Analisis Tataniaga Emping Melinjo Di Desa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
ANALISIS TATANIAGA EMPING MELINJO DI DESA DALU
SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
AFRERI PURNAMA DEWI 070304007
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
ANALISIS TATANIAGA EMPING MELINJO DI DESA
DALU SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
OLEH :
AFRERI PURNAMA DEWI 070304007
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ketua
Anggota(Prof.Dr.Ir.Hiras M.L.Tobing) (Ir.Diana Chalil M.Si, P.hd NIP 194605291978071001 NIP 196703031998022001
)
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
Afreri Purnama Dewi (070304007) dengan judul skripsi
ANALISIS TATANIAGA EMPING MELINJO DI DESA DALU
SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA
KABUPATEN DELI SERDANG
. Penelitian ini dibimbing oleh
Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras M.L. Tobing dan Ibu Ir.
Diana Chalil M.Si, P.hd.
Tataniaga merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan
nilai produk dengan penyampaian barang dan jasa dari produsen
kepada konsumen akhir. Emping melinjo merupakan salah satu
produk dari Desa Dalu Sepuluh B yang banyak peminatnya di kota
Medan dan bersedia membeli dengan harga yang relatif tinggi. Marjin
yang besar tersebut dapat berupa biaya tataniaga namun dapat juga
berupa keuntungan pelaku tataniaga (
middleman
). Untuk mengetahui
apakah keuntungan tersebut dinikmati secara proporsional atau tidak
oleh pengolah sebagai produsen dan pedagang sebagai
middleman
perlu dilakukan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui saluran tataniaga yang dilalui emping melinjo sehingga
sampai ke konsumen, untuk menganalisis besarnya
share margin
masing-masing lembaga tataniaga emping melinjo dan untuk
mengetahui tingkat efisiensi tataniaga emping melinjo di desa Dalu
Sepuluh B, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
merupakan salah satu sentra produksi emping melinjo. Data diambil
dari 30 orang pengolah emping melinjo yang dipilih secara random
dan 23 pedagang yang terdiri dari 7 pedagang pengumpul, 5 pedagang
perantara dan 11 pedagang pengecer yang dipilih secara penelusuran.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat empat saluran
tataniaga yang dilalui emping melinjo yang masing-masing saluran
tataniaga memiliki besar share margin yang berbeda-beda pula.
Share
margin
yang diperoleh dari masing-masing lembaga mempengaruhi
tingkat efisiensi saluran tataniga emping melinjo. Pada kasus ini
tingkat efisiensi tertinggi adalah pada saluran tataniaga yang paling
pendek dan tingkat efisiensi yang paling rendah pada saluran tataniaga
yang paling panjang.
(4)
RIWAYAT HIDUP
AFRERI PURNAMA DEWI, dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 30 April 1989 dari Ayahanda Drs.H.Torkis Harahap,MM dan Ibunda Hj.Daimmah Nasution. Penulis merupakan anak kedua dari enam bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SD Negeri No.200110/15 Padangsidimpuan tahun 2001, MTs S. Darul Mursyid Simanosor Julu tahun 2004, SMA Negeri 1 Padangsidimpuan tahun 2007. Tahun 2007 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Pemanduan Minat Dan Bakat (PMDK).
Selama masa perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kemahasiswaan, antara lain Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) dan Forum Silaturrahim Mahasiswa Muslim Sosial Ekonomi Pertanian (FSMM-SEP).
Pada Bulan Oktober 2011 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Kemudian pada bulan Juni 2011 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Aras Kecamatan Air Putih Kabupaten Batu Bara.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmad, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“ANALISIS TATANIAGA EMPING MELINJO DI DESA DALU
SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG”
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada kedua orang tua yang selalu memberi motivasi dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Hiras M.L.Tobing selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih kepada Ibu Ir.Diana Chalil M.Si, P.hd selaku anggota komisi pembimbing yang juga banyak memberi semangat, dorongan, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Salmiah dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara, M.Ec, selaku ketua dan sekretaris Program Studi Agribisnis FP USU
2. Seluruh staff pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis
3. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian ini dan turut serta membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan.
(6)
Segala hormat dan terima kasih penulis ucapkan kepada Kakanda Afriani Melda Dewi, ST dan Adinda Dewi Roma Widya juga ucapan terima kasih kepada Lena Widya, yang terus memberi dukungan dan semangat kepada penulis agar skripsi ini terselesaikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Astika Yuna Sitorus,SP telah banyak membantu penulis mulai dari awal masuk kuliah sampai saat ini dan khususnya ucapan terima kasih kepada Faisal Rushdy yang telah banyak membantu penulis mulai dari awal penelitian dalam memberikan semangat, saran dan kelancaran perjalanan penelitian sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Ucapan terima kasih kepada Rizka Hasanah, Wiwik Mardiana Sinaga, Badaruddin Nst, Rovilino, Abdi Surya, Nailul Khairati SP, Elpa Lestari SP, Siti Satria SP, Yusma Dewi, Dini Maisyaroh, Mhd. Azhar, M.Abd. Hakim, Fachreza, Rina Aslina, Afrida Amalia, yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai. Seluruh teman–teman seperjuangan stambuk 2007 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU yang telah banyak membantu penulis dalam menemukan arti pentingnya hidup bersama.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Desember 2011
(7)
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 3
Tujuan Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Saluran dan Lembaga Tataniaga ... 4
Fungsi-Fungsi Tataniaga ... 7
Landasan Teori ... 10
Kerangka Pemikiran ... 13
Hipotesis Penelitian ... 15
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 16
Metode Pengambilan Sampel ... 16
Metode Pengumpulan Data ... 17
Metode Analisis Data ... 18
Defenisi dan Batasan Operasional ... 20
Defenisi ... 20
Batasan Operasional ... 22
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian ... 23
Keadaan Penduduk ... 24
Sarana dan Prasarana ... 25
Karakteristik Sampel ... 26
Produsen Sampel (Pengolah Emping Melinjo) ... 26
Pedagang Sampel ... 27
Pedagang Pengumpul ... 27
Pedagang Perantara ... 28
Pedagang Pengecer ... 29
HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Baku ... 31
Tenaga Kerja ... 31
Saluran Tataniaga (channel of marketing) ... 32
(8)
Saluran II ... 35
Saluran III ... 36
Saluran IV ... 36
Fungsi-Fungsi Tataniaga Lembaga Pemasaran ... 37
Share Margin Lembaga Tataniaga ... 41
Efisiensi Tataniaga ... 47
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 49
Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Daftar Sentra Emping Melinjo di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara
Tahun 2010 ... 16
2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Dalu Sepuluh B Tahun 2010 ... 24
3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Dalu Sepuluh B Tahun 2010 ... 24
4. Sarana dan Prasarana di Desa Dalu Sepuluh B Tahun 2010... 25
5. Karakteristik Produsen Sampel ... 26
6. Karakteristik Pedagang Pengumpul ... 28
7. Karakteristik Pedagang Perantara ... 29
8. Karakteristik Pedagang Pengecer... 29
9. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan Setiap Lembaga Tataniaga ... 37
10. Rata-Rata Share Margin dan Price Spread Emping Melinjo Melalui Saluran I ... 41
11. Rata-Rata Share Margin dan Price Spread Emping Melinjo Melalui Saluran II ... 42
12. Rata-Rata Share Margin dan Price Spread Emping Melinjo Melalui Saluran III ... 43
13. Rata-Rata Share Margin dan Price Spread Emping Melinjo Melalui Saluran IV ... 45
14. Rekapitulasi Margin Tataniaga, Price Spread dan Share Margin pada Setiap Saluran Tataniaga ... 46
15. Tingkat Efisiensi Tataniaga Emping Melinjo pada Setiap Saluran Tataniaga di Desa Dalu Sepuluh B Tahun 2011 ... 47
(10)
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Skema Kerangka Pemikiran ... 14
2. Skema Saluran Tataniaga Emping Melinjo Secara Keseluruhan di Daerah Penelitian Tahun 2011 ... 33
3. Skema Saluran I Tataniaga Emping Melinjo ... 34
4. Skema Saluran II Tataniaga Emping Melinjo ... 35
5. Skema Saluran III Tataniaga Emping Melinjo ... 36
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
No.
1. Karakteristik Produsen
2. Karakteristik Pedagang Pengumpul 3. Karakteristik Pedagang Perantara 4. Karakeristik Pedagang Pengecer
5. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan Oleh Produsen dan Lembaga-Lembaga Tataniaga Emping Melinjo
6. Kegiatan Pembelian dan Penjualan Emping Melinjo pada Saluran I (Pengolah-Pedagang Pengumpul-Konsumen)
7. Kegiatan Pembelian dan Penjualan Emping Melinjo pada Saluran II (Pengolah-Pedagang Perantara-Pedagang Pengecer-Konsumen) 8. Kegiatan Pembelian dan Penjualan Emping Melinjo pada Saluran III
(Pengolah-Pedagang Pengumpul-Pedagang Perantara-Pedagang Pengecer-Konsumen)
9. Kegiatan Pembelian dan Penjualan Emping Melinjo pada Saluran IV (Pengolah-Pedagang Pengumpul-Pedagang Pengecer-Konsumen)
10. Tingkat Efisiensi Tataniaga Emping Melinjo pada Setiap Saluran Tataniaga di Desa Dalu Sepuluh B Tahun 2011
(12)
ABSTRAK
Afreri Purnama Dewi (070304007) dengan judul skripsi
ANALISIS TATANIAGA EMPING MELINJO DI DESA DALU
SEPULUH B KECAMATAN TANJUNG MORAWA
KABUPATEN DELI SERDANG
. Penelitian ini dibimbing oleh
Bapak Prof. Dr. Ir. Hiras M.L. Tobing dan Ibu Ir.
Diana Chalil M.Si, P.hd.
Tataniaga merupakan suatu proses yang dapat meningkatkan
nilai produk dengan penyampaian barang dan jasa dari produsen
kepada konsumen akhir. Emping melinjo merupakan salah satu
produk dari Desa Dalu Sepuluh B yang banyak peminatnya di kota
Medan dan bersedia membeli dengan harga yang relatif tinggi. Marjin
yang besar tersebut dapat berupa biaya tataniaga namun dapat juga
berupa keuntungan pelaku tataniaga (
middleman
). Untuk mengetahui
apakah keuntungan tersebut dinikmati secara proporsional atau tidak
oleh pengolah sebagai produsen dan pedagang sebagai
middleman
perlu dilakukan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui saluran tataniaga yang dilalui emping melinjo sehingga
sampai ke konsumen, untuk menganalisis besarnya
share margin
masing-masing lembaga tataniaga emping melinjo dan untuk
mengetahui tingkat efisiensi tataniaga emping melinjo di desa Dalu
Sepuluh B, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang
merupakan salah satu sentra produksi emping melinjo. Data diambil
dari 30 orang pengolah emping melinjo yang dipilih secara random
dan 23 pedagang yang terdiri dari 7 pedagang pengumpul, 5 pedagang
perantara dan 11 pedagang pengecer yang dipilih secara penelusuran.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat empat saluran
tataniaga yang dilalui emping melinjo yang masing-masing saluran
tataniaga memiliki besar share margin yang berbeda-beda pula.
Share
margin
yang diperoleh dari masing-masing lembaga mempengaruhi
tingkat efisiensi saluran tataniga emping melinjo. Pada kasus ini
tingkat efisiensi tertinggi adalah pada saluran tataniaga yang paling
pendek dan tingkat efisiensi yang paling rendah pada saluran tataniaga
yang paling panjang.
(13)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada masa sekarang pertanian tidak hanya terbatas pada pemenuhan konsumsi keluarga petani tetapi juga sebagai sumber pendapatan. Produksi pertanian digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan, kebutuhan industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha.
Dalam pertanian, guna bentuk dapat diperoleh melalui usaha pengolahan/agroindustri seperti usaha pengolahan melinjo menjadi emping. Di Kabupaten Deli Serdang usaha pengolahan emping melinjo merupakan industri rumah tangga. Salah satu daerah sentra produksinya terdapat di Kecamatan Tanjung Morawa di Desa Dalu Sepuluh B, dimana petani menekuni usaha pengolahan emping ini dengan baik karena dapat meningkatkan pendapatan mereka. Jika menjual melinjo mentah petani hanya memperoleh penerimaan sekitar Rp3.000/kg– Rp5.000/kg. Apabila diolah menjadi emping petani dapat memperoleh peningkatan penghasilan hampir 3%, dimana 2 kg melinjo dapat menghasilkan 1 kg emping melinjo dengan harga jual sekitar Rp20.000/kg- Rp22.000/kg. Bahkan pada hari-hari besar keagamaan bisa mencapai sekitar Rp35.000/kg.
Emping melinjo merupakan salah satu produk olahan dari hasil pertanian. Makanan ini adalah sejenis keripik yang dibuat dari buah melinjo yang sudah tua. Emping melinjo merupakan makanan ringan yang dapat dinikmati sebagai camilan. Emping melinjo masih digemari oleh banyak orang dan emping melinjo
(14)
juga sering disajikan di acara-acara besar seperti pernikahan dan hari raya keagamaan. Proses pengolahannya pada umumnya merupakan proses yang sederhana, selain itu peralatan yang digunakan juga sederhana.
Walaupun telah berhasil mendapatkan guna bentuk, petani masih mengalami berbagai hambatan dalam hal pemasaran. Emping melinjo merupakan makanan yang biasanya tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen secara langsung karena lokasi produksi letaknya berbeda dengan lokasi konsumen, maka pemasaran diperlukan dalam penyampaian produk dari produsen ke konsumen. Dengan pemasaran, selain pendapatan produsen dan lembaga-lembaga atau mata rantai penyaluran produk emping melinjo meningkat juga mampu mencukupi kebutuhan konsumen. Petani yang sekaligus pengolah emping melinjo cenderung hanya menjual hasil emping olahannya kepada agen atau kepada pedagang pengumpul kemudian sampai ke tangan konsumen.
Pengolah emping melinjo menjual emping melalui agen dengan harga rata-rata berkisar Rp 20.000 – Rp 22.000. Padahal pedagang pengecer dapat menjualnya dengan harga rata-rata berkisar Rp 35.000 – Rp 40.000 kepada konsumen di kota Medan yang jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan akses yang juga bagus, marjin tataniaga sekitar 75%-80% antara pengolah dengan pedagang pengecer. Untuk mengetahui apakah perbedaan harga tersebut mencerminkan tambahan biaya pemasaran atau disebabkan oleh rendahnya efisiensi tataniaga perlu dilakukan penelitian.
(15)
Identifikasi Masalah
Beberapa masalah yang akan diidentifikasi melalui penelitian berikut adalah : 1. Bagaimana saluran tataniaga emping melinjo di daerah penelitian?
2. Berapa share margin masing-masing lembaga tataniaga emping melinjo di daerah penelitian?
3. Bagaimana tingkat efisiensi tataniaga emping melinjo di daerah penelitian?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui saluran tataniaga emping melinjodi daerah penelitian. 2. Untuk mengetahui share margin masing-masing lembaga tataniaga
emping melinjo di daerah penelitian.
3. Untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga emping melinjo di daerah penelitian?
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk data penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan dapat pula berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
(16)
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran dan Lembaga Tataniaga
Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua sektor tersebut sangat relatif, ada yang jauh dan ada yang dekat. Pada umumnya jarak fisik produksi dan konsumsi hasil pertanian/usahatani relatif cukup jauh karena usahatani berada dipelosok desa yang membutuhkan areal yang cukup luas. Sebaliknya barang-barang industri justru diproduksi pertanian seperti pupuk, pestisida, alat-alat dan mesin pertanian. Oleh sebab itu jarak itu harus dijembatani oleh sektor distribusi yang merupakan penghubung agar barang-barang dan jasa yang dibutuhkan oleh konsumen memenuhi azas yaitu tempat, jumlah, waktu, mutu, jenis dan pada tingkat harga yang layak dibayar konsumen. Di sektor distribusi inilah tataniaga berperan, yang bertanggungjawab memindahkan, mengalokasikan, mendayagunakan, menganekaragamkan barang-barang yang dihasilkan di sektor produksi (Sihombing, 2011).
Menurut Stanton (1993) dan Sudiyono (2004), saluran pemasaran merupakan suatu jalur dari lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Penyalur ini secara aktif akan mengusahakan perpindahan bukan hanya secara fisik tapi dalam arti agar barang-barang tersebut dapat dibeli konsumen. Sedangkan lembaga tataniaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga-lembaga
(17)
pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk-produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Tengkulak, lembaga pemasaran yang secara langsung berhubungan dengan petani.
2. Pedagang pengumpul, lembaga yang membeli komoditi dari tengkulak. 3. Pedagang besar, lembaga yang melakukan proses konsentrasi
(pengumpulan) komoditi dari pedagang-pedagang pengumpul, melakukan distribusi ke agen penjualan atau pengecer.
4. Agen penjualan, lembaga yang membeli komoditi yang dimiliki pedagang dalam jumlah banyak dengan harga yang relatif murah dibanding pengecer.
5. Pengecer, lembaga yang berhadapan langsung dengan konsumen. Tugas lembaga pemasaran ini adalah menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada pemasaran ini berupa margin pemasaran.
Panjang pendeknya saluran tataniaga dan dapat mempengaruhi mekanisme pemasaran yang dilalui oleh suatu hasil pertanian tergantung pada beberapa faktor, antara lain :
1. Jarak antara produsen dan konsumen. Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
(18)
2. Cepat tidaknya produk rusak atau disebut Perishabel goods. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen dan dengan demikian menghendaki saluran yang pendek dan cepat.
3. Skala produksi atau disebut dengan Bulky product/Voluminous. Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula, hal mana akan tidak menguntungkan bisa produsen langsung menjualnya ke pasar. Dalam keadaan demikian kehadiran pedagang perantara diharapkan, dan demikian saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga. Pedagang yang posisi (keuangannya) kuat akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi modalnya lemah. Dengan perkataan lain, pedagang yang memilki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga.
5. Barang pertanian umumnya bersifat Seasonal product, yaitu dihasilkan secara musiman sehingga pada saat musim penen komoditi tersebut akan melimpah.
6. Barang pertanian bersifat lokal dan spesifik, yaitu tidak dapat diproduksi di semua tempat. Oleh karena itu sering sekali terjadi harga produksi pertanian yang dipasarkan menjadi naik-turun (berfluktuasi) secara tajam dan kalau saja harga produksi pertanian berfluktuasi, maka yang sering dirugikan adalah di pihak petani atau produsen. Karena kejadian yang seperti ini maka petani atau produsen memerlukan kekuatan yang bisa
(19)
berasal dari diri sendiri atau berkelompok dengan yang lain untuk melaksanakan pemasaran ini (Hanafiah dan Saefuddin, 1986): (Soekartawi, 1999).
Emping merupakan produk olahan melinjo yang paling terkenal sangat digemari masyarakat. Sehingga emping merupakan komoditi sektor industri kecil yang potensial dan berprospek cukup cerah dilihat dari segi pemasarannya dalam pengembangan ekspor non-migas. Emping yang dijual di pasaran ada bermacam-macam ukurannya yaitu kecil, sedang dan besar. Faktor yang dapat membedakan kualitas emping melinjo adalah perbedaan kualitas bahan baku dan perbedaan perlakuan atau pembuatannya. Kualitas bahan baku yang baik adalah biji melinjo yang digunakan sudah tua atau bijinya berwarna merah. Sedangkan pembuatannya tergantung pada proses penyangraian, pemipihan dan pengeringan emping melinjo tersebut. Penyangraian tidak boleh terlalu lama karena akan mengakibatkan biji melinjo hangus, pemipihan biji melinjo tidak bagus kualitasnya kalau tebal tetapi harus tipis dan pengeringan emping membutuhkan sinar matahari yang baik agar emping tidak berjamur (Tim Penulis, 2002).
Fungsi-fungsi Tataniaga
Tataniaga merupakan suatu proses daripada pertukaran yang mencakup serangkaian kegiatan yang tertuju untuk memindahkan barang-barang atau jasa-jasa dari sektor produksi ke sektor konsumsi. Kegiatan-kegiatan ini disebut fungsi tataniaga. Fungsi tataniaga ini bekerja melalui lembaga tataniaga atau struktur tataniaga (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
(20)
Oleh Philips dan Duncan di dalam buku Sihombing (2011), melakukan penggolongan fungsi-fungsi tataniaga atas tiga kelompok besar yaitu :
Kelompok I :Fungsi pertukaran (exchange function), yang terdiri dari : - Fungsi menjual (selling)
- Fungsi membeli (buying)
Kelompok II : Fungsi pengadaan/penyediaan secara fisik (physical supply
functions), termasuk ke dalamnya :
- Fungsi pengangkutan (transportation) - Fungsi penyimpanan (storage)
Kelompok III :Fungsi pelancar atau pemberian jasa (facilitation atau auxiliary
function), yang termasuk di dalamnya :
- Fungsi permodalan/pembiayaan (financing)
- Fungsi menanggung resiko (risk taking atau risk bearing atau
risk management)
- Fungsi informasi pasar (market information) - Fungsi standarisasi dan grading
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Bank Indonesia (2008) mengenai Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Emping Melinjo bahwa jalur pemasaran yang paling dominan yaitu jalur pemasaran yang melalui pedagang besar. Namun meskipun demikian, jalur pemasaran yang memberikan keuntungan terbesar yaitu jalur pemasaran langsung ke konsumen, hal ini karena frekuensinya sering dan pembayarannya dilakukan secara tunai sehingga pengusaha bisa lebih cepat memutarkan uangnya kembali. Sedangkan untuk jalur pemasaran melalui pedagang besar volumenya relatif besar dan
(21)
pembayarannya dilakukan secara kredit antara 2 minggu sampai 1 bulan setelah transaksi. Dampaknya, pengusaha tidak dapat dengan cepat memutarkan uangnya kembali. Hal ini membawa konsekuensi pada kebutuhan modal yang besar.
Yuniarni (2009) mengenai Analisis Cabang Usahatani dan Tataniaga Pisang Raja Bulu ( Musa paradisiaca.sp ) di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat bahwa lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat dalam penyaluran pisang raja bulu mulai dari tingkat petani hingga konsumen akhir adalah pedagang pengumpul, pedagang besar daerah dan luar daerah, pasar swalayan dan pedagang pengecer. Lembaga-lembaga tataniaga tersebut telah melakukan fungsi tataniaga berupa fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi pengadaan secara fisik (penyimpanan, pengolahan, pengangkutan) serta fungsi pelancar (sortasi dan grading). Namun tidak semua fungsi tataniaga tersebut dilakukan oleh semua lembaga. Umumnya lembaga yang melakukan fungsi pengolahan cenderung memperoleh keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan lembaga tataniaga lainnya.
Efrida (2008) mengenai Analisis Produksi dan Tataniaga Karet Rakyat di Kabupaten Madina bahwa ada perbedaan nilai price spread dan share margin
profit petani dan pedagang pengumpul di daerah penelitian. Dimana petani mempunyai price spread profit yang lebih besar dibandingkan profit pedagang pengumpul desa dan kecamatan, dan sebaliknya pedagang pengumpul desa dan kecamatan mempunyai share margin profit yang lebih besar dibanding petani.
(22)
Landasan Teori
Tataniaga adalah kegiatan yang bertalian dengan penambahan kegunaan. Kegunaan yang diciptakan oleh kegiatan tataniaga adalah :
1. Kegunaan tempat, bahwa barang-barang itu mempunyai faedah atau kegunaan yang lebih besar karena perubahan tempat.
2. Kegunaan waktu, bahwa barang-barang itu mempunyai faedah (yang lebih besar) setelah terjadi perubahan waktu.
3. Kegunaan pemilikan, bahwa barang-barang itu mempunyai kegunaan (yang lebih besar) karena beralihnya hak milik atas barang (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Produksi beberapa produk pertanian bersifat musiman sedangkan konsumsinya terjadi setiap saat sepanjang tahun, oleh sebab itu komoditi pertanian tersebut perlu disimpan agar dapat tersedia setiap saat. Lokasi produksi pertanian seringkali terpisah jauh dari tempat produsen. Agar produksi pertanian ini dapat dimanfaatkan oleh konsumen, maka komoditi pertanian tersebut harus diangkut dari lokasi produsen ke lokasi konsumen (Sudiyono, 2004).
Ada tiga cara pendekatan (penelaahan) dasar yang umum dipergunakan untuk mempelajari sistem tataniaga yaitu :
1. Pendekatan serba barang yaitu membahas proses dan masalah-masalah tataniaga dari sudut jenis dan golongan barang-barang yang disalurkan dari sumbernya (produsen) hingga ke tangan konsumen.
2. Pendekatan serba lembaga yaitu semua badan usaha, perorangan atau badan-badan dalam bentuk khusus, industri pemerintah dan swasta
(23)
lainnya yang bergerak dalam semua kegiatan dan proses pemindahan barang-barang dan jasa-jasa dari sektor produsen ke sektor konsumen. 3. Pendekatan serba fungsi yaitu pembahasan tiap-tiap fungsi yang
diperankan oleh masing-masing lembaga tataniaga yang berperan di dalam proses penyampaian barang-barang dan atau jasa-jasa dari sektor produsen ke sektor konsumen (Hanafiah dan Saefuddin, 1986). Pendekatan serba lembaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga, meyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Lembaga-lembaga ini mempunyai hubungan organisasi satu sama lain. Tugas Lembaga-lembaga tataniaga adalah melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga dan memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin dan pihak konsumen akan memberikan jasa kepada lembaga tataniaga (Sihombing, 2011).
Lembaga-lembaga pemasaran ini dapat berupa tengkulak, pedagang pengumpul, pedagang besar dan lain-lain. Lembaga pemasaran ini penting, sebab lembaga pemasaran inilah yang melakukan proses pengambilan keputusan dalam proses pemasaran komoditi pertanian (Sudiyono, 2004).
Salah satu faktor yang tidak boleh diabaikan dalam usaha tani adalah memilih secara tepat saluran tataniaga (channel of marketing) yang akan digunakan dalam rangka penyaluran barang / jasa dari produsen ke konsumen. Fungsi dan peranan saluran tataniaga sebagai salah satu kegiatan pemasaran dalam menyalurkan barang dan jasa merupakan kegiatan yang sangat penting. Kegiatan-kegiatan pemasaran yang berkaitan dengan produk, penetapan harga dan promosi, yang dilakukan belum dapat dikatakan sebagai usaha terpadu kalau tidak dilengkapi dengan kegiatan distribusi. Produk dapat bermanfaat dan pada saat
(24)
pembeli akan setia pada produk tersebut adalah bilamana setiap produk yang dibutuhkan, pembeli dapat memperolehnya dengan mudah di tempat yang diinginkan atau yang terdekat. Oleh karena itu, diperlukan saluran tataniaga sehingga apabila konsumen membutuhkan produk dapat terjangkau oleh konsumen (Angipora, 1999).
Margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga-lembaga pemasaran. Setiap lembaga pemasaran biasanya melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga share margin diperoleh pada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat akan berbeda pula (Sudiyono, 2004).
Pada suatu perusahaan (Firm) istilah margin merupakan sejumlah uang yang ditentukan secara internal accounting, yang diperlukan untuk menutupi biaya dan laba, dan ini merupakan perbedaan atau spread antara harga pembelian dan harga penjualan. Istilah spread digunakan juga untuk menyatakan perbedaan dua tingkat harga dan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan untuk menutupi biaya barang-barang di antara dua tingkat pasar, misalnya antara pasar lokal (pasar pengumpul lokal) dan pasar grosir (wholesaler) atau antara pasar grosir dan pasar eceran (Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Banyak cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efisiensi tataniaga.
Converse and Jones (1968) mengemukakan cara-cara yang dapat ditempuh untuk
meningkatkan efisiensi tataniaga sebagai berikut :
1. Menghilangkan persaingan yang tidak bermanfaat 2. Mengurangi jumlah middlemen pada saluran vertikal 3. Memakai metode cooperative
(25)
4. Memberi bantuan kepada konsumen 5. Standarisasi dan simplifikasi
(Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
Kerangka Pemikiran
Pengolah emping melinjo adalah yang mengolah tanaman melinjo menjadi emping melinjo dengan bahan bakunya adalah dari biji melinjo tersebut. Cara pembuatannya dengan menggunakan beberapa alat seperti kuali, martil, dan membutuhkan kayu bakar untuk menggongseng biji melinjo yang di campur dengan pasir.
Untuk menjual hasil emping melinjo maka pengolah membutuhkan orang atau lembaga tataniaga yang akan menyalurkan hasil emping sampai ke konsumen. Hasil emping yang telah kering setelah di jemur kemudian akan diambil oleh pedagang pengumpul yang ada di desa. Pedagang pengumpul merupakan orang yang mengumpul hasil emping kemudian di bawa ke pedagang besar. Pedagang besar yang membeli emping melinjo dari pedagang pengumpul kemudian menjualnya ke pedagang pengecer. Pedagang pengecer kemudian akan menjual emping melinjo tersebut ke konsumen.
Sehingga dari setiap saluran tataniaga mulai dari pengolah emping ke pedagang pengumpul lalu ke pedagang besar kemudian ke pedagang pengecer hingga sampai ke konsumen maka dapat diketahui bagian yang diterima setiap lembaga tataniaga, yang disebut dengan share margin. Masing-masing lembaga tataniaga melakukan fungsi yang mengakibatkan timbulnya biaya pemasaran. Biaya pemasaran ini dapat mempengaruhi profit serta efisiensi tataniaga dan akan
(26)
mempengaruhi harga jual emping pada tiap proses tataniaga yang terlibat di dalamnya. Hal ini pada akhirnya akan mempengaruhi harga beli pada konsumen akhir. Salah satu kegunaan dari perhitungan marjin pemasaran (price spread) dan
share margin adalah untuk menghitung tingkat efisiensi tataniaga. Secara
sistematis kerangka pemikiran tersebut digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan : : Hubungan
: Mempengaruhi Pengolah Emping
Pedagang Pengumpul
Konsumen Akhir Pedagang
Pengecer
Pedagang Besar Share
Margin
Efisiensi Tataniaga
Tidak Efisien Efisien
(27)
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang dibuat maka diajukan hipotesis berikut ini, yaitu tingkat efisiensi tataniaga saluran emping melinjo di daerah penelitian sudah efisien apabila share margin petani/pengolah lebih besar dari 50 % (>50%) dan tidak efisien apabila lebih kecil dari 50 % (<50%).
(28)
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Penentuan daerah penelitian secara Purposive Sampling yaitu di Desa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang. Dengan pertimbangan bahwa daerah penelitian merupakan daerah sentra industri emping melinjo yang terbesar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 :
Tabel 1. Daftar Sentra Emping Melinjo di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010
NO. A L A M A T
UNIT USAHA
TENAGA KERJA
NILAI PRODUKSI DESA/KEL. KEC. KAB./KOTA (UNIT) (ORANG) (Rp. 000) 1 Bandar Setia Percut Sei Tuan D. Serdang 40 80 735,000 2 Suka Raya Pancur Batu D. Serdang 4 11 168,000 3 Bandar Khalifah Percut Sei Tuan D. Serdang 40 80 735,000 4 Dalu X-B Tanjung Morawa D. Serdang 100 200 1,512,000 5 Naga Timbul Tanjung Morawa D. Serdang 20 20 126,000
6 Sidua-dua Kuala Hulu Lab. Batu 2 8 20,000
7 Rengas Pulau Medan Labuhan Medan 6 18 11,520 8 Tanah Merah Perbaungan Sergei 25 25 94,500
9 Bangun Siantar Simalungun 2 25 71,500
10 Huta Parik Ujung Pandang Simalungun 40 80 420,000
Sumber : Disperindag Sumut, 2010
Berdasarkan tabel di atas dapat kita ketahui di Desa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa merupakan daerah terbanyak penghasil emping melinjo di Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.
Metode Pengambilan Sampel
Sampel dimulai dengan cara menelusuri saluran tataniaga mulai dari pangkal rantai tataniaga yaitu pengolah yang terdapat di Desa Dalu Sepuluh B sampai pada konsumen akhir.
(29)
1. Pengolah
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pengolah adalah secara accidental, yaitu siapa saja pengolah emping melinjo yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2006). Dalam penelitian ini sampel pengolah emping melinjo yang diambil adalah sebanyak 30 pengolah.
2. Pedagang
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pedagang yang digunakan adalah penelitian penelusuran (tracer study). To trace artinya mengkuti jejak yang tidak lain adalah menelusuri. Dari arti kata menelusuri dapat diketahui bahwa kegiatan yang ada dalam penelitian ini adalah mengikuti jejak seseorang yang sudah pergi atau sesuatu yang sudah lewat waktu (Arikunto, 2002). Dengan jumlah pedagang yang dijadikan sampel adalah sebanyak 23 pedagang yang diketahui dari sampel pengolah emping melinjo yang dipilih, yang terdiri dari 7 pedagang pengumpul, 5 pedagang perantara dan 11 pedagang pengecer.
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) kepada responden dan data sekunder merupakan data daerah sentra produksi emping diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Deli Serdang, serta buku-buku yang mendukung penelitian ini.
(30)
Metode Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan terlebih dahulu ditabulasi dan selanjutnya di analisis. Adapun analisis datanya adalah sebagai berikut :
Untuk identifikasi masalah 1 akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis saluran-saluran tataniaga emping melinjo yang terdapat di daerah penelitian.
Untuk identifikasi masalah 2 akan diuji derngan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis hubungan antara harga yang di terima petani/ pedagang dengan harga yang dibayar oleh konsumen yang disebut dengan share
margin.
Menurut Sihombing (2011), adapun formula untuk menghitung margin tataniaga dan distribusinya pada masing-masing lembaga perantara adalah sebagai berikut :
MP = Pr – Pf atau:
MP =�Bi
� �=1
+ � ��
� �=1 Keterangan :
MP = Margin Tataniaga Pr = Harga di tingkat pengecer Pf = Harga di tingkat petani
� ��
� �=1
= jumlah biaya tiap lembaga perantarake−i
� ��
� �=1
(31)
Share biaya (SBi) masing-masing lembaga perantara menggunakan model :
��� = Bi
Pr−Pfx 100%
Share keuntungan (SKi) masing-masing lembaga perantara menggunakan model :
���= Ki
Pr−Pfx 100%
Share petani produsen (Sf) masing-masing lembaga perantara menggunakan
model : �� = Pf
Pr x 100%
Untuk menganalisis nisbah margin keuntungan, secara matematis dapat ditulis sebagai berikut : I
bti
Keterangan :
bti = Biaya tataniaga masing-masing lembaga pemasaran tingkat ke-i I = Keuntungan masing-masing lembaga pemasaran tingkat i
Untuk identifikasi masalah 3 akan diuji dengan metode analisis deskriptif yaitu dengan menganalisis Efisiensi Tataniaga emping melinjo di Kecamatan Tanjung Morawa Desa Dalu Sepuluh B.
Menurut Mubyarto (1989), sistem tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat yaitu :
1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya.
2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu.
(32)
Menurut Herman Southworth di dalam buku Gultom (1996), cara untuk menghitung efisiensi tataniaga adalah dari share margin pengolah/produsen dengan rumus sebagai berikut :
�
=
Pf��
= 1-
MPr
x 100%
Keterangan :
S =Share Margin Produsen (pengolah) Pf =Harga jual petani
Pr =Harga beli konsumen M = Marketing margin
Apabila S>50% ; maka dikatakan efisien dan S<50% ; tidak efisien.
Defenisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penelitian ini maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :
Defenisi
1. Produsen (pengolah) adalah petani yang melakukan pengolahan dari bahan baku menjadi barang jadi sebagai mata pencaharian.
2. Tataniaga adalah kegiatan ekonomi yang berfungsi membawa atau menyampaikan barang dari produsen ke konsumen.
3. Lembaga tataniaga adalah orang atau badan usaha yang terlibat dalam proses tataniaga emping melinjo.
4. Saluran tataniaga adalah seluruh channel bagian tataniaga yang terdiri dari lembaga-lembaga yang berperan dalam penyampaian barang atau
(33)
jasa dari produsen (pengolah) sampai ke konsumen akhir di kota Medan.
5. Pedagang besar adalah pedagang yang membeli produk langsung dari pengolah dan menjualnya kepada pedagang menengah dan pedagang kecil.
6. Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli produk dari pedagang menengah maupun dari pedagang besar dan menjual langsung ke konsumen.
7. Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk dari produsen ke konsumen.
8. Biaya produksi adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi atau proses pengolahan dari bahan baku menjadi barang jadi.
9. Share Margin adalah bagian yang diterima pengolah yaitu ratio antara
harga jual akhir pada tingkat petani/pengolah dengan harga yang dibayar oleh konsumen akhir.
10.Price Spread adalah sebaran harga atau totalitas harga pada setiap
komponen biaya tataniaga dan lembaga tataniaga.
11.Efisiensi Pemasaran adalah keberhasilan penyampaian barang dan jasa
sampai ke tangan konsumen dengan perolehan keuntungan sebesar-besarnya dan biaya semurahnya.
(34)
Batasan Operasional
Adapun batasan operasional dari penelitian ini adalah :
1. Daerah penelitian adalah di Desa Dalu X B, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang.
2. Sampel penelitian adalah usaha pengolahan melinjo menjadi emping melinjo.
3. Responden penelitian adalah pengusaha pembuatan emping melinjo. 4. Waktu penelitian adalah tahun 2011.
(35)
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian
Daerah penelitian yaitu Desa Dalu Sepuluh B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, dengan luas wilayah ± 415 Ha. Jumlah penduduk di Desa Dalu Sepuluh B sebanyak 6.398 jiwa. Desa Dalu Sepuluh B terdiri dari 10 dusun dan berjarak ± 25 km dari Ibukota Provinsi Sumatera Utara, yakni Medan dan± 8 km dari Ibukota Kecamatan Tanjung Morawa. Dilihat dari jarak antar desa dengan Kota Medan maka dapat diasumsikan bahwa desa tersebut dengan mudah dapat menyalurkan hasil produksinya.
Desa Dalu Sepuluh B memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Penara Kebun Kecamatan Tanjung Morawa dan Desa Tumpatan Nibung Kecamatan Batang Kuis - Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Dalu Sepuluh A dan Desa
Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa
- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa
- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Dalu Sepuluh A Kecamatan Tanjung Morawa dan Desa Tumpatan Nibung Kecamatan Batang Kuis
(36)
Keadaan Penduduk
Penduduk Desa Dalu Sepuluh B berjumlah 5.976 jiwa meliputi 3.067 jiwa laki-laki dan 2.900 jiwa perempuan, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 1.563 KK. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di desa Dalu Sepuluh B Tahun 2010
Kelompok Umur
(Tahun) Jumlah (Jiwa) Jumlah (%)
0-14 14-54 >55 1415 3582 979 23,67 59,93 16,38
Jumlah 5.976 100 %
Sumber :Kantor Kepala Desa Dalu Sepuluh B 2010
Dari tabel 2 di atas dapat dilihat jumlah produsen sampel terbesar berada pada kelompok usia produktif (umur 14-54 tahun) dengan jumlah 3.582 orang atau 59,93% dan yang terkecil pada kelompok umur >55 tahun dengan jumlah 979 orang atau 16,38%.
Mata pencaharian penduduk di Desa Dalu Sepuluh B beraneka pekerjaan dan lebih jelasnya dapat dilihat tabel di bawah ini :
Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Dalu Sepuluh B Tahun 2009
No. Uraian Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase
(%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Karyawan PNS/TNI Polri Guru Wiraswasta Buruh Petani Pegawai Lainnya 225 41 16 64 992 1.390 150 498 6,66 1,21 0,47 1,89 29,38 41,17 4,44 14,75
Jumlah 3.376 100 %
(37)
Tabel 3 menunjukkan bahwa penduduk di daerah penelitian memiliki beragam pekerjaan. Sebagai karyawan sebanyak 225 jiwa (6,66%), PNS/TNI Polri sebanyak 41 jiwa (1,21%), Guru sebanyak 16 jiwa (0,47%), Wiraswasta sebanyak 64 jiwa (1,89%), Buruh sebanyak 992 jiwa (29.38%), Petani sebanyak 1.390 jiwa (41,17%), Pegawai sebanyak 150 jiwa (4,44%), dan mata pencaharian lainnya yaitu gabungan dari berbagai macam pekerjaan sebesar 498 jiwa (14,75%). Pengolah emping melinjo masuk ke dalam kelompok petani, dikategorikan kelompok petani karena mereka menanam sendiri tanaman melinjo dan mengolah sendiri hasilnya menjadi emping.
Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Dalu Sepuluh B dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini :
Tabel 4. Sarana dan Prasarana di Desa Dalu Sepuluh B
No. Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)
1. Transportasi
a. Sepeda 700
b. Becak 4
c. Roda 2 365
d. Roda 3 6
e. Roda 4 17
2. Jalan
a. Aspal 7 km
b. Sirtu 15 km
3. Pekan (Selasa dan Kamis) 1
Sumber : BPS dan Kantor Kepala Desa Dalu Sepuluh B
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa sarana dan prasarana di Desa Dalu Sepuluh B yaitu sarana transportasi sudah termasuk lengkap yang terdiri dari sepeda, becak, roda 2, roda 3, dan roda 4 juga sudah ada di desa Dalu Sepuluh B ini. Kondisi jalan di desa Dalu Sepuluh B juga sudah tidak tanah lagi, jalan aspal
(38)
sepanjang 7 km dan jalan sirtu sepanjang 15 km. Terdapat 1 pekan yang ada pada hari selasa dan kamis saja, tetapi pengolah tidak menjual emping melinjo di pekan ini karena pada umumnya mereka menjualnya ke pasar-pasar di Medan. Di Desa Dalu Sepuluh B tidak ada terdapat terminal.
Karakteristik Sampel
Produsen Sampel (Pengolah Emping Melinjo)
Pengolah emping melinjo merupakan pengolah yang melakukan usaha secara perumah tangga, yaitu termasuk industri rumah tangga. Pengolahan, penjemuran dan penyimpanan dilakukan di pekarangan rumah masing-masing. Pengolah emping melinjo di Desa Dalu Sepuluh B menjual hasil produksinya ke pedagang pengecer di Kota Medan. Adapun karakteristik produsen dalam penelitian ini meliputi umur, lama pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman berusaha dan volume pengolahan. Karakteristik produsen sampel dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5. Karakteristik Produsen Sampel
No. Uraian Satuan Range Rataan
1. Umur Tahun 25-61 41
2. Pengalaman Tahun 2-50 15
3. Pendidikan Tahun 4-12 6
4. Jumlah Tanggungan Orang 0-4 1
5. Produksi Kilogram/bln 30-120 65,5
Sumber :Analisis Data (Lampiran 1)
Dari tabel 5 dapat diketahui rata-rata umur produsen sampel di Desa Dalu Sepuluh B adalah 41 tahun, menunjukkan bahwa produsen sampel masih tergolong dalam usia yang produktif. Berdasarkan lampiran 1 diketahui bahwa umur pengolah adalah 60 tahun dan sudah bekerja selama 50 tahun, berarti petani
(39)
tersebut sudah mulai bekerja sejak umur 10 tahun. Rata-rata pengalaman produsen sampel adalah 15 tahun, sudah cukup lama di usahakan di Desa Dalu Sepuluh B. Rata-rata lama pendidikan produsen sampel di Desa Dalu Sepuluh B adalah 6 tahun atau lulus SD, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan produsen sampel masih tergolong rendah. Setiap produsen sampel memiliki jumlah tanggungan rata-rata sebanyak 1 orang dengan rata-rata produksi per bulan yang dihasilkan produsen sampel adalah 65,5 kg.
Pedagang Sampel
Pedagang Pengumpul
Pedagang pengumpul desa dalam penelitian ini adalah para pedagang yang membeli emping dari petani pengolah untuk mengumpulkan emping melinjo saja tanpa mengantar atau membawanya ke pedagang lain. Sedangkan pedagang perantara (agen) adalah orang yang mengantar emping melinjo dari satu pedagang ke pedagang yang lain. Biasanya para pedagang pengumpul desa ini membeli emping melinjo langsung dari produsen (pengolah) dan ada juga dari sesama pedagang pengumpul untuk di jual ke pedagang perantara (agen) dan ke pedagang pengecer. Ada juga pedagang pengumpul yang sekaligus berperan sebagai pedagang perantara (agen) dan langsung membawa emping melinjo ke pasar di Medan. Pedagang pengumpul menjual empingnya ke pedagang perantara dan pedagang pengecer di Pasar Gambir dan Pasar Simpang Limun. Jumlah pedagang pengumpul yang ada di Desa Dalu Sepuluh B yang diketahui dari sampel pengolah emping melinjo adalah sebanyak 7 pedagang pengumpul. Karakteristik pedagang pengumpul emping melinjo dapat dilihat pada tabel berikut :
(40)
Tabel 6. Karakteristik Pedagang Pengumpul
No. Uraian Satuan Range Rataan
1. Umur Tahun 33-60 45,28
2. Pendidikan Tahun 6-12 9,42
3. Pengalaman Tahun 3-30 14,71
4. Volume Penjualan Kilogram/bln 100-400 224,28
Sumber :Analisis Data (Lampiran 2)
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rata-rata umur pedagang pengumpul adalah 45 tahun dengan interval 33-60 tahun. Rata-rata lama pendidikan adalah 9 tahun atau lulus SMP. Rata-rata pengalaman sebagai pedagang pengumpul adalah 14,71 tahun dengan interval 3-30 tahun dan volume penjualan pedagang pengumpul adalah 224,28 kg dengan interval 100-400 kg per bulannya.
Pedagang Perantara
Pedagang perantara atau yang disebut dengan agen adalah orang yang datang ke Desa Dalu Sepuluh B untuk membeli emping melinjo kepada pedagang pengumpul yang berada di Desa ini juga kemudian menjualnya ke pedagang pengecer. Tetapi ada juga pedagang perantara yang juga sebagai pedagang pengecer, yaitu orang yang membeli emping melinjo ke pedagang pengumpul di desa kemudian pedagang perantara tersebut langsung menjual sendiri empingnya ke pasar di Medan. Pasar yang dituju adalah Pasar Gambir, Pasar Simpang Limun dan Pasar Sambu. Jumlah pedagang perantara yang ditemukan pada saat penelitiann adalah sebanyak 5 pedagang. Adapun karakteristik pedagang perantara yang tidak sebagai pedagang pengecer juga adalah sebagai berikut :
(41)
Tabel 7. Karakteristik Pedagang Perantara
No. Uraian Satuan Range Rataan
1. Umur Tahun 44-53 48
2. Pendidikan Tahun 6-12 7,8
3. Pengalaman Tahun 10-30 19
4. Volume Penjualan Kilogram/bln 160-240 200
Sumber :Analisis Data (Lampiran 3)
Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata umur pedagang perantara adalah 48 tahun dengan interval 44-53 tahun. Rata-rata lama pendidikan adalah 8 tahun atau lulus SD. Rata-rata pengalaman sebagai pedagang perantara adalah 19 tahun dengan interval 10-30 tahun dan volume penjualan pedagang perantara adalah 200 kg dengan interval 160-240 kg per bulan.
Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer adalah pedagang yang membeli emping melinjo baik langsung dari pedagang pengumpul maupun dari pedagang perantara. Pedagang pengecer emping melinjo banyak dijumpai di Pasar Tradisional seperti Pasar Gambir di Tembung, Pasar Sentral (Sambu) dan di Pasar Simpang Limun. Pedagang pengecer emping melinjo menjual emping melinjo langsung kepada konsumen dalam jumlah yang relatif sedikit. Rata-rata mereka membeli emping melinjo antara 80-320 kg perbulannya. Adapun karakteristik pedagang pengecer adalah sebagai berikut :
Tabel 8. Karakteristik Pedagang Pengecer
No. Uraian Satuan Range Rataan
1. Umur Tahun 33-52 42,45
2. Pendidikan Tahun 6-16 9,9
3. Pengalaman Tahun 10-23 14,54
4. Volume Penjualan Kilogram/bln 80-320 152,73
(42)
Dari tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata umur pedagang pengecer adalah 42 tahun dengan interval 33-52 tahun.Rata-rata lama pendidikan adalah 9 tahun dengan interval 6-16. Rata-rata pengalaman sebagai pedagang pengecer adalah 14 tahun dengan interval 10-23 tahun dan volume penjualan pedagang pengecer adalah 152,73 kg dengan interval 80-320 kg per bulan.
(43)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Baku
Bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi emping terdiri dari bahan baku utama yaitu biji melinjo. Bahan baku diperoleh baik dari hasil kebun sendiri, membeli dari pengumpul melinjo ataupun dipasok dari petani melinjo langsung. Sebagian besar pengusaha emping di Desa Dalu Sepuluh B mendapatkan bahan baku dengan membeli dari pengumpul melinjo.
Untuk menghasilkan emping yang berkualitas baik diperlukan bahan baku yang berkualitas. Biji melinjo yang berkualitas baik adalah biji melinjo yang sudah tua, yang secara fisik dapat diketahui dari kulit luar yang berwarna merah dan relatif segar (tidak disimpan terlalu lama). Harga biji melinjo di jual oleh pedagang pengumpul kepada pengolah emping berkisar Rp.5.000-Rp.7.000 per kilogram.
Tenaga Kerja
Tenaga kerja produksi umumnya adalah perempuan, yang biasanya berumur paruh baya (ibu-ibu) dan anggota keluarganya.Tidak ada kualifikasi khusus yang diperlukan dalam industri emping. Keahlian membuat emping biasanya didapatkan dari turun-temurun. Bagi pengolah emping, pekerjaan membuat emping merupakan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utamanya yaitu bertani dan buruh.
Pada umumnya sistem penggajian untuk tenaga kerja produksi adalah sistem kekeluargaan karena tenaga kerja yang digunakan adalah Tenaga Kerja
(44)
Dalam Keluarga (TKDK). Sistem ini tidak ada pembagian yang jelas antara anggota keluarga karena hasil penjualan emping yang dihasilkan akan digunakan untuk kepentingan keluarga. Ada juga dengan sistem upah produksi tetapi hanya beberapa orang saja yang mengikuti sistem ini karena keterbatasan waktu dan tenaga mereka. Pada sistem ini, para pengolah emping bergabung dengan tetangga untuk diolah bersama-sama dengan jumlah 2-3 rumah tangga.
Pedagang pengumpul memberikan bantuan kepada pengolah untuk memperoleh bahan baku berupa biji melinjo, kemudian diproses menjadi emping melinjo oleh pengolah selanjutnya hasil produksi emping ini dijual ke pedagang pengumpul. Biasanya untuk membuat 1 kg emping, dibutuhkan 2 kg bahan baku biji melinjo. Rata-rata satu orang pengolah mampu menghasilkan 2-4 kg emping per hari.
Saluran Tataniaga (channel of marketing)
Saluran tataniaga emping melinjo di daerah penelitian terdapat 4 saluran tataniaga mulai dari produsen hingga kepada konsumen. Keseluruhan saluran ini memiliki tujuan yang sama yaitu mendistribusikan emping melinjo sampai ke tangan konsumen. Saluran tataniaga emping melinjo di Desa Dalu Sepuluh B melibatkan beberapa lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul, pedagang perantara dan pedagang pengecer, tetapi lembaga tataniaga ini tidak selalu ada di setiap saluran tataniaga emping melinjo di daerah penelitian.
Produsen/pengolah yang menjadi sampel penelitian ini ada yang langsung menjual emping melinjo ke pedagang pengecer yang sekaligus agen di Medan selanjutnya sampai ke konsumen. Ada juga saluran dimana produsen menjual
(45)
emping melinjo kepada pedagang pengumpul selanjutnya pedagang pengumpul menjual emping ke padagang pengecer dan ke pedagang perantara atau agen yang membawa emping melinjo ke pasar di Kota Medan kemudian menjual ke konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian maka skema saluran tataniaga emping melinjo di Desa Dalu Sepuluh B dapat digambarkan sebagai berikut :
Saluran I Saluran II
Saluran III
Saluran IV
Gambar 2. Skema saluran tataniaga emping melinjo secara keseluruhan di daerah penelitian tahun 2011
Keterangan :
: emping melinjo : biji melinjo : tidak diteliti Pengolah/Produsen
Ped. Pengumpul Desa
Ped. Perantara Desa
Ped. Pengecer Medan Petani
luar Desa
P.Perantara luar Desa
Konsumen Desa
Konsumen Medan
(46)
Pada gambar 2 memperlihatkan bahwa pengolah emping melinjo selaku produsen membeli biji melinjo dari pedagang pengumpul tetapi ada juga pengolah yang tidak membeli dari pedagang pengumpul. Sedangkan pedagang pengumpul memperoleh biji melinjo dengan membelinya dari petani di luar desa. Pengolah melakukan penjualan emping ke pedagang pengumpul di Desa dan ke pedagang perantara/agen yang ada di Desa. Terdapat empat (4) saluran tataniaga emping melinjo di daerah penelitian.
Saluran I
Gambar 3. Skema saluran I tataniaga emping melinjo
Pada saluran I, produsen menjual emping melinjo ke pedagang pengumpul kemudian pedagang pengumpul langsung menjualnya ke konsumen akhir. Produsen menjual emping melinjo ke pedagang pengumpul yang ada di Desa Dalu Sepuluh B, biasanya saluran ini terjadi karena pengolah mengasilkan produksi emping dalam jumlah yang besar dan hal ini terjadi pada saat ada pesta pernikahan atau acara besar lainnya di Desa. Produsen menjual emping melinjo dengan sistem menunggu yaitu pedagang pengumpul datang ke tempat pengolahan untuk membeli emping melinjo. Emping melinjo yang dibeli dalam jumlah berkisar 100-400 kg per bulan yang dibungkus dengan karung goni. Biasanya pedagang pengumpul datang membeli emping sekali dalam seminggu dan membawanya dengan menggunakan kereta karena jarak antara rumah
Produsen Ped. Pengumpul
di Desa
Konsumen di Desa
(47)
pedagang pengumpul dengan produsen tidak jauh di dalam satu desa yang sama maka pedagang pengumpul tidak menghitung biaya transportasi.
Pedagang pengumpul kemudian menunggu datangnya konsumen di rumahnya, biasanya konsumen yang membeli langsung ke pedagang pengumpul karena membutuhkan emping melinjo dalam jumlah yang banyak. Apabila membeli emping melinjo langsung kepada produsen biasanya tidak dapat memenuhi jumlah permintaan konsumen karena kurangnya bahan baku dan tenaga kerja.
Saluran II
Gambar 4. Skema saluran II tataniaga emping melinjo
Pada saluran II, produsen menjual langsung emping melinjo ke pedagang perantara/agen yang datang ke daerah penelitian selanjutnya pedangang perantara membawa emping tersebut ke pasar di Medan untuk menjualnya ke pedagang pengecer sehingga sampai ke tangan konsumen. Produsen yang menjual hasil produksi empingnya kepada pedagang perantara biasanya pengolah yang tidak membeli bahan baku berupa biji melinjo kepada pedagang pengumpul karena mereka membeli sendiri biji melinjonya. Pedagang pengumpul memperoleh biji melinjo dari luar desa, seperti dari Desa Tumpatan Nibung. Saluran ini terjadi karena produsen menghasilkan produksi dalam jumlah yang tidak banyak sehingga pedagang perantara membeli emping dari beberapa pengolah. Pedagang perantara harus mengeluarkan biaya transportasi untuk mengantar emping melinjo langsung ke pedagang pengecer Rp 5.000 untuk bensin kereta maupun becak.
Produsen Ped. Perantara di Desa
Ped. Pengecer di Medan
Konsumen di Medan
(48)
Kemudian pedagang pengecer yang ada di pasar kota Medan menjual emping tersebut kepada konsumen. Saluran ini yang biasanya terjadi di daerah penelitian yaitu pada hari-hari biasa.
Saluran III
Gambar 5. Skema saluran III tataniaga emping melinjo
Pada saluran III, produsen menjual hasil produksi emping melinjonya ke pedagang pengumpul di desa selanjutnya pedagang pengumpul menjualnya ke pedagang perantara yang datang ke rumah padagang pengumpul dengan harga yang ditawarkan pedagang pengumpul. Pedagang perantara membeli emping melinjonya dengan pembelian berkisar 160-240 kg emping kemudian menjualnya ke pedagang pengecer di pasar Medan sehingga sampai kepada konsumen. Saluran ini terjadi adalah karena produksi yang dihasilkan produsen dalam jumlah yang sedikit sehingga pedagang pengumpul berperan untuk mengumpulkan semua hasil emping dari para pengolah. Hal ini sering terjadi pada saat melinjo tidak musim.
Saluran IV
Gambar 6. Skema saluran IV tataniaga emping melinjo
Pada saluran IV, produsen menjual emping melinjonya ke pedagang pengumpul kemudian pedagang pengumpul menunggu datangnya pedagang pengecer yang dari Medan untuk membeli emping melinjo ke rumah mereka di Produsen Ped.Pengumpul
Desa
Ped.Perantara di Desa
Ped.Pengecer di Medan
Konsumen di Medan
Produsen Ped.Pengumpul
Desa
Ped.Pengecer di Medan
Konsumen di Medan
(49)
daerah penelitian. Pedagang pengecer selanjutnya menjual emping melinjo ke konsumen. Pedagang pengecer biasanya membeli sebanyak ± 50 kg sekali dalam seminggu dengan menggunakan becak bermotor. Saluran ini terjadi pada saat produksi emping oleh pengolah yang tidak banyak sekitar 10 kg per hari.
Fungsi-Fungsi Tataniaga Lembaga Pemasaran
Fungsi-fungsi tataniaga merupakan unsur penting dalam proses tataniaga emping melinjo. Fungsi tataniaga dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga untuk memperlancar penyampaian hasil emping melinjo dari pihak produsen/pengolah hingga ke konsumen akhir. Dalam proses tataniaga emping melinjo, fungsi-fungsi tataniaga yang dilaksanakan oleh produsen/pengolah dan lembaga tataniaga bervariasi. Setiap lembaga akan melakukan fungsi tataniaga mulai dari fungsi pembelian hingga ke fungsi penjualan. Konsekuensi dari pelaksanaan fungsi-fungsi ini adalah semakin besarnya biaya yang dikeluarkan oleh lembaga tataniaga maka akibatnya harga komoditi tersebut akan menjadi lebih tinggi. Fungsi-fungsi tataniaga emping melinjo yang dilakukan masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat pada tabel 9 berikut :
Tabel 9. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan Setiap Lembaga Tataniaga Fungsi Tataniaga Produsen Pedagang
Pengumpul
Pedagang Perantara
Pedagang Pengecer
Pembelian V V V V
Penjualan V V V V
Transportasi V V V V
Penyimpanan V V X V
Pengolahan V X X X
Pengemasan X V X X
Penanggungan Resiko V V X V
Standarisasi X V X V
Informasi Pasar V V V V
(50)
Keterangan : V = Melaksanakan fungsi tersebut X = Tidak melaksanakan
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa masing-masing saluran tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga sebagai berikut :
1. Produsen/pengolah melakukan fungsi tataniaga sebagai berikut : pembelian bahan baku biji melinjo, penjualan emping melinjo yang dihasilkan, transportasi untuk memperoleh bahan baku tetapi pengolah tidak memperhitungkan karena jarak yang dekat untuk membelinya. Fungsi penyimpanan yang dilakukan pengolah hanya beberapa hari saja dan jumlahnya tidak banyak sehingga disimpan di rumah saja, fungsi pengolahan yaitu mengolah biji melinjo menjadi emping melinjo, penanggungan resikonya adalah apabila ada emping yang tidak kering karena penjemuran dari sinar matahari yang tidak cukup, dan informasi pasar juga diperlukan untuk mengetahui tentang kondisi pasar, lokasi, jenis mutu, waktu dan harga pasar. Sedangkan untuk fungsi pengemasan dan standarisasi tidak dilakukan oleh pengolah emping melinjo karena yang melakukan fungsi ini adalah pedagang pengumpul atau pedagang perantara yang datang ke rumah pengolah.
2. Pedagang pengumpul melakukan fungsi tataniaga sebagai berikut : pembelian, penjualan, transportasi untuk membeli emping melinjo ke tempat pengolah, penyimpanan emping sampai pedagang perantara dan pedagang pengecer datang untuk membeli yang disimpan di dalam rumah saja, pengemasan emping melinjo dengan menggunakan plastik ataupun goni. Penanggungan resiko berupa adanya emping yang sudah berjamur
(51)
dan tidak sesuai dengan standar emping yang diinginkan, akibatnya harga jual emping menjadi turun dan dapat mempengaruhi penerimaan. Standarisasi merupakan proses penggolongan emping melinjo ke dalam kriteria tertentu, yakni kualitas I dengan bentuk emping yang tipis dan tidak ada gosongnya dan kualitas II dengan bentuk yang agak tebal dan gosong, kualitas ini mempengaruhi harga jual emping yang dibeli dari pengolah. Adapun di tingkat pedagang pengumpul informasi pasar dan harga sangat diperlukan. Informasi pasar diperlukan untuk mengetahui sacara pasti mengenai kapan musim panen terjadi dan dimana lokasi panen, sehingga dari informasi tersebut jauh hari sebelumnya pedagang pengumpul akan mempersiapkan segala sesuatunya untuk mendatangi petani di daerah yang sedang panen dan dapat menyesuaikan harga yang akan ditawarkan. Fungsi pengolahan tidak dilakukan oleh pedagang pengumpul karena fungsi ini telah dilakukan oleh pengolah dan pedagang pengumpul tidak ada melakukan pengolahan lagi terhadap emping ini. 3. Pedagang perantara melakukan fungsi tataniaga sebagai berikut :
pembelian dan penjualan. Fungsi transportasi dilakukan oleh pedagang perantara untuk membawa emping melinjo dari Desa Dalu Sepuluh B ke pedagang pengecer yang ada di Medan dengan menggunakan kereta atau becak. Informasi pasar diperlukan untuk mengetahui tentang kondisi pasar, lokasi, jenis mutu, waktu dan harga pasar. Fungsi penyimpanan tidak dilakukan karena pedagang perantara langsung menjual emping melinjo pada hari yang sama pada saat pembelian emping. Fungsi pengolahan tidak dilakukan karena pedagang perantara langsung menjualnya tanpa
(52)
melakukan pengolahan lagi terhadap emping tersebut. Pedagang perantara tidak ada mengalami penanggungan resiko dikarenakan emping yang sudah dibeli oleh pedagang akan langsung dijual sehingga kemungkinan tidak ada emping yang mengalami kerusakan. Sedangkan fungsi pengemasan dan standarisasi juga tidak dilakukan pedagang perantara karena fungsi ini telah dilakukan oleh pedagang pengumpul.
4. Pedagang pengecer melakukan fungsi tataniaga sebagai berikut : pembelian dan penjualan. Fungsi transportasi dilakukan pedagang pengecer karena ada juga pedagang pengecer dari Medan datang ke Desa Dalu Sepuluh B untuk membeli langsung emping melinjo ke pedagang pengumpul di Desa. Fungsi penyimpanan dilakukan di toko maupun di rumah mereka, penanggungan resiko yang dialami pedagang pengecer berupa kerusakan emping melinjo apabila ada yang pecah dan yang berjamur. Fungsi standarisasi juga masih dilakukan oleh pedagang pengecer karena adanya emping yang mengalami kerusakan. Informasi pasar juga dibutuhkan untuk mengetahui kondisi pasar mengenai berapa harga emping melinjo di pasaran karena komoditi ini bersifat musiman sehingga mempengaruhi harga beli dan harga jual. Fungsi pengolahan tidak dilakukan lagi karena pedagang pengecer hanya tinggal menjual emping ini saja. Fungsi pengemasan juga tidak dilakukan karena emping yang dibawa pedagang perantara sudah dalam bungkusan goni, begitu juga emping yang di beli dari pedagang pengumpul di Desa sudah dalam bungkusan goni. Maka pedagang pengecer langsung menjual emping melinjo ini dalam karung goni yang sama juga.
(53)
Share Margin Lembaga Tataniaga
Share margin adalah persentase price spread terhadap harga beli
konsumen di pasaran dan Price spread adalah kelompok harga beli dan biaya-biaya tataniaga menurut fungsi tataniaga yang dilakukan dan margin keuntungan dari setiap lembaga tataniaga.
Untuk menganalisis price spread dan margin tataniaga di setiap saluran tataniaga maka perlu dihitung biaya tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing pengolah dan lembaga tataniaga. Untuk mengetahui biaya dari masing-masing lembaga tataniaga dapat dilihat berdasarkan saluran tataniaga emping melinjo yang ada di daerah penelitian.
Tabel 10.Rata-rata Share Margin dan Price Spread Tataniaga Emping Melinjo Melalui Saluran I
No. Uraian Price Spread
(Rp/Kg)
Share Margin (%) 1. Pengolah
Bahan baku 12000 44.44
Penyusutan biji 396 1.47
Kayu bakar 808.99 2.99
Harga Pokok Produksi 13204.99 48.91
Biaya tataniaga
- Marketing Loss 412.5 1.53
Total biaya tataniaga 412.5 1.53
Marjin Keuntungan 8382.51 31.05
Harga jual pengolah 22000 81.48
2. Pedagang pengumpul
Harga beli dari pengolah 22000 81.48
Biaya tataniaga
- Marketing Loss 311.80 1.15
- Pengemasan 71.91 0.27
Total biaya tataniaga 383.71 1.42
Harga jual pedagang pengumpul 27000 100
Profit pedagang pengumpul 4616.29 17.09
Marketing margin 5000 18.51
Nisbah margin keuntungan 12.03
3. Harga beli konsumen 27000 100
(54)
Pada tabel di atas dapat dilihat harga jual pengolah Rp 22.000/kg, dimana
marketing loss sebesar Rp 412.5/kg dan keuntungan yang diperoleh pengolah
adalah sebesar Rp 8.382,51/kg dengan share margin sebesar 31,05%. Harga beli pedagang pengumpul dari pengolah adalah Rp 22.000/kg, dimana biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 383,71/kg yang terdiri dari biaya pengemasan sebesar Rp 71,91/kg dan biaya penyusutan emping/marketing loss sebesar Rp 311,80/kg, keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 4.616,29/kg dengan share margin sebesar 17,09%, marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 5.000/kg, dan nisbah margin keuntungan yang diterima adalah 12,03.
Tabel 11.Rata-rata Share Margin dan Price Spread Tataniaga Emping Melinjo Melalui Saluran II
No. Uraian Price Spread
(Rp/Kg)
Share Margin (%) 1. Pengolah
Bahan baku 12000 36.36
Penyusutan biji 396 1.2
Kayu bakar 1132.87 3.43
Harga Pokok Produksi 13528.87 40.99
Biaya tataniaga
- Marketing Loss 412.5 1.25
Total biaya tataniaga 412.5 1.25
Marjin Keuntungan 11058.63 33.51
Harga jual pengolah 25000 75.76
2. Pedagang perantara
Harga beli dari pengolah 25000 75.76
Biaya tataniaga
- Transportasi 503.50 1.53
- Pengemasan 100.70 0.31
Total biaya tataniaga 604.20 1.83
Harga jual pedagang perantara 30000 90.91
Profit pedagang perantara 4395.80 13.32
Marketing margin 5000 15.15
Nisbah margin keuntungan 7.28
3. Pedagang pengecer
Harga beli dari pedagang perantara 30000 90.91
Biaya tataniaga
- Marketing Loss 310.53 0.94
Total biaya tataniaga 310.53 0.94
Harga jual pedagang pengecer 33000 100
Profit pedagang pengecer 2689.47 8.15
(55)
Nisbah margin keuntungan 8.66
4. Harga beli konsumen 33000 100
Sumber :Analisis Data (Lampiran 7)
Pada tabel di atas dapat dilihat harga jual pengolah Rp 25.000/kg, dimana marketing loss sebesar Rp 412,5/kg dan keuntungan yang diperoleh pengolah adalah sebesar Rp 11.058,63/kg dengan share margin sebesar 33,51%. Harga beli pedagang perantara dari pengolah adalah Rp 25.000/kg, dimana biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang perantara sebesar Rp 604,20/kg yang terdiri dari biaya pengemasan sebesar Rp 310,53/kg dan biaya transportasi sebesar Rp 503,50/kg, keuntungan yang diperoleh pedagang perantara adalah sebesar Rp 4.395,80/kg dengan share margin sebesar 13,32%, marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 5.000/kg, dan nisbah margin keuntungan yang diterima adalah 7,28.
Harga beli pedagang pengecer dari pedagang perantara adalah Rp 30.000/kg, dimana marketing loss sebesar Rp 310,53/kg dan profit pedagang pengecer adalah sebesar Rp 2.689,47/kg dengan share margin sebesar 8,15%. Marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 3.000/kg dan nisbah margin keuntungan sebesar 8,66.
Tabel 12.Rata-rata Share Margin dan Price Spread Tataniaga Emping Melinjo Melalui Saluran III
No. Uraian Price Spread
(Rp/Kg)
Share Margin (%) 1. Pengolah
Bahan baku 12000 34.29
Penyusutan biji 396 1.13
Kayu bakar 1764.71 5.04
Harga Pokok Produksi 14160.71 40.46
Biaya tataniaga
- Marketing Loss 412.5 1.18
Total biaya tataniaga 412.5 1.18
Marjin Keuntungan 7426.79 21.22
Harga jual pengolah 22000 62.86
2. Pedagang pengumpul
Harga beli dari pengolah 22000 62.86
Biaya tataniaga
- Marketing loss 310.97 0.89
- Pengemasan 156.86 0.45
Total biaya tataniaga 467.83 1.34
(56)
Profit pedagang pengumpul 5532.17 15.81
Marketing margin 6000 17.14
Nisbah margin keuntungan 11.83
3. Pedagang perantara
Harga beli dari pedagang pengumpul 28000 80.00
Biaya tataniaga
- Transportasi 784.31 2.24
Total biaya tataniaga 784.31 2.24
Harga jual pedagang perantara 33000 94.29
Profit pedagang perantara 4215.69 12.04
Marketing margin 5000 14.29
Nisbah margin keuntungan 5.38
4. Pedagang pengecer
Harga beli dari pedagang perantara 33000 94.29
Biaya tataniaga
- Marketing loss 307.90 0.88
Total biaya tataniaga 307.90 0.88
Harga jual pedagang pengecer 35000 100
Profit pedagang pengecer 1692.10 4.83
Marketing margin 2000 5.71
Nisbah margin keuntungan 5.50
5. Harga beli konsumen 35000 100
Sumber :Analisis Data (Lampiran 8)
Pada tabel di atas dapat dilihat harga jual pengolah Rp 22.000/kg, dimana
marketing loss sebesar Rp 412,5/kg dan keuntungan yang diperoleh pengolah
adalah sebesar Rp 7.426,79/kg dengan share margin sebesar 21,22%. Harga beli pedagang pengumpul dari pengolah adalah Rp 22.000/kg, dimana biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 467,83/kg yang terdiri dari biaya pengemasan sebesar Rp 156,86/kg dan marketing loss sebesar Rp 310,97/kg, keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar 5.532,17/kg dengan share margin sebesar 15,81%, marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 6.000/kg, dan nisbah margin keuntungan yang diterima adalah 11,83.
Harga beli pedagang perantara dari pengolah adalah Rp 28.000/kg, dimana biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang perantara sebesar Rp 1.093,75/kg yang terdiri dari biaya pengemasan sebesar Rp 310,53/kg dan biaya transportasi sebesar Rp 503,50/kg, keuntungan yang diperoleh pedagang perantara adalah sebesar Rp4.215,69/kg dengan share margin sebesar 12,04%, marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 5.000/kg, dan nisbah margin keuntungan yang
(57)
Harga beli pedagang pengecer dari pedagang perantara adalah Rp 33.000/kg, dimana marketing loss sebesar Rp 307,90/kg dan profit pedagang pengecer adalah sebesar Rp 1.692,10/kg dengan share margin sebesar 4,83%. Marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 2.000/kg dan nisbah margin keuntungan sebesar 5,50.
Tabel 13.Rata-rata Share Margin dan Price Spread Tataniaga Emping Melinjo Melalui Saluran IV
No. Uraian Price Spread
(Rp/Kg)
Share Margin (%) 1. Pengolah
Bahan baku 12000 36.36
Penyusutan biji 396 1.2
Kayu bakar 1687.5 5.11
Harga Pokok Produksi 14083.5 42.68
Biaya tataniaga
- Marketing Loss 412.5 1.25
Total biaya tataniaga 412.5 1.25
Marjin Keuntungan 7504 22.74
Harga jual pengolah 22000 66.67
2. Pedagang pengumpul
Harga beli dari pengolah 22000 66.67
Biaya tataniaga
- Marketing loss 311.04 0.94
- Pengemasan 150 0.45
Total biaya tataniaga 461.04 1.40
Harga jual pedagang pengumpul 25000 75.76
Profit pedagang pengumpul 2538.96 7.69
Marketing margin 3000 9.09
Nisbah margin keuntungan 5.51
3. Pedagang pengecer
Harga beli dari pedagang pengumpul 25000 75.76
Biaya tataniaga
- Transportasi 750 2.27
- Marketing loss 309.57 0.94
Total biaya tataniaga 1059.57 3.21
Harga jual pedagang pengecer 33000 100
Profit pedagang pengecer 6940.43 21.03
Marketing margin 8000 24.24
Nisbah margin keuntungan 6.55
4. Harga beli konsumen 33000 100
(58)
Pada tabel di atas dapat dilihat harga jual pengolah Rp 22.000/kg, dimana
marketing loss sebesar Rp 412,5/kg dan keuntungan yang diperoleh pengolah
adalah sebesar Rp 7.504/kg dengan share margin sebesar 22,74%. Harga beli pedagang pengumpul dari pengolah adalah Rp 22.000/kg, dimana biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengumpul sebesar Rp 461,04/kg yang terdiri dari biaya pengemasan sebesar Rp 150/kg dan marketing loss sebesar Rp 311,04/kg, keuntungan yang diperoleh pedagang pengumpul adalah sebesar Rp 2.538,96/kg dengan share margin sebesar 7,69%, marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 3.000/kg, dan nisbah margin keuntungan yang diterima adalah 5,51.
Harga beli pedagang pengecer dari pedagang perantara adalah Rp 25.000/kg, dimana biaya tataniaga yang ditanggung oleh pedagang pengecer sebesar Rp 1.059,57/kg yang terdiri dari biaya transportasi sebesar Rp 750/kg dan
marketing loss sebesar Rp 309,57/kg dan profit pedagang pengecer adalah sebesar
Rp 6.940,43/kg dengan share margin sebesar 21,03%. Marketing margin yang diterima adalah sebesar Rp 8.000/kg dan nisbah margin keuntungan sebesar 6,55.
Dalam mengetahui besarnya price spread dan share margin pada setiap saluran tataniaga dapat disimpulkan pada tabel sebagai berikut :
Tabel 14. Rekapitulasi margin tataniaga, price spread dan share margin pada setiap saluran tataniaga
Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa biaya tataniaga, profit pedagang dan marketing margin tertinggi adalah pada saluran III walaupun harga jual
Uraian
Saluran I Saluran II Saluran III Saluran IV
Price Spread (Rp/Kg) Share Margin Price Spread Share Margin Price Spread Share Margin Price Spread Share Margin
(%) (Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%) (Rp/kg) (%)
Harga jual Pengolah
22000 81,48 25000 75,76 22000 62,86 22000 66,67
Biaya Tataniaga
796,21 2,95 1327,23 4,02 1972,54 5,64 1520,61 4,61
Profit Pedagang
4616,29 17,09 7085,27 21,47 11439,96 32,68 9479,39 28,72 Marketing
Margin
(59)
pengolah/produsen di saluran ini tidak yang paling tinggi. Hal ini dikarenakan panjangnya rantai atau saluran tataniaga yaitu mulai dari produsen dijual ke pedagang pengumpul, pedagang pengumpul tersebut menjual ke pedagang perantara, pedagang perantara lalu menjualnya ke pedagang pengecer dan akhirnya sampai ke tangan konsumen.
Efisiensi Tataniaga
Untuk menghitung efisiensi tataniaga hingga saat ini belum ada ukuran yang jelas, akan tetapi penulis akan menentukan tingkat efisiensi yang diperoleh pada saluran tataniaga emping melinjo di desa Dalu Sepuluh B. Efisiensi tataniaga yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melihat share margin
pengolah emping melinjo yang didapat dari harga beli konsumen dibagi dengan harga jual pengolah dikali dengan seratus persen. Tingkat efisiensi tataniaga emping melinjo pada setiap saluran tataniaga emping melinjo dapat dilihat pada Tabel 15 di bawah ini.
Tabel 15. Tingkat efisiensi tataniaga emping melinjo pada setiap saluran tataniaga di desa Dalu Sepuluh B Tahun 2011
Sumber : Analisis Data (Lampiran 10)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tataniaga emping melinjo di daerah penelitian yaitu di desa Dalu Sepuluh B sudah efisien karena dikatakan efisien
Saluran Tataniaga Emping Melinjo
Share Margin Pengolah
(%)
I (Pengolah-P.Pengumpul-Konsumen) 81,48
II (Pengolah-P.Perantara-P.Pengecer-Konsumen) 75,76
III (Pengolah-P.Pengumpul-P.Perantara-P.Pengecer-Konsumen) 62,86
(60)
apabila share margin produsen/pengolah berada di atas 50% (>50%). Tingkat efisiensi yang paling tinggi adalah pada saluran tataniaga I dan yang paling rendah tingkat efisiensinya adalah pada saluran tataniaga III, maka dapat dilihat bahwa saluran tataniaga yang paling pendek adalah yang paling efisien di antara keempat saluran tataniaga yang ada. Sebaliknya saluran tataniga yang paling panjang adalah tingkat efisiensinya paling rendah di antara keempat saluran tersebut.
(1)
Lampiran 1. Karakteristik Produsen
No. Sampel Sampel Alamat Produsen Umur (Tahun) Pengalaman (Tahun) Pendidikan (Tahun) Jumlah Tanggungan(Orang) Produksi/bln(Kg)
1 Jln. Mesjid Dusun 4 43 20 6 2 120
2 Jln. Swadana Dusun 6 27 5 9 0 30
3 Jln. Tirta Dusun 8 49 20 6 3 45
4 Jln. Tirta Dusun 8 60 30 6 0 60
5 Jln. Tirta Dusun 8 45 20 6 2 120
6 Jln. Tirta Dusun 9 25 5 6 0 60
7 Jln. Tirta Dusun 9 28 6 9 0 60
8 Jln. Tirta Dusun 9 27 5 9 0 60
9 Jln. Lap.bola Dusun 8 46 10 12 2 60
10 Jln. Payanibung Dusun 10 44 3 6 0 60
11 Jln. Mesjid Dusun 4 56 20 6 3 100
12 Jln. Mesjid Dusun 4 60 50 4 0 60
13 Jln. Mesjid Dusun 4 41 20 9 0 45
14 Jln. Payanibung Dusun 10 50 30 6 0 90
15 Jln. Tirta Dusun 9 58 20 6 0 30
16 Jln. Payanibung Dusun 9 33 2 12 1 90
17 Jln. Lap.bola Dusun 8 49 15 9 4 30
18 Jln. Payanibung Dusun 10 45 10 6 2 40
19 Jln. Payanibung Dusun 10 42 5 6 3 60
20 Jln. Swakarya Dusun 3 54 10 6 1 60
21 Jln. Keluarga Dusun 7 41 20 6 1 45
(2)
22 Jln. Tirta Dusun 9 61 40 6 0 30
23 Jln.Tirta Dusun 9 50 15 6 0 60
24 Jln. Payanibung Dusun 10 35 10 6 3 105
25 Jln. Payanibung Dusun 10 41 15 6 2 100
26 Jln. Payanibung Dusun 10 33 14 6 2 90
27 Jln. Swakarya Dusun 3 36 11 6 3 90
28 Jln. Benteng Dusun 9 40 13 6 1 75
29 Jln. Benteng Dusun 9 37 10 6 2 90
30 Jln. Swadana Dusun 6 45 12 6 2 90
Total 1301 466 205 39 2055
Rataan 43.36 15.53 6.83 1.3 68.5
(3)
Lampiran 2. Karakteristik Pedagang Pengumpul
No. Sampel Alamat Umur (Tahun) Pendidikan (Tahun) Pengalaman (Tahun) Sumber Pembelian Pembelian (Kg) Tujuan Penjualan Penjualan (Kg)
1 Dusun 8 46 12 12 Produsen 300 P.Perantara & P.Pengecer 300
2 Dusun 9 53 6 15 Produsen 100 P.Perantara & P.Pengecer 100
3 Dusun 9 36 12 10 Produsen 200 P.Perantara & P.Pengecer 200
4 Dusun 4 53 6 30 Produsen 280 Pedagang pengecer 280
5 Dusun 7 60 6 20 Produsen 140 P.Perantara & P.Pengecer 140
6 Dusun 7 36 12 13 Produsen 150 P.Perantara & P.Pengecer 150
7 Dusun 9 33 12 3 Produsen 400 P.Perantara & P.Pengecer 400
Total 317 66 103 1570 1570
Rataan 45.28 9.42 14.71 224.28 224.28
(4)
Lampiran 3. Karakteristik Pedagang Perantara
No. Sampel Sampel Alamat Umur Pendidikan Pengalaman Sumber Pembelian Tujuan Penjualan
(Tahun) (Tahun) (Tahun) Pembelian (Kg/bln) Penjualan (Kg/bln)
1 Dusun 2 48 6 20 Pedagang pengumpul 200 Pedagang pengecer 200
2 Dusun 4 53 6 30 Pedagang pengumpul 160 Pedagang pengecer 160
3 Dusun 6 45 9 15 Pedagang pengumpul 200 Pedagang pengecer 200
4 Dusun 7 50 6 20 Pedagang pengumpul 200 Pedagang pengecer 200
5 Dusun 8 44 12 10 Pedagang pengumpul 240 Pedagang pengecer 240
Total 240 39 95 1000 1000
Rataan 48 7.8 19 200 200
(5)
Lampiran 4. Karakteristik Pedagang Pengecer
No. Sampel Sampel Alamat Umur (Tahun) Pendidikan (Tahun) Pengalaman (Tahun) Sumber Pembelian Pembelian (Kg) Tujuan Penjualan Penjualan (Kg)
1 Pasar Gambir 52 16 10 Pedagang perantara 200 konsumen 50
2 Pasar Gambir 35 6 15 Pedagang perantara 160 konsumen 40
3 Pasar Gambir 49 12 20 Prdagang pengumpul 200 konsumen 50
4 Pasar Gambir 45 9 10 Pedagang pengumpul 320 konsumen 80
5 Simpang Limun 36 12 12 Pedagang pengumpul 80 konsumen 20
6 Simpang Limun 50 9 20 Pedagang perantara 80 konsumen 20
7 Simpang Limun 39 9 15 Pedagang perantara 200 konsumen 50
8 Simpang Limun 33 12 13 Pedagang pengumpul 80 konsumen 20
9 Sambu 40 9 10 Pedagang pengumpul 160 konsumen 40
10 Sambu 36 6 12 Pedagang pengumpul 120 konsumen 30
11 Sambu 52 9 23 Pedagang perantara 80 konsumen 20
Total 467 109 160 1680 420
Rataan 42.45 9.9 14.54 152.73 38.18
(6)
Lampiran 5. Fungsi-fungsi Tataniaga yang Dilakukan oleh Produsen dan Lembaga-lembaga Tataniaga Emping Melinjo, Tahun 2011
Produsen/Pengolah
No.Sampel Alamat Pembelian Penjualan Pengangkutan Penyimpanan Pengolahan Pengemasan Penanggungan Resiko Standarisasi informasi Pasar
1 s/d 30 Desa Dalu XB √ √ √ √ √ x √ x √
Pedagang Pengumpul
No.Sampel Alamat Pembelian Penjualan Pengangkutan Penyimpanan Pengolahan Pengemasan Penanggungan Resiko Standarisasi informasi Pasar
1 Dusun 8 √ √ √ √ x √ √ √ √
2 Dusun 9 √ √ √ √ x √ √ √ √
3 Dusun 9 √ √ √ √ x √ √ √ √
4 Dusun 4 √ √ √ √ x √ √ √ √
5 Dusun 7 √ √ √ √ x √ √ √ √
6 Dusun 7 √ √ √ √ x √ √ √ √
7 Dusun 9 √ √ √ √ x √ √ √ √
Pedagang Perantara
No.Sampel Alamat Pembelian Penjualan Pengangkutan Penyimpanan Pengolahan Pengemasan Penanggungan Resiko Standarisasi informasi Pasar
1 Dusun 2 √ √ √ x x x x x √
2 Dusun 4 √ √ √ x x x x x √
3 Dusun 6 √ √ √ x x x x x √
4 Dusun 7 √ √ √ x x x x x √
5 Dusun 8 √ √ √ x x x x x √
Pedagang Pengecer
No.Sampel Alamat Pembelian Penjualan Pengangkutan Penyimpanan Pengolahan Pengemasan Penanggungan Resiko Standarisasi informasi Pasar
1 Pasar Gambir √ √ √ √ x x √ √ √