PERTEMUAN 12 HUKUM PERDATA KOMPETENSI DA

PERTEMUAN 12 HUKUM PERDATA

KOMPETENSI DASAR:
Mahasiswa

Mampu

Menjelaskan

Kedudukan

Kreditur

dan

Debitur

Dalam

KUHPERDATA.
HAK DAN KEWAJIBAN KREDITUR DAN DEBITUR DALAM PELUNASAN

HUTANG:

A. PENDAHULUAN:
menurut Pasal 1(11) UU No.10/1998 tentang Perubahan Atas UU No. 7/1992
tentang Perbankan (UU Perbankan) sebagai berikut :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kemudian yang dimaksud dengan
Perjanjian Kredit adalah perjanjian pemberian kredit antara pemberi kredit dan
penerima kredit. setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pemberi
kredit dan penerima kredit wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Pasal
1313 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) menyebutkan perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.

Dari perjanjian tersebut timbul suatu hubungan hukum antara dua pihak pembuatnya yang dinamakan perikatan. Hubungan hukum yaitu hubungan yang
menimbulkan akibat hukum yang dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila
salah satu pihak tidak memenuhi hak dan kewajiban secara sukarela maka salah
satu pihak dapat menuntut melalui pengadilan.

Sedangkan perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak: pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang menuntut sesuatu
disebut kreditor sedangkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan disebut
debitor.

Sebetulnya, istilah perjanjian kredit tidak dikenal di dalam UU Perbankan. Namun,
bila ditelaah lebih lanjut mengenai pengertian kredit dalam UU Perbankan,
tercantum

kata-kata

persetujuan

atau

kesepakatan

pinjam-meminjam.


Kata-kata tersebut menegaskan bahwa hubungan kredit adalah hubungan
kontraktual (hubungan yang berdasar pada perjanjian) yang berbentuk pinjammeminjam. Perjanjian kredit itu sendiri mengacu pada perjanjian pinjam-meminjam.
Di sisi lain, walaupun perjanjian kredit berakar dari perjanjian pinjam-meminjam
tetapi ia berbeda dengan perjanjian pinjam-meminjan seperti tercantum dalam
KUHPer. Pasal 1754 KUHPer Perjanjian pinjam-meminjam ialah perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu
barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan
yang sama pula.

B. SYARAT SAH PERJANJIAN KREDIT
Karena perjanjian kredit elemen pembentuknya adalah perjanjian pada umumnya,
oleh karenannya syarat sah perjanjian tersebut sama halnya dengan syarat sah
perjanjian Pasal 1320 KUHPer yang menentukan 4 syarat sahnya suatu perjanjian,
yaitu:
Unsur Subjektif
1. Sepakat;
dalam kontrak adalah PERASAAN RELA ATAU IKHLAS diantara pihak pihak yang
terlibat dalam perjanjian tersebut. Selanjutnya kesepakatan dinyatakan tidak ada bila
adanya suatu penipuan, kesalahan, paksaan, dan penyalahgunaan keadaan.

2. Kecakapan;
berarti orang orang yang terlibat dalam perjanjian tersebut adalah orang yang oleh
hukum dapat dianggap subjek hukum, yang tidak cakap oleh hukum adalah orang
yang belum dewasa, orang yang ditempatkan dalam pengawasan / pengampuan,
orang yang sakit kejiwaannya.
Unsur Objektif
3. Suatu hal tertentu:
Artinya dalam membuat perjanjian, apa yang diperjanjikan harus jelas sehingga hak
dan kewajiban para pihak bisa ditetapkan;
4. Suatu sebab yang halal.
Berarti perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang

Undang

lainnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Pelanggaran terhadap Unsur Subjektif berarti perjanjian tersebut dapat diminta untuk
dibatalkan melalui upaya hukum dengan cara mengajukan gugatan kepada

Pengadilan Negeri. Pelanggaran terhadap Unsur Objektif berarti Perjanjian tersebut
secara hukum batal dengan sendirinya (batal demi hukum), dan oleh karenanya

perjanjian tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan memaksa.
C. JENIS - JENIS KREDIT
Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya dapat berupa :
a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang-perorangan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat umumnya;
b. Kredit Produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan
barang dan jasa sebagai kontribusi daripada usahanya.
Sedangkan ditinjau dari jangka waktunya dapat berupa :
1. Kredit Jangka Pendek;
2. Kredit Jangka Menengah;
3. Kredit Jangka Panjang.

D. PIHAK PIHAK DALAM PERJANJIAN KREDIT
Pihak-pihak dalam perjanjian kredit antara lain :
1. Pemberi Kredit atau kreditur adalah bank atau lembaga pembiayaan lain selain bank
misalnya perusahaan leasing;
2. Penerima Kredit atau debitur, yaitu pihak yang bertindak sebagai subyek hukum.

E. FUNGSI PERJANJIAN KREDIT
Fungsi perjanjian kredit, yaitu :

1. Sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang
menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya
perjanjian pengikatan jaminan;

2. Sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban di antara kreditur
dan debitur;
3. Sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit.

F. BENTUK PERJANJIAN KREDIT
Perjanjian kredit ada 2 bentuk, yaitu :
1. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan dinamakan akta di bawah tangan
artinya perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang hanya
dibuat diantara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris;
2. Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan dihadapan notaris yang dinamakan akta otentik
atau akta notariil.

G. KOMPOSISI PERJANJIAN KREDIT
Komposisi perjanjian kredit secara umum terdiri dari 4 bagian, yaitu :
1. 1.Judul;
2. Komparisi, yaitu bagian dari suatu akta yang memuat keterangan tentang orang/pihak

yang bertindak mengadakan perbuatan hukum.
3. Isi, yaitu bagian dari perjanjian kredit yang memuat hal-hal yang diperjanjikan para
pihak termasuk pula Jaminan oleh nasabah debitor;
4. Penutup.

H. AKIBAT PERJANJIAN KREDIT
Akhibat hukum dari lahirnya suatu perjanjian kredit tidak ubahnya dengan akibat
hukum terhadap lahirnya suatu perjanjian pada umumnya. secara umum hal ini
menimbulkan suatu perikatan dalam bentuk hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban

tersebut tidak lain adalah hubungan timbal balik dari para pihak pada perjanjian
tersebut. Dengan kata lain akibat hukum dari perjanjian Kredit tersebut adalah hal
yang mengikat dan memaksa terhadap pelaksanaan perjanjian kredit tersebut.

I. KLAUSUL

KLAUSUL

PERJANJIAN


KREDIT

YANG

MEMBERATKAN

NASABAH DEBITOR
Beberapa klausul-klausul dalam perjanjian kredit yang memberatkan Nasabah
Debitur antara lain:

1. Kewenangan

bank untuk sewaktu-waktu tanpa alasan apapun dan tanpa

pemberitahuan sebelumnya secara sepihak menghentikan izin tarik kredit;
2. Bank berwenang secara sepihak menentukan harga jual dari barang agunan dalam
hal penjualan barang agunan karena kredit nasabah debitur macet;
3. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan peraturan bank
yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan kemudian oleh bank:
4. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank untuk dapat

melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh bank;
5. Pencantuman klausul-klausul eksemsi yang membebaskan bank dari tuntutan ganti
kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian yang diderita olehnya
sebagai akibat tindakan bank;
6. Pencantuman klausul eksemsi mengenai tidak adanya hak nasabah debitur untuk
dapat menyatakan keberatan atas pembebanan bank terhadap rekeningnya.

J. BERAKHIRNYA PERJANJIAN KREDIT
Mengenai hapusnya atau berakhirnya perjanjian kredit mengacu pada ketentuan
dalam Pasal 1381 KUHPer tentang hapusnya perikatan. Pada praktek hapusnya
atau berakhirnya perjanjian kredit lebih banyak disebabkan:
1. Pembayaran;
2. Subrogasi;
adalah perpindahan hak kreditur kepada pihak ketiga yang membayar kepada
kreditur. hal ini dapat terjadi karena perjanjian atau undang undang.
3. Pembaharuan Utang atau Novasi;
4. Perjumpaan Utang atau Kompensasi.

K. GROSSE AKTE PENGAKUAN UTANG
Grosse akta pengakuan utang ialah suatu salinan atau kutipan (secara

pengecualian) dari minuta akta (naskah asli) yang di atasnya (di atas judul akta)
memuat kata-kata: Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan di
bawahnya dicantumkan kata-kata: Diberikan sebagai Grosse Pertama, dengan
menyebut nama dari orang, yang atas permintaannya grosse itu diberikan dan
tanggal pemberiannya.
L. HAK DAN KEWAJIBAN KEDITUR DAN DEBITUR
1. Hak-hak kreditur (Pemberi Hutang)
Parate eksekusi, kreditur berhak menjual atas kekuasan sendiri, setelah lewat
jangka waktu yang telah diperjanjikan.Parate eksekusi sendiri adalah kewenangan
kreditur untuk mengambil pelunasan piutang dari kekayaan debitur dengan tanpa
melalui proses pengadilan, dan untuk melaksanakan parate eksekusi ini kreditur

harus telah melakukan somasi kepada pemberi gadai supaya hutangnya dibayar,
sesuai dengan pasal 1155 KUHPerdata
Hak menjual barang gadai dengan perantaraan hakim, ini sesuai denganpasal 1156
KUH Perdata.
Hak menahan benda sampai segala macam hutang debitur dibayar lunas(hak
retensi), sesuai dengan pasal 1159 KUH Perdata. Berhak untuk didahulukan dari
pembayaran-pembayaran debitur terhadap kreditur lainnya (hak preferen), sesuai
dengan pasal 1150 KUH Perdata.

Berhak meminta penggantian biaya yang telah dikeluarkannya dalam rangka
menjaga agar nilai barang gadai tidak merosot, sesuai dengan pasal1157 KUH
Perdata
2. Kewajiban kreditur (Pemberi Hutang) :
Tidak dapat atau tidak wenang untuk memiliki benda jaminan secaraotomatis, sesuai
dengan pasal 1154 KUH Perdata.
Bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya nilai barang objek gadai jika
hilang atau merosotnya barang gadai tersebut atas kelalaiannya,sesuai dengan
pasal 1157 KUH Perdata
Kreditur tidak dapat memakai, menggunakan, mengeksploitasi barang jaminan untuk
kepentingan diri sendiri kecuali ada perjanjian secara tegasyang memungkinkan
untuk itu, sesuai dengan pasal 1159 KUH Perdata.
Kreditur wajib memberitahukan kepada pemberi gadai jika barang gadaiitu dijual
atas kekuasan sendiri, sesuai pasal 1155 dan 1156 KUH Perdata.
Bertanggung jawab atas hasil penjualan barang gadai, yaitu digunakanuntuk
pelunasan jumlah piutangnya, sesuai pasal 1155 KUH Perdata.
Hak dan Kewajiban debitur / Penerima Hutang

1. Hak-hak debitur / Penerima Hutang
Berhak meminta agar pemberi hutang memperhitungkan hasil bunga yang
didapatkan

dari barang

Jaminan

tagihan yang menghasilkan bunga)

(jika barang

jaminan

berupa piutang atau

dengan kewajiban bunga kredit yang harus

dibayarkannya, sesuai dengan pasal 1158 KUH Perdata.
Berhak menuntut pemberi hutang jika atas penjualan barang jaminan telaht
idak digunakan oleh pemberi hutang guna pelunasan hutang pemberi hutang sesuai
dengan pasal 1155 KUH Perdata.
Berhak menuntut penerima gadai sehubungan dengan hilang atau
merosotnya nilai barang gadai yang disebabkan karena kelalaian penerima gadai,
sesuai dengan pasal 1157 KUH Perdata.
Berhak menuntut penerima gadai untuk mengembalikan barang gadai jikapenerima
gadai menyalahgunakan barang gadai tersebut, sesuai denganpasal 1159 KUH
Perdata.
2. Kewajiban debitur / penjamin sebagai pemberi gadai
Wajib mengganti segala biaya yang telah dikeluarkan oleh pemegang
gadai ketika pemegang gadai berupaya mempertahankan keselamatan

barang

gadai, sesuai dengan pasal 1157 KUH Perdata.
Wajib menyerahkan barang gadai ke dalam penguasaan penerima
gadai,sesuai dengan pasal 1152 KUH Perdata.
Wajib menerima pemberitahuan atas penjualan barang gadai guna
pelunasan hutang yang tidak dapat diselesaikan, sesuai pasal 1155 KUHPerdata.
Wajib menyetujui perhitungan pelunasan atas hutang yang dijamin dengan
gadai, pelunasan mana berasal dari hasil penjualan barang gadai, sesuaidengan
pasal 1155 KUH Perdata.

PERTANYAAN/SOAL:
1. Bagaimana Kedudukan Kreditur dan Debitur dalam KUHPERDATA , Jelaskan

pendapat anda ?