BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Defenisi - Perbandingan Parameter Hemodinamik dengan Pemeriksaan Transcranial Doppler pada Pasien Stroke Iskemik Akut dengan dan tanpa Dislipidemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Defenisi Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat

  gangguan fungsi otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Kelompok Studi Serebrovaskular dan Neurogeriatri Perdossi, 1999).

  Stroke Iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).

II.1.2. Epidemiologi

  Prevalensi kejadian stroke bervariasi di berbagai negara, American

  

Heart Association memperkirakan bahwa di Amerika Serikat sendiri ada

  4,7 juta penderita stroke dan kira-kira ada 700.000 yang baru atau yang berulang setiap tahun, dengan insidensi 100 – 300 kasus per 100.000 populasi. Rata – rata dari 100.000 populasi kulit putih terdapat 167 pria, 138 wanita dan populasi kulit hitam terdapat 323 pria, 260 wanita. Angka kematian di Amerika Serikat 167.800 orang dengan rata-rata 50 – 100 kematian per 100.000 populasi setiap tahun. (Rowland, 2005, Goldstein dkk, 2006). Rasio insiden pria dan wanita adalah 1,25 pada kelompok usia 55-64 tahun, 1,50 pada kelompok usia 65-74 tahun, 1,07 pada kelompok usia 75-84 tahun dan 0,76 pada kelompok usia diatas 85 tahun. (Lloyd dkk, 2009)

  Machfoed sendiri melakukan penelitian di beberapa rumah sakit di Surabaya dan diperoleh hasil bahwa dari 1.397 pasien stroke terdapat 808 pria, 589 wanita, dan 1001 orang (71,73%) dengan stroke iskemik , serta umur rata – rata 76,43 tahun.(Machfoed, 2003)

II.1.3. Klassifikasi Stroke

  Ada beberapa macam klassifikasi stroke, Misbach (1999) mengklassifikasikan stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah)

  I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :

  1. Transient Ischemic Attack (TIA)

  2. Trombosis serebri

  3. Emboli serebrI

  II. Berdasarkan stadium

  1. TIA

  2. Stroke in evolution

  3. Completed stroke III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)

  1. Tipe karotis

  2. Tipe vertebrobasiler Lebih lanjut oleh Oxfordshire Community Stroke Project mengklassifikasikan stroke iskemik berdasarkan distribusi anatomis daerah yang infark (Bilic” dkk, 2009), yaitu:

  1. Lacunar infarction (LACI)

  2. Posterior Circulation Infarction (POCI)

  3. Partial Anterior Circulation Infarction (PACI)

  4. Total Anterior Circulation Infarction (TACI)

II.1.4. Faktor Resiko Stroke

  Beberapa faktor diketahui meningkatkan penyakit stroke, dan telah dilakukan banyak studi berskala luas. Faktor risiko untuk terjadinya stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan kemungkinannya untuk dimodifikasi atau tidak (nonmodifiable, modifiable, atau potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented atau less well documented) (Goldstein,2006).

1. Non modifiable risk factors :

  1. Usia

  2. Jenis kelamin

  3. Berat badan lahir rendah

  4. Ras/etnis

  5. Genetik

  2. Modifiable risk factors

  1. Well-documented and modifiable risk factors

  a. Hipertensi

  b. Paparan asap rokok

  c. Diabetes

  d. Atrial fibrilasi dan beberapa kondisi jantung tertentu e. Dislipidemia

  f. Stenosis arteri karotis

g. Sickle cell disease

  h. Terapi hormonal pasca menopause i. Diet yang buruk j. Inaktivitas fisik k. Obesitas

3. Less well-documented and modifiable risk factors

  1. Sindroma metabolik

  2. Penyalahgunaan alkohol

  3. Penggunaan kontrasepsi oral

4. Sleep-disordered breathing

  5. Nyeri kepala migren

  6. Hiperhomosisteinemia

  7. Peningkatan lipoprotein (a)

  8. Peningkatan lipoprotein-associated phospholipase

9. Hypercoagulability

  10. Inflamasi

  11. Infeksi

II.1.5. Patofisiologi

  Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi – reaksi berantai yang berakhir dengan kematian sel – sel otak dan unsur – unsur pendukungnya (Misbach, 2007).

  Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti (core) dengan tingkat iskemia terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core iskemik terdapat daerah penumbra iskemik. Sel – sel otak dan jaringan pendukungnya belum mati akan tetapi sangat berkurang fungsi – fungsinya dan menyebabkan juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin ke perifer makin ringan. Daerah penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat adanya aliran darah kolateral (luxury perfusion area). Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi sasaran terapi stroke iskemik akut supaya dapat direperfusi dan sel-sel otak berfungsi kembali. Reversibilitas tergantung pada factor waktu dan jika tidak terjadi reperfusi, daerah penumbra dapat berangsur- angsur mengalami kematian (Misbach,2007)

  Iskemik otak mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara bertahap, yaitu (Sjahrir,2003): Tahap 1 :

  a. Penurunan aliran darah

  b. Pengurangan O2

  c. Kegagalan energy

  d. Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion Tahap 2 :

  a. Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion

b. Spreading depression

  Tahap 3 : Inflamasi Tahap 4 : Apoptosis

II.2. LIPID PLASMA

  Lipid plasma yang utama terdiri dari kolesterol, trigliserida, fosfolipoid dan asam lemak bebas tidak larut dalam cairan plasma (free

  

fatty acid). Pada umumnya lemak tidak larut dalam air, yang berarti juga

  tidak larut dalam darah. Agar lipid plasma dapat diangkut dalam sirkulasi darah, maka susunan molekul lipid tersebut perlu dimodifikasi, yaitu dalam bentuk kompleks lipid-protein atau lipoprotein yang bersifat larut dalam air.

  Lipoprotein bertugas mengangkut lemak dari tempat pembentukannya menuju tempat penggunaannya (Suyatna dan Handoko,1995; Ontoseno,2001). Gambar 1: Struktur Kimia daripada lipid plasma Dikutip dari :Botham K.M. 2003. Lipid Transport & Storage. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors.

  th

  Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26 ed. New York Ada beberapa jenis lipoprotein, antara lain (Suyatna dan

  Handoko,1995;Botham dkk,2003;Katzung,2003) :

  a. Kilomikron Lipoprotein dengan berat molekul terbesar ini lebih dari 80% komponennya terdiri dari trigliserid yang berasal dari makanan dan kurang dari 5% kolesterol ester. Kilomikron membawa trigliserid dari makanan ke jaringan lemak dan otot rangka, juga membawa kolesterol makanan ke hati. Kilomikronemia pascamakan mereda 8-10 jam sesudah makan. Adanya kilomikron dalam plasma sewaktu puasa dianggap abnormal.

  b. VLDL (Very Low Density Lipoprotein) Lipoprotein ini terdiri dari 60% trigliserid dan 10-15% kolesterol.

  Lipoprotein ini dibentuk dari asam lemak bebas di hati. Karena asam lemak bebas dan gliserol dapat disintesis dari karbohidrat, maka makanan kaya karbohidrat akan meningkatkan jumlah VLDL. Kadar trigliserid juga mungkin berubah oleh pengaruh berat badan, minum alcohol, stress dan latihan fisik. Efek aterogenik VLDL belum begitu jelas, tetapi hipertrigliseridemia mungkin merupakan tanda bahwa kadar HDL kolesterol rendah dan sering dihubungkan dengan kegemukan, intoleransi glukosa dan hiperurisemia.

  c. IDL (Intermediate Density Lipoprotein) Lipoprotein ini kurang mengandung trigliserid (30%), lebih banyak kolesterol (20%) dan relative lebih banyak mengandung apoprotein B dan E. Intermediate Density Lipoprotein adalah zat perantara yang terjadi sewaktu VLDL dikatabolisme menjadi LDL, tidak terdapat dalam kadar yang besar kecuali bila terjadi hambatan konversi lebih lanjut. d. LDL (Low Density Lipoprotein) Lipoprotein ini merupakan pengangkut kolesterol terbesar pada manusia (70% total). Partikel LDL mengandung trigliserid sebanyak 10% dan kolesterol 50%. Low Density Lipoprotein merupakan metabolit VLDL, fungsinya membawa kolesterol ke jaringan perifer (untuk sintesis membran plasma dan hormon steroid). Kadar LDL plasma tergantung dari banyak faktor termasuk kolesterol dalam makanan, asupan lemak jenuh, kecepatan produksi dan eliminasi LDL dan VLDL.

  e. HDL (High Density Lipoprotein) Komponen HDL ialah 13% kolesterol, kurang dari 5% trigliserid dan 50% protein. Kadar HDL kira-kira sama pada laki-laki dan perempuan sampai pubertas, kemudian menurun pada laki-laki sampai 20% lebih rendah daripada kadar pada perempuan. Pada individu dengan nilai lipid yang normal, kadar HDL relatif menetap sesudah dewasa. High

  

Density Lipoprotein penting untuk kebersihan trigliserid dan kolesterol,

dan untuk transport serta metabolism ester kolesterol dalam plasma.

  

High Density Lipoprotein biasanya membawa 20-25% kolesterol darah.

High Density Lipoprotein berfungsi mengangkut kolesterol dari jaringan perifer ke hati, sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang. Tabel 1. Komposisi lipoprotein dalam plasma manusia Dikutip dari : Botham K.M. 2003. Lipid Transport & Storage. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors.

  th

  Harper’s Illustrated Biochemistry. Lange Medical Book. 26 ed. New York. Tubuh mengatur kadar lipoprotein melalui beberapa cara, yaitu dengan mengurangi pembentukan lipoprotein dan mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk ke dalam darah serta meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembuangan lipoprotein dari dalam darah (Mayes dkk,2003). Metabolisme lipid dan lipoprotein pada dasarnya terbagi atas dua jalur yaitu eksogen dan endogen (Suyatna dkk,1995;Ontoseno,2001;Mayes dkk,2003).

  

Jalur eksogen, trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan

  dalam usus dikemas dalam bentuk partikel besar lipoprotein, yang disebut kilomikron. Kilomikron ini akan membawanya ke dalam aliran darah.

  Kemudian trigliserid dalam kilomikron tadi mengalami penguraian oleh enzim lipoprotein lipase, sehingga terbentuk asam lemak bebas dan kilomikron remnant. Asam lemak bebas akan menembus jaringan lemak atau sel otot untuk diubah menjadi trigliserida kembali sebagai cadangan energi. Sedangkan kilomikron remnant akan dimetabolisme dalam hati sehingga menghasilkan kolesterol bebas.

  Sebagian kolesterol yang mencapai organ hati diubah menjadi asam empedu, yang akan dikeluarkan ke dalam usus, berfungsi seperti detergen dan membantu proses penyerapan lemak dari makanan. Sebagian lagi dari kolesterol dikeluarkan melalui saluran empedu tanpa dimetabolisme menjadi asam empedu kemudian organ hati akan mendistribusikan kolesterol ke jaringan tubuh lainnya melalui jalur endogen. Pada akhirnya, kilomikron yang tersisa dibuang dari aliran darah oleh hati.

  Kolesterol juga dapat diproduksi oleh hati dengan bantuan enzim yang disebut HMG Coenzim-A Reduktase, kemudian dikirimkan ke dalam aliran darah. Gambar 2: Metabolisme lipoprotein Dikutip dari: Mayes, P.A, Botham, K.M. 2003. Cholesterol Synthesis,

  Transport & Excretion. In : Murray,R.K, Granner,D.K, Mayes,P.A, Rodwell V.W. Editors. Harper’s Illustrated

  th Biochemistry. Lange Medical Book. 26 ed. New York.

  

Jalur endogen, pembentukan trigliserida dalam hati akan meningkat

apabila makanan sehari-hari mengandung karbohidrat yang berlebihan.

  Hati mengubah karbohidrat menjadi asam lemak, kemudian membentuk trigliserida, dan akan dibawa melalui aliran darah dalam bentuk Very Low

  

Density Lipoprotein (VLDL). Very Low Density Lipoprotein kemudian akan

  dimetabolisme oleh enzim lipoprotein lipase menjadi IDL. Kemudian IDL melalui serangkaian proses akan berubah menjadi LDL yang kaya akan kolesterol. Kira-kira 75% dari kolesterol total dalam plasma normal manusia mengandung partikel LDL. Low Density Lipoprotein ini bertugas menghantarkan kolesterol ke dalam tubuh. Kolesterol yang tidak diperlukan akan dilepaskan ke dalam darah, dimana pertama-tama akan berikatan dengan HDL. High Density Lipoprotein bertugas membuang kelebihan kolesterol dari dalam tubuh

II.3. Transcranial Doppler

  Transcranial doppler merupakan suatu alat diagnostik yang bersifat

  non invasif, non-ionisasi, mudah dilakukan dan paling aman yang menggunakan pulsed doppler transducer yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi karakteristik aliran darah pembuluh darah intraserebral melalui regio tulang kranium yang tipis. Suatu transduser dari gelombang yang digetarkan memancarkan gelombang-gelombang dan kemudian menerima pemantulannya dari permukaan sel darah merah di dalam pembuluh darah intrakranial. Informasi ini akan dianalisa oleh suatu komputer untuk menghasilkan output numerik dan visual, yang berguna untuk menilai karakteristik aliran dalam pembuluh darah.(Sarkar dkk, 2007)

  Transcranial Doppler (TCD) dapat digunakan secara bedside untuk

  membantu diagnosa stroke dan melengkapi pemeriksaan penunjang lainnya. Transcranial Doppler juga dapat mendeteksi oklusi pembuluh darah arteri kecil ketika pada pemeriksaan angiography konvensional tidak didapati kelainan yang bermakna.(Syme, 2006).

  Transcranial doppler pertama sekali diperkenalkan oleh Aaslid dkk pada tahun 1982, dimana tulang kranium dipertimbangkan dapat ditembus oleh barier ultrasound. Untuk dapat mentransmisikan melewati tulang kranium digunakan transducer dengan frekuensi rendah yaitu probe dengan frekuensi 2 MHz. Beberapa faktor dapat mempengaruhi nilai normal dari parameter hemodinamik serebri, dan nilai referensi standar untuk setiap institusi diperlukan untuk interpretasi hasil yang akurat. (Demirkaya dkk, 2007)

  Pemeriksaan TCD berdasarkan pada prinsip dasar yang sama seperti doppler ekstrakranial. Suatu sinyal dipancarkan dari probe dan dipantulkan ke objek yang bergerak (sel darah merah), dan frekuensi dari sinyal yang dipantulkan dialihkan dalam proporsi langsung ke kecepatan (velocity) dari objek yang bergerak (prinsip Doppler). Bila pembuluh darah sempit, apapun penyebabnya, kecepatan aliran darah meningkat agar darah dapat melewati lumen pembuluh darah yang sempit tadi. Peningkatan kecepatan itu dideteksi oleh TCD. Kecepatan juga meningkat bila ada peningkatan aliran darah sehubungan dengan kontribusi kolateral terhadap teritori vaskuler yang lain atau suplai darah ke suatu arterio-

  venous malformation (AVM) yang besar.(DeWitt, 1988) Transcranial Doppler merupakan suatu prosedur diagnostik yang

  canggih dan modern yang dapat memberi visualisasi perubahan hemodinamik (autoregulasi) pada arteri serebral sewaktu dan merekam perubahan pada perfusi serebral pada berbagai keadaan fisiologik ataupun patofisiologik. Transcranial Doppler merupakan metode yang sangat sensitif dan spesifik untuk penilaian cepat hemodinamik sirkulasi serebrovaskular. Gangguan hemodinamik memperberat autoregulasi arteri dalam otak dan mengganggu perkembangan sirkulasi kolateral dan aliran kompensasinya. Hemodinamik sirkulasi serebrovaskular yang dinilai adalah mean flow velocity (MFV) dan Gosling Pulsality Index (PI).(Dikanovic M dkk, 2005)

II.3.1. Pencarian Window

  Probe daripada TCD diletakkan di atas ‘acoustic windows’ yang berbeda sesuai dengan spesifik area di tulang kranium yang tipis.

  Pemeriksaan TCD yang lengkap terdiri dari 4 pendekatan untuk mengakses arteri intrakranial sebagai berikut, yaitu: (1). Transtemporal, (2). Transorbital, (3). Suboccipital (transforaminal), dan (4). Submandibular. Window transtemporal (temporal) digunakan untuk insonasi arteri serebri media, arteri serebri anterior, arteri serebri posterior dan bagian terminal dari arteri karotid interna. Window transorbital

  (Orbital) memberi akses pada insonasi arteri optalmika, juga arteri karotid interna pada level siphon. Window transforaminal (oksipital) untuk insonasi arteri vertebralis dan arteri basilaris. Yang terakhir window submandibular memberikan insonasi distal dari arteri karotid eksterna.(Kassab dkk, 2007) Gambar 3. Posisi transduser pada ke-4 window. A. transtemporal, B. transorbital, C.

  suboccipital, dan D. submandibular.

Dikutip dari : Katz ML. Transcranial Color Doppler Imaging (TCDI). In. Katz ML,

Alexandrov AV. A Practical Guide to Transcranial Doppler Examinations.

  Summer Publishing Company, Littleton, 2003. .

  

Dikutip dari : Lupetin AR, Davis DA, Beckman I, Dash N. Transcranial Doppler.

  Radiographics 1995;15:179-191.

  II.3.2. Identifikasi Arteri

  Untuk pemeriksaan TCD diagnostik, digunakan kecepatan 3-5-

  seconds sweep yang dapat memberikan gambaran detail dari waveform

  (bentuk gelombang) dan spektrum. Untuk memperpendek waktu yang diperlukan untuk mencari window dan mengidentifikasi segmen arterial yang berbeda-beda dengan single-gate spectral TCD, pemeriksaan harus dimulai dengan power maksimum dan pengaturan gate (misalnya power 100%, gate 10-15 mm) untuk pendekatan transtemporal dan suboccipital. Meskipun rekomendasi ini tampaknya melanggar peraturan pemakaian

  

power ultrasoundas low as reasonably achievable’, namun memberikan

  waktu yang diperlukan untuk mencari window dan untuk menjadikan pemeriksaan menjadi lebih singkat, sehingga mengurangi paparan pasien terhadap energi ultrasound secara keseluruhan.

  II.3.3. INDEKS TCD (TCD INDICES)

  Perbedaan rata-rata kedalaman, arah aliran dan rata-rata flow

  

velocity dihubungkan dengan usia yang normal telah ditetapkan pada

  setiap arteri. Pengukuran TCD dipengaruhi oleh faktor fisiologik dan patologik serta obat-obat vasoaktif.(Kassab dkk, 2007) Nilai sistolik, diastolik dan nilai rata-rata digunakan untuk mendeskripsikan tekanan, aliran dan kecepatan aliran pada sistem arterial. Dari nilai-nilai ini, nilai rata-rata memiliki signifikansi fisiologis yang tertinggi karena ia tidak bergantung pada faktor kardiovaskular sentral seperti denyut jantung, kontraktilitas, resistensi perifer total dan komplians aorta dibandingkan dengan nilai sistolik dan diastolik. Selanjutnya nilai rata-rata kecepatan lebih berkorelasi dengan perfusi dibandingkan dengan nilai peak.(Strebel, 1996)

  Saat ini alat TCD dapat menunjukkan Gosling’s pulsatility index (PI) yang didapat dari persamaan sebagai berikut :

  V ( systolic ) − V ( diastolic ) PI =

  , dimana V = CBF-V (cerebral blood flow

  V ( mean ) velocity) yang diperoleh oleh TCD. Pada vaskulatur serebral, PI dapat

  menunjukkan tingginya resistensi pembuluh darah perifer, yang seiring dengan peningkatan tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP).

  Peningkatan ICP mempengaruhi waveform TCD, menunjukkan dengan meningkatnya PI dan selanjutnya bila ICP terus menekan perfusi, terjadi penurunan pada CBF-V. Pulsatility digambarkan dengan bentuk dari

  waveform spektral dan normal bila Vs>Vd, abnormal atau spiked

  (Vs>>Vd), atau menurun (Vd>50%Vs). Pulsatility index dianggap normal bila nilainya 0.8-1.2. Peningkatan PI>1.2 biasanya terjadi karena peningkatan resistensi perifer serebral, sekunder terhadap peningkatan tekanan intrakranial atau hipokapnia, meskipun pada beberapa kasus bisa disebabkan oleh abnormalitas kardiak, seperti insufisiensi aorta atau bradikardia. Penurunan PI < 0.8 tipikalnya ditunjukkan oleh pembuluh darah yang mensuplai suatu AVM, dikarenakan penurunan resistensi perifer atau downstream hingga high-grade stenoses , dikarenakan aliran darah yang rendah. (Lupetin A R dkk, 1995)

  Resistance Index (RI) merupakan estimasi lain dari resistensi

  vaskular, dimana resistensi vaskular yang rendah berhubungan dengan peningkatan FVd, dan resistensi vaskular yang tinggi dikarakteristikkan dengan penurunan FVd. Resistance Index of Pourcelot didapat dari

  FVsFVd RI

  persamaan : = . Baik PI maupun RI dipengaruhi oleh

  FVs

  sejumlah faktor, termasuk tekanan arterial sistemik, resistensi distal terhadap aliran, ICP, vascular compliance, dan CO2, membatasi nilai diagnostiknya di praktek klinis. Namun, hal ini mungkin memiliki peran kualitatif dalam menilai perubahan dalam resistensi terhadap aliran pada area spesifik dari sirkulasi serebral. Penting untuk diingat bahwa TCD hanya mengukur kecepatan darah serebral (cerebral blood velocity) dan aliran (flow). Hubungan antara keduanya adalah sebagai berikut :

  blood flow volume

  _ _

  FV =

  . Oleh karenanya, bila flow masih konstan,

  vessel _ diameter

  sementara diameter menurun, FV akan meningkat. (Jacobs A dkk,2008)

  Gambar 4. Tampilan pulsed-wave spectral waveform. Identifikasi arah aliran, skala kecepatan (velocity), kedalaman insonasi (depth), kecepatan

  

sweep dan pengaturan power. Panah kecil menunjukkan pengukuran

cardiac cycle untuk menghitung peak, mean dan end-diastolic (ED) flow

velocities. PI, pulsatility index, RI, resistance index.

  

Dikutip dari : Alexandrov AV, Neumyer MM. Intracranial cerebrovascular ultrasound

examination techniques. In : Alexandrov AV. Cerebrovascular ultrasound in stroke prevention and treatment. Blackwell publishing 2004: 17-25.

  Tabel 2: Nilai normal hasil pengukuran TCD pada setiap arteri

  Dikutip dari: Kassab M Y., Majid A., Farooq M U., Azhary H., Hershey L A., Bednarczyk E M., Graybeal D F., Johnson M D. 2007. Transcranial Doppler: An introduction for Primary Care Physicians. J Am Board Fam Med;20:65-71

  Tabel 3: Efek dari berbagai status fisiologik pada flow Velocity TCD

  Dikutip dari: Kassab M Y., Majid A., Farooq M U., Azhary H., Hershey L A., Bednarczyk E M., Graybeal D F., Johnson M D. 2007. Transcranial Doppler: An introduction for Primary Care Physicians. J Am Board Fam Med;20:65-71

II.3.4. Transcranial Doppler pada Stroke Iskemik Akut

  Evaluasi segera dari pasien stroke iskemik akut menunjukkan gambaran TCD abnormal dengan frekuensi yang tinggi seperti oklusi, dissolusi clot arteri, embolisasi distal, reoklusi dan stenosis. Tidak ada alasan dalam menunda penilaian pembuluh darah secara bedside dengan TCD karena informasi ini secara khusus bermanfaat pada waktu pemeriksaan klinis awal dilakukan terhadap pasien dengan stroke iskemik akut. (Alexandrov, 1999)

  Transcranial Doppler dapat mendeteksi oklusi arteri serebri media

  yang juga tampak pada pemeriksaan angiography dengan sensitivitas 85% sampai 96%. Pada kasus oklusi arteri serebri media, rasio rata-rata kecepatan aliran darah (cerebral blood flow velocity/ CBF-V) ipsilateral dengan kontralateral dianggap dapat mendeteksi adanya oklusi arteri serebri media jika rasio ≥ 0,6 dan memiliki kemungkinan nilai prediksi terhadap tingkat keparahan stroke. Outcome klinis dapat diperkirakan oleh adanya gambaran patologis dari pemeriksaan TCD pada sirkulasi anterior.(Schatlo dkk, 2007, Iranmanesh dkk, 2006)

  Untuk pasien stroke iskemik yang menerima terapi thrombolysis dengan tissue-plasminogen activator (tPA), TCD telah dianggap sebagai monitor yang baik dan pengukur peningkatan terapi. Transcranial Doppler dapat digunakan untuk mengenali lokasi yang tepat dari oklusi pembuluh darah parsial atau komplit. Kriteria untuk mengenali lokasi lesi berdasarkan pola spektrum Thrombolysis in Brain Ischemia (TIBI) dan tanda-tanda aliran kolateral. Perubahan lain yang menggambarkan adanya stenosis fokal atau trombus termasuk perubahan pulsatility index dan CBF-V yang mengindikasikan adanya stenosis dan signal mikroemboli yang terjadi secara fokal. (Schatlo, 2007)

  Dalam studi menggunakan pemeriksaan TCD yang dilakukan terhadap 130 pasien secara konsekutif pada unit gawat darurat pada waktu pemeriksaan neurologi dan CT sken kepala juga dilakukan, ditemukan bahwa insonasi melalui transtemporal window tidak mungkin dilakukan pada 15% dari keseluruhan pasien. Meskipun demikian, secara keseluruhan tingkat akurasi TCD terhadap oklusi, stenosis dan patensi pembuluh darah yang normal sekitar 88% bila dibandingkan dengan

  

angiography. Transcranial Doppler dapat menunjukkan adanya suatu oklusi arteri intra atau ekstrakranial proksimal pada 69% pasien yang memenuhi syarat untuk thrombolysis dalam 6 jam pertama, dibandingkan dengan 24% pasien yang berada diluar rentang waktu untuk tindakan

  

thrombolysis dan 0% pasien yang mengalami perbaikan defisit secara

  spontan.(Alexandrov dkk,1999) Peran paling penting dari TCD pada stroke akut adalah menentukan adanya dan lokasi dari oklusi arteri sebagaimana juga adanya sisa aliran signal di sekeliling clot. Salah satu tantangan terbesar dari pemeriksaan TCD untuk mendiagnosa oklusi arteri adalah ketergantungan terhadap suatu serial yang rumit dari gambaran aliran darah pada pembuluh darah yang berbeda dan tingkat kedalaman yang berbeda untuk menentukan arteri mana yang terkena. Untuk menyederhanakan interpretasi ini telah dikembangkan kriteria oklusi berdasarkan temuan aliran darah yang berbeda dari setiap pembuluh darah intrakranial dan arteri karotis interna ekstrakranial. Gambaran aliran utama yang dihubungkan dengan adanya oklusi secara langsung yang dapat dinilai dengan TCD ialah suatu gelombang abnormal yang terletak pada lokasi yang dianggap sebagai tempat clot. Selain itu, oklusi arteri serebri media akut dapat menghasilkan pengaliran aliran darah terhadap pembuluh darah sekitarnya atau cabang-cabangnya, dan peningkatan kecepatan aliran darah dapat terlihat pada arteri serebri anterior.

  (Alexandrov dkk, 1999).

  Dalam satu studi yang dilakukan oleh Andrew dkk, 2000 dijelaskan bahwa tingkat obstruksi sirkulasi anterior dapat dikonfirmasi dengan deteksi aliran-aliran kolateral, seperti arteri kommunikan ataupun arteri opthalmika. Kadang-kadang aliran arteri opthalmika dapat tidak terdeteksi atau arah aliran yang normal jika terdapat oklusi arteri serebri media atau arteri karotis interna di bagian distal. Oklusi yang terisolasi pada tingkat arteri serebri media menghasilkan bentuk gelombang abnormal tanpa adanya aliran kolateralisasi melalui arteri opthalmika atau arteri kommunikan. Jika muncul, aliran kolateral ini biasanya mengindikasikan lesi arteri karotis interna bersamaan dengan arteri serebri media termasuk pengalihan aliran ke arteri serebri anterior atau arteri serebri posterior. Oklusi arteri serebri media dan saluran kolateral utama, yang mengindikasikan adanya suatu lesi proksimal pada pembuluh darah yang memberi nutrisi (feeding vessel)(Demhuck, 2000)

  Adanya bentuk gelombang abnormal dari arteri vertebralis atau arteri basilaris dapat menandakan kemungkinan bahwa oklusi dari pembuluh darah ini juga terjadi. Gambaran ini harus diinterpretasikan secara hati-hati dan dikonfirmasi dengan mengenali pengalihan aliran atau peningkatan aliran kompensasi. (Demhuck, 2000).

  Penilaian ultrasound terhadap pembuluh darah otak menunjukkan suatu gambaran khusus yang memfokuskan terhadap lokasi clot dan memonitor aliran signal disekitarnya yang berkaitan dengan pergerakan minimal pembuluh darah. Telah dikembangkan suatu sistem tingkatan terhadap aliran pembuluh darah untuk gambaran TCD untuk mengukur sisa aliran pembuluh darah, yang dikenal sebagai tingkatan aliran

  Thrombolysis In Brain Ischemia (TIBI). Klassifikasi TIBI membagi tingkatan

  aliran darah ke dalam 6 kelompok. Grade 0 : absent, grade 1 : minimal,

  

grade 2 : blunted, grade 3 : dampened, grade 4 : stenotic dan grade 5 :

  normal waveform. Tingkatan aliran TIBI dapat diukur pada semua pembuluh darah dengan perhatian khusus terhadap daerah atau di bagian distal dari letak arteri yang dianggap mengalami oklusi. Tujuan klassifikasi TIBI ini adalah untuk menentukan kecepatan aliran darah sisa seperti halnya juga kaitannya dengan tingkat keparahan stroke iskemik akut.(Syme, 2006)

  Jika suatu clot menyebabkan obstruksi komplit untuk aliran darah, kemudian tidak ada perubahan frekuensi yang terjadi sehingga tidak ada signal doppler yang dapat terdeteksi, hal ini disebut sebagai tidak ada aliran darah (absent). Akan tetapi aliran darah yang tidak ada secara komplit pada letak clot tersebut cenderung jarang terjadi karena pergerakan darah yang terdapat di sekitar clot sering menghasilkan suara bunyi di sekitar garis dasar yang sering disebut sebagai “minimal flow”. Aliran bergaung (reverberating flow) merupakan suatu bentuk lain dari aliran minimal dan kadang-kadang dapat dideteksi di bagian proksimal dari clot. Bentuk lain dari aliran minimal juga dapat terlihat pada tempat

  

clot dimana aliran sistolik intensitas rendah dapat ditemukan berkaitan dengan tahanan tinggi dengan tanpa adanya aliran darah selama diastol. Dibagian distal dari clot, arteri akan sepenuhnya mengalami vasodilatasi dan aliran darah akan muncul, signal arteri ini memiliki pulsatility index, kecepatan dan intensitas yang rendah. Hal ini disebut dengan istilah “blunted flow” dan jika sedikit lebih berat disebut “dampened flow”(Syme, 2006).

  Stenosis ekstrakranial juga akan mengurangi sensitivitas TCD untuk mendeteksi stenosis intrakranial berkaitan dengan berkurangnya

  mean flow velocity (MFV). Akan tetapi perubahan bentuk gelombang pada

  keadaan stenosis menunjukkan karakteristik perubahan dan TCD dapat memperkirakan aliran yang mengalami penyumbatan telah terlihat berkaitan erat dengan progresifitas dari stenosis yang terlihat dari gambaran TCD dapat memprediksikan kejadian vaskuler yang lebih jauh lagi (Syme, 2006)

  Dengan adanya suatu penyempitan yang cukup rapat (berkurangnya diameter lumen >50%) yang berkaitan dengan pembentukkan clot yang secara akut ataupun atheroma, maka kecepatan (velocity) akan meningkat secara dramatis pada lokasi penyempitan (MFV ≥80 cm/s dan perbedaan kecepatan ≥ 30% jika dibandingkan dengan letak kontrol). Meskipun kecepatan meningkat berkaitan dengan penyempitan pembuluh darah, aliran darah tetap terbatas sehingga signal yang timbul memiliki intensitas yang rendah. Dalam keadaan ini juga mungkin terdapat turbulensi pada baseline (garis dasar) dan kadang-kadang bruit juga dapat terdeteksi. Akan tetapi bentuk gelombang ini tidak khas untuk stenosis dan dapat ditemukan juga untuk spasme arteri yang berhubungan dengan perdarahan subarakhnoid atau perdarahan intraserebral ringan sampai sedang (Syme, 2006)

  Stenosis atau spasme pembuluh darah juga dapat dibedakan dengan mengenali apakah perubahan seperti apa yang dijelaskan sebelumnya terjadi diatas suatu segmen arteri kecil (stenosis) atau diatas suatu segmen yang lebih panjang dan/atau melibatkan banyak arteri (spasme) (Syme, 2006)

  Signal TCD yang terlihat pada arteri yang lebih besar pada bagian proksimal dari clot bervariasi tergantung dari ukuran obstruksi di bagian distal dan dekanya dengan clot. Dengan oklusi cabang distal yang kecil, pembuluh darah utama yang memberi nutrisi dapat terlihat normal secara khusus dengan sirkulasi kolateral yang baik. Ketika oklusi yang lebih besar terjadi, signal juga dapat menjadi “dampened” dengan pengurangan intensitas, kecepatan dan PI yang sangat kecil. Dengan adanya obstruksi yang lebih berat di bagian distal, signal pada pembuluh darah nutrisi (feeding vessel) yang ukurannya lebih besar menunjukkan gambaran kasar “blunting” yang lebih jauh lagi dengan perubahan yang kecil dalam intensitas tetapi penurunan yang lebih jauh lagi dalam kecepatan dan pulsatility. Penurunan pulsatility sepertinya berkaitan dengan dilatasi bagian proksimal arteri dan mencerminkan elastisitas dari arteri ini serta ketersediaan cabang-cabang pembuluh darah yang terbuka yang menyebabkan sebagian aliran melalui proksimal arteri berkaitan dengan oklusi tersebut. (Syme, 2006)

  Alexandrov dkk, telah menggunakan skor TIBI sebagai suatu pengukuran terhadap tingkat keparahan obstruksi arteri, akan tetapi perubahan bentuk gelombang arteri bervariasi tergantung daripada dekatnya jarak terhadap clot, ukuran clot, ukuran arteri yang mengalami oklusi dan tidak hanya derajat dari oklusi tersebut. Berdasarkan hal ini, berkenaan dengan kurangnya spesifisitas dari gelombang TIBI yang pasti, hal ini berarti bahwa pemeriksa harus berhati-hati dalam menggunakan klassifikasi ini untuk pemeriksaan terhadap stroke akut. Lebih jauh lagi, asumsi apapun tentang derajat rekanalisasi hanya dapat dilakukan dengan posisi pemeriksa yang sesuai dan pasti untuk memonitor pada suatu letak tertentu. Rekanalisasi pada arteri proksimal juga dapat tidak mencerminkan pembukaan cabang arteri bagian distal yang mengalami oklusi dan dapat menjelaskan mengapa tidak ada hubungan yang ditemukan antara peningkatan ultrasound yang berhubungan dengan rekanalisasi yang diukur dengan menggunakan skor TIBI dan outcome klinis. (Syme, 2006)

  Oklusi akut dari arteri intrakranial dapat mengahsilkan perubahan dalam aliran residual melalui suatu arteri yang disumbat oleh suatu clot yang masih baru dan sering melalui perkembangan saluran/aliran kolateral untuk kompensasi lesi tersebut. Dissolusi clot dapat dihubungkan dengan munculnya signal mikroemboli (Mikulik R dkk,2006)

  Suatu oklusi arteri akut berbeda dari oklusi kronik berdasarkan 2 alasan yaitu: oklusi arteri akut sering bersifat parsial dan membentuk beberapa pola yang tidak komplit dari aliran residual (residual flow) dan oklusi arteri akut merupakan suatu proses yang dinamis dari dissolusi trombus, propagasi dan reoklusi, yang sering menyebabkan perubahan- perubahan dalam pola aliran darah. Morfologi bentuk gelombang daripada kecepatan aliran itu sendiri memberikan informasi yang lebih dekat tentang lokasi clot, hemodinamik yang signifikan dari obstruksi dan tahanan dalam pembuluh darah di daerah distal. (Mikulik dkk, 2006).

  Untuk menjelaskan morfologi bentuk gelombang pada TCD, pembagian tingkatan residual dengan sistem TIBI telah dikembangkan, yang berasal dari klassifikasi angiography dari aliran residul yang disebut

  

Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI). Pembagian tingkatan TIBI

  bervariasi dari 0 sampai 5 : absent, minimal, blunted, dampened, stenotic dan aliran normal (Gambar 5)(Mikulik dkk, 2006)

  Gambar 5 : TIBI flow grading system

Dikutip dari : Mikulik R., Alexandrov A.V.2006. Acute Stroke: Therapeutic Transcranial

Doppler Sonography. Handbook on Neurovascular Ultrasound.21:150-161

  Gambar 6 : Contoh tingkatan aliran TIBI dengan kedalaman yang berbeda pada oklusi arteri serebri media akut

Dikutip dari : Mikulik R., Alexandrov A.V.2006. Acute Stroke: Therapeutic Transcranial

Doppler Sonography. Handbook on Neurovascular Ultrasound.21:150-161

  Tabel 4 : Kriteria Diagnostik oklusi arteri intrakranial

  

Dikutip dari : Mikulik R., Alexandrov A.V.2006. Acute Stroke: Therapeutic

Transcranial Doppler Sonography. Handbook on Neurovascular Ultrasound.21:150-161

  Mean flow velocity (MFV) dari arteri serebri media secara normal lebih besar daripada arteri serebri anterior ataupun arteri serebri posterior.

  Dengan adanya suatu oklusi bagian proksimal arteri serebri media ipsilateral (oklusi M1), aliran darah kontralateral pada arteri serebri anterior dapat menjadi lebih besar daripada arteri serebri kontralateral (figure 4J), arteri serebri anterior dan arteri opthalmika pada sisi ipsilateral juga dapat menunjukkan aliran balik dan bagian proksimal arteri serebri posterior juga dapat meningkat alirannya. Aliran darah yang menyerupai gambaran stenosis atau bruit juga dapat dideteksi pada arteri komunikan anterior dan arteri kommunikans posterior ipsilateral jika terdapat keadaan hipoplasia. Dengan adanya aliran darah kolateral yang sempurna, maka perubahan ini mungkin semuanya menyebabkan deteksi suatu oklusi arteri serebri media ipsilateral dan juga dapat menjelaskan mengapa stenosis berat atau oklusi pada suatu arteri karotis interna ipsilateral dapat dihubungkan dengan bentuk gelombang arteri serebri media yang normal dan suatu stroke minor atau TIA (Syme,2006)

  Pada pasien dengan oklusi arteri serebri media akut yang diterapi dengan pemberian Tissue Plasminogen Activator (TPA) secara intravena, gambaran TCD setelah terapi dibandingkan dengan DSA (Digital

  Subtraction Angiography) ataupun Magnetic Resonance Angiography

  (MRA). Oklusi komplit diartikan oleh adanya signal TCD yang absent atau minimal, oklusi parsial oleh signal blunted atau dampened dan rekanalisasi komplit oleh signal normal atau low-resistance stenotic signal yang menyatakan secara tidak langsung aliran pembuluh darah distal yang terobstruksi terhadap adanya lesi residual (Alexandrov dkk, 2004).

  Transcranial Doppler memiliki spesifisitas sekitar 90% dalam

  menunjukkan oklusi arteri serebri media pada pasien dengan stroke arteri serebri media akut dalam 5 jam pertama setelah serangan. Alexandrov dkk menemukan oklusi arteri utama pada 69% pasien dengan stroke akut, yang mungkin dapat sesuai untuk diberikan terapi thrombolysis.

  Rekanalisasi dapat diduga dengan TCD oleh adanya gambaran aliran dalam pembuluh darah atau adanya suatu perbaikan dalam aliran darah, dengan atau tanpa berkurangnya PI pada bagian proksimal dari pembuluh darah. Itu sebabnya, dalam keadaan stroke iskemik akut, TCD dapat menunjukkan gambaran oklusi arteri dan juga dapat menunjukkan apakah rekanalisasi dapat terjadi setelah pemberian thrombolysis intravena.

  (Sarkar dkk, 2007)

II.4. Kerangka Teori

STROKE ISKEMIK

  Pires dkk, 2007: 25% pasien stroke iskemik hiperkolesterolemia Brunser dkk,2010: TCD dapat memberi informasi lebih Stroke iskemik, dibanding CT Scan<CTA dan MRA

  Goldstein dkk, 2006: setiap ↑1 mmol/l total kolesterol  25% resiko stroke

  Malferrari, 2001: TCDdeteksi resiko stroke, trombolysis

  

Demhuck dkk,1999: tidak ada

korelasi positif kejadian stroke

dengan hiperlipidemia Farhoudi dkk,2007: pasien dislipidemia penurunan blood flow velocity

  Kitayama dkk,2007: dislipidemia fgs endotel terganggu ↓FV

  Farhoudi dkk, 2011: tidak berbeda MFV, PI pada kedua kelompok Kim J.T: dari 1267 pasien stroke iskemik didapati 11% hiperkolesterolemia Akopov dkk,2002: TCD lebih unggul dibanding TCA penurunan FV MCA pada Stroke Iskemik

  Akopov dkk,2002: TCD mendeteksi ggn serebral dalam 24jam onset Stroke iskemik

  Ni Khan dkk,2009: 32,7% pasien stroke iskemik dengan dislipidemia

Dokumen yang terkait

Hubungan Kadar Fibrinogen Dengan Hasil Pemeriksaan Transcranial Doppler (TCD) Pada Penderita Stroke Iskemik Akut

5 76 109

Perbandingan Parameter Hemodinamik dengan Pemeriksaan Transcranial Doppler pada Pasien Stroke Iskemik Akut dengan dan tanpa Dislipidemia

1 71 135

Efek Parameter Hematologi Rutin Dan Usia Terhadap Hasil Pemeriksaan Transcranial Doppler Dan Hubungannya Dengan Outcome Pada Pasien Stroke Iskemik Akut

0 66 95

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mekanisme Hemostasis - Perbandingan Status Koagulasi Penderita Stroke Iskemik Dengan Non Stroke

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE II.1.1. Definisi - Hubungan Stres dan Sleep Stroke dengan Outcome Stroke

0 0 36

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Stroke II.1.1 Definisi - Hubungan Antara Subtipes Stroke, Teritori Vaskular dengan Kejadian Pneumonia dan Mortalitas pada Pasien Stroke Akut dengan Disfagia

0 0 41

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. EPILEPSI II.1.1. Defenisi - Efek Pemakaian Jangka Panjang Obat Anti Epilepsi terhadap Fungsi Hati dan Profil Lipid pada Pasien Epilepsi

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. STROKE ISKEMIK II.1.1. Definisi - Peranan Procalcitonin Dan Marker Inflamasi Rutin Sebagai Prediktor Infeksi Pada Pasien Stroke Iskemik Akut

0 0 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Stroke II.1.1. Definisi - Hubungan Chronic Pain Syndrome Paska Stroke dengan skor Mini Mental Status Examination dan skor modified Rankin Scale

0 0 24

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi - Hubungan Mean Platelet Volume (MPV) Dan C- Reaktif Protein (CRP) Dengan Mortalitas 14 Hari Pada Pasien Stroke Iskemik Akut

0 0 13