Efektifitas penerapan MTBS terhadap Kesembuhan diare pada balita di PKM Limboto Kab. Gorontalo

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
Jurnal Keperawatan
EFEKTIFITAS PENERAPAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)
TERHADAP KESEMBUHAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS
LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO
Indriyani Djaina
Pembimbing I : dr. Nanang Roswita Paramata, M. Kes
Pembimbing II : Ns. H. Ahmad Aswad, S.Kep., M.PH
ABSTRAK
Indriyani Djaina, 2017. Efektifitas Penerapan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) terhadap
kesembuhan Diare pada balita di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo. Jurusan keperawatan
Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo. Dibimbing oleh dr. Nanang
Roswita Paramata, M.Kes sebagai pembimbing I dan Ns. H. Ahmad Aswad, S.Kep., M.PH sebagai
pembimbing II.
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu manajemen melalui pendekatan
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit yang datang di pelayanan kesehatan, baik
mengenai beberapa klasifikasi penyakit, status gizi, status imunisasi maupun penanganan balita
sakit tersebut dan konseling yang diberikan. Menurut WHO tahun 2005 telah mengakui bahwa
pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering

menyebabkan kematian pada balita di dunia, termasuk diare. Tujuannya untuk mengetahui
efektifitas penerapan MTBS terhadap Kesembuhan Diare pada Balita di Puskesmas Limboto Kab.
Gorontalo
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional
dengan tehnik pengambilan sampel yakni Accidental Sampling dengan bayak sampel sebanyak 30
responden . Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan dianalisis melalui uji Chi
Square dengan α = 0.05. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan MTBS di Puskesmas
Limboto sebagian besar baik dengan persentase sebesar 76.7% dan sebagian besarnya sembuh
sebesar 73.3%. Hasil Analisis ditemukan terdapat pengaruh penerapan MTBS
terhadap
kesembuhan diare dengan nilai P-Value = 0.007 < α = 0.05.
Dapat disimpulkan bahwa penerapan MTBS efektif untuk kesembuhan diare pada balita di
Puskesmas Limboto. Diharapkan untuk Puskesmas dapat meningkatkan pelayanan khususnya untuk
balita dan dapat mengikutsertakan tenaga kesehatan yang untuk mengikuti pelatihan MTBS.
Kata Kunci : MTBS, Diare, Balita

Indriyani Djaina 841413001

Indriyani Djaina 841413001


PENDAHULUAN
Diare adalah suatu kondisi dimana
seseorang buang air besar dengan konsistensi
lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja
dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga
kali atau lebih) dalam satu hari. penyebab
diare dapat dikelompokan menjadi 6 golongan
besar yaitu infeksi (disebabkan oleh
bakteri,virus,
atau
infeksi
parasit),
malabsorpsi,
alergi,
keracunan,imunodefisiensi, dan sebab-sebab
lainnya. Penyebab yang sering ditemukan
dilapangan ataupun secara klinis adalah diare
yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan
(Depkes RI, 2011).
Penyakit diare masih merupakan

penyakit kedua terbanyak di seluruh dunia
setelah infeksi saluran pernafasan akut
(ISPA). Oraganisasi Kesehatan Dunia
(WHO), (2009) memperkirakan 4 milyar
kasus diare terjadi di dunia dan 2,2 juta
diantaranya meninggal, dan sebagian besar
anak-anak dibawah umur 5 tahun Sampai saat
ini diare juga merupakan masalah global dan
banyak terjangkit di negara berkembang.
Kejadian
diare
pada
balita
dapat
menyebabkan dehidrasi berat yang dapat
menimbulkan
gangguan
keseimbangan
elektrolit dan asam basa di dalam tubuh
(Cahyaningrum, 2015).

Anak Bawah Lima Tahun adalah atau
sering disingkat dengan anak Balita adalah
anak usia 12-59 bulan (balita). Para ahli
menggolongkan usia balita sebagai tahapan
yang cukup rentan terhadap berbagai serangan
penyakit, termasuk penyakit yang diakibatkan
oleh infeksi bakteri dan virus seperti diare.
Menurut data Riskesdas 2013 insiden
diare pada balita sebesar 6,7% (kisaran
provinsi 3,3%-10,2%). Untuk Provinsi
Gorontalo menempati posisi ke 12 setelah
Sulawesi Tenggera dengan angka kejadian
diare sebanyak 7,1 %. Diare merupakan
penyebab utama kematian balita di Provinsi
Gorontalo tahun 2014 yang mencapai 19%.
Kematian balita terbanyak terdapat di
Kabupaten Gorontalo sebanyak 81 balita yang
sebagian besarnya disebabkan oleh diare.

Pada tahun 2015 cakupan penemuan

diare di Provinsi Gorontalo pada balita yaitu
sebanyak 9.560 dengan angka kematian yaitu
6 orang dan Kabupaten Gorontalo merupakan
penemuan tertinggi cakupan diare diantara 6
kabupaten/kota yang ada di Provinsi
Gorontalo dimana jumlah penderita diare
sebanyak 2.917 dengan kategori usia 0-59
bulan (Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo,
2015). Berdasarkan data diatas dapat
disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun
Kabupaten Gorontalo masih merupakan
wilayah dengan penemuan kasus diare
terbanyak di Provinsi Gorontalo. Untuk itu
perlu
peningkatan
program-program
Puskesmas khususnya pelayanan kesehatan
anak balita.
Menurut data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo tahun 2015 menyatakan

bahwa wilayah kerja Puskesmas Limboto
merupakan posisi pertama cakupan penemuan
diare terbanyak dimana terdapat sebanyak 752
kasus diare di wilayah kerja Puskesmas
Limboto. Menurut data dari Puskesmas
Limboto pada bulan Maret 2017 sebanyak 34
balita dengan kasus diare, pada bulan April
2017 terdapat sebanyak 41 balita dan pada
bulan Mei sebanyak 48 balita dengan diare
yang diperiksakan di Puskesmas Limboto.
Hal ini menunjukan bahwa setiap bulannya
kasus diare di Puskesmas Limboto meningkat
untuk itu perlu penatalaksanaan yang tepat
dan baik untuk mengurangi angka kesakitan
balita diare salah satunya dengan lebih
meningkatkan penerapan Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) yang telah diberlakukan
di Puskesmas Limboto.
Manajemen Terpadu Balita Sakit
merupakan suatu manajemen melalui

pendekatan
terintegrasi/terpadu
dalam
tatalaksana balita sakit yang datang
dipelayanan kesehatan, baik mengenai
beberapa klasifikasi penyakit, status gizi,
status imunisasi, maupun penanganan balita
sakit tersebut dan konseling yang diberikan.
Penilaian balita sakit dengan MTBS terdiri
atas klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan,
pengobatan, perawatan di rumah dan kapan
kembali. Kegiatan MTBS memiliki tiga
Indriyani Djaina 841413001

komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan
dalam tatalaksana kasus balita sakit,
memperbaiki
sistem
kesehatan

dan
memperbaiki
praktek
keluarga
dan
masyarakat dalam perawatan di rumah dan
upaya pertolongan kasus balita sakit (Wijaya,
2009).
Sampai pada tahun 2004, jumlah
puskesmas yang menerapkan MTBS di
Indonesia sebanyak 1.970. Menurut data
laporan rutin yang dihimpun dari Dinas
Kesehatan provinsi seluruh Indonesia melalui
Pertemuan Nasional Program Kesehatan Anak
Tahun 2010, jumlah puskesmas yang
melaksanakan MTBS hingga akhir tahun
2009 sebesar 51,55%.(Kowaas, 2017). Untuk
di Provinsi Gorontalo terdapat 93 puskesmas
yang tersebar diseluruh wilayah kabupaten
dan kota namun hanya 75 puskesmas yang

menerapkan MTBS. Dari data 2006-2015
jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih
MTBS di Provinsi Gorontalo yaitu sebanyak
159 tenaga kesehatan (Dinas Kesehatan
Provinsi
Gorontalo,
2016).
Cakupan
penerapan MTBS di Kabupaten Gorontalo
menurut data dari Dinas Kesehatan
Kabupaten Gorontalo terdapat 18 puskesmas
yang menerapkan MTBS dari 21 puskesmas
yang tersebar di wilayah Kabupaten
Gorontalo salah satunya adalah Puskesmas
Limboto yang telah menerapkan MTBS dan
tercatat sebanyak 354 anak dengan kategori
usia 0-59 bulan telah dilayani dengan
menggunakan penerapan MTBS. (Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo, 2016).
WHO, (2005) telah mengakui bahwa

pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
Negara-negara berkembang dalam upaya
menerunkan angka kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita bila
dilaksanakan dengan lengkap dan baik. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian Kadir
(2015) bahwa terdapat hubungan antara
penerapan MTBS (Manajemen Terpadu Balita
Sakit) pada balita diare dengan kunjungan
ulang di puskesmas, dengan menggunakan uji
lambda dengan nilai significancy adalah 0.01
yang menunjukan adanya hubungan.
Menurut hasil wawancara pada ibu
dengan anak balita di Puskesmas Limboto, 6
dari 9 ibu yang diwawancarai mengatakan

durasi diare anaknya berlangsung selama < 5
hari. Sedangkan 3 ibu lainnya mengatakan
bahwa durasi diare anak berlangsung ≥ 5 dan
ibu tersebut membawa anaknya kembali

berobat ke Puskesmas karena diare yang tak
kunjung sembuh. Hal ini menunjukan bahwa
penatalaksanaan balita sakit di Puskesmas
Limboto masih belum efektif menyembuhkan
diare.
Berdasarkan latar belakang tersebut
menunjukan bahwa pentalaksanaan diare
yang diterapkan di Puskesmas belum efektif
untuk mengurangi angka kesakitan dan
kematian pada balita akibat diare. Untuk itu
peneliti tertarik ingin melakukan penelitian
tentang “Efektifitas Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) terhadap kesembuhan
diare pada Balita di Puskesmas Limboto
Kabupaten Gorontalo”
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan metode deskriptif yakni
peneliti
akan
mendeskripsikan
atau
menggambarkan
efektifitas
Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) diare dengan
kesembuhan diare pada balita berdasarkan
hasil dari penelitian yang diambil dari
populasi secara sistematis dan akurat
(Sujarweni, 2014). Melalui pendekatan cross
sectional yaitu suatu pendekatan untuk
mempelajari dinamika kolerasi antara faktorfaktor beresiko dengan efek, dengan cara
pendekatan
dimana
observasi
atau
pengambilan data sekaligus pada satu waktu
(Notoadmodjo, 2010). Metode ini bertujuan
untuk mendapatkan gambaran yang sistematis
dan akurat dari sejumlah karakteristik
masalah yang akan diteliti (Suyanto, 2011).
Penelitian ini
dilaksanakan di
Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo
pada bulan Juni 2017 dengan jumlah sampel
sebanyak
30
orang
dengan
tehnik
pengambilan sampel yaitu Accidental
Sampling yakni tehnik pengambilan sampel
berdasarkan kebetulan/Accidental bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui cocok sebagai sumber data
(Sujarweni, 2014).
Analisis dari hasil uji statistik akan diuji
menggunakan uji chi square dan dilakukan
Indriyani Djaina 841413001

dengan menggunakan komputerisasi program
SPSS.
HASIL

Karakteristik responden
.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia

Usia

N

Persentase (%)

Balita
1 tahun

11

36.7%

2 tahun

8

26.7%

3 tahun

5

16.7%

4 tahun

6

20.0 %

Total

30

100%

Sumber : Data Primer
Berdasarkan
Tabel 4.1 diketahui
responden balita yang berumur 1tahun
sebanyak 11 orang (36.7%), yang berumur 2
tahun sebanyak 8 orang (26,7%), yang
berumur 3 tahun sebanyak 5 orang (16.7%)
dan yang berumur 4 tahun sebanyak 6 orang
(20.0%)
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin

Jenis Kelamin

N

Persentase (%)

Laki-laki

17

56,7%

Perempuan

13

43.3%

Total

30

100%

Sumber : Data Primer
Berdasarkan
Tabel 4.2 diketahui
responden balita yang berjenis kelamin lakilaki sebanyak 17 balita dengan persentase
sebesar 56,7% dan balita yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 13 balita
dengan persentase sebesar 43,3%.
Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan
Klasifikasi Diare

Klasifikasi

N

Persentase
(%)

Tanpa Dehidrasi

17

56.7 %

Dehidrasi
Ringan/Sedang

13

43.3%

Total

30

100%

Sumber : Data Primer
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui
responden balita yang diklasifikasikan diare
tanpa dehidrasi yaitu sebanyak 17 balita
dengan persentase sebesar 56.7% dan
responden balita yang diklasifikasikan diare
dengan dehidrasi ringan/sedang yaitu
sebanyak 13 balita dengan persentase sebesar
43.3%.
Analisis Univariat
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan
Penerapan MTBS

Penerapan
MTBS

N

Persentase (%)

Baik

23

76.7%

Kurang

7

23.3%

Total

30

100%

Sumber : Data Primer
Berdasarkan
Tabel 4.4 diketahui
bahwa balita yang mendapatkan penerapan
MTBS yang baik yaitu sebanyak 23 balita
dengan persentase sebesar 76.7% dan balita
yang mendapat penerapan MTBS kurang
yaitu sebanyak 7 balita dengan persentase
sebesar 23.3 %.
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan
Kesembuhan Diare

Diare

N

Persentase (%)

Sembuh

22

73.3%

Tidak
Sembuh

8

26.7%

Total

30

100%

Sumber : Data Primer
Berdasarkan
Tabel 4.5 diketahui
bahwa terdapat 22 balita yang sembuh setelah
berobat di Puskesmas Limboto dengan
persentase sebesar 73.3% dan terdapat 8 balita
Indriyani Djaina 841413001

yang tidak sembuh setelah pengobatan dengan
persentase sebesar 26.7%
Analisis Bivariat
Tabel 4.6 Efektifitas Penerapan MTBS
terhadap Kesembuhan diare pada balita di
Puskesmas Limboto Kab. Gorontalo
Kesembuhan Diare
Penera
pan
MTBS
Baik

Sembuh

N

%

N

%

20
2

66,7%
6,7%

3

10,0%

5

16,7%

8

26,7%

Kurang
Total

Tidak
sembuh

22

73,3%

Total

N

%

23 76,7%
7 23,3%

P
Value

0,007

30 100%

Sumber : Pengolahan data SPSS 16, 2017
Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan
sebanyak
23
balita
(76,7%)
yang
mendapatkan penerapan MTBS baik, dimana
terdapat 20 balita (66,7%) yang sembuh dari
diare dan terdapat 3 balita (10,0%) dengan
diare berulang. Selanjutnya terdapat 7 balita
(23,3%) yang mendapatkan penerapan MTBS
kurang, dimana terdapat 2 balita (6,7%) yang
sembuh dan terdapat 5 balita (16,7%) tidak
sembuh.
Berdasarkan hasil analisis uji chi
square didapatkan bahwa nilai P-Value =
0,007 < α = 0,05 yang menunjukan adanya
pengaruh antara Penerapan MTBS terhadap
kesembuhan Diare pada balita di Puskesmas
Limboto Kab. Gorontalo.
Pembahasan
Mengetahui gambaran penerapan MTBS
di Puskesmas Limboto
Berdasarkan tabel 4.4 hasil penelitian
yang diperoleh tentang gambaran penerapan
MTBS di Puskesmas Limboto yaitu dari 30
balita yang berobat terdapat 23 balita dengan
penerapan baik atau sebesar 76.7% dan
terdapat 7 balita dengan penerapan kurang
atau sebesar 23.3%. Dimana penerapan
dikatakan baik apabila tindakan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk
menangani balita yang sakit lebih atau sama
dengan 50% sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan MTBS sedangkan penerapan yang
dikatakan kurang apabila tindakan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan tidak
lengkap atau kurang dari 50%.

Penerapan MTBS yang baik didukung
oleh tenaga kesehatan yang telah dilatih
MTBS. Sedangkan kurangnya penerapan
MTBS di Puskesmas Limboto disebabkan
oleh tenaga kesehatan yang belum mengikuti
pelatihan MTBS. Sesuai dengan hasil
wawancara peneliti dengan salah satu tenaga
kesehatan yang memeriksa balita dengan
penerapan MTBS yang kurang ditemukan
bahwa tenaga kesehatan tersebut belum
mengikuti pelatihan MTBS.
Kompetensi yang diharapkan dari
pelatihan MTBS adalah petugas kesehatan
bisa melaksanakan proses manajemen kasus
balita sakit di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kompetensi tentang pelatihan MTBS
terhadap petugas kesehatan menunjukkan
bahwa petugas kesehatan yang dilatih MTBS
lebih baik dalam hal penanganan balita sakit
daripada petugas kesehatan yang tidak
mendapatkan pelatihan MTBS (Husni, 2013).
Hal ini didukung oleh penelitian (Nislawaty,
2014) yang menuliskan terdapat hubungan
yang signifikan antara tenaga Kesehatan dan
pelatihan bidan/perawat dengan pelaksanaan
MTBS dengan P Value= 0,000 >α = 0,05
sehingga Ho ditolak.
Penerapan MTBS di Puskesmas
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan di unit rawat jalan
kesehatan dasar dalam hal ini adalah
Puskesmas. Dimana MTBS merupakan
intervensi yang paing efektif yang
memberikan dampak terbesar pada beban
penyakit secara global dan membantu dalam
upaya pemertaan pelayanan kesehatan.
Puskesmas dikatakan sudah menerapkan
MTBS
apabila
memenuhi
kriteria
melaksanakan/melakukan MTBS minimal
sebesar 60% dari jumlah kunjungan balita
sakit di Puskesmas (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan uraian hasil penelitian
dan teori yang mendukung maka peneliti
menarik kesimpulan bahwa penerapan MTBS
di Puskesmas Limboto Kab. Gorontalo
sebagian besar baik. Dan keikutsertaan tenaga
kesehatan dalam pelatihan MTBS akan
berdampak pada kurangnya penerapan
MTBS.
Mengetahui gambaran kesembuhan diare
Indriyani Djaina 841413001

Beradasarkan tabel 4.5 dilihat bahwa
hasil penelitian terdapat sebanyak 22 orang
atau sebesar 73.3% balita yang sembuh dari
diare setelah mendapatkan pengobatan. Serta
terdapat 8 orang balita yang tidak sembuh
dengan persentase sebesar 26.7%. Penilaian
kesembuhan diare pada balita dilihat pada
durasi diare balita dimana pada balita yang
mengalami diare selama 5 hari atau lebih
maka dikatakan diare tidak sembuh dan
dikatakan sembuh apabila diare membaik
kurang dari 5 hari. Hal ini didasari dari buku
bagan MTBS : Diare yang di haruskan ibu
untuk melakukan kunjugan ulang apabila
diare pada anak tidak sembuh pada hari ke 5
setelah pengobatan. Hal yang ditemukan
setelah observasi dimana 8 anak balita yang
tidak sembuh ditemukan bahwa anak tersebut
sudah melakukan pengobatan lanjutan
dirumah sakit saat diare berulang pada hari
ketiga setelah pengobatan di Puskesmas
dimana selama perawatan dirumah sakit diare
anak berlangsung selama 4-5 hari sehingga
dapat disimpulkan diare anak tidak sembuh
setelah mendapatkan penerapan MTBS di
Puskesmas. Penjelasan diatas membuktikan
bahwa sebagian besar balita sembuh setelah
berobat di puskesmas.
Pada dasarnya diare bisa sembuh
dengan sendirinya atau (self limiting disease).
Bakteri dan virus yang biasanya menjadi
faktor utama penyebab diare pada balita. Para
ahli menggolongkan usia balita sebagai
tahapan yang cukup rentan terhadap berbagai
serangan penyakit, termasuk penyakit yang
diakibatkan oleh infeksi bakteri dan virus
seperti diare. Anak akan sembuh kembali
setelah enterosit usus yang rusak diganti oleh
enterosit baru dan yang normal serta sudah
matang (mature), sehingga dapat menyerap
dan mencerna cairan makanan yang baik.
Namun yang harus diintervensi saat balita
diare yaitu pecegahan terjadinya komplikasi
diare yakni dehidrasi. Pemeberian terapi oralit
dan zink serta pemberian nutrisi yang sesuai
sangat berpengaruh terhadap kesembuhan dan
pencegahan komplikasi diare dimana oralit
berperan sebagai pengganti cairan tubuh yang
hilang
sedangkan
zink
mampu
menyembuhkan diare (Indriani dan Sari,
2007). Hal ini sejalan dengan penelitian yang
diteliti oleh (Ulfah, Rustina dan Wanda, 2014)

yang menyatakan bahwa penggunaan zink
selama diare dapat meningkatkan fungsi imun
dan struktur intestinal serta pemulihan sel
epitel selama diare, sehingga akan mencegah
diare lebih lanjut atau mempercepat proses
penyembuhan.
Berdasarkan uraian hasil penelitian
dan teori tersebut maka peneliti berpendapat
bahwa sebagian besar balita yang telah
mendapatkan intervesi yang diberikan oleh
tenaga kesehatan di Puskesmas Limboto
sebagian besarnya sembuh. Perawatan
lanjutan oleh ibu balita yang meliputi
pemberian nutrisi, oralit dan tablet zink dapat
mempengaruhi kesembuhan diare.
Mengetahui Efektifitas Penerapan MTBS
terhadap kesembuhan diare
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan
dari 30 anak terdapat sebanyak 23 anak yang
mendapatkan penerapan MTBS yang baik
dengan besar kesembuhan yaitu sebesar
66.7% atau sebanyak 20 orang. Hal ini
disebabkan oleh baiknya intervensi yang
diberikan selama balita diare dimana ibu
melakukan perawatan pada anak diare sesuai
dengan anjuran yang diberikan petugas
kesehatan saat berobat ke puskesmas.
Berdasarkan hasil wawancara pada ibu yang
memiliki balita yang telah sembuh dari diare
dimana mereka menyatakan bahwa mereka
melakukan perawatan sesuai dengan anjuran
yang diberikan oleh tenaga kesehatan saat
berobat di puskesmas yang meliputi
pemberian oralit dan zink sesuai anjuran serta
pemberian nutrisi yang berlanjut.
Hal ini berbeda dengan 3 ibu (10%)
dengan balita yang tidak sembuh dari diare
dengan penerapan MTBS yang baik dimana
mereka menyatakan
anak mereka susah
makan dan menurut hasil observasi bahwa
anak tersebut sudah tidak diberikan ASI.
Sedangkan ASI baik untuk pencernaan karena
dalam ASI juga terdapat Laktoferin, yaitu
protein yang terikat dengan zat besi. Khasiat
laktoferin
ini
adalah
menghambat
pertumbuhan
kuman
penyebab
diare,
Staphilokokus dan E.coli, dengan cara
mengikat zat besi sehingga kuman tidak
mendapat zat besi yang dibutuhkan untuk
kuman berkembang biak. Pemberian ASI juga
bisa meningkatkan kandungan lisozym, dan
Indriyani Djaina 841413001

telah diteliti bahwa kandungan lisozym ASI
mencapai 300 kali kadar lisozym yang
ditambahkan pada susu sapi. Lisozym
berperan penting dalam memecah dinding
bakteri, sehingga membantu mengatasi diare
(Santi, 2012).
Menurut
hasil
observasi
juga
ditemukan ibu yang tidak mengikuti anjuran
sesuai yang diberikan petugas kesehatan saat
berobat karena sering lupa dan ibu tersebut
tidak selalu bersama anaknya sehingga untuk
pemberian tablet zink hanya 1 kali diberikan.
Hal ini tidak sesuai anjuran sesuai prosedur
MTBS yang mengharuskan ibu untuk
memberikan tablet zink setiap hari selama 10
hari walaupun anak sudah tidak diare
sehingga mengakibatkan anak tidak sembuh
sedangkan menurut teori zink efektif untuk
menyembuhkan diare pada anak.
Kemudian dilihat dari tabel 4.6 dari 30
anak terdapat 7 anak atau sebesar 23.3%
dengan penerapan MTBS kurang, 2 anak atau
6.7% diantaranya sembuh dengan penerapan
kurang. Berdasarkan hasil wawancara pada
ibu dari anak tersebut menyatakan bahwa ibu
melanjutkan pemberian makanan pada anak
seperti bubur, nasi lembek ditambah sup dan
memberikan ASI, air mineral atau teh.
Dimana bubur dan nasi lembek mengandung
karbohidrat untuk menambah energi sehingga
dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta
membantu dalam proses pembentukan
jaringan dan struktur sel yang rusak
sedangkan sup terdapat kaldu yang dapat
mengganti garam dan mineral lainya yang
hilang ketika diare (Sudaryanto, 2015).
Menurut (WHO, 2009) Gizi merupakan
elemen yang sangat penting dalam menjaga
kesehatan terutama untuk tumbuh kembang
balita, meningkatkan daya tahan tubuh dan
proses penyembuhan diare.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
(Ulfah, Rustina dan Wandah, 2012) yang
menyatakan ada hubungan yang signifikan
antara status gizi anak dengan duarasi diare
dengan uji regresi linier yang menemukan
bahwa variabel yang paling berperngaruh
terhadap durasi diare adalah status gizi anak
dengan P-Value sebesar 0.04. Serta 5 anak
atau 15.7% diantaranya tidak sembuh dengan
penerapan MTBS yang kurang. Sedangkan 5
(16.7%) anak lainnya tidak sembuh dengan

penerapan kurang. Kesembuhan diare
tergantung pada baik tidaknya intervensi yang
diberikan penerapan MTBS untuk balita diare
sangat berpengaruh terhadap kesembuhan
diare
karena
pada
penatalaksanaan
berdasarkan MTBS tergolong lengkap yang
meliputi redehidrasi dengan oralit, pemberian
tablet zink untuk penyembuhan dan
pemberian nutrisi yang berkelanjutan (MTBS,
2011). Jadi dapat dikatakan apabila penerapan
MTBS yang diberikan kurang dapat
mempengaruhi lamanya diare pada anak.
Berdasarkan hasil analisa dengan
menggunakan uji Chi Square menunjukan
hasil P-Value = 0.007 < α = 0.05 yang
menunjukan adanya pengaruh penerapan
MTBS terhadap kesmbuhan diare pada balita
di Puskesmas Limboto Kab. Gorontalo
sehingga penerapan MTBS efektif untuk
menyembuhkan diare pada balita. Hal ini
sesuai dengan (WHO, 2005) yang telah
mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat
cocok diterapkan Negara-negara berkembang
dalam upaya menurunkan angka kematian,
kesakitan dan kecacatan pada bayi dan balita
bila dilaksanakan dengan lengkap dan baik.
Karena pendekatan MTBS tergolong lengkap
untuk mengantisipasi penyakit-penyakit yang
sering menyebabkan kematian pada balita di
dunia, termasuk diare. Dikatakan lengkap
karena meliputi upaya preventif (pencegahan
penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif
(berupa konseling) dan upaya kuratif
(pengobatan). Hasil penelitian ini didukung
oleh hasil peneitian (Kadir, 2015) yang
menemukan bahwa adanya hubungan antara
penerapan MTBS: Diare pada balita diare
dengan kunjungan ulang di Puskesmas Genuk
dan Puskesmas Banget Ayu Kota Semarang.
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan teori
yang mendukung serta penelitian sebelumnya
yang mendukung hasil penelitian ini maka
peneliti menarik kesimpulan bahwa semakin
baik penerapan MTBS maka
akan
meningkatkan kesembuhan pada balita sakit.
Sehingga penerapan MTBS yang lengkap
efektif untuk menyembuhkan diare pada
balita dan dapat turut membantu untuk
mengurangi angka kematian balita akibat
diare.
Simpulan
Indriyani Djaina 841413001

Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan, maka peneliti berkesimpulan
sebagai berikut:
1. Penerapan MTBS di Puskesmas Limboto
Kab. Gorontalo sebagian besar baik dengan
persentase sebesar 76,7%.
2. Kesembuhan diare setelah mendapatkan
pengobatan sesuai prosedur MTBS yaitu
sebesar 73,3%.
3. Hasil penelitian menujukan bahwa ada
pengaruh
Penerapan
MTBS
terhadap
kesembuhan diare pada balita dengan nilai PValue = 0,007 < α = 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Penerapan MTBS efektif
untuk menyebuhkan diare pada balita di
Puskesmas Limboto Kab. Gorontalo.
Saran
1. Bagi Perawat
Agar dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan pada masyarakat dan meningkatkan
keterampilan dalam
menerapkan MTBS
sehingga dapat membantu mengurangi angka
kesakitan pada balita.
2. Bagi Puskesmas
Dapat
meningkatkan
kualitas
pelayanan khususnya pada balita dengan
menerapkan MTBS dengan baik dan
menganjurkan tenaga kesehatan yang belum
mengikuti pelatihan MTBS untuk mengikuti
pelatihan MTBS.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan
untuk
penelitian
selanjutnya agar dapat merincikan penelitian
ini, dan memperdalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arifianto. 2012. Orangtua Cermat,
Anak Sehat. Jakarta Selatan.
Gagas Media’
Aritonang, A. 2016. 1001 Langkah
Selamatkan Ibu dan Anak.
Jakarta. Pustaka
Bunda.
Cahyaningrum, D. 2015. Studi tentang
diare dan faktor resikonya pada
balita Umur 1-5 tahun di
wilayah kerja Puskesmas
Kalasan Sleman. Skripsi. PSBP
STIKES ‘Aisyiyah.
Yogyakarta.Damayanti, V dan
Sugiarto, S. 2012.

Keterampilan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).
Modul field lab semester VI
Edisi Revisi III. FK Universitas
Sebelas Maret. Surakarta.
Depkes RI. 2011. Buku Saku Lintas
Diare. Jakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo
2017. Rekapan Laporan P2
Diare Provinsi Gorontalo
Tahun 2015. Gorontalo.
Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo. 2017. Laporan
Pencapaian Indikator
Program Kesehatan Anak
Cakupan Balita dilayani MTBS
Kab. Gorontalo bulan JanuariDesember tahun 2016.
Gorontalo
Dinas Kesehatan Kabupaten
Gorontalo. 2017. Laporan P2 Diare
Kabupaten
Gorontalo Tahun 2015. Gorontalo.
Hidayat, A. 2008. Pengantar Ilmu
Kesehatan Anak untuk
Pendidikan Kebidanan.
Jakarta. Salemba Medika
Husni. 2012. Gambaran Penerapan
Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) umur 2 bulan-5
tahun Puskesmas Kota
Makassar Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin. Makassar
Indriani, R dan Asri, E.K. 2007.
Formulasi oralit dan
suplementasi zink dalam
penanganan diare pada anak.
InfoPOM, 8 (3), 4-5.ISSN
1829-9334.
Kadir, M. 2015. Hubungan Penerapan
Manajemen Terpadu Balita
Sakit (Mtbs) Pada Balita Diare
Terhadap Kunjungan Ulang
Pada Pasien Di Puskesmas.
Skripsi. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Islam
Sultan Agung. Semarang.
Kemenkes RI. 2011. Buku Bagan
Manajemen Terpadu Balita Sakit
(MTBS).Jakarta
Indriyani Djaina 841413001

Kemenkes RI. 2011. Buletin Jendela
dan Informasi Kesehatan, Situasi
DIARE di Indonesia. Jakarta.
Kemenkes RI. 2015. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2014. Jakarta
Kowaas, I., Ismanto, A. dan
Lolong,J.2017. Hubungan Penerapan
Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) : status
imunisasi
dengan
kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi (usia 2 – 12
bul an) di Puskesmas Bahu. Jurnal.
PSIK Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi. Manado. Vol 5
no.1.Lestari, T. 2016. Asuhan
Keperawatan Anak. Yogyakarta. Nuha
Medika
Maryunani, A. 2011. Ilmu Kesehatan
Anak Dalam Kebidanan
Cetakan I. Jakarta. Trans Info
Media.
Nislawaty. 2014. Faktor-faktor Yang
Berhubungan Dengan
Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) Di Wilayah Kerja
Puskesmas
Rimba
Melintang
Kabupaten Rokan Hilir Tahun 2014.
Jurnal. STIKes Tuanku Tambusai. Riau
Notoatmodjo. 2010. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta. PT. Rineka Cipta
Nugroho, T. 2011. Asuhan
Keperawatan Maternitas,Anak,
Bedah, Dan Penyakit
Dalam Cetakan I. Yogyakarta. Nuha
Medika.
Nurhidayati, A. 2010. Faktor yang
berhubungan dengan
implementasi Manajemen
Balita Sakit (MTBS) Di puskesmas di
kota Semarang. Skripsi. Jurusan
Kesehatan
Masyarakat
FIK
Universitas Negeri Semarang.
Prasetyawati, A. 2012. Ibu dan Anak
(KIA) dalam Millenium
Development Goals
(MDG’S). Yogyakarta. Nuha
Medika
Puskesmas Telaga. 2016. Rekapan
Laporan P2 Diare Puskesmas
Limboto. GorontaloZ
Rochimah, T. 2009. Evaluasi
Pelaksanaan Kampanye Sosial

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
untuk Menurunkan Angka Diare di
Kabupaten
Kulonprogo.
Jurnal.
Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Vol 6
no.1
Santi, D.E. 2016. Perbedaan efektifitas
pemberian ASI dan susu formula
rendah laktosa terhadap durasi
penyembuhan gastro enteritis akut
pada anak usia 2-12 bulan. Jurnal
Keperawatan Muhammadiyah . Jawa
Timur.
SDKI. 2012. Survei Demografi
Kesehatan Indonesia. Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Sudaryanto, G. 2015. Menu Sehat
Untuk Anak Sakit. Jakarta.
NIAGA SWADAYA
Sujarweni, V. 2014. Metodologi
Penelitian Keperawtan.
Yogyakarta. PENERBIT
GAVA MEDIKA.
Suharyono. 2008. Diare Akut Klinik
Dan Laboratorik Cetakan II. Jakarta.
Rineka Cipta.
Suririnah. 2010. Buku Pintar
Mengasuh Batita: Panduan
Bagi Orangtua untuk
Merawat dan Membimbing Anak 1-3
Tahun
secara
Sehat
dan
Menyenangkan. Jakarta. Gramedia
Pustaka Utama
Suyanto. 2011. Metodologi dan
Aplikasi Penelitian Keperawatan.
Yogyakarta.
Nuha Medika.
Ulfah, M, Rustina, Y dan Wanda, D.
2014. Zink efektif mengatasi
diare akut pada balita. Jurnal.
Program Studi Magister
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia.Depok
WHO. 2005. Overview of IMCI
Stategy and Implementation.
Departement Child and
Adolescent Health and
Development. Jeneva
WHO. 2009. Diarrhoea.
http://www.who.int/mediacentre/factsh
eets/fs330/en/.
30 Januari 2017
Indriyani Djaina 841413001

Wijaya, A. 2009. Manajemen Terpadu
Balita Sakit (MTBS) atau Integrated
Management of Childhood Illness
(IMCI).
Info
Kesehatan.https://www.infodokterku.c
om/index.php/en/96-daftar-isicontent/info
kesehatan/helathprograms/202puskesmas-perlu-menerapkan
manajemen-terpadu-balita-sakit-mtbs.
30 Januari 2017

Indriyani Djaina 841413001