BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Indeks Sefalik - Perbandingan Indeks Sefalik Antara Etnis India Dan Batak Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Indeks Sefalik
2.1.1 Pendahuluan
Indeks sefalik adalah rasio dari lebar maksimum kepala terhadap panjang maksimum kepala (Gujaria dan Salve, 2012). Indeks sefalik merupakan parameter yang penting untuk menentukan ras dan jenis kelamin pada individu yang identitasnya tidak diketahui (Yagain et al, 2012).
Pengukuran indeks sefalik merupakan salah satu bagian dari ilmu antropometri. Antropometri adalah ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok (Panero dan Zelnik, 2003).
Menurut Krishan (2006), dengan pengukuran pada kerangka manusia serta bagian-bagiannya ini dapat membantu para ilmuwan di bidang forensik untuk mempelajari variasi kerangka tulang pada populasi-populasi yang berbeda di dunia. Pengukuran ini telah berhasil digunakan dalam memperkirakan tinggi badan, usia, jenis kelamin dan ras dalam ilmu forensik dan hukum. Pengukuran tersebut berguna untuk proses identifikasi dan menurut Kementrian Kesehatan RI, identifikasi korban yang telah meninggal saat ini merupakan suatu Hak Asasi Manusia (HAM). Identifikasi merupakan pengungkapan individualistik seseorang. Sebenarnya, identifikasi kepada jasad yang tidak diketahui itu dilakukan oleh polisi, bukan dokter. Tapi pada saat diperlukan, untuk tujuan identifikasi itu sendiri, seorang dokter hanya membantu polisi penginvestigasi dengan memberi beberapa informasi yang didapat dari tubuh jasad dan ciri khas yang lain, yang dimana polisi penginvestigasi tidak mengetahui (Nandy, 2001). Sejak tahun 1999 secara resmi Kementerian Kesehatan bersama dengan
Kepolisian RI melakukan kerjasama dalam penanganan korban yang telah meninggal dengan menerapkan ilmu kedokteran forensik.
Selain berguna untuk ilmu forensik dan hukum, ilmu antropometri khususnya tentang kepala berguna untuk merancang beberapa peralatan yang berhubungan dengan wajah dan kepala, seperti helm, head phone, dan lain-lain dengan cara memformulasikan ukuran yang standar (Singh dan Purkait, 2006).
2.1.2 Pengukuran Indeks Sefalik
Nilai indeks sefalik diperoleh dari perbandingan lebar kepala dengan panjang kepala dikali 100, dapat dilihat formulanya di bawah ini:
x 100
Indeks sefalik= Menurut Gujaria dan Salve (2012), panjang kepala diukur dari puncak glabella sampai inion. Glabella adalah titik yang terletak di atas pangkal hidung, di antara alis dan berpotongan pada bidang tengah sagital. Sedangkan, inion adalah titik yang terletak pada tonjolan paling bawah di lobus oksipital. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Tengkorak lateral view (Stranding, 2008) Lebar kepala diukur dari diameter transversus maksimum di antara 2 titik euryon.
Euryon adalah titik terluar pada samping kepala. Untuk lebih jelas dapat dilihat
pada gambar 2.2.Gambar 2.2 Tengkorak anterior view (Stranding, 2008)2.1.3 Klasifikasi
Klasifikasi panjang kepala dan lebar kepala menurut Martin dan Seller (1957), yaitu klasifikasi panjang kepala terdiri dari sangat pendek, pendek, sedang, panjang dan sangat panjang. Sedangkan klasifikasi lebar kepala terdiri dari sangat sempit, sempit, sedang dan lebar (Yagain et al, 2012). Dapat dilihat pada tabel
2.1. Kemudian menurut Williams et al (1995) berdasarkan tipe dari bentuk kepala yang dinilai dari indeks sefalik, dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu doliocephalic,
mesocephalic, brachicephalic dan hyperbrachicephalic (Kumar dan Gopichand,
2013). Dapat dilihat pada tabel 2.2. Pada klasifikasi tersebut, menurut Stolovitsky dan Todd (1990) dalam Yagain et al (2012), penyakit otitis media lebih sering dijumpai pada tipe Brachycephalic dibanding tipe Doliocephalic. Kemudian, menurut Cohen dan Krelborg, 1994 dalam Yagain et al 2012, individu dengan sindroma Alpert memiliki tipe Hyperbrachycephalic. Terdapat penambahan satu klasifikasi yaitu ultrabrachiocephalic dengan nilai indeks sefalik diatas 90 (Nair et al, 2014).
Tabel 2.1 Klasifikasi menurut Martin dan SellerRentang laki-laki Rentang perempuan (cm) (cm) Klasifikasi Sangat pendek X - 16.9 X - 16.1 panjang Pendek 17 - 17.7 16.2 - 16.9 kepala Sedang 17.8 - 18.5 17 - 17.6
Panjang 18.6 - 19.3 17.7 - 18.4 Sangat panjang > 19.4 > 18.5 Klasifikasi Sangat sempit X - 13.9 X - 13.4 lebar Sempit 14 - 14.7 13.5 - 14.1 kepala
Sedang 14.8 - 15.5 14.2 - 14.9 Lebar 15.6 - 16.3 15 - 15.7
Tabel 2.2 Klasifikasi menurut Williams et alBentuk kepala Rentang indeks sefalik (%) Doliocephalic <74,9
Mesocephalic 75-79,9
Brachicephalic 80-84,9 Hyperbrachicephalic 85-89,9
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks sefalik
Indeks sefalik dan bentuk kepala dipengaruhi oleh faktor geografis, jenis kelamin, umur, ras dan etnis (Golalipur, 2006). a. Faktor geografis Terdapat banyak studi yang membandingkan nilai rata-rata kepala terhadap suatu populasi yang berasal dari geografis yang berbeda. Di Afrika didapat banyak variasi, dengan perbedaan yang terlihat jelas diantara kelompok Bushmen, Bantu dan yang lainnya. Rata-rata kranial orang Afrika lebih lebar, wajah bagian atas lebih tinggi serta posisi nasal lebih ke bawah. Tengkorak orang Eropa lebih sempit, bersamaan dengan wajah yang lebih sempit, dan posisi nasal yang lebih tinggi. Orang Eropa dan Amerika India menunjukan banyak persamaan pada kranialnya. Tengkorak orang Asia biasanya lebar (brachycephalic), dengan wajah yang lebar, serta bagian atas nasal yang rata (Standring, 2008).
b. Jenis kelamin Pada umumnya, cranium pada laki-laki dewasa mempunyai kapasitas 11% lebih besar dibanding dengan wanita. Laki-laki cenderung mempunyai tulang yang lebih padat pada neurocranial vault; origo serta insersi otot yang lebih terlihat jelas, contoh: temporal dan nuchal lines; sinus frontal lebih besar; external
occipital protuberance dan mastoid processes lebih menonjol; margin superior
pada orbit cenderung bersegi empat; dan arkus mandibula serta maksila lebih besar, sesuai dengan ukuran gigi yang lebih besar. Menentukan jenis kelamin hanya dengan cranium saja itu sulit atau tidak mungkin karena banyak variasi diantara kedua jenis kelamin. Maka, penentuan paling akurat ialah menggunakan teknik statistik multivariat seperti analisis fungsi diskriminasi (Standring, 2008).
c. Umur Berdasarkan waktu dimulainya proses fusi yang berbeda pada setiap tulang membuat umur menjadi salah satu faktor dari nilai indeks sefalik dan bentuk kepala. Fusi pada sutura sagitalis dan coronalis, dimulai pada rata-rata usia 24-25 tahun dan berakhir pada rata-rata usia 45-50 tahun. Sutura lambdoid memulai aktivitas penutupannya sakitar umur 25-27 tahun. Sutura parieto-temporal menutup pada umur 70 tahun keatas. Basis oksiput berfusi dengan basis sphenoid pada sekitar umur 18-20 tahun pada wanita, dan 20-22 tahun pada laki-laki (Nandy, 2001).
d. Ras Menurut Argyropoulus dan Sassouni (1989) dalam Golalipur (2006), Pembelajaran tentang hubungan variasi pada craniofacial seseorang telah lama digunakan untuk membedakan sekelompok ras.
Untuk seluruh populasi di dunia, terdapat tiga distribusi ras yang terkenal, yaitu : 1.
Caucasoid : Bentuk kepala Mesocephalic, dengan rentan indeks sefalik diantara 75-80
2. Mongoloid : Bentuk kepala Bracycephalic atau Mesocephalic 3.
Negroid : Bentuk kepala Doliocephalic, dengan rentan indeks sefalik diantara 70-75 (Nandi, 2001).
e. Etnis Berdasarkan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya, faktor etnis berperan dalam indeks sefalik dan bentuk kepala.
2.2 Etnis
2.2.1 Pendahuluan
Menurut Kamu Besar Bahasa Indonesia, etnis adalah kelompok sosial dalam suatu sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa dan sebagainya. Menurut William Kornblum, kelompok etnis adalah populasi yang memiliki suatu kebudayaan tertentu sebagai identitas dari kelompok dan biasanya memiliki leluhur yang sama. Selaras dalam pandangan Bruce J. Cohen bahwa kelompok etnis itu sendiri dapat dibedakan oleh karakteristik budaya yang dimiliki oleh suatu kelompok termasuk para anggotanya (Murdiyatmoko, 2007). Etnis tidak sama dengan ras, karena perbedaan antar kelompok etnis dikaitkan dengan karakteristik kebudayaan yang dimiliki, bukan dengan faktor biologis .
Maka, dapat dikategorikan suatu individu ke dalam kelompok rasial tertentu dengan cara memperhatikan penampilan fisik, sedangkan kelompok suku dapat dikategorikan ke dalam kelompok suku tertentu berdasarkan karakteristik budaya yang dimiliki. Ciri-ciri pengenalan identitas pada suatu etnis tertentu dapat berupa bahasa, agama, wilayah kediaman, kebangsaan, bentuk fisik, atau gabungannya (Murdiyatmoko, 2007).
Suku bangsa adalah satu kesatuan sosial yang terikat oleh kesatuan suatu budaya, kesatuan bahasa dan kesatuan geografis. Secara umum, di Indonesia sendiri dikelompokkan atas tiga suku bangsa, yaitu suku bangsa Indonesia pribumi, suku bangsa asing dan suku bangsa terasing. Suku bangsa asing berasal dari keturunan asing, seperti keturunan Cina, keturunan Arab, dan keturunan India (Ruhimat et al, 2006).
Sedangkan suku bangsa terasing ialah masyarakat yang memiliki kemampuan terbatas dalam masalah komunikasi dengan masyarakat yang lebih maju. Suku bangsa terasing disebut juga dengan masyarakat pedalaman, bersifat terbelakang, karena tertinggal dari proses pengembangan kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya, keagamaan dan ideologi (Ruhimat et al, 2006). Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 33 provinsi yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Pada setiap provinsinya terdiri dari berbagai suku bangsa (Ruhimat et al, 2006). Sumatera Utara merupakan salah satu kawasan yang berhasil menerapkan bhineka tunggal ika (biar berbeda tetapi tetap satu jua). Secara kultural masyarakat Sumatera Utara ini dibagi menjadi tiga kategori.
1. Penduduk setempat (natif)
Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Batak Toba, Mandailing-Angkola, Pesisir, Nias dan Melayu.
2. Etnik Pendatang
Aceh Rayeuk, Tamiang, Alas, Gayo, Minangkabau, Banjar, Sunda, Jawa, Bugis, Makasar dan lainnya.
3. Etnik Pendatang Dunia Tamil, Punjab, Hindustan, Arab, Hokkian, Khek, Hakka, Kwantung dan lainnya (Takari, 2013).
2.2.2 Etnis India
Berdasarkan sejarah, pada kira-kira 100 tahun SM awalnya negeri India didiami oleh bangsa Dravida yang dikarakteristikkan dengan kulit berwarna gelap (hitam). Kemudian sekitar 3.500 tahun yang lalu negeri tersebut diserang oleh bangsa Aria yang berhasil mendesak dan menaklukkan bangsa Dravida, sehingga sebagian besar bangsa Dravida bergeser ke arah India bagian Selatan. Bangsa Aria berasal dari Persia dikarakteristikkan dengan kulit mereka yang berwarna terang (Takari, 2013). Maka sampai sekarang penduduk India berasal dari pencampuran kedua bangsa, dari ras berkulit terang yaitu bangsa Aria, dan berkulit gelap yaitu bangsa Dravida. Penggolongan kasta mereka berdasarkan oleh warna kulit, semakin terang warna kulitnya maka semakin tinggi kasta yang dimiliki (Takari, 2013).
Sampai saat ini mayoritas penduduk di India Selatan didiami oleh bangsa Dravida. Terdapat empat negara bagian di India Selatan, yaitu: Tamil Nadu, Andhra Pradesh, Karnataka dan Kerala (Takari, 2013).
Menurut sejarah, awal kedatangan penduduk India serta masuknya agama Hindu yang mereka anut ke wilayah Sumatera yaitu sekitar abad keempat SM. Diakibatkan ekspansi Raja Iskandar Zulkarnain datang sekitar 334-362 tahun SM dari Masedonia ke India yang membuat bangsa India banyak yang melarikan diri ke berbagai tempat seperti Nikobar, Andaman, dan pulau Sumatera. Kedatangan penduduk India ke Pulau Sumatera banyak mempengaruhi kebudayaan setempat, seperti adat istiadat, religi, bahasa dan kesenian (Takari, 2013).
Dilihat dari sisi sejarah, etnik Tamil khususnya telah melakukan kontak budaya dengan penduduk di Sumatera Utara. Disamping dari awalnya melarikan diri akibat ekspansi Raja Iskandar Zulkarnain, kemudian berganti tujuan menjadi berdagang, penyebaran agam serta budaya. Dalam segi antropologi, proses berikut disebut dengan akulturasi (Takari, 2013).
2.2.3 Etnis Batak
Batak merupakan salah satu suku yang berasal dari Pulau Sumatera, selain Aceh dan Minangkabau. Suku bangsa Batak mendiami wilayah Sumatera bagian Utara, terdiri dari beberapa bagian kecil, seperti Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Marga merupakan karakteristik dari budaya Batak yang bersifat patrilineal. Patrilineal ialah mengikuti garis keturunan dari pihak laki-laki. Marga orang Batak akan terlihat dari nama yang digunakannya, seperti Abdul Haris Nasution yang berarti bermarga Nasution. Bahasa sehari-hari yang digunakkan suku Batak adalah bahasa Batak dengan logat yang berbeda-beda, seperti logat Karo, Simalungun, Pakpak, dan Toba (Ruhimat et al, 2006).
2.3 Hubungan antara etnis dengan indeks sefalik
Penelitian dengan judul The Study of Cephalic Index in Harvanyi population, yang diteliti oleh Mahesh Kumar dan Patnaik V.V. Gopichand pada tahun 2013, menyatakan bahwa penduduk Harvanyi menunjukkan dominansi pada bentuk
Doliocephalic pada laki-laki maupun perempuan, 85% (laki-laki) dan 69,34%
(perempuan). Dengan rata-rata indeks sefalik pada laki-laki yaitu 66,72 dan pada perempuan yaitu 72,25.
Menurut Golalipur, dalam penelitiannya yang berjudul The Effect of Ethnic
Factor on Cephalic Index in 17-20 Years Old Females of North of Iran pada tahun
2006, ialah bahwa rata-rata dan standard deviasi pada indeks sefalik adalah 85±4.5 dan 82.8±3.6 masing-masing untuk kelompok Fars dan kelompok Turkman. Bentuk dominan pada kelompok Fars adalah hyperbrachycephalic (53.6%) dan doliocephalic (15%), dan pada kelompok Turkman adalah
bracycephalic (58.1%) dan doliocephalic (0.05%). Maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat peran pada faktor etnis terhadap dimensi kepala.Terdapat juga penelitian tentang indeks sefalik pada pelajar India, yaitu dengan judul penelitian Study of Cephalic Index in Indian Students yang diteliti oleh Valshali Kiran Yagain et al pada tahun 2012. Hasil penelitian tersebut didapat rata-rata indeks sefalik pada laki-laki adalah 77.92 dengan bentuk kepala
Mesocephalic , sedangkan rata-rata indeks sefalik pada perempuan adalah 80.85
dengan bentuk kepala Bracycephalic. Perbandingan di antara keduanya secara statistik adalah signifikan.
Kemudian, penelitian sebelumnya yang juga membandingkan antara kedua etnis telah dilakukan pada tahun 2011 di Medan oleh Sarah H.N.G dengan judul penelitian yaitu Pengukuran Sefalik Indeks Etnis Batak dan Cina pada Siswa- siswi kelas X dan kelas XI SMA Swasta Santo Tomas 1 Medan Tahun Pelajaran 2010-2011. Dari hasil penelitian yang dilakukan, rata-rata indeks sefalik pada laki-laki Batak bernilai 67.6, perempuan Batak bernilai 68.6, dan untuk nilai rata- rata total indeks sefalik etnis Batak adalah 67.9. Sedangkan nilai rata-rata indeks sefalik laki-laki Cina adalah 85.9, perempuan Cina 85.1, dan untuk nilai rata-rata total indeks sefalik etnis Cina adalah 85.5. Dari hasil uji t-independen didapatkan P>0.5 sehingga diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan indeks sefalik antara etnis Batak dan Cina.