BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar - Strategi Partai Politik Untuk Meningkatkan Keterwakilan Perempuan Dalam Kepengurusan Partai Sebagai Implementasi dari UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik ( Studi Kasus terhadap DPC PDIP Kota Medan )

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gender adalah pembedaan peran, perilaku, perangai laki-laki dan

  perempuan yang oleh budaya/ masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Jadi, jender tidak diperoleh sejak lahir tapi

  1 dikenal melalui proses belajar (sosialisasi) dari masa anak-anak hingga dewasa.

  Jika dicermati, berbagai bentuk perbedaan jender telah menyatu dalam kehidupan manusia demikian kuat sehingga seolah-olah tidak dapat berubah. Perbedaan jender sebenarnya tidaklah menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan

  2

  ketidakadilan jender. Namun, ternyata perbedaan jender ini justru yang mengantarkan pada ketidakadilan jender. Ketidakadilan jender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum lelaki dan kaum perempuan menjadi korban dari sistem

  3

  tersebut. Ketidakadilan jender merupakan segala bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin.

  Permasalahan ketidakadilan jender yang terjadi di antara perempuan dan laki-laki ini menjadi permasalahan besar yang belum dapat diselesaikan hingga saat ini. Bahkan sejak dua dasawarsa terakhir, jender telah menjadi bahasa yang menjadi analisis sosial dan menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial serta menjadi topik penting dalam setiap dimensi kehidupan manusia, termasuk di dunia politik.

  Politik sebagaimana dipahami bersama adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama bagi masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Dalam pemahaman tersebut, maka tidak ada perbedaaan sama sekali antara laki- 1                                                              2 Harmona Daulay, Perempuan Dalam Kemelut Gender, Medan: USUPress, 2007, hal. 4

Mansour Fakih, Analisis Gender & Transformasi Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003, 3 hal. 12

Trisakti Handayani dan Sugiarti, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Yogyakarta: UMM laki dan negara terhadap perempuan, karena hal ini bertentangan dengan prinsip- prinsip perempuan. Perempuan, seperti juga laki-laki adalah warga negara dengan hak-hak kewarganegaraan yang sama. Tidak boleh ada diskriminasi demokrasi dan hak-hak asasi manusia yang universal. Setiap orang dengan jenis kelamin apapun punya peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam ranah politik.

  Partai politik merupakan salah satu unsur penting dari berdirinya   demokrasi, dimana partai politik dapat meningkatkan kualitas dari demokrasi, yaitu melalui pemilihan umum yang selanjutnya disebut pemilu. Dimana pemilu merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara

  4 langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

  Diakui bahwa banyaknya persoalan perempuan memang telah memunculkan simpati yang sangat besar pada berbagai kalangan. Simpati ini kemudian terkristal menjadi sebuah kesadaran untuk memperjuangkan nasib

  5

  mereka dengan cara-cara atau metode tertentu. Gerakan kesadaran inilah yang disebut dengan gerakan feminisme. Gerakan-gerakan untuk memperjuangkan kedudukan dan peranan perempuan di Indonesia ini, telah cukup lama dilakukan.

  Perempuan Indonesia sesungguhnya memiliki peranan dan kedudukan yang cukup penting sepanjang perjalanan sejarah Indonesia. Perjuangan kepahlawanan perempuan dimulai dari oleh beberapa pendekar kaum perempuan seperti Christina Martha Tiahahu, Cut Nyak Dien, Kartini, Dewi Sartika dan lain- lain. Khususnya Kartini, yang telah merintis untuk membebaskan kaumnya dari kegelapan melalui pendidikan, yang sampai saat ini merupakan suatu hal yang memancarkan nilai-nilai luhur dan menjiwai setiap insan Indonseia untuk meneruskan perjuangan memajukan rakyat dan dijadikan landasan tujuan dari

  6 berbagai organisasi perempuan. 4                                                              Dikutip dari Undang-undang No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan Umum anggota DPR, DPD, 5 DPRD Najma Sa’idah dan Husnul Khatimah, Revisi Politik Perempuan, Bogor: IDeA Pustaka Utama, 6 2003, hal. 30 Hardjito Notopuro, Peranan Wanita Dalam Masa Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Setelah kebangkitan nasional, perjuangan perem`puan pun semakin terorganisir. Seiring dengan terbentuknya berbagai organisasi nasional atau pun partai politik, maka pergerakan perempuan pun mulai terbentuk, baik sebagai sayap atau bagian dari organisasi perempuan yang sudah ada, atau pun membentuk wadah organisasi perempuan tersendiri yang dilaksanakan oleh perjuangan perempuan di satu sektor atau tingkat tertentu. Sampai saat inipun banyak berdiri organisasi LSM perempuan yang bergerak di bidang politik dan mulai berusaha meningkatkan kesadaran politik kaum perempuan. Oleh karenanya, kini lembaga-lembaga politik di Indonesia mendapat tekanan yang kuat untuk menjadikan isu gender itu sebagai unsur yang penting di dalam proses demokratisasi.

  Pada masa reformasi, harapan bagi terwujudnya kehidupan demokrasi sejati di Indonesia, masih menjadi mimpi di banyak kalangan. Dalam proses demokratisasi, persoalan partisipasi perempuan yang lebih besar, representasi dan persoalan akuntabilitas menjadi prasyarat mutlak bagi terwujudnya demokrasi yang lebih bermakna di Indonesia, dimana demokrasi yang bermakna adalah demokrasi yang memperjuangkan kepentingan mayoritas penduduk Indonesia, termasuk perempuan. Jadi, demokrasi tanpa melibatkan perempuan sudah pasti bukan demokrasi yang sesungguhnya.

  Faktanya, kehidupan politik, termasuk partai politik dan parlemen di Indonesia merupakan bidang-bidang yang berbias gender. Untuk waktu yang cukup lama dan hingga saat ini, hampir keseluruhan bidang politik Indonesia dikuasai oleh laki-laki, sementara perempuan hanya berperan sangat kecil di dalamnya. Paling tidak ada dua persoalan perempuan dalam bidang politik, yaitu pertama masalah keterwakilan perempuan yang sangat rendah di ruang publik dan yang kedua adalah masalah belum adanya partai yang secara kongkrit membela kepentingan kaum perempuan. Masalah keterwakilan perempuan dalam politik menjadi isu dan menjadi persoalan hangat dalam gerakan perempuan di Indonesia.

  Jika keterwakilan perempuan sepenuhnya diserahkan kepada kaum laki- laki sebagai pembuat kebijakan, tentu saja akan menghasilkan suatu kondisi yang bias gender dan akan sangat kecil peluang laki-laki untuk memperjuangkan aspirasi kaum perempuan, karena kaum laki-laki tidak mengalami apa yang dialami oleh para perempuan umumnya. Dengan dasar inilah yang semakin mendorong perempuan untuk dapat terlibat dalam lembaga perwakilan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan yang dapat membantu perempuan keluar dari permasalahannya selama ini.

  Dalam kerangka perpolitikan saat ini, maka peningkatan jumlah representasi perempuan dalam lembaga perwakilan (legislatif) hanya dapat dilakukan melalui dua jalur, yakni partai politik ataupun utusan golongan. Dari dua kemungkinan tersebut, maka partai politik merupakan jalur paling efektif yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah keterwakilan perempuan saat

  7 ini. Permasalahan perempuan ini mempunyai keterkaitan dengan perangkat lain.

  Berkat perjuangan gigih koalisi para aktivis permasalahan perempuan dan koalisi perempuan anggota parlemen, di tengah berseminya alam demokrasi dan keterbukaan di era reformasi untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di legislative melaui kebijakan afirmasi kemudian dikenal sistem kuota, yakni penetapan sejumlah tertentu atau prosentase dari sebuah badan, kandidat, majelis, komite, atau suatu pemerintahan. Kuota untuk perempuan ini bertujuan untuk setidaknya, perempuan akan menjadi “minoritas kritis” (critical minority) yang terdiri dari 30 atau 40 persen. Ide dasar kuota ini ialah memastikan bahwa perempuan akan masuk dan terlibat dalam politik, sekaligus tidak akan menjadi kelompok masyarakat yang mengalami isolasi.

  Penetapan sejumlah tertentu perempuan dalam politik harus secara nyata dituangkan dalam bentuk perundang-undangan. Selama ini pelaksanaan kuota dilakukan melalui cara penetapan dalam Konstitusi, peraturan-peraturan dalam undang-undang pemilu atau partai politik, dan komitmen informal partai politik. 7                                                             

Romany Sihite, Perempuan, Kesetaraan, Keadilan; Suatu Tinjauan Berwawasan Gender, Konstitusi mengakui adanya kebijakan afirmasi dan penerapan kebijakan ini di

  8 beberapa negara ternyata efektif meningkatkan jumlah perempuan di parlemen.

  Kebijakan afirmatif dalam hal keterwakilan perempuan di parlemen dan partai politik telah berhasil diundangkan secara formal dalam pasal 65 undang- undang pemilu No. 12 tahun 2003. Undang – undang ini mengatur fungsi dan kewajiban partai politik dalam mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender serta meningkatkan keterwakilan dan peran perempuan dibidang politik, yaitu dengan mencantumkan ketentuan kuota. Pasal 65 Ayat (1) menyebutkan, “Setiap parpol peserta pemilu dapat mengajukan calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota untuk setiap daerah pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%”.

  Hal ini merupakan momentum berharga bagi perempuan Indonesia untuk mengejar ketertinggalannya di panggung politik. Sebuah pertanda baik di mana Indonesia memasuki era pencerahan karena hal ini merupakan titik awal menuju terciptanya kesetaraan dan keadilan gender di bidang politik. Dengan hadirnya wakil-wakil perempuan dalam jumlah yang pantas (proposional) di lembaga legislatif sangat memberi peluang kepada perempuan untuk ikut membuat kebijakan - kebijakan yang dapat menolong perempuan untuk keluar dari permasalahannya selama ini dan membuat perempuan berdaya untuk terlibat dalam berbagai permasalahan yang selama ini tidak mendapat perhatian di Indonesia, yang sensitif gender. Atas dasar itu, maka hanya dengan jumlah kursi mereka yang signifikan dalam lembaga politik formal, kaum perempuan dapat

  9 menciptakan perubahan yang berarti.

  Walaupun telah menerapkan sistem kuota 30% keterwakilan perempuan di parlemen melalui tindakan afirmasi, namun hingga kini belum memperoleh hasil nyata. Bahkan hingga kini, keterwakilan perempuan di lembaga legislatif belum 8                                                             

Nadezha Shedova, “Kendala-kendala terhadap Partisipasi Perempuan dalam Parlemen,” dalam

  

Julie Balington (ed.), (terj.), Perempuan di Parlemen: Bukan Sekadar Jumlah, Jakarta: IDEA, 9 2002, hal. 20-22. pernah mencapai 30%. Pada periode antara tahun 1950 dan 1955, keterwakilan perempuan di DPR RI hanya sebesar 3,8%, dan 6,3% antara tahun 1955 dan 1960. Kemudian selama 30 tahun berikutnya, keterwakilan perempuan di parlemen merupakan yang tertinggi selama ini, yakni mencapai 13% pada periode 1987 sampai 1992. Selama periode 1992 sampai 1997, representasi perempuan sebesar 12,5%. Jumlah ini menurun ke 10,8% pada periode 1997- 1998. Kecenderungan ini terus berlanjut pada periode 1999-2000 yang turun menjadi 9,0%. Pada periode 2004-2009 mengalami peningkatan menjadi 11% dan periode 2009-2014 meningkat lagi menjadi 18%. Namun peningkatan itu tidak secara otomatis terjadi pada jenjang DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Ternyata semakin ke bawah, keterwakilan perempuan makin menciut pula. Saat ini, keterwakilan perempuan di DPRD Propinsi berkisar antara 6,7% hingga 26,1% dan di Kabupaten/Kota jumlahnya kian sedikit, bahkan di beberapa wilayah tidak memiliki keterwakilan perempuan sama sekali.

  Partai politik masih memandang sebelah mata terhadap perempuan, dan hanya mengusung perempuan dalam daftar calon anggota legislatif sebagai

  10

  pelengkap syarat undang-undang saja. Selama ini memang banyak perempuan yang kandas di tengah jalan sewaktu diajukan sebagai calon legislatif maupun eksekutif, sebab ditolak dengan alasan yang dicari-cari. Alasan klasik yang kerap yang kerap dipakai untuk mendiskreditkan perempuan adalah tidak berkualitas, kesibukan mengurus anak dan keluarga, serta stereotipe negatif lainnya yang merugikan perempuan. Padahal, realitas di masyarakat menunjukkan, banyak wanita karir yang sukses melakukan peran gandanya dengan baik.

  Dalam hal ini juga, parpol dianggap masih menjadi hambatan bagi partisipasi dan keterwakilan perempuan, meskipun parpol mengatakan tidak ada masalah dengan keterwakilan perempuan. Persoalan politik uang, struktur kepemimpinan yang tidak demokratis, dan agenda politik parpol yang tidak sensitif gender menjadi penghambat keterlibatan perempuan dalam struktur 10                                                             

  

Evi Novida Ginting, Representasi Perempuan di Parlemen Indonesia, Jurnal politeia volume 3 No.2, organisasi partai. Sedikitnya perempuan yang menjabat dalam kepengurusan parpol juga membuat perempuan kurang berperan dalam setiap proses pengambilan keputusan dalam parpol dan dalam setiap kegiatan organisasi partai. Melihat kondisi ini, maka kebijakan afirmatif 30% keterwakilan perempuan masih sangat dibutuhkan, terutama di dalam partai-partai politik, karena dengan meningkatnya keterwakilan perempuan dalam partai politik, juga akan membuka peluang yang lebih besar bagi perempuan untuk dapat duduk di lembaga legislatif.

  Untuk itu pemerintah telah membuat kebijakan afirmatif untuk memperhatikan keterwakilan perempuan dalam partai politik. UU No. 2 tahun 2008 tentang partai politik menyebutkan, “Pendirian dan pembentukan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyertakan 30% (tiga puluh perseratus) keterwakilan perempuan”. Dan kemudian untuk mempertegas lagi tentang keterwakilan perempuan dalam parpol, di dalam pasal 20 disebutkan, “Kepengurusan Partai Politik tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3) disusun dengan memperhatikan keterwakilan perempuan paling rendah 30% (tiga puluh perseratus) yang diatur dalam AD dan ART Partai Politik masing-masing”

  Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merupakan sebuah partai nasionalis yang sudah 40 tahun berdiri dan merupakan salah satu dari 8 partai besar yang ada di Indonesia. Eksistensinya dalam perpolitikan Indonesia terbilang cukup kuat. Bahkan PDIP sudah pernah berhasil mendudukkan seorang perempuan sebagai orang nomor satu di negeri ini. Megawati Soekarnoputri yang didukung oleh basis utama PDIP berhasil terpilih menjadi Presiden Perempuan pertama di Indonesia dalam pemilu 1999. Hal ini dapat dilihat ternyata PDIP cukup memperhitungkan kemampuan perempuan dalam berpolitik. Namun, hal ini ternyata tidak sejalan dengan keterwakilan perempuan di dalam struktur kepengurusan DPC PDIP Kota Medan.

  Mengacu pada struktur kepengurusan DPC PDIP Kota Medan, ternyata dari 15 orang pengurus dalam daftar kepengurusan DPC PDIP Kota Medan Masa Bakti 2010-2015, hanya 3 orang saja yang merupakan perempuan. Tiga orang pengurus perempuan tersebut menduduki posisi sebagai Wakil Ketua Bidang Kesehatan, Perempuan dan Anak, kemudian posisi sebagai Wakil Ketua Bidang Hukum, HAM & Perundang – Undangan dan terakhir menjabat posisi sebagai Wakil Bendahara Bidang Internal dan Program. Keterwakilan perempuan dalam kepengurusan hanya mencapai angka 20%. Hal ini tidak sesuai dengan kebijakan afirmatif tentang ketentuan kuota yaitu 30% dalam kepengurusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam UU No. 2 Tahun 2008 tersebut.

  Melihat kondisi keterwakilan perempuan dalam kepengurusan DPC PDIP Kota Medan yang masih rendah tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap DPC PDIP Kota Medan dengan judul : “Strategi Partai

  Politik untuk Meningkatkan Keterwakilan Perempuan dalam Kepengurusan

Partai Sebagai Implementasi dari UU No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai

Politik : Studi Kasus Terhadap DPC PDIP Kota Medan”

I.2. Perumusan Masalah

  Perumusan masalah merupakan penjelasan mengenai alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam penelitian itu dipandang menarik, penting dan perlu untuk diteliti. Perumusan masalah merupakan suatu usaha yang menyatakan pertanyaan-pertanyaan penelitian apa saja yang perlu dijawab atau dicari jalan pemecahannya, atau dengan kata lain perumusan masalah merupakan pertanyaan yang lengkap dan rinci mengenai ruang lingkup masalah dan pembatasan

  11 masalah.

  Bertitik tolak pada latar belakang yang menjelaskan tentang rendahnya keterwakilan perempuan dalam institusi kepartaian yang hanya mencapai angka 20%, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Strategi 11                                                               Husani Usman dan Purnomo, Metodologi Penelitian Sosial, Bandung: Bumi Aksara, 2004,

  DPC PDIP Kota Medan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan sesuai dengan kuota 30% yang telah ditetapkan oleh pemerintah?”

I.3. Pembatasan Masalah

  Pembatasan Masalah adalah usaha untuk menetapkan masalah dalam batasan penelitian yang akan diteliti. Oleh sebab itu, agar penelitian ini lebih fokus dan lebih sistematis peneliti merumuskan batasan masalahnya yaitu: 1.

  Penelitian ini mengkaji tentang kondisi keterwakilan perempuan dalam Kepengurusan partai PDIP Kota Medan

2. Permasalahan yang dibahas yaitu komitmen dari DPC PDIP Kota

  Medan dan strategi apa yang digunakan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan sesuai dengan kuota 30% yang ditetapkan oleh pemerintah.

  I.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  I.4.1 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1.

  Mendeskripsikan kondisi keterwakilan perempuan dalam kepengurusan DPC PDIP Kota Medan

  2. Mengetahui kendala yang dihadapi DPC PDIP Kota Medan terkait dengan rendahnya keterwakilan perempuan dalam internal partai

  3. Mengetahui Strategi DPC PDIP Kota Medan untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai sesuai dengan ketentuan kuota 30% yang telah ditetapkan oleh pemerintah

  I.4.2 Manfaat Penelitian 1.

  Bagi penulis, adalah untuk menyelesaikan studi pada Program S1 Ilmu Politik Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

  2. Manfaat bagi lembaga yaitu penelitian ini dapat menjadi referensi baru dalam pengembangan khasanah ilmu politik

  3. Manfaat bagi masyarakat adalah agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat khususnya perempuan agar lebih menyadari perannya dalam politik serta pentingnya kesetaraan perempuan dalam dunia politik

  I.5. Kerangka Teori

  Teori adalah serangkaian konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang

  12

  suatu fenomena pada umumnya. Teori memiliki arti penting bagi suatu penelitian adalah karena teori yang digunakan berfungsi untuk menerangkan suatu fenomena yang ada secara sistematis.

  Adapun kerangka teori yang menjadi landasan berfikir penulis dalam penelitian ini yaitu:

  I.5.1 Teori Strategi Politik

  Strategi berasal dari bahasa Yunani strategia yang diartikan sebagai “the

  

art of the general” atau seni seorang panglima yang biasanya digunakan dalam

  peperangan. Karl von Clausewitz (1780-1831) berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan pertempuran untuk memenangkan peperangan. Sedangkan politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

  Jadi dapat dikatakan bahwa strategi politik adalah ilmu tentang teknik, taktik, cara, kiat yang dikelola oleh politisi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber-sumber kekuasaan, merumuskan dan melaksanakan keputusan politik sesuai yang diinginkan. Menurut Peter Schorder (2009), dalam bukunya yang berjudul Strategi Politik, Strategi politik itu sendiri merupakan

                                                               strategi atau tehnik yang digunakan untuk mewujudkan suatu cita-cita politik. Contohnya adalah pemberlakuan peraturan baru, pembentukan suatu struktur baru dalam administrasi pemerintahan atau dijalankannya program deregulasi,

  13 privatisasi atau desentralisasi.

  Tanpa strategi politik perubahan jangka panjang atau proyek-proyek besar sama sekali tidak dapat diwujudkan. Politisi yang baik berusaha merealisasikan rencana yang ambisius tanpa strategi, seringkali menjadi pihak yang harus bertanggung jawab dalam menciptakan kondisi sosial yang menyebabkan jutaan manusia menderita.

  Strategi politik sangat penting untuk sebuah partai politik, tanpa adanya strategi politik, perubahan jangka panjang sama sekali tidak akan dapat diwujudkan. Perencanaan strategi suatu proses dan perubahan politik merupakan analisis yang gamblang dari keadaan kekuasaan, sebuah gambaran yang jelas mengenai tujuan akhir yang ingin dicapai dan juga segala kekuatan untuk mencapai tujuan tersebut.

  Von Clausewitz menjelaskan bahwa tujuan strategi itu sendiri bukanlah merupakan suatu kemenangan yang tampak di permukaan, melainkan kedamaian yang terletak di belakangnya. Pengertian ini juga sangat penting dan erat kaitannya bagi strategi politik yang dijalankan suatu partai politik, dalam hal ini adalah strategi yang dilakukan partai dengan cara mempengaruhi dan merekrut individu-individu dalam masyarakat. Strategi itu sendiri memiliki tujuan yang paling utama adalah “kemenangan”. Kemenangan akan tetap menjadi fokus partai politik dalam memperoleh suara terbanyak pada pemilihan umum dan akan berhasil memenangkan setiap calon-calon yang diajukan partai.

  Strategi ofensif merupakan strategi memperluas pasar dan strategi menembus pasar. Dalam strategi ofensif, digunakan untuk mengimplementasikan politik, yang harus dijual di sini adalah perbedaan terhadap keadaan yang berlaku saat itu serta keuntungan yang dapat diterapkan. Dalam meningkatkan dan

                                                               menambah jumlah massa, dalam konteks ini partai politik sangat membutuhkan strategi ofensif ini. Lebih banyak orang yang memiliki pandangan dan pemikiran positif terhadap partai tersebut, sehingga pada akhirnya kampanye yang dilaksanakan oleh partai politik akan lebih efektif dan maksimal.

I.5.2 Partai Politik

   Sebagai salah satu pilar demokrasi, partai politik memainkan peranannya

  dalam pilar demokrasi. Partai politik untuk pertama kali lahir di Negara Eropa Barat. Dengan timbul dan berkembangnya suatu gagasan bahwa rakyat merupakan suatu faktor yang harus diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses kegiatan politik, maka lahirlah partai politik sebagai wadah aspirasi dan kepentingan yang beredar di tengah-tengah masyarakat dan berkembang hingga sekarang sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah. Bahwa keikutsertaan rakyat dalam proses kehidupan politik adalah penting di dalam suatu Negara sehingga kehidupan demokrasi dapat terus berlanjut dan kedaulatan rakyat diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

  Partai politik merupakan keharusan dalam sistem politik yang demokratis terkecuali masyarakat tradisional yakni suatu sistem yang otoritarian dimana seorang raja tergantung pada tentara atau polisi dalam melangsungkan pemerintahannya. Sedangkan fungsi mendirikan partai politik pada umumnya adalah representasi (keterwakilan), konversi dan agregasi; integrasi (partisipasi, sosialisasi, mobilisasi); persuasi, represi, rekrutmen (pengangkatan tenaga-tenaga baru), pemilihan pemimpin, pertimbangan-pertimbangan dan perumusan

  14 kebijakan serta kontrol terhadap pemerintah.

  Upaya demokratisasi membutuhkan sarana saluran politik yang koheren dengan kepentingan masyarakat di suatu Negara. Salah satu sarana yang dimaksud adalah partai politik, yang memiliki ragam fungsi, platform dan dasar pemikiran. Selanjutnya perjalanan partai politik di Barat mengalami perubahan 14                                                             

 Ichlasul Amal (ed), Teori-teori Mutakhir Partai Politik, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1988), hal. sedikit demi sedikit. Ide dasar pembentukan partai politik sudah menunjukkan indikasinya pada era Reinassance dan Aufklarung, manakala kekuasaan para raja dikecam dan mulai dibatasi, sebenarnya keinginan untuk membentuk partai politik sudah bermunculan, terlebih hak pilih rakyat sudah diberikan secara luas. Adapun keterlibatan rakyat dalam proses politik yang ada pada waktu itu sudah dianggap sebagai sesuatu yang mendesak. Sebagai wujud interaksi antara pemerintah dan rakyat, diperlukan kendaaraan politik yang diasumsikan mampu menjaga simbiosis di antara keduanya.

  Menurut pengertian dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011, Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita -cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  Partai Politik artinya suatu organisasi yang berorientasi kepada pencapaian legitimasi kekuasaan atas pemerintahan melalui proses pemilu. Menurut Miriam Budiardjo (2008), partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan berebut kekuatan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan

  15 programnya.

  Istilah partai bila ditelusuri dari asal katanya berarti bagian atau pihak di dalam masyarakat dimanapun secara alamiah terdapat pengelompokan- pengelompokan, salah satu pengelompokan masyarakat yang didasarkan atas persamaaan paham dan ideologi dalam bentuk doktrin oleh Benyamin Constan disebut sebagi partai. Pendapat ini kemudian menjadi popular untuk memberikan batasan pengertian partai politik, dimana ia mengatakan “A Party is a group of

                                                              

  16

men professing the same political doctrine” Carl J. Friedrick dalam bukunya

Constitutional Goverments and Democracy merumuskan bahwa partai politik

  adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan. Dan Raymond Gartfied mengatakan bahwa partai politik terdiri dari sekelompok warga Negara yang sedikit banyak

  17 terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik.

  Dari beberapa pendapat di atas, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama dan mempunyai sebuah kekuasaan untuk melaksanakan kebijakan mereka dalam suatu pemerintahan yang sedang berjalan. Adanya partai politik dianggap sebagai suatu yang wajar-wajar saja terutama dalam konteks nilai-nilai essensial sebuah demokrasi. Pada dasarnya mengatakan bahwa kedudukan partai politik dalam hubungan ini lebih cenderung mengarah kepada wacana sistem politik, dan sisi lain mengatakan bahwa kehadiran partai politik dilihat sebagai sarana untuk berpartisipasi. Sebagai sebuah organisasi, partai politik diharapkan menjadi wadah yang mengartikulasikan kepentingan rakyat.

  Partai Politik sebagai sebuah organisasi memerlukan anggota dalam menjalankan setiap program-program yang disusun berdasarkan ideologi partainya, ini merupakan kelanjutan dari fungsi utama partai politik yaitu mencari anggota yang berkualitas dalam mencari serta mempertahankan

  18 kekuasaan. 16                                                              Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta: Yayasan Obor, 1998, hal.16 17  

   

Widagdo,H.B, Managemen Pemasaran Partai Politik Era Reformasi, Jakarta: PT.Gramedia. 1999, hal.206

     

  19 Adapun fungsi partai politik itu sendiri adalah : 1.

  Sebagai Sarana Komunikasi Politik Yaitu berfungsi sebagai komunikator politik berkaitan dengan kapasitas dan kebijakan pemerintah dalam menyampaikan aspirasi dan kepentingan kelompok masyarakat 2. Sebagai Rekrutmen Politik

  Mencari anggota yang berkompeten dalam menjalankan kegiatan partai. Fungsi ini merupakan kelanjutan dalam mencari dan mempertahankan kekuasaan. Rekruitmen politik menjamin kontiniutas dan kelestarian partai, sehingga sekaligus merupakan salah satu cara untuk mencari anggota. Rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan politik melalui mekanisme demokrasi dengan memperhatikan kesetaraan gender 3. Sebagai Pengatur Konflik

  Dalam kehidupan yang demokratis, tiap negara dan tiap kelompok masyarakat berhak menyampaikan aspirasi serta memperjuangkan kepentingan masing-masing. Akibat dari kehidupan yang demokratis tersebut dapat menimbulkan pergeseran, perbenturan, pertentangan antar kepentingan dalam masyarakat. Pengatur konflik juga bertujuan untuk mengakumulasikan berbagai aspirasi dan kepentingan melalui dialog antar kelompok untuk memusyawarahkan dan mencari keputusan politik yang memuaskan kepentingan berbagai kelompok.

4. Sebagai Sarana Sosialisasi politik/ Pendidikan Politik

  Yaitu proses pembentukan dari orientasi politik para anggota masyarakat terhadap kehidupan politik yang berlangsung. Proses ini mencakup proses dimana masyarakat mewariskan norma-norma dan

                                                               nilai-nilai dari suatu generasi ke generasi selanjutnya. Proses sosialisasi tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan formal dan non formal. Dalam fungsi sosialisasi politik ini, anggota maupun masyarakat luas diberikan kesadaran agar dapat menjadi warga Negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

  Kehadiran suatu partai politik dapat dilihat dari kemampuan partai tersebut melaksanakan fungsinya. Salah satu fungsi yang terpenting yang dimiliki oleh partai politik adalah fungsi rekrutmen politik. Seperti yang dikemukakan oleh Ramlan surbakti bahwa rekrutmen politik itu adalah mencakup pemilihan, seleksi, dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya. Untuk itu partai politik memiliki cara tersendiri dalam melakukan pengrekrutan terutama dalam pelaksanaan sistem dan prosedural pengrekrutan yang dilakukan partai politik tersebut. Tak hanya itu proses rekrutmen juga merupakan fungsi mencari dan mengajak orang-orang yang memiliki kemampuan untuk turut aktif dalam kegiatan politik, yaitu dengan cara menempuh berbagai proses penjaringan.

  Menurut Czudnomski, ada dua mekanisme dalam rekrutmen politik. Yang pertama yaitu rekrutmen terbuka, di mana sistem rekrutmen terbuka yaitu syarat dan prosedur untuk menampilkan seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini, partai politik berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara ini juga berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi politik para elit. Dan yang kedua adalah rekrutmen tertutup. Cara rekrutmen tertutu ini berlawanan dengan rekrutmen terbuka. Dalam rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat secara bebas diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi sebagai sarana elit memperbaharui legitimasinya

I.5.3 Keterwakilan Politik

  Untuk mengetahui definisi keterwakilan, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai definisi perwakilan, dimana secara sederhana perwakilan diartikan sebagai suatu proses interaksi wakil dengan yang diwakili. Dalam perwakilan ini, yang diwakili adalah sejumlah warga negara yang bertempat tinggal di suatu daerah atau distrik tertentu. Hal ini mencakup berbagai kepentingan, sedangkan yang mewakili adalah seorang atau lebih wakil rakyat yang bergabung ke dalam satu atau lebih partai politik.

  Dalam sistem perwakilan, seorang warga negara mewakilkan dirinya sebagai yang berdaulat kepada seorang calon wakil rakyat atau partai politik yang dipercayai melalui pemilihan umum. Sedangkan pengertian perwakilan dalam buku Perwakilan Politik Indonesia karangan Drs. Arbi Sanit, yaitu: “Perwakilan adalah bahwa seseorang atau sekelompok orang berwenang menyatakan sikap atau melakukan suatu tindakan baik diperuntukkan bagi, maupun yang

  20

  mengatasnamakan pihak lain” Dari segi keterikatan wakil rakyat dan keinginan rakyat yang diwakili, konsep perwakilan dibedakan menjadi dua, yaitu: pertama perwakilan tipe delegasi (mandat), yang berpendirian wakil rakyat merupakan corong keinginan rakyat. Wakil rakyat harus menyuarakan apa saja keinginan rakyat yang diwakili.

  Wakil rakyat sama sekali tidak memiliki kebebasan untuk berbicara lain daripada apa yang dikehendaki konstituennya. Fungsi wakil rakyat menurut tipe perwakilan ini menyuarakan pendapat dan para pemilihnya serta memperjuangkan kepentingan para pemilihnya. Keinginan konstituennya dapat diketahui melalui

                                                               kontak langsung yang secara periodic dilakukan. Dan keinginan yang harus diikuti wakil rakyat ialah suara mayoritas konstituen.

  Kedua, perwakilan tipe trustee (independen) berpendirian wakil rakyat dipilih berdasarkan pertimbangan secara baik. Oleh karena itu, untuk dapat melaksanakan hal ini wakil rakyat memerlukan kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Selain itu, tipe perwakilan ini berpandangan tugas wakil rakyat adalah memperjuangkan kepentingan nasional. Dengan demikian, manakala terdapat pertentangan antara keinginan local atau para pemilih kepentingan nasional maka wakil rakyat harus memihak kepada kepentingan nasional. Jadi, keinginan para pemilih tetap ikut dipertimbangkan tetapi tidak mengikat. Tipe perwakilan ini disebut trustee karena wakil rakyat dipercaya sebagai pemegang kekuasaan. Setelah mempercayakan kekuasaan kepada wakilnya melalui proses pemilihan umum, dan para pemilih tidak lagi mempunyai kekuasaan sampai kepada pemilihan yang selanjutnya. Secara implisit terkadang penilaian bahwa wakil rakyat memiliki kemampuan politik yang lebih tinggi daripada para pemilihnya.

  Sedangkan pengertian keterwakilan di sini adalah sebagai terwakilnya kepentingan anggota masyarakat oleh wakil-wakil mereka di dalam suatu lembaga

  21

  dan proses politik. Kadar keterwakilan tersebut ditentukan oleh sistem perwakilan yang berlaku di dalam masyarakat bersangkutan. Sistem perwakilan politik yang formalistis seringkali tidak menghasilkan tingkat keterwakilan politik yang cukup. Kemungkinan menciptakan tingkat keterwakilan yang cukup menjadi lebih besar dapat terealisasi jika terdapat keserasian di antara segi formal dengan aspek actual dari sistem perwakilan politik.

  Karena keterwakilan diukur dari kemampuan wakil bertindak atas pihak yang diwakili, maka konsep ini menyangkut himpunan elit di dalam lembaga- lembaga politik yang berwenang bertindak atas nama anggota masyarakat, untuk menentukan kebijakan guna mencapai tujuan dan kepentingan masyarakat

                                                               tersebut. Dan dua lembaga politik utama yang dimaksud ialah Badan Perwakilan (legislatif) dan Pemerintah (eksekutif)

  I.6 Metodologi Penelitian

  Penjelasan tujuan penelitian maupun kerangka dasar teori di atas, penelitian ini memiliki tujuan metodologis deskriptif yaitu melukiskan. Penelitian deskriptif adalah suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang ada pada masa sekarang berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala

  22

  atau fenomena. Tujuan dasar penelitian deskriptif ini adalah membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.

  I.6.1 Jenis Penelitian Studi ini pada dasarnya bertumpu pada penelitian kualitatif. Aplikasi

  penelitian kualitatif ini adalah konsekuensi metodologis dari penggunaan metode deskriptif. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat. Yang digunakan untuk mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan-hubungan kegiatan, sikap-sikap, pandangan- pandangan serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh

  23 dari suatu fenomena.

  I.6.2 Lokasi Penelitian

  Penelitian ini akan dilaksanakan di kantor Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Medan, yaitu di Jl. Sekip Baru No 26 Medan. 22                                                             

  Bambang Prasetyo, dkk., Metode Penelitian Kuantitatif : Teori dan Aplikasi, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005, hal. 42

  I.6.3 Data dan Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.

  Data primer diperoleh dari interview (wawancara) terhadap informan Bapak Henry Jhon Hutagalung selaku Ketua DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Medan dan beberapa staff pengurus DPC PDIP Kota Medan yang perempuan. Dan data sekunder diperoleh dan dikumpulkan peneliti dari Sekretariat DPC PDIP Kota Medan dan juga melalui studi kepustakaan.

  I.6.4 Teknik Analisis Data Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

  teknik analisis data deskriptif kualitatif, di mana teknik ini melakukan analisa atas masalah yang ada sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang akan diteliti dan kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.

  I.7. Sistematika Penulisan

  Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri ke dalam empat bab, yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN Dalam Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah

  apa dan mengapa penulis tertarik untuk mengangkat masalah strategi parpol dalam meningkatkan keterwakilan perempuan. Kemudian terdapat juga mengenai rumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka dasar teoritis yang menjadi acuan penulis dalam penulisan penelitian ini, metode serta sistematika penulisannya.

  BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Pada Bab ini akan memberikan gambaran secara umum

  terhadap lokasi penelitian yaitu DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Kota Medan dan kondisi keterwakilan perempuan dalam institusi partai

  BAB III : KAJIAN DAN ANALISA DATA Bab ini akan membahas secara garis besar hasil penelitian

  sekaligus menganalisis data yang diperoleh untuk menjawab permasalahan penelitian dan memperoleh tujuan dari penelitian.

  BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan bagian akhir yang berisi kesimpulan,

  saran, maupun rekomendasi yang berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini.