BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Tataniaga Pisang Barangan Tujuan Pasar Domestik Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Pisang

  Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang.

  Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran tinggi dengan ketinggian tidak lebih dari 1.600 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27

  C, dan suhu maksimumnya

  38 C, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5. Curah hujan 2000-2500 mm/tahun atau paling tidak 100 mm/bulan (BPTP, 2008).

  Berdasarkan manfaatnya, pisang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu pisang serat, pisang hias dan pisang buah. Pisang serat (Musa Textilis), bagian yang dimanfaatkan bukan buahnya, tetapi serat batangnya yang digunakan untuk pembuatan tekstil. Contoh pisang serat adalah Pisang Abaka. Pisang hias umumnya ditanam sebagai tanaman hias yang dapat mempercantik tanaman. Contoh pisang hias adalah pisang kipas dan pisang-pisangan. Pisang buah (Musa paradisiaca) di tanam dengan tujuan untuk dimanfaatkan buahnya.

  Supriyadi dan Satuhu (2008), menjelaskan bahwa buah pisang mengandung banyak mineral seperti kalium, magnesium, fosfor dan kalsium, vitamin B, vitamin B6, vitamin C, serta mengandung serotonin yang aktif sebagai neutransmitter untuk kelancaran fungsi otak. Bila dibandingkan dengan buah apel, nilai energi buah pisang bernilai lebih tinggi, yaitu 136 kalori per 100 g, sedangkan buah apel hanya 54 kalori per 100 g.

  Buah pisang yang akan dipanen disesuaikan dengan tujuannya. Untuk tujuan konsumsi lokal atau keluarga, panen dilakukan setelah buah tua atau bahkan sudah ada yang masak di pohon. Sedangkan untuk ekspor atau ke pasar domestik, pisang dipanen tidak terlalu tua (derajat ketuaan 75-85%), tetapi sudah masak fisiologis (kadar patinya sudah masksimum). Pada keadaan ini kualitas buah cukup baik dan mempunyai daya simpan cukup lama (BPTP, 2008).

  Peluang pasar buah pisang masih cukup besar untuk pasar dalam negeri dan pasar luar negeri. Potensi pasar dalam negeri untuk pisang akan meningkat terus pada masa mendatang. Pisang (Musa paradisiaca. L) jika diusahakan secara agribisnis dapat menunjang perekonomian masyarakat, karena secara prospek pasar cukup menjamin, baik pasar lokal maupun pasar dunia. Cuma perlu ada upaya penanganan pasca panen untuk mendapatkan pisang yang berkualitas dan pasca panen untuk menjamin mutu sampai ke konsumen (Deptan, 2012).

2.2 Penelitian Terdahulu

  Berdasarkan penelitian terdahulu oleh Nellya (2000), mengenai Analisis Efisiensi Pemasaran Buah Khas Sumatera Utara di wilayah DKI Jakarta (Komoditi Pisang Barangan dan Jeruk Medan) dapat disimpulkan bahwa terdapat dua pola saluran pemasaran pada pemasaran pisang barangan di DKI Jakarta.

  Pemasaran pisang barangan belum begitu baik dari segi lokasi maupun segmen pasarnya. Dalam hal fungsi pemasaran, yang dilakukan adalah fungsi jual beli, menanggung resiko, sortasi, dan grading. Struktur pasar yang terbentuk pada pemasaran pisang barangan adalah struktur pasar yang tidak bersaing (oligopolistik).

  Dalam penelitian Maharani (2008), mengenai Analisis Cabang Usahatani dan Sistem Tataniaga Pisang Tanduk (Studi Kasus: Desa Nanggerang, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) dapat disimpulkan bahwa terdapat dua jalur tataniaga yaitu (1) petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen, dan (2) petani – pedagang pengecer – konsumen. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat melakukan berbagai fungsi tataniaga yang terdiri dari fungsi pertukaran.

  Penelitian oleh Utami (2009), berjudul Analisis Cabang Usahatani dan Tataniaga Pisang Raja Bulu di Desa Telaga, Kecamatan Cugerang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat dapat disimpulkan bahwa di daerah penelitian terdapat enam pola saluran tataniaga. Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh setiap lembaga adalah pertukaran (pembelian dan penjualan), fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan), dan pelancar (sortasi dan grading). Tataniaga pisang raja bulu

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Pemasaran dan Tataniaga

  Kotler (1993), pemasaran merupakan suatu proses sosial dengan individu dan kelompok dengan kebutuhan dan keinginan dalam menciptakan, penawaran, dan perubahan nilai barang dan jasa secara bebas dengan lainnya. Di dalam sistem pemasaran terdapat komponen-komponen yang saling mempengaruhi satu sama lain. Ada beberapa hal penting yang mempengaruhi pemasaran, antara lain:

1. Organisasi pemasaran 2.

  Produk atau jasa yang dipasarkan 3. Pasar 4. Saluran distribusi (Channel Distribution) 5. Lingkungan, yang terdiri dari faktor sosial budaya, produk, teknologi, dan keadaan perekonomian.

  Kotler (1997), pemasaran yang merupakan proses manajerial dan sosial dengan seseorang atau kelompok memperoleh apa mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran produk serta nilai. Hal ini didasarkan pada konsep-konsep inti-inti berikut: kebutuhan, keinginan, permintaan pada produk, pertukaran, dan hubungan (pasar, pemasar, dan pemasaran).

  Daniel (2002), menyatakan pemasaran merupakan hal-hal yang sangat penting setelah selesainya produksi pertanian. Kondisi pemasaran menimbulkan suatu siklus atau lingkaran pasar suatu komoditas. Bila pemasarannya tidak lancar dan tidak memberikan harga yang layak bagi petani maka kondisi ini akan penawaran akan menaikkan harga. Setelah harga naik, motivasi petani akan bangkit lagi. Hasilnya penawaran meningkat, menyebabkan harga akan jatuh kembali (cateris paribus).

  Pada dasarnya tataniaga adalah penciptaan nilai tambah dari suatu produk yang mengalir dari produsen ke konsumen akhir. Kegiatan ini bersifat dinamis karena menyangkut semua persiapan, perencanaan, dan penelitian dari segala sesuatu yang bersangkut paut dengan perpindahan, peralihan milik atas suatu barang atau jasa (Mubyarto, 1989).

2.3.2 Saluran dan Lembaga Tataniaga

  Kotler (2001), mengatakan bahwa saluran tataniaga terdiri dari serangkaian lembaga tataniaga atau perantara yang akan memperlancar kegiatan tataniaga dari tingkat produsen sampai ke tingkat konsumen. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran terdiri dari tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar, agen penjualan, dan pengecer. Soekartawi (1991), menjelaskan bahwa peranan lembaga tataniaga yang terdiri dari produsen, tengkulak, pedagang pengumpul, eksportir, importir menjadi sangat penting. Lembaga tataniaga ini khususnya bagi negara berkembang yang dicirikan dengan lemahnya pemasaran hasil pertanian akan menentukan mekanisme pasar.

  Angipora (1999), salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan dalam usahatani adalah memilih secara tepat saluran tataniaga (channel of marketing) yang akan digunakan dalam rangka penyaluran barang/jasa dari produsen ke konsumen. Fungsi dan peranan saluran tataniaga sebagai salah satu kegiatan pemasaran dalam menyalurkan barang dan jasa merupakan kegiatan yang sangat promosi, yang dilakukan belum dapat dikatakan sebagai usaha terpadu kalau tidak dilengkapi dengan kegiatan distribusi. Produk akan bermanfaat dan menjadikan pembeli setia pada produk tersebut jika setiap produk yang dibutuhkan, pembeli dapat memperolehnya dengan mudah. Oleh karena itu, diperlukan saluran tataniaga untuk menyalurkan produk ke tempat yang dapat dijangkau oleh konsumen.

  Angipora (1999), ada beberapa bentuk saluran tataniaga yang ada dan digunakan yaitu:

  1. Produsen - Konsumen Saluran ini adalah bentuk saluran yang paling pendek dan sederhana karena tanpa perantara. Produsen dapat menawarkan barang dan atau jasa kepada konsumen langsung. Saluran ini disebut sebagai saluran tataniaga langung. Bentuk saluran ini tidak memerlukan tambahan biaya yang akan dipergunakan untuk biaya pengangkutan atau perantara. Bentuk penjualan ini sangat disengangi oleh konsumen, karena harga biasanya lebih murah.

  2. Produsen – Pengecer - Konsumen Dalam saluran ini, produsen menginginkan suatu lembaga lain, maksudnya dalam hal ini adalah pengecer yang menyampaikan produknya ke konsumen, dimana pengecer langsung membeli produk tanpa melalui pedagang besar dan menjualnya kepada konsumen.

  3. Produsen - Pedagang Besar - Konsumen Jenis saluran ini dilaksanakan oleh produsen yang tidak ingin menjual secara langsung tetap menginginkan suatu lembaga guna menyalurkan besar saja, kemudian pedagang besarlah yang menjual kembali kepada pengecer hingga akhirnya sampai di tangan konsumen.

  4. Produsen – Agen - Pedagang Besar – Pengecer - Konsumen Jenis saluran ini yang sering dipakai para produsen dengan melibatkan agen didalamnya. Disini agen fungsinya adalah sebagai penyalur yang kemudian mengatur sistem penjualannya kepada saluran pedagang besar selanjutnya sistem penjualan pedagang besar kepada pengecer dan kemudian sampai ketangan konsumen. Saluran tataniaga ini sering dipergunakan untuk produk yang tahan lama.

5. Produsen – Agen – Pengecer - Konsumen

  Dalam saluran ini produsen memilih agen yang akan dipertemukan produsen untuk menjalankan kegiatan penjualan kepada pengecer dan selanjutnya pengecer menjual kepada konsumen. Stanton (1993) dalam Sudiyono (2004), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Tugas lembaga pemasaran adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginanan konsumen semaksimal mungkin. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1.

  Tengkulak, lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani.

  Pedagang pengumpul, lembaga yang membeli komoditi dari tengkulak.

  3. Pedagang besar, lembaga yang melakukan proses konsentrasi (pengumpulan) komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, melakukan distribusi ke agen penjualan atau pengecer.

  4. Agen penjualan, lembaga yang membeli komoditi yang dimiliki pedagang dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding pengecer.

  5. Pengecer, lembaga yang berhadapan langsung dengan konsumen.

  Hanafiah dan Saefuddin (1986), tataniaga adalah kegiatan yang bertalian dengan penambahan kegunaan. Kegunaan yang diciptakan oleh kegiatan tataniaga adalah: 1.

  Kegunaan tempat, bahwa barang-barang mempunyai kegunaan yang lebih besar karena perubahan tempat.

  2. Kegunaan waktu, bahwa barang-barang mempunyai nilai yang lebih besar setelah terjadi perubahan waktu.

  3. Kegunaan pemilikan, bahwa barang-barang mempunyai kegunaan yang lebih besar karena hak milik atas barang.

2.3.3 Fungsi-Fungsi Tataniaga

  Tataniaga merupakan suatu proses daripada pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa- jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini disebut fungsi tataniaga. Fungsi tataniaga ini bekerja melalui lembaga tataniaga atau struktur tataniaga (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).

  Soekartawi (1989), lembaga pemasaran pada akhirnya melakukan kegiatan fungsi pemasaran yang meliputi kegiatan: pembelian, sorting atau grading (membedakan barang berdasarkan ukuran atau kualitasnya), penyimpanan, pengangkutan, dan processing (pengolahan). Masing-masing lembaga pemasaran, sesuai dengan kemampuan dimiliki, akan melakukan fungsi pemasaran ini secara berbeda-beda. Karena perbedaan kegiatan (dan biaya) yang dilakukan, maka tidak semua kegiatan dalam fungsi kegiatan pemasaran dilakukan oleh lembaga pemasaran. Karena perbedaan inilah, maka biaya dan keuntungan pemasaran menjadi berbeda di tiap tingkat lembaga pemasaran.

  Kohls dan Uhl (1990), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama, yaitu:

  c.

  3. Fungsi Pelancar, meliputi: a.

  Fungsi standarisasi : keseragaman dalam penentuan dan perawatan produk. Ukuran termasuk dalam kuantitas dan kualitas.

  e.

  Fungsi fasilitas : berperan dalam memudahkan terjadinya fungsi pertukaran dan pertukaran fisik.

  d.

  Fungsi pengolahan produk : segala sesuatu yang berhubungan pada yang diinginkan.

  Fungsi pengangkutan : fokus utama pada menjadikan barang berada pada tempat yang tepat.

  1. Fungsi Pertukaran, meliputi: a.

  b.

  Fungsi penyimpanan : fokus utama pada membuat kondisi barang tetap baik sampai waktu yang diinginkan.

  2. Fungsi Fisik, meliputi: a.

  Fungsi penjualan produk : segala sesuatu yang berhubungan dengan penjualan termasuk pengiklanan dan penciptaan terhadap permintaan produk.

  b.

  Fungsi pembelian : sebagian besar adalah pencarian sumber persediaan bahan baku, perakitan produk, serta segala aktivitas yang berhubungan dengan pembelian.

  Fungsi permodalan : melibatkan penggunaan uang untuk melakukan berbagai aspek dalam tataniaga. b.

  Fungsi penanggung resiko : penerimaan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam pemasaran produk.

  c.

  Fungsi informasi pasar : pekerjaan dalam mengumpulkan, menginterpretasikan, dan memilah variasi data penting dalam pelaksanaan produk pemasaran.

2.3.4 Efisiensi Tataniaga

  Efisiensi tataniaga merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi tataniaga dapat terjadi jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan kepada pihak-pihak yang terlibat, yaitu produsen, konsumen akhir, dan lembaga-lembaga pemasaran. Menurut Mubyarto (1989), syarat-syarat tataniaga yang efisien adalah (1) mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan (2) mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang telah ikut serta dalam kegiatan produksi dan pemasaran berang tersebut.

  Menurut Soekartawi (1997), efisiensi pemasaran yang efisien adalah jika biaya pemasaran lebih rendah daripada nilai produk yang dipasarkan, maka semakin efisien melaksanakan pemasaran. Kriteria efisiensi tataniaga menurut Soekartawi (2002), adalah sebagai berikut: Efisiensi tataniaga tidak terjadi jika: 1.

  Biaya pemasaran semakin besar 2. Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar

  Efisiensi tataniaga akan terjadi jika:

  1. Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi

  2. Persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi Margin tataniaga adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen. Margin pemasaran pada suatu saluran pemasaran tertentu dapat dinyatakan sebagai jumlah dari margin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator efisiensi kegiatan tataniaga adalah membandingkan persentase atau bagian harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar konsumen akhir (Prassojo, 2012).

  Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda terlibat akan berbeda pula (Sudiyono, 2004). Salah satu kegunaan dari perhitungan marketing margin (price spread) dan share margin adalah mengetahui tingkat efisiensi pemasaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin tinggi marketing margin suatu komoditi, maka semakin rendah tingkat efisiensi sistem tataniaga.

  Menurut Kohls dan Uhl (1985) penyebaran harga (price spread) adalah sebuah ukuran lain dari pada margin pemasaran. Penyebaran harga (price spread) pertanian tidak secara sederhana perbedaan diantara pertanian dan harga makanan eceran. Akan tetapi, penyebaran harga adalah sebuah perbedaan diantara harga pengeceran per unit dan nilai pertanian daripada sebuah jumlah yang ekuivalen dari makanan yang diperjualbelikan oleh petani. Share petani dihitung dari penyebaran harga pertanian adalah nilai pertanian yang diekspresikan sebagai sebuah persentase dari harga pengeceran makanan. Share margin dianggap secara lebar sebagai sebuah ukuran dari kelayakan harga pertanian dan efisiensi pemasaran.

2.4 Kerangka Pemikiran

  Dalam tataniaga pisang barangan di daerah penelitian ada beberapa pihak yang terlibat di dalamnya. Pelaku tataniaga pisang barangan untuk pasar domestik, yaitu petani, pedagang perantara, dan konsumen. Pertama petani menjual pisang barangan ke pedagang perantara, lalu pedagang pedagang perantara akan menjual pisang barangan ke konsumen.

  Setiap lembaga dalam tataniaga pisang barangan akan melakukan fungsi- fungsi tataniaga, fungsi-fungsi itu antara lain adalah fungsi penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, standarisasi, pengambilan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Fungsi-fungsi tataniaga yang terjadi pada setiap lembaga tidaklah selalu sama.

  Semakin panjang rantai tataniaga, maka semakin banyak fungsi tataniaga yang terjadi di dalamnya dan akan mengakibatkan harga pisang barangan semakin tinggi karena biaya yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi-fungsi itu semakin besar, demikian juga sebaliknya.

  Biaya tataniaga akan menentukan harga yang diterima oleh setiap lembaga. Biaya tataniaga dapat diukur secara kasar dengan Price Spread dan

  Share Margin . Apabila nilai share margin telah diketahui, maka akan didapat pula

  nilai efisiensi tataniaga pisang barangan. Secara skematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

   

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan landasan teori yang dibuat maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

                                     

  Tataniaga Pisang Barangan Tujuan Pasar Domestik Petani Pedagang Perantara Konsumen

  Fungsi-fungsi tataniaga: 1.

  Pembelian 2. Penjualan 3. Pengangkutan 4. Penyimpanan 5. Pengemasan 6. Penanggungan

  Resiko 7. Pembiayaan 8.

  Standarisasi 9. Informasi Pasar

    Price Spread Share Margin

  Efisiensi Keterangan:

  = Ada hubungan Biaya Tataniaga

  Harga