Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perubahan Identitas dalam Ritual Tulude

  BAB II KERANGKA TEORI RITUAL, IDENTITAS DAN PERUBAHAN IDENTITAS Sebelum kita masuk pada pembahasan perubahan identitas menurut Peter Burke, di awal bab ini ada beberapa hal yang akan diuraikan yaitu: ritual, identitas, dan kemudian perubahan identitas. Hal ini berkaitan dengan apa yang nantinya akan diuraikan sebagai hasil analisis pada bab empat tentang bentuk perubahan identitas di dalam proses ritual Tulude yang mempengaruhi kehidupan suku Sangihe.

2.1. Ritual

  Ritual adalah tindakan atau kebiasaan yang diulang tapi lebih kepada suatu kebiasaan. Ritual seringkali sangat teratur dan terkendali, sering kali dimaksudkan untuk menunjukkan atau mengumumkan keanggotaan dalam kelompok. Kebanyakan ritual menyatukan banyak jenis seperti cerita lisan, adat, dan materi. Cerita lisan dilihat dalam bentuk nyanyian, dan bacaan puisi. Adat, dilihat dari tari-tarian, dan untuk materi dilihat dari makanan, tulisan, dan pakaian. Umumnya ritual merupakan pertunjukan yang diulang-ulang, berpola, dan resmi, yang menggabungkan simbol dan tindakan. Tidak semua dapat memahami ritual itu ketika berlangsung tetapi hanya dapat melihat sebuah pola yang teratur. Sebagian besar ritual adalah aktivitas bergaya simbolis, sangat kontekstual, sangat simbolis, yang memungkinkan kelompok mengenali, memberi contoh dan/atau mengekspresikan gagasan, nilai, termasuk dengan kepercayaan tradisional tertentu. Perayaan keluarga dan masyarakat, upacara

  1

  sakral dan sekuler, dan berbagai pertunjukan terstruktur lainnya. Mengenai yang

1 Martha C. Sims and Martine Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their

  sakral disini menurut Durkeim itu adalah apa yang disisihkan dan diletakkan terpisah, keterpisahan tersebut menciptakan perbedaan dari hal-hal yang profan.

  2 Agar ada ritual, maka, harus ada seperangkat keyakinan dan nilai yang harus

  diterima oleh anggota kelompok dan ingin diperkuat. Sebagian besar ritual bersifat statis dan dinamis, dengan fitur inti yang biasanya berulang dan mudah dikenali, namun jika ada variannya itu tergantung pada kelompoknya.

  3 Ritual sering menggunakan simbol dan metafora untuk mewakili konsep

  penting. Memindahkan rumbai di toga wisuda setelah siswa menerima ijazah, misalnya, melambangkan perubahan status bahwa seseorang telah lulus. Ritual kecil ini memberi makna bahwa seseorang tersebut telah melalui beberapa tahap pendidikan dan sampai pada tahap sarjana.

  

4

2.1.1.

  Ritual Tidak Formal dan Formal Ritual dalam konteks tidak formal adalah tindakan yang tidak memerlukan perencanaan khusus dan tanpa diumumkan kebanyak orang.

  Misalnya, peniupan lilin ulang tahun sebagai cara menyampaikan permohonan tertentu. Dan hal itu dapat dilakukan sendiri tanpa kehadiran dari banyak orang.

5 Ritual dalam konteks formal adalah tindakan yang memerlukan

  perencanaan khusus dan dimumkan kebanyak orang. Seperti acara pernikahan atau pembaptisan dalam agama Kristen. Dalam konteks formal, ritual harus menggunakan kostum/busana, ornament/perhiasan tertentu yang sudah/telah ditentukan.

  6

  2 Emile Durkheim, The Elementary Forms Of The Religious Life (Jokjakarta: IRCiSoD 2011), 434. 3 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 95. 4 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 96. 5 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions,99.

  2.1.2. Pelaksanaan Ritual Sebagaimana terdapat dalam sebuah tradisi. Ritual dilaksanakan untuk mengekspresikan dan menunjukan suatu identitas. Tradisi menciptakan ritual untuk membuat suatu kelompok mengikuti aturan dan memberi tanda secara khusus sebagai anggota dari suatu tradisi tertentu. Ritual juga dilaksanakan dibuat dalam rangka perlawanan terhadap suatu tradisi/aturan masyarakat luas yang tidak mengakui keberadaan kelompok tertentu. Ritual diciptakan untuk membentuk suatu kelompok. Dalam hal ini kelompok itu datang bersama- sama melakukan ritual tertentu dan terus berlangsung sampai menjadi ciri dari

  7 kelompok itu.

  2.1.3. Ritual Sakral dan Sekuler Bagi banyak orang ritual adalah suatu istilah yang berarti suatu kegiatan dalam agama. Sakral juga sering diartikan sebagai praktek agama.

  Ritual sakral berhubungan dengan dunia spiritual atau supranatural atau

  8 fenomena. Biasanya ritual ini berlangsung dihadapan jemaat atau keluarga.

  Tetapi ada juga ritual sakral yang tidak umum dan dapat dilakukan secara pribadi. Hal ini berarti bahwa tidak selamanya seseorang harus memiliki agama untuk melakukan ritual sakral. Tetapi ketika ada kepercayaan terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dunia spiritual atau supranatural maka dia dapat melakukan ritual sakral tersebut.

  Untuk beberapa orang, kepercayaan adalah bagian yang paling penting dalam ritual sakral. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa ritual sakral hanya sebuah gerakan tanpa makna sakral atau lebih. Beberapa penyembuh 7 sakral berpendapat bahwa, jika seseorang meminta untuk disembuhkan tetapi

  Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 101 dia tidak meyakini pengobatan itu, maka dia tidak akan menerima

  9 kesembuhan.

  Ritual sekuler tidak terkait dengan keyakinan terhadap spiritual dan sakral. Tetapi memiliki makna dalam ritual sekuler tersebut. Dalam beberapa kasus ritual ini memberi pengajaran akan beberapa aturan sebagai suatu fungsi dalam hubungan masyarakat. Ada ritual anak remaja misalnya, untuk melihat siapa pasangan di masa depannya dengan mendatangi seorang peramal. Ritual yang digunakan adalah remaja itu disuruh mengupas apel dengan syarat kulitnya tidak boleh putus. Kemudian kulit itu dilemparkan melewati bahu ke belakang. Dan melihat bentuk huruf apa yang ada dari kulit apel itu. Itulah

  10 huruf pertama dari nama kekasihnya di masa depan.

  Banyak ritual menggabungkan unsur-unsur sakral dan sekuler. Jenis ritual yang terjalin semacam itu mengungkapkan hubungan kompleks antara prinsip-prinsip sakral dan nilai-nilai keluarga, sosial dan masyarakat yang dengannya ia menjalani kehidupan sekulernya. Pernikahan dan pemakaman, misalnya, sering kali menggabungkan aspek sakral dan sekuler; atau contoh yang lain misalnya dalam suatu pernikahan yang menggabungkan musik

  11 sekuler dan sakral tradisional, atau berdoa pada waktu yang ditentukan.

2.1.4. Liminalitas dan Ruang Ritual

  Hakekat ritual terbingkai dari waktu dan pengalaman setempat. Oleh karena itu ketika seseorang berada pada lingkungan yang berbeda, hal itu memungkinkan untuk mempengaruhi hakekat ritual itu sendiri sesuai dengan 9 lingkungan yang baru dari seseorang. Melalui mengubah pakaian, bahasa, 10 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 102

Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 102 peri laku, maka diciptakanlah ruang liminal. “Liminalitas” berasal dari kata

  12 “limen” yang berarti di ambang batas.

  Studi Neustadt dan Shuman menunjukkan dua cara berbeda. Pertama liminitas yang diciptakan melalui ritual memungkinkan pengalaman budaya penting terjadi. Kedua situasi mengharuskan agar ruang ritual terbuka, memberikan kesempatan untuk transformasi terjadi, namun transformasinya berbeda-beda, yaitu satu tatanan dan hierarki budaya yang menantang dan nilai budaya lain yang memperkuat dengan menetapkan tatanan budaya

  13 tertentu.

2.1.5. Jenis Ritual

  Beberapa ritual yang paling umum diadakan mencakup hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa penting seperti kelahiran, pubertas, pernikahan, dan kematian. Beberapa ritual dipraktekkan oleh seluruh masyarakat, atau di dalam wilayah geografis yang luas, dan banyak yang memiliki hubungan etnis

  14 dan budaya yang diidentifikasi dengan budaya atau etnis tertentu.

  Pertama, ritual passage. Ritual ini dipraktekan dengan cara yang berbeda-beda dan bervariasi dalam setiap budaya. Misalnya dalam ritual untuk tanggal kelahiran yang terdapat dalam kebiasaan keluarga Yahudi yang

  15 merayakan BarMitzvah yang dipakai untuk anak laki-laki.

  Kedua, ritual inisiasi. Ritual ini merupakan cara untuk menyambut

  16 seseorang menjadi anggota suatu kelompok.

  12 13 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 105 14 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 110 15 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 110 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 110- 111

  Ketiga, ritual penamaan. Dalam hal ini, terdapat beberapa ritual yang terkait dengan ritual untuk memberikan nama terhadap anak yang baru lahir dalam suatu keluarga, di mana nama itu diberikan oleh para pemimpin agama

  17 atau masyarakat.

2.2. Identitas Menurut beberapa Tokoh Sosiologi

  Berbicara "identitas" ada di mana-mana dalam sains sosial, mulai dari psikoanalisis, psikologi, ilmu politik, sosiologi, dan sejarah dalam masa kontemporer.

  Pertanyaannya ialah, kapan sebenarnya identitas itu menjadi suatu ilmu? George Herbert Mead adalah tokoh filsafat di bidang sosiologi dan psikologi yang berasal dari Amerika Serikat, lahir di South Hadley, Massachusetts, 27 Februari 1863, meninggal

  26 April 1931 pada umur 68 tahun. Ia dikenal sebagai tokoh dengan aliran sosiologi

18 Chicago atau pragmatis. Mead adalah sosiolog yang pertama kali membicarakan

  identitas, walaupun tidak secara terang-terangan mengatakan bahwa apa yang ia tulis itu adalah identitas. Mead mengatakan:

  “Diri adalah sesuatu yang memiliki perkembangan; Awalnya tidak ada, saat lahir, namun muncul dalam proses pengalaman dan aktivitas sosial, yaitu berkembang dalam individu tertentu sebagai hasil hubungannya dengan proses itu secara keseluruhan dan individu lain dalam proses

  19 itu.

  

  Temuan Herbert Mead di atas memberi inspirasi bagi para tokoh sosiologi, psikologi, antropologi, sejarah, dan budaya, untuk mengkaji tentang pembentukan diri dalam suatu interaksi sosial. Perkembangan manusia itu sendiri menciptakan apa yang disebut oleh beberapa tokoh sosiologi pada masa kontemporer dengan istilah identitas. Berikut adalah pandangan tentang identitas menurut beberapa tokoh:

  17 Sims and Stephens, Living Folklore: An Introduction to the Study of People and Their Traditions, 120. (accde 13 September 2017).

2.2.1. Identitas Menurut Richard Jenkins

  Di awal tulisan buku yang berjudul “social identity” disebutkan bahwa Richard Jenkins adalah Profesor Sosiologi di University of Sheffield, di Inggris.

  Sebagai antropolog, ia telah melakukan penelitian di Irlandia, Inggris dan Denmark. Social identity adalah salah satu tulisan Jenkins yang membahas tentang pengertian identitas sosial.

  Identitas menurut Jenkins adalah kemampuan manusia untuk mengetahui siapa kita, siapa orang lain, dan bagaimana orang lain mengetahui siapa diri kita.

  Dengan kata lain identitas itu merupakan cara manusia untuk mengkklasifikasikan atau memetakan multi dimensi tentang dunia manusia, sebagai individu dan anggota dari suatu kelompok. Sebab ruang lingkup kehidupan manusia memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu menurut Jenkins bahwa, identitas merupakan penyebab suatu tindakan.

  20 Identitas tersebut adalah identitas sosial.

  Jenkins juga menyatakan bahwa identitas itu dibentuk dengan proses mengidentifikasi diri sendiri, dan keberadaan orang lain yang selalu melibatkan interaksi, persetujuan, perjanjian, termasuk ketidak sepakatan, dan negosiasi. Semua hal itu didorong oleh adanya pemaknaan terhadap sesuatu oleh manusia.

  21 Jadi menurut Jenkins bahwa identitas itu adalah soal makna dalam interaksi.

  Melihat latar belakang Jenkins yang merupakan seorang sosiologi antropolog, dan dihubungkan dengan pengertian identitasnya, maka dapat dipahami bahwa identitas itu sebagai suatu hasil dari interaksi manusia dalam ruang lingkup sosial, yang memiliki proses identifikasi diri dan orang lain. 20 Proses tersebut didasarkan pada suatu makna yang terletak pada suatu objek dan Richard Jenkins, Sosial Identity (London and New York: Routledge 2008), 5. melibatkan kesepakatan maupun ketidaksepakatan, negosiasi ataupun persetujuan. Dengan kata lain identitas itu adalah makna yang menyebabkan suatu tindakan dalam kelompok. Tanpa makna maka tidak akan ada proses pembentukan identitas sosial.

2.2.2. Identitas Menurut Manuel Castells

  Manuel Castells adalah tokoh soiologi, tata kota, dan komunikasi. Lahir

  9 Februari 1942 di Hellin, Albacete (Spanyol). Ia dikenal dengan penelitian tentang masyarakat informasi, komunikasi, dan globalisasi. Bekerja di dua institusi yaitu Universitas California Selatan; dan Universitas Oberta de

22 Catalunya (universitas terbuka). Dalam kata pengantarnya yang ditulis pada

  buku “the power of identity”, Castells mengatakan bahwa identitas budaya dipahamai oleh orang-orang pada masa perkembangan tahun 1990-an sebagai manifestasi kekayaan.

  Castells memahami bahwa identitas selalu terjadi dalam konteks relasi kekuasaan, di mana aktor (individu yang mendominasi) merupakan penentu suatu identitas dalam relasi manusia. Bobot relatif mereka dalam mempengaruhi perilaku orang bergantung pada negosiasi dan pengaturan antara individu, institusi dan organisasi. Identitas adalah sumber makna bagi aktor itu sendiri,

  23 dan dengan sendirinya dibangun melalui proses individuasi.

  Castells merumuskan identitas itu menjadi beberapa bagian, berdasarkan bentuk dan asal-susulnya; pertama,

  “legitimizing identity” atau identitas yang

  sahih seperti otoritas (authority) dan dominasi; kedua, “resistance identity” atau identitas perlawanan sebagai bentuk perlawanan atas dominasi. Contohnya adalah politik identitas; dan ketiga, project identity” atau identitas proyek

  (acced 13 September 2017) seperti feminisme, ketika aktor-aktor sosial dengan sumber daya kulturalnya membangun sebuah identitas baru untuk mendapatkan kembali posisinya di

  24 masyarakat.

  Jadi, dapat dilihat bahwa pengertian identitas yang dipahami oleh Castells merupakan suatu kekuatan yang dimiliki oleh individu untuk mempengaruhi interaksi dalam kelompok, institusi, dan organisasi.

  Demikianlah pengertian identitas yang telah diuraikan di atas menurut beberapa tokoh yang dapat disimpulkan sebagai berikut: pertama, identitas itu adalah sesuatu yang berbicara tentang makna dalam interaksi yang terjalin antara manusia yang menyebabkan adanya tujuan baik dalam organisasi maupun individu. Kedua, identitas itu berbicara tentang suatu kekuatan dari setiap individu untuk mempengaruhi individu yang lain maupun suatu kelompok, institusi, ataupun organisasi.

  Letak perbedaan kedua konsep identitas yang diuraikan di atas adalah Jenkins menemukan identitas itu dalam pembentukan interaksi makna dalam kelompok untuk mempengaruhi setiap individu. Sedangkan Castells menemukan identitas itu terbentuk dari kekuatan individu yang mempengaruhi kelompok. Dengan kata lain Jenkins fokusnya pada kelompok, sedangkan Castells fokusnya pada individu.

  Meskipun Jenkins dan Castells telah berbicara indentitas, tetapi mereka berdua tidak mendalami apa yang disebut dengan perubahan identitas. Dalam hubungannya dengan tesis ini, kita akan melihat bentuk perubahan identitas dalam proses ritual

  

Tulude, seperti yang telah digambarkan secara umum dalam bab satu. Perubahan

  identitas itu akan diteliti lebih dalam yang akan ditulis pada bab tiga. Oleh karena itu, saya menggunakan teori perubahan identitas dari Peter Burke dan Jan E. Stets yang terdapat dalam bab sembilan dari buku yang berjudul “identity theory”.

2.3. Ulick Peter Burke

  Burke lahir 1937 di Stanmore (Inggris). Ayahnya adalah seorang penganut agama Katolik Roma, tetapi ibunya Yahudi (yang kemudian beralih ke Katolik Roma). Dia dididik oleh para Yesuit dan di St John's College (Oxford), dan merupakan kandidat doktoral di St Antony's College. Dari tahun 1962 sampai 1979, dia mengajar di School of European Studies di University of Sussex, sebelum pindah ke University of Cambridge. Burke memegang gelar Profesor Emeritus Sejarah Budaya dan Dekan di Emmanuel College. Burke juga merupakan profesor sejarah dan

  25 sosiologi.

  Burke adalah salah satu pencetus teori identitas. Penelitiannya mengacu pada teori kompleksitas, kecerdasan buatan, dan simulasi komputer untuk memahami beberapa hal; pertama, bagaimana individu bertindak sebagai agen dengan identitas tertentu, berkumpul dalam interaksi untuk menciptakan kelompok, organisasi, dan kumpulan masyarakat yang lebih besar. Kedua, bagaimana struktur sosial ini

  26 membatasi tindakan yang dapat dilakukan individu.

  Adapun beberapa karya Burke dalam bentuk buku yaitu: Advances in identity

  

theory and research. New York: Kluwer/Plenum (2003); A sociological approach to

self and identity . In M. R. Leary & J. P. Tangney (Eds.), Handbook of self and identity

  (pp. 128-152). New York: Guilford Press (2003) Contemporary social psychological

  

theories . Palo Alto, CA: Stanford University Press (2006); Perceptions of leadership

in groups: An empirical test of Identity Control Theory. In K. McClelland & T. J.

  Fararo (Eds.), Purpose, Meaning, and Action: Control Systems Theories in Sociology (pp. 267-291). New York: Palgrave Macmillan (2006); Identity, emotion, and social In D. T. Robinson & J. Clay-Warner (Eds.), Social Structure and Emotion.

  structure. (acced 13 September 2017)

  San Diego: Elsevier (2008); Identity theory. New York: Oxford University Press

  27 (2009).

2.3.1. Arti dan Unsur Identitas

  Peter Jan Burke, dalam Bab II buku “identity theory” menuliskan bahwa

  Herbert Mead menguraikan identitas itu sebagai suatu cara di mana orang dapat menempatkan diri pada posisi orang lain untuk berbicara dan melihat diri

  28

  mereka dari perspektif orang lain. Oleh karena itu, Burke menuliskan bahwa perilaku identitas adalah fungsi dari hubungan antara makna yang dirasakan oleh individu di dalam situasi dengan makna standar identitas. Jadi identitas itu

  29 adalah jalinan makna.

  Bagi Burke, identitas itu terdiri dari empat komponen dasar yaitu: input, standar identitas, komparator, dan output. Masing-masing komponen ini adalah proses yang berhubungan dengan makna dalam lingkungan (seperti, simbol, tanda, dll) dimana seseorang itu berinteraksi dan makna yang berasal dari setiap

  30 individu.

  2.3.1.1.Input.

  Apa yang dipahami dengan komponen Input? Burke, menjelaskan bahwa salah satu hal yang sangat penting bagi proses identitas adalah perceptions (persepsi). Persepsi merupakan satu-satunya sumber informasi tentang apa yang ada di sekitar kita. Kemudian kita ingin mengontrol persepsi terhadap lingkungan itu dengan mencoba

   28 (acced 13 September 2017). 29 Peter J. Burke, and Jan E. Stets, Identity Theory. New York: Oxford University Press (2009), 19-20.

  Burke and Stets, Identity Theory, 54. memanipulasi objek fisik dan sosial untuk berinteraski dengan orang

  31 lain.

  Jadi, proses input sebagai komponen pertama dalam identitas adalah proses individu untuk memasukan informasi (dalam bentuk makna) melalui persepsi ke dalam dirinya dengan mencoba memanipulasi objek yang ada di sekitar untuk berinteraksi dengan orang lain. Input adalah persepsi tentang makna awal dari individu untuk memulai interaksi.

  2.3.1.2.Standar Identitas.

  Burke dan Cast menemukan bahwa individu dengan identitas gender tertentu dan menganggap diri mereka lebih feminim atau maskulin, memiliki kemungkin bahwa identitas mereka tersusun dalam beberapa dimensi makna. Multi dimensi makna itulah yang membedakan maskulin dari feminim. Oleh karena itu bagi Burke, setiap identitas itu mengandung beberapa makna yang dapat dilihat sebagai penentu karakter dari identitas. Maka, kumpulan makna inilah oleh Burke disebut

  32 sebagai standar identitas.

  Jadi, standar identitas adalah kumpulan makna awal yang diproses melalui input oleh individu melalui persepsi terhadap situasi, lingkungan, ataupun seluruh objek yang ada di sekitar untuk melakukan interaksi. Identitas standar adalah kumpulan makna dalam individu.

  2.3.1.3.Komparator.

  Komponen ketiga dari sistem identitas adalah komparator. Proses 31 ini kan terjadi ketika individu menemukan makna baru yang berbeda dari Burke and Stets, Identity Theory, 64. makna sebelumnya (makna dalam standar identitas). Komponen komparator merupakan suatu perbandingan yang dilakukan oleh individu

  33 terhadap persepsi makna yang berbeda.

  Oleh karena itu, komparator dapat dipahami sebagai proses pembanding makna yang berbeda dalam setiap persepsi yang ditemukan oleh individu ketika berinteraksi dengan orang lain. Komparator adalah perbandingan makna melalui pikiran.

  2.3.1.4.Output Burke berpendapat bahwa komponen terakhir dari sistem identitas adalah output terhadap situasi atau lingkungan. Outputnya adalah perilaku dalam situasi, dimana perilaku didasarkan pada sinyal perbedaan yang berasal dari komparator. Sinyal perbedaan itu atau juga disebut “error-signal” (kesalahan), menunjukkan besarnya arah perbedaan antara persepsi masukan dan standar identitas sepanjang

  34 beberapa dimensi makna.

  Jadi, output adalah proses yang menghasilkan tindakan individu setelah melalui komponen komparator yang membandingkan makna.

  Dengan kata lain komponen output adalah respon individu terhadap perbedaan yang ditemukan melalui makna. Output adalah tindakan individu.

2.3.2. Perubahan Identitas.

  Burke menguraikan ada terdapat tiga kondisi umum dimana identias itu berubah yaitu: pertama, perubahan situasi yang mengubah makna diri dalam 33 situasi yang tidak sesuai dengan standar identitas. Kedua, konflik antara dua

  Burke and Stets, Identity Theory, 66 identitas yang ada dalam diri seseorang. Ketiga, konflik antara makna perilaku individu dan makna dalam standar identitas. Sedangkan Burke dan Castell menyajikan kondisi keempat yaitu hasil dari standar identitas yang beradaptasi

  35 atau sesuai dengan situasi atau respons adaptif dengan keadaan identitas.

  Jadi perubahan identitas itu dipengaruhi oleh empat faktor kondisi umum yang akan diuraikan secara mendalam pada bagian berikut.

  2.3.2.1.Perubahan dalam Situasi.

  Sumber pertama dari perubahan identitas adalah hasil dari perubahan situasi yang mempengaruhi makna. Perubahan makna itu dikendalikan sedemikian rupa oleh suatu identitas kuat sehingga mengakibatkan perubahan yang tidak dapat diatasi oleh suatu tindakan pada identitas yang lebih rendah. Perubahan dalam makna situasional menghasilkan perbedaan antara makna standar identitas dan makna yang relevan dengan diri sendiri. Karena ketidaksesuaian ini, dengan demikian seseorang akan mengalami beberapa bentuk kesusahan dan ketidakpastian. Biasanya, seseorang akan mencoba mengembalikan makna situasional agar sesuai dengan makna standar identitas. Namun, jika hal itu tidak terjadi maka satu-satunya cara dari seseorang itu untuk menghilangkan kesusahan dirinya ia akan mengubah standar identitasnya agar sesuai dengan makna situasi yang ada. Ketika hal itu terjadi, tidak akan ada lagi perbedaan yang akan dirasakan oleh seseorang dalam suatu

  36

  situasi. Ada beberapa contoh perubahan identitas dalam situasi yang uraikan oleh Burke sebagai berikut:

35 Burke and Stets, Identity Theory, 180

  Pertama, Burke and Cast (1997), memberikan contoh tentang perubahan makna identitas dalam situasi. Ia mengambil identitas gender suami dan istri ketika mereka memiliki anak. Dengan adanya kelahiran seorang anak, maka situasi ini meciptakan makna baru bagi suami menjadi lebih maskulin, sedangkan istri menjadi lebih feminim. Kehadiran seorang anak mengubah makna dalam struktur interaksional suami-istri, di mana biasanya identitas strandar suami hanya berupa diri sendiri dan sebagai seorang suami, demikian juga halnya dengan seorang istri. Tetapi ketika hadirnya seorang anak, maka identitas standar suami berubah menjadi ayah yang memiliki peran lebih maskulin, sedangkan

  37 istri berubah menjadi seorang ibu yang lebih feminim.

  Kedua, dipenjara Amerika yang dipegang oleh orang Cina selama perang Korea, ada kisah tentang orang-orang yang "dicuci otak" oleh sekte agama. Dalam kasus ini, teori perubahan identitas menganalisis dan menjelaskan proses perubahan itu jelas. Proses terjadinya perubahan standar identitas untuk menyesuaikan diri dengan situasi dimana orang memiliki sedikit kontrol adalah cara pertama identitas berubah.

  Perubahan itu terjadi ketika persepsi tentang makna situasional tidak

  38 dapat disesuaikan dengan makna dalam standar identitas.

  Ketiga, ketika seseorang mendapatkan undian dan menjadi sangat kaya, atau sebaliknya ketika seseorang itu menderita perampokan, rumah terbakar, dan lain sebagainya. Dalam setiap kasus ini teori perubahan identitas sangat jelas menganalisis suatu perubahan yang terjadi dalam 37 identitas seseorang. Dimana ketika adanya suatu ruang kemampuan Burke and Stets, Identity Theory, 181. untuk memastikan dan memverifikasi identitas, dan menyebabkan perubahan dalam standar identitas, maka menciptakan perubahan

  

39

identitas dalam situasi tersebut.

  Contoh di atas mau menjelaskan bahwa perubahan dalam standar identitas tidak hanya berlaku untuk identitas peran, tetapi juga pada identitas sosial. Artinya menjadi anggota kelompok atau kelompok tertentu, dalam hal ini, bukan peran dalam organisasi yang berubah, tapi definisi kelompok atau kategori dalam konteks masyarakat yang lebih luas. Karena perpecahan antar kelompok menjadi lebih besar, maka makna keanggotaan dalam berbagai kelompok berbeda. Semua ini disebabkan oleh perubahan struktural dalam situasi di mana identitas kita

  40 diverifikasi.

  Dengan demikian perubahan identitas yang terjadi karena adanya perubahan situasi, dapat dimengerti sebagai suatu proses tekanan situasi yang lebih kuat terhadap standar identitas. Artinya tekanan perubahan situasi harus lebih besar terhadap standar identitas barulah menghasilkan perubahan identitas, akan tetapi jika standar identitas lebih kuat atau lebih besar dari perubahan situasi, maka tidak akan terjadi perubahan identitas. Dalam hal ini perubahan identitas disini kuncinya adalah dominasi situasi.

  2.3.2.2.Konflik Identitas.

  Sumber kedua dari perubahan identitas adalah ketika orang memiliki beberapa identitas yang saling terkait satu sama lain (dalam arti 39 bahwa standar masing-masing mengandung dimensi makna yang sama),

  Burke and Stets, Identity Theory, 182 namun keduanya terjadi konflik karena identitas itu diaktifkan pada saat bersamaan.

  Contohnya, identitas jender Maria sebagai seorang wanita mungkin menunjukkan bahwa dia kuat dan mandiri, namun identitasnya sebagai seorang istri menunjukkan bahwa dia harus membiarkan suaminya menjadi kepala keluarga. Ketika identitas Maria diaktifkan pada saat bersamaan dan dia tidak dapat bertindak berdasarkan salah satu

  41

  dari identitasnya, maka kedua identitas itu terjadi konflik. Kemudian, karena konflik itu berlanjut di antara dua identitas Maria baik sebagai seorang wanita dan istri, teori identitas menunjukkan bahwa Maria akan merasakan tingkat kesusahan karena ketidaksesuaian. Pada saat yang sama, teori tersebut menunjukkan bahwa standar identitas untuk kedua identitasnya akan bergeser perlahan satu sama lain, menjadi identik pada beberapa posisi "kompromi" sehingga perilaku yang bermakna dapat memverifikasi kedua identitas pada saat bersamaan. Maria mungkin menjadi kurang kuat dan mandiri dalam identitas jendernya, dan pada saat bersamaan ia cenderung tidak membiarkan suaminya selalu memimpin dalam masalah keluarga. Dalam hal ini, makna dalam kedua

  

42

standar identitas telah bergeser.

  Sekarang, pertanyaannya adalah jika kedua identitas itu berubah, apakah mereka berubah ke tingkat yang sama? Teori identitas menunjukkan bahwa sejauh mana masing-masing perubahan standar identitas bergantung pada faktor lain seperti tingkat komitmen terhadap 41 masing-masing identitas. Penyesuaian di antara banyak identitas yang

  Burke and Stets, Identity Theory, 183 dimiliki individu mengakibatkan terjadinya perubahan identitas, sejauh mereka mengendalikan makna situasional dan sumber daya yang sama, bekerja sama untuk membawa makna tersebut ke dalam kesepakatan bersama. Perubahan idenitas ini masih memiki hubungannya dengan dominasi identitas, karena dalam proses ini masih terjadi tindakan

  43 penyesuaian makna.

  Dengan demikian konflik identitas dapat menciptakan perubahan identitas jika terjadi suatu komitmen bersama dalam kelompok yang didasarkan pada suatu makna. Kesepakatan makna itu diambil dari yang lebih dominan dan paling besar pengaruhnya dalam suatu situasi. Tanpa kesepakatan makna itu maka tidak memungkinkan terjadinya perubahan identitas. Dalam hal ini kuncinya adalah kesepakatan makna.

  2.3.2.3.Konflik Antara Makna Perilaku dan Standar Identitas.

  Sumber ketiga perubahan identitas adalah konflik antara makna dari perilaku seseorang dan makna yang terdapat di dalam standar identitas. Seperti yang telah kita bahas sebelumnya, kita biasanya memilih perilaku yang maknanya konsisten dengan identitas kita atau yang maknanya mengembalikan makna situasional agar sesuai dengan identitas kita. Namun, dalam hal ini kita melihat suatu fakta tentang makna hidup yang terbalik dari situasi normal. Misalnya, dalam ungkapan "hidup itu rumit." Ungkapan ini memberi arti bahwa kita tidak bisa selalu memilih perilaku dan makna yang kita inginkan. Karena ada alasan situasional dimana menuntut kita untuk memilih perilaku yang

  44 agak bertentangan dengan identitas kita.

  Contohnya, didalam suatu pertandingan yang melibatkan beberapa orang kemudian salah satu di antara tim itu ditawarkan dengan sejumlah uang yang sangat besar supaya ia membuat timnya kalah. Pada saat yang bersamaan seseorang itu juga sangat membutuhkan uang untuk melanjutkan prestasi hidupnya kedepan. Akan tetapi pada sisi yang lain, ia dituntut oleh identitasnya sebagai seorang yang memiliki derajat, terhormat, sebagia seorang atlit dalam suatu pertanding. Dalam situasi inilah dia ditempatkan pada suatu keadaan yang konflik. Identitasnya sebagai seseorang atlit yang bermartabat diperhadapkan dengan tawaran suatu jalan menuju masa depan. Tawaran itu adalah suatu jalan menuju kesuksesan karirnya. Jika dia memilih jumlah uang yang besar, maka dia akan sukses di masa depan, jika dia tidak memilih tawaran itu, maka dia tetap mempertahankan identitasnya sebagai seorang atlit yang memiliki martabat baik. Keadaan ini menempatkan seseorang itu pada konflik perilaku dan standar identitas. Maka dia membutuhkan suatu keputusan yang rasional untuk memilih. Dia bisa saja memilih untuk tidak menerima tawaran dan bisa saja menerima tawaran. Semua itu berdasarkan keputusan rasional. Dalam kasus di atas, pada akhirnya seseorang itu memilih untuk menerima tawaran, dengan berdasar pada makna bahwa “begitulah cara semua orang maju; hanya pecundang yang

  45

  akan menolak sogo kan; itu bukan masalah besar.”

44 Burke and Stets, Identity Theory, 184

  Dengan demikian perubahan identitas dalam hal ini terjadi karena adanya situasi yang mendorong seseorang untuk mengambil keputusan rasional. Situasi itu adalah persoalan makna hidup yang berbeda dengan makna dalam standar identitas seseorang. Terjadinya perubahan identitas disini, kuncinya adalah suatu keadaan di mana timbulnya persoalan yang membutuhkan keputusan yang rasional.

  2.3.2.4.Negosiasi dan Kehadiaran Orang Lain.

  Sumber keempat di mana perubahan identitas dapat dilihat adalah merupakan bagian dari strategi adaptif (mudah menyesuaikan diri dengan keadaan) yang melekat pada identitas, dan membantu mereka menetapkan apa yang telah kita sebut sebagai konteks verifikasi bersama. Yaitu situasi dimana identitas setiap peserta tidak hanya memverifikasi diri mereka sendiri tetapi juga saling memverifikasi identitas peserta lain. Dengan cara ini, orang dapat melihat dan merespons diri mereka sendiri sebagai objek sosial seperti yang

  46 dilakukan orang lain terhadap diri mereka sendiri.

  Dalam hal ini perubahan identitas dapat dipahami sebagai suatu proses memasukkan makna orang lain kedalam identitas diri sendiri, dengan cara memahami orang lain dalam interaksi dengan dasar proses verifikasi. Jadi, perubahan identitas, kuncinya adalah memasukan makna kedalam diri sendiri. Berdasarkan penjelasan perubahan identitas yang telah diuraikan di atas, maka kita dapat melihat bahwa perubahan identitas itu dapat terjadi, ketika terdapatnya beberapa proses yaitu: pertama, adanya dominasi identitas oleh individu. Kedua, terjadinya kesepakatan beberapa makna atau kesamaan makna individu dalam kelompok. Ketiga, adanya perbedaan makna yang membutuhkan suatu keputusan rasional dari individu. Ketempat, proses memasukan makna baru oleh individu kedalam standar identitas.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU Ditinjau dari Perspektif Fondasi Pendidikan Kristen

0 0 14

BAB II PENDIDIKAN REMAJA – PEMUDA DAN FONDASI PENDIDIKAN KRISTEN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU Ditinjau dari Perspektif Fondasi Pendidikan Kristen

0 0 62

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU Ditinjau dari Perspektif Fondasi Pendidikan Kristen

0 0 13

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA PENDIDIKAN REMAJA-PEMUDA GKJTU - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pendidikan Remaja-Pemuda GKJTU Ditinjau dari Perspektif Fondasi Pendidikan Kristen

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: GMIT dan Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus: Tinjauan Kritis Teologis Atas Ketidaksetujuan Majelis Sinode GMIT terhadap Keikutsertaan Anak dalam Perjamuan Kudus

2 2 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Pokdarwis Dalam Pengembangan Desa Wisata: Studi Kasus Desa Wisata Kandri Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Jawa Tengah

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Studi tentang Metode Pengajaran Katekisasi bagi Katekumen di Jemaat GMIT Syalom Sakteo

0 3 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Naketi: Dalam Pemahaman Jemaat GMIT Efata So’e, Dikaji dari Perspektif Pastoral

1 4 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Sistem Pengolahan Nilai Ujian SD Negeri Tejosari Berbasis Web

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perubahan Identitas dalam Ritual Tulude

0 0 14