H. Perdata Hukum Waris menurut hukum

Hukum Waris Yang Berlaku di Indonesia
http://www.gultomlawconsultants.com/hukum-waris-yang-berlaku-di-indonesia/#

July 1, 2014By Obbie Afri Gultom0 Comments
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi
dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, dengan kata lain,
mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal
serta akibat – akibatnya bagi ahli waris

Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni Hukum Waris Adat, Hukum
Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang
berbeda-beda sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut.

Berdasarkan Surat Mahkamah Agung (“MA”) RI tanggal 8 Mei 1991 No.
MA/kumdil/171/V/K/1991 ditentukan mengenai ketentuan kewenangan hukum
berdasarkan masing-masing kelompok Penduduk di Indonesia yaitu::

Penduduk Asli Indonesia, berlaku Hukum Adat;
Orang Belanda, Eropa dan yang dipersamakan dengan itu berlaku Hukum Perdata
BW;
Keturunan Tiong Hoa sejak tahun 1919 berlaku Hukum Perdata Barat

Keturunan Timur Asing Lainnya (Arab, Hindu, Pakistan dan Lain-lain) dalam
Pewarisan Berlaku Hukum Negara Leluhurnya.
Namun setelah lahirnya Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991
tanggal 10 Juni 1991 atau yang disebut Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), masalah
Pewarisan bagi Penduduk Indonesia yang beragama Islam diatur dalam Buku II
Hukum Kewarisan (Pasal 171-214) KHI tersebut, adapun lembaga pengawas atas
pewarisan tersebut adalah Peradilan Agama.

Pengadilan Agama berwenang mengeluarkan Fatwa atau penetapan mengenai
Pembagian Harta Peninggalan seorang pewaris yang beragama Islam. Kewenangan
ini berdasarkan ketentuan Pasal 49 huruf b UU No. 3 / 2006 tentang Perubahan atas

UU No. 7 / 1989 tentang Peradilan Agama. Fatwa Waris dikeluarkan oleh Pengadilan
Agama atas dasar permohonan ahli waris. Fatwa Waris berlaku sebagai keterangan
siapa saja yang berhak untuk mewarisi harta peninggalan si Pewaris (ahli waris).
Berdasarkan Fatwa Waris tersebut, Notaris/PPAT dapat menentukan siapa saja yang
berhak untuk menjual tanah warisan dimaksud.

Berkenaan dengan itu, dalam prakteknya yang terjadi sekarang banyak dari
Penduduk warga Negara Indonesia yang beragama selain Islam lebih memilih dan

memakai Hukum Waris yang diatur dalam KUHPerdata daripada Hukum Waris yang
ditentukan sesuai dengan isi “Fatwa Waris MA”, adapun upaya ini sering disebut
dengan “Penundukan secara Sukarela” dan diperbolehkan berdasarkan Pasal 131
ayat (2) huruf b yang menjelaskan bahwa:

“Untuk orang-orang Indonesia, golongan Timur Asing atau bagian-bagian dari
golongan-golongan itu, yang merupakan dua golongan dari penduduk, sepanjang
kebutuhan masyarakat megnghendaki, diberlakukan baik ketentuan perundangundangan untuk golongan Eropa, sedapat mungkin dengan mengadakan
perubahan-perubahan seperlunya, maupun ketentuan perundang-undangan yang
sama dengan golongan Eropa, sedangkan untuk hal-hal lain yang belum diatur di
situ, bagi mereka berlaku peraturan hukum yang bertalian dengan agama dan adatkebiasaan mereka, yang hanya dapat menyimpang dari itu, apabila temyata
kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat menghendakinya”

Sehingga dengan adanya fasilitas Penundukan secara sukarela ini, sebagian besar
Penduduk Indonesia yang beragama selain Islam melaksanakan kegiatan
pewarisannya berdasarkan KUHPerdata. Oleh karena kecenderungan seperti itu
banyak yang berspekulasi bahwa Hukum Kewarisan di Indonesia yang berlaku
hanya 2 (dua) yaitu Hukum Kewarisan Islam berdasarkan KHI dan UU No. 3/ 2006
untuk Penduduk Indonesia yang beragama Islam dan Hukum Kewarisan Perdata
Barat berdasarkan KUHPerdata untuk Penduduk Indonesia selain Islam. Pernyataan

adalah salah meskipun dalam prakteknya terjadi demikian. Akan tetapi Hal tersebut
tidak merubah keberlakukan Hukum Adat dan Hukum Agama masing-masing dari
Penduduk Selain Islam untuk diterapkan.

Hukum Perdata Barat yang terdapat dalam KUHPerdata adalah bersifat mengatur
atau yang disebut “anvullenrecht”, hal ini bermaksud bahwa sebenarnya tidak
unsur paksaan harus diterapkannya ketentuan yang terdapat dalam KUHPerdata
untuk diterapkan dalam permasalahan Kewarisan di Indonesia namun apabila

mereka menginginkan untuk menggunakan KUHPerdata dalam penyelesaian
Kewarisan mereka maka hal itu diperbolehkan. Karena dalam prakteknya demikian,
Penulis hanya membatasi pembahasan mengenai Hukum Kewarisan selain Islam
khusus hanya sebatas Hukum Kewarisan menurut KUHPerdata sebagaimana banyak
digunakan dalam praktek.

Dasar Hukum:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“BW”);
Surat Mahkamah Agung No. MA/kumdil/171/V/K/1991 (“Surat MA Tahun 1991”)
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 (“UU No.3 / 2006”) tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU No.7 / 1989”)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (“UU No.1/1974”)

Mengenal Hukum Waris di Indonesia
https://www.futuready.com/artikel/keuangan/mengenal-hukum-waris-di-indonesia
26 Agustus 2014

Mengenal Hukum Waris di Indonesia
Warisan sering menimbulkan perselisihan dan bahkan pecahnya persaudaraan.
Untuk itu mengenal hukum waris sangat penting.
Pengaturan hukum waris merupakan hal yang cukup rumit dan sering kita jumpai
sebagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Namun peliknya hukum waris dan
tata cara pembagian warisan membuat orang menomor duakan masalah ini.

Sebenarnya melakukan perencanaan dana warisan
sangat penting. Namun agar tidak timbul perselisihan yang tak jarang terjadi saat
membicarakan warisan, Anda harus terlebih dahulu memahami hukum waris di
Indonesia.

Apa itu hukum waris?


Menurut pakar hukum Indonesia, Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris
diartikan sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan
seseorang setelah ia meninggal dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta
kekayaan itu kepada orang lain (ahli waris).

Meskipun pengertian hukum waris tidak tercantum dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata KUH Perdata, namun tata cara pengaturan hukum waris tersebut
diatur oleh KUH Perdata.

Sedangkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, pengertian hukum
waris adalah hukum yang mengatur pemindahan hak pemilikan atas harta
peninggalan pewaris, lalu menentukan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris
dan berapa besar bagian masing-masing.

Unsur-unsur Hukum Waris

Saat membicarakan hukum waris ada beberapa unsur yang harus Anda tahu:
1. Pewaris: Orang yang meninggal dunia atau orang yang memberikan warisan
disebut pewaris. Biasanya pewaris melimpahkan baik harta maupun kewajibannya

(hutang) kepada orang lain (ahli waris).
2. Ahli waris: Orang yang menerima warisan disebut sebagai ahli waris yang diberi
hak secara hukum untuk menerima harta dan kewajiban (hutang) yang ditinggalkan
oleh pewaris.
3. Harta warisan: warisan yaitu segala sesuatu yang diberikan kepada ahli waris
untuk dimiliki pewaris, baik itu berupa hak atau harta seperti rumah, mobil, dan
emas maupun kewajiban berupa hutang.

Hukum waris di Indonesia

Hingga kini belum ada hukum waris di Indonesia yang berlaku secara nasional.
Namun ada tiga hukum waris yang berlaku di Indonesia, yaitu hukum waris adat,
hukum waris Islam, dan hukum waris perdata. Masing-masing hukum waris itu
memiliki aturan yang berbeda-beda dan berikut penjelasannya secara umum:

- Hukum Waris Adat:
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beragam suku bangsa,
agama, dan adat-istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Hal itu mempengaruhi
hukum yang berlaku di tiap golongan masyarakat yang dikenal dengan sebutan
hukum adat.


Menurut Ter Haar, seorang pakar hukum dalam bukunya yang berjudul Beginselen
en Stelsel van het Adatrecht (1950), hukum waris adat adalah aturan-aturan hukum
yang mengatur penerusan dan peralihan dari abad ke abad baik harta kekayaan
yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi pada generasi berikut.

Hukum adat itu sendiri bentuknya tak tertulis, hanya berupa norma dan adatistiadat yang harus dipatuhi masyarakat tertentu dalam suatu daerah dan hanya
berlaku di daerah tersebut dengan sanksi-sanksi tertentu bagi yang melanggarnya.

Oleh karena itu, hukum waris adat banyak dipengaruhi oleh struktur
kemasyarakatan atau kekerabatan. Di Indonesia hukum waris mengenal beberapa
macam sistem pewarisan. Apa saja?

1. Sistem keturunan: sistem ini dibedakan menjadi tiga macam yaitu sistem
patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan bapak, sistem matrilineal berdasarkan
garis keturunan ibu, dan sistem bilateral yaitu sistem berdasarkan garis keturunan
kedua orang tua.

2. Sistem Individual: berdasarkan sistem ini, setiap ahli waris mendapatkan atau
memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing. Pada umumnya sistem

ini diterapkan pada masyarakat yang menganut sistem kemasyarakatan bilateral
seperti Jawa dan Batak.

3. Sistem Kolektif: ahli waris menerima harta warisan sebagai satu kesatuan yang
tidak terbagi-bagi penguasaan ataupun kepemilikannya dan tiap ahli waris hanya
mempunyai hak untuk menggunakan atau mendapat hasil dari harta tersebut.
Contohnya adalah barang pusaka di suatu masyarakat tertentu.

4. Sistem Mayorat: dalam sistem mayorat, harta warisan dialihkan sebagai satu
kesatuan yang tidak terbagi dengan hak penguasaan yang dilimpahkan kepada
anak tertentu. Misalnya kepada anak tertua yang bertugas sebagai pemimpin
keluarga menggantikan kedudukan ayah atau ibu sebagai kepala keluarga, seperti
di masyarakat Bali dan Lampung harta warisan dilimpahkan kepada anak tertua dan
di Sumatra Selatan kepada anak perempuan tertua.

- Hukum Waris Islam:
Hukum waris Islam berlaku bagi masyarakat Indonesia yang beragama Islam dan
diatur dalam Pasal 171-214 Kompilasi Hukum Indonesia, yaitu materi hukum Islam
yang ditulis dalam 229 pasal. Dalam hukum waris Islam menganut prinsip
kewarisan individual bilateral, bukan kolektif maupun mayorat. Dengan demikian

pewaris bisa berasal dari pihak bapak atau ibu.

Menurut hukum waris Islam ada tiga syarat agar pewarisan dinyatakan ada
sehingga dapat memberi hak kepada seseorang atau ahli waris untuik menerima
warisan:
1. Orang yang mewariskan (pewaris) telah meninggal dunia dan dapat di buktikan
secara hukum ia telah meninggal. Sehingga jika ada pembagian atau pemberian
harta pada keluarga pada masa pewaris masih hidup, itu tidak termasuk dalam
kategori waris tetapi disebut hibah.
2. Orang yang mewarisi (ahli waris) masih hidup pada saat orang yang mewariskan
meninggal dunia.
3. Orang yang mewariskan dan mewarisi memiliki hubungan:

A. Hubungan keturunan atau kekerabatan, baik pertalian garis lurus ke atas seperti
ayah atau kakek dan pertalian lurus ke bawah seperti anak, cucu, paman, dll.

Hubungan pernikahan, yaitu suami atau isteri. Pernikahan itu harus memenuhi dua
syarat:
1. Perkawinan sah menurut syariat islam, yakni dengan akad nikah yang memenuhi
rukun dan syarat-syaratnya.

2. Saat terjadi pewarisan salah satu pihak suami atau istri tidak dalam keadaan
bercerai.

B. Apabila seseorang meninggal dunia tidak meninggalkan orang yang mewarisi
maka hartanya akan diserahkan kepada baitul Mal (perbendaharaan Negara Islam)
untuk dimanfaatkan untuk kepentingan umat islam.

- Hukum Waris Perdata:
Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk
masyarakat non muslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan baik
Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Perdata (KUHP).

Hukum waris perdata menganut sistem individual dimana setiap ahli waris
mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-masing.
Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:

1. Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan tanpa surat wasiat
yang disebut sebagai Ab-instentato, sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat.
Ada 4 golongan ahli waris berdasarkan undang-undang:


- Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta keturunannya
- Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta keturunannya
- Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke atas
- Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh,
termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya

2. Mewariskan berdasarkan surat wasiat yaitu berupa pernyataan seseorang
tentang apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia yang oleh si
pembuatnya dapat diubah atau dicabut kembali selama ia masih hidup sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 992. Cara pembatalannya harus
dengan wasiat baru atau dilakukan dengan Notaris.

Syarat pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah berusia 18
tahun atau lebih dan sudah menikah meski belum berusia 18 tahun. Yang termasuk
golongan ahli waris berdasarkan surat wasiat adalah semua orang yang ditunjuk
oleh pewaris melalui surat wasiat untuk menjadi ahli warisnya.

Contoh - Contoh Cara Pembagian Waris
Islami

Grafik Silsilah Kelurga
Di dalam sebuah keluarga besar terdiri dari seorang bapak/kakek, ibu/nenek, suami,
isteri, anak laki-laki, dan 2anak perempuan, bagaimanakah cara pembagian
warisnya jika salah satu dari mereka mati ?
(Status ahli waris bisa berubah sesuai atau dinisbatkan dengan si mati).
Soal 1. Jika (C)suami meninggal dunia, siapa sajakah ahli warisnya, dan berapakah
bagiannya ?

Gambar 1. Tata Cara Pembagian
Waris.
Penjelasan:
-Sisa 13 harus dibagi rata menjadi 4 (2 bagian untuk anak perempuan+2 bagian
untuk seorang anak laki-laki).
-Kalau tidak bulat hasilnya, kalikan saja 13 x 4, kalikan juga hasil bagian ahli waris
lain dan penyebutnya dengan angka yang sama: 4.
Mudah kan ?
Soal 2. Bagaimana jika (A) bapak yang meninggal dunia, siapa saja ahli warisnya,
dan berapa bagian masing-masing ?

Gambar 2. Penyelesaian Soal 2

Penjelasan:
Kolom A. Status ahli waris harus selalu dinisbatkan dengan si mati. Karena yang
meninggal bapak maka terjadi perubahan status:
"Ibu" berubah
menjadi "isteri (nya si mati)". "Suami" berubah menjadi "Anak (nya si mati)". B2
tidak dapat karena cuma besan - D bukan ahli waris karenamenantu - E,F,G, dalam
hal ini adalah cucu, tidak mendapat bagian waris karena terhalangoleh bapaknya
(C).
Kolom B,C dan D rasanya cukup mudah dipahami.
Soal 3. Jika yang meninggal adalah E (Anak Laki-laki) siapa sajakah ahli warisnya,
dan berapa bagian masing-masing ?
Penjelasan:
Kolom A. (C) "Suami" berubah menjadi "Bapak (nya si mati)". (D) "Isteri " berubah
Menjadi "Ibu (nya si mati)". F dan G berubah menjadi "Saudara perempuan (nya si
mati)".

Gambar 3. Penyelesaian soal 3.
Kolom B. Mestinya ibu mendapat bagian 1/3 karena si mati tidak punya anak, tetapi
karena si mati memiliki 2 saudara atau lebih ( di sini F dan G) maka bagian ibu
menjadi 1/6. (Q.S. An-Nisa: 11). Akan halnya saudara-saudara perempuan, mereka
tidak mendapat bagian karena terhalang oleh "Bapak", kehadiran mereka hanya
mengurangi bagian ibu dari 1/3 menjadi 1/6.
Soal 4.
Assalamu'alaikum wr.wb ustaz yg dirahmati Allah.
Ibu sy wafat 15 thn yg lalu saat itu msh ada kakek&nenek. Namun saat itu warisan
belum dibagi. Kemudian ayah sy wafat 1 tahun yg lalu dg meninggalkan istri (tanpa
anak) & selama menikah dg beliau tidak ada aset yg bertambah hanya
menyewa tanah untuk berkebun (lahan produktif). Saat ini kami ingin membagi
warisan. Kami 3 bersaudara. 1 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Bagaimana
pembagian warisan mengingat kami belum berniat menjual aset-aset (tanah

& rumah) yg org tua tinggalkan. Apakah ibu tiri & nenek (dr ibu) masih dapat hak
waris?
Sy minta arahan dr ustaz.
Jazakumullah khairan katsiro.
Jawab:
'Alaikum salam wr. wb.
Terima kasih telah memberi kesempatan saya untuk membantu menyelesaikan
masalah waris pada keluarga anda.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembagian waris menurut hukum
Islam, diantaranya:
1. Yang disebut HARTA WARISAN adalah : semua harta peninggalan dari si mati
(saja), baik dari perolehan, peninggalan, pemberian atau dari jalan manapun yang
telah dinyatakan sah sebagai milik ybs. jadi pisahkan dulu, mana yang harta milik
ayah, dan mana yang milik ibu.
2. Jika yang meninggal lebih dari satu orang dengan ahli waris yang berbeda, maka
proses pembagiannya dipisahkan berdasarkan urutan kronologis kematian.
A. DATA INPUT:
* Yang meninggal: ibu dan ayah.
* Ahli waris: kakek (ayahnya ibu anda), nenek (ibunya ibu anda), ayah, isteri (ibu
tiri anda), anak laki-laki dan anak perempuan
* Harta pusaka : rumah dan tanah.
B. PERTANYAAN:
[1].Cara pembagian waris keluarga anda
[2].Waktu pembagian: jika belum berniat menjual harta pusaka.
[3].Apakah ibu tiri dan nenek dari ibu masih dapat hak waris ?
C. JAWABAN:
[1]. Cara pembagian waris dalam keluarga anda adalah,sbb.:
1.A. Ketika ibu anda meninggal dunia (lihat lampiran tabel 1)
1.B. Ketika ayah anda meninggal dunia (lihat lampiran tabel 2)

[2]. Waktu pembagian waris:
- Jika memungkinkan, sebaiknya harta warisan dibagikan secepatnya, agar para
ahli waris sempat menikmati hak bagiannya, disamping mengantisipasi hal-hal yang
tidak diinginkan di kemudian hari.
- Akan tetapi jika karena alasan tertentu hendak ditunda, silakan saja asal semua
ahli waris menyepakatinya, dan tidak ada kekhwatiran ada kemudharatan/kerugian.
[3]. -Ibu tiri tidak mendapat waris jika yang meninggal adalah anak tiri, tetapi jika
yang meninggal adalah suaminya, maka dia beroleh bagian waris karena statusnya
sebagai "Isteri" (lihat tabel 2).
- Nenek dari ibu mendapatkan waris jika ibu anda yang meninggal (karena ibu
anda adalah anaknya- tabel 1), tetapi jika yang meninggal dunia adalah ayah anda,
si nenek tidak mendapat bagian, kerena ayah anda adalah "menantu." (tabel - 2).

SARAN:
Sebaiknya saat pembagian warisan, dibuatkan semacam berita acara yang
ditandatangani semua ahli waris dan para saksi, untuk menghindari pengingkaran,
sengketa dan tuntutan di kemudian hari.
Semoga bermanfaat.
Soal 5.
Assalaamu'alaikum. Wr. Wb.
Selamat siang pak Ustadz. Terimakasih atas responnya. Saya mengirim infaq
dengan maksud meminta bantuan pak ustadz atas masalah pembagian waris
menurut islam .
Adapun kronologisnya sebagai berikut :
Pada saat ibu saya meninggal, hal2 yang ditinggalkan adalah :
- Bapak saya
- Harta yg didapat selama pernikahan bpk ibu sebesar 250jt rupiah.
-4 anak laki2 dan 6 anak perempuan.
- kedua orangtua ibu .
Selama hidup ibu saya adalah bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Sepeninggal ibu, 2 anak laki dan kedua orang tua ibu meninggal dunia.
Kemudian bapak saya menikah lagi dengan ibu baru dan dikaruniai 1 anak
perempuan dan 1 anak laki. Kemudian Bapak saya meninggal dunia dengan harta
yang ditinggalkan selama menikah dengan ibu baru tsb sebesar 150jt rupiah.
Pekerjaan ibu baru adalah juga ibu rumah tangga. Saat meninggal kedua orang
tua dari bpk saya sdh meninggal duluan.
Dengan kronologis tersebut mohon bantuan ustadz bagaimana pembagian
warisnya.
Atas bantuan ustadz kami ucapkan terimakasih.
Wass. Wr. Wb.
Jawab.
'Alaikum salam Wr. Wb.
Ibu xxx yang dirahmati Allah, terima kasih ibu telah menghubungi kami dan
berkomitmen dengan pembagian waris berdasarkan syari'at Islam. Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pembagian waris ini, diantaranya:
1. Bahwa yang dimaksud harta warisan adalah harta peninggalan yang sah menjadi
milik si mati (saja), bukan harta gono-gini sebagaimana yang dipakai dalam hukum
adat dan hukum waris negara (KHI). Hitunglah berapa kira-kira besaran saham
(kepemilikan ibu anda dalam 250 juta itu), jika sulit, bisa diambil kesepakatan
dengan semua ahli waris, hal ini dibenarkan menurut syari'at, (silakan baca artikel
kami, ( Harta Gono-Gini )
Untuk pembagian waris kasus keluarga anda, silakan anda cari tahu kepemilikan
saham masing-masing alm./almarhumah; saya akan berasumsi bahwa 250 juta
yang pertama milik ibu semua, dan 150 juta yang kedua adalah milik bapak semua;
anda cukup memperhatikan prosentase perolehan masing-masing ahli waris.
2. Bahwa yang dimaksud ahli waris adalah orang yang mempunyai hubungan

keluarga,perkawinan, serta masih hidup saat pewaris meninggal dunia. Maka 2
saudara laki-laki sekandung anda yang meninggal sebelum bapak, hanya mendapat
bagian dari warisan ibu saja, yang bagiannya diserahkan kepada ahli warisnya.
INPUT DATA: (Kasus I):
1. Pewaris: ibu
2. Harta warisan: Rp. 250 juta.(belum dipilah berapa yang milik ibu)
3. Ahli waris:
- Suami
- Ayah
- Ibu
- 4 Anak laki-laki
- 6 Anak perempuan
INPUT DATA (Kasus II):
1. Pewaris: Bapak
2. Harta Warisan: Rp. 150 juta (belum dipilah berapa yang milik bapak)
3. Ahli Waris:
- Isteri (kedua):
- 3 Anak laki-laki
- 7 Anak perempuan
PERTANYAAN:
- Bagaimana pembagian warisnya ?
JAWABAN:
A. Saat Ibu meninggal dunia, ahli waris dan bagiannya adalah, sbb.:

Keterangan:
- Anak laki-laki dan perempuan mendapat sisa (ashabah) sebesar 5/12, dengan
komposisi bagian anak laki-laki = 2x bagian anak perempuan.
- Karena 5 tidak bisa dibagi 12, maka 12-nya dikali jumlah bagian anak =14 (lihat
kolom X); dan bagian ahli waris yang lain juga mengikuti dikalikan 14.
B. Saat bapak meningal dunia, maka ahli waris dan pembagian warisnya adalah
sbb.: