, jumlah anak dan sebagainya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2004, menunjukkan Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 negara. IPM tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan peringkat IPM negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Rendahnya status gizi dan kesehatan penduduk dapat ditunjukkan masih tinggi angka kematian bayi sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup, dan kematian balita sebesar 58 per 1000 serta angka kematian ibu sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup dan keadaan ini berkaitan dengan buruknya status gizi. Berdasarkan data Survei Nasional tahun 2005 menunjukkan bahwa status gizi anak balita adalah gizi baik (71,88%), gizi kurang (19,62%), gizi buruk (8,55%), gizi lebih (2.24%) (Depkes RI, 2005).

Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2007 prevalensi gizi buruk (4,4 %), gizi kurang (18,8 %) dari jumlah balita 1,6 juta jiwa


(19)

(Din.Kes Provinsi Sumatera Utara, 2008). Di Kabupaten Langkat tahun 2009 melalui hasil Survey Pemantauan Status Gizi (PSG) prevalensi gizi buruk dan gizi kurang sebesar 1,25 % dan 9,73 % (Profil Dinkes Kabupaten Langkat, 2009).

Berdasarkan survei awal peneliti di Kantor Kepala Desa Kutambaru (2009), menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru memiliki jenis pekerjaan sebagai petani. Pada umumnya ibu-ibu di Desa Kutambaru ikut membantu suami bekerja di ladang dan ada juga ibu bekerja sebagai buruh tani harian yang intensitas waktu mengasuh anak kurang, dan rata-rata ibu berpendidikan rendah.

Berdasarkan kriteria desa tertinggal yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Langkat bahwa Desa Kutambaru merupakan salah salah satu desa tertinggal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga memungkinkan pola asuh anak terutama pada pemberian makan anak kurang baik.

Hasil penimbangan posyandu pada tahun 2009 diketahui bahwa di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru merupakan desa yang mempunyai jumlah batita gizi kurang tertinggi yaitu 14 (11,02%) batita dari 127 batita (Puskesmas Maryke, 2009).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.


(20)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pemberian makan anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui gambaran praktik kebersihan dan sanitasi lingkungan anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.

3. Untuk mengetahui gambaran perawatan anak dalam keadaan sakit anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru kabupaten Langkat. 4. Untuk mengetahui status gizi anak 0-36 bulan di Desa Kutambaru


(21)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan gambaran pada masyarakat tentang pola asuh yang nantinya dapat diketahui bagaimana pola asuh yang baik untuk anak usia 0-36 bulan sehingga status gizi yang baik pada anak dapat tercapai.

2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi petugas kesehatan (Puskesmas) dan aparatur desa setempat mengenai gambaran pola asuh dan

status gizi di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat dalam melaksanakan upaya peningkatan kesehatan.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Asuh Anak

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal

kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di

masyarakat dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 2004).

Pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan

yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk pengasuhan makanan bergizi (Depkes RI, 2000).

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah penting mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar biasa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006). Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak-anak adalah masa dimana anak masih membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini


(23)

Oleh karena itu , pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

Pada dasarnya orang tua mengetahui bahwa pengasuhan anak merupakan salah satu kewajiban orang tua. Namun tidak semua orang tua terampil dalam mengasuh anak. Demikian halnya, tidak semua orang tua mengetahui luas dan kedalaman dimensi pengasuhan anak. Ada variasi dalam hal pengetahuan dan ketrampilan orang tua dalam pengasuhan anak.

Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida (2004) di Kelurahan belawan Bahari Kecamatan Medan Belawan, menunjukan bahwa ada kecendrungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga semakin besar.

2.1.1 Praktik Pemberian Makanan

2.1.1.1 Pemberian Air Susu Ibu ( ASI ) dan Makanan Pendamping pada Anak Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam pengaturan makanan yang tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah (Suharjo, 2003).

Tujuan pemberian makanan pada anak balita adalah :

1. Untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh dan digunakan oleh tubuh. 2. Untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.

3. Zat gizi berperan dalam memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.


(24)

4. Untuk mencegah terjadinya berbagai gangguan gizi pada balita diperlukan adanya prilaku penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuhan dalam keluarga.

5. Selalu memberikan makanan bergizi yang seimbang kepada balita (Suharjo, 2003).

Air susu ibu merupakan makanan pokok yang terbaik bagi bayi. Bila ibu dan bayi sehat, ASI hendaknya cepat diberikan. ASI diproduksi pada 1-5 hari pertama dinamakan kolostrum, yaitu cairan kental berwarna kekuningan. Kolostrum mengandung lebih banyak antibodi, protein, mineral dan vitamin A. Pemberian ASI tidak dibatasi dan dapat diberikan setiap saat. ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit dan tim.

ASI benar-benar bergizi sehingga tidak memerlukan tambahan. Komposisinya juga unik bagi bayi serta bervariasi sesuai dengan petumbuhannya. ASI mudah dicerna dan langsung terserap. Kekurangan gizi, alergi, konstipasi (semblit) dan obesitas (kegemukan) tampak lebih kecil kemungkinan terjadi pada bayi yang mengonsumsi ASI (Hayati, 2009).

Setelah berumur 6 bulan, bayi memerlukan makanan pendamping karena kebutuhan gizi bayi meningkat dan tidak seluruhnya dapat dipengaruhi oleh ASI. Pemberian makanan pendamping harus bertahap dan bervariasi, dari mulai bentuk cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat. Pemberian makanan pendamping dilakukan secara


(25)

berangsur untuk mengembangan kemampuan bayi mengunyah dan menelan serta menerima bermacam-macam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa ( Arisman, 2004 ).

Pertumbuhan anak usia 1-3 tahun tidak sama dengan masa bayi, tetapi pada masa ini aktifitasnya lebih banyak. Golongan ini sangat rentan terhadap penyakit dan gizi dan infeksi. Syarat makanan yang harus diberikan adalah makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang (tidak pedas) dengan jadwal pemberian makanan sama yaitu 3 kali makanan utama (pagi, siang, malam) dan 2 kali makanan selingan (diantara 2 kali makanan utama). Jenis jumlah dan frekuensi makan pada bayi dan anak balita, hendaknya diatur sesuai dengan perkembangan usia dan kemampuan organ pencernaannya (Depkes RI, 2006).

Hasil penelitian Sarasani (2005) menyatakan bahwa anak yang mempunyai praktik pemberian makanan yang baik lebih banyak ditemukan anak dengan status gizi baik.

Pada anak usia 1-3 tahun anak bersifat konsumen pasif. Makanannya tergantung pada apa yang disediakan ibu. Gigi susu telah tumbuh, tetapi belum dapat digunakan untuk mengunyah makanan yang terlalu keras. Namun anak hendaknya sudah diarahkan untuk mengikuti pola makan orang dewasa (As’ad, 2002).


(26)

Tabel 2.1. Pengukuran Makanan Balita Umur

(bulan)

Jenis/bentuk

makanan Porsi Per hari Frekuensi

0- 6 bulan

ASI Disesuaikan dengan kebutuhan ASI di berikan setiap anak menangis siang atau malam hari makin sering makin baik

Min 6 kali

6 – 9 bulan

ASI MP-ASI

Makanan Lunak

Disesuaikan dengan kebutuhan Usia 6 bulan: 6 sendok makan (setiap kenaikan usia anak 1 bulan porsi di tambah 1 sdm)

Min 6 kali 2 kali 9-12 bulan ASI Makanan Lembik Makanan Selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan 1 piring ukuran sedang (7 sdm) 1 piring ukuran sedang

Min 6 kali 4-5 kali 1 kali 1-2 tahun ASI Makanan keluarga Makanan selingan

Disesuaikan dengan kebutuhan ½ porsi orang dewasa (10 sdm) ½ porsi orang dewasa

3 kali 2 kali > 24 bulan Makanan Keluarga Makanan Selingan Disesuaikan kebutuhan Disesuaikan kebutuhan 3 kali 2 kali Sumber: Depkes RI, 2006

2.1.1.2 Kebutuhan Zat Gizi Anak Usia 0-36 Bulan

Gizi seimbang adalah makanan yang dikonsumsi dalam satu hari beragam dan mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Keadaan ini tercermin dari derajat kesehatan dan tumbuh kembang balita yang optimal (Direktorat Gizi Masyarakat, 2000).

Zat gizi yang dibutuhkan balita adalah :

1. Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang terdiri dari dua jenis yaitu karbohidrat sederhana (gula pasir dan gula merah) sedangkan karbohidrat kompleks (tepung, beras, jagung, gandum).

2. Protein untuk pertumbuhan, terdapat pada ikan, susu, telur, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.


(27)

3. Lemak terdapat pada margarin, mentega, minyak goreng, lemak hewan atau lemak tumbuhan.

4. Vitamin adalah zat-zat organik yang kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya dapat dibentuk oleh tubuh.

a. Vitamin A untuk pertumbuhan tulang, mata, dan kulit juga mencegah kelainan bawaan, vitamin terdapat dalam susu, keju, mentega, kuning telur, minyak ikan, dan sayuran dan buah-buahan segar (wortel, pepaya, mangga, daun singkong, daun ubi jalar).

b. Vitamin B untuk menjaga sistem susunan saraf agar berfungsi normal, mencegah penyakit beri-beri dan anemia, vitamin ini terdapat di dalam nasi, roti, susu, daging, dan tempe.

c. Vitamin C berguna dalam pembentukan integritas jaringan dan peningkatan penyerapan zat besi, untuk menjaga kesehatan gusi, banyak terdapat mangga, jeruk, pisang, nangka.

5. Mineral berguna untuk menumbuhkan dan memperkuat jaringan serta mengatur keseimbangan cairan tubuh.

a. Zat besi, berguna dalam pertumbuhan sel-sel darah merah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, zat ini terdapat dalam daging, ikan, hati ayam.

b. Kalsium berguna untuk pertumbuhan tulang dan gigi zat ini terdapat dalam susu sapi.

c. Yodium berguna untuk menyokong susunan saraf pusat berkaitan dengan daya pikir dan mencegah kecacatan fisik dan mental. Zat ini terdapat dalam rumput laut, dan sea food (Widjaja, 2007).


(28)

Tabel 2.2. Kecukupan Zat Gizi untuk Bayi dan Anak Usia Dibawah 3 Tahun

Umur 0-6 bulan 7-12 bulan 13-36 bulan

Berat Badan ( kg ) 6 8,5 12

Tinggi Badan ( cm ) 60 71 90

Kebutuhan perhari : Energi (kalori)

Protein (gr) Vitamin A (RE) Fe (mg)

Kalsium (mg)

550 10 375

0,5 200

650 16 400

7 400

1000 25 400

8 500 Sumber : Depkes 2004

2.1.1.3 Persiapan dan Penyimpanan Makanan

Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan pembuat makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

a. Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan binatang.

b. Alat makan dan memasak harus bersih.

c. Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci tangan dengan sabun sebelum memberikan makan.


(29)

2.1.2 Praktek Hygiene/ Sanitasi Lingkungan

Praktek kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan adalah usaha untuk pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya (Slamed, 1996).

Widaninggar (2003) mengatakan kondisi lingkungan anak harus benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruangan (bermain-main) pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah, SPAL, kamar mandi dan WC, dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak, kebersihan perorangan yang kurang akan memudahkan terjadinya penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare, cacingan, dan lain-lain. Kebersihan lingkungan erat hubungan dengan penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan penyakit.

Menurut Sulistijani (2001), mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus berlahan-lahan


(30)

dan terus menerus. Lingkungan yang sehat terkait dengan keadaan yang bersih rapi dan teratur. Oleh karena itu anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat sebagai berikut : (a) mandi 2 kali sehari; (b) cuci tangan sebelum dan sesudah makan; (c) menyikat gigi sebelum tidur; (d) membuang sampah pada tempatnya; dan (e) buang air kecil dan besar pada tempatnya.

2.1.3. Praktek Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak, membaik praktek pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status kesehatan anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Praktek perawatan kesehatan meliputi pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila sakit ibu membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas, polindes (Zeitlin, 1990).

Perawatan yang baik pada anak ibu memberikan penjelasan yang jernih tentang apa yang harus dilakukan anak, ketentuan yang kokoh tentang apa yang tidak boleh dilakukan dan memberikan penghargaan, ini merupakan prilaku yang baik dan cara yang efektif untuk mendorong anak menjadi anggota keluarga dan masyarakat


(31)

yang produktif, orang tua dan anggota keluarga yang lain perlu melibatkan dalam perawatan anak. Peran seorang ayah dapat memenuhi kebutuhan anak terhadap cinta, kasih sayang dan dorongan serta menjamin anak untuk memperoleh gizi yang baik dan perawatan kesehatan (Depkes RI, 2002).

Soetjiningsih (1995) mengatakan dalam bukunya yang berjudul Tumbuh Kembang Anak, bahwa ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit yaitu :

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan atau nafsu makan menurun. Akibatnya, daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan penyakit.

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan prilaku yang sehat.

3. Jika orang tua lalai dalam perhatian proses tumbuh kembang anak, oleh karena itu orang tua perlu memantau dan menstimulasi tumbuh kembang anak bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksa ke dokter jika anak menderita sakit.

Menurut Satoto (1990), dalam memberikan makanan (feeding) dan perawatan

(caring) yang benar untuk mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang baik dilakukan ibu kepada anaknya sehingga akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Syarif, (1997) mengatakan bahwa unsur gizi merupakan sangat penting dalam pembentukan sumber daya manusia (SDM).


(32)

2.2. Status Gizi

Zat gizi adalah merupakan ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses kehidupan (Almatsier, 2002).

Status gizi adalah keadaan kesehatan individu-individu atau kelompok-kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik dan energi dan zat-zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan dan fisiknya dapat diukur secara antropometri (Suharjo, 2005).

Status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat didasarkan pada kategori dan indikator yang di gunakan (Depkes RI, 2002).

2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi

Menurut Soekirman (1990), menyatakan faktor yang mempengaruhi status gizi adalah kemiskinan, tingkat pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sosial budaya dan bencana alam.

1. Tingkat Pendapatan Keluarga

Menurut Adisasmito (2007), mengatakan di Indonesia dan negara lain menunjukkan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk, proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Semakin kecil pendapatan penduduk, semakin tinggi persentase anak


(33)

yang kekurangan gizi sebaliknya semakin tinggi pendapatan semakin kecil persentase gizi buruk.

Menurut Winarno (1993) mengatakan bahwa terdapat kecenderungan penurunan pengeluaran sesuai dengan kenaikan pendapatannya, namun pengeluaran untuk pangan masih merupakan bagian terbesar dari pengeluaran rumah tangga Indonesia, disamping itu Winarno juga menambahkan salah satu penyebab malnutrisi (kurang gizi) disebabkan oleh faktor ekonomi dan sosial budaya yang secara nyata telah memberikan gambaran menyeluruh mengenai masalah gizi di daerah masyarakat miskin.

Hubungan pendapatan dan gizi dalam keluarga didorong oleh pengaruh yang menguntungkan dari peningkatan pendapatan untuk perbaikan kesehatan dan gizi. Sebaliknya jika rendahnya pendapatan seseorang maka daya beli berkurang sehingga kemungkinan kebiasaan makan dan cara-cara lain menghalangi perbaikan gizi sehingga kurang efektif untuk anak-anak.

2. Tingkat pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh seseorang tentang suatu hal yang secara formal maupun non-formal. Pengetahuan merupakan hasil tahu, ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu melalui panca indra. Pengetahuan yang dimiliki sangat penting untuk terbentuk sikap dan tindakan (Suhardjo, 1996).

Menurut Suharjo (1996), suatu hal yang harus diperhatikan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :


(34)

1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2. Setiap orang hanya cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Pada keluarga pengetahuan yang rendah sering kali tidak puas dengan makanan dan tidak memenuhi kebutuhan gizi balita karena ketidaktahuan ibu, seperti air susu ibu (ASI) dan sesudah usia enam bulan tidak mendapat makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang tepat baik jumlah atau kualitasnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disajikan dan dipersiapkan di rumah tangga (Adisasmito, 2007).

Faktor pengetahuan menyebabkan status gizi berubah disebabkan oleh : a. Ibu yang tidak memahami tentang gizi

b. Tidak memahami cara mengolah makanan agar zat-zat yang terkandung tidak hilang saat pengolahan

c. Tidak memahami tentang cara konsumsi makanan anak balita

d. Jenis makanan yang mempengaruhi jiwa anak misalnya timbul kebosanan terhadap makanan olahan ibunya.

e. Rendahnya tingkat pengetahuan mengakibatkan rendahnya pendidikan, dan faktor ekonomi turut menyebabkan status gizi kurang, walaupun pengetahuan cukup tetapi karena tidak ada dana untuk membeli bahan makanan tertentu yang kadar gizinya tinggi seperti daging.


(35)

3. Tingkat Pendidikan

Menurut Ahmadi (2001) pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah berlangsung seumur hidup.

Pendidikan gizi adalah pengetahuan yang memungkinkan seseorang dan mempertahankan pola makan berdasarkan prinsip-prinsip ilmu untuk mempraktekkan atau pelaksanaan dengan pengertian makanan yang bergizi, baik bahan makanan, pengolahan, sikap dan emosi pada seseorang yang berkaitan dengan makanan (Soegeng, 1999)

Pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan anak yang pertama dan merupakan dasar bagi pendidikan anak selanjutnya. Disamping keluarga sebagai tempat awal bagi proses sosialisasi anak, keluarga juga merupakan tempat sang anak mengharapkan dan mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya, tidak terkecuali kebutuhan gizi dan kesehatan (Bitai dkk, 1998).

Menurut Adisasmito (2007), mengatakan unsur pendidikan ibu berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak, apabila ibu berpendidikan lebih baik maka mengerti cara pemberian makan, menggunakan pelayanan kesehatan, menjaga kebersihan lingkungan bebas dari penyakit.

Ibu yang berpendidikan lebih baik kemungkinan menggunakan perawatan kesehatan dan fasilitas kesehatan pelayanan kesehatan yang ada dari ibu yang tidak memiliki pendidikan (Joshi, 1994).


(36)

4. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga dan banyaknya anak dalam keluarga akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi pangan, jumlah anggota keluarga yang besar dibarengi dengan distribusi pangan yang tidak merata sehingga menyebabkan anak dalam keluarga mengalami kekurangan gizi (Suharni, 1985).

Berdasarkan pendapat di atas bahwa besarnya tanggungan keluarga akan semakin kecil tingkat konsumsi pangan untuk masing-masing anggota keluarga atau dapat dikatakan semakin besar tanggungan keluarga semakin besar pula pangan yang harus tersedia.

5. Status Pekerjaan Ibu

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu yang cukup bagi anak-anak dan keluarga. Dalam hal ini ibu mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak. Keadaan yang demikian dapat mempengaruhi keadaan gizi keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja tidak mempunyai waktu yang cukup untuk memperhatikan makanan anak yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan pengasuhan kepada anak (Berg, A & Sajogyo, 1986). 2.2.2. Cara Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi, yaitu dengan pengukuran antropomerti, klinis, biokimia, dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung.


(37)

Di Indonesia pengukuran antropometri banyak digunakan dalam kegiatan program maupun dalam penelitian salah satu adalah berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Objek pengukuran antropometri pada umumnya anak-anak di bawah 5 tahun. Masing-masing indeks antropometri memiliki baku rujukan atau nilai patokan untuk memperkirakan status gizi seseorang (Dep.Kes RI, 1999).

Status gizi bayi diperoleh melalui pengukuran antropometri berat badan menurut umur (BB/U), panjang badan menurut umur (PB/U), dan berat badan menurut panjang badan (BB/PB) dengan menggunakan standar WHO dalam skor simpangan baku (standart deviation score = Z – score) dengan rumus :

NIS - NMBR Z-Score =

NSBR Keterangan :

NIS = Nilai Individu Subjek ( hasil pengukuran ) NMBR = Nilai Median Baku Rujukan

NSBR = Nilai Simpangan Baku Rujukan Indeks BB/U.

a. BB Normal, bila Z-Score > - 2 SD s/d < 2 SD b. BB Kurang, bila Z-Score < - 2 SD s/d ≥ -3 SD c. BB sangat kurang, bila Z-Score < -3 SD Indeks PB/U.

a. PB lebih dari Normal, bila Z - Score > 3 SD b. PB Normal, bila Z-Score ≥ -2 SD s/d < 3 SD. c. PB Pendek, bila Z-Score < -2 SD s/d > -3 SD d. PB Sangat Pendek , bila Z-Score < - 3 SD


(38)

Indeks BB/TB.

a. Sangat Gemuk , bila Z-Score > 3 SD b. Gemuk, bila Z-Score > 2 SD s/d < 3 SD

c. Resiko Gemuk , bila Z-Score > 1 SD s/d < 2 SD d. Normal, bila Z-Score > -2 SD s/d < 1 SD e. Kurus, bila Z-Score < -2 SD s/d > -3 SD f. Sangat Kurus, bila Z-Score <-3 SD 2.2.3. Indeks Antropometri

1. Indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan salah satu antropometri yang memberikan gambaran tentang masa depan (otot dan lemak). Masa tumbuh sangat sensitif terhadap perubahan keadaan yang mendadak, misalnya oleh karena terserang penyakit infeksi, penurunan nafsu makan atau penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat stabil.

Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan seimbang antara masukan dan kecukupan zat-zat gizi yang terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaiknya dalam keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau lebih lambat dari keadaan normal.

Berdasarkan sifat ini maka indeks BB menurut (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat BB yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat ini (current nutritional status).


(39)

Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian.

Kelebihan Indeks BB/U yaitu :

a. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum.

b. Sensitif untuk perubahan status gizi jangka pendek. Dapat mendeteksi kegemukan (over weight).

Kelemahan Indeks BB/U yaitu :

a. Dapat mengakibatkan kekeliruan interpretasi status gizi bila terdapat oedema. b. Memerlukan data umur yang akurat, terutama untuk anak usia ini masih

merupakan tahun (anak balita). Ketetapan data umur kelompok usia ini merupakan masalah yang belum terpecahkan di negara berkembang termasuk Indonesia.

c. Sering terjadi kesalahan dalam pengukuran, misalnya pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat penimbangan.

d. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat (masih ada orang tua yang tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan dan sebagainya).

3. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersama dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Indeks TB/U lebih


(40)

menggambarkan status gizi masa lampau. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah (7 tahun), menggambarkan status gizi pada anak balita mereka.

Masalah penggunaan indeks TB/U pada masa anak balita, baik yang berkaitan dengan kesahihan pengukuran TB mampu ketelitian data umur. Masalah-masalah seperti ini berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur yang lebih panjang memperkecil kemungkinan kesalahan data umur.

Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U)

a. Tidak dapat memberikan gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas.

b. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak mengalami keadaan takut dan tegang.

2. Indeks Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan pencatatan tertentu. Jellife (1996) dalam Supariasa, (2002) memperkenalkan penggunaan indeks BB/TB untuk identifikasi status gizi.

Indeks tunggal BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat ini seperti halnya dengan BB/U yang digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Oleh karena itu, indeks BB/TB termasuk indikator status gizi yang independen terhadap umur. Indeks BB/TB dapat memberikan gambaran proporsi berat badan.


(41)

Keuntungan penggunaan indeks BB/TB yaitu :

a. Hampir independent terhadap pengaruh umur dan ras.

b. Dapat membedakan anak dalam penilaian berat badan relatif terhadap tinggi badan : kurus, cukup, gemuk dan keadaan marasmus atau KEP berat lainnya. Kelemahan penggunaan indeks BB/TB yaitu :

b. Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, cukup tinggi badan atau kelebihan tinggi badan karena umur tidak diperhatikan.

c. Dalam praktek sering dialami kesulitan ketika mengukur tinggi badan anak-anak balita.

d. Sering terjadi kesalahan membaca angka hasil pengukuran, terutama bila pembacaan dilakukan oleh tenaga tidak profesional.

2.3. Kerangka Konsep

Pola Asuh :

1. Pemberian makan anak

2. Praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan

3. Perawatan kesehatan anak

Status gizi anak BB/U TB/U BB/PB

Karekteristik ibu :

1. Tingkat Pendapatan Keluarga 2. Tingkat Pendidikan ibu 3. Pekerjaan Ibu


(42)

Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat kita lihat bahwa status gizi anak dapat di gambarkan dari pola asuh anak yang meliputi gambaran praktek pemberian makan, praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan serta gambaran perawatan anak dalam keadaan sakit. Dimana karakteristik ibu yaitu pendidikan, penghasilan, pekerjaan ibu dan jumlah anggota keluarga juga dapat mempengaruhi pola asuh anak.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional

yaitu untuk mengetahui gambaran pola asuh dan status gizi anak usia 0-36 bulan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian direncanakan di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah :

1. Berdasarkan survei awal peneliti di Kantor Kepala Desa Kutambaru (2009), menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Kutambaru memiliki jenis pekerjaan sebagai petani. Pada umumnya ibu-ibu di Desa Kutambaru ikut membantu suami bekerja di ladang dan ada juga ibu bekerja sebagai buruh tani harian yang intensitas waktu mengasuh anak kurang, dan rata-rata ibu berpendidikan rendah.

2. Berdasarkan kriteria desa tertinggal yang dikeluarkan oleh Bappeda Kabupaten Langkat bahwa Desa Kutambaru merupakan salah satu desa tertinggal. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat sosial ekonominya menengah ke bawah sehingga memungkinkan pola asuh anak terutama pada pemberian makan anak kurang baik.

3. Hasil penimbangan posyandu pada tahun 2009 diketahui bahwa di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru merupakan desa yang mempunyai jumlah


(44)

batita gizi kurang tertinggi yaitu 14 (11,02%) batita dari 127 batita (Puskesmas Maryke, 2009).

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 s/d September 2010.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah semua anak usia 0-36 bulan yang ada di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat yang berjumlah 127 batita (Laporan Puskesmas Maryke, 2010 ).

3.3.3 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah anak usia 0-36 bulan yang tinggal di Desa Kutambaru Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat diperoleh dengan menggunakan Simple Random Sampling. Besaran sample ditentukan dengan menggunakan rumus (Notoadmodjo, 2003).

n =

) ( 1 N d2

N +

Keterangan:

N = populasi n = sampel

d = Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, yang ditetapkan 0,1 Perhitungan :

n =

) 1 , 0 ( 127 1

127

2 +


(45)

n = 27 127

n = 55,94 n = 56

Dari rumus diperoleh sampel sebanyak 56 anak usia 0-36 bulan. Dimana yang menjadi responden adalah ibu anak atau pengasuh anak.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data primer dan skunder 1. Data primer

Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden (ibu anak atau pengasuh anak) yang mempunyai anak usia 0-36 bulan berpedoman pada kuesioner meliputi : karakteristik ibu (nama, umur, pendidikan ibu, pekerjaan ibu) pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, karakteristik anak (nama, jenis kelamin, umur) tanggal pengukuran, praktek pemberian makan, praktek kebersihan/ sanitasi lingkungan dan perawatan anak dalam keadaan sakit. Untuk mengetahui status gizi balita dilakukan pengukuran dengan indeks BB/U, TB/U, BB/TB diperoleh dengan menimbang berat badan anak dan tinggi badan anak.

2. Data sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Kecamatan dan Puskesmas yang relevan dengan tujuan penelitian yaitu data jumlah penduduk, jumlah balita, jumlah posyandu dan jumlah anak usia 0-36 bulan.


(46)

3.5 Definisi Operasional

1. Pola asuh anak adalah praktek pengasuhan yang diterapkan ibu/pengasuh kepada anak sehari-hari berkaitan dengan pemberian makan, praktik kebersihan dan sanitasi lingkungan serta perawatan anak dalam keadaan sakit.

2. Praktek pemberian makan adalah tindakan ibu dalam memberikan makanan yang diterapkan pada anak mengenai pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak meliputi jenis, frekuensi dan waktu pemberian makan serta persiapan dan penyimpanan makanan

3. Praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan adalah cara/tindakan ibu untuk menjaga kebersihan anak dan lingkungan anak meliputi keadaan rumah, air bersih dan pembuangan sampah

4. Praktek Perawatan anak dalam keadaan sakit adalah tindakan keluarga meliputi

praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (membawa anak berobat jika sakit, mempunyai persediaan obat dirumah,

mendampingi anak selama sakit, anak ditimbang setiap bulan, sarana pelayanan kesehatan yang sering di kunjungi).

5. Status Gizi adalah keadaan kesehatan anak umur 0 – 36 bulan dilihat dari pengukuran antropometri berdasarkan BB/U, TB/U dan BB/PB menggunakan standart WHO 2005 dalam skor simpangan baku.

6. Pendapatan Keluarga adalah jumlah seluruh penghasilan (suami, istri dan anggota keluarga lainnya) yang meliputi penghasilan pokok dan penghasilan tambahan selama satu bulan dalam satuan rupiah.


(47)

7. Tingkat pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh ibu balita menduduki bangku sekolah atau kuliah dan mendapat Surat Tanda Tamat Belajar (STTB).

8. Status pekerjaan orangtua adalah keadaan yang dapat memberikan gambaran bekerja atau tidak bekerjanya orangtua balita. Dikatakan bekerja bila kegiatan yang dilakukan sehari-hari dapat menambah pendapatan keluarga.

9. Banyaknya anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan.

4.6 Aspek Pengukuran

1. Pemberian makan anak di ukur dengan menggunakan kuesioner sebanyak 10 pertanyaan. Skor untuk pilihan ya = 1, tidak = 0. Pengkategorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner dengan kategori sebagai berikut : − Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah 5 ≥

− Kurang baik, total skor yang didapat berjumlah <5

2. Praktek kebersihan diukur dengan menggunakan kuesioner observasi sebanyak 10 pertanyaan. Skor untuk pilihan ya = 1, tidak = 0. Pengkatagorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner dengan kategori sebagai berikut : − Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah 5 ≥

− Kurang baik, total skor yang didapat berjumlah <5

3. Sanitasi lingkungan diukur dengan menggunakan kuesioner observasi sebanyak 10 pertanyaan. Skor untuk pilihan ya = 1, tidak = 0. Pengkatagorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner dengan kategori sebagai berikut : − Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah 5 ≥


(48)

4. Perawatan anak dalam keadaaan sakit diukur dengan menggunakan kuesioner sebanyak 10 pertanyaaan. Skor untuk pilihan ya = 1, tidak = 0. Pengkategorian nilai berdasarkan total skor dari jumlah kuesioner sebagai berikut :

− Baik, apabila total skor yang didapat berjumlah 5 ≥ − Kurang baik, total skor yang didapat berjumlah < 5

5. Status gizi anak usia 0-36 bulan diperoleh melalui pengukuran antropometri BB/U, TB/U, BB/PB dengan menggunakan standart WHO 2005 dalam simpangan baku (standart deviation score = Z – score)

6. Tingkat Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu :

Pengukuran variabel tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : − Rendah, bila jenjang pendidikan ibu tidak tamat SD dan tamat SD. − Menengah, bila jenjang pendidikan ibu tamat SMP dan tamat SMA

− Tinggi, bila jenjang pendidikan ibu yang terakhir Diploma/Perguruan Tinggi. 7. Tingkat pendapatan keluarga (BPS Sumut, 2009)

Tingkat pendapatan keluarga berdasarkan jumlah pendapatan perkapita perbulan dibagi dalam dua kategori, yaitu :

− Sesuai dengan UMR ( Rp. 965.000,-) ≥ − Di bawah UMR (< Rp. 965.000,-) 8. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah angota keluarga di bagi dalam 2 kategori, yaitu :

Sedikit, apabila memiliki < 5 orang tanggungan dalam keluarga − Banyak, apabila memiliki > 5 orang tanggungan dalam keluarga


(49)

9. Status pekerjaan ibu (Sarah, 2008)

− Bekerja, apabila kegiatan ibu baik di dalam rumah maupun di luar rumah dapat menambah pendapatan keluarga.

− Tidak bekerja, apabila kegiatan ibu baik di dalam rumah maupun di luar rumah tidak menambah pendapatan keluarga.

Tabel 3.2 Metode Pengukuran Variabel Variabel Indi

kator Kategori Range

Bobot Nilai

Total

Nilai Alat Ukur Pemberian

makanan anak

10 - Baik

-Kurang Baik ≥ 5 < 5 1 0 10 Wawancara/ Kuesioner Praktek kebersihan 10 - Baik

- Kurang Baik ≥ 5 < 5 1 0 10 Wawancara/ Observasi Sanitasi lingkungan 10 - Baik

- Kurang Baik ≥ 5 < 5 1 0 10 Wawancara/ Observasi Perawatan anak

dalam keadaan sakit

10 - Baik

- Kurang Baik ≥ 5 < 5 1 0 10 Wawancara/ Kuesioner Gizi Balita BB/U

TB/U

BB/TB

- Normal - BB kurang - BB sangat kurang - Lebih

- Normal - Pendek - Sangat pendek - Sangat gemuk - Gemuk - Resiko Gemuk - Kurus - Sangat kurus - Normal

≥ -2,0 SD s/d ≤ 2,0 SD < -2,0 SD s/d ≥ -3,0 SD < -3,0 SD

> 3,0 SD

≥ -2,0 s/d ≤ 3,0 SD

≥ -3,0 SD s/d < -2,0 SD < -3,0 SD

>3 SD

>2 SD s/d < 3 SD >1 SD s/d < 2 SD <-2 SD s/d ≥-3 SD < -3 SD

≥-2 SD s/d 1 SD

- - Penimbangan batita dengan (dacin) dan panjang badan batita dengan (jangkar sorong)

- Pendidikan ibu -

- Rendah - Menengah -Tinggi

Tdk tamat dan tamat SD Tamat SMP dan SMA Diploma/ PT

- Wawancara / Kuesioner

- Penghasilan

keluarga -

- Di bawah UMR - Sesuai UMR

< Rp. 965.000,-

≥ Rp 965.000,-

- Wawancara/ Kuesioner

- Jumlah anggota keluarga

- Pekerjaan ibu

- - -Sedikit -Banyak - bekerja -tidak bekerja

< 5 orang

≥ 5 orang

- Wawancara/ Kuesioner

Wawancara/ Kuesioner


(50)

4.7 Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan diolah secara komputerisasi. Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Data yang dikumpulkan kemudian di periksa, bila terdapat kesalahan dalam pengumpulan data segara diperbaiki (editing) dengan cara memeriksa jawaban yang kurang.

2. Tabulating

Untuk mempermudah pengolahan dan analisa data serta pengambilan kesimpulan maka data ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi

3.7.2 Analisa Data

Data yang diperoleh secara manual dengan menggunakan kuesioner dan observasi kemudian data tersebut dianalisa secara deskriftif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.


(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Desa Kutambaru merupakan salah satu desa di Kecamatan Kutambaru Kabupaten Langkat yang mempunyai luas wilayah 2700 Ha/m2. Terletak pada ketinggian 30 meter di atas permukaan laut dan beriklim tropis dengan batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan PT. Lonsum, sebelah Selatan berbatasan dengan PTPN II Maryke, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Namuteras, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kutagajah.

Desa Kutambaru tahun 2009 memiliki jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 1009 KK dengan jumlah seluruh penduduk 3.895 jiwa yang terdiri dari 1964 laki-laki dan 1931 perempuan. Dari 939 orang yang bekerja, sebagian besar jenis pekerjaan penduduk di Desa Kutambaru adalah petani (53,67%), buruh tani (36,74%), PNS (5,35%), Montir (2,66%), bidan swasta (0,75%), dan pensiunan PNS/TNI/POLRI (0,85%).

Sarana pelayanan kesehatan yang tersedia di wilayah Desa Kutambaru terdiri dari sarana pelayanan kesehatan dasar yang ditujukan sebagai tempat pemberian pelayanan kesehatan bagi masyarakat, yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan. Jumlah sarana pelayanan kesehatan dasar di Desa Kutambaru yaitu 1 unit puskemas pembantu dan 1 unit polindes.


(52)

4.2. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil wawancara dengan 56 responden, maka diperoleh karakteristik responden seperti pada tabel 4.1 di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik

No. Karakteristik Ibu Jumlah Persentase 1. Umur Ibu :

− 21 – 25 tahun − 26 – 30 tahun − 31 – 35 tahun − 36 – 40 tahun

16 17 17 6 28,5 30,4 30,4 10,7

Total 56 100,0

2. Tingkat Pendidikan Ibu:

− Rendah (SD)

− Menengah (SMP, SMA) − Tinggi (D-III)

27 28 1 48,2 50,0 1,8

Total 56 100,0

3. Status Pekerjaan Ibu:

− Bekerja (PNS, Petani, Buruh tani) − Tidak bekerja (Ibu Rumah Tangga)

49 7

87,5 12,5

Total 56 100,0

4. Tingkat Pendapatan Keluarga :

− Di bawah UMR (< Rp. 965.000,-/bulan) − Sesuai dengan UMR (≥ Rp. 965.000,-/bulan)

32 24

57,1 42,9

Total 56 100,0

5. Jumlah Anggota Keluarga :

− Sedikit (< 5 orang) − Banyak (≥ 5 orang)

24 32

42,9 57,1

Total 56 100,0

Berdasarkan hasil wawancara dengan 56 responden, diperoleh sebagian besar ibu (30,4%) berumur 26-30 tahun dan 31-35 tahun, hanya 10,7% berumur 36-40 tahun. Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian besar (50,0%) tingkat pendidikan ibu menengah (SMP, SMA) dan hanya 1,8% pendidikan tinggi (D-III). Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa hanya 12,5% ibu yang tidak bekerja, tetapi jika dilihat dari tingkat pendapatan keluarga, sebagian besar (57,1%) tingkat pendapatan keluarga di bawah UMR dan pada umumnya responden memiliki jumlah anggota keluarga banyak yaitu sebesar 57,1%.


(53)

4.3. Anak

Hasil wawancara dengan 56 ibu yang memiliki anak usia 0-36 bulan diperoleh data usia anak dan pola asuh anak (pemberian makan anak, praktek kebersihan, sanitasi lingkungan dan perawatan kesehatan anak) yang disesuaikan menurut usia anak serta data status gizi anak yang dilakukan dengan pengukuran langsung pada anak.

4.3.1. Umur Anak Menurut Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian diperoleh usia anak menurut jenis kelamin. Dimana jumlah anak berdasarkan usia menurut jenis kelamin tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2. Usia Anak Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki Jumlah No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 4 57,1 3 42,9 7 100,0 2. 6-9 bulan 3 60,0 2 40,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 5 62,5 3 37,5 8 100,0 4. 12-24 bulan 8 53,3 7 46,7 15 100,0 5. 24-36 bulan 10 47,6 11 52,4 21 100,0

Total 30 53,6 26 46,4 56 100,0

Jumlah anak paling banyak pada kelompok usia 24-36 bulan yaitu sebanyak 21 anak, dan secara keseluruhan jumlah perempuan (53,6%) lebih banyak daripada laki-laki (46,4%).

4.3.2. Pola Asuh

Pola asuh anak pada penelitian ini meliputi praktik pemberian makan, praktek kebersihan, sanitasi lingkungan dan perawatan kesehatan anak.


(54)

4.3.2.1. Praktik Pemberian Makan

Pemberian makanan anak bertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh.

Tabel 4.3. Praktek Pemberian Makan Berdasarkan Usia Anak Pemberian makan

Kurang Baik Baik Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 5 71,4 2 28,6 7 100,0 2. 6-9 bulan 2 40,0 3 60,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 4 50,0 4 50,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 6 40,0 9 60,0 15 100,0 5. 24-36 bulan 8 38,1 13 61,9 21 100,0

Total 25 44,6 31 55,4 56 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar (44,6%) praktek pemberian makan kurang baik. Persentase praktek pemberian makan kurang baik paling banyak ditemukan pada kelompok usia 0-6 bulan yaitu 71,4% dari 7 anak yang ada pada kelompok tersebut

Dalam hal pemberian ASI, pada waktu penelitian ditemukan 2 bayi usia 2 bulan masih diberi ASI saja. Dari hasil observasi diperoleh adanya kebiasaan ibu dalam memberi bayi yang berumur < 6 bulan makanan sebagai pengganti ASI seperti air gula dan teh manis, demikian juga pada usia 6 bulan diberi makanan yang tidak sesuai dengan kelompok umurnya, seperti dalam hal pemberian makan anak pada usia 6-9 bulan sudah diberikan makanan lembek yang seharusnya makanan lunak. Demikian juga dengan anak usia 9-12 bulan yang sudah diberi makanan keluarga serta anak usia diatas 12 bulan mengonsumsi makanan dengan jenis makanan yang diberikan setiap hari kurang bervariasi dan tidak mengandung sumber protein hewani. Selain makanan yang dibuat oleh ibu, makanan olahan pabrik yang sering diberikan


(55)

kepada anak adalah biskuit dan tidak ada anak yang diberi susu formula dengan alasan harga susu formula mahal.

4.3.2.2. Praktek Kebersihan

Praktek kebersihan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan yang kurang akan memudahkan terjadinya gangguan saluran pencernaan seperti diare.

Tabel 4.4. Praktek Kebersihan Berdasarkan Usia Anak Praktek Kebersihan

Kurang Baik Baik Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 1 14,3 6 85,7 7 100,0 2. 6-9 bulan 2 40,0 3 60,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 2 25,0 6 75,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 3 20,0 12 80,0 15 100,0 5. 24-36 bulan 7 33,3 14 66,7 21 100,0

Total 15 26,8 41 73,2 56 100,0

Praktek kebersihan anak sudah cukup baik, hal ini diperoleh dari hasil pengamatan pada saat penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar praktek kebersihan anak pada setiap kelompok usia baik. Praktek kebersihan baik paling banyak ditemukan pada usia 0-6 bulan yaitu 85,7% dari 7 anak yang ada pada kelompok usia tersebut.

Bagi ibu yang bekerja sebagai ibu rumah tangga, semua ibu memandikan anak 2 kali sehari dan mengganti pakaian setiap kali selesai mandi. Dan untuk ibu yang bekerja di ladang, beberapa diantaranya memandikan anak sebelum menitipkan anaknya kepada orang tua si ibu dan memandikannya kembali setelah pulang dari ladang. Demikian juga dengan anak yang ditinggal bersama kakak di rumah yang


(56)

memandikannya pada pagi dan sore hari. Semua anak yang dimandikan mengunakan sabun mandi. Tetapi hanya beberapa ibu/pengasuh yang membersihkan kuku anak secara rutin. Masih ada anak dibiarkan bermain di tanah tanpa menggunakan alas kaki. Serta masih ada ibu/pengasuh yang tidak segera mengganti celana setelah anak buang air kecil atau buang air besar.

4.3.2.3. Praktek Sanitasi Lingkungan

Kebersihan lingkungan sangat penting karena sumber infeksi sangat banyak di sekeliling anak. Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan penyakit, maka anak harus diamankan dari serangan penyakit dengan menjaga kebersihan lingkungan.

Tabel 4.5. Praktek Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Usia Anak Sanitasi Lingkungan

Kurang Baik Baik Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 1 14,3 6 85,7 7 100,0 2. 6-9 bulan 2 40,0 3 60,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 2 25,0 6 75,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 5 33,3 10 66,7 15 100,0 5. 24-36 bulan 6 28,6 15 71,4 21 100,0

Total 16 28,6 40 71,4 56 100,0

Sebagian besar jumlah persentase praktek sanitasi lingkungan pada kategori baik, hal ini dapat dilihat dari praktek sanitasi lingkungan kategori kurang baik dengan persentase tertinggi pada kelompok usia 6-9 bulan yaitu 40,0% dari anak yang ada pada usia tersebut.

Ditemukannya praktek sanitasi lingkungan kurang baik, dikarenakan keluarga responden memiliki sosial ekonomi rendah sehingga keluarga tersebut kurang mampu


(57)

untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan peralatan mandi atau cuci yang cukup untuk dapat melakukan asuh diri pada anak. Tetapi meskipun keluarga memiliki bangunan rumah terkesan sederhana, namun rumah tersebut tergolong bersih, dan mempunyai ventilasi yang cukup.

4.3.2.4. Praktek Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit

Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak.

Tabel 4.6. Praktek Perawatan Anak Berdasarkan Usia Anak Perawatan Anak

Kurang Baik Baik Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 2 28,6 5 71,4 7 100,0 2. 6-9 bulan 0 0,0 5 100,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 0 0,0 8 100,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 4 26,7 11 73,3 15 100,0 5. 24-36 bulan 7 33,3 14 66,7 21 100,0

Total 13 23,2 43 76,8 56 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh anak dalam memberikan perawatan anak sudah cukup baik, hal ini terlihat dari jumlah perawatan anak yang paling banyak pada kategori baik, bahkan semua anak yang ada pada kelompok usia 6-9 bulan dan 9-12 bulan memiliki perawatan baik.

Sebagian besar anak pernah sakit dalam 1 bulan terakhir (demam, flu, diare) dan ibu langsung membawa anak untuk berobat ke pelayanan kesehatan seperti praktek bidan dan puskesmas pembantu yang ada di lingkungan tersebut. Semua anak mempunyai KMS dan sebagian besar anak telah mendapatkan imunisasi sesuai dengan kelompok umur, tetapi mayoritas anak tidak lagi di bawa ke posyandu untuk


(58)

menimbang berat badan setelah imunisasi anak lengkap atau pada usia anak di atas 1 tahun.

4.3.3. Status Gizi

Anak yang bergizi baik akan tumbuh sesuai dengan potensi genetisnya namun sebaliknya anak yang kekurangan gizi akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya.

4.3.3.1. Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Umur Berat badan adalah parameter antropometeri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan usia. Hasil pengukuran status gizi anak berdasarkan indeks BB/U dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut Usia Status Gizi (BB/U)

Kurang Normal Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 2 28,6 5 71,4 7 100,0 2. 6-9 bulan 1 20,0 4 80,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 2 25,0 6 75,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 4 26,7 11 73,3 15 100,0 5. 24-36 bulan 5 23,8 16 76,2 21 100,0

Total 14 25,0 42 75,0 56 100,0

Dari tabel 4.7. dilihat bahwa dari 56 anak yang diteliti diperoleh 14 anak yang gizi kurang. Dimana persentse status gizi kurang tertinggi ditemukan pada kelompok usia 0-6 bulan yaitu 28,6% dari 7 anak.


(59)

4.3.3.2. Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Panjang Badan Menurut Umur Panjang badan juga merupakan indeks yang paling sensitif untuk mendeteksi adanya perubahan sosial ekonomi. Panjang badan merupakan hasil pertumbuhan secara kumulatif semenjak lahir, oleh karena itu dapat dipakai sebagai gambaran riwayat status gizi masa lampau. Berdasarkan hasil pengukuran PB/U, maka status gizi anak dapat dikategorikan seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.8. Distribusi Status Gizi Berdasarkan Panjang Badan Menurut Usia Status Gizi (PB/U)

Pendek Normal Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 0 0,0 7 100,0 7 100,0 2. 6-9 bulan 0 0,0 5 100,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 0 0,0 8 100,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 2 13,3 13 86,7 15 100,0 5. 24-36 bulan 4 19,0 17 81,0 21 100,0

Total 6 10,7 50 89,3 56 100,0

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari seluruh jumlah anak (56 orang) diperoleh status gizi pendek berdasarkan panjang badan menurut umur sebanyak 6 orang. Status gizi pendek tersebut paling banyak ditemukan pada kelompok usia 24-36 bulan yaitu sebanyak 19,0% dari 21 anak.

4.3.3.3. Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks Berat Badan Menurut Panjang Badan

Penentuan status gizi berdasarkan indeks BB/PB merupakan penentuan status gizi yang paling akurat bila dibandingkan dengan indeks lainnya, karena BB/PB dapat diketahui langsung pada saat pengukuran. Pengakategorian status gizi anak berdasarkan indeks BB/PB dapat dilihat pada tabel 4.9.


(60)

Tabel 4.9. Distribusi Status Gizi Anak Berdasarkan Berat Badan Menurut Panjang Badan

Status Gizi (BB/PB)

Kurus Normal Jumlah

No Usia

n % n % n % 1. 0-6 bulan 1 14,3 6 85,7 7 100,0 2. 6-9 bulan 1 20,0 4 80,0 5 100,0 3. 9-12 bulan 2 25,0 6 75,0 8 100,0 4. 12-24 bulan 4 26,7 11 73,3 15 100,0 5. 24-36 bulan 5 23,8 16 76,2 21 100,0

Total 13 23,2 43 76,8 56 100,0

Dari tabel 4.9. dilihat bahwa dari 56 anak yang diteliti diperoleh 13 anak yang memiliki status gizi kurus berdasarkan berat badan menurut panjang badan. Dimana persentse status gizi kurus tertinggi ditemukan pada kelompok usia 12-24 bulan yaitu 26,7% dari 15 anak.

4.4. Pola Asuh dan Status Gizi Anak Usia 0 – 36 Bulan

Pola asuh anak adalah praktek pengasuhan yang diterapkan kepada anak batita yang berkaitan dengan makanan batita dan pemeliharaan kesehatan. Pola asuh yang diteliti pada penelitian ini meliputi praktek pemberian makan, praktek kebersihan, sanitasi lingkungan dan perawatan anak. Penentuan status gizi dengan menggunakan antropometri yang meliputi indeks BB/U, PB/U dan BB/PB.

4.4.1. Praktek Pemberian Makan dan Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks BB/U

Praktek pemberian makan anak merupakan salah satu faktor penting terjadinya gangguan status gizi.


(1)

KUESIONER

POLA ASUH DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0 – 36

BULAN DI KECAMATAN KUTAMBARU KABUPATEN LANGKAT

TAHUN 2010

FORM IDENTITAS

PEWAWANCARA

Nama Pewawancara :

Hari/Tanggal

:

Waktu

: Pukul ... s/d ...

Alamat

:

IDENTITAS RESPONDEN No. Identitas

Nama Ibu Alamat Umur Ibu

Pendidikan Ibu 1. [ ] SD 2. [ ] SMP 3. [ ] SMA 4. [ ] Diploma 5. [ ] Sarjana

Penghasilan Keluarga 1. [ ] < Rp. 965.000,00 2. [ ] > Rp. 965.000,00 Jumlah anggota keluarga

Pekerjaan Ibu

1. [ ] < 5 orang 2. [ ] > 5 orang

1. [ ] Bekerja 2. [ ] Tidak bekerja IDENTITAS BALITA

Nama

Jenis Kelamin 1. [ ] Laki-laki 2. [ ] Perempuan Umur ... Bulan

Berat badan anak ... kg Tinggi badan anak ... cm


(2)

I. PEMBERIAN MAKAN

Untuk Anak usia 0 - 6 bulan

No. Pernyataan Ya Tidak

1. bayi hanya di beri ASI saja .... jika tidak ke pertanyaan 8

2. Ibu memberikan ASI pada bayi kapan saja (tidak terjadwal)

3. Ibu memberikan air susu yang pertama kali keluar (colostrums) pada bayi

4. Bayi diberi ASI dengan payudara secara bergantian 5. Bayi menyusui > 10 menit

6. Jika bayi menanggis, ibu langsung memberi ASI

7. Ketika bayi menyusu, apakah ibu memberi sentuhan pada bayi

8. Bayi sudah mendapat makanan lain selain ASI 9. PASI yang diberikan bukan olahan pabrik 10 Bayi mendapat PASI 3x sehari

I. Pemberian Makan

Untuk Anak usia 6 – 9 bulan

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Bayi masih mendapat ASI

2. Bayi mendapat MP-ASI sejak berumur > 6 bulan 3. Bayi mendapat Susu formula

4. Bayi mendapat MP-ASI 2 x sehari

5. Ukuran MP – ASI yang diberikan pada bayi sesuai kebutuhan (sesuai tabel pengukuran makanan bayi/ sesuai umur bayi)

6. MP – ASI yang diberikan pada bayi bukan olahan pabrik

7. Bayi sudah mengkonsumsi makanan lunak

8. Makanan yang diberikan pada bayi mengandung sumber protein hewani

9. Bayi dapat menghabiskan makanan yang di berikan 10 Makanan yang diberikan pada bayi bervariasi


(3)

I.Pemberian Makan

Untuk Anak usia 9 – 12 bulan

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Bayi masih mendapat ASI

2. Bayi mendapat MP-ASI sejak berumur > 6 bulan 3. Bayi mengkonsumsi susu formula

4. Bayi sudah mengkonsumsi makanan lembik 5. Bayi mengkonsumsi makanan lembik 4- 5 x sehari 6. Makanan yang diberikan pada bayi mengandung sumber

protein hewani

7. Bayi dapat menghabiskan makanan yang di berikan 8. Makanan yang diberikan pada bayi bervariasi 9. Bayi sudah mendapat makanan selingan

10 Makanan yang diberikan pada bayi bukan makanan olahan pabrik

I. Pemberian Makan

Untuk Anak usia 12 – 24 bulan

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Anak masih mendapat ASI

2. Anak mengkonsumsi susu formula

3. Anak sudah mengkonsumsi makanan biasa/keluarga 4. Anak mengkonsumsi makanan 3 x sehari

5. Makanan yang diberikan pada anak terdiri dari menu 4 sehat 5 sempurna

6. Anak dapat menghabiskan makanan yang di berikan 7. Makanan yang diberikan pada anak bervariasi setiap

hari nya

8. Anak mendapat makanan selingan

9. Anak sudah bisa mengkonsumsi makanannya sendiri 10 Ada anggota keluarga yang mendampingi anak saat


(4)

I. Pemberian Makan

Untuk Anak usia 24 – 36 bulan

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Anak mengkonsumsi susu formula

2. Anak mengkonsumsi makanan biasa/keluarga 3. Anak mengkonsumsi makanan 3 x sehari

4. Makanan yang diberikan pada anak terdiri dari menu 4 sehat 5 sempurna

5. Anak dapat menghabiskan makanan yang di berikan 6. Makanan yang diberikan pada anak bervariasi setiap

hari nya

7. Anak mendapat makanan selingan

8. Anak sudah bisa mengkonsumsi makanannya sendiri 9. Ada anggota keluarga yang mendampingi anak saat

makan

10 Anak mengkonsumsi makanan selain yang ibu persiapkan sendiri


(5)

II. PRAKTEK KEBERSIHAN DAN SANITASI LINGKUNGAN A. Praktek Kebersihan (observasi )

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Menyimpan makanan pada tempat yang tertutup

2. Mencuci dahulu bahan makanan sebelum memotong (mis: sayuran )

3. Setiap peralatan makan dan minuman anak dibersihkan dengan menggunakan sabun.

4. Memandikan anak > 2 kali dalam sehari 5. Mengganti pakaian anak > 2 x sehari

6. Ibu selalu menandikan bayi menggunakan sabun mandi. 7. Ibu/pengasuh segera membersihkan anak bila BAB/BAK. 8. Anak segera dibersihkan bila ibu/pengasuh melihat anak

bermain di tanah.

9. Ruangan rumah dibersihkan

2 kali sehari.

10 Membersihkan kuku anak secara rutin (1x seminggu)

B. Sanitasi Lingkungan (Observasi)

No. Pernyataan Ya Tidak

1. Kamar mandi mempunyai lantai kedap air 2. Terdapat saluran pembuangan limbah tertutup 3. Jarak SPAL dengan sumber air bersih > 10 meter 4. Ada sumber air bersih

5. Ada tempat Pembuangan Sampah 6. Ventilasi rumah cukup baik 7. Lantai rumah terbuat dari semen

8. Ada tempat penampung air bersih untuk memasak 9. Tempat penampungan air bersih di beri tutup 10 Jarak Kandang ternak > 10 meter dari rumah


(6)

III. Perawatan Anak Dalam Keadaan Sakit

No. Pernyataan Ya

Tidak

1.

Anak pernah menderita sakit dalam 1 bulan

2. Ibu langsung membawa anak ke pelayanan

kesehatan terdekat jika anak sakit.

3. Ibu langsung memberikan / membelikan obat untuk

anak bila sakit.

4.

Ibu mendampingi anak selama sakit.

5. Ibu pernah memperoleh informasi/penyuluhan

kesehatan mengenai anak.

6. Anak

mempunyai

KMS.

7. Anak dibawa ke posyandu untuk ditimbang setiap

bulan.

8. Anak telah mendapatkan imunisasi lengkap sesuai

umur.

9.

Frekuensi menimbang berat badan anak setiap bulan.

10 Ada perlakuan khusus (menjanjikan sesuatu jika anak


Dokumen yang terkait

Gambaran Status Gizi Anak Balita di Tinjau Dari Pola Pengasuhan Pada Ibu Pekerja dan Bukan Pekerja di Desa Buluh Cina Kecamatan Hamparan Perak Tahun 2000

0 44 68

Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Ditinjau Dari Pekerjaan Ibu Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya Medan Tahun 2005

1 46 80

Pola Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-24 Bulan Di Desa Ginolat Kecamatan Sianjur Mula Mula Kabupaten Samosir, Tahun 2010

3 39 79

Praktek Pemberian Makan Dan Status Gizi Anak Usia 0-11 Bulan Di Kabupaten Nias Selatan

3 69 92

Hubungan Status Gizi Balita Dan Pola Asuh Di Kabupaten Bener Meriah Tahun 2006

0 41 93

HUBUNGAN UMUR PENYAPIHAN DAN POLA ASUH MAKAN TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA Hubungan Umur Penyapihan Dan Pola Asuh Makan Terhadap Status Gizi Anak Balita Usia 25-36 Bulan Di Desa Purwosari Kabupaten Wonogiri.

0 8 16

HUBUNGAN UMUR PENYAPIHAN DAN POLA ASUH MAKAN TERHADAP STATUS GIZI ANAK BALITA Hubungan Umur Penyapihan Dan Pola Asuh Makan Terhadap Status Gizi Anak Balita Usia 25-36 Bulan Di Desa Purwosari Kabupaten Wonogiri.

0 6 17

PENDAHULUAN Hubungan Umur Penyapihan Dan Pola Asuh Makan Terhadap Status Gizi Anak Balita Usia 25-36 Bulan Di Desa Purwosari Kabupaten Wonogiri.

0 7 6

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Umur Penyapihan Dan Pola Asuh Makan Terhadap Status Gizi Anak Balita Usia 25-36 Bulan Di Desa Purwosari Kabupaten Wonogiri.

0 7 4

HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-3 TAHUN DI DESA NOGOTIRTO GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN POLA ASUH IBU DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-3 TAHUN DI DESA NOGOTIRTO GAMPING SLEMAN YOGYAKARTA - DIGILIB UNISAYOGYA

0 1 9