BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Jihad Politik dan Relitas Jihad : Studi Pemikiran Yusuf Al-Qardhawi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jihad dan Konsep Jihad dalam Islam
2.1.1 Jihad menurut Islam
Jihad dalam term fikih adalah usaha untuk membela diri atau melawan musuh yang hendak menyerang kediaman Muslim. Dalam kitab-kitab fikih klasik, seperti Mughni al Muhtaj, Qalyubi wa umairah, Al Mughniy dan lain sebagainya disebutkan bahwa hukum jihad diklasifikasikan menjadi dua. Fardu ain dan fardu
39 kifayah.
Jihad menjadi fardu ain manakala musuh masuk ke perkampungan Muslim untuk merusak dan menjajah. Pada kondisi ini, seluruh umat Islam baik tua, muda, perempuan dan laki-laki wajib hukumnya melawan dengan perlengkapan senjata apa adanya. Seluruh benda dan peralatan yang bisa digunakan untuk memukul mundur lawan, harus dijadikan senjata. Karena semuanya ini adalah bentuk dari perlawanan yang merupakan simbol dari jihad tersebut.
Sedangkan jihad menjadi fardu kifayah pada kondisi ketika musuh masuk di kawasan Muslim lainnya yang bukan kawasannya. ketika itu, bagi Muslim yang tidak 39
Abdullah Azzam, Perang Jihad di Jalan Modern, cet. ke-2, (Jakarta: Gema Insani Press), hlm 88
berada di kawasan tersebut hukumnya fardhu kifayah membantu saudara-saudara
40 Muslim lainnya.
Dari sini bisa difahami bahwa jihad pada hakikatnya itu adalah usaha perlawanan (ad difaiy) bukan penyerangan (al hujumiy). Dan jihad berlaku manakala status kawasan atau negara musuh tersebut diumumkan sebagai negara yang wajib diperangi (Darul harbi). Artinya, kalau dalam satu negara, ada orang non Muslim, maka tidak boleh diperangi. Karena statusnya adalah non muslim yang dilindungi (kafir dzimmi). Sebab negara telah menjamin keamanannya.
Adapun jihad, dengan melakukan pemboman bunuh diri hanya dibenarkan dalam kondisi di negara perang. Seorang yang melakukan bom bunuh diri (qunbulatul basyariah) jika dilakukan dengan niat ikhlas dan bertujuan untuk membunuh lawan di medan peperangan maka dia disebut mati syahid (istisyhad). Sementara bagi orang yang melakukan bom bunuh diri bukan di daerah perang maka disebut mati bunuh diri (intihariyah).
Dr. Qaradawi dalam bukunya Fatawa Muashirah jilid tiga menyebutkan pelaku bom bunuh diri seperti di Palestina adalah mati syahid. Selebihnya, jika aksi bom bunuh diri ini dilakukan di negara-negara Muslim lainnya yang tidak ada peperangan dengan orang kafir, maka hukumnya mati bunuh diri. Beliau mengutip pendapat al Qurthubi dalam Tafsirnya al Jamiul Ahkam.
2.1.2 Jihad Menurut Para Ulama
Para ulama tafsir,para fikih, ushul, dan hadits mendefinisikan jihad dengan makna berperang di jalan Allah swt dan semua hal yang berhubungan dengannya. Sebab, mereka memahami, bahwa kata jihad memiliki makna syar’iy, dimana, makna ini harus diutamakan di atas makna-makna yang lain (makna lughawiy dan ‘urfiy). 40
Ibid, hlm 92
a. Madzhab Hanafi Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan, sedangkan menurut pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa,
41 harta, lisan ataupun yang lain.
b. Madzhab Maliki Adapun definisi jihad menurut mazhab Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. atau kehadirannya di sana (yaitu berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu, tanah kaum Kafir) untuk berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn
42 ‘Arafah.
c. Madzhab as Syaafi’i Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’,
43
mendefinisikan jihad dengan “berperang di jalan Allah”. Al-Siraazi juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab;sesungguhnya jihad itu adalah perang.
d. Madzhab Hanbali Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang dituturkan di dalam kitab al-
Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan, bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab
al-Jihaad tidak memiliki makna lain selain yang berhubungan dengan peperangan,
atau berperang melawan kaum Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun 41 42 Al-Kasaani, juz VII, hal. 97. 43 Muhammad ‘Ilyasy, Munah al-Jaliil, Muhktashar Sayyidi Khaliil, juz III, hal. 135.
Al-Khathiib, Haasyiyah al-Bujayrimi ‘alaa Syarh al-Khathiib, juz IV, hal. 225.
dalam bentuk sikap berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah wilayah Islam. Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan
44
pangkal dan cabang jihad. Beliau juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi mereka.
e. Abu Ishaq Menurut Abu Ishaq, kata jihaad adalah mashdar dari kata jaahada, jihaadan,
wa mujaahadatan.Sedangkan mujaahid adalah orang yang bersungguh-sungguh
dalam memerangi musuhnya, sesuai dengan kemampuan dan tenaganya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qathlu al-kufaar khaashshatan (memerangi kaum kafir pada
45 khususnya).
f. Al-Bahuuthiy Al-Bahuuthiy dalam kitab al-Raudl al-Marba’, menyatakan; secara literal, jihaad merupakan bentuk mashdar dari kata jaahada (bersungguh-sungguh) di dalam memerangi musuhnya. Secara syar’iy,jihaad bermakna qitaal al-
46 kufaar (memerangi kaum kafir).
g. Al Dimyathiy Al-Dimyathiy di dalam I’aanat al-Thaalibin menyatakan, bahwa jihad
47
bermakna al-qithaal fi sabiilillah; dan berasal dari kata al-mujaahadah. Imam Sarbiniy, di dalam kitab al-Iqnaa’ menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi
sabiilillah wa ma yata’allaqu bi ba’dl ahkaamihi ( berperang di jalan Allah dan
48 semua hal yang berhubungan dengan hukum-hukumnya ). 44 45 Ibn Qudaamah, al-Mughniy, juz X, hal. 375. 46 Abu Ishaq, al-Mabda’, juz 3/307 47 Ibnu Idris al-Bahuuthiy, al-Raudl al-Marba’, juz 2/3; lihat juga dalam Kisyaaf al-Qanaa’, juz 3/32 Al-Dimyathiy, I’aanat al-Thaalibin juz 4/180, lihat juga Mohammad bin Umar bin ‘Ali bin Nawawiy al- 48 Jaawiy, Nihayat al-Zain, juz 1/359 Imam Sarbini, al-Iqnaa’, juz 2/556
Di dalam kitab Durr al-Mukhta, dinyatakan; jihaad secara literal adalah mashdar dari kata jaahada fi sabilillah ( bersungguh-sungguh di jalan Allah ). Adapun secara syar’iy, jihad bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala
man lam yuqabbiluhu ( seruan menuju agama Islam) dan memerangi orang yang
tidak mau menerimanya). Sedangkan Ibnu Kamal mendefinisikan jihad dengan badzlu al-wus’iy fi al-qitaal fi sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi
maal au ra’y au taktsiir yakhlu dzaalik ( mencurahkan segenap tenaga di dalam
perang di jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang berwujud
49
pendapat, harta, maupun akomodasi perang.h. Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, dalam kitab Badaai’ al-
Shanaai’, menyatakan; secara literal, jihaad bermakna badzlu al-juhdi ( dengan jim
didlammah; yang artinya al-wus’u wa al-thaaqah ( usaha dan tenaga ) mencurahkan
segenap usaha dan tenaga ); atau ia adalah bentuk mubalaghah ( hiperbolis ) dari tenaga yang dicurahkan dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut‘uruf syara’ , kata jihad digunakan untuk menggambarkan pencurahan usaha dan tenaga dalam perang
50 di jalan Allah swt, baik dengan jiwa, harta, lisan ( pendapat ).
i. Abu al-Hasan al-Malikiy Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat al-Thaalib, menuturkan; menurut pengertian bahasa, jihad diambil dari kata al-jahd yang bermakna al-ta’ab
wa al-masyaqqah ( kesukaran dan kesulitan ). Sedangkan menurut istilah, jihad
adalah berperangnya seorang Muslim yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah, atau hadir untuk memenuhi panggilan jihad, atau terjun di tempat jihad; dan ia 49 50 Durr al-Mukhtaar, juz 4/121 Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, Badaai’ al-Shanaai’, juz 7/97
memiliki sejumlah kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam,
51 meninggalkan ghulul, menjaga keamanan, teguh dan tidak melarikan diri.
j. Imam Zarqaniy Imam Zarqaniy, di dalam kitab Syarah al-Zarqaniy menyatakan; makna asal dari kata jihad ( dengan huruf jim dikasrah ) adalah al-masyaqqah ( kesulitan ). Jika dinyatakan jahadtu jihaadan, artinya adalah balaghtu al-masyaqqah (saya telah sampai pada taraf kesulitan). Sedangkan menurut pengertian syar’iy, jihad bermakna badzlu al-juhdi fi qitaal al-kufaar ( mencurahkan tenaga
52 untuk memerangi kaum kufar ).
2.1.3. Konsep Jihad
Membicarakan konsep tentu tidak lepas dari membicarakan definisinya (ta’rif). Untuk itu, penulis akan mengemukakan definisi jihad terlebih dahulu. Secara etimologis jihad adalah :
ةقشملاو ةقاطلا وھو دھجلا نم ذوخأم داھجا داھجلا Al Jihad – ijhaadu di ambil dari kata Al Juhdu yaitu kuasa (Ath Thaqah) dan
53 kesempitan/kepayahan (Al Masyaqqah).
Disebutkan dalam Lisanul ‘Arab:
ﱠدج امھلاك دَھَت ْجاو ًادْھَج ُدَھ ْجَي َدَھَجو
Dan Jahada – yajhadu- jahdan dan ijtahada, keduanya bermakna bersungguh-
54 sungguh.
Dalam Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa Al Ab-har disebutkan : ِلْعِفْلاَو ، ِلْوَقْلا ْنِم ِعْسُوْلا يِف اَم ُلْذَب ِةَغﱡللا يِف ُداَھِجْلا. 51 52 Abu al-Hasan al-Malikiy, Kifaayat al-Thaalib, juz 2/3-4 53 Imam al-Zarqaaniy, Syarah al-Zarqaniy, juz 3/3 54 Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 2, Hal. 618. Darl Kitab Al ‘Arabi Ibnul Manzhur Al Mishry, Lisanul ‘Arab, Juz. 3 Hal. 133. Syamilah
“Secara bahasa, jihad bermakna pengerahan segenap potensi dengan ucapan dan
55
perbuatan.” Adapun pengertian jihad secara terminologis adalah : Menurut Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
لاقي: ،هتعفادمو ودعلا ةلتاقم يف قاشملا لمحتو ،هتقاط لذبو ،هعسو غرفتسا اذإ ،ةدھاجمو اداھج دھاجي دھاج رثكأف نيتلود نيب حلسملا لاتقلا يھ برحلاو ،ثيدحلا فرعلا يف برحلاب هنع ربعي اموھو
Dikatakan: Jaahada – Yujaahidu – Jihaadan – Mujaahadatan, artinya mengkhususkan waktu dan upaya, serta mengorbankan segenap tenaga serta menanggung segenap kesulitan dalam memerangi musuh dan melawan mereka, yang demikian ini diistilahkan dengan Al Harb (perang)menurut definisi saat ini, dan Al
56 Harb adalah peperangan bersenjata antara dua negara atau lebih.
Penulis Majma’ Al Anhar (fiqih bermazhab Hanafi) mengatakan:
َنْصَأ ِرْسَكَو ْمِھِدِباَعَم ِمْدَھَو ْمِھِلاَوْمَأ ِبْھَنَو ْمِھِبْرَض ْنِم ُهُوْحَنَو
ِراﱠفُكْلا ُلْتَق ِةَعيِرﱠشلا يِفَو“Makna menurut syariah adalah memerangi orang kafir dan sebangsanya dengan memukulnya, mengambil hartanya, menghancurkan tempat ibadahnya, dan
57
memusnahkan berhala-berhala mereka, dan selain mereka. “ 55 56 Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah, Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa al Ab-har, Juz. 4, Hal. 278. Syamilah 57 Ibid, hlm. 618
Imam Abdurrahman Syaikhi Zaadah, Majma’ al Anhar fi Syarh Multaqa al Ab-har, Juz. 4, Hal. 278. Syamilah
Selanjutnya dalam Hasyiah Al Jumal (fiqih bermazhab Syafi’i) disebutkan:
ِناَطْيﱠشلاَو ِسْفﱠنلا ِداَھِج ىَلَع اًضْيَأ ُقَلْطُيَو ِم َلاْسِ ْلإا ِةَرْصُنِل ِراﱠفُكْلا ُلاَتِق ِح َلاِطْص ِلاا يِف َوُھ
“Dan makna jihad secara istilah adalah memerangi orang kafir demi membela
58 Islam, dan juga secara mutlak bermakna jihad melawan hawa nafsu dan syetan.”
Kemudian Imam Ash Shan’ani Rahimahullah mengatakan: ِةاَغُبْلا ْوَأ ِراﱠفُكْلا ِلاَتِق يِف ِدْھَجْلا ُلْذَب ِعْرﱠشلا يِفَو.
“Secara syariat, makna berkorban dalam jihad adalah memerangi orang kafir
59
dan para pemberontak.” Imam Ibnu Hajar Rahimahullah mengatakan: .
اًعْرَشَو: ِقاﱠسُفْلاَو ِناَطْيﱠشلاَو ِسْفﱠنلا ِةَدَھاَجُم ىَلَع اًضْيَأ ُقَلْطُيَو ِراﱠفُكْلا ِلاَتِق يِف ِدْھُجْلا ُلْذَب
“Secara syariat, artinya mengerahkan kesungguhan dalam memerangi orang kafir,
60
dan secara mutlak artinya juga berjihad melawan nafsu, syetan dan kefasikan.” Demikianlah makna jihad yang dipaparkan para ulama Islam, yang semuanya selalu mengatakan ‘memerangi orang kafir’, setelah itu melawan nafsu, syetan dan kejahatan. Dalam kehidupan ilmiah, definisi memang selalu ada dua, yakni makna bahasa dan makna istilah. Namun, dalam praktek kehidupan sehari-hari, bahwa semua definisi dalam pembahasan apa pun lebih mengutamakan makna terminologis (istilah) dibanding makna etimologis (bahasa). 58 59 Imam Abu Yahya Zakaria Al Anshari, Hasyiah al Jumal, Juz.21, Hal. 319. Syamilah 60 Imam Ash Shan’ani, Subulus Salam, Juz. 6, Hal. 119. Syamilah Ibid, hlm. 122
Kata Jihad yang dikemukakan dalam ayat Al-Quran diterjemahkan dengan makna ‘berjuang.’ Kata Jihad itu memang secara relatif pendek sekali tetapi implikasinya luar biasa dalam masyarakat Islam secara keseluruhan dan dalam kehidupan pribadi seorang Muslim. Jihad sebagaimana diperintahkan dalam Islam bukanlah tentang membunuh atau dibunuh tetapi tentang bagaimana berjuang keras memperoleh keridhaan Ilahi. Baik individual mau pun secara kolektif, jihad merupakan suatu hal yang esensial bagi kemajuan rohani.
Kata Jihad sama sekali tidak mengandung arti bahwa selalu dalam keadaan
siap untuk berkelahi atau melakukan perang. Hal itu sama sekali jauh dari kebenaran dan realitas. Arti kata Islam sendiri berarti kedamaian dan semua usaha dan upaya yang dilakukan sewajarnya diarahkan kepada penciptaan kedamaian serta harmoni di antara sesama, dalam komunitas dan dalam masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kamus, kata jihad diartikan dengan ‘berjuang’ tetapi juga sebagai
‘perang suci.’ Dalam kamus bahasa Inggris (Oxford Reference Dictionary) malah jihad diartikan sebagai ‘perang untuk melindungi Islam dari ancaman eksternal atau untuk syiar agama diantara kaum kafir.’ Kata suci dan perang sebenarnya tidak sinonim satu sama lain, bahkan saling bertentangan karena tidak ada yang suci pada dampak dan kengerian peperangan. Sangat ironis memang, karena kata ‘jihad’ ini di masa sekarang ini sudah disalah-artikan oleh bangsa-bangsa Barat, khususnya dalam media mereka. Sepintas, kesalah-pahaman demikian bisa dimengerti karena dalam milenium terakhir ini ada beberapa kelompok muslim ekstrim yang menterjemahkan ‘jihad’ sebagai perang suci. Mereka mengenakan kata jihad itu pada setiap kegiatan perang yang mereka lakukan, baik untuk tujuan politis, ekonomi atau pun motivasi ekspansi. Akibat dari kesalahan tersebut, agama Islam secara keliru telah dituduh bahwa penganutnya telah melakukan berbagai cara pemaksaan dan kekerasan.Di dalam Al-Quran kata jihad digunakan dalam dua pengertian yaitu jihad fi
sabilillah (berjuang keras di jalan Allah) dan jihad fillah (berjuang keras demi
Allah). Arti kata yang pertama menyangkut perang mempertahankan diri dari musuh
kebenaran ketika mereka berusaha memusnahkan agama Islam, sedangkan pengertian kata yang kedua adalah berusaha atau berjuang keras guna memperoleh keridhaan dan kedekatan kepada Allah SWT. Kata yang kedua itu lebih mengandung signifikasi kerohanian yang lebih tinggi dibanding kata yang pertama.
Jihad ada tiga jenis: 1.
Berjuang melawan sifat dasar yang buruk dalam diri sendiri yaitu melawan nafsu dan kecenderungan kepada kejahatan.
2. Berjuang melalui karya tulis, bicara dan membelanjakan harta guna penyiaran kebenaran Islam serta mengungkapkan keindahannya kepada non-Muslim.
3. Berjuang melawan musuh kebenaran, termasuk di dalamnya perang membela
61 diri.
Rasulullah SAW. mengistilahkan jihad yang pertama dan kedua sebagai jihad akbar ( jihad yang besar ), sedangkan yang ketiga sebagai jihad ashgar ( jihad yang lebih kecil ). Suatu ketika Rasulullah SAW. saat kembali dari suatu peperangan, beliau menyatakan:
“Kalian telah kembali dari jihad yang kecil ( berperang melawan musuh Islam) untuk melakukan jihad yang lebih besar ( berperang melawan nafsu rendah ).”
2.1.3.1 Jihad Ashgar
Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu jihad yang kecil yaitu jihad ashgar sebelum mengulas jihad akbar. Usia Muhammad SAW adalah empat puluh tahun saat diangkat menjadi rasul. Wahyu dan perintah pertama yang diterima beliau sebagai bagian dari Al-Quran adalah: 61
Ibid, hlm. 135
‘Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan; menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah ! Dia Tuhanmu Maha Mulia; yang mengajar
62 dengan pena; mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.’
Perintah pertama Allah SWT ini jelas sekali menyuruh beliau untuk menyebarkan ajaran Islam, baik secara lisan mau pun tulisan dan bukan dengan kekerasan, bukan dengan pedang atau tindakan agresif apa pun. Kata yang pertama saja sudah menyatakan untuk menyampaikan pesan, memaklumatkan ke seluruh dunia akan wahyu dan ajaran Allah SWT melalui keluhuran Al-Quran.
Tidak lama kemudian Rasulullah SAW. diperintahkan untuk menyatakan secara terbuka dan merata segala apa yang diwahyukan kepada beliau. Upaya beliau menyampaikan pesan Ilahi ini kepada masyarakat sekeliling beliau di Mekkah ternyata hanya membuahkan cemooh dan memancing kekerasan. Pada awalnya hanya ada empat orang yang beriman kepadanya dan ketika hal ini didengar penduduk Mekkah, mereka lantas saja menertawakan dan mencemooh. Dengan bertambah banyaknya ayat Al-Quran yang diwahyukan, tambah banyak pula orang-orang yang tertarik dan mengikuti pesan baru itu, terutama para pemuda, yang lemah dan yang tertindas dalam masyarakat Mekkah. Apalagi wanita, dimana mereka tertarik kepada agama baru ini karena agama tersebut memberikan harga diri dan kehormatan kepada mereka di tengah bapak, suami dan putra-putra mereka dan ini merupakan suatu hal yang belum pernah mereka nikmati sebelumnya mengingat mereka terkadang
63 diperlakukan lebih buruk dari hewan.
Keberhasilan Rasulullah SAW ini berimbas buruk terhadap diri beliau dan para pengikut awal. Penduduk Mekkah melancarkan perbuatan aniaya yang semakin lama semakin kejam dan buas dengan berjalannya waktu. Mereka menjadi ketakutan bahwa agama baru itu akan mengakar kuat dan agama serta budaya mereka sendiri menjadi hancur karenanya. Karena rasa takut itulah maka penduduk Mekkah yang 62 63 Q.S. Al-Alaq:1-5
Musthafa, Manhaj Dakwah Yusuf Al-Qardhawi, cet.ke-1 (Jakarta: Al-Kautsar), hlm 98
kafir itu lalu menghunus pedang dan berpesta menjagal para hamba Allah yang setia dan benar. Jalan-jalan di kota Mekkah menjadi merah oleh darah umat Muslim, namun mereka ini tetap saja tidak membalas. Kerendahan hati dan sikap istiqamah mereka malah mendorong para penganiaya tersebut untuk bertindak lebih kejam lagi yang memperlakukan umat Muslim dengan cara aniaya dan pelecutan yang ekstrim. Banyak orang tua yang harus menyaksikan anaknya dibantai di depan mata mereka sendiri dan beberapa orang tua disalib di depan mata anak-anaknya.
Apa yang menjadikan orang-orang itu beriman kepada Rasulullah SAW., seorang laki-laki yang pada waktu itu tidak memiliki kekuasaan atau pun kekayaan. Beliau tidak ada menghunus pedang guna memaksa pengikutnya untuk beriman kepadanya dan pesan yang dibawanya. Satu-satunya ‘pedang’ yang digunakan Rasulullah SAW hanyalah Al-Quran, sebuah pedang rohani, pedang kebenaran, yang secara alamiah telah menarik hati mereka yang tidak percaya, tanpa suatu agresi dalam bentuk apa pun. Demikian itulah keindahan, keagungan dan daya tarik Islam serta diri Muhammad yang menyiratkan kebaikan dan kasih sehingga mereka ini bersedia menyerahkan nyawa untuk itu. Melihat kenyataan itu, orang- orang non-Muslim, terutama penduduk Mekkah telah mengangkat pedang fisik mereka untuk menyerang umat Muslim guna memaksa mereka kembali kepada ajaran dan agama lama mereka.
Setelah Rasulullah SAW hijrah ke Medinah, kekejaman bangsa kafir Quraisy malah tambah melampaui batas. Mereka lantas membunuhi para pengikut lemah yang masih tertinggal di Mekkah, termasuk wanita dan anak-anak yatim. Meski Rasulullah SAW beserta para sahabat telah hijrah ke Medinah, tetap saja mereka tidak dibiarkan hidup damai. Tetap saja mereka ini diganggu terus di tempat yang baru itu. Pada saat itu agama Islam yang baru muncul itu ditingkar musuh di segala penjuru dan terancam kepunahan. Berkenaan dengan keadaan seperti itulah maka perintah pertama tentang jihad kecil lalu diwahyukan kepada Rasulullah SAW. :
‘Telah diperkenankan untuk mengangkat senjata bagi mereka yang telah diperangi, disebabkan mereka telah diperlakukan dengan aniaya dan sesungguhnya
64 Allah berkuasa menolong mereka.’
Para ulama sependapat bahwa ini adalah ayat pertama yang memberi izin kepada umat Muslim untuk mengangkat senjata guna melindungi diri mereka. Ayat ini meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman bagi umat Muslim dalam melakukan perang defensif. Jelas dikemukakan di situ alasan yang telah mendorong segelintir umat Muslim tidak bersenjata dan sarana lainnya untuk berperang mempertahankan diri setelah menderita dengan sabar sekian lamanya. Mereka menderita aniaya terus menerus selama bertahun-tahun di Mekah dan masih terus diburu kebencian meski telah hijrah ke Medinah. Alasan utama umat Muslim mengangkat senjata adalah karena mereka telah diperlakukan dengan aniaya. Mereka telah menderita tak terbilang lagi aniaya musuh dan perang telah dipaksakan terhadap mereka.
Ayat Al-Quran berikutnya menegaskan inferensi tersebut dimana dinyatakan bahwa izin untuk berperang diberikan karena umat Muslim telah diusir dari rumah mereka:
‘Orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa hak, hanya karena mereka berkata, “Tuhan kami ialah Allah.” Sekiranya tidak ada tangkisan Allah terhadap sebagian manusia oleh sebagian yang lain, maka akan hancurlah biara-biara serta gereja-gereja Nasrani dan rumah-rumah ibadah Yahudi serta masjid- masjid yang banyak disebut nama Allah di dalamnya. Dan pasti Allah akan menolong
65
siapa yang menolong-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.’ Secara spesifik Al-Quran menegaskan bahwa bentuk jihad ini adalah berperang melawan mereka yang telah menyerang Islam terlebih dahulu, dimana ayat-ayat Al-Quran lainnya juga menguatkan hal ini. Umat Muslim hanya boleh mengangkat senjata untuk membela diri terhadap mereka yang telah terlebih dahulu 64 65 Q.S. Al-Hajj ayat 3 Q.S.Al-Hajj ayat 40
menyerang dan hanya jika umat Muslim memang tertindas dan teraniaya. Hal inilah yang menjadi sukma dan esensi daripada jihad Islamiah yang sekarang ini banyak disalah-artikan. Jelas tidak benar sama sekali jika dikatakan bahwa Rasulullah SAW
66 hanya memberikan pilihan kepada umat untuk bai’at atau mati, Islam atau pedang.
Jihad dengan pedang yang terpaksa dilakukan Rasulullah SAW, serta umat Muslim awalnya karena tekanan keadaan yang khusus, yakni suatu ancaman yang bersifat selintas dalam penegakan fondasi Islam. Mereka yang berusaha menghancurkan Islam dengan pedang, akhirnya punah karena pedang juga. Kecuali ada suatu bangsa atau negara yang memaklumkan perang terhadap umat Muslim dengan tujuan memupus Islam dari muka bumi, tidak ada perang atau pertempuran yang dilakukan umat Muslim yang bisa disebut sebagai jihad. Tujuan dari umat Muslim dalam mengangkat senjata tidak pernah untuk menggusur siapa pun dari rumah atau harta benda atau pun kemerdekaan mereka. Jihad perang hanya dibenarkan untuk membela diri guna menyelamatkan Islam dari suatu kehancuran, menegakkan kemerdekaan berpendapat di samping juga untuk membantu mempertahankan tempat-tempat ibadah umat agama lain dari kerusakan atau penghinaan. Singkat kata, tujuan utama dari perang yang dilakukan umat Muslim adalah guna menegakkan kebebasan beragama dan beribadah, membela kehormatan diri dan kemerdekaan terhadap serangan tidak beralasan, dan itu pun kalau ada alasan bahwa hal tersebut akan terjadi lagi.
Umat Muslim di masa awal tidak memiliki pilihan lain kecuali berperang karena mereka terpaksa harus melakukannya. Perang yang bersifat agresif sejak dulu mau pun kini tetap dilarang oleh Islam. Kekuatan politis negeri-negeri Muslim tidak boleh digunakan untuk ambisi atau pengagulan pribadi, tetapi hanya untuk perbaikan kondisi rakyat yang miskin serta demi pengembangan perdamaian dan kemajuan. Contoh mengenai hal ini ada pada saat Rasulullah SAW. beserta para pengikut beliau 66
Ibid, hlm 175
kembali ke Mekah dengan kemenangan. Beliau berbicara kepada penduduk Mekah, menyampaikan: ‘Kalian telah melihat betapa sempurnanya janji Allah. Sekarang beritahukan kepadaku hukuman apa yang pantas dikenakan kepada kalian atas segala kekejaman dan kebengisan kalian terhadap mereka yang kesalahannya hanyalah karena mereka telah mengajak kalian untuk menyembah Tuhan yang Maha Esa? Mendengar itu penduduk Mekkah menjawab: “Kami ingin engkau memperlakukan kami seperti Yusuf memperlakukan saudara-saudaranya yang bersalah.” Mendengar permohonan tersebut, Rasulullah SAW. langsung menjawab “Demi Allah, kalian tidak akan
67
dihukum sekarang ini dan tidak juga dimurkai.” Al-Quran menyatakan:
‘Dan, perangilah mereka itu, sehingga tak ada lagi fitnah dan supaya agama
menjadi seutuhnya bagi Allah. Tetapi, jika mereka berhenti, maka sesungguhnya
68 Allah swt. Maha Melihat apa-apa yang mereka kerjakan.’
Ayat di atas menjelaskan kalau perang hanya boleh dilanjutkan sepanjang masih ada laku aniaya dan manusia belum bebas menganut agama yang mereka sukai. Jika musuh-musuh Islam menghentikan perang maka umat Muslim juga harus berhenti pula.
Bangsa yang paling pantas mendapat hukuman sesungguhnya penduduk Mekkah itulah. Kalau Islam memang disiarkan melalui tekanan senjata, maka kejadian kemenangan umat Rasulullah SAW. atas Mekkah merupakan saat paling tepat guna mengayunkan pedang untuk pembalasan dan penaklukan agar orang-orang masuk ke dalam Islam. Tetapi nyatanya tidak demikian, penduduk Mekkah tunduk bukan karena pedang tetapi karena kasih sayang. Kasih kepada diri Rasulullah SAW. dan kecintaan pada ajaran Al-Quran yang mencerahkan kalbu. 67 68 Ibid, hlm. 93
Q.S Al-Anfal:39
Al-Quran menyatakan:
‘Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya jalan benar itu nyata
69 bedanya dari kesesatan. . .’
Ayat di atas mengingatkan umat Muslim secara jelas dan gamblang untuk tidak menggunakan kekerasan dalam menarik non-Muslim ke dalam agama Islam. Dijelaskan juga alasannya mengapa kekerasan itu tidak perlu digunakan yaitu karena jalan yang benar telah nyata bedanya dari jalan kesesatan sehingga tidak ada pembenaran untuk menggunakan kekerasan. Rasulullah SAW. secara tegas diingatkan Allah s.w.t. agar tidak menggunakan kekerasan dalam upaya memperbaiki masyarakat. Status beliau ditegaskan dalam ayat Al-Quran:
‘Maka nasihatilah, sesungguhnya engkau hanya seorang pemberi
70 nasihat. Engkau bukan penjaga atas mereka.’
Ajaibnya ayat di atas itu diwahyukan di Mekkah di masa awal himbauan Rasulullah SAW dimana beliau telah diisyaratkan akan memperoleh kekuasaan besar tetapi jangan menggunakannya untuk memaksakan kehendak diri beliau atas orang lain. Pada intinya Rasulullah SAW tidak pernah menarik orang ke dalam agama Islam dengan kekuatan pedang tetapi melalui laku takwa, kasih dan pengabdian beliau kepada Allah s.w.t. yang telah menaklukkan hati para musuh sedemikian rupa sehingga mereka yang tadinya berniat membunuhnya malah kemudian tunduk di kaki beliau dan mempertahankan beliau dari serangan para musuh.
Pada saat haji perpisahan, Rasulullah SAW dalam penutupan khutbah perpisahan beliau menyatakan: 69 70 Q.S. Al-Baqarah: 256 Q.S. Al-Ghasyiyah:21-22
“Seperti halnya bulan ini suci, tanah ini tanah suci dan hari ini hari suci, demikian pula halnya Tuhan telah menjadikan jiwa, harta benda dan kehormatan tiap- tiap orang juga suci. Merampas jiwa seseorang atau harta bendanya atau menyerang kehormatannya adalah tidak adil dan salah, sama halnya seperti menodai kesucian hari ini, bulan ini dan daerah ini. Apa yang kuperintahkan pada hari ini dan di daerah ini berarti bukan hanya untuk hari ini. Perintah-perintah ini adalah untuk sepanjang masa. Kalian diharapkan mengingat dan bertindak sesuai dengannya sampai kalian meninggalkan alam dunia ini dan berangkat ke alam nanti untuk menghadap Khalik-
71
mu.” Sebagai penutup beliau bersabda:
“Apa-apa yang telah kukatakan kepada kalian, sampaikanlah ke pelosok- pelosok dunia. Mudah-mudahan mereka yang tidak mendengarku sekarang akan mendapatkan faedah lebih daripada mereka yang telah mendengarnya.”
Kepedulian Rasulullah SAW yang sangat mendalam atas kesejahteraan umat manusia dan penciptaan kedamaian di seluruh dunia sungguh tidak ada batasnya, adalah suatu tragedi bahwa dalam masa sekitar seribu tahun terakhir ini para pemuka dan negeri Muslim, sebagian besar telah mengabaikan hakikat ajaran Al-Quran dan Rasulullah SAW semata-mata hanya untuk pemuasan keserakahan dan nafsu kekuasaan atau mencari kekayaan. Mereka berperang satu sama lain untuk memperebutkan kekayaan duniawi dan melalui laku lajak mereka telah menganiaya orang-orang yang tidak berdosa. Secara culas mereka telah mengkhianati bangsanya sendiri dan sesama negeri Muslim hanya untuk mendapatkan kekayaan moneter dan kekuasaan dari musuh-musuh Islam. Sebagian besar dari pemuka rohani dan duniawi telah menyesatkan bangsanya sendiri dan membawa kebusukan dalam tubuh, fikiran dan jiwa masyarakat. Pada masa kini, beberapa anak muda Muslim secara konyol telah ‘dicuci otaknya’ sehingga menganggap perilaku barbar, teror, bunuh diri dan 71
Ibid, hlm. 166
pembunuhan yang mereka lakukan akan menjadikan mereka mendapat derajat
syuhada. Sesungguhnya mereka ini telah membawa kebusukan ke ambang pintu
agama yang katanya mereka cintai. Nama Islam sekarang tidak lagi bernuansa kedamaian melainkan disinonimkan dengan perbuatan teror.
Sebagian besar negara di dunia pernah melancarkan perang politis tetapi kelihatannya hanya negeri-negeri Muslim yang melaksanakan perang jihad dan mereka telah membantai satu sama lainnya. Berkaitan dengan itu perlu kiranya disinggung juga kejadian di New York ( peristiwa 11 September ) dan apa yang terjadi di Afghanistan dan Timur Tengah dimana ‘Jihad Islam’ telah dilancarkan membabi-buta oleh organisasi-organisasi Muslim ekstrim terhadap bangsa-bangsa non-Muslim.
Rasulullah SAW ada mengingatkan bahwa umat Muslim di akhir zaman, terutama para pemuka mereka, akan jauh sekali dari hakikat Islam dan bahkan sebagian dari mereka akan menjadi seburuk-buruknya mahluk. Para pemuka ini akan menyesatkan para muda-mudi Muslim yang sebenarnya memiliki intelegensi cukup.
Wahai muda-mudi Muslim yang diperintahkan melakukan tindakan mengerikan demikian, kalau seperti kata mereka itu bahwa kalian akan jadi suhada dan masuk surga, katakanlah kepada mereka silakan tunjukkan teladannya dengan melakukannya sendiri. Tanyakan kepada mereka itu ‘Mengapakah kamu mengatakan
72
apa yang tidak kamu kerjakan?’ Perbuatan demikian sama sekali tidak bisa disebut sebagai suatu amal saleh, bahkan lebih merupakan pencemaran nama Islam serta pendurhakaan terhadap firman
Allah. Al-Quran jelas menyatakan: ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta bendamu antara sesamamu dengan jalan batil, kecuali yang kamu dapatkan dengan perniagaan berdasar kerelaan di antara sesamamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
73 Sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadapmu.’ 72 73 Q.S. Ash-Shaf ayat 2 Q.S. An-Nisa ayat 29
Kata-kata ‘janganlah kamu membunuh dirimu’ melarang keras tindakan bunuh diri. Di samping itu apakah mungkin laku pembunuhan orang-orang tidak berdosa dianggap sebagai amal saleh yang akan memberikan izin seorang Muslim masuk pintu surga? Yang pasti adalah membuka jalan ke pintu neraka! Abu Zaid bin Thabit bin Dhahak meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda:
‘Barangsiapa yang bersumpah palsu dan tidak mengatakan keadaan yang sebenarnya, sesungguhnya ia bukan dari pengikut Islam sebagaimana ia menganggap dirinya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan sebuah alat maka ia akan disiksa dengan alat itu pada Hari Penghisaban. Seseorang tidak boleh bersumpah tentang sesuatu yang bukan haknya. Mengutuk seorang mukminin sama saja dengan
74
membunuhnya.’ Dengan demikian para pria dan wanita yang menyebut dirinya Muslim yang berencana membunuh dirinya atau mengajak orang lain untuk bunuh diri dengan menggunakan bom sehingga menyebabkan matinya orang-orang yang tidak berdosa, perhatikanlah ayat Al-Quran dan Hadist dari Penghulu kalian. Bukan derajat suhada yang akan kalian peroleh tetapi neraka jahanam.
Terorisme di abad modern ini sama sekali bertentangan dengan visi dan penafsiran tentang hakikat jihad Islamiah. Perang politis tidak bisa disebut sebagai Jihad. Teriakan Jihad terdengar berulang-ulang dari berbagai penjuru. Janganlah mengikuti orang-orang kafir dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran ini
75
dengan jihad yang besar.’
2.1.3.2 Jihad Akbar
Jihad akbar dan hakiki menurut ayat diatas adalah melaksanakan dan mengajarkan isi Al-Quran.Sekarang ini bukan lagi masanya menghunus pedang tetapi saatnya menggunakan hujjah. Apa yang dimaksud dengan hal ini dan bagaimana caranya masuk dalam medan laga agar manusia menyadari keindahan Islam dan 74 75 Bukhari, Kitab Adab, bab Memanggil dengan nama buruk dan mengutuk.
Q.S. 25 Al-Furqan:52
ajarannya? Salah satu jawabannya adalah dengan memahami makna dari Jihad Fillah atau Jihad Akbar yaitu jihad terhadap nafsu dan kecenderungan buruk dalam diri, khususnya perjuangan melawan Syaitan. Inilah yang dimaksud dengan jihad hakiki, jihad individual guna memperbaiki diri menjadi saleh dan hamba Allah serta merobah Syaitan-syaitan dalam diri menjadi Muslim yang muttaqin agar dapat menarik orang lain ke dalam agama Islam.
Al-Quran menyatakan: ‘Barangsiapa berjuang maka ia berjuang untuk dirinya pribadi,
76 sesungguhnya Allah Maha Kaya, bebas dari sekalian mahluk-Nya.’
Ayat ini menggambarkan apa yang dimaksud sesungguhnya dengan seorang Mujahid, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah. Wawasan agung dan luhur yang dilaksanakan secara konsisten dan konstan dalam praktek aktual itulah yang dimaksud sebagai jihad dalam terminologi Islam, sedangkan orang yang melaksanakan dan mengamalkannya disebut sebagai Mujahid. Setiap muslim harus menjadi teladan yang sempurna dari ajaran Islam dan untuk itu haruslah memahami ajaran Al-Quran serta sunnah Rasul. Rasulullah SAW. menyatakan bahwa sebaik- baik pernyataan dari keimanan yang hakiki adalah orang lain selalu terpelihara dan hidup damai karena perlindungan. Islam disebut agama yang terbaik ialah jika semua orang aman dan ummat Islam tidak pernah mencederai mereka baik dengan tangan
77 atau pun lidah.
Hadist itu merupakan kesimpulan dan teladan sempurna untuk kehidupan bermasyarakat. Wajib bagi setiap Muslim bahwa perilakunya harus menjadi teladan dan tidak ada siapa pun yang akan dirugikan dengan cara apa pun. Hal ini menjadi bagian dari keimanan dan menjadi dasar dalam hubungan dengan Allah SWT. Sebagai seorang mukminin sejati haruslah tahu bahwa tujuan utama dalam kehidupan 76 77 Q.S. Al-Ankabut: 6 Bukhari, Kitabul Iman
ini adalah mendekati Allah SWT. Hidup ini singkat sekali dan tanpa disadari, separuh usia sudah lewat dengan cepatnya. Sebagaimana dimaklumi dari Al-Quran bahwa hubungan seperti itu bisa diciptakan, namun juga dinyatakan bahwa seseorang harus berjuang mencarinya. Jika diperhatikan kehidupan duniawi, dapat dilihat upaya perjuangan seperti apa yang harus dilakukan guna mencapai keberhasilan. Cara yang sama dengan berjuang di jalan Allah akan menuntun manusia pada pertemuan dengan Wujud-Nya.
Orang-orang yang hidup berdasarkan pedoman Tuhan dan selalu berjuang di jalan-Nya maka mereka menjadi teladan hidup dari hamba-hamba Allah. Mereka kelihatan menonjol dibanding lingkungannya. Ada perubahan sempurna dalam internal dan eksternal pribadi mereka sehingga orang-orang lain akan terpana dan menghormati mereka karena adanya nur Ilahi yang bersinar dari wajah mereka. Mereka itu senyatanya menjadi bukti hidup dari ayat Al-Quran bahwa:
“Dan tentang orang-orang yang berjuang untuk bertemu dengan Kami, sesungguhnya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan Kami. Dan
78