ELABORASI BAB 4 MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU (MPM)

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
TUGAS MATA KULIAH:
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU
Dosen Pengampu: Dr. H. M. Hosnan, Dip. Ed., M.Pd.

Di Susun Oleh :
TIM PENYUSUN
KELAS TPMMP SEMESTER III

PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2014

TIM PENYUSUN

NO

NAMA

NIM


1

RUSDANI

7772130033

2

BUDI KURNIA UTAMA

7772130050

3

ADE MUHLIS

7772130137

4


OYOK CITRA KUSUMA

7772130053

5

CARMAN

7772130012

6

MUSLIH

7772130014

7

AJAT SUDRAJAT


7772130141

8

ROSDIANA

7772130115

9

FENTI FARLENI

7772130135

10 BAIRIA

7772130118

11 ERNI TRI YULIANI


7772030021

12 EUIS ROHAYAH

7772130024

13 ILYATUNNAUROH

7772130026

14 SITI NUR AINI

7772130049

15 LANY LUSIANY

7772130041

16 MAEMUNAH


7772130003

KATA PENGANTAR
i

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan penulis semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang penulis miliki
sangat kurang. Oleh kerena itu penulis mengharapkan kepada para pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.

Serang, Maret 2014
Penulis


DAFTAR ISI

ii

TIM PENYUSUN ..........................................................................................................

i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................

iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................

1


A. LatarBelakang................................................................................................

1

B. RumusanMasalah...........................................................................................

2

C. TujuanPenulisan.............................................................................................

2

BAB II MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN..............................

3

A. Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu...............................................

3


B. Karakteristik Mutu.........................................................................................

4

C. Prinsip Mutu...................................................................................................

6

D. Teknik Manajemen Peningkatan Mutu..........................................................

7

E. Dimensi-Dimensi Manajemen Penngkatan Mutu Pendidikan.......................

12

F. Hubungan / Implikasi Konsep Mutu Dalam Pendidikan................................

13


G. Kendala dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan .........................

14

H. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah ........................................................

24

I. Prinsip-Prinsip Dalam Manajemen Peningkatan Mutu (MPM)
Sekolah...........................................................................................................

25

J. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah .......................................

26

K. Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah....................................

30


L. Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah...........................

32

BAB III PENUTUP........................................................................................................

36

A. Kesimpulan ........................................................................................................

36

B. Saran ..................................................................................................................

36

DAFTAR PUSTAKA

iii


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan di anggap sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam
bentuk peningkatan kualitas sumber daya insane untuk diukur dari sejauhmana
masyarakatnya yang mengenyam pendidikan.Semakin tinggi pendidikan yang
dimiliki masyarakat, maka semakin majulah bangsa tersebut. Kualitas pendidikan
tidak saja dilihat dari kemegahan fasilitas pendidikan yang dimiliki, tetapi
sejauhmana output (lulusan) suatu pendidikan dapat membangun sebagai manusia
yang paripurna sebagaimana tahapan pendidikan tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dilakukan dalam tiga jalur, yaitu
pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Hal ini
sebagaimana disuratkan dalam Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 10, 11, 12, dan 13: “(10) Satuan Pendidikan
adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur
formal, non formal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (11)
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. (12)
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar jalur pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. (13) Pendidikan informal
adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Pada hakikatnya pendidikan yang menyumbang terhadap pembangunan
bangsa adalah pendidikan pada tiga jalur tersebut. Ketiga jalur tersebut merupakan
trilogy pendidikan yang secara sinergis membangun bangsa melalui pembangunan
sumber daya insan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi terampil, dan dari
terampil menjadi ahli.
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia
adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan,
khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk
meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum
nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku

1

dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan
peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator mutu
pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti.Sebagian sekolah, terutama
di

kota-kota,

menunjukan

peningkatan

mutu

pendidikan

yang

cukup

menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Oleh sebab itu
diperlukan manajemen peningkatan mutu yang berkelanjutan.
Manajemen peningkatan mutu pendidikan merupakan sebuah kajian
mengenai bagaimana sebuah pendidikan persekolahan harus dikelolasecara efektif,
efisien, dan berkeadilan untuk mewujudkan mutu pendidikan sebagaimana
diharapkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka penulis membuat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa

yang

dimaksud

Manajemen

Peningkatan

Mutu

(School

Review,

Benchmarking, Quality Insurance, dan Quality Control)?
2. Bagaimana hubungan / Implikasi Konsep Mutu Dalam Pendidikan?
3. Bagaimana manajemen, strategi dan prinsip dalam peningkatan mutu sekolah?

C. Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan dari makalah ini,
yaitu:
1. Untuk mengetahui dan

memahami tentang Manajemen Peningkatan Mutu

(School Review, Benchmarking, Quality Insurance, dan Quality Control).
2. Untuk mengetahui bagaimana hubungan/ implikasi konsep mutu Dalam
pendidikan.
3. Untuk mengetahui dan memahami tentang manajemen, strategi dan prinsip dalam
peningkatan mutu sekolah.

2

BAB II
MANAJEMEN PENINGKATAN MUTUPENDIDIKAN

A. Konsep Dasar Manajemen Peningkatan Mutu
Kata “Mutu” berasal dari bahasa inggris, “Quality” yang berarti kualitas.Dengan
hal ini, mutu berarti merupakan sebuah hal yang berhubungan dengan gairah dan harga
diri.Sesuai keberadaannya, mutu dipandang sebagai nilai tertinggi dari suatu produk
atau jasa.
Beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh Prof. Dr. H. Abdul Hadis, M.Pd, dan
Prof. Dr. Hj. Nurhayati B, M. Pd, dalam bukunya Manajemen Mutu Pendidikan
(2010:84) menurut para ahli yaitu:
1.

Menurut Juran (1993), mutu produk ialah kecocokan

penggunaan produk

(fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan
pengguna produk tersebut didasarkan atas lima ciri utama yaitu (1) teknologi; yaitu
kekuatan; (2) psikologis, yaitu rasa atau status; (3) waktu, yaitu kehandalan; (4)
kontraktual, yaitu ada jaminan; (5) etika, yaitu sopan santun (Juran, 1993)
2.

Menurut Crosby (1979:58) mutu ialah conformance to requirement, yaitu sesuai
dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki mutu apabila
sesuai dengan standar atau kriteria mutu yang telah ditentukan, standar mutu tersebut
meliputi bahan baku, proses produksi, dan produk jadi (Crosby, 1979:58)

3.

Menurut Deming (1982:176) mutu ialah kesesuaian dengan kebutuhan pasar
atau konsumen. Perusahaan yang bermutu ialah perusahaan yang menguasai pangsa
pasar karena hasil produksinya sesuai dengan kebutuhan konsumen, sehingga
menimbulkan kepuasan bagi konsumen. Jika konsumen merasa puas, maka mereka
akan setia dalam membeli produk perusahaan baik berupa barang maupun jasa.

4.

Menurut Feigenbaum (1986:7) mutu adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya
(full customer satisfication). Suatu produk dianggap bermutu apabila dapat
memberikan kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai dengan harapan
konsumen atas produk yang dihasilkan.

3

5.

Garvi dan Davis (1994) menyatakan mutu ialah suatu kondisi yang berhubungan
dengan produk , tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan.

6.

Mutu menurut Salin (Husaini Usman,2012) adalah konsep yan absolute dan
relative. Mutu yang absolute ialah mutu yang idealismenya tinggi dan harus
dipenuhi, berstandar tinggi, dengan sifat produk bergengsi tinggi, biasanya mahal,
sangat mewah, dan jarang dimiliki orang. Mutu dengan konsep absolute berarti harus
hight quality atau top quality. Mutu sendiri didefinisikan sebagai tinggkat
keunggulan. Mutu yang relative bukanlah sebuah akhir, namun sebagai sebuah alat
dimana produk atau jasa dinilai, yaitu apakah telah memenuhi standar yang telah
ditetapkan.
Dari beberapa konsep mutu yang diutarakan oleh para ahli, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa mutu merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan kepuasan
pelanggan terhadap sebuah produk.
B. Karakteristik Mutu
Menurut Husaini Usman (2012) dalam bukunya Manajemen: Teori, Praktik, dan
Riset Pendidikan, mengatakan bahwa mutu memiliki 13 karakteristik seperti berikut ini.
1.

Kinerja (performa): berkaitan dengan aspek fungsional sekolah. Misalnya: kinerja
guru dalam mengajar baik, memberikan penjelasan meyakinkan, sehat dan rajin
mengajar, dan menyiapkan bahan pelajaran lengkap. Pelayanan administratif dan
edukatif sekolah baik yang ditandai hasil belajar tinggi, lulusannya banyak, putus
sekolah sedikit, dan yang lulus tepat waktu banyak. Akibat kinerja yang baik maka
sekolah tersebut menjadi sekolah favorit.

2.

Waktu wajar (timeliness): selesai dengan waktu yang wajar. Misalnya: memulai
dan mengakhiri pelajaran tepat waktu. Waktu ulangan tepat. Batas waktu
pemberian pekerjaan rumah wajar. Waktu untuk guru naik pangkat wajar.

3.

Handal (reliability): usia pelayanan prima bertahan lama. Misalnya: pelayanan
prima yang diberikan sekolah bertahan dari tahunke tahun, mutu sekolah tetap
bertahan dari tahun ke tahun. Sebagai sekolah favorit bertahan dari tahun ke tahun.
Sekolah menjadi juara tertentu bertahan dari tahun ke tahun. Guru jarang sakit.
Kerja keras guru bertahan dari tahun ke tahun.

4

4.

Daya tahan (durability): tahan banting. Misalnya: meskipun krisis moneter, sekolah
masih tetap bertahan, tidak tutup. Siswa dan guru tidak putus asa dan selalu sehat

5.

Indah (aestetics). Misalnya: eksterior dan interior sekolah ditata menarik. Taman
ditanami bunga dan terpelihara dengan baik. Guru-guru membuat media pendidikan
yang menarik. Warga sekolah berpenampilan rapi.

6.

Hubungan

manusiawi

(personal

interface):

menjunjung

tinggi

nilai-nilai

moral dan profesionalisme.Misalnya: warga sekolah saling menghormati, baik
warga intern maupun ektern sekolah, demokratis, dan menghargai profesionalisme.
7.

Mudah penggunaannya (easy of use). Sarana dan prasarana dipakai.Misalnya:
aturan-aturan sekolah mudah diterapkan. Buku-buku perpustakaan mudah dipinjam
dan dikembalikan tepat waktu. Penjelasan guru di kelas mudah dimengerti siswa.
Contoh soal mudah dipahami. Demonstrasi praktik mudah diterapkan siswa.

8.

Bentuk khusus (feature): keunggulan tertentu.Misalnya: sekolah ada yang unggul
dengan hampir semua lulusannya diterima di universitas bermutu. Unggul dengan
bahasa

Inggrisnya.

Unggul

dengan

penguasaan

teknologi

informasinya

(komputerisasi). Ada yang unggul dengan karya ilmiah kesenian atau olahraga.
9.

Standar

tertentu

(conformance

to

specification):

memenuhi

standar

tertentu.Misalnya: sekolah sudah memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM),
sekolah sudah memenuhi standar minimal ujian nasional atau sekolah sudah
memenuhi ISO 9001:2000 atau sekolah sudah memenuhi TOEFL dengan skor 650.
10. Konsistensi (Consistency): keajegan, konstan, atau stabil.Misalnya: Mutu sekolah
dari dahulu sampai sekarang tidak menurun seperti harus mengatrol nilai siswasiswanya. Warga sekolah konsisten antara perkataan dengan perbuatan. Apabila
berkata tidak berbohong, apabila berjanji ditepati, dan apabila dipercaya tidak
mengkhianati.
11. Seragam (uniformity): tanpa variasi, tidak tercampur. Misalnya: sekolah
menyeragamkan pakaian sekolah dan pakaian dinas. Sekolah melaksanakan aturan,
tidak pandang bulu atau pilih kasih.
12. Mampu melayani (serviceability): mampu memberikan pelayanan prima..
Misalnya: sekolah menyediakan kotak saran dan saran-saran yang masuk
mampu dipenuhi dengan sebaik-baiknya. Sekolah mampu memberikan pelayanan
primanya kepada pelanggan sekolah sehingga semua pelanggan merasa puas.

5

13. Ketepatan (Accruracy): ketepatan dalam pelayanan. Misalnya: Sekolah mampu
memberikan pelayanan sesuai dengan yang diinginkan pelanggan sekolah, guruguru tidak salah dalam menilai siswa-siswanya. Semua warga sekolah bekerja
dengan teliti. Jam Belajar di sekolah berlangsung tepat waktu.
C. Prinsip Mutu
Menurut Deming (dalam Manajemen Pendidikan, 2012: 296), ada 14 prinsip mutu
yang harus dilakukan organisasi/ perusahaan jika menghendaki dicapainya mutu, yaitu:
1.

Menciptakan konsistensi tujuan untuk pengembangan produk dan jasa dengan
adanya tujuan suasana bisnis yang kompetitif.

2.

Adopsi filosofi baru.

3.

Menghentikan ketergantungan pada adanya inspeksi dan digantikan dengan upaya
pencapaian mutu.

4.

Menghentikan anggapan bahwa penghargaan dalam bisnis adalah terletak pada
harga.

5.

Peningkatan sistem produksi dan layanan secara terus menerus guna peningkatan
mutu dan produktifitas.

6.

Pelatihan dalam pekerjaan.

7.

Kepemimpinan lembaga.

8.

Menghilangkan rasa takut.

9.

Hilangkan penghalang antar departemen/biro.

10. Mengurangi slogan peringatan-peringatan dan target, dan mengganti dengan
pemantapan metode-metode yang dapat meningkatkan mutu kerja.
11. Kurangi standar kerja yang menentukan kuota berdasarkan jumlah.
12. Hilangkan penghambat yang dapat merampas hak asasi manusia untuk merasa
bangga terhadap kecakapan kerjanya.
13. Lembagakan suatu program pendidikan dan peningkatan diri yang penuh semangat.
14. Setiap orang dalam perusahaan bekerja sama dalam mendukung proses
transformasi.

6

Dalam Manajemen Pendidikan 2009: 298, Philip Crosby (Ross, 1993: 3),
mengemukakan ada 4 prinsip mutu, yaitu:
1.

Quality is defined as conformance to requirements, not “goodness”. (Mutu
didefinisikan sebagai kesesuaian dengan tuntutan, bukan “kebaikan”).

2.

The system for delivering quality is the prevention of poor-quality through process
control, not appraisal or correction. (Sistem untuk mengantarkan/ mencapai mutu
adalah pencegahan terhadap mutu yang rendah melalui proses pengawasan, bukan
penilaian atau koreksi.

3.

The performance standard is zero defects, not “that’s close enough”. (standar
performa adalah tidak ada kesalahan, bukan “hal itu hamper mendekati”).

4.

The measurement of quality is the price of nonconformance, not indexes.
(Pengukuran mutu adalah harga dari ketidakseragaman, bukan indeks-indeks).

D. Teknik Manajemen Peningkatan Mutu
Adapun penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat
teknik : a) school review, b) benchmarking, c)quality assurance, dan d) quality control.
Berdasarkan Panduan Manajemen Sekolah (2000:200-202) dijelaskan sebagai berikut :
1. School Review
Suatu proses dimana seluruh komponen sekolah bekerja sama khususnya dengan
orang tua dan tenaga profesional (ahli) untuk mengevaluasi dan menilai efektivitas
sekolah, serta mutu lulusan.
School review dilakukan untuk menjawab pertanyaan berikut :
a. Apakah yang dicapai sekolah sudah sesuai dengan harapan orang tuasiswa dan siswa
sendiri ?
b. Bagaimana prestasi siswa ?
c. Faktor apakah yang menghambat upaya untuk meningkatkan mutu ?
d. Apakah faktor-faktor pendukung yang dimiliki sekolah ?
School review akan menghasilkan rumusan tentang kelemahan-kelemahan,
kelebihan-kelebihan dan prestasi siswa, serta rekomendasi untuk pengembangan
program tahun mendatang.
Dalam

http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/20/meningkatkan-kualitas-

pendidikan-melalui-manajemen-peningkatan-mutu-mpm-472097.html,

7

school

review.merupakan suatu cara dimana sekolah bekerjasama dengan berbagai pihak
terkait. School review dapat dilakukan melalui analisis SWOT dalam bentuk matrik
Ansoff yaitu: Strength adalah kekuatan Sekolah, Weakness adalah mencari tahu
kelemahan sekolah, Opportunities adalah menggunakan Kesempatan dan peluang yang
bisa dicapai dengan sebaik baiknya, Threats adalah mengetahui ancaman dan kendala
yang dihadapi sekolah.
School Review adalah proses mengharuskan seluruh komponen sekolah bekerja
sama dengan berbagai pihak yang memiliki keterkaitan misalnya orang tua dan tenaga
profesional untuk mengevaluasi keefektifan kebijakan sekolah, program dan
pelaksanaannya, serta mutu lulusan. Dengan school review diharapkan akan dapat
dihasilkan laporan yang dapat membeberkan kelemahan-kelemahan, kekuatan, prestasi
sekolah, dan memberikan rekomendasi untuk penyusunan perencanaan strategis
pengembangan sekolah di masa mendatang, yang berjangka sekitar tiga atau empat
tahun mendatang. (Dikmenum Depdikbud (1998/1999)
2. Benchmarking
Suatu kegiatan untuk menetapkan standar dan target yang akan dicapai dalam
suatu periode tertentu. Benchmarking dapat diaplikasikan untuk individu, kelompok
ataupun lembaga.
Tiga pertanyaan mendasar yang akan dijawab oleh benchmarkingadalah :
1. Seberapa baik kondisi kita?
2. Harus menjadi seberapa baik?
3. Bagaimana cara untuk mencapai yang baik tersebut?
Langkah-langkah yang dilaksanakan adalah :
1. Tentukan fokus
2. Tentukan aspek/variabel atau indikator
3. Tentukan standar
4. Tentukan gap (kesenjangan) yang terjadi.
5. Bandingkan standar dengan kita
6. Rencanakan target untuk mencapai standar
7. Rumuskan cara-cara program untuk mencapai target

8

Benchmarking merupakan kegiatan untuk menetapkan standar, baik proses
maupun hasil yang akan dicapai dalam suatu periode tertentu.(Dikmenum Depdikbud
(1998/1999)
3. Quality Insurance (QI)
Suatu teknik untuk menentukan bahwa proses pendidikan telah berlangsung
sebagaimana seharusnya. Dengan teknik ini akan dapat dideteksi adanya penyimpangan
yang terjadi pada proses. Teknik menekankan pada monitoring yang berkesinambungan,
dan melembaga, menjadi subsistem sekolah.Quality assurance akan menghasilkan
informasi, yang :
1. Merupakan umpan balik bagi sekolah
2. Memberikan jaminan bagi orang tua siswa bahwa sekolah senantiasa memberikan
pelayanan terbaik bagi siswa.
Untuk melaksanakan quality assurance menurut Bahrul Hayat dalam hand out
pelatihan Calon kepala sekolah (2000:6), maka sekolah harus :
1. Menekankan pada kualitas hasil belajar
2. Hasil kerja siswa dimonitor secara terus menerus
3. Informasi dan data dari sekolah dikumpulkan dan dianalisis untuk memperbaiki
proses di sekolah.
4. Semua pihak mulai kepala sekolah, guru, pegawai administrasi, dan juga orang tua
siswa harus memiliki komitmen untuk secara bersama mengevaluasi kondisi sekolah
yang kritis dan berupaya untuk memperbaiki.
Dijelaskan pula dalam http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/20/meningkatkankualitas-pendidikan-melalui-manajemen-peningkatan-mutu-mpm-472097.html, Quality
Assurance adalah semacam penjaminan dari pihak sekolah terhadap pihak luar orang
tua dan masyarakat yang meyakinkan bahwa pihak sekolah akan selalu mengupayakan
untuk dapat memberi pelayanan sebaik mungkin bagi siswanya.
Quality Assurance mengacu pada penetapan standar, metode yang memadai, dan
tuntutan mutu oleh suatu kelompok/lembaga para pakar yang diikuti oleh proses
pengawasan dan evaluasi dan yang memeriksa sejauh mana pelaksanaannya memenuhi
standar yang telah ditetapkan. Hal penting dalam proses quality assurance ini adalah
publikasi dari standar yang ditetapkan itu.

9

Quality Assurance sifatnya process oriented. Artinya, konsep ini mengandung
jaminan bahwa proses yang berlangsung dilaksanakan sesuai dengan standar dan
prosedur yang telah ditetapkan. Dengan demikian, dapat diharapkan hasil (output) yang
memenuhi standar yang ditentukan pula. Agar proses berlangsung sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan, maka perlu dilaksanakan audit atau pengecekan secara
berkesinambungan. Sistem audit ini harus dilembagakan, sehingga menjadi subsistem
sekolah. Sub sistem inilah yang disebut quality assurance. Untuk itu, perlu disusun
suatu prosedur dan mekanisme, sehingga checking dapat dilaksanakan secara
menyeluruh untuk semua komponen dalam sekolah. Hasil pengecekan merupakan
balikan (feedback) bagi sekolah, yang digunakan untuk meningkatkan mutu proses
pendidikan. Dengan quality assurance ini pihak sekolah meyakinkan orang tua dan
masyarakat bahwa sekolah selalu memberikan layanan yang terbaik bagi para peserta
didiknya. Jadi, quality assurance adalah suatu sub sistem dari suatu sekolah yang
bertujuan untuk: (a) membantu sekolah dalam menilai dan mengkaji pelaksanaan serta
hasil pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu proses belajar mengajar, (b) menilai
program-program yang relevan, yang dapat membantu sekolah, dan (c) memperkuat
akuntabilitas dan mutu lulusan sekolah.(Dikmenum Depdikbud (1998/1999)
4. Quality control (QC)
Quality Control and Statistical Theory pertama kali diperkenalkan untuk
emndeteksi dan memperbaiki masalah-masalah selama proses produksi untuk mencegah
kegagalan suatu produk. Teori statistic memainkan peran penting dalam area ini.Pada
tahun 1920an, W. Shewhart mengembangkan sebuah aplikasi metode statistic untuk
manajemen mutu. Dia membuat model chart control pertama dan menunjukkan bahwa
variasi dalam proses produksi akan menghasilkan variasi produk. Karenanya eliminasi
variasi dalam proses akan menghasilkan standar dan produk akhir yang baik.
Proses kontrol secara statistik ini:
1. Memfokuskan pada produk dan pendeteksian dan pengontrolan masalah-masalah
mutu.
2. Melibatkan pengetesan sejumlah sampel dan secara statistik menyimpulkan adanya
kebersamaan untuk semua produk.
3. Meliputi tahapan-tahapan dalam proses produksi.

10

4. Menyadari akan pelatihan personalia bagian produksi dan pengontrol mutu. (Deni
Koswara dan Cepi Triatna dalam Manajemen Pendidikan, 2012: 291)
Dalam

http://anan-nur.blogspot.com/2010/09/manajemen-peningkatan-mutu-

pendidikan.html dijelaskan, Quality Control merupakan suatu sistem untuk mendeteksi
terjadinya penyimpangan kualitas output yang tidak sesuai dengan standar. Quality
control memerlukan indikator kualitas yang jelas dan pasti, sehingga dapat ditentukan
penyimpangan kualitas yang terjadi.
Quality Control. Merupakan suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya
penyimpangan kualitas out-put yang tidak sesuai dengan standar. Konsep ini
berorientasi pada output untuk memastikan apakah mutu out-put sesuai dengan standar.
Melalui penerapan sistem Manajemen Peningkatan Mutu (MPM) diharapkan
upaya peningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dapat tercapai sesuai harapan kita
semua.(Dikmenum Depdikbud (1998/1999)
Murgatroyd dan Morgan (1994) mengungkapkan tiga teknik mendasar dalam
menetapkan mutu, yaitu (a) quality assurance, (b) contract conformance, dan (c)
customer-driven.
Contract Conformance. Mutu standar harus ditetapkan secara spesifik melalui
negosiasi dalam bentuk sebuah kontrak.Mutu harus dilihat apakah punya kesesuaian
dengan komitmen yang spesifik tersebut.Yang membedakan antara quality assurance
dengan contract conformance adalah bahwa spesifikasi mutu dibuat oleh orang yang
membuat tugas kerja (lokal), bukan oleh panel (jajaran para pakar).
Customer-driven Quality mengacu pada pemikiran mutu dari mereka yang
menerima produk atau layanan.Produk atau layanan yang diberikan harus sesuai dengan
harapan dan kualitasnya ditentukan oleh klien.Produk atau layanan harus disesuaikan
dengan tuntutan dan harapan para klien.
MPM yang efektif perlu juga memperhatikan beberapa hal yang mempengaruhi
mutu yang dikemukakan oleh Murgatroyd dan Morgan (1994) sebagai “3 Cs of TQM”,
yaitu: culture, commitment, dan communication.
Budaya yang dimaksudkan di sini meliputi aturan-aturan, asumsi-asumsi, dan
nilai-nilai yang mengikat kebersamaan dalam organisasi. Keberhasilan MPM dari suatu
organisasi ditentukan bagaimana organisasi menciptakan budaya, seperti: (a) inovasi
dipandang bernilai tinggi, (b) status dinomor6uakan, yang dipentingkan adalah

11

performansi

dan

kontribusi,

(c)

kepemimpinan

adalah

sebuah

kunci

dari

kegiatan/tindakan, bukan posisi, (d) ganjaran dibagi rata melalui kerja tim, (e)
pengembangan, belajar dan pelatihan dipandang sebagai sarana penunjang, dan (f)
pemberdayaan untuk mencapai tujuan yang menantang didukung oleh pengembangan
yang berkelanjutan dan keberhasilan seharusnya merupakan iklim untuk memotivasi
diri sendiri.
Keberhasilan MPM suatu organisasi seharusnya melahirkan rasa kebanggaan dan
kesempatan untuk berkembang bagi orang-orang di dalamnya (staf dan klien) sehingga
mereka merasa sebagai pemilik (ikut memiliki) perwujudan tujuan organisasi bersama
dan di antara semua karyawan.Komitmen berarti juga keterlibatan menanggung akibat
dalam pencapaian tujuan, menuntut kerja yang sistematik, meneruskan informasi
mengenai adanya kesempatan untuk melakukan inovasi dan pengembangan.Komitmen
sifatnya normatif.
Komunikasi di antara anggota tim memiliki kekuatan, walaupun sederhana tetapi
efektif. Komunikasi harus didasarkan pada kenyataan dan pengertian yang murni,
bukannya asumsi apalagi yang sifatnya humor.Komunikasi memiliki alur yang bebas
dalam organisasi.
E. Dimensi-Dimensi Manajemen Penngkatan Mutu Pendidikan
1. Dimensi pencegahan (preventif)
Merupakan tindakan guru dalam mengatur peserta didik dan peralatan serta
format pembelajaran yang tepat sehingga menumbuhkan kondisi yang menguntungkan
bagi berlangsungnya proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Selain itu pengertian
lain dari dimensi pencegahan ialah pemberian bantuan kepada individu/murid sebelum
ia menghadapi persoalan secara serius. Upaya ini dilakukan dengan pemberian
pengaruh yang positif terhadap individu serta dengan menciptakan suasana lingkungan
sekolah, termasuk pengajaran yang menyenangkan.
Dengan demikian, maka prosedur pencegahannya merupakan langkah-langkah
yang harus diambil oleh guru dalam rangka mengatur peserta didik dan format
pembelajaran yang tepat yang mendukung berlangsungnya proses pembelajaran. Jadi
prosedur dalam dimensi pencegahan adalah berupa langkah-langkah yang harus
direncanakan guru untuk menciptakan suatu struktur kondisi yang fleksibel baik untuk

12

jangka pendek maupun jangka panjang.Prosedur tindakan pencegahan ini diarahkan
pada pelayanan perkembangan tuntutan dan kebutuhan peserta didik secara individual
maupun kelompok yang dapat berupa kegiatan.Contoh berupa fungsi informasi.
2. Dimensi kuaratif
Merupakan tindakan terhadap tingkah laku yang menyimpang yang sudah
terlanjur terjadi agar penyimpangan itu tidak berlarut-larut. Pengertian lain dari dimensi
ini adalah usaha bantuan yang diberikan kepada murid selama atau setelah murid
mengalami persoalan serius. Tujuan bantuan ini adalah agar murid yang bersangkutan
terbebas dari kesulitan-kesulitan tersebut.
Dalam hal ini guru berusaha untuk menumbuhkan kesadaran akan penyimpangan
yang dibuat dan akan menimbulkan kesadaran dan tanggung jawab untuk memperbaiki
diri melalui kegiatan-kegiatan yang direncanakan dan dapat dipertanggung jawabkan.
F. Hubungan / Implikasi Konsep Mutu Dalam Pendidikan
Berdasarkan praktik penyelenggaraan pendidikan di Indonesia selama ini, dan
langkah-langkah yang telah dirintis (baik oleh pemerintah maupun masyarakat) serta
kebijakan ke depan, konsep mutu dianut secara sinergis, bersamaan, dan saling
melengkapi. Di Indonesia dikenal adanya sekolah-sekolah unggulan (sebagai nama
“generik”, bukan nama diri suatu sekolah) baik yang diprakarsai oleh pemerintah
maupun yang tumbuh atas prakarsa masyarakat termasuk dunia usaha.
Mutu dalam pengertian relatif (standar) diterapkan dalam dunia pendidikan di
Indonesia, antara ain terbukti dengan adanya kurikulum nasional yang memberikan
perincian tujuan yang ingin dicapai, rumusan standar
Kompetensi yang diinginkan, standar isi, dan sistem penilaian yang diantaranya
berupa ujian nasional.Ujian nasional sebagai alat pengukur (penerapan standar)
pencapaian standar kompetensi, juga menjadi standar yang dapat dinaikkan atau
diturunkan derajat kualitasnya sesuai kesepakatan.Kalau hasil ujian nasional secara
keseluruhan memuaskan, standarnya secara berangsur-angsur dinaikkan dan hal ini
dikaitkan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan untuk mencapai standar mutu
yang lebih tinggi.Disamping standar nasional, terdapat standar lokal maupun
sekolah.Ketentuan tentang standar nasional dapat dilihat pada Bab IX, Pasal 35 UU

13

Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003.Di luar standar yang sifatnya substantif (berhubungan
dengan kompetensi yang harus dicapai), pemerintah juga melakukan pengecekan
standar yang berkaitan dengan kinerja satuan pendidikan dan kelayakan pengelolaan
satuan pendidikan melalui sistem akreditasi.
G. Kendala dan Implementasi Mutu Dalam Dunia Pendidikan
Salah satu masalah yang sangat dominan seperti yang telah diungkap dalam
pendahuluan adalah kualitas sumber daya manusia.Kualitas sumber daya manusia
sangat erat kaitannya dengan pendidikan. Untuk itu peningkatan kualitas pendidikan
merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Secara garis besar ada dua faktor utama yang menyebabkan perbaikan
mutu pendidikan di Indonesia masih belum atau kurang berhasil yaitu:
1.

Strategi pembangunan pendidikan selama ini lebih bersifat input oriented. Strategi
yang demikian lebih bersandar kepada asumsi bahwa bilamana semua input
pendidikan telah dipenuhi, seperti penyediaan buku-buku (materi ajar) dan alat
belajar lainnya, penyediaan sarana pendidikan, pelatihan guru dan tenaga
kependidikan lainnya, maka secara otomatis lembaga pendidikan ( sekolah) akan
dapat menghasilkan output (keluaran) yang bermutu sebagai mana yang
diharapkan. Ternyata strategi input-output yang diperkenalkan oleh teori education
production function (Hanushek, 1979,1981) tidak berfungsi sepenuhnya di lembaga
pendidikan (sekolah), melainkan hanya terjadi dalam institusi ekonomi dan industri.

2.

Pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented, diatur oleh
jajaran birokrasi di tingkat pusat. Akibatnya, banyak faktor yang diproyeksikan di
tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana mestinya di
tingkat

mikro

(sekolah).Atau

dengan

singkat

dapat

dikatakan

bahwa

komleksitasnya cakupan permasalahan pendidikan, seringkali tidak dapat
terpikirkan secara utuh dan akurat oleh birokrasi pusat.
Sebelum membahas lebih jauh, ada beberapa masalah mutu pendidikan yang
diutarakan oleh Deming yang secara garis besar dikelompokkan menjadi dua hal yaitu:
1. Kendala mutu pendidikan secara umum
a. Desain kurikulum yang lemah,
b. Bangunan yang tidak memenuhi syarat,

14

c. Lingkungan kerja yang buruk,
d. Sistem dan prosedur yang tidak sesuai,
e. Jadwal kerja yang serampangan,
f. Sumber daya yang kurang, dan
g. Pengembangan staf yang tidak memadai.
2. Kendala mutu pendidikan secara khusus
a. Prosedur dan aturan yang tidak diikuti atau ditaati,
b. Anggota individu staf yang tidak memiliki skil, pengetahuan dan sifat yang
dibutuhkan untuk menjadi seorang guru atau manajer pendidikan.
c. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan anggota,
d. Kurangnya motivasi,
e. Kegagalan komunikasi, dan
f. Kurangnya sarana dan prasarana yang memenuhi.
Selain hal-hal di atas beberapa faktor lain yang menyebabkan mutu
pendidikan tidak mengalami peningkatansecaramerata.
a. Pertama,kebijakanpenyelenggaraanpendidikannasionalyangberori- entasi pada
keluaran

atau

hasil

pendidikan

terlalu

memusatkan

pada

masukandankurangmemperhatikanprosespendidikan.
b. Kedua,penyelengaraanpendidikandilakukansecarasentralistik.Hal

ini

menyebabkan tingginya ketergantungan kepada keputusan birokrasi dan
seringkali kebijakan pusat terlalu umum dan kurang menyentuh atau kurang
sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah setempat. Di samping itu segala
sesuatu yang terlalu diatur menyebabkan penyelenggara sekolah kehilangan
kemandirian, insiatif, dan kreativitas. Hal tersebut menyebabkan usaha dan
daya

untuk

mengembangkan

atau

meningkatkan

mutulayanandankeluaranpendidikanmenjadikurangtermotivasi.
c. Ketiga,peransertamasyarakatterutamaorangtuasiswadalampenyelenggaraanpendidikanselamainihanyaterbataspadadukungandana.Padahal

peranserta

mereka sangat penting di dalam proses pendidikan antara lain pengambilan
keputusan, pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas.

15

Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu adanya manajemen yang tepat untuk
menangani hal-hal tersebut. Berikut ini akan dibahas beberapa alternatif penanganan
masalah pendidikan seperti yang telah dibahas diatas.
Deming (1986) menyatakan bahwa implementasi konsep mutu dalam sebuah
organisasi

memerlukan

perubahan

dalam

filosofi

yang

ada

di

sekitar

manajemen.Demingmengusulkanempatbelasbutirpemikiranyangdapat
dipergunakanuntukmeningkatkanmutudanproduktivitassuatuorganisasi juga dalam
bidang pendidikan. Keempat belas butir pemikiran tersebut adalah:
a. CiptakanTujuanyangMantapDemiPerbaikanProdukdanJasa.
Sekolahmemerlukanadanyatujuanakhiryangmampumengarahkansiswa
menghadapi masa depan secara mantap. Jangan membuat siswa sekedar
memilikinilaibagustetapijugaharusmampumembuatsiswamemilikikemauan
belajarseumurhidup.
b. AdopsiFilosofiBaru.
Siswaberhakmendapatkanpembelajaranyangberkualitas.Dengankatalain,

mereka

tidak

seburuk

lagi

sebagai

siswa

yang

pasif

dan

rela

diperlakukan

apapuntanpadapatberkomentar.
c. HentikanKetergantunganpadaInspeksiMasal.
Dalambidangpendidikan,evaluasiyangdilakukanjanganhanyapadasaat
ulanganumumataupunujianakhir,tetapidilakukansetiapsaatselamaproses
belajarmengajarberlangsung.
Selainitu,dalammenetapkanstandaruji,makaperludiperhatikanteorikepemimpinan

yangberkembangdalam

TotalQuality

teori

Management

lainnya,sepertiteorisifat,teorilingkungan,teoriperilaku,teorihumanistik,

dan

dan
teori

kontigensi.
Sejalan dengan masalah evaluasi, masalah rekrutmen dalam menentukan
pimpinan kependidikan, beberapa prosedur “Fit and proper test” bisa dilakukan
dalam pengambilankeputusan:
a.

Melakukan“hearing”didepantim,yaitumenyampaikanprogram,visidan
misiapabilaterpilihmenjadipimpinannantinya.

16

b.

Menjawabpertanyaanlisandantertulisyangtelahdidesainsedemikian
rupa.Adapunpertanyaanyangdiajukandapatmenyangkutintegritas,
moralitas,profesionalisme,intelektualitas,keahlian.

c.

KeharusanmengumumkanhartakekayaandariparacalonKepalaSekolah
yang

bersangkutan

menduduki

kepadanya.Kebohonganatas

jabatan

kekayaan

yang

sebelum
dipercayakan

inidapat

mengakibatkan

pemecatan(impeachmant).
d.

Harusmemahamisistemmanajemenyangefektifdanefisienterhadap
lembagayangakandipimpinnya.Termasukdalamrekruitmentkaryawan,
kesejahteraan,peningkatankualitashasildankinerja.

e.

Mengemukakanmasalahpribadi,sepertiapakahcalonitupernahbercerai.
Masalahanakbagaimana.Mengapasampaiterjadiperceraian.Kemudian

menyangkut

masalah kebebasan dari tekanan, intimidasi, teror atau ancaman.
f.

Timseleksimelakukaninvestigasi

danmelacaksemuakebenaran

informasiyangdisampaikanlisanmaupuntertulis.Apabilacalon-calon tersebut tidak
dapat

memberikan

jawaban

secara

memuaskan,

atau

setelahmelakukaninvestigasiternyataterdapatkebohongan-kebohongan,
tentusajayangbersangkutantidakdapatterpilihsebagaipimpinan.
3. AkhiriKebiasaanMelakukanHubunganBisnis HanyaBerdasarkanBiaya
Dalambidangpendidikanpernyataandiatasterutamadikaitkandenganbiaya
pendidikanyangadahubungannyadenganperbandinganjunlahgurudanmurid
padasaturuangan/kelas.Kelasbesarmemangakanmembuatsekolahtersebut
melakukanpenghematanbiaya,tetapimutuyangdihasilkantidakterjamin
danbukantidakmungkinterjadipeningkatanbiayadibagianlainpadasistem tersebut.
4. PerbaikiSistemProduksidanJasaSecara Konstan danTerusMenerus
Dalambidangpendidikanseorangguruharusberpikirsecara strategik agar siswa
dapat

menjalani

proses

belajar

mengajar

secara

baik,

memperolehnilaiyangbaikpula.Gurujanganhanyaberpikirbagaimanasiswa
mendapatkannilaiyangbaik.

17

sehingga

5. LembagakanMetodePelatihanyangModerndiTempatKerja
Haliniperludilakukanagarterdapatkesamaandasarpengetahuanbagisemua
anggotastafdalamsuatulembagapendidikan.Setelahitubarulahgurudan

administrator

mengembangkan keahlian sesuai yang diperlukan bagi peningkatanprofesionalitas.
6. LembagakanKepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader).Kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan
maksud mencapai suatu tujuan yang dinginkan bersama.Sedangkan pemimpin adalah
seseorang atau sekelompok orang seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya.
Secara

umum,

padadasarnyaterdapatdelapankuncitugaspimpinanuntuk

melaksanakankomitmenperbaikankualitasterusmenerus,yaitu:
a. Menetapkansuatudewankualitas.
b. Menetapkankebijaksanaankualitas.
c. Menetapkandanmenyebarluaskansasarankualitas.
d. Memberikandanmenyiapkansumber-sumberdaya.
e. Memberikandanmenyiapkanpendidikandanpelatihanyangberorientasipadapemecah
anmasalahkualitas.
f. Menetapkantimperbaikankualitasyangbertanggungjawabpada

manajemen

puncak untuk menyelesaikan masalah-masalah kualitas kronis.
g. Merangsangperbaikankualitasterusmenerus.
h. Memberikanpengakuandanpenghargaanatasprestasidalamperbaikan

kualitasterus-

menerus(VincentGaspersz,1997:203-204).
Sementaraitu,bagikalanganfollower/pengikut/bawahansepertiguru,
karyawandanlain-lain,perlumemperhatikanketentuanberikut:
a. Mendukung program-program pimpinanyang baik dan benar.
b. Memilikikebutuhan berprestasi.
c. Klarifikasikemampuan,wewenangdanperan.
d. Memiliki organisasikerja.
e. Kemampuanbekerjasama.
f. Kecukupansumberdaya (kuantitas).
g. Memilikikoordinasieksternal.

18

Ditambahkanbahwa,untukmelaksanakantugasdanfungsikepemimpinan,
makakepalasekolahperlumemperhatikandanmengontrolVariabelsituasi,
yaituseperangkatkeadaanataukondisiyangharusdikeloladandiciptakan

secara

kondusif.Situasiiniantaralain:
a. kekuatanposisi,
b. keadaan bawahan,
c. tugasdankemampuanmenggunakanteknologi,
d. struktur organisasi,
e. keadaan lingkunganlembaga(fisik dannon-fisik),
f. ketergantunganeksternal,
g. kekuatansosialpolitik,
h. rasa amandan demokratis.
Keseluruhanprosesinteraksikepemimpinanantarapemimpin,
yangdipimpindansituasi,ditujukanuntukmencapaivariabelhasilakhir yaitu:
a. Kepuasanpelanggan.
b. Loyalitaspelanggan.
c. Profitabilitas.dan
d. kepuasanseluruhpersonillembagadanstakeholders.
7. HilangkanRasaTakut.
Perlu disadari bahwa rasa takut menghambat karyawan untuk mampu
mengajukanpertanyaan,melaporkanmasalah,ataumenyatakanidepadahal
itusemuaperludilakukanuntukmenghasilkankinerjayangmaksimum.Oleh karena itu
para

pelaku

pendidikan

hendaknya

jangan

menerapkan

sistem

imbalandanhukumankepadasiswakarenaakanmenghambatberkembangnya
motivasiinternaldarisiswamasing-masing.
8. PecahkanHambatandiantaraAreaStaf
Hambatanantardepartemenfungsionalberakibatmenurunkanproduktivitas.Hamba
taninidapatdiatasidenganmengembangkankerjasamakelompok.Olehkarenaituparaang
gotastafharusbekerjasamadanmemprioritaskan diripadapeningkatankualitas.

19

9. HilangkanSlogan,Nasihat,danTargetuntukTenagaKerja
Perbaikansecara

berkesinambungansebagaisasaran

umumharus

menggantikansimbol-simbolkerja.
10. HilangkanKuotaNumerik
Kuotacenderungmendorongoranguntukmemfokuskanpadajumlahsering
kalidenganmengorbankanmutu.Terlalubanyakmenggunakanslogandan
berpatokan

pada

target

dapat

menimbulkansalah

terlalu
arah

untuk

pengembangansistemyangbaik.Tidakjarangpatokantergetakanlebihterfokus
padagurudansiswadaripadasistemsecarakeseluruhan.
11. Hilangkan Hambatan Terhadap Kebanggaan Diri atas Keberhasilan Kerja
Kebanggaandiri atas hasilkerja yang dicapaiperlu dimilikioleh guru dan
siswa.Adanyakebanggaandalamdirimembuatgurudansiswa
bertanggungjawabatastugasdankewajibanyangdisandangnyasehingga
merekadapatmenjagamutu.
12. Lembagakan ProgramPendidikan danPelatihanyangKokoh.
Haliniberlakubagiparapelakupendidikankarenamemilikidampaklangsung
terhadapkualitasbelajarsiswa.
13. LakukanTindakanNyata/ContohNyata
Manajer harus menjadi”lead manager” bukan “boss manager”. Seorang“lead
manager”akan berusaha mengkomunikasikan pandangannya selalu berusaha
mengembangkan kerjasama, meluangkan waktu dan tenaga untuk sistem sehingga
dengan adanya contoh nyata, pekerja menyadari cara untuk melakukan pekerjaan
yang berkualitas.
Proses manajemen pendidikan akan tercermin dalam sebuah organisasi
pendidikan. Upaya lain dalam peningkatan mutu pendidikan khususnya didalam
lembaga pendidikan sesuai dengan Pasal 51 UU Sistem Pendidikan Nasional No.
20/2003 menyatakan bahwa “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah”.

20

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada hakikatnya adalah penyerasian
sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua
pemangku kepentingan yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses
pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Manajemen

Berbasis Sekolah (MBS) memiliki karakteristik

Apabila

manajemen berbasis lokasi lebih difokuskan pada tingkat sekolah, maka MBS
akanmenyediakan layanan pendidikan yang komprehensif dan tanggap terhadap
kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada. Ciri- ciri MBS bisa dilihat dari
sudut sejauh mana sekolah tersebut dapat mengoptimalkan kinerja organisasi
sekolah, pengelolaan sumber daya manusia (SDM), proses belajar-mengajar dan
sumber daya sebagaimana digambarkan dalam tabel berikut:
Ciri-cirisekolahyangmelaksanakanMBS
Organisasi
Sekolah

Proses Belajar
mengajar

Sumber Daya
Manusia

Sumber Daya
danAdministrasi

Menyediakan

Meningkatkan

Memberdayakan

Mengidentifikasi

manajemen/

kualitas belajar

staf dan

sumber daya yang

organisasi/

siswa

menempatkan

diperlukan dan

kepemimpinan

personel yang dapat

mengalokasikan

transformasional *

melayani keperluan

sumber daya tsb.

dalam mencapai

siswa

sesuai dengan

tujuan sekolah

kebutuhan

Menyusun

Mengembangkan

Memiliki staf

Mengelola dana

rencana sekolah

kurikulum yang

dengan

sekolah secara

dan merumuskan

cocok dan tanggap

kebijakan untuk

terhadap kebutuhan

wawasan MBS

efektif dan efisien

sekolahnya sendiri siswa dan
masyarakat
Mengelola

Menyelenggarakan

Menyediakan

Menyediakan

kegiatan

pembelajaran yang

kegiatan untuk

dukungan

efektif

pengembangan

administratif

operasional

profesi pada semua

21

Organisasi
Sekolah

Proses Belajar
mengajar

sekolah

Sumber Daya
Manusia

Sumber Daya
danAdministrasi

staf

Menjamin adanya

Menyediakan

Menjamin

Mengelola dan

komunikasi yang

program

kesejahteraan staf

memelihara gedung

efektif antara

pengembangan

dan siswa

dan sarana

sekolah dan

yang diperlukan

masyarakat

siswa

Menggerakkan

Berperanserta

Menyelenggarakan

partisipasi

dalam memotivasi

forum /diskusi

masyarakat

siswa

untuk membahas
kemajuan kinerja
sekolah

Menjamin
terpeliharanya
sekolah yang
bertanggung
jawab kepada
masyarakat dan
pemerintah

Dikutip dari Focus on School: The Future Organization of Education Service for
Student, Department of Education, Queensland, Australia*)
Melalui Manajemen Berbasis sekolah (MBS) ini diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan melalui lembaga sekolah. Beberapa hal yang
diharapkan melalui penerapan MBS ini ialah:
a. Salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat
menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga
sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat
peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan
kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need

22

capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe
menegaskan.
b.

Membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan
akuntabel.

Termasuk

membiasakan

sekolah

untuk

membuat

laporan

pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan
pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE)
merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara
insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah.
Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil
bersama dalam media tersebut.
c. Pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata
lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama
dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk
pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.
d.

Mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar
melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian
informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan
atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan
dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
Peningkatan mutu pendidikan dalam pelaksanaannya perlu mendapat

pengawasan yang intensif.Pelaksanaan peran dan tugas pengawasan di sekolah
sebenarnya dapat diposisikan dalam upaya penjaminan mutu (quality assurance)
yang diimbangi dengan peningkatan mutu (qualitity enhancement). Penjaminan mutu
berkaitan dengan inisiatif superstruktur organisasi sekolah atau kepala sekolah dan
pendekatannya bersifat top down, sementara peningkatan mutu terkaitan dengan
pemberdayaan anggota organisasi sekolah untuk dapat berinisiatif dalam
meningkatkan mutu pendidikan baik menyangkut peningkatan kompetensi individu,
maupun kapabilitas organisasi melalui inisiatif sendiri sehingga pendekatannya
bersifat bottom up
Dalam kaitan tersebut, maka pengawasan di sekolah perlu lebih menekankan
pada mutu melalui tahapan quality assurance dengan pemantauan kesesuaian dengan
standar-standar pendidikan (dalam konteks sistem nampak pada gambar 1) yang

23

kemudian diikuti dengan quality enhancement, sehingga peningkatan mutu
pendidikan di sekolah dapat menjadi gerakan bersama dengan trigger utamanya
adalah pengawas melalui pelaksanaan supervisi manajerial dan supervisi akademik,
untuk kemudian lebih memberi peran dominan pada kepala sekolah melakukan hal
tersebut apabila dua tahapan tersebut telah berjalan melalui implementasi MBS.
H. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah
Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu : kebijakan dan
penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekataneducational production
function atau input-input analisis yang tidakconsisten; 2) penyelenggaraan pendidikan
dilakukan secara sentralistik; 3) peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa
dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman, 2002).
Berdasarkan penyebab tersebut dan dengan adanya era otonomi daerah yang
sedang berjalan maka kebijakan strategis yang diambil Direktorat Jenderal Pendidikan
Dasar dan Menengah dalam meningkatkan mutu pendidikan untuk mengembangkan
SDM adalah : (1) Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (school based
management) dimana sekolah diberikan kewenangan untuk merencanakan sendiri
upaya peningkatan mutu secara keseluruhan; (2) Pendidikan yang berbasiskan pada
partisipasi komunitas (community based education) di mana terjadi interaksi yang
positif antara sekolah dengan masyarakat, sekolah sebagai community learning center;
dan (3) Dengan menggunakan paradigma belajar atau learning paradigm yang akan
menjadikan pelajar-pelajar atau learner menjadi manusia yang diberdayakan. Selain itu
pada tanggal 2 Mei 2002, bertepatan hari pendidikan nasional, pemerintah telah
mengumumkan suatu gerakan nasional untuk peningkatan mutu pendidikan, sekaligus
menghantar perluasan pendekatan Broad Base Education System (BBE) yang memberi
pembekalan kepada pelajar untuk siap bekerja membangun keluarga sejahtera. Dengan
pendekatan itu setiap siswa diharapkan akan mendapatkan pembekalan life skills yang
berisi pemahaman yang luas dan mendalam tentang lingkungan dan kemampuannya
agar akrab dan saling memberi manfaat. Lingkungan sekitarnya dapat memperoleh
masukan baru dari insan yang mencintainya, dan lingkungannya dapat memberikan
topangan hidup yang mengantarkan

manusia yang mencintainya menikmati

kesejahteraan dunia akhirat

24

Untuk merealisasikan kebij