Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)

(1)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

ANALISIS KOMPARASI USAHATANI PISANG BARANGAN

ANTARA SISTEM KONVENSIONAL DENGAN SISTEM

DOUBLE RAW

(Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh :

FRANSISKA NATALINA S. 040304021

SEP/AGRIBISNIS

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pisang Barangan (Musa Paradisiaca sapientum L) merupakan salah satu komoditas buah unggulan nasional. Pisang sebagai salah satu di antara tanaman buah-buahan memang merupakan tanaman asli Indonesia. Hampir di setiap wilayah banyak dijumpai tanaman ini. Jika tanaman Pisang Barangan dibudidayakan secara komersial, keuntungannya tidak kalah dengan komoditi lain mengingat buah ini sudah diekspor (Satuhu, 2006).

Buah Pisang Barangan memiliki keunggulan di kultivar pisang lainnya. Keunggulan tersebut antara lain : rasa daging buahnya lebih manis, warna kulit kuning, warna daging buah kuning kemerah-merahan, daging buah kering dan beraroma baik.

Sebenarnya luas areal pertanaman pisang di Indonesia cukup luas, tetapi tersebar dalam cakupan luas. Akibatnya sulit diperoleh jenis atau varietas buah pisang tertentu dalam jumlah besar dan dalam jangka waktu tertentu untuk satu macam standar mutu. Hal ini dikarenakan umumnya tanaman pisang masih dikelola secara tradisional sehingga hanya ditanam di pekarangan tanpa perlakuan khusus (Sunarjono, 2004).

Bila memperhatikan tujuan penggunaannya maka pengembangan agribisnis pisang ini dapat diarahkan pada pencapaian mutu buah dari kelompok buah pisang tersebut. Perlu diingat bahwa buah bermutu tinggi akan jauh lebih mahal harganya dibandingkan buah bermutu rendah. Tingginya harga ini tentu dapat memberikan nilai tambah pendapatan bagi petani (Sunarjono, 2004).


(3)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Disadari bahwa buah-buahan merupakan bahan pangan yang sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Peranannya sangat banyak dalam meningkatkan pendapatan petani (Satuhu, 2006).

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting untuk mencapai tujuan pengembangan ekonomi. Sektor ini menyerap tenaga kerja yang cukup tinggi dan memegang peranan yang strategis karena turut berperan dalam menunjang pengembangan sektor industri hulu maupun hilir, (Rangkuti, 2008).

Pemerintah menetapkan pembangunan pertanian sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional pada tahun 2007-2009. Oleh karena itu diperlukan kebijakan pemerintah yang memperhatikan keseluruhan aspek dan segmen agribisnis sehingga diharapkan pengembangan komoditas yang produktif, kompetitif dan kontinuitas dapat dicapai. Salah satu komoditas yang dikembangkan adalah komoditas buah-buahan (Rangkuti, 2008).

Sebuah komponen dari program AMARTA adalah menyediakan teknologi maju bagi petani-petani dan staf-staf dinas pemerintah dalam usaha mengulangi intervensi keberhasilan. Adapun tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan penghasilan petani pisang. Penanaman Pisang dengan Sistem Dua Jalur (Double Raw) dari USAID-AMARTA akan meningkatkan produksi Pisang hampir 80% dari sistem yang ada sebelumnya.

Teknologi yang diterapkan pada budidaya Pisang Barangan diperkenalkan oleh Julian Velez, Ph.D. Beliau adalah seorang dosen di Universitas Columbia dan seorang konsultan di AMARTA khususnya komoditi Pisang Barangan. Ia memberikan suatu teknologi dengan metode penanaman dengan sistem double


(4)

Penanaman sistem double raw dapat meningkatkan kepadatan populasi Pisang hingga mencapai 2.000-2.200 batang per hektar dan dalam panen tahunan dengan pemisahan/memilah (meristems) untuk mencegah penyebaran Fusarium. Untuk menambah pendapatan petani, antar jalur dapat ditanam dengan tanaman lain, seperti semangka. Metode ini diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi buah Pisang barangan.

Budidaya Pisang barangan sistem konvensional, memiliki jarak tanam 3,5m x 2m atau 3m x 3 m. Sedangkan Budidaya Pisang barangan dengan sistem Dua Jalur (Double Raw) memiliki jarak tanam 1m x 2m x 4m. Pada penanaman sistem konvensional hanya 1.100-1.300 pohon Pisang yang dapat ditanam pada 1 Ha, tetapi dengan sistem Dua Jalur dapat menanam sebanyak 2.000-2.200 pohon Pisang per hektar.

Dasar penelitian ini adalah peneliti melihat adanya usahatani pisang barangan yang dibudidayakan dengan sistem konvensional. Dimana budidaya tanaman pisang barangan ini masih sederhana, sehingga hasil Pisang Barangan tidak memenuhi standar ekspor, dan pendapatan para petani masih rendah. Dengan adanya teknologi double raw, diharapkan penerimaan petani pisang barangan dapat meningkat, melalui kualitas buah yang memenuhi standar ekspor, sehingga pendapatan petani pisang barangan juga meningkat.

Budidaya pisang barangan dengan sistem konvensional dan sistem double raw umumnya sama yaitu meliputi persiapan lahan, pengaturan jarak tanaman, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Namun terdapat perbedaan antara kedua sistem ini yakni terletak pada jarak tanam dan kegiatan pemeliharaannya.


(5)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Adanya usahatani pisang barangan dengan sistem konvensional dan sistem double raw, maka peneliti ingin membandingkan kedua sistem usahatani tersebut. Dengan adanya perbedaan dari sistem budidaya tersebut, maka perbedaan tersebut akan menyebabkan adanya perbedaan pada biaya produksi, penerimaan, pendapatan dari kedua sistem tersebut.

Potensi sektor pertanian khususnya hortikultura cukup besar bagi masyarakat di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Lahan hortikultura yang diusahakan di kecamatan ini didominasi oleh pisang terutama pisang barangan. Pisang barangan merupakan salah satu buah spesifik Sumatera Utara.

Tabel 1. Data Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Tanaman Pisang Tahun 2007

No Kabupaten/Kota Panen (Ha) Produktivitas (Kw/Ha) Produksi (Ton)

1 Medan 6 121,26 79

2 Langkat 138 187,2 2.576

3 D.Serdang 3.186 228,23 72.715

4 Simalungun 892 223,04 19.904

5 Tanah Karo 126 164,44 2.066

6 Asahan 135 156,13 2.107

7 Lab.Batu 32 197,49 629

8 Tap.Utara 229 143,24 3.274

9 Tap.Tengah 57 180,2 1.020

10 Tap.Selatan 34 368,41 1.265

11 Nias 22 126,2 280

12 Dairi 47 118,02 557

13 Teb.Tinggi 2 91,77 18

14 Tanj.Balai 13 83,99 107

15 Binjai 4 104,95 37

16 P.Siantar − − −

17 Tobasa 6 97,24 54

18 Madina 17 203,25 339

19 P.Sidempuan 6 113,22 64

20 H.Hasundutan 34 109,29 371

21 Pak-Pak Barat − − −

22 Samosir 4 32,73 13

23 Serdang Bedagai 227 101,26 2.303

24 Nias Selatan 44 110,54 482

Jumlah 5.261 3262,1 110.260 Sumber : Dinas PertanianProvinsi Sumatera Utara Tahun 2008


(6)

Permintaan buah pisang barangan akhir-akhir ini terus meningkat, terutama di kota-kota besar di Sumatera Utara, Batam dan Jakarta, sehingga beberapa petani telah mulai membudidayakan secara komersial. Potensi sektor pertanian di atas merupakan peluang yang sangat besar dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat. Perbaikan sistem, dukungan kelembagaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sangat dibutuhkan agar teknologi dapat diterapkan seutuhnya (Napitupulu, 2008).

Kabupaten Deli Serdang memiliki luas lahan 249.772 Ha dimana terdapat lahan sawah seluas 43.802 ha dan lahan kering/darat yang digunakan untuk tanaman pangan dan hortikultura 59.537 ha yang terdri dari tegal/kebun 40.082 ha, ladang 12.477 ha dan lahan pekarangan 7.012 ha (Rangkuti, 2008).

Dengan keadaan potensi wilayah tersebut, pengembangan sektor hortikultura atau buah-buahan merupakan penunjang pembangunan pertanian di Kabupaten Deli Serdang yang terus dikembangkan, meskipun belum dilakukan secara profesional. Pada sektor hortikultura atau buah-buahan yang merupakan penunjang pembangunan pertanian di Kabupaten Deli Serdang turut dikembangkan, berbagai komoditi terkenal yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Deli Serdang seperti Pisang Barangan, dengan luas lahan tanaman pisang sekitar 1.513, 74 ha (Rangkuti, 2008).


(7)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009 Identifikasi Masalah

1. Apakah ada perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw?

2. Apakah ada pengaruh nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman ?

3. Apakah ada perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan antara

sistem konvensional dan sistem double raw?

4. Apakah ada perbedaan pendapatan usahatani pisang barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw

2. Untuk mengetahui pengaruh nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman

3. Untuk mengetahui perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan

antara sistem konvensional dan sistem double raw.

4. Untuk mengetahui perbedaan pendapatan usahatani pisang barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw.


(8)

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi bagi para pengambil keputusan untuk pengembangan usahatani Pisang Barangan.

2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya penelitian mengenai Pisang Barangan.


(9)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Tinjauan Pustaka

Asal mula tanaman pisang adalah Asia Tenggara, lalu pisang disebarkan ke sekitar Laut Tengah. Dari Afrika Barat menyebar ke Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Asia Tenggara termasuk Indonesia disebut sebagai sentra asal tanaman pisang. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia meliputi daerah tropik dan subtropik (Satuhu, 2006).

Sistematika tatanama (taksonomi) tanaman Pisang Barangan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Musales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa Paradisiaca sapientum L

Pisang Barangan ini berasal dari Medan, Sumatera Utara. Kulit buahnya agak tebal, bentuk buahnya melengkung dengan ujung membulat. Produksi buahnya antara 100-150 buah per pohon. Bobot rata-rata setiap buahnya sekitar 100 g.

Pisang barangan sangat terkenal sebagai pisang meja. Panjang buah 12-18 cm dan diameter 3-4 cm. Warna kulit buah kuning kemerahan dengan


(10)

bintik-bintik coklat. Warna daging buah agak orange. Rasa daging buah enak dengan rasa agak manis dan sedikit asam dan aromanya harum. Pisang juga memiliki kandungan gizi sebagai berikut :

Tabel 2. Komposisi Zat Gizi Pisang per 100 gram bahan

Kandungan Senyawa Bahan

Air (gram) 75,00

Kalori (kkal) 90

Karbohidrat (gram) 22,84

Protein (gram) 1,09

Lemak (gram) 0,33

Ca (mg) 8,00

P (mg) 22,00

Fe(mg) 5,00

Vitamin A (SB) 439,00

Vitamin B-1 (mg) 0,031

Vitamin C (mg) 0,26

Sumber : USDA Nutrient data base, 2007

Pohon Pisang Barangan berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada di bagian bawah tanah. Batang pisang sebenarnya terletak dalam tanah berupa umbi batang. Di bagian atas umbi batang terdapat titik tumbuh yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung), sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah yang biasanya dianggap batang itu adalah batang semu. Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menelangkup dan


(11)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

menutupi dengan kuat dan kompak sehingga bisa berdiri tegak seperti batang tanaman (Satuhu, 2006).

Helaian daun berbentuk lanset memanjang. Pada bagian bawahnya berlilin. Lembaran daun Pisang Barangan lebar dengan urat daun utama menonjol berukuran besar sebagai pengembangan dari morfologis lapisan batang semu. Urat daun utama ini sering disebut pelepah daun. Lembaran daun yang lebar berurat sejajar dan tegak lurus pada pelepah daun. Urat daun ini tidak ada ikatan daun yang kuat di tepinya (Sunarjono, 2004).

Bunga Pisang Barangan berupa tongkol yang disebut jantung. Bunga ini muncul dari primordia yang terbentuk pada bonggolnya. Perkembangan primordia bunga memanjang ke atas hingga menembus inti batang semu dan keluar di ujung batang semu (Sunarjono, 2004).

Bunga Pisang Barangan terdiri dari beberapa lapisan yang disebut seludang. Seludang umumnya bewarna merah tua. Di antara lapisan seludang bunga tersebut terdapat bakal buah yang disebut sisiran tandan terdiri dari beberapa buah (Sunarjono, 2004).

Budidaya Pisang Barangan yang berorientasi pasar mencakup beberapa kegiatan penting, yaitu penyiapan lahan, penyediaan bibit, penanaman, dan perawatan tanaman, dan panen (Sunarjono, 2004).

Tanaman pisang memang banyak di manfaatkan untuk berbagai keperluan hidup manusia. Bunga dan bonggol pisang biasanya dimanfaatkan untuk dibuat sayur, manisan, acar, dan lalapan. Daun pisang banyak dimanfaatkan untuk membungkus. Daun-daun yang tua dan kulit buah pisang digunakan untuk pakan ternak dan biasa pula dibuat kompos. Batangnya digunakan untuk membuat


(12)

lubang pada bangunan, dan buahnya banyak digunakan sebagai makanan (Satuhu, 2006).

Untuk menghasilkan pisang kualitas ekspor, persyaratan yang harus dipenuhi, antara lain :

1. Hasil cukup tinggi dan seragam baik per individu maupun per luas areal (ha) 2. Kualitas tinggi, terutama panjang buah, kelengkungan buah, dan kekerasan 3. Pohon asal cukup tinggi dan sehat

4. Mempunyai aroma yang sedap sesuai dengan jenisnya, termasuk tingkat

kemasakannya

5. Resisten terhadap penyakit bercak daun, black sigatoca, dan fusarium 6. Mempunyai toleransi terhadap Radopholus similis (Suhardiman, 1997).

Keberhasilan usaha ditentukan oleh keberhasilan pemasaran. Saat ini, petani di desa-desa penghasil pisang tidak kesulitan menjual hasil karena didatangi tengkulak ( Suhardiman, 1997).

Syarat Tumbuh

Pisang Barangan termasuk tanaman yang gampang tumbuh. Agar produktivitas tanaman optimal, sebaiknya pisang ditanam di dataran rendah. Ketinggian tempat harus di bawah 1000m dpl. Iklim yang dikehendaki adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun (1500-2500 mm/tahun). Temperatur 15-35°C, optimal 27°C. Tanaman Pisang Barangan memberikan hasil yang baik pada musim hujan. Tanaman Pisang Barangan tumbuh optimal pada tanah bertekstur liat atau tanah alluvial, mengandung kapur, kaya akan bahan organik dengan pH tanah antara 4,5-7,5 (Satuhu, 2006).


(13)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009 Landasan Teori

Sistem usahatani mengandung pengertian pola pelaksanaan usahatani masyarakat yang berkaitan dengan tujuannya. Secara umum, tujuan utama pertanian atau usahatani yang diterapkan sebagian besar petani kita adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga (pola subsistence). Tetapi ada juga yang bertujuan untuk dijual ke pasar atau market oriented ( Daniel, 2002).

Prinsip ekonomi dalam proses produksi diartikan sebagai kaidah-kaidah atau asumsi yang dapat dipakai dalam menggunakan sumber daya yang terbatas dalam proses produksi agar tercapai hasil yang optimal. Sumber daya yang diartikan sebagai input atau pengorbanan untuk menghasilkan output tertentu. Input produksi yang diperlukan dalam usahatani berupa tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen (Prawirokusumo, 1990).

Masing-masing faktor produksi mempunyai fungsi yang berbeda-beda dan saling terkait satu sama lain. Kalau salah satu faktor produksi tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan terutama tiga faktor yakni tanah, tenaga kerja dan modal (Daniel, 2002).

Usahatani yang produktif berarti usahatani itu produktivitasnya tinggi. Pengertian produktivitas ini merupakan penggabungan konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu ke satuan input. Kapasitas tanah menggambarkan kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Secara teknis produktivitas adalah merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah) (Mubyarto, 1985).


(14)

Perilaku kenaikan hasil produksi yang disebabkan oleh penambahan salah satu atau lebih faktor-faktor produksi sedangkan faktor produksi lainnya dianggap jumlahnya tetap. Dalam usahatani hal ini menunjukkan pada hukum kenaikan hasil yang makin berkurang (law of diminishing return), yang dirumuskan dalam perilaku hasil produksi yang marginal (marginal product). Jika semua faktor produksi ditambah sekaligus maka hasil produksi akan naik, peristiwa ini disebut efisiensi skala produksi yang menaik (increasing return to scale). Bila kenaikan hasil produksinya hanya sebanding atau tetap sama dengan hasil yang sebelumnya maka ini berarti efisiensi skala produksi adalah tetap (constant return to scale), sedangkan bila kenaikan hasil produksi menurun disebut efisiensi skala produksi yang menurun (decreasing return to scale) (Mubyarto, 1985).

Biaya usahatani biasanya diklasifikasi menjadi dua yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable costing). Yang dimaksud dengan biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi. Biaya yang lain umumnya masuk ke dalam biaya variabel karena besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi (Mubyarto, 1994).

Curahan tenaga kerja adalah besarnya penggunaan tenaga kerja pada setiap tahapan pekerjaan pengolahan. Tenaga kerja merupakan faktor produksi, tenaga kerja diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja manusia terdiri atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Perhitungan tenaga kerja ketiga jenis tersebut berbeda-beda, perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan proses produksi adalah menggunakan satuan HKO.

Fungsi produksi yang sering digunakan dalam bidang pertanian adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu


(15)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut variabel independen,yang dijelaskan (Y), dan variabel lain disebut variabel dependen, yang menjelaskan (X). Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh variasi X (Soekartawi, 1994).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan adalah suatu ukuran balas jasa terhadap faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi. Pengukuran pendapatan untuk tiap-tiap jenis faktor produksi yang ikut dalam usaha tergantung kepada tujuannya. Ada beberapa pembagian tentang pendapatan yaitu :

1. Pendapatan bersih (Net Income) adalah pendapatan usaha dikurangi biaya.

2. Pendapatan tenaga kerja (Labour Income) adalah jumlah seluruh

penerimaan dikurangi biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja.

3. Pendapatan tenaga kerja keluarga(Family’s Labour Income) adalah total pendapatan tenaga kerja ditambah tenaga kerja dalam keluarga.

4. Pendapatan keluarga pengolah (Family’s Income) adalah pendapatan


(16)

Kerangka Pemikiran

Petani pisang barangan merupakan petani yang mengusahakan tanaman pisang barangan. Petani pisang barangan melakukan kegiatan usahatani pisang barangan untuk memperoleh pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pendapatan yang ia peroleh mayoritas berasal dari usahatani pisang barangan.

Usahatani pisang barangan merupakan usaha budidaya dan pengembangan tanaman pisang barangan. Usahatani ini meliputi sistem perbanyakan dan pemeliharaan. Teknik perbanyakan pisang barangan menjadi salah satu kunci sukses untuk menghasilkan pisang barangan yang berkualitas. Walaupun terkadang terdapat masalah dalam usaha ini tetapi petani selalu berusaha untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.

Adanya permintaan yang meningkat terhadap pisang barangan sedangkan kemampuan untuk menghasilkan rendah, maka diperlukan suatu teknologi untuk menghasilkan produksi pisang yang tinggi dan berkelanjutan. Oleh karana itu, para petani diberikan suatu teknologi yaitu teknologi double raw yang meliputi teknologi dalam pengaturan jarak tanam pisang barangan. Dengan adanya double raw ini diharapkan produksi dari tiap lahannya meningkat.

Dalam melakukan kegiatan usahataninya, para petani membutuhkan faktor-faktor produksi. Adapun faktor-faktor produksi tersebut yaitu lahan, bibit, pupuk, pestisida, alat-alat, dan tenaga kerja untuk mengusahakan usahatani tersebut. Dalam melakukan usahatani pisang barangan maka diperlukan faktor-faktor produksi, dimana faktor-faktor-faktor-faktor produksi tersebut menjadi biaya dalam


(17)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

usahatani pisang barangan. Setelah biaya dikumpulkan lalu diperoleh biaya produksi usahatani pisang barangan.

Setelah dilakukan usaha budidaya pisang barangan maka tanaman pisang akan berproduksi, akhirnya para petani akan panen dan menjual hasilnya kepada pedagang dengan harga jual yang sesuai dengan biaya produksinya dan kualitas dari produk tersebut. Dengan adanya harga jual, maka para petani akan memperoleh penerimaan dimana penerimaan ini diperoleh berdasarkan jumlah produksi yang ia jual dan harga jual yang ia tawarkan. Dari penerimaan ini, diperoleh pendapatan, dimana pendapatan diperoleh dari jumlah penerimaan dikurangi seluruh biaya.


(18)

Keterangan :

: menyatakan hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Faktor-faktor produksi

• Lahan

• Bibit, pupuk, pestisida

• Alat, mesin

• Tenaga kerja

Usahatani Pisang Barangan

Produksi

Penerimaan Biaya Produksi

Pendapatan Harga Jual

Sistem Double Raw Sistem Konvensional

Faktor-faktor produksi

• Lahan

• Bibit, pupuk, pestisida

• Alat, mesin

• Tenaga kerja

Produksi Biaya Produksi

Penerimaan

Pendapatan Harga Jual


(19)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009 Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem

double raw dengan sistem konvensional.

2. Ada pengaruh nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman pisang barangan.

3. Ada perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan antara sistem double raw dengan sistem konvensional.

4. Ada perbedaan pendapatan usahatani Pisang Barangan sistem double raw dengan sistem konvensional.


(20)

III. METODE PENELITIAN

Metode Penentuan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) yaitu Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-biru, Kabupaten Deli Serdang dimana kecamatan ini merupakan sentra penghasil pisang terbesar di Sumatera Utara.

Desa lokasi penelitian di Kecamatan STM Hilir adalah Desa Nagara, Desa Kutajurung, dan Desa Talun Kenas, dan di Kecamatan Biru-Biru adalah Desa Namo Tualang. Pemilihan desa tersebut sebagai tempat penelitian disebabkan oleh kecamatan tersebut merupakan penghasil produksi Pisang barangan terbesar di Kabupaten Deli Srdang dan pada desa tersebut sedang dilaksanakan Program Penyebaran Transfer Teknologi Double Raw untuk komoditi Pisang Barangan, yang dilaksanakan oleh organisasi USAID (United States Agency of international Development) dan DAI (Development Alternative Incoorporation) melalui program AMARTA (Agribusiness Market and Support Activity).


(21)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Tabel 3. Data Produksi Tanaman Pisang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007

No. Kecamatan

Jlh Tan. Akh. Triwln yg lalu

(pk) Tanaman Baru (pk) Tanaman dibongkar (pk)

Jlh tan. Akhir tri lap (pk)

Tanaman blm menghslkan

(pk)

Tanaman produktif (pk)

Tanaman produktif yg sdg menghslkan Tanaman produktif tdk menghslkan (pk) Produksi (kwintal)

pokok Ha

1 Lubuk Pakam 7.235 - 4.615 2.620 2.120 500 500 0,50 150 87,50 2 Pagar Merbau 3.800 1.300 1.900 3.200 1.400 2.200 2.200 2,20 200 400,00 3 Beringin 13.050 - 2.500 10.550 9.975 13.050 2.500 2,50 11.550 288,75 4 Gunung Meriah 83.270 1.000 - 84.270 - 84.270 23.000 23,00 69.270 3.900,00

5 Biru-Biru 257.000 - - 257.000 12.000 257.000 150.000 150,00 220.000 15.000,00

6 Patumbak 6.400 900 400 6.900 900 6.400 2.000 2,00 4.500 325,00 7 STM Hulu 90.000 68.000 - 158.000 31.000 141.000 41.000 41,00 131.000 4.700,00

8 STM Hilir 2.100.000 2.000 - 2.102.000 500.000 2.002.000 800.000 800,00 1.702.000 110.000,00

9 Deli Tua 3.200 - - 3.200 - 3.200 1.500 1,50 3.000 185,00 10 Pancur Batu 165.800 - - 165.800 50.000 165.800 80.000 80,00 135.800 10.000,00 11 Namorambe 221.600 13.250 12.000 222.850 18.500 224.800 200.000 200,00 140.000 27.490,00 12 Sibolangit 2.500 - - 2.500 - 2.500 750 0,75 2.000 115,00 13 Kutalimbaru 18.000 - - 18.000 16.000 17.200 7.000 7,00 12.200 1.000,00 14 Sunggal 15.000 - 1.000 14.000 - 14.000 10.000 10,00 13.000 1.450,00 15 Hamparan Perak 425 145 290 280 175 425 50 0,05 375 5,50 16 Labuhan Deli 3.519 1.100 3.130 1.489 2.400 1.479 600 0,60 1.209 67,50 17 Batang Kuis 1.875 1.200 - 3.075 800 2.275 1.820 1,82 1.993 123,20 18 Percut Sei Tuan 72.000 - - 72.000 - 72.000 25.000 25,00 60.000 3.600,00 19 Pantai Labu 470 - - 470 - 470 130 0,13 420 20,25 20 Tanjung Morawa 1.800 2.050 1.070 2.780 1.700 2.830 1.230 1,23 1.830 166,50 21 Galang 5.050 600 3.050 2.600 2.700 4.000 1.200 1,20 2.950 182,50 22 Bangun Purba 121.500 - 60.000 61.500 - 121.500 30.000 30,00 96.500 3.500,00 Jumlah 3.193.494 91.545 89.955 3.195.084 619.045 3.036.089 1.136.342 1.136,34 2.316.204 182.606,70 Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, 2008


(22)

Metode Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah usahatani Pisang Barangan dengan sub-populasi usahatani sistem konvensional dan usahatani (lahan demplot) Pisang Barangan dengan sistem double raw. Metode pengambilan sampel untuk usahatani sistem Double Raw dilakukan secara Sensus sedang pengambilan sampel untuk usahatani sistem konvensional dilaksanakan secara simple random

sampling. Sub-populasi untuk sistem double raw ada sebanyak 6 unit dan yang

diambil sebagai sampel adalah keseluruhannya. Sub-populasi untuk sistem konvensional ada sebanyak 2803 unit dan yang diambil sebagai sample sebanyak 30 unit, karena sampel bersifat homogen.

Tabel 4. Distribusi Populasi dan Sampel Penelitian Berdasarkan Sistem Usahatani Double Raw dan Sistem Usahatani Konvensional

Sistem Usahatani

Kecamatan Pengelola Usahatani Populasi (unit) Sampel (unit) Luas Lahan (Ha) TOTAL Sistem Double Raw

STM Hilir :

Desa Kutajurung, Desa Talun Kenas, dan Desa Nagara

Amarta 2 2 0,5 6

Petani 2 2 1

Biru-Biru :

Desa Namo Tualang

Amarta 1 1 0,5

Petani 1 1 1

Sistem Konvensional

STM Hilir :

Desa Kutajurung, Desa Talun Kenas, dan Desa Nagara

Amarta 2 15 0,5 30

Petani 1500 0,5

Biru-Biru :

Desa Namo Tualang

Amarta 1 15 0,5

Petani 1300 0,5

Sumber : Koordinator Lapangan Amarta (2008)

Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan koordinator lapangan demplot, dan dari petani dengan menggunakan daftar kuisioner yang


(23)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

telah dipersiapkan terlebih dahulu, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian Kabupaten Deli Serdang, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.

Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan ditabulasi dan diolah sesuai dengan metode analisis data yang sesuai.

a. Untuk menyelesaikan hipotesis 1:

Untuk menghitung produktivitas tanaman Pisang Barangan digunakan perhitungan, sebagai berikut :

Input Output lahan

s

oduktivita =

Pr

=

dan sisir Jumlah

tan

=

Ha

aman Jumlah tan

b. Untuk menyelesaikan hipótesis 3:

Untuk biaya produksi usahatani Pisang Barangan digunakan rumus total biaya :

TC = FC + VC

Keterangan:

TC = Total Cost (Biaya Total) FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) VC = Variabel Cost (Biaya Variabel)


(24)

c. Untuk menyelesaikan hipótesis 4:

Untuk pendapatan usahatani Pisang Barangan digunakan rumus total biaya:

Pendapatan Bersih : Pd = TR – TC

Keterangan:

Pd = Pendapatan usahatani (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp)

Lalu untuk menguji hipotesis 1,3,dan 4 digunakan Uji beda rata-rata setiap variabel usahatani baik sistem konvensionala maupun sistem double raw, dan yang akan digunakan uji Beda rata-rata (Compare Means) T-test, karena yang diukur adalah sampel bukan populasi.

Uji Beda rata-rata (Compare Means)T-test terdiri dari 4 jenis yaitu: 1. One sample T-test : digunakan untuk satu kasus sampel.

2. Two sample T-test : digunakan untuk menguji rerata (mean) dua sampel,

terbagi 2 macam yaitu :

Paired sample T-test : digunakan untuk dua sample yang

berhubungan/berpasangan.

Independent sample T-test : digunakan untuk dua sample yang

tidak berhubungan.

3. One-way ANOVA : digunakan untuk analisis varians satu variabel

independen.

Dalam penelitian ini yang akan dibandingkan adalah rata-rata usahatani dengan sistem konvensional dan usahatani dengan sistem double raw. Adapun jumlah sampel usahatani sistem konvensional adalah 30 usahatani dan sistem


(25)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

double raw berjumlah 6 usahatani. Karena berasal dari dua sampel yang berbeda dan sistem tanam yang berbeda, maka uji beda rata-rata yang digunakan dalam penelitian ini adalah Independent sample T-test.

Persyaratan penggunaan rumusan t-test adalah : a. Datanya harus berskala interval atau rasio.

b. Sampel diambil secara random dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk tes signifikansinya dapat digunakan tabel kritik F dengan terlebih dahulu menetapkan derajat kebebasannya yaitu menggunakan ketentuan sebagai berikut (n1-1) dan (n2-1). Jika F observasi harganya lebih kecil dari

pada harga kritik F dalam tabel dengan tingkat kepercayaan 95 % (taraf signifikansi 0,05), maka varians-varians tersebut adalah homogen, dan sebaliknya jika F observasi lebih besar dari pada harga F dalam tabel maka dapat dipastikan varians sampel tersebut adalah heterogen (Soepono.B,2002,).

Perhitungan varians dilakukan dengan rumus : 2 1 1 1 2 1 1 1

     

= X X

n S i 2 2 2 2 2 2 1 1

 −  −

= X X

n

S i (Sudjana,1992).

Bila dalam uji beda rata-rata metode independent sample T-test memiliki varians yang heterogen maka digunakan rumus :

t = X1 – X2

√S12 / n1 + S22 / n2

Keterangan :

X1 = rata-ratasampel usahatani sistem konvensional

X2 = rata-ratasampel usahatani sistem double raw


(26)

S22 = varianssampel usahatani sistem double raw

n1 dan n2= jumlah sampel pertama dan kedua

Sedangkan uji satistik independent sample T-test varians yang homogen yang digunakan rumus :

t = X1 – X2

∑X12 + ∑X22 / n ( n-1 )

Keterangan :

X1 = rata-ratasampel usahatani sistem konvensional

X2 = rata-ratasampel usahatani sistem double raw

∑X12 = jumlah kuadratsampel usahatani sistem konvensional

∑X22 = jumlah kuadratsampel usahatani sistem double raw

n1 dan n2= jumlah sampel

Kriteria Uji dengan 2 pihak:

-(t-tabel) ≤ th≤ t-tabel Hipotesis H0 diterima

th < -(t-tabel) atau th> t-tabel Hipotesis H1 diterima Jika :

H0 : µ1 = µ2 atau µ1 - µ2 = 0

H1 : µ1 ≠ µ2 atau µ1 - µ2 ≠ 0

Keterangan :

µ1 =Rata-rata variable I (Usahatani Pisang Barangan dengan sistem

konvensional)

µ2 = Rata-rata variable II (Usahatani Pisang Barangan dengan sistem double

raw) (Sudjana, 1992 ).

d. Untuk menguji hipótesis 2 diuji dengan fungís Cobb-Douglas dengan model

Y = f(X1,X2,...Xn)


(27)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

untuk memudahkan pendugaan maka persamaan di atas ditransformasikan ke dalam bentuk linier

Dimana:

Y = Produktivitas Pisang Barangan (sisir/ha) bo

=

Konstanta

b1-n= Koefisien regresi dari setiap faktor produksi

X1 = Jumlah Bibit (Batang)

X2 = Jumlah Pupuk (Kg)

X3 = Jumlah Obat-Obatan (Kg) hipotesis 2 :

Ho = Ada pengaruh yang tidak nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman.

H1 = Ada pengaruh nyata faktor bibit, dosis pupuk, dan obat-obatan

terhadap produktivitas tanaman. Kemudian diuji dengan menggunakan:

Dimana:

r2 = Koefisien determinasi

n = Jumlah sampel

k = Derajat pembilang bebas

n-k-1 = Derajat bebas penyebut Kriteria uji:

F-hitung < F-tabel : Hipotesis H0 diterima (H1 ditolak)

F-hitung > F-tabel : Hipotesis H1 diterima (H0 ditolak)

Xn bn X b X b X b b Y

Log =log o + 1log 1+ 2log 2 + 3log 3 +... log

) 1 ( ) 1 ( : 2 − − − − k n r k r hitung F


(28)

Defenisi dan Batasan Operasional

Defenisi dan batasan operasional digunakan untuk menjelaskan dan menghindari kesalahpahaman atas pengertian dalam penelitian ini, maka diberikan beberapa defenisi dan batasan operational.

Defenisi

1. Usahatani Pisang Barangan adalah suatu kegiatan untuk mengembangkan dan memelihara tanaman Pisang Barangan.

2. Usahatani Pisang Barangan dengan sistem konvensional adalah usahatani Pisang barangan dengan sistem tradisional dengan jarak tanam 3 x 3 m atau 2 x 3,5 m tanpa perlakuan perawatan yang khusus.

3. Usahatani Pisang Barangan dengan sistem double raw adalah usahatani Pisang Barangan dengan menggunakan teknologi doule raw (dua jalur) dengan jarak tanam 1m x 2m x 4m dan menggunakan perawatan khusus.

4. Produksi adalah hasil yang diperoleh dari kegiatan usahatani Pisang Barangan yaitu Pisang Barangan yang siap dijual.

5. Biaya produksi usahatani Pisang Barangan merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama proses usahatani Pisang Barangan.

6. Harga jual pisang barangan adalah harga jual pisang barangan dari petani pisang barangan.

7. Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari perkalian total produksi dengan harga jual.


(29)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009 Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Desa Talun Kenas, Desa Negara, dan Desa

Kutajurung, Kecamatan STM Hilir dan desa Namo Tualang, Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2008, dimana penelitian dilakukan hanya sampai tanaman induk berproduksi.

3. Produktivitas Pisang barangan diukur dari : 1) Jumlah sisir per tandan dan


(30)

IV. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

1. KECAMATAN STM HILIR

Letak dan Geografis Kecamatan STM Hilir

1. Luas Daerah

Kecamatan Hilir memiliki luas 190,50 Km2.Kecamatan STM Hilir terdiri dari 15 Desa dan 80 Dusun. Kecamatan STM Hilir dikelilingi oleh Kecamatan Patumbak, Bangun Purba, Biru-biru dan Kecamatan STM Hulu. 2. Keadaan Alam/Topografi

Kecamatan STM Hilir berada di dataran rendah dengan ketinggian 190 s/d 500 m dpl, dimana sebelah selatan berbatasan dengan bukit kecil . Wilayah STM Hilir termasuk wilayah pedesaan dimana masih banyak terdapat ladang atau sawah yang digunakan untuk bertani untuk memenuhi kebutuhan hidup. 3. Iklim

Kecamatan STM Hilir beriklim sedang, yang terdiri dari 2 iklim/musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kedua musim ini dipengaruhi oleh 2 angin yaitu angin laut dan angin gunung. Musim kemarau terjadi pada bulan Januari - Agustus dan musim hujan biasanya terjadi pada bulan September - Desember.

4. Batas-batas

- Utara berbatasan dengan Kecamatan Patumbak dan Biru-biru

- Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hulu


(31)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

- Barat berbatasan dengan Kecamatan Biru-biru

Keadaan Penduduk

Penduduk Kecamatan STM Hilir sebanyak 30.098 jiwa terdiri dari 7.257 KK yang didiami berbagai suku, dimana satu sama lain hidup rukun dan mampu memelihara adat-istiadat dan tenggang rasa antar pemeluk agama yang berbeda.

Mata pencaharian utama penduduk di Kecamatan STM Hilir adalah bertani. Selain bertani penduduk juga ada yang bekerja sebagai pegawai, pedagang, karyawan dan lain-lain. Persentase mata pencaharian penduduk di Kecamatan STM Hilir yaitu :

a. Pertanian : 73,2 %

b. Karyawan Swasta : 13,4 %

c. Pegawai ABRI : 5,6 %

d. ABRI : 0,1 %

e. Perdagangan : 6,4 %

f. Lainnya : 1,3 %

Mayoritas penduduk di Kecamatan STM Hilir merupakan Suku Batak Karo. Pada umumnya penduduk sudah saling mengenal satu sama lainnya. Keakraban penduduk dapat dilihat dari adanya gotong royong, acara-acara adat yang dilakukan, misalnya pelaksanaaan acara perkawinan yang dilakukan sesuai adat istiadat. Berikut adalah persentase suku bangsa di Kecamtan STM Hilir

a. Jawa : 39,2 %

b. Melayu : 0,8 %

c. Karo : 43,4 %

d. Simalungun : 3,2 %

e. Toba/Tapanuli : 5,2 %

f. Mandailing : 3,2 %


(32)

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang tersedia dengan baik dapat memperlancar jalannya laju pembangunan sehingga mempengaruhi perkembangan masyarakat untuk meraih kehidupan yang lebih baik. Pada umumnya sekitar 85% jalan sudah diaspal sehingga transportasi di kecamatan ini menjadi lancar, seperti Desa Sumbul, Talun Kenas, Negara, dan Desa Kutajurung namum sekitar 15% desa yang masih belum diaspal sehingga desa tersebut masih tertinggal terutama dalam hal bantuan dari pemerintah.

Sarana dan prasarana (misalnya sekolah, pasar, dan jembatan ) hampir 90% sudah lengkap, hanya saja sarana dan prasarana tersebuit dalam jumlah yang kecil sehingga desa-desa tersebut berkembang dengan lambat. Salah satu actor yang mempengaruhi perkembangan di desa ini adalah sarana komunikasi, dimana sarana komunikasinya sudah lengkap, seperti televisi, radio dan telepon.

2. KECAMATAN BIRU-BIRU

Letak dan Geografis Kecamatan Biru-Biru

2.1.Luas Daerah

Kecamatan Biru-Biru memiliki luas 89,69 Km2 atau sekitar 8.969 Ha. Kecamatan Biru-Biru terdiri dari 17 Desa dan 89 Dusun dan ibukotanya terletak di Desa Biru-Biru.

2.2.Keadaan Alam/Topografi

Kecamatan Biru-biru terletak di dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 s/d 550 m dpl. Wilayah kecamatan biru-biru masih banyak terdapat ladang


(33)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

ataupun sawah, dimana ladang-ladang tersebut terletak jauh dari jalan, sehingga sawah atau ladang mereka dalam jumlah yang besar. Kecamatan Biru-biru juga memiliki banyak objek wisata yang alami seperti sungai, sehingga banyak orang berkunjung ke kecamatan ini.

2.3.Iklim

Kecamatan Biru-Biru mempunyai 2 (dua) musim yaitu musim kemarau dan musim hujan, kedua musim tersebut dipengaruhi oleh angin laut dan angin gunung. Musim hujan terjadi pada bulan September-Desember, sedangkan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Januari-Agustus.

2.4.Batas-batas

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Deli Tua

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan STM Hilir

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Patumbak

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Namo Rambe

Keadaan Penduduk

Penduduk Kecamatan Biru-biru sebanyak 33.601 jiwa., yang terdiri dari 16.926 orang laki-laki dan 16.675 orang perempuan. Terdapat Bermacam-macam suku bangsa dan agama, dimana sekitar 45% mayoritas suku Suku Karo, dan 65% mayoritas agama Islam. Satu sama lainnya hidup rukun dan mampu memelihara adat-istiadat dan tenggang rasa antar pemeluk agama yang berbeda. Ini dapat dilihat dari acara-acara adat yang dilakukan, dimana para tetangga ikut serta membantu dalam acara adat tersebut. Mata pencaharian penduduk umumnya adalah bertani yaitu sekitar 72,32%. Mata pencaharian lainnya adalah karyawan swasta PNS, ABRI, pedagang dan lainnya.


(34)

Sarana dan Prasarana

Kecamatan Biru-biru dapat dikatakan wilayah yang sedang berkembang karena sarana dan prasaran sudah hampir lengkap yaitu sekitar 80%, dimana sekolah, tempat ibadah, jembatan, dan puskesmas sudah ada di kecamatan tersebut, hanya saja jumlahnya tidak begitu banyak. Hampir 45% di desa-desa tersebut memiliki sarana tersebut, misalnya Desa Namo Tualang, dimana desa tersebut sudah memiliki sekolah mulai dari SD dan SLTP, dan sarana kesehatan di kecamatan ini sudah baik, ini terbukti dari hampir 85% desa sudah memiliki puskesmas pembantu.

KARAKTERISTIK SAMPEL

A. Usahatani Pisang Barangan Sistem Konvensional

Sampel dalam penelitian ini adalah usahatani Pisang Barangan dengan sistem konvensional dan sistem double raw. Pengambilan sampel usahatani sistem konvensional dilakukan secara acak (random) di dua kecamatan, yaitu Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru. Karakteristik usahatani sampel meliputi luas lahan, jarak tanam, kepemilikan dan pola usahatani.

Dari lampiran 1 terlihat range luas lahan usahatani sampel adalah antara 0,2 – 1 Ha dengan rata-rata luas lahan adalah 0,62 Ha. Pada umumnya lahan sudah merupakan milik sendiri, tetapi ada juga usahatani yang disewa, hanya saja walaupun lahan tersebut sudah milik sendiri tapi lahan tersebut tidak dikenakan pajak.


(35)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Pada umumnya usahatani Pisang Barangan sistem konvensional menggunakan jarak tanam 3m x 3m. Dimana dengan jarak tanam ini hanya bisa menanam tanaman pisang sebanyak 1.000-1.300 batang.

Usahatani tersebut merupakan usahatani yang polikultur, yang artinya dalam usahatani tersebut banyak ditanami komoditi. Pada umumnya dalam usahatani tersebut ditanami tanaman Pisang Barangan, Cokelat, Jagung dan Pepaya, dan Kelapa Sawit.

B. Usahatani Pisang Barangan Double Raw

Pengambilan usahatani sampel sistem double raw dilakukan dengan cara sensus, dimana semua populasi menjadi sampel.

Pada sistem Double Raw jarak tanam Pisang Barangan adalah 1m x 2m x 4m sehingga populasi tanaman Pisang Barangan bisa mencapai 2.000 – 2.200 tanaman.

Usahatani tersebut merupakan usahatani yang polikultur karena dalam usahatani tersebut ditanami lebih dari 1 tanaman. Tetapi yang disarankan adalah jenis tanaman yang tidak memperoleh hasil dari akar, seperti semangka, untuk menghindari persaingan penyerapan unsur hara.

Dari lampiran 19 dapat dilihat bahwa range luas lahan usahatani sampel adalah 0,32 – 1,7 Ha, dengan rataan luas lahan 0,97 Ha. Beberapa usahatani Pisang Barangan sistem Double raw dikelola oleh AMARTA sebagai proyek percontohan AMARTA, yang didanai oleh USAID, yang berjangka waktu tiga tahun dari September 2006-September 2009. Proyek ini bertujuan untuk membantu Pemerintah Indonesia membangun sistim agribisnis yang kokoh di


(36)

Indonesia, yang dapat memberikan kontribusi bermanfaat dalam terciptanya lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi, dan kesejahteraan. AMARTA bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan swasta, masyarakat petani, dan pihak-pihak lain untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan kualitas produk dalam mata rantai nilai. Termasuk dalam rantai nilai tersebut adalah komoditas ekspor bernilai tinggi, produk-produk hortikultura berkualitas, seperti kakao di Sulawesi dan komoditas-komoditas lain di Sumatra Utara dan/atau Aceh, Bali, Jawa, Papua dan wilayah NTT/NTB untuk tujuan pasar-pasar domestik dan ekspor.

AMARTA fokus pada peningkatan produktivitas dan kualitas agrikultura untuk meningkatkan akses pasar. AMARTA memberikan bantuan teknis dengan menyediakan tenaga ahli berpengalaman dari Indonesia maupun ahli agribisnis internasional untuk mengidentifikasi, menilai dan memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang menghambat daya saing produk-produk agribisnis Indonesia. Program kegiatan AMARTA dan hasilnya akan diperkenalkan di berbagai wilayah di Indonesia dengan menggunakan metode tepat guna agar target yang diinginkan dapat tercapai, yakni dengan menggunakan program pendidikan dengan bekerja sama dengan badan badan pemerintah, asosiasi, perusahaan-perusahaan agribisnis, dan penyedia jasa bisnis. Program ini akan mengadakan seminar nasional dan regional, pelatihan dan kampanye di media massa.


(37)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

V. TEKNIS BUDIDAYA PISANG BARANGAN SISTEM

KONVENSIONAL DAN SISTEM DOUBLE RAW

Teknis Budidaya Pisang Barangan

Budidaya Pisang Barangan dengan sistem konvensional merupakan budidaya Pisang Barangan dengan sistem tradisional, dimana dalam sistem ini para petani hanya menanam dan memelihara tanaman Pisang Barangan dengan seadanya (sesuai kondisi keuangan) sehingga hasil yang diperoleh tidak begitu memuaskan.

Budidaya Pisang Barangan dengan sistem Double Raw adalah Teknologi yang diterapkan pada budidaya Pisang Barangan dengan metode penanaman dengan sistem dua jalur dan penjarangan anakan dengan menggunakan prinsip Mama-Anak-Cucu. Penanaman sistem doule raw dapat meningkatkan kepadatan populasi hingga mencapai 2.000-2.200 batang per hektar.

Prinsip peremajaan anak-anak yang tumbuh untuk mencapai sebuah rentetan produksi Mama-Anak-Cucu diharapkan dapat mencegah perkembangbiakan yang ganda (membiarkan dua anak pisang yang baru tumbuh hidup untuk produksi) di kebun pisang dan merawat kepadatan populasi yang stabil. Metode ini diharapkan dapat membantu petani untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi.


(38)

Pada sistem konvensional pengolahan lahan dilakukan satu kali. pengolahan tersebut dapat dilakukan secara mekanis, kimia, dan secara manual. Secara mekanis yaitu dengan menggunakan alat-alat seperti traktor. Ini dilakukan bila tanah tersebut sudah padat, dan membutuhkan waktu yang singkat. Secara kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida, ini dilakukan bila lahan tersebut hanya ditumbuhi oleh ilalang atau tumbuhan tersebut tidak terlalu tinggi. Secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia. Ini dilakukan bila keadaan topografi yang terlalu terjal, sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan traktor.

Pada sistem double raw, lahan yang mempunyai rumputan tebal dilakukan pembabatan kemudian dibersihkan. Bila tanahnya padat sebaiknya dilakukan pembajakan (dengan traktor) kemudian dilakukan penggaruan atau dilakukan pentraktoran dua kali dengan jalur yang berbeda (memotong). Lahan yang gembur (tidak padat) setelah dilakukan pembabatan dan pembersihan sudah siap untuk ditanam. Pada sistem double raw pengolahan lahan dilakukan secara mekanik atau manual, karena pada sistem double raw, penggunaan bahan kimiawi sangat dihindari.

Pemilihan Bibit

Pada sistem konvensional, bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang diperoleh dari tanaman induk yang sudah tebang beberapa kali. Bibit yang digunakan tidak begitu seragam, ada yang menggunakan anakan yang muda, sedang dan dewasa, sehingga pertumbuhan tanaman tidak serentak. Pada sistem konvenional bibit yang digunakan tidak diperhatikan apakah bibit tersebut sehat atau tidak sehingga kemungkinan bibit yang digunakan adalah


(39)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

3 meter

3 meter

bibit yang sudah terinfeksi penyakit. Bibit yang sudah tersedia langsung ditanam tanpa adanya perlakuan khusus.

Pada sistem double raw, bibit yang baik adalah berasal dari kultur jaringan, tetapi jika tidak ada maka dipergunakan dari anakan dari pohon induk yang sudah cukup tua (sudah tebang beberapa kali dalam satu rumpun) dan mempunyai batang dan buah yang masih bagus. Bibit yang demikian pada umumnya sudah terseleksi secara alamiah (unggul). Anakan yang dijadikan bibit yang bersumber dari pohon induk dapat dikelompokkan menjadi (anakan dewasa ”maiden sucker” dan rebung ”peeper”). Anakan dewasa (berdaun 2 helai) dan anakan sedang (berdaun satu helai) sudah siap ditanam di lapangan.

Ukuran bibit yang berasal dari anakan berkisar antara 60-70 cm (seragam). Sebelum ditanam disterilkan dengan menggunakan bayclin dosis 30 cc per liter air. Anakan muda dan rebung sebaiknya disemaikan terlebih dahulu dengan menggunakan polybag hingga tinggi anakan mencapai 60-70 cm baru ditanam di lapangan.

Pengajiran


(40)

4 atau 5 meter

1 meter 1,75 atau 2 meter

Utara Pada sistem konvensional lubang sudah disiapkan tanpa menggunakan ajir. Pada sistem konvensional jarak tanam yang digunakana antar baris adalah 3m dan jarak antar larikan adalah 3m (3m x 3m), sehingga pada sistem konvensional populasi tanaman Pisang Barangan adalah 1.100-1.300 tanaman dan tidak pola penanaman tidak memperhatikan arah sinar matahari.

Gbr 3. Pola Jarak Tanam Pisang Barangan dengan Sistem Double Raw

Pada sistem double raw tempat lubang dibuat terlebih dahulu ditandai dengan ajir bambu dengan panjang lebih kurang 1,2 meter. Jarak tanam yang dipergunakan dalam satu larikan 2m x 1 m dan antar larikan 3 atau 4 m.dan pada sistem double raw bisa ppopulasi tanaman bisa mencapai 2.000-2.200 tanaman. Pada sistem double raw penanaman diatur ke arah timur (menurut arah sinar matahari) sehingga sinar matahari yang diperoleh tanaman untuk berfotosintesis lebih optimal.

Penanaman

Pada sistem konvensional bibit yang sudah tersedia dapat langsung ditanam. Tapi sebelum penanaman, lubang tanam diberikan pupuk kandang sebagai pupuk dasar, dengan besar lubang adalah 30cm x 30 cm x 40cm,


(41)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

lubang tersebut dibiarkan selama 2 minggu, lalu setelah itu bibit langsung dapat ditanam dan lubang ditutup dengan tanah galian.

Pada sistem double raw bibit yang berasal dari perbanyakan kultur jaringan atau anakan yang sudah berada di dalam polybag, maka terlebih dahulu dikeluarkan dari polybag dengan hati-hati agar tanah jangan pecah. Bibit yang sudah dikeluarkan dari polybag ditanam pada lubang yang sudah disediakan. Bibit yang berasal dari anakan setelah disterilisasi dapat ditanam pada lubang yang dipersiapkan. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30cm x 30cm x 30cm atau disesuaikan dengan ukuran bibit. Lubang ditutup kembali dengan tanah galian.

Pengaturan Anakan

Pada sistem konvensional setelah tanaman tumbuh, lalu anakan dibiarkan tumbuh tanpa memperhatikan banyaknya anakan, sehingga terjadi persaingan anakan dalam penyerapan unsur hara, sehingga lambat laun anakan tersebut akan mati karena tidak mampu bersaing dengan tanaman lain untuk memperoleh makanan. Anakan yang sudah agak besar dapat dipotong untuk dijadikan bibit tanaman yang baru. Anakan dipotong dengan menggunakan pisau lalu dipindahkan ke dalam polybag. Pemotongan anakan ini dilakukan ketika tanaman sudah berumur 8 bulan.

Pada sistem double raw penyeleksian anakan dalam satu rumpun dilaksanakan 7-8 minggu sekali. Dalam satu rumpun hanya dibiarkan maksimum 3 batang, yakni membentuk sebuah rentetan 1 batang mama (induk), 1 batang anak dan 1 batang cucu. Anakan yang berlebih dalam satu rumpun dikurangi dengan cara memotong miring keluar dengan menggunakan


(42)

parang dan pemotongan ini jangan sampai merusak tanaman utama (MAMA-ANAK-CUCU). Anakan yang dikeluarkan dari rumpun masih mempunyai bonggol dan sudah berukuran 60-70 cm ditanam di lahan sedangkan yang masih kecil dimasukkan ke dalam polybag untuk dijadikan bahan bibit.

Gambar 4. Rentetan Mama-Anak-Cucu Anakan yang dibiarkan Anakan yang dibuang

Penyiangan

Pada sistem konvensional penyiangan dilakukan 1 x 3 bulan, sehigga penyiangan dapat dilakukan 3-4 kali dalam setahun. Pada umumnya penyiangan dillakukan secara kimiawi yaitu dengan menggunakan herbisida karena dengan penyemprotan herbisida, waktu yang digunakan lebih singkat..

Pada sistem double raw penyiangan disesuaikan dengan pertumbuhan rumput/tanaman pengganggu yang ada di areal perkebunan pisang. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia, sehingga biaya yang dikeluarkan lebih besar. Penyiangan ini ditujukan untuk membersihkan jalur tanaman pisang dari rerumputan, sedangkan sampah-sampah yang ada diletakkan di tengah gang (antara jalur).


(43)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Pada sistem konvensional alat yang digunakan adalah pisau. Pembersihan batang dilakukan 1 x 2 bulan. Pembersihan batang ini dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia. Daun yang dipotong adalah daun yang sudah benar-benar kering dan pemotongan tidak terlalu dekat dengan batang tanaman dan jumlah daun yang harus ditinggalkan tidak dibatasi.

Pada sistem double pembersihan batang dilakukan 1 x 2 bulan. Alat yang digunakan adalah pisau dan parang. Alat-alat yang digunakan harus benar-benar bersih, yaitu direndam dengan larutan desinfektan. Batang pisang dibersihkan dari daun-daun yang kering ataupun daun-daun yang sudah sakit. Bagian daun yang sakit dipotong untuk mengurangi serangan penyakit dan tetap menjaga jumlah daun (minimal 6). Daun yang telah tua (kering lebih dari 50%) dipotong dan dibuang, karena dianggap tidak berfungsi lagi bagi tanaman. Metode pemotongan daun relatif dekat dengan batang.

Gambar 5. Proses Pembersihan Batang

Daun yang telah tua (kering lebih dari 50%) sudah dapat dipotong dan dibuang, karena dianggap tidak berfungsi lagi bagi tanaman. Metode pemotongan pelepah relative dekat dengan batang.


(44)

Pemupukan pada sistem konvensional dilakukan 1 x 2 bulan atau 1 x 3 bulan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk makro yang diberikan melalui akar dengan cara ditabur. Pada umumnya pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, Urea, KCL dan NPK. Dosis Pupuk Kandang yang diberikan adalah 5 Kg/batang, dosis Pupuk Urea adalah 200-300 gr/batang, dosis Pupuk KCL adalah 100 gr/batang dan dosis pupuk NPK adalah 200-230 gr/batang. Pupuk diberikan pada radius 30 cm dari akar tanaman.

Pada sistem double raw pemupukan dilakukan 1 x 1 bulan. Pupuk yang diberikan adalah pupuk makro dan pupuk mikro. Pupuk makro diberikan melalui akar dengan cara ditabur, dan pupuk mikro diberikan melalui daun dengan cara disemprot. Pupuk yang dipergunakan adalah pupuk UREA = 36 gr/batang/bulan, KCL = 42 gr/batang/bulan dan Dolomit = 63 gr/batang/bulan. Metode pemberian pupuk sistem tabur melingkar dengan jarak 0-30 cm dari batang pada tanaman muda dan setengah lingkaran pada tanaman yang sudah pernah ditebang. Bila tanaman terlihat kekurangan unsur hara mikro maka pemupukan ditambah dengan pupuk daun seperti Growmore dengan dosis 1 gr/liter air dengan frekuensi 2 minggu sekali.

Gambar 6 . Pemupukan Daun dan Pemupukan tabur


(45)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Pada sistem konvensional tanaman Pisang Barangan tidak mendapatkan perawatan khusus, atau perawatan yang dilakukan hanya pemupukan, pembersihan batang dan penyiangan.

Pada sistem double raw tanaman Pisang Barangan mendapat banyak perawatan, atau dengan kata lain perawatan pada sistem double raw lebih intensif. Perawatan-perawatan itu antara lain :

1) Pasang Pita

Pemasangan pita dilakukan pada saat bunga/ontong pisang sudah merunduk ke bawah atau berkisar 1 minggu setelah keluar ontong. Pemasangan pita dilakukan dengan memanjat pohon dengan menggunakan tangga lalu pita (tali rapia) diikat pada dasar tandan. Pemberian pita dibedakan setiap minggu agar diketahui perbedaan umur setiap ontong/buah pisang, atau dengan kata lain untuk mengetahui waktu panen Pisang tersebut. Umur panen adalah 11-12 minggu dari keluar bunga.

Gambar 7. Proses Pemasangan Pita 2) Potong Kuku

Pemotongan kuku buah berfungsi untuk menjadikan buah mulus (tidak terjadi goresan pada buah) dan penyerapan unsur hara optimal oleh bakal buah. Dilakukan dengan cara memetik kuku buah dengan tangan pada saat


(46)

buah masih muda. Dilakukan 3 x 1 minggu (tutup buah dibawahnya belum jatuh) dan dimulai dari buah yang paling atas. Potong kuku dilakukan 3-5 hari setelah keluar bunga.

Gambar 8. Proses Potong Kuku 3) Potong Ontong

Pemotongan ontong bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan unsur hara oleh bakal buah. Dilaksanakan pada saat buah di sisir terakhir sejajar dengan tanah atau 2 minggu setelah keluar bunga. Dilakukan dengan tangan tanpa alat seperti pisau. Pada saat pemotongan ontong, buah yang tidak sempurna juga turut dibuang dan ditinggalkan 1-2 buah dalam satu sisir.

Hama Penyakit Tanaman

Pada sistem konvensional untuk pengendalian hama penyakit tanaman dilakukan dengan pemberian obat-obatan (kimiawi), misalnya untuk mengatasi ulat penggerek batang digunakan pestisida seperti Curater dengan dosis 10-15 gr/batang yang diberikan 1-2 kali yaitu berumur 3 dan 5 bulan. Untuk mengatasi serangan seranggga digunakan insektisida yaitu dengan menyemprotkan pada tandan/buah yang dilakukan 1-2 kali dengan dosis tertentu.


(47)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Pada sistem double raw tanaman yang terkena penyakit kerdil, diatasi dengan membongkar tanaman yang sakit, alat yang digunakan disterilkan dengan disinfektan dan diganti dengan tanaman baru. Penyakit layu fusarium dicegah dengan pemilihan bibit yang sehat, pengunaan alat yang steril, dan menghindari mobilitas yang tinggi. Bila sudah terserang maka tanaman yang sakit dibongkar dan dibakar dan bila tidak memungkinkan maka tanaman dibunuh dengan menyuntikkan herbisida sistemik (seperti Round Up) dengan dosis 1 cc per 5 cm lingkar batang pada ketinggian 30 cm dari tanah. Maksimum penggunaan 15 cc per rumpun pisang.

Pengendalian terhadap penggerek batang dilakukan dengan sanitasi, karena hama ini hidup dan berkembang biak pada sampah-sampah yang membusuk. Tanaman yang sudah terserang, bila sudah tidak memungkinkan untuk dibiarkan tumbuh maka tanaman dipotong, dan bagian titik tumbuh dicongkel agar anakan cepat tumbuh.

Pengendalian terhadap Ulat pengulung daun yaitu secara mekanis dengan memangkas bagian-bagian daun yang terserang kemudian dihancurkan. Pengendalian terhadap Thrips dilakukan dengan penyuntikan ontong pisang dengan insektisida dengan dosis maksimum 0,02 gr Bahan Aktif per ontong atau dengan pembungkusan tandan pisang dengan plastik warna biru atau putih.


(48)

Gambar 9. Penyuntikan Ontong

Pemberongsongan adalah pembungkusan buah atau tandan dengan plastik. Setelah bagian bunga/ontong mekar maka dilakukan pemberongsongan. Brongsong terbuat dari plastik bewarna biru atau plastik warna putih. Kulit buah yang dibrongsong terlihat mulus/bersih (tanpa bintik). Pengendalian terhadap Sigatoka yaitu dengan menjaga kesuburan tanah dan daun-daun yang menunjukkan gejala dipotong (dioperasi).

Panen

Pada sistem konvensional pemanenan dilakukan begitu saja, sehingga tingkat kematangan buah tidak cukup Berkisar 70%-80%. Penentuan panen dilakukan dengan melihat tingkat kebulatan buah, bila buah Pisang sudah cukup bulat maka buah sudah dapat dipanen. Pemanenan dilakukan ketika tanaman berumur 12 bulan. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan parang. Pada sistem konvensional pemanenan dilakukan 1x 1 tahun (2 x 2 tahun).

Pada sistem double raw tingkat kematangan buah yang sudah dapat dipanen berkisar antara 75-85%. Penentuan saat panen dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan menggunakan kliper yang terbuat dari kayu dan yang kedua melalui umur buah. Kliper dibuat dengan ukuran tertentu sesuai dengan


(49)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

kebutuhan konsumen. Untuk Pisang Barangan umumnya ukuran kliper 3,3 cm dan ini sebagai penentu dengan mencocokkan pada buah pisang di sisir kedua bagian tengah. Sedangkan jika menggunakan umur buah maka buah tersebut dapat dipanen dan dinyatakan sudah tua setelah umur 11-12 minggu dari keluar bunga. Pada sistem double raw pemanenan dilakukan 3 x 2 tahun, karena adanya rentetan mama-anak-cucu

Gambar 10. Panen Pisang Barangan

Pasca Panen

Pada sistem konvensional dan double raw kegiatan pasca panen adalah sama, dimana pengangkutan dilakukan dengan hati-hati agar jangan terjadi gesekan yang menyebabkan kulit buah pisang memar. Setelah buah disisir sebaiknya dicuci dan disusun bagian tandan di sebelah bawah. Setelah kering maka dapat dilakukan pengepakan.l

Gambar 11. Pengemasan Pisang Barangani p


(50)

Intisari perbedaan usahatani Pisang Barangan sistem konvensional dan sistem double raw dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Perbedaan Antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw

No. Perbedaan Konvensional Sistem Double Raw

1 Pengajiran o jarak tanam 3m x 3m

o Populasi 1.100-1.300 batang per hektar

o Tidak ada aturan penanaman

o jarak tanam 1m x 2m x 4m

o Populasi 2.000-2.200 batang per hektar

o Penanaman menghadap timur 2 Penanaman o Bibit tidak diperhatikan

o Bibit tidak mendapat

perlakuan sebelum ditanam

o Bibit harus bebas dari penyakit

o Bibit tdirendam dahulu dengan

larutan bayclin 3 Pengaturan

Anakan

o Dalam 1 rumpun terdapat 5-6 tanaman

o Tidak ada penyeleksian

anakan (pengaturan anakan)

o Dalam 1 rumpun hanya terdapat 3 tanaman

o Adanya pemilihan anakan

(pengaturan anakan) 4 Penyiangan o Dilakukan 1 x 3 bulan

o Secara kimiawi (herbisida)

o Sesuai rumput yang tumbuh

o Secara manual (tenaga manusia)


(51)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Batang diperhatikan

o Daun yang dipotong bila

sudah tua/kering 100%

o Tidak ada pensterilan alat

o Daun yang dipotong bila sudah tua/kering lebih dari 50%

o Ada pensterilan alat

6 Pemupukan o Dilakukan 1 x 3 bulan

o Pupuk yang dierikan hanya pupuk makro

o Dilakukan 1 x 1 bulan

o Pupuk yang dierikan pupuk

makro dan mikro

7 Perawatan o Pemberian Obat-obatan/

Bahan kimiawi (herbisida, pestisida, insektisida)

o Tidak ada perlakuan khusus yang lain

o Sangat meminimalkan

penggunaan bahan kimia sehingga aman bagi lingkungan

o Adanya penyuntikan ontong/

pemberongsongan, pemotongan kuku dan ontong, pemasangan pita.

8 Panen 3 x 3 tahun 3 x 2 tahun

Keuntungan Usahatani Pisang Barangan dengan Sistem Double Raw adalah : 1) Populasi lebih banyak dan Produktivitas lebih tinggi

2) Frekwensi panen adalah 3 x 2 tahun

3) Lebih aman terhadap ekosistem (lingkungan)

4) Perawatan lebih intensif dan lat-alat yang digunakan steril

Kelemahan Usahatani Pisang Barangan dengan Sistem Double Raw adalah : 1) Biaya produksi lebih tinggi


(52)

2) Membutuhkan waktu yang lebih banyak, karena perawatn intensif

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Produktivitas Tanaman Pisang Barangan antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw.

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw digunakan Analisis Uji beda rata-rata dengan metode Independent Samples Test. Hasil pengujian dengan metode tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Analisis Perbedaan Produktivitas Tanaman Pisang Barangan antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw

Variabel Nilai

Sig 0,000

Df 34

T tabel(0,95) 1,7

Ttabel(0,99) 2,75

T hitung -4,236

Mean Produktivitas Konvensional 7225,75

Mean Produktivitas Double RaW 11508,38

Sumber : Analisis data primer 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Thitung adalah -4,236, dan nilai Ttabel adalah -1,7. Bila Thitung < –Ttabel atau Thitung > Ttabel maka H1 diterima. Berarti pada taraf kepercayaan *)95% Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem


(53)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

konvensional dan sistem double raw (H1 diterima). **)Pada taraf 99% nilai Ttabel adalah -2,75, berarti pada taraf 99% Hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw (H1 diterima)

Untuk melihat nyata atau tidak perbedaan tersebut, dapat dilihat dari nilai signifikansi. Dari tabel di atas nilai signifikansi adalah 0,00, yang berarti nilaiSig (2-tailed)(0.00) < (0.05), maka Hipotesis yang menyatakan terdapat perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw, diterima atau (H1 diterima).

Secara sederhana dapat dilihat bahwa ada perbedaan yang nyata produktivitas tanaman pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw, dimana pada lampiran 15 rataan produktivitas sistem konvensional per hektar sebesar 7.226 sisir/ha sedangkan pada lampiran 34 rataan produktivitas sistem double raw 11.508 sisir/ha yang berarti produktivitas tanaman Pisang barangan dengan sistem double raw lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas tanaman Pisang barangan dengan sistem konvensional.

Hal ini disebabkan karena perawatan usahatani sistem double raw lebih intensif sehingga produksi usahatani lebih besar dan pada sistem double raw dalam 1 rumpun hanya ada 1 tanaman induk, dan 1 tanaman anak, dan 1 tanaman cucu sehingga penyerapan air dan unsur hara dapat difokuskan hanya untuk 3 tanaman saja sedangkan pada sistem konvensional dalam 1 rumpun tanaman anakan lebih dari 1, sehingga tingkat kematian pada sistem konvensional lebih tinggi karena adanya persaingan dalam menyerap air dan unsur hara antara anak tanaman.


(54)

Jumlah sisir Pisang dalam satu tandan dan jumlah buah dalam satu sisir antara sistem konvensional dan sistem double raw pada umumnya sama, tetapi perbedaan produktivitas Pisang ini dapat disebabkan oleh karena jumlah populasi tanaman sistem double raw lebih banyak dibandingkan dengan populasi tanaman sistem konvensional sehingga hasil produksi tanaman Pisang Barangan sistem double raw lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas tanaman Pisang Barangan sistem konvensional.

Pengaruh Faktor Bibit, Pupuk, dan Obat-Obatan Terhadap Produktivitas Tanaman.

Produktivitas tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain adalah faktor bibit, pupuk, dan obat-obatan. Sejauh mana faktor-faktor ini berpengaruh terhadap produktivitas tanaman diuji dengan menggunakan metode Regresi linier. Hasil regresi yang diperoleh sebagai berikut :

Tabel 7. Pengaruh Faktor Jumlah Bibit, Jumlah Pupuk, dan Jumlah Obat-Obatan Terhadap Produktivitas Tanaman Pisang Barangan Sistem Konvensional

Variabel Koef.

Regresi Std. error

T.

Hitung Signifikan Keterangan Constant 0,565 0,321 1,761 0,090

Bibit 1,049 0,108 9,740 0,000 Nyata Pupuk 0,011 0,012 0,929 0,361 Tidak Nyata Obat-obatan 0,027 0,019 1,450 0,159 Tidak Nyata R2 = 0,813

F. Ratio = 37,707 F. Tabel (0,05) = 2,89

T.Tabel (0,05) = 1,71

Sumber : Analisis data primer 2009

Dari Tabel 7 dapat dilihat nilai R2 sebesar 0,813. Koefisien determinasi menunjukkan informasi bahwa sebesar 81,3% produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional dapat dijelaskan oleh sarana produksi,


(55)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

sedangkan sisanya sebesar 18,7% dipengaruhi oleh faktor lain, misalnya genetika dan lingkungan (tanah, sinar matahai).

Berdasarkan Tabel 7 di atas di dapat sebuah persamaan sebagai berikut: Y = 0,565 + X11,049 + X2 0,011 + X30,027 +

Keterangan:

Y = Produktivitas Pisang Barangan dengan sistem konvensional (Sisir/Ha) X1 = Jumlah Bibit (Batang)

X2 = Jumah Pupuk (kg)

X3 = Jumlah Obat-Obatan (Kg)

= Kesalahan pengganggu

Dari hasil analisis regresi pada Tabel 7 dapat dilihat secara parsial pengaruh sarana produksi usahatani Pisang Barangan terhadap Produktivitas usahatani Pisang Barangan sistem konvensional, yaitu :

a. Jumlah Bibit

Nilai Thitung jumlah bibit adalah sebesar 9,74 dan Ttabel 1,71 pada taraf kepercayaan 95 % yang berarti Thitung lebih besar dari Ttabel yang berarti bahwa jumlah bibit berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional (H1 diterima). Koefisien regresi sebesar 1,049 berarti bahwa untuk setiap penambahan jumlah bibit sebanyak 1 persen, akan meningkatkan produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional sebesar 1,049 persen. Ini berarti bahwa jumlah bibit akan mempengaruhi produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional. Dapat dikatakan bahwa ada kecenderungan dengan pertambahan bibit maka produktivitas usahatani Pisang Barangan dengan sistem konvensional


(56)

akan bertambah. Bibit yang digunakan pada umumnya adalah bibit lokal yang diperoleh dari petani setempat.

b. Jumlah Pupuk

Nilai Thitung jumlah pupuk adalah sebesar 0,929 dan Ttabel 1,71 pada taraf kepercayaan 95 % yang berarti Thitung lebih kecil dari Ttabel yang berarti bahwa jumlah pupuk berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional (H0 diterima). Koefisien regresi sebesar 0,011 berarti bahwa untuk setiap penambahan pupuk sebanyak 1 persen, akan meningkatkan produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional sebesar 0,011 persen. Ini berarti bahwa pupuk akan mempengaruhi produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional tapi tidak nyata. Dapat dikatakan bahwa dengan pertambahan pupuk maka produktivitas usahatani Pisang Barangan dengan sistem konvensional akan bertambah hanya dalam intensitas yang kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah pupuk tetapi produktivitas dapat dipengruhi oleh oleh jenis pupuk, maupun faktor lingkungan seperti tanah maupun sinar matahari. Tanaman Pisang yang tidak mendapat sinar matahari cukup, maka pertumbuhannya akan lambat, dan gangguan hama/penyakit meningkat. Pertumbuhan tanaman Pisang Barangan akan baik pada tanah yang datar dan mempunyai drainase yang baik, tanah gembur dan subur. Pada sistem konvensional penanaman tidak memperhatikan sinar matahari sehingga jumlah sinar matahari yang dibutuhkan tidak tercukupi.


(57)

Fransiska Natalina S : Analisis Komparasi Usahatani Pisang Barangan Antara Sistem Konvensional Dengan Sistem Double Raw (Studi Kasus :Kecamatan STM Hilir dan Kecamatan Biru-Biru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara), 2009.

USU Repository © 2009

Nilai Thitung obat-obatan adalah sebesar 1,45 dan Ttabel 1,71 pada taraf kepercayaan 95 % yang berarti Thitung lebih kecil dari Ttabel yang berarti bahwa obat-obatan berpengaruh secara tidak nyata terhadap produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional (Ho diterima). Koefisien regresi sebesar 0,027 berarti bahwa untuk setiap penambahan 0bat-obatan sebanyak 1 persen, akan meningkatkan produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional sebesar 0,027 persen. Ini berarti bahwa obat-obatan akan mempengaruhi produktivitas tanaman Pisang Barangan dengan sistem konvensional tapi tidak nyata. Dapat dikatakan bahwa dengan pertambahan obat-obatan maka produktivitas usahatani Pisang Barangan dengan sistem konvensional akan bertambah hanya dalam intensitas yang kecil. Hal ini disebabkan Produktivitas tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah obat-obatan yang diberikan tetapi produktivitas sangat dipengaruhi oleh faktor genetika, yaitu bibit yang digunakan bebas dari penyakit. Bila bibit yang digunakan sudah terkena penyakit maka produksinya akan rendah. Pada sistem konvensional bibit yang digunakan tidak diperhatikan bebas dari penyakit sehingga produksinya biasa saja.

Tabel 8. Pengaruh Faktor Jumlah Bibit, Jumlah Pupuk, dan Jumlah Obat-Obatan Terhadap Produktivitas Tanaman Pisang Barangan Sistem Double Raw

Variabel Koef.

Regresi Std. error

T.

Hitung Signifikan Keterangan Constant 2,225 4,868 0,457 0,693

Bibit 0,419 1,360 0,308 0,787 Tidak Nyata Pupuk 0,087 0,129 0,673 0,570 Tidak Nyata Obat-obatan 0,131 0,267 0,489 0,67 Tidak Nyata


(1)

Adanya perbedaan yang sangat besar ini disebabkan oleh biaya pupuk dan biaya tenaga kerja. Pada sistem double raw pemupukan dilakukan setiap bulan dan penyiangan dilakukan dengan sistem manual atau tenaga manusia sehingga biaya tenaga kerja atau biaya variabelnya besar. Sedangkan pada sistem konvensional pemupukan dilakukan satu kali dalam tiga bulan dan penyiangan dilakukan dengan cara kimiawi yaitu menggunakan herbisida sehingga biaya variabelnya lebih kecil.

Perbedaan Pendapatan Usahatani Pisang Barangan antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw.

Pendapatan merupakan penerimaan dikurangi dengan total biaya. Bila penerimaan tinggi dan total biaya rendah maka pendapatan yang diperoleh tinggi.

Tabel 10. Analisis Perbedaan Biaya Pendapatan Usahatani Pisang Barangan antara Sistem Konvensional dan Sistem Double Raw per Hektar

Variabel Nilai

Sig 0,889

Df 34

T tabel 1,7

T hitung -,141

Sumber : Analisis data primer 2009

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai Thitung adalah -0,141, dan nilai Ttabel adalah -1,7.berarti nilai -Thitung > -Ttabel, Bila Thitung > –Ttabel atau Thitung < Ttabel maka Ho diterima kesimpulannya pada taraf 95% Hipotesis yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapatan usahatani Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw (Ho diterima).


(2)

Untuk melihat nyata atau tidak perbedaan tersebut, dapat dilihat dari nilai signifikansi. Dari tabel di atas nilai signifikansi adalah 0,889, yang berarti nilai Sig (2-tailed)(0.889) > (0.05), maka Hipotesis yang menyatakan tidak terdapat perbedaan pendapatan usahatani Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw, diterima atau (Ho diterima).

Dapat dilihat pada lampiran 17 rataan pendapatan usahatani Pisang Barangan sistem konvensional untuk satu hektar selama satu musim tanam adalah sebesar Rp. 27.024.397 sedangkan pada lampiran 35 rataan pendapatan Pisang Barangan sistem double raw untuk satu hektar selama satu musim tanam adalah sebesar Rp. 27.686.393. Dapat dikatakan bahwa pendapatan usahatani Pisang Barangan sistem double raw lebih tinggi dari sistem konvensional. Namun perbedaan jumlah pendapatan tersebut hanya dalam jumlah kecil sehingga secara statistika dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara sistem konvensional dan sistemdouble raw. Ini terjadi karena penerimaan pada usahatani Pisang Barangan dengan sistem double raw tinggi sedangkan total biaya tinggi sehingga perbedaan tersebut tidak signifikan.


(3)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Terdapat perbedaan produktivitas tanaman Pisang Barangan antara sistem konvensional dengan sistem double raw. Dimana produktivitas usahatani Pisang Barangan dengan sistem double raw lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional.

2. Ada pengaruh yang tidak nyata faktor jumlah bibit, jumlah pupuk, dan jumlah obat-obatan terhadap produktivitas tanaman pisang Barangan pada sistem konvensional dan sistem double raw.

3. Terdapat perbedaan biaya produksi usahatani Pisang Barangan antara sistem konvensional dan sistem double raw. Dimana biaya produksi


(4)

usahatani Pisang Barangan dengan sistem double raw lebih tinggi dibandingkan dengan sistem konvensional.

4. Tidak ada perbedaan pendapatan usahatani Pisang Barangan yang

signifikan antara usahatani Pisang Barangan antara sistem konvensional dengan sistem double raw.

Saran

Kepada Pemerintah

Pemerintah diharapkan untuk terus menggalakkan penyuluhan yang berhubungan dengan komoditi Pisang khususnya Pisang Barangan agar para petani Pisang Barangan dapat meningkatkan pengetahuan tentang Pisang Barangan sehingga para petani tersebut dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Kepada Petani Pisang Barangan

Kepada para petani Pisang Barangan dengan sistem konvensional sebaiknya petani melakukan usahatani Pisang Barangan dengan sistem double raw agar hasil yang diperoleh lebih memuaskan. Untuk memperoleh pendapatan yang


(5)

penggunaan bahan-bahan kimia seperti obat-obatan dan sebaiknya para petani mengurangi jumlah penggunaan bahan kimiawi sehingga hasil yang diperoleh lebih sehat dan lebih aman terhadap lingkungan.

Kepada Peneliti Selanjutnya

Agar peneliti selanjutnya meneliti komoditi ini dengan permasalahan

yang berbeda, misalnya bagaimana tingkat adopsi petani Pisang Barangan terhadap sistem double raw.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Triton Prawira, 2006, SPSS 13.0 Terapan; Riset Statistik Parametrik, Yogyakarta : ANDI.

Daniel, Moehar, 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta : Bumi Aksara. Hernanto, F., 1993. Ilmu Usahatani, Jakarta : Penebar Swadaya.

Mubyarto, 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian, Jakarta : Pustaka LP3ES Napitupulu, Bresman, 2008. Transfer Teknologi Pertanian : Permasalahan

dan Alternatif Pemecahan Masalah. Dalam : Lokakarya Kerangka

Peraturan dan Kebijakan Pemerintah untuk Peningkatan Daya Saing Rantai Nilai Buah Tropis Di Kabupaten Deli Serdang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara.

Prawirokusumo, Soeharto, 1990. Ilmu Usahatani, Yogyakarta : BPFE

Rangkuti, Wirdan Yusuf, 2008. Kerangka Kebijakan Pemerintah untuk


(6)

Serdang. Dalam : Lokakarya Kerangka Peraturan dan Kebijakan

Pemerintah untuk Peningkatan Daya Saing Rantai Nilai Buah Tropis Di Kabupaten Deli Serdang. Dinas Pertanian Bupaten Deli Serdang 2008. Satuhu, Suyanti, 2006. Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar Pisang,

Jakarta : Penebar Swadaya.

Sembiring Mambar, 2008. Rencana Kedepan Asosiasi Guna meningkatkan

daya Saing Abgribisnis Pisang Barangan di kabuaten Deli Serdang.

Dalam : Lokakarya Kerangka Peraturan dan Kebijakan Pemerintah untuk Peningkatan Daya Saing Rantai Nilai Buah Tropis Di Kabupaten Deli Serdang.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan

Petani Kecil, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.

Soekartawi, 2002. Analisis Usahatani, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Sudjana, 2002. Metoda Statistika, Bandung : Tarsito.

Suhardiman, 1997. Budidaya Pisang Cavendish, Yogyakarta : Kanisius.

Sunarjono, Hendro, 2004. Budidaya Pisang dengan Bibit Kultur Jaringan, Jakarta: Penebar Swadaya.

Suyanti, 2008. Pisang, Budidayam pengolahan, dan Prospek Pasar, Jakarta : Penebar Swadaya.

Tim Bina Karya, 2008. Pedoman Bertanam Buah Pisang, Bandung : Yrama Widya.