Membangun Skenario Dinamika Lingkungan hidup

MEMBANGUN SKENARIO DINAMIKA LINGKUNGAN ASIA PASIFIK
DALAM KURUN WAKTU LIMA TAHUN KEDEPAN

PENDAHULUAN
Kawasan Regional Kawasan Asia Timur adalah lingkungan yang terbuka dan menjadi
salah satu pusat interaksi kekuatan-kekuatan besar dunia. Hal itu disebabkan oleh posisi yang
sangat strategis sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dunia. Selain itu, kawasan ini juga mewarisi
beberapa masalah politik-keamanan dari masa Perang Dingin yang masih belum selesai.
Beberapa negara Asia Timur meraih kemajuan ekonomi seperti Jepang, kemudian disusul
Taiwan, Korea Selatan dan kini China. Namun di sisi lain, isu-isu keamanan tradisional berupa
sengketa kedaulatan masih menjadi sumber ketegangan hubungan antarnegara di kawasan ini.
Akibatnya, kawasan ini menjadi salah satu wilayah yang sarat dengan ketegangan dan rivalitas
militer.
Sementara itu Amerika Serikat telah berpindah fokus politik luar negerinya dari Timur
Tengah ke Asia Pasifik. Kebijakan yang berubah tersebut berpotensi menimbulkan polemik di
kawasan. Dengan berakhirnya perang di Afghanistan dan Irak, perjanjian Amerika Serikat-Iran
untuk sementara menghentikan program pengayaan uranium Iran, dan bahwa konflik Syria
sepertinya tidak berada dalam kepentingan strategis Amerika Serikat. Hal tersebut membuat
Amerika lebih leluasa untuk memindahkan sumber dayanya dari Timur Tengah ke Asia Pasifik.
Hal ini berpotensi meningkatkan ketegangan dengan China melalui kekuatan militer yang makin
besar dan asertif dalam berbagai masalah keamanan di kawasan Asia Pasifik.

Asia Tenggara yang dimotori oleh ASEAN juga tumbuh secara ekonomi. Kawasan ini
menempati posisi strategis secara ekonomi dan militer karena menghubungkan Pasifik dan
Samudera Hindia. Dalam dua dasawarsa terakhir, negara-negara ASEAN juga mengembangkan
kekuatan militer dengan penekanan pada kekuatan laut dan udara. Asia Tenggara, seperti halnya
dengan Asia Timur, masih menghadapi sengketa dan konflik teritorial di kawasan baik yang
bersifat multilateral seperti konflik Laut China Selatan maupun yang bersifat bilateral sesama
negara ASEAN. Dalam situasi seperti itu, ASEAN terus berusaha untuk mengembangkan
modalitas hubungan internal. Juga modalitas untuk mengakomodasi kehadiran negara-negara
besar di kawasan ini.
Di sisi lain, ASEAN sebagah wadah organisasi regional seyogyanya berusaha
menciptakan mekanisme yang nyaman bagi aktor-aktor di kawasan regional. Karena apabila hal
tersebut tidak dilakukan, pengembangan persenjataan yang dilakukan oleh masing-masing
Negara dapat memicu konflik. Oleh karenanyalah perlu digarisbawahi bahwa ASEAN dibentuk
bukan untuk dijadikan organisasi yang bersifat tertutup, melainkan sebagai organisasi regional
yang mengakui adanya kepentingan Negara-negara besar dan saling ketergantungan pada
wilayah tersebut.
SKENARIO ASEAN DALAM DINAMIKA ASIA PASIFIK
Dalam tulisan ini, penulis mencoba membangun suatu skenario dalam kawasan Asia
pasifik selama lima tahun kedepan. Untuk menyempurnakan skenario yang dibuat, penulis akan


menentukan key driver, key event, dan key issues dalam kawasan ini. Hal tersebut dianggap
penting karena dengan kemampuan menentukan ketiga hal tersebut, maka skenario yang dibuat
akan bisa diaplikasikan dan dipertanggungjawabkan.
Sebagai key driver, sejarah masa lalu yang dikenal sebagai sengketa warisan Perang
Dunia masih menjadi penghambat kemajuan bersama kawasan regional. Semisal sejarah kelam
China dan Korea atas penjajahan Jepang yang belum hilang. Hal tersebut, ditandai dengan selalu
protesnya kedua negara tersebut atas kunjungan para pemimpin Jepang ke kuil Yasukuni, yang
menjadi simbol penghormatan terhadap para martir Jepang. Sengketa kepulauan Senkaku antara
Jepang dan China juga merupakan perwujudan dari perselisihan tersebut. Sementara itu,
semenanjung Korea juga masih terbelah menjadi dua entitas politik yang berseteru.
Sampai saat ini China dan Taiwan pun masih ‘status quo’ dan belum menemukan format
yang disepakati dalam jangka panjang. Sementara itu, Australia yang mencoba meng-Asia juga
tetap lebih merepresentasikan wajah politik Barat dibanding dengan Asia. Berbeda dengan
kawasan Eropa Barat yang relatif memiliki format baku yang sama, perbedaan gaya politik di
kawasan regional Asia Pasifik barat ini masih sangat tebal. Tidak hanya di Asia Timur yang
masih menyimpan bara dendam sisa Perang Dunia II seperti tersebut di atas, tapi juga di kawasan
Asia Tenggara. Indonesia dan Filipina yang berupaya menerapkan model ‘demokrasi penuh’
sejauh ini masih berada dalam jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap).
Singapura berhasil menembus menjadi negara maju dengan sistem politik seperti demokrasi
terpimpin.

Key event menurut penulis adalah tingkat kesejahteraan yang tinggi di beberapa Negara
Asia Pasifik dan saling bergantung satu sama lain. Negara-negara di selatan dan utara Indonesia
mencatat peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang baik. Australia, misalnya, di
peringkat 2 dunia. Sedangkan Jepang, Korea Selatan, dan Singapura di peringkat 9, 10, dan 18
dunia. Malaysia, Thailand, hingga China yang harus menanggung beban penduduk sangat besar,
juga mengalami peningkatan kesejahteraan yang nyata. Meskipun demikian, negara-negara di
sebelah timur dan barat Indonesia, justru memiliki kesejahteraan rendah yang tercermin pada
peringkat IPM-nya yang tinggi. Negara-negara tersebut adalah negara- negara Pasifik barat
seperti Papua Nugini, serta negara-negara Asia Selatan termasuk India yang sempat
didengungkan sebagai salah satu kandidat kekuatan ekonomi penting dunia.
Persoalan sumber daya alam yang paling perlu dicermati adalah energi, karena menurut
penulis ini adalah satu isu kunci (key issues) dalam perkembangan dinamika di Asia Pasifik.
Karena meningkatnya jumlah penduduk melahirkan konsekuensi logis kebutuhan soskongan
energy yang tinggi. Belum ditemukannya energi alternatif membuat kebutuhan energi
konvensional seperti minyak bumi dan gas sebagai suatu tumpuan dan harapan satu-satunya bagi
kawasasan regional dalam mendukung pertumbuhannya. Kawasan Indonesia merupakan salah
satu tumpuan sumber energi tersebut di kawasan ini, memanfaatkan kepentingan negara ini untuk
menjualnya guna mendapatkan devisa. Berbeda dengan Indonesia, Australia menjadi satusatunya negara maju yang dapat mencukupi energi dari produksinya sendiri.
Jika menilik lebih jauh, hubungan internasional di kawasan regional Asia Pasifik barat ini
akan diramaikan dengan isu perdagangan bebas. Dikembangkannya kerja sama perdagangan

bebas menjadi hal penting yang perlu dicermati. Beberapa kerja sama tersebut adalah Kawasan
Perdagangan Bebas ASEAN atau AFTA, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-India,
Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-China, Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Korea,
Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN-Australia-Selandia Baru, Kemitraan Trans Pasifik, Kerja
Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), serta beberapa lainnya. Selain menyangkut kerja sama

ekonomi dan perdagangan, beberapa masalah bilateral juga menghangatkan hubungan
antarnegara di kawasan ini seperti masalah imigran gelap antara Australia dan Indonesia,
perlindungan tenaga kerja domestik antara Indonesia dan Malaysia, persoalan kabut asap antara
Indonesia-Singapura-Malaysia, serta persoalan sengketa wilayah seperti di Laut China Selatan.
Sehingga memungkinkan suatu waktu ketegangan akan muncul menjadi perang antar Negara di
kawasan akibat semua masalah yang ada dan belum teratasi secara signifikan.
Meninggalkan kesan mau menang sendiri, atau dengan kata lain belum menjadikan
masalah suatu Negara menjadi masalah komunitas secara massif juga akan mengakibatkan
ketegangan yang luar biasa. Sehingga dapat dikatakan dalam kurun waktu lima tahun ke depan
ada kemungkinan konflik diantara beberapa Negara-negara di Asia Pasifik bila tidak diatasi
dengan baik dalam meja perundingan atau pertemuan-pertemuan kerjasama yang produktif.
MAPING AKTOR DAN HEGEMON DI KAWASAN ASIA PASIFIK
Situasi Global
1. Amerika Serikat yang merasa dirinya sebagai “The world Leader” cenderung

memaksakan keinginannya kepada semua bangsa dan negara di dunia untuk menjunjung
tinggi dan mentaati nilai-nilai moral yang dipromosikan berupa Demokratisasi, HAM dan
lingkungan hidup. Keberadaan Amerika Serikat yang begitu kuat sebagai Super Power
tunggal telah memberikan keleluasaan untuk mendominasi berbagai Badan Internasional,
seperti PBB dan Badan-badan Regional lainnya seperti APEC, North America Free
Trade Area ( NAFTA ) dan NATO yang pembentukannya dilatarbelakangi oleh
kepentingan ekonomi dan politik Amerika Serikat.
Sejalan dengan kepentingan
ekonominya maka Amerika Serikat berupaya menetapkan standarisasi berbagai produk
yang dipasarkan di dunia.
2. Dalam kondisi itu AS berniat mengontrol wilayah Asia Tengah dan Asia Pasifik demi
dua kepentingan strategisnya, yaitu :
a. Pertama, untuk meningkatkan dan mendiversifikasikan kebutuhan minyak bumi
sebagai sumber energi diseluruh dunia. Artinya kalau niatnya berhasil maka AS
akan berhasil menjadi pengontrol pemasok minyak bumi, sebab bagi negara
Paman Sam menjadi pengontrol minyak bumi sinonim dengan menguasai seluruh
Dunia.
b. Kedua, dengan mengawasi kedaulatan negara-negara independen dikawasan Asia
Tengah dan Asia Pasifik yang notabene kaya akan minyak dan penduduknya
yang besar akan menjadikan kontinuitas pasokan sumber energi dan pasar dunia.

Kondisi tersebut juga menimbulkan niat dari Malaysia yang muncul sebagai
kekuatan baru dikawasan Asia Pasifik sekaligus untuk menunjukkan eksistensinya
dikawasan tersebut. Genderang perang di tabuhkan pemerintah Amerika Serikat
kepada negara Irak dan Libya akhir-akhir ini menimbulkan ketakutan dunia
terhadap ancaman perang. Dengan dalih pelucutan senjata pemusnah masal yang
diindikasikan masih disembunyikan, Amerika Serikat terus menekan negaranegara tersebut dan mengancam akan melancarkan serangan darat dan udaranya
apabila tidak dapat mendukung kebijakan AS.

Situasi Regional
1. Sengketa Kepulauan Spratly dan Paracel sampai saat ini masih merupakan masalah yang
belum terpecahkan diantara negara-negara yang berusaha mengklaim seperti Cina,
Taiwan, Malaysia, Brunei, Philipina dan Vietnam. Konflik antara Cina dan Philipina
meningkat setelah Cina membangun Shelter di Mischip dan adanya kehadiran AL Cina
dikawasan tersebut.
2. Sengketa perbatasan teritorial juga merupakan permasalahan beberapa negara ASEAN,
dimana di beberapa wilayah Asia Tenggara telah digunakan sebagai wilayah untuk
menyelundupkan senjata illegal ke beberapa negara yang sedang dilanda konflik Vertikal
seperti Philipina, Indonesia dan Thailand. Demikian juga masalah terorisme Internasional
yaitu adanya pergeseran medan dari wilayah Timur Tengah ke Asia Tenggara terutama
negara-negara yang mempunyai kelompok Islam radikal seperti Philipina, Malaysia,

Singapura dan Indonesia.
3. Terlepasnya pulau Sipadan dan Ligitan merupakan pukulan tersendiri terhadap
pemerintah Indonesia. Kegagalan mempertahankan kedua pulau tersebut merupakan
kegagalan diplomasi pemerintah Indonesia diluar negeri. Sekaligus juga karena kurang
pedulinya terhadap pulau-pulau yang berbatasan dengan negara lain sehingga pulaupulau tersebut terlantar dan kurang pengawasan. Pengalaman pahit ini tidak boleh
berulang lagi karena banyak negara lain yang mengincar wilayah territorial Indonesia
ditinjau dari segi kekayaan alamnya.
4. Dalam hal perekonomian, krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara masih menyisakan
permasalahan negara Anggota ASEAN.
Struktur kekuatan ekonomi Asia Tenggara
relatif tidak sama, sehingga kesiapan dan langkah-langkah menghadapi GATT / WTO
yang terintegrasi didalam APEC (Asia Pasific Economic Coorperation ) dan AFTA (
Asean Free Trade Area ) sampai dengan saat ini juga belum seragam dimana Singapura,
Thailand dan Malaysia relatif lebih siap dibanding Indonesia, Philipina dan negaranegara Indocina.
5. Meskipun telah ada kesepakatan antar negara ASEAN, untuk saling membantu apabila
mendapat ancaman dari musuh yang melakukan invasi, hal ini tidak menjadi jaminan
bahwa dalam internal negara ASEAN sendiri tidak terjadi konflik. Mengingat konflik
yang terjadi antar negara sekarang ini lebih bersifat multi dimensional dan dapat
ditimbulkan dari berbagai macam permasalahan seperti perlakuan TKI yang dapat
menyinggung perasaan negara, tuduhan suatu negara sebagai sarang terorisme

Internasional dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Dewi Fortuna, dkk. 2005. Konflik Kekerasan Internal. Tinjauan Sejarah, Ekonomi
Politik, dan Kebijakan di Asia Pasifik. Jakarta: YOI, LIPI, CNRS, KITLV.
“Asing Kuasai Pasar Modal RI, di Filipina Domestik Jadi Raja”, Liputan6.com, 9 September
2013,
http://bisnis.liputan6.com/read/687379/asing-kuasai-pasar-modal-ri-difilipinadomestik-jadi-raja. Diakses pada 15 Desember 2014.
Aspinall, Edward dan Mark T. Berger,. 2001. “The Break Up of Indonesia? Nationalism after
decolonization and the limits of the nation-state in post-cold war Southeast Asia,” Third
World Quarterly, Vol. 22, No. 6, 2001.
'Australia in the Asian Century': White Paper. Canberra: Australian Government, 2012.
Cadangan devisa China mencapai 3.31 trilyun dolar di akhir tahun 2012. Lihat “Cadangan
Devisa China Terbesar di Dunia”, Kompas.com, 10 Januari 2013,
http://bisniskeuangan.kompas. com/read/2013/01/10/16320578/cadangan.devisa.china.
terbesar.di.dunia. Diakses pada 15 Desember 2014.
Friedrich Ebert Stiftung. 2010. “The Role of Indonesia in G-20: Formulating Recommendations
for the G-20 Summits in 2010 and Beyond”. Draft G-20 Research Project disseminated
in October 2010. Bandung: Universitas Katolik Parahyangan and Friedrich Ebert
Stiftung.

Kuntjoro-Jakti, Dorodjatun. 2012. Menerawang Indonesia Pada Dasawarsa Ketiga Abad ke 21.
Jakarta: Gramedia.
Setiadi, Cepi. 2013. “Kemunculan Resource Nationalism: Arah Kebijakan Pengelolaan
Pertambangan Batu Bara di Indonesia Melalui UU Minerba No. 4/2009”. Tesis magister
Program Studi Pascasarjana Diplomasi, Universitas Paramadina, Jakarta.