Kebijakan Mitigasi Partisipatoris dalam bidang
Kebijakan Mitigasi Partisipatoris dalam Penanggulangan
Bencana Perkotaan (Studi Kasus: Kerentanan Masyarakat
dan Kapasitas Pemerintah dalam Mitigasi Bahaya
Kebakaran di Kecamatan Tambora – Jakarta Barat)
Ardian Perdana Putra1), Abdul R. Ras2), Ricardo M.H. Siagian3), Ina Juniarti4)
Program Studi Manajemen Bencana Untuk Keamanan Nasional,
Sekolah Kajian Pertahanan dan Strategis, Universitas Pertahanan Indonesia
Jl. Salemba Raya No. 14 Jakarta Pusat
1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected],
4) [email protected]
Abstrak – Pengurangan Risiko Bencana (PRB) membutuhkan partisipasi semua pihak, termasuk
Partai Politik yang memiliki akses dalam pengambilan kebijakan di legislatif dan eksekutif. Tetapi
partisipasi partai politik dalam bencana sering dinilai negatif sebagai bagian dari pencitraan. Penelitian
ini bertujuan menganalisis kerentanan masyarakat perkotaan dan kapasitas pemerintah dalam upaya
PRB di Tambora, sesuai gagasan Kota Tangguh (Godschalk, 2003) dalam kerangka kerja V2R
(Pasteur, 2011). Ditemukan bahwa penyebab kerentanan adalah kurangnya perhatian masyarakat
terhadap keselamatan jaringan listrik. Terdapat sejumlah kebijakan mitigasi yang telah dijalankan
pemerintah, tetapi mengalami berbagai kendala. Penelitian ini menunjukkan bahwa diperlukan
kebijakan mitigasi yang lebih partisipatoris, yaitu melibatkan masyarakat sejak awal sehingga aspirasi
masyarakat ikut dipertimbangkan dan masyarakat merasa memiliki kebijakan tersebut. Diperlukan
adanya entitas yang memfasilitasi masyarakat untuk memantau kebijakan mitigasi kebakaran, yang
dalam konteks Indonesia dapat diisi oleh Partai Politik.
Kata Kunci : Mitigasi Partisipatoris, Pemerintah Daerah, Kerentanan Masyarakat, Bencana
Perkotaan, Kebakaran
berbagai segmen dalam masyarakat2. Dalam
1. PENDAHULUAN
Dalam lingkup kota, ketahanan diartikan
sebagai jejaring sinambung antara sistem fisik
dengan kelompok-kelompok masyarakat, yang
memiliki kapabilitas untuk mengelola suatu
peristiwa
ekstrim
(bencana),
dan
mampu
bertahan serta berfungsi dalam tekanan yang
konteks Indonesia, khususnya DKI Jakarta,
kelompok-kelompok masyarakat itu diwujudkan
dalam tatanan pemerintahan lokal (Kecamatan
dan Kelurahan beserta unsur-unsur dinas
terkait), perangkat RT/RW, sektor privat, dan
kelompok-kelompok masyarakat.
ekstrim1. Dari definisi tersebut, maka untuk
mencapai
suatu
ketahanan
dibutuhkan
Dari sudut pandang lain, Godschalk dan
Pasteur
memandang
aspek
pengambilan
partisipasi dari semua kelompok masyarakat.
kebijakan menjadi salah satu elemen penting
Sejalan dengan hal tersebut, Pengurangan
dalam
Risiko Bencana sebagai sebuah upaya yang
upaya
masyarakat
atau
pembentukan
daerah
3
ketahanan
4
.
Godschalk
menyeluruh (holistik) memerlukan pelibatan
2
1
Godschalk, David R., (2003). Urban Hazard
Mitigation: Creating Resilient Cities, Natural
Hazard Review, 4, 136-143.
Affeltrangel, Bastian, (2007). Hidup Akrab
Dengan Bencana: Sebuah Tinjauan Global
tentang
Inisiatif-Inisiatif
Pengurangan
Bencana, Jakarta: MPBI.
3
Godschalk (2003).
2
memandang bahwa ketahanan suatu daerah
kecamatan
(dalam konteks artikelnya adalah kota) dibentuk
(77.034,38
oleh interaksi yang sinergis antar komponen-
sebagai salah satu kawasan dengan tingkat
komponen sistem fisik dan sosial di dalamnya.
kebakaran tinggi di DKI Jakarta. Penelitian ini
Dengan perspektif tersebut, lembaga politik –
bertujuan: a) Menganalisis potensi kerentanan
antara lain institusi legislatif, eksekutif dan
masyarakat
partai
penanggulangan bencana; b) Menganalisis
politik
mendorong
–
pengambilan
menguatkan
lainnya
5
.
Resilience
dituntut
untuk
kebijakan
elemen-elemen
Dalam
From
Framework
Pasteur
memposisikan
sebagai
salah
satu
berperan
yang
masyarakat
Vulnerability
to
(V2R
Framework),
aspek
Governance
kunci
jiwa/km
di
Asia
persegi6)
Tambora
Tenggara
dan
dalam
dikenal
konteks
kapasitas pemerintah dalam mitigasi bahaya
kebakaran di Tambora.
2. METODOLOGI
Metode penelitian yang dipilih adalah
yang
studi kasus, yaitu penelitian yang mendalam
berkontribusi dalam kerentanan masyarakat.
tentang suatu objek dalam batasan lingkup
Oleh karena itu, penguatan aspek pengambilan
tertentu atau eksplorasi suatu masalah dengan
kebijakan tersebut menjadi fokus dalam upaya
batasan
peningkatan
memperoleh
kapasitas
faktor
terpadat
masyarakat
dalam
ini
yang
mendasari
diajukannya topik ‘Penanggulangan Bencana
Perkotaan dalam Perspektif Kerangka Kerja
V2R’. Secara khusus, makalah ini mengangkat
kerentanan masyarakat terhadap kebakaran
dan
kapasitas
Pemerintah
dalam
Mitigasi
Bahaya Kebakaran di Kecamatan Tambora –
Jakarta Barat. Dari studi kasus ini diharapkan
dapat dilihat hubungan antara aktivitas partai
politik di tengah masyarakat dengan proses
ini
adalah
teknik
yang
utuh
dan
ini
merupakan
Akan
politik
dalam
pengambilan
data
yang
idealnya
tetapi,
karena
kejadian
bencana
kebakaran sulit diprediksi, karena itu observasi
lapangan menjadi opsi tambahan, jika secara
tidak terduga terjadi kejadian kebakaran yang
6
7
4
Pasteur, Catherine, (2011). From Vulnerability
To Resilience, A framework for analysis and
action to build community resilience.
Warwickshire: Practical Action Publishing Ltd.
5
Affeltranger (2007).
partai
suatu kejadian kebakaran secara real-time.
Kecamatan Tambora dipilih sebagai lokasi studi
kawasan
aktivitas
digunakan adalah observasi lapangan terhadap
(DPRD) dan legislatif (pemerintahan daerah).
karena
deskripsi
untuk
penanganan bencana kebakaran. Maka dari itu,
pengambilan kebijakan di tataran legislatif
kasus
Tujuannya
mendalam dari suatu entitas8, yang dalam hal
menghadapi bencana.
Pemikiran
terperinci7.
8
Ismawan, D.A., (2008). Kajian Kerentanan
Kawasan Permukiman Padat Terhadap
Bencana Kebakaran Di Kecamatan Tambora Jakarta Barat (Skripsi Sarjana). Semarang:
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
UNDIP.
Afriani, Iyan, (2009). Metode Penelitian
Kualitatif, Makassar: Lembaga Penelitian
Mahasiswa PENALARAN.
Rahardjo, Mudjia H., (2010). Jenis dan Metode
Penelitian Kualitatif – Materi Kuliah
Metodologi Penelitian, Malang: Program
Pascasarjana UIN Maliki Malang.
3
bertepatan dengan periode pengambilan data.
kebakaran di Tambora. Melalui aktivitas ini
Selain dengan observasi lapangan, teknik
diharapkan dapat dikaji dua hal, yaitu distribusi
pengumpulan data yang digunakan terdiri dari
tugas yang terjadi antar elemen masyarakat –
wawancara mendalam dan kajian dokumen.
termasuk di dalamnya partai politik – dalam
Teknik
fase tanggap darurat dan mekanisme respon
analisis
data
yang
digunakan
mengadaptasi kerangka kerja V2R, akan tetapi
partai
disesuaikan
kebakaran.
dengan
kebutuhan
dalam
politik
terhadap
Langkah
terjadinya
kejadian
selanjutnya
adalah
penelitian ini. Segmen analisis yang akan
menganalisis upaya penanggulangan bencana
digunakan
hanyalah
yang telah dilakukan oleh institusi-institusi
Vulnerability outcome analysis dan Governance
publik serta kendala-kendala yang ada di
analysis.
dalamnya.
dari
kerangka
V2R
Dalam penelitian ini, metode validasi yang
digunakan adalah triangulasi, yang merupakan
Dari
hasil
penelitian kualitatif. Melalui berbagai sudut
TAMBORA
sehingga
diperoleh
tingkat
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ada
empat
jenis
teknik
triangulasi,
yaitu
triangulasi metode, triangulasi antar-peneliti,
triangulasi sumber data, dan triangulasi teori9.
Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang
digunakan meliputi triangulasi teori, triangulasi
sumber data dan triangulasi metode.
dapat
mengatasi kendala-kendala tersebut.
3. KERENTANAN
dipahami,
ini
didefinisikan upaya yang perlu dilakukan untuk
metode validasi yang umum digunakan dalam
pandang, fenomena yang diamati dapat lebih
analisis
Data
MASYARAKAT
termutakhir
dari
Pemerintah
Kecamatan Tambora menyebutkan, sepanjang
2011 tercatat 29 kejadian kebakaran dengan
jenis penyebab dan besar dampak yang
bervariasi (Gambar 1). Dari semua kejadian
kebakaran 2011, 6 di antaranya memiliki luas
area bencana lebih dari 1000 m2. Kebakaran
terbesar terjadi pada tanggal 1 September
2011, di Jl. Angke Jaya XIII Gg. 4, dengan area
adalah
kejadian seluas 90.000 m2. Total kerugian
menganalisis aspek-aspek yang membentuk
material akibat kebakaran antara Januari-
kerentanan
terhadap
Agustus 2011 (19 kejadian) mencapai Rp. 8,95
kebakaran. Untuk itu dilakukan analisis data
milyar dan jumlah korban yang kehilangan
statistik kejadian bencana kebakaran. Selain
tempat tinggal mencapai 417 KK. Dari data
itu,
tersebut,
sambungan
menjadi
penyebab
Langkah
informasi
penelitian
masyarakat
dilakukan
wawancara
awal
Tambora
observasi
indepth
mengenai
ini
untuk
lapangan
dan
memperdalam
penanganan
kejadian
Tambora.
Dari
listrik
utama
29
arus
pendek
kebakaran
kejadian
di
kebakaran
sepanjang tahun 2011 (matriks dalam Tabel 1),
9
Rahardjo, Mudjia H., (2010 b). Triangulasi dalam
Penelitian Kualitatif – Materi Kuliah
Metodologi Penelitian, Malang: Program
Pascasarjana UIN Maliki Malang.
penyebab
kebakaran
terbanyak
adalah
hubungan arus pendek listrik yaitu 20 kejadian
(69%, Gambar 1), sedangkan penyebab lainnya
4
yang berkaitan dengan kompor
por gas, kompor
jaringan listrik. Catatan
an tambahan dari data
minyak dan sebab-sebab non listrik
list proporsinya
tahun 2011 ini, dari selur
luruh kelurahan yang ada
kecil.
frekuensi
di Tambora, kelurahan
han Angke merupakan
kebakaran terbanyak terjadi di ke
kelurahan Angke
wilayah paling rentan,, dengan
d
akumulasi luas
dengan 7 kejadian (24%, Gamba
bar 2), yang 5 di
area kebakaran menca
capai 98.957 m2, yang
antaranya disebabkan hubungan
an arus pendek.
sebagian
Dari 7 kebakaran di Angke, 4 di antaranya
permasalahan jaringan listrik.
lis
Dari
total
29
kejadia
dian,
besar
juga
ga
disebabkan
oleh
2
memiliki luasan dampak lebih
h dari 1000 m .
Kebakaran dengan luas area paparan
pa
terbesar
Kompor
minyak
3%
Kompor
Ko
Lain-lain
Gas
14%
14%
2
(90.000 m ) juga terjadi di Kelurah
rahan Angke.
Tabel 1. Matriks Lokasi dan Penyeba
ebab Kebakaran di
Tambora 2011
Kelurahan
Arus
Kompor Kompor
ek
Gas
minyak Pendek
Lainlain
Total /
kec.
Kalianyar
-
-
1
-
1
Duri Utara
1
-
3
-
4
Duri Selatan
1
-
-
-
1
Tanah Sereal
1
-
2
-
3
Krendang
-
-
1
-
1
Jembatan Besi
-
-
3
-
3
Angke
1
1
5
-
7
Jembatan Lima
-
-
2
-
2
Tambora
-
-
1
1
2
Pekojan
-
-
1
3
4
Roa Malaka
-
-
1
-
1
Total per jenis
4
1
20
4
29
Arus
rus
Pendek
ndek
69%
9%
Gambar 1. Persentase P
Penyebab Kebakaran di
Tambora (Ta
(Tahun 2011)
ROA
MALAKA
3%
TAMBORA
7%
PEKOJAN
14%
Sumber: Olahan dari data Kecamatan
tan Tambora
Berdasarkan data di atas,
ata
kebakaran
akibat masalah listrik (sambungan
gan arus pendek)
sangat
dominan
dibandingk
ngkan
DURI
UTARA
14%
DURI
SELATAN
4%
TANAH
SEREAL
10%
JEMBATAN
LIMA
7%
ANGKE
24%
dengan
KALIANYAR
4%
penyebab lainnya. Disimpulkan
an bahwa untuk
JEMBATAN
BESI
10%
KRENDANG
3%
menganalisis kerentanan masyar
yarakat Tambora,
kebakaran yang disebabkan masalah
m
listrik
perlu
menjadi
fokus
analisis.
sis.
Karena
Gambar 2. Sebaran Keba
bakaran per Kelurahan di
itu
Tambora (Ta
(Tahun 2011)
wawancara dengan narasumbe
ber akan lebih
mengangkat
masyarakat
permasalah
terkait
dengan
kerentanan
permasalahan
Kajian mengenai
ai penyebab mengapa
kebakaran
menjadi
masalah
m
sistemik
di
Tambora digali dari beberapa
be
sumber, yaitu
5
Kodir
(Kasi.
Tambora,
Pemadam
Kebakaran
wawancara
pada
Sektor
19/02/2012),
Isnawa Adji (Camat Tambora, wawancara pada
20/02/2012), Bapak Sudibyo (Ketua Pengurus
Partai
B
tingkat
wawancara
Kecamatan)
berkelompok
dan
daya yang digunakan, sehingga menambah
risiko terjadinya hubungan arus pendek.
3.2
Kepadatan
dan
Tata
Bangunan yang Buruk Meningkatkan
hasil
(Focus
Penduduk
Risiko Kebakaran
Group
Discussion) dengan beberapa relawan Partai B
Tabel 2. Matriks asal api dan penyebab api
(16/02/2012). Kasi. Pemadam Kebakaran dan
membesar (Data 2011)
Camat
menjadi
representasi
pemerintah
Penyebab Api
Membesar
Listrik
Non
Listrik
Jumlah
Bahan Bangunan
10
2
12
Non Bahan Bangunan
5
3
8
Tidak ada keterangan
5
4
9
Jumlah
20
9
29
sebagai pihak yang berkewenangan dalam
penanggulangan
Wawancara
beberapa
kebakaran
dengan
relawan
representasi
opini
di
bapak
partai
dari
Tambora.
Sudibyo
B
dan
merupakan
sudut
pandang
Sumber: Olahan dari data resmi Kecamatan Tambora
masyarakat sebagai pembanding keterangan
Penduduk
dari kedua narasumber tersebut.
3.1
Masalah
Instalasi
Listrik
Sebagai
Penyebab Kerentanan
Jaringan
listrik
warga
banyak
yang
padahal pemeliharaan jaringan listrik rutin yang
dianjurkan PLN adalah setiap 5 tahun. Di
samping itu, perangkat listrik yang digunakan
sesuai
standar
dan
asal
pasang.
Masyarakat, terutama home industry sering kali
menggunakan
(percabangan
bertumpuk
terminal
ke
dengan
stop
yang
jmelebihi
menimbulkan
masalah
kapasitas
wilayah
kompleks,
diantaranya
penurunan
kualitas
lingkungan dan infrastruktur yang tidak tertata
berumur puluhan tahun tanpa pemeliharaan,
tidak
Tambora
ekstensi
kontak)
perangkat
kabel
secara
berkualitas
rendah, sehingga mudah meleleh dan memicu
munculnya api. Pencurian listrik, terutama oleh
baik. Dari observasi, umumnya jarak antar
rumah rapat, atap yang bertumpuk dan akses
jalan yang sempit, sehingga kebakaran cepat
meluas.
Kios-kios
liar
milik
warga
mempersempit akses jalan, sehingga pemadam
kebakaran sulit untuk masuk, menyebabkan
kerugian yang ditimbulkan semakin besar10.
Data kebakaran 2011 (Tabel 2) menunjukkan
jenis bahan bangunan berpengaruh besar
dalam
meluasnya
kebakaran.
Hal
ini
menunjukkan bahwa di samping kerawanan
instalasi
listrik,
bahan
bangunan
yang
Industri rumahan seperti konfeksi, usaha rumah
kos dan kontrakan juga banyak dilakukan.
Keterangan petugas PLN (Dimas, 29/02/2012)
dalam sweeping listrik, pelaku memanipulasi
perangkat KwH meter sehingga penggunaan
daya yang terukur tidak sesuai dengan beban
10
Wawancara Camat dan Kasi. Pemadam
Kebakaran Sektor Tambora, dikuatkan
keterangan relawan yang terlibat dalam
penanganan
kebakaran
di
Pekojan
(16/02/2012), tentang kronologi kebakaran
tersebut.
6
digunakan
warga
memperbesar
risiko
kebakaran.
3.3
lain, penghuni tertidur saat merokok, sehingga
jatuh di kasur dan membakar rumah di
Lemahnya Kesadaran terhadap Aspek
Keselamatan Jaringan Listrik
sekitarnya. Pasca kejadian tersebut, penghuni
langsung pulang ke kampungnya, sedangkan
tetangga-tetangganya
mengalami
kerugian
Tabel 3 Perbandingan Pernyataan Narasumber dan
harta benda. Pencurian listrik juga merupakan
Kesimpulan
bentuk perilaku masyarakat yang memperbesar
Narasumber
Poin-poin Pernyataan
Kesimpulan
Camat
• Kepadatan
penduduk
salah satu penyebab
kerentanan masyarakat
• Kepadatan menyebabkan
penurunan
kualitas
lingkungan & infrastrutur
tidak tertata
• Rumah warga jauh dari
kriteria rumah sehat
• Kurangnya sense of
belonging
warga
pendatang.
• Kurangnya kesadaran
akan
faktor
keselamatan instalasi
listrik.
• Banyaknya
instalasi
listrik tua yang tidak
direhabilitasi.
• Banyak instalatir listrik
ilegal yang memfasilitasi
pencurian listrik.
muncul karena keengganan segelintir warga
untuk membayar apa yang sebenarnya menjadi
kewajiban mereka ke PLN, agar beban biaya
dalam usaha mereka berkurang. Di sisi lain,
keberadaan instalatir listrik ilegal membantu
memfasilitasi niat tersebut. Kepentingan dua
pihak yang saling menguntungkan menjadi
Masyarakat
kurang
memperhatikan
aspek
keselamatan
jaringan listrik.
penyebab maraknya pencurian listrik.
Di
samping
perilaku pendatang
dan
pencurian listrik, permasalahan lain adalah sisi
kehati-hatian
• Banyak instalasi listrik
yang
tidak
sesuai
standar
dan
asal
pasang.
• Masyarakat,
terutama
home
industry
menggunakan terminal
ekstensi
secara
bertumpuk.
• Perangkat
yang
digunakan berkualitas
rendah
(harganya
murah).
Kasi.
Damkar
kerentanan. Praktek manipulasi instalasi listrik
warga
yang
kurang
dalam
penggunaan perangkat listrik. Contoh kasus
yang
disampaikan
Kebakaran
adalah
oleh
Kasi.
Pemadam
penggunaan
terminal
ekstensi kabel (steker, berdasarkan istilah
dalam PUIL 2000 – BSN, 2000) secara
bertumpuk, yang sering ditemui di industri
konfeksi dan rumah warga. Banyaknya instalasi
Sumber: Resume Wawancara Camat Tambora dan Kasie
Damkar Sektor Tambora, 20/02/2012
listrik
tua
yang
tidak
terpelihara
juga
menunjukkan kurangnya kehati-hatian warga.
Masyarakat pendatang kurang memiliki
samping
itu
kecenderungan
untuk
lingkungan
mengutamakan harga murah dan mengabaikan
sekitarnya , yang membahayakan warga di
kualitas mengakibatkan perangkat listrik mudah
sekitarnya. Contoh kasus, kebakaran akibat
meleleh karena panas. Beberapa hal di atas
korsleting kipas
Besi
membuat risiko terjadinya sambungan arus
(07/02/2012), karena dibiarkan menyala di
pendek (korsleting) semakin besar. Hal ini
kamar kos saat penghuninya bekerja. Kasus
menunjukkan permasalahan utama di Tambora
sense
of
belonging
terhadap
Di
11
angin di
Jembatan
bukan kualitas instalasi listrik yang di bawah
11
Keterangan dalam Wawancara dengan Camat
7
standar. Kondisi tersebut timbul dari perilaku
sebagai alternatif sumber air warga tersedia
masyarakat yang kurang memperhatikan aspek
secara komersil. Dengan besarnya kebutuhan
keselamatan jaringan listrik mereka (Matriks
konsumsi
air
warga,
maka
dalam Tabel 3).
cadangan
air
yang
memadai
Lebih jauh lagi, ada tiga kemungkinan
penyebab
lemahnya
perhatian
masyarakat
terhadap aspek keselamatan jaringan listrik di
Tambora. Pertama, ketidaktahuan masyarakat
pemukiman
padat,
untuk
penyediaan
di
area
sewaktu-waktu
digunakan dalam pemadaman api menjadi
permasalahan yang sulit.
Salah
satu
adalah
kebakaran
yang terlihat dari pernyataan Kodir mengenai
menghancurkan
terminal ekstensi listrik bertumpuk. Kedua,
90.000 m2. Faktor-faktor penyebab meluasnya
kurangnya kesadaran masyarakat, terutama
area kebakaran, yaitu:
dan masyarakat di sekitarnya. Hal ini terbaca
dari kasus kebakaran akibat kipas angin dan
maraknya pencurian listrik (keterangan Camat).
Ketiga, ketidakmampuan masyarakat untuk
memperbaiki kondisi yang
mereka
menyadari
ada,
meskipun
kerentanan
di
sekitar
mereka (Twigg, 2004), karena keterbatasan
ekonomi mereka (Pelling, 2003). Hal ini terbaca
pada
kecenderungan
masyarakat
memilih
perangkat listrik yang murah dan instalasi listrik
tua yang dibiarkan tanpa perawatan.
3.4
dengan
cepat
(Kompas.com,
paling vital adalah kurangnya cadangan air
yang memadai. Dengan kepadatan penduduk
tinggi, ketersediaan air bersih adalah masalah
sehari-hari bagi warga. Air tanah sudah tidak
diandalkan
kebutuhan
lagi
untuk
masyarakat.
Suplai
mencukupi
air
PDAM
(Thames PAM Jaya dan PAM Lyonnaise Jaya)
wilayah
tersebut
‘4
RT
di
- Kebakaran terjadi pada masa mudik Idul Fitri
(H+1),
warga
pemadaman
yang
tidak
terlibat
memadai
dalam
(Poskota,
1/09/2011, ‘325 Rumah Terbakar, Ribuan
Jiwa Mengungsi’).
- Musim kemarau dan jebolnya Pintu Air
Kalimalang
menyebabkan
kesulitan
Kebakaran
penanggulangan kebakaran di Tambora yang
seluas
AngkeTerbakar’).
Kebakaran
infrastruktur
di
1/09/2011,
Penanggulangan Kebakaran
aspek
pemukiman
yang
- Angin kencang menyebabkan api meluas
(news.detik.com,
dalam
(01/09/2012)
area
Keterbatasan Infrastruktur Pendukung
Kendala
dapat
Angke
kasus
mengenai keselamatan jaringan listrik mereka,
warga pendatang terhadap keselamatan dirinya
di
contoh
mendapatkan
02/09/2011,
Tambora
Pemadam
karena
air
‘Meluasnya
Air
untuk
Pemadaman Seret’). Air harus diambil di
wilayah Jakarta Utara, yang membuat api
terlambat dipadamkan.
- Akses jalan ke pusat api tertutup tembok,
sehingga
Pemadam
memadamkan
kobaran
Kebakaran
api
sulit
(Poskota,
1/09/2012).
- Warga yang panik lebih memprioritaskan
mengungsikan
harta
benda
mereka,
8
sehingga api terus membesar (Poskota,
yang
1/09/2012 & Kompas.com, 1/09/2012).
penekanan yang berbeda. Pemerintah Propinsi,
Kasus
seperti
01/09/2012
Kebakaran
menyebabkan
Angke
armada
yang
dikerahkan Dinas Pemadam Kebakaran selalu
lebih dari 20 unit untuk setiap kejadian di
Tambora,
bahkan
yang
sekalipun.
Jumlah
dimaksudkan
untuk
berskala
kecil
armada
tersebut
mendukung
kebutuhan
suplai air dan mempercepat pemadaman api.
Menurut
Kasi.
kebutuhan
Pemadam
minimal
Kebakaran,
20
unit
dari
pemadam
kebakaran tersebut, yang standby berada di
wilayah Tambora tercatat ada lima unit, yang
tersebar di tiga lokasi yaitu di Roa Malaka,
Krendang dan Angke. Armada lainnya berasal
dari kecamatan-kecamatan lain di Jakarta Barat
dan
Jakarta
Petamburan,
Utara,
antara
Palmerah,
lain
Grogol-
Cengkareng
dan
Penjaringan.
mengarah mitigasi bencana dengan
dalam kaitannya dengan penataan wilayah,
cenderung melakukan upaya mitigasi fisik
(Godschalk,
2003)
berupa
program
pembangunan rumah susun sederhana dan
tandon-tandon penampungan air. Pemerintah
Kecamatan
program
telah
berinisiatif
sweeping
listrik
menjalankan
dan
sosialisasi
pencegahan bencana kepada masyarakat yang
lebih mengarah pada upaya mitigasi sosial. Di
samping
upaya
mitigasi
yang
dilakukan
Propinsi dan Kecamatan, Dinas Pemadam
Kebakaran – di luar tugasnya melakukan
respon pemadaman api – juga menjalankan
beberapa program berkaitan kesiapsiagaan
masyarakat, di antaranya berupa pelatihan
Balakar
serta
penyediaan
alat
bantu
pemadaman berupa Motor Pompa dan APAR.
Analisis mengenai mitigasi kebakaran terbagi
menjadi dua topik, yaitu mengenai kebijakan
Dari kompilasi data diperoleh kesimpulan
mitigasi
fisik
yang
dilakukan
Pemerintah
bahwa: 1) Jaringan Instalasi listrik yang buruk
Propinsi dan mitigasi sosial yang dilakukan
sebagai penyebab kerentanan masyarakat; 2)
Pemerintah
Kecamatan.
Adapun
Kepadatan penduduk dan tata bangunan yang
pemadam
kebakaran
lebih
buruk sebagai faktor yang meningkatkan risiko;
pembentukan kesiapsiagaan warga, sehingga
3) Lemahnya kesadaran masyarakat terhadap
tidak menjadi fokus bahasan.
keselamatan jaringan listrik juga menyebabkan
kerentanan
masyarakat
Keterbatasan
penanggulangan
meningkat;
4)
infrastruktur
pendukung
kebakaran
meningkatkan
potensi yang kerugian yang ditimbulkan.
4. KAPASITAS
PEMERINTAH
DALAM
MITIGASI
Pemerintah Kecamatan dan Propinsi,
menjalankan sejumlah program dan kebijakan
4.1
Mitigasi
Sosial
oleh
dinas
kepada
Pemerintah
Kecamatan Tambora
Dari empat faktor kerentanan masyarakat
yang
telah
dibahas
sebelumnya,
tiga
di
antaranya timbul dari masyarakat itu sendiri,
yaitu faktor jaringan listrik, tata pemukiman dan
perilaku masyarakat. Yang menjadi masalah,
kerentanan
ini
umumnya
tidak
disadari
masyarakat, sehingga intervensi pemerintah
9
menjadi sangat penting (Affeltranger, 2007),
2011) menyebutkan, upaya untuk mendorong
yaitu dalam bentuk sosialisasi kepada warga
partisipasi masyarakat seringkali tidak efektif
mengenai kerentanan yang ada, risiko yang
karena masyarakat diposisikan paling jauh dari
menyertainya, serta upaya pencegahan yang
permasalahan, sehingga tidak memiliki peran
perlu
informasi
yang cukup besar untuk ikut menentukan
Kecamatan, sosialisasi telah sering dilakukan
kebijakan. Hal ini menjadi sebab munculnya
dengan berbagai metode, akan tetapi upaya
resistensi
tersebut belum efektif. Pengaruh sosialisasi
kebijakan. Untuk itu, masyarakat seharusnya
tersebut belum terlihat secara nyata dalam
diposisikan sebagai komponen yang paling
perilaku masyarakat. Menurut Kasi. Pemadam
dekat dengan permasalah, sehingga partisipasi
Kebakaran
masyarakat
dilakukan.Berdasarkan
Sektor
Tambora,
efektifitas
sosialisasi rendah karena banyaknya warga
yang menjadi sasarannya.
masyarakat
dalam
terhadap
kebijakan
suatu
benar-benar
optimal.
Salah satu inisiatif kebijakan yang diambil
Evaluasi terhadap efektifitas sosialisasi
Kecamatan adalah sweeping instalasi listrik
yang dilakukan pemerintah menjadi penting
secara rutin ke RW-RW di Tambora. Meskipun
karena hal ini dapat menjadi parameter untuk
sweeping
mengetahui
pemerintah
sosialisasi
seberapa
tersebut
besar
adalah
kewajiban
Kecamatan
PLN,
berinisiatif
masyarakat.
meningkatkan intensitasnya dengan dukungan
Selain itu, hasil evaluasi dapat menjadi bahan
petugas lapangan dari PLN dan Satpol-PP.
pertimbangan, apakah metode yang digunakan
Dalam sweeping ini, Pemerintah Kecamatan
telah tepat sasaran atau tidak. Jika evaluasi
merangkul warga untuk memeriksa instalasi
menunjukkan bahwa metode yang digunakan
listrik di rumah-rumah.
saat ini belum cukup efektif, maka diperlukan
petugas yang terlibat, kasus yang paling sering
opsi-opsi metode alternatif yang dapat lebih
ditemui dalam sweeping adalah pencurian listrik
diterima
dengan modus
masyarakat.
terhadap
pengaruh
listrik
Jika
mekanisme
ini
Menurut seorang
manipulasi meteran (KwH
berjalan, maka alokasi anggaran pemerintah
meter). Kasus semacam ini ditemui pada rumah
untuk sosialisasi pencegahan bencana kepada
kos dan home industry yang membutuhkan
masyarakat dapat digunakan dengan lebih
banyak daya listrik. Praktek ini melibatkan jasa
efisien.
instalatir ilegal yang sifatnya perseorangan.
Sosialisasi kebijakan merupakan suatu
upaya
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat (Lembaga Administrasi Negara,
2011). Akan tetapi, ada banyak hal yang
berpengaruh dalam mewujudkan partisipasi
masyarakat dalam kebijakan tersebut. King,
Feltey dan Susel (1998, dalam Kurniawan,
Para instalatir ini memiliki daerah operasi yang
spesifik, sehingga biasanya kasus pencurian
tersebut mengelompok di daerah tertentu saja.
Karena itu, biasanya jika ditemukan ada kasus
di suatu wilayah, sweeping dapat memakan
waktu hingga sepanjang hari.
10
4.2
Mitigasi Fisik oleh Pemerintah Daerah
DKI Jakarta
Ada
kendala
beberapa
kebijakan
yang
telah
direncanakan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Dua di antaranya yaitu penataan pemukiman
dan pengadaan tandon air di kawasan padat
penduduk. Penataan pemukiman dilakukan
melalui pembangunan rumah susun sederhana.
Sedangkan
pengadaan
penampungan
air
tandon-tandon
bertujuan
sumber air untuk
kebakaran.
menyiapkan
melakukan pemadaman
Kedua program
ini terkendala
masalah pembebasan lahan karena harga
tanah yang tinggi di DKI Jakarta. Meskipun
kedua program dapat mengurangi kerentanan
masyarakat,
anggaran,
namun
membuat
besarnya
kedua
alokasi
program
sulit
terealisasikan.
oleh Pemerintah Propinsi, terkendala
resistensi
ini
timbul
ketidakpercayaan
masyarakat.
Mengacu
pada
pendapat Boin & ’t Hart (dalam Rodriguez et al.
dipengaruhi
adanya
masyarakat
terhadap
Pemerintah Daerah. Kesimpulan ini muncul dari
interpretasi penulis terhadap opini masyarakat
di dua daerah padat penduduk di Jakarta, yaitu
warga Pekojan – Tambora (wawancara warga
di sekitar lokasi kebakaran 16-25/02/2012) dan
Rawa Buaya – Cengkareng (observasi forum
warga,
12/06/2011)
yang
cenderung
mengasosiasikan kata ‘pembebasan lahan’
dengan ‘apartemen’, ‘mall’ dan ‘ruko’. Hal ini
masih perlu diverifikasi melalui survei yang
lebih
akurat,
akan
tetapi
hal
ini
cukup
memberikan gambaran bahwa pembebasan
lahan cenderung dipersepsikan berorientasi
pembangunan
kawasan
komersil.
Hal
ini
mendorong warga di sekitar lokasi yang akan
dibebaskan
Selain kendala biaya, program mitigasi
fisik
Di samping itu, penulis melihat, kedua
untuk
menetapkan
harga
pembebasan lahan yang tinggi.
5. MITIGASI
PARTISIPATORIS
DALAM
PENINGKATAN KAPASITAS DAERAH
2007), resistensi yang ada menunjukkan bahwa
Pada
warga belum menganggap penataan wilayah
Pemerintah
(pembangunan rumah susun) dan pembuatan
serangkaian
tandon air sebagai hal mendesak (urgent) bagi
kebakaran. Hal ini menunjukkan telah ada
mereka. Meskipun pemerintah memandang
upaya proaktif (Godschalk, 2003) pemerintah
kedua
daerah DKI Jakarta dalam penanggulangan
program
ini
untuk
kepentingan
bagian
4
diungkapkan
Daerah
telah
program
bahwa
menjalankan
penanggulangan
masyarakat, adanya resistensi menunjukkan
kebakaran.
maksud pemerintah tersebut belum dipahami
diselenggarakan pemerintah daerah tersebut
masyarakat. Kondisi ini dapat terjadi karena
masing-masing
masyarakat tidak terlibatkan dalam proses
spesifik. Menurut Camat, upaya mitigasi fisik
perancangan kebijakan tersebut, sehingga tidak
yang dilakukan Pemerintah Propinsi terkendala
merasa memiliki kebijakan tersebut.
ketersediaan dana pemerintah akibat tingginya
biaya
Program-program
menghadapi
pembebasan
lahan.
yang
kendala
Di
sisi
yang
lain,
pembangunan rumah susun sederhana harus
11
menghadapi resistensi warga yang
y
menolak
masyarakat
upaya relokasi. Program sweep
eping listrik yang
menentukan
dilakukan Pemerintah Kecamata
atan relatif tidak
pengurangan risiko kebakaran.
ke
Selain itu,
mengalami kendala yang berar
rarti, akan tetapi
respon masyarakat (op
opini, komentar, protes,
program sosialisasi pencegaha
ahan kebakaran
kecaman serta keluha
han) yang merupakan
yang dilakukan Kecamatan belum
lum cukup efektif
wujud
menjangkau masyarakat. Hall ini
in terlihat dari
pemerintah cenderung
g terabaikan
t
dan belum
angka kejadian kebakaran yang
ang masih tetap
menjadi bahan pertimba
bangan signifikan dalam
12
tinggi .
Pada
bagian
ini
a
akan
belum
menjadi
m
dalam
umpan
faktor
p
penentuan
balikk
yang
kebijakan
terhadap
kebijakan
dibahas
mengevaluasi efektifitas
tas sosialisasi tersebut.
pengembangan kebijakan yang
g perlu
p
dilakukan
Hal ini mendorong mun
unculnya sikap resisten
Pemerintah.
atau apatis dari masyarak
rakat.
King, Feltey dan
n Susel (1998, dalam
Kurniawan,
2011)
m
menyebutkan
empat
komponen utama partisip
isipasi publik, yaitu (1) isu
atau situasi; (2) struktu
tur, sistem, dan proses
administrasi di mana partisipasi mengambil
tempat; (3) Administrato
tor; dan (4) masyarakat.
Dalam
penyusunan
administrator
kebijakan,
(pemerin
erintah)
seringkali
menempatkan
masyarakat dalam pos
osisi yang terjauh dari
Gambar 3 Visualisasi gagasan
n Penyusunan
P
permasalahan yang men
endasari suatu kebijakan.
Kebijakan Partisipatif menurut Teori
ri King, Feltey dan
Hal ini membuat kebijak
jakan yang telah berlaku
Susel (1998)
sulit untuk direvisi keti
etika ada umpan balik
Terlihat ada kesamaan dii a
antara programprogram tersebut, yaitu masyara
rakat cenderung
diposisikan hanya sebagai objek
ek dari kebijakan
pemerintah.
berada
Hal
dalam
merespon
membua
uat
posisi
yang
g
kebijakan
dilaksanakan
penuturan
ini
atau
pemerintah
Camat
dan
masyarakat
pasif
dalam
p
program
yang
te
tersebut.
Dari
Kas
asi.
Pemadam
Kebakaran, tersirat bahwa so
sosialisasi yang
negatif masyarakat terha
hadap kebijakan tersebut
yang dianggap tidak tepat, karena proses
administrasi
(sistem
b
birokrasi)
sulit
untuk
berubah. Hal inilah yan
ang memunculkan sikap
resisten dan ketidakperca
rcayaan dari masyarakat.
Kunci penyelesaian permasalahan
pe
tersebut
adalah memposisikan masyarakat
m
lebih dekat
dengan permasalahan
n (Gambar
(
4.5), melalui
partisipasi otentik dari masyarakat.
ma
selama ini telah dilakukan masih
sih bersifat satu
Merujuk pada gagasan
ga
diatas, pada
arah. Kondisi ini menunjukkan
n b
bahwa aspirasi
konteks Tambora, kun
unci penyelesaian dari
12
berada di kisaran 25-35 kejad
ejadian per tahun
seperti disebutkan Ismawan (2008).
(
kendala-kendala
yan
ang
ada
adalah
meningkatkan partisipas
pasi masyarakat dalam
12
kebijakan
pengurangan
risiko
kebakaran.
Pemerintah harus melibatkan masyarakat sejak
tahap analisis masalah, perumusan kebijakan
hingga tahap penerapannya. Umpan balik dari
masyarakat juga harus dilihat sebagai upaya
untuk menyempurnakan kebijakan, sehingga
hendaknya
dipertimbangkan
dalam
proses
evaluasi dan revisi kebijakan. Selain itu,
efektifitas
sosialisasi13
dapat
ditingkatkan
dengan mendorong kesadaran kritis – serta
inisiatif solusi – dari warga, melalui diskusi
seputar permasalahan keselamatan jaringan
listrik. Hal ini berarti sosialisasi yang efektif
harus
bersifat
dialogis,
di
mana
terjadi
komunikasi dua arah.
Solusinya
sekaligus mendukung upaya mitigasi fisik oleh
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Pola-pola pelibatan masyarakat seperti
dalam kasus kota Berkeley, dapat menjadi
alternatif
metode
pelibatan
partisipasi
masyarakat dalam kebijakan. Godschalk (2003)
menyebutkan dua di antara metode yang
diterapkan
dalam
pengambilan
kebijakan
penanggulangan gempa di Berkeley, yaitu jajak
pendapat (local ballot) dan sidang dewan kota
(city council). Jajak pendapat dilakukan untuk
lima kebijakan rehabilitasi (retrofitting) terhadap
beberapa
fasilitas
publik
dan
sekolah
di
Berkeley. Penggunaan metode jajak pendapat
sangat langka ditemui di Indonesia, akan tetapi
kembali
upaya
dapat digunakan pada cakupan lokal seperti di
sosialisasi yang partisipatif kepada masyarakat.
tingkat Kecamatan atau Kelurahan. Akan tetapi
Tidak cukup hanya melalui penyuluhan searah,
yang perlu menjadi catatan, mengacu pada
sosialisasi
perlu
teori King, Feltey dan Susel (1998 dalam
dialogis
Kurniawan, 2011) metode ini efektif ketika isu
(Kurniawan, 2011). Metode diskusi terarah
yang diangkat telah mengemuka di tengah
(FGD – focus group discussion) dapat menjadi
masyarakat. Contoh kebijakan yang diputuskan
salah satu bentuk teknis pendekatan dialogis
melalui sidang dewan kota Berkeley adalah
ini. Selain itu, peluang masyarakat untuk ikut
kebijakan
dalam
bangunan yang melakukan upaya keselamatan
yang
partisipatif
mempertimbangkan
forum
kepada
pendekatan
penyusunan
kebijakan
perlu
dibuka seluas mungkin, sehingga keberadaan
pengurus RT atau RW di tengah masyarakat
harus
diposisikan
sebagai
pengkoordinasi
warga dan bukan representatif (perwakilan) dari
warga itu sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah
keputusan
yang
bersifat
elitis.
Dengan pendekatan dialogis melalui forum
diskusi, upaya mitigasi sosial yang dilakukan
oleh
13
Pemerintah
Kecamatan
Tambora
Mengacu pada pendapat King, Feltey dan Susel
(1998, dalam Kurniawan, 2011)
pemotongan
pajak
bagi
pemilik
seismik.
Dewan
kota
dapat
diwakili
keberadaannya oleh DPRD di Tingkat Propinsi
atau melalui forum Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Dalam konteks
peranan
DPRD,
interaksi
antara
anggota
legislatif dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Dalam sistem politik di Indonesia, peran ini
sebenarnya
ada
pada
lembaga
politik,
13
khususnya
partai
14
.
politik
Partai
politik
memegang peranan penting dalam mendorong
partisipasi
masyarakat,
yaitu
dengan
6. KESIMPULAN
1. Penyebab utama kerentanan masyarakat
di Tambora terhadap kebakaran adalah
memperkecil jarak antara aparat pemerintahan
perilaku
daerah
memperhatikan
dan
anggota
legislatif
dengan
masyarakat melalui struktur di tingkat ranting
dan cabang. Dalam hal ini, peran ranting dan
masyarakat
yang
aspek
kurang
keselamatan
instalasi jaringan listrik mereka.
2. Telah ada sejumlah inisiatif kebijakan
cabang partai politik menjadi sangat penting
Mitigasi
untuk dapat menjangkau masyarakat secara
Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi
optimal. Di samping itu, partai politik berperan
hingga
penting membangun kesadaran masyarakat
menghadapi
akan
diantaranya tingginya biaya pembebasan
transparansi
kebijakan
penerapan
pemerintah,
kebijakan-
khususnya
dalam
Mengacu pada poin solusi pertama yang
dipaparkan King, Feltey dan Susel, keberadaan
entitas
yang
memungkinkan
masyarakat
memantau proses pengolahan aspirasi mereka
sangat diperlukan. Peran ini seharusnya diisi
oleh lembaga politik, khususnya Partai Politik
yang
memiliki
jejaring
hingga
ke
tengah
masyarakat. Dari uraian panjang ini, peran
partisipasi
menunjang
publik
sangat
suksesnya
penting
untuk
kebijakan-kebijakan
terkait mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam
kebijakan, idealnya dimulai sedini mungkin,
yaitu dari awal proses perumusan masalah.
Kesimpulan
tambahan
dari
makalah
ini,
lembaga atau entitas politik seperti Partai Politik
perlu untuk dilibatkan dalam upaya optimalisasi
partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana,
khususnya bencana kebakaran di DKI Jakarta.
14
Asshiddiqie, Jimly, (2006). Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara – Jilid II, Jakarta:
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
yang
Kecamatan,
dilakukan
akan
sejumlah
tetapi
kendala,
lahan untuk pengadaan tandon cadangan
air,
pengurangan risiko bencana.
Kebakaran
resistensi
masyarakat
terhadap
pembangunan rumah susun dan inektifitas
sosialisasi kepada masyarakat.
3. Diperlukan kebijakan mitigasi yang lebih
partisipatoris, yaitu pelibatan masyarakat
dalam penyusunan kebijakan mitigasi sejak
tahap awal, sehingga berbagai masukan
serta
respon
dari
dipertimbangkan
masyarakat
dalam
ikut
kebijakan
dan
masyarakat merasa memiliki kebijakan
tersebut.
4. Diperlukan
adanya
memungkinkan
memantau
penyusunan
entitas
masyarakat
seluruh
tahapan
kebijakan.
Dalam
yang
untuk
proses
sistem
politik Indonesia, peran ini dapat diisi oleh
Partai Politik. Maka dari itu, Partai Politik
perlu
untuk
dilibatkan
mengoptimalkan
dalam
partisipasi
dalam mitigasi bencana.
upaya
masyarakat
Bencana Perkotaan (Studi Kasus: Kerentanan Masyarakat
dan Kapasitas Pemerintah dalam Mitigasi Bahaya
Kebakaran di Kecamatan Tambora – Jakarta Barat)
Ardian Perdana Putra1), Abdul R. Ras2), Ricardo M.H. Siagian3), Ina Juniarti4)
Program Studi Manajemen Bencana Untuk Keamanan Nasional,
Sekolah Kajian Pertahanan dan Strategis, Universitas Pertahanan Indonesia
Jl. Salemba Raya No. 14 Jakarta Pusat
1) [email protected], 2) [email protected], 3) [email protected],
4) [email protected]
Abstrak – Pengurangan Risiko Bencana (PRB) membutuhkan partisipasi semua pihak, termasuk
Partai Politik yang memiliki akses dalam pengambilan kebijakan di legislatif dan eksekutif. Tetapi
partisipasi partai politik dalam bencana sering dinilai negatif sebagai bagian dari pencitraan. Penelitian
ini bertujuan menganalisis kerentanan masyarakat perkotaan dan kapasitas pemerintah dalam upaya
PRB di Tambora, sesuai gagasan Kota Tangguh (Godschalk, 2003) dalam kerangka kerja V2R
(Pasteur, 2011). Ditemukan bahwa penyebab kerentanan adalah kurangnya perhatian masyarakat
terhadap keselamatan jaringan listrik. Terdapat sejumlah kebijakan mitigasi yang telah dijalankan
pemerintah, tetapi mengalami berbagai kendala. Penelitian ini menunjukkan bahwa diperlukan
kebijakan mitigasi yang lebih partisipatoris, yaitu melibatkan masyarakat sejak awal sehingga aspirasi
masyarakat ikut dipertimbangkan dan masyarakat merasa memiliki kebijakan tersebut. Diperlukan
adanya entitas yang memfasilitasi masyarakat untuk memantau kebijakan mitigasi kebakaran, yang
dalam konteks Indonesia dapat diisi oleh Partai Politik.
Kata Kunci : Mitigasi Partisipatoris, Pemerintah Daerah, Kerentanan Masyarakat, Bencana
Perkotaan, Kebakaran
berbagai segmen dalam masyarakat2. Dalam
1. PENDAHULUAN
Dalam lingkup kota, ketahanan diartikan
sebagai jejaring sinambung antara sistem fisik
dengan kelompok-kelompok masyarakat, yang
memiliki kapabilitas untuk mengelola suatu
peristiwa
ekstrim
(bencana),
dan
mampu
bertahan serta berfungsi dalam tekanan yang
konteks Indonesia, khususnya DKI Jakarta,
kelompok-kelompok masyarakat itu diwujudkan
dalam tatanan pemerintahan lokal (Kecamatan
dan Kelurahan beserta unsur-unsur dinas
terkait), perangkat RT/RW, sektor privat, dan
kelompok-kelompok masyarakat.
ekstrim1. Dari definisi tersebut, maka untuk
mencapai
suatu
ketahanan
dibutuhkan
Dari sudut pandang lain, Godschalk dan
Pasteur
memandang
aspek
pengambilan
partisipasi dari semua kelompok masyarakat.
kebijakan menjadi salah satu elemen penting
Sejalan dengan hal tersebut, Pengurangan
dalam
Risiko Bencana sebagai sebuah upaya yang
upaya
masyarakat
atau
pembentukan
daerah
3
ketahanan
4
.
Godschalk
menyeluruh (holistik) memerlukan pelibatan
2
1
Godschalk, David R., (2003). Urban Hazard
Mitigation: Creating Resilient Cities, Natural
Hazard Review, 4, 136-143.
Affeltrangel, Bastian, (2007). Hidup Akrab
Dengan Bencana: Sebuah Tinjauan Global
tentang
Inisiatif-Inisiatif
Pengurangan
Bencana, Jakarta: MPBI.
3
Godschalk (2003).
2
memandang bahwa ketahanan suatu daerah
kecamatan
(dalam konteks artikelnya adalah kota) dibentuk
(77.034,38
oleh interaksi yang sinergis antar komponen-
sebagai salah satu kawasan dengan tingkat
komponen sistem fisik dan sosial di dalamnya.
kebakaran tinggi di DKI Jakarta. Penelitian ini
Dengan perspektif tersebut, lembaga politik –
bertujuan: a) Menganalisis potensi kerentanan
antara lain institusi legislatif, eksekutif dan
masyarakat
partai
penanggulangan bencana; b) Menganalisis
politik
mendorong
–
pengambilan
menguatkan
lainnya
5
.
Resilience
dituntut
untuk
kebijakan
elemen-elemen
Dalam
From
Framework
Pasteur
memposisikan
sebagai
salah
satu
berperan
yang
masyarakat
Vulnerability
to
(V2R
Framework),
aspek
Governance
kunci
jiwa/km
di
Asia
persegi6)
Tambora
Tenggara
dan
dalam
dikenal
konteks
kapasitas pemerintah dalam mitigasi bahaya
kebakaran di Tambora.
2. METODOLOGI
Metode penelitian yang dipilih adalah
yang
studi kasus, yaitu penelitian yang mendalam
berkontribusi dalam kerentanan masyarakat.
tentang suatu objek dalam batasan lingkup
Oleh karena itu, penguatan aspek pengambilan
tertentu atau eksplorasi suatu masalah dengan
kebijakan tersebut menjadi fokus dalam upaya
batasan
peningkatan
memperoleh
kapasitas
faktor
terpadat
masyarakat
dalam
ini
yang
mendasari
diajukannya topik ‘Penanggulangan Bencana
Perkotaan dalam Perspektif Kerangka Kerja
V2R’. Secara khusus, makalah ini mengangkat
kerentanan masyarakat terhadap kebakaran
dan
kapasitas
Pemerintah
dalam
Mitigasi
Bahaya Kebakaran di Kecamatan Tambora –
Jakarta Barat. Dari studi kasus ini diharapkan
dapat dilihat hubungan antara aktivitas partai
politik di tengah masyarakat dengan proses
ini
adalah
teknik
yang
utuh
dan
ini
merupakan
Akan
politik
dalam
pengambilan
data
yang
idealnya
tetapi,
karena
kejadian
bencana
kebakaran sulit diprediksi, karena itu observasi
lapangan menjadi opsi tambahan, jika secara
tidak terduga terjadi kejadian kebakaran yang
6
7
4
Pasteur, Catherine, (2011). From Vulnerability
To Resilience, A framework for analysis and
action to build community resilience.
Warwickshire: Practical Action Publishing Ltd.
5
Affeltranger (2007).
partai
suatu kejadian kebakaran secara real-time.
Kecamatan Tambora dipilih sebagai lokasi studi
kawasan
aktivitas
digunakan adalah observasi lapangan terhadap
(DPRD) dan legislatif (pemerintahan daerah).
karena
deskripsi
untuk
penanganan bencana kebakaran. Maka dari itu,
pengambilan kebijakan di tataran legislatif
kasus
Tujuannya
mendalam dari suatu entitas8, yang dalam hal
menghadapi bencana.
Pemikiran
terperinci7.
8
Ismawan, D.A., (2008). Kajian Kerentanan
Kawasan Permukiman Padat Terhadap
Bencana Kebakaran Di Kecamatan Tambora Jakarta Barat (Skripsi Sarjana). Semarang:
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota
UNDIP.
Afriani, Iyan, (2009). Metode Penelitian
Kualitatif, Makassar: Lembaga Penelitian
Mahasiswa PENALARAN.
Rahardjo, Mudjia H., (2010). Jenis dan Metode
Penelitian Kualitatif – Materi Kuliah
Metodologi Penelitian, Malang: Program
Pascasarjana UIN Maliki Malang.
3
bertepatan dengan periode pengambilan data.
kebakaran di Tambora. Melalui aktivitas ini
Selain dengan observasi lapangan, teknik
diharapkan dapat dikaji dua hal, yaitu distribusi
pengumpulan data yang digunakan terdiri dari
tugas yang terjadi antar elemen masyarakat –
wawancara mendalam dan kajian dokumen.
termasuk di dalamnya partai politik – dalam
Teknik
fase tanggap darurat dan mekanisme respon
analisis
data
yang
digunakan
mengadaptasi kerangka kerja V2R, akan tetapi
partai
disesuaikan
kebakaran.
dengan
kebutuhan
dalam
politik
terhadap
Langkah
terjadinya
kejadian
selanjutnya
adalah
penelitian ini. Segmen analisis yang akan
menganalisis upaya penanggulangan bencana
digunakan
hanyalah
yang telah dilakukan oleh institusi-institusi
Vulnerability outcome analysis dan Governance
publik serta kendala-kendala yang ada di
analysis.
dalamnya.
dari
kerangka
V2R
Dalam penelitian ini, metode validasi yang
digunakan adalah triangulasi, yang merupakan
Dari
hasil
penelitian kualitatif. Melalui berbagai sudut
TAMBORA
sehingga
diperoleh
tingkat
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Ada
empat
jenis
teknik
triangulasi,
yaitu
triangulasi metode, triangulasi antar-peneliti,
triangulasi sumber data, dan triangulasi teori9.
Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang
digunakan meliputi triangulasi teori, triangulasi
sumber data dan triangulasi metode.
dapat
mengatasi kendala-kendala tersebut.
3. KERENTANAN
dipahami,
ini
didefinisikan upaya yang perlu dilakukan untuk
metode validasi yang umum digunakan dalam
pandang, fenomena yang diamati dapat lebih
analisis
Data
MASYARAKAT
termutakhir
dari
Pemerintah
Kecamatan Tambora menyebutkan, sepanjang
2011 tercatat 29 kejadian kebakaran dengan
jenis penyebab dan besar dampak yang
bervariasi (Gambar 1). Dari semua kejadian
kebakaran 2011, 6 di antaranya memiliki luas
area bencana lebih dari 1000 m2. Kebakaran
terbesar terjadi pada tanggal 1 September
2011, di Jl. Angke Jaya XIII Gg. 4, dengan area
adalah
kejadian seluas 90.000 m2. Total kerugian
menganalisis aspek-aspek yang membentuk
material akibat kebakaran antara Januari-
kerentanan
terhadap
Agustus 2011 (19 kejadian) mencapai Rp. 8,95
kebakaran. Untuk itu dilakukan analisis data
milyar dan jumlah korban yang kehilangan
statistik kejadian bencana kebakaran. Selain
tempat tinggal mencapai 417 KK. Dari data
itu,
tersebut,
sambungan
menjadi
penyebab
Langkah
informasi
penelitian
masyarakat
dilakukan
wawancara
awal
Tambora
observasi
indepth
mengenai
ini
untuk
lapangan
dan
memperdalam
penanganan
kejadian
Tambora.
Dari
listrik
utama
29
arus
pendek
kebakaran
kejadian
di
kebakaran
sepanjang tahun 2011 (matriks dalam Tabel 1),
9
Rahardjo, Mudjia H., (2010 b). Triangulasi dalam
Penelitian Kualitatif – Materi Kuliah
Metodologi Penelitian, Malang: Program
Pascasarjana UIN Maliki Malang.
penyebab
kebakaran
terbanyak
adalah
hubungan arus pendek listrik yaitu 20 kejadian
(69%, Gambar 1), sedangkan penyebab lainnya
4
yang berkaitan dengan kompor
por gas, kompor
jaringan listrik. Catatan
an tambahan dari data
minyak dan sebab-sebab non listrik
list proporsinya
tahun 2011 ini, dari selur
luruh kelurahan yang ada
kecil.
frekuensi
di Tambora, kelurahan
han Angke merupakan
kebakaran terbanyak terjadi di ke
kelurahan Angke
wilayah paling rentan,, dengan
d
akumulasi luas
dengan 7 kejadian (24%, Gamba
bar 2), yang 5 di
area kebakaran menca
capai 98.957 m2, yang
antaranya disebabkan hubungan
an arus pendek.
sebagian
Dari 7 kebakaran di Angke, 4 di antaranya
permasalahan jaringan listrik.
lis
Dari
total
29
kejadia
dian,
besar
juga
ga
disebabkan
oleh
2
memiliki luasan dampak lebih
h dari 1000 m .
Kebakaran dengan luas area paparan
pa
terbesar
Kompor
minyak
3%
Kompor
Ko
Lain-lain
Gas
14%
14%
2
(90.000 m ) juga terjadi di Kelurah
rahan Angke.
Tabel 1. Matriks Lokasi dan Penyeba
ebab Kebakaran di
Tambora 2011
Kelurahan
Arus
Kompor Kompor
ek
Gas
minyak Pendek
Lainlain
Total /
kec.
Kalianyar
-
-
1
-
1
Duri Utara
1
-
3
-
4
Duri Selatan
1
-
-
-
1
Tanah Sereal
1
-
2
-
3
Krendang
-
-
1
-
1
Jembatan Besi
-
-
3
-
3
Angke
1
1
5
-
7
Jembatan Lima
-
-
2
-
2
Tambora
-
-
1
1
2
Pekojan
-
-
1
3
4
Roa Malaka
-
-
1
-
1
Total per jenis
4
1
20
4
29
Arus
rus
Pendek
ndek
69%
9%
Gambar 1. Persentase P
Penyebab Kebakaran di
Tambora (Ta
(Tahun 2011)
ROA
MALAKA
3%
TAMBORA
7%
PEKOJAN
14%
Sumber: Olahan dari data Kecamatan
tan Tambora
Berdasarkan data di atas,
ata
kebakaran
akibat masalah listrik (sambungan
gan arus pendek)
sangat
dominan
dibandingk
ngkan
DURI
UTARA
14%
DURI
SELATAN
4%
TANAH
SEREAL
10%
JEMBATAN
LIMA
7%
ANGKE
24%
dengan
KALIANYAR
4%
penyebab lainnya. Disimpulkan
an bahwa untuk
JEMBATAN
BESI
10%
KRENDANG
3%
menganalisis kerentanan masyar
yarakat Tambora,
kebakaran yang disebabkan masalah
m
listrik
perlu
menjadi
fokus
analisis.
sis.
Karena
Gambar 2. Sebaran Keba
bakaran per Kelurahan di
itu
Tambora (Ta
(Tahun 2011)
wawancara dengan narasumbe
ber akan lebih
mengangkat
masyarakat
permasalah
terkait
dengan
kerentanan
permasalahan
Kajian mengenai
ai penyebab mengapa
kebakaran
menjadi
masalah
m
sistemik
di
Tambora digali dari beberapa
be
sumber, yaitu
5
Kodir
(Kasi.
Tambora,
Pemadam
Kebakaran
wawancara
pada
Sektor
19/02/2012),
Isnawa Adji (Camat Tambora, wawancara pada
20/02/2012), Bapak Sudibyo (Ketua Pengurus
Partai
B
tingkat
wawancara
Kecamatan)
berkelompok
dan
daya yang digunakan, sehingga menambah
risiko terjadinya hubungan arus pendek.
3.2
Kepadatan
dan
Tata
Bangunan yang Buruk Meningkatkan
hasil
(Focus
Penduduk
Risiko Kebakaran
Group
Discussion) dengan beberapa relawan Partai B
Tabel 2. Matriks asal api dan penyebab api
(16/02/2012). Kasi. Pemadam Kebakaran dan
membesar (Data 2011)
Camat
menjadi
representasi
pemerintah
Penyebab Api
Membesar
Listrik
Non
Listrik
Jumlah
Bahan Bangunan
10
2
12
Non Bahan Bangunan
5
3
8
Tidak ada keterangan
5
4
9
Jumlah
20
9
29
sebagai pihak yang berkewenangan dalam
penanggulangan
Wawancara
beberapa
kebakaran
dengan
relawan
representasi
opini
di
bapak
partai
dari
Tambora.
Sudibyo
B
dan
merupakan
sudut
pandang
Sumber: Olahan dari data resmi Kecamatan Tambora
masyarakat sebagai pembanding keterangan
Penduduk
dari kedua narasumber tersebut.
3.1
Masalah
Instalasi
Listrik
Sebagai
Penyebab Kerentanan
Jaringan
listrik
warga
banyak
yang
padahal pemeliharaan jaringan listrik rutin yang
dianjurkan PLN adalah setiap 5 tahun. Di
samping itu, perangkat listrik yang digunakan
sesuai
standar
dan
asal
pasang.
Masyarakat, terutama home industry sering kali
menggunakan
(percabangan
bertumpuk
terminal
ke
dengan
stop
yang
jmelebihi
menimbulkan
masalah
kapasitas
wilayah
kompleks,
diantaranya
penurunan
kualitas
lingkungan dan infrastruktur yang tidak tertata
berumur puluhan tahun tanpa pemeliharaan,
tidak
Tambora
ekstensi
kontak)
perangkat
kabel
secara
berkualitas
rendah, sehingga mudah meleleh dan memicu
munculnya api. Pencurian listrik, terutama oleh
baik. Dari observasi, umumnya jarak antar
rumah rapat, atap yang bertumpuk dan akses
jalan yang sempit, sehingga kebakaran cepat
meluas.
Kios-kios
liar
milik
warga
mempersempit akses jalan, sehingga pemadam
kebakaran sulit untuk masuk, menyebabkan
kerugian yang ditimbulkan semakin besar10.
Data kebakaran 2011 (Tabel 2) menunjukkan
jenis bahan bangunan berpengaruh besar
dalam
meluasnya
kebakaran.
Hal
ini
menunjukkan bahwa di samping kerawanan
instalasi
listrik,
bahan
bangunan
yang
Industri rumahan seperti konfeksi, usaha rumah
kos dan kontrakan juga banyak dilakukan.
Keterangan petugas PLN (Dimas, 29/02/2012)
dalam sweeping listrik, pelaku memanipulasi
perangkat KwH meter sehingga penggunaan
daya yang terukur tidak sesuai dengan beban
10
Wawancara Camat dan Kasi. Pemadam
Kebakaran Sektor Tambora, dikuatkan
keterangan relawan yang terlibat dalam
penanganan
kebakaran
di
Pekojan
(16/02/2012), tentang kronologi kebakaran
tersebut.
6
digunakan
warga
memperbesar
risiko
kebakaran.
3.3
lain, penghuni tertidur saat merokok, sehingga
jatuh di kasur dan membakar rumah di
Lemahnya Kesadaran terhadap Aspek
Keselamatan Jaringan Listrik
sekitarnya. Pasca kejadian tersebut, penghuni
langsung pulang ke kampungnya, sedangkan
tetangga-tetangganya
mengalami
kerugian
Tabel 3 Perbandingan Pernyataan Narasumber dan
harta benda. Pencurian listrik juga merupakan
Kesimpulan
bentuk perilaku masyarakat yang memperbesar
Narasumber
Poin-poin Pernyataan
Kesimpulan
Camat
• Kepadatan
penduduk
salah satu penyebab
kerentanan masyarakat
• Kepadatan menyebabkan
penurunan
kualitas
lingkungan & infrastrutur
tidak tertata
• Rumah warga jauh dari
kriteria rumah sehat
• Kurangnya sense of
belonging
warga
pendatang.
• Kurangnya kesadaran
akan
faktor
keselamatan instalasi
listrik.
• Banyaknya
instalasi
listrik tua yang tidak
direhabilitasi.
• Banyak instalatir listrik
ilegal yang memfasilitasi
pencurian listrik.
muncul karena keengganan segelintir warga
untuk membayar apa yang sebenarnya menjadi
kewajiban mereka ke PLN, agar beban biaya
dalam usaha mereka berkurang. Di sisi lain,
keberadaan instalatir listrik ilegal membantu
memfasilitasi niat tersebut. Kepentingan dua
pihak yang saling menguntungkan menjadi
Masyarakat
kurang
memperhatikan
aspek
keselamatan
jaringan listrik.
penyebab maraknya pencurian listrik.
Di
samping
perilaku pendatang
dan
pencurian listrik, permasalahan lain adalah sisi
kehati-hatian
• Banyak instalasi listrik
yang
tidak
sesuai
standar
dan
asal
pasang.
• Masyarakat,
terutama
home
industry
menggunakan terminal
ekstensi
secara
bertumpuk.
• Perangkat
yang
digunakan berkualitas
rendah
(harganya
murah).
Kasi.
Damkar
kerentanan. Praktek manipulasi instalasi listrik
warga
yang
kurang
dalam
penggunaan perangkat listrik. Contoh kasus
yang
disampaikan
Kebakaran
adalah
oleh
Kasi.
Pemadam
penggunaan
terminal
ekstensi kabel (steker, berdasarkan istilah
dalam PUIL 2000 – BSN, 2000) secara
bertumpuk, yang sering ditemui di industri
konfeksi dan rumah warga. Banyaknya instalasi
Sumber: Resume Wawancara Camat Tambora dan Kasie
Damkar Sektor Tambora, 20/02/2012
listrik
tua
yang
tidak
terpelihara
juga
menunjukkan kurangnya kehati-hatian warga.
Masyarakat pendatang kurang memiliki
samping
itu
kecenderungan
untuk
lingkungan
mengutamakan harga murah dan mengabaikan
sekitarnya , yang membahayakan warga di
kualitas mengakibatkan perangkat listrik mudah
sekitarnya. Contoh kasus, kebakaran akibat
meleleh karena panas. Beberapa hal di atas
korsleting kipas
Besi
membuat risiko terjadinya sambungan arus
(07/02/2012), karena dibiarkan menyala di
pendek (korsleting) semakin besar. Hal ini
kamar kos saat penghuninya bekerja. Kasus
menunjukkan permasalahan utama di Tambora
sense
of
belonging
terhadap
Di
11
angin di
Jembatan
bukan kualitas instalasi listrik yang di bawah
11
Keterangan dalam Wawancara dengan Camat
7
standar. Kondisi tersebut timbul dari perilaku
sebagai alternatif sumber air warga tersedia
masyarakat yang kurang memperhatikan aspek
secara komersil. Dengan besarnya kebutuhan
keselamatan jaringan listrik mereka (Matriks
konsumsi
air
warga,
maka
dalam Tabel 3).
cadangan
air
yang
memadai
Lebih jauh lagi, ada tiga kemungkinan
penyebab
lemahnya
perhatian
masyarakat
terhadap aspek keselamatan jaringan listrik di
Tambora. Pertama, ketidaktahuan masyarakat
pemukiman
padat,
untuk
penyediaan
di
area
sewaktu-waktu
digunakan dalam pemadaman api menjadi
permasalahan yang sulit.
Salah
satu
adalah
kebakaran
yang terlihat dari pernyataan Kodir mengenai
menghancurkan
terminal ekstensi listrik bertumpuk. Kedua,
90.000 m2. Faktor-faktor penyebab meluasnya
kurangnya kesadaran masyarakat, terutama
area kebakaran, yaitu:
dan masyarakat di sekitarnya. Hal ini terbaca
dari kasus kebakaran akibat kipas angin dan
maraknya pencurian listrik (keterangan Camat).
Ketiga, ketidakmampuan masyarakat untuk
memperbaiki kondisi yang
mereka
menyadari
ada,
meskipun
kerentanan
di
sekitar
mereka (Twigg, 2004), karena keterbatasan
ekonomi mereka (Pelling, 2003). Hal ini terbaca
pada
kecenderungan
masyarakat
memilih
perangkat listrik yang murah dan instalasi listrik
tua yang dibiarkan tanpa perawatan.
3.4
dengan
cepat
(Kompas.com,
paling vital adalah kurangnya cadangan air
yang memadai. Dengan kepadatan penduduk
tinggi, ketersediaan air bersih adalah masalah
sehari-hari bagi warga. Air tanah sudah tidak
diandalkan
kebutuhan
lagi
untuk
masyarakat.
Suplai
mencukupi
air
PDAM
(Thames PAM Jaya dan PAM Lyonnaise Jaya)
wilayah
tersebut
‘4
RT
di
- Kebakaran terjadi pada masa mudik Idul Fitri
(H+1),
warga
pemadaman
yang
tidak
terlibat
memadai
dalam
(Poskota,
1/09/2011, ‘325 Rumah Terbakar, Ribuan
Jiwa Mengungsi’).
- Musim kemarau dan jebolnya Pintu Air
Kalimalang
menyebabkan
kesulitan
Kebakaran
penanggulangan kebakaran di Tambora yang
seluas
AngkeTerbakar’).
Kebakaran
infrastruktur
di
1/09/2011,
Penanggulangan Kebakaran
aspek
pemukiman
yang
- Angin kencang menyebabkan api meluas
(news.detik.com,
dalam
(01/09/2012)
area
Keterbatasan Infrastruktur Pendukung
Kendala
dapat
Angke
kasus
mengenai keselamatan jaringan listrik mereka,
warga pendatang terhadap keselamatan dirinya
di
contoh
mendapatkan
02/09/2011,
Tambora
Pemadam
karena
air
‘Meluasnya
Air
untuk
Pemadaman Seret’). Air harus diambil di
wilayah Jakarta Utara, yang membuat api
terlambat dipadamkan.
- Akses jalan ke pusat api tertutup tembok,
sehingga
Pemadam
memadamkan
kobaran
Kebakaran
api
sulit
(Poskota,
1/09/2012).
- Warga yang panik lebih memprioritaskan
mengungsikan
harta
benda
mereka,
8
sehingga api terus membesar (Poskota,
yang
1/09/2012 & Kompas.com, 1/09/2012).
penekanan yang berbeda. Pemerintah Propinsi,
Kasus
seperti
01/09/2012
Kebakaran
menyebabkan
Angke
armada
yang
dikerahkan Dinas Pemadam Kebakaran selalu
lebih dari 20 unit untuk setiap kejadian di
Tambora,
bahkan
yang
sekalipun.
Jumlah
dimaksudkan
untuk
berskala
kecil
armada
tersebut
mendukung
kebutuhan
suplai air dan mempercepat pemadaman api.
Menurut
Kasi.
kebutuhan
Pemadam
minimal
Kebakaran,
20
unit
dari
pemadam
kebakaran tersebut, yang standby berada di
wilayah Tambora tercatat ada lima unit, yang
tersebar di tiga lokasi yaitu di Roa Malaka,
Krendang dan Angke. Armada lainnya berasal
dari kecamatan-kecamatan lain di Jakarta Barat
dan
Jakarta
Petamburan,
Utara,
antara
Palmerah,
lain
Grogol-
Cengkareng
dan
Penjaringan.
mengarah mitigasi bencana dengan
dalam kaitannya dengan penataan wilayah,
cenderung melakukan upaya mitigasi fisik
(Godschalk,
2003)
berupa
program
pembangunan rumah susun sederhana dan
tandon-tandon penampungan air. Pemerintah
Kecamatan
program
telah
berinisiatif
sweeping
listrik
menjalankan
dan
sosialisasi
pencegahan bencana kepada masyarakat yang
lebih mengarah pada upaya mitigasi sosial. Di
samping
upaya
mitigasi
yang
dilakukan
Propinsi dan Kecamatan, Dinas Pemadam
Kebakaran – di luar tugasnya melakukan
respon pemadaman api – juga menjalankan
beberapa program berkaitan kesiapsiagaan
masyarakat, di antaranya berupa pelatihan
Balakar
serta
penyediaan
alat
bantu
pemadaman berupa Motor Pompa dan APAR.
Analisis mengenai mitigasi kebakaran terbagi
menjadi dua topik, yaitu mengenai kebijakan
Dari kompilasi data diperoleh kesimpulan
mitigasi
fisik
yang
dilakukan
Pemerintah
bahwa: 1) Jaringan Instalasi listrik yang buruk
Propinsi dan mitigasi sosial yang dilakukan
sebagai penyebab kerentanan masyarakat; 2)
Pemerintah
Kecamatan.
Adapun
Kepadatan penduduk dan tata bangunan yang
pemadam
kebakaran
lebih
buruk sebagai faktor yang meningkatkan risiko;
pembentukan kesiapsiagaan warga, sehingga
3) Lemahnya kesadaran masyarakat terhadap
tidak menjadi fokus bahasan.
keselamatan jaringan listrik juga menyebabkan
kerentanan
masyarakat
Keterbatasan
penanggulangan
meningkat;
4)
infrastruktur
pendukung
kebakaran
meningkatkan
potensi yang kerugian yang ditimbulkan.
4. KAPASITAS
PEMERINTAH
DALAM
MITIGASI
Pemerintah Kecamatan dan Propinsi,
menjalankan sejumlah program dan kebijakan
4.1
Mitigasi
Sosial
oleh
dinas
kepada
Pemerintah
Kecamatan Tambora
Dari empat faktor kerentanan masyarakat
yang
telah
dibahas
sebelumnya,
tiga
di
antaranya timbul dari masyarakat itu sendiri,
yaitu faktor jaringan listrik, tata pemukiman dan
perilaku masyarakat. Yang menjadi masalah,
kerentanan
ini
umumnya
tidak
disadari
masyarakat, sehingga intervensi pemerintah
9
menjadi sangat penting (Affeltranger, 2007),
2011) menyebutkan, upaya untuk mendorong
yaitu dalam bentuk sosialisasi kepada warga
partisipasi masyarakat seringkali tidak efektif
mengenai kerentanan yang ada, risiko yang
karena masyarakat diposisikan paling jauh dari
menyertainya, serta upaya pencegahan yang
permasalahan, sehingga tidak memiliki peran
perlu
informasi
yang cukup besar untuk ikut menentukan
Kecamatan, sosialisasi telah sering dilakukan
kebijakan. Hal ini menjadi sebab munculnya
dengan berbagai metode, akan tetapi upaya
resistensi
tersebut belum efektif. Pengaruh sosialisasi
kebijakan. Untuk itu, masyarakat seharusnya
tersebut belum terlihat secara nyata dalam
diposisikan sebagai komponen yang paling
perilaku masyarakat. Menurut Kasi. Pemadam
dekat dengan permasalah, sehingga partisipasi
Kebakaran
masyarakat
dilakukan.Berdasarkan
Sektor
Tambora,
efektifitas
sosialisasi rendah karena banyaknya warga
yang menjadi sasarannya.
masyarakat
dalam
terhadap
kebijakan
suatu
benar-benar
optimal.
Salah satu inisiatif kebijakan yang diambil
Evaluasi terhadap efektifitas sosialisasi
Kecamatan adalah sweeping instalasi listrik
yang dilakukan pemerintah menjadi penting
secara rutin ke RW-RW di Tambora. Meskipun
karena hal ini dapat menjadi parameter untuk
sweeping
mengetahui
pemerintah
sosialisasi
seberapa
tersebut
besar
adalah
kewajiban
Kecamatan
PLN,
berinisiatif
masyarakat.
meningkatkan intensitasnya dengan dukungan
Selain itu, hasil evaluasi dapat menjadi bahan
petugas lapangan dari PLN dan Satpol-PP.
pertimbangan, apakah metode yang digunakan
Dalam sweeping ini, Pemerintah Kecamatan
telah tepat sasaran atau tidak. Jika evaluasi
merangkul warga untuk memeriksa instalasi
menunjukkan bahwa metode yang digunakan
listrik di rumah-rumah.
saat ini belum cukup efektif, maka diperlukan
petugas yang terlibat, kasus yang paling sering
opsi-opsi metode alternatif yang dapat lebih
ditemui dalam sweeping adalah pencurian listrik
diterima
dengan modus
masyarakat.
terhadap
pengaruh
listrik
Jika
mekanisme
ini
Menurut seorang
manipulasi meteran (KwH
berjalan, maka alokasi anggaran pemerintah
meter). Kasus semacam ini ditemui pada rumah
untuk sosialisasi pencegahan bencana kepada
kos dan home industry yang membutuhkan
masyarakat dapat digunakan dengan lebih
banyak daya listrik. Praktek ini melibatkan jasa
efisien.
instalatir ilegal yang sifatnya perseorangan.
Sosialisasi kebijakan merupakan suatu
upaya
untuk
meningkatkan
partisipasi
masyarakat (Lembaga Administrasi Negara,
2011). Akan tetapi, ada banyak hal yang
berpengaruh dalam mewujudkan partisipasi
masyarakat dalam kebijakan tersebut. King,
Feltey dan Susel (1998, dalam Kurniawan,
Para instalatir ini memiliki daerah operasi yang
spesifik, sehingga biasanya kasus pencurian
tersebut mengelompok di daerah tertentu saja.
Karena itu, biasanya jika ditemukan ada kasus
di suatu wilayah, sweeping dapat memakan
waktu hingga sepanjang hari.
10
4.2
Mitigasi Fisik oleh Pemerintah Daerah
DKI Jakarta
Ada
kendala
beberapa
kebijakan
yang
telah
direncanakan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Dua di antaranya yaitu penataan pemukiman
dan pengadaan tandon air di kawasan padat
penduduk. Penataan pemukiman dilakukan
melalui pembangunan rumah susun sederhana.
Sedangkan
pengadaan
penampungan
air
tandon-tandon
bertujuan
sumber air untuk
kebakaran.
menyiapkan
melakukan pemadaman
Kedua program
ini terkendala
masalah pembebasan lahan karena harga
tanah yang tinggi di DKI Jakarta. Meskipun
kedua program dapat mengurangi kerentanan
masyarakat,
anggaran,
namun
membuat
besarnya
kedua
alokasi
program
sulit
terealisasikan.
oleh Pemerintah Propinsi, terkendala
resistensi
ini
timbul
ketidakpercayaan
masyarakat.
Mengacu
pada
pendapat Boin & ’t Hart (dalam Rodriguez et al.
dipengaruhi
adanya
masyarakat
terhadap
Pemerintah Daerah. Kesimpulan ini muncul dari
interpretasi penulis terhadap opini masyarakat
di dua daerah padat penduduk di Jakarta, yaitu
warga Pekojan – Tambora (wawancara warga
di sekitar lokasi kebakaran 16-25/02/2012) dan
Rawa Buaya – Cengkareng (observasi forum
warga,
12/06/2011)
yang
cenderung
mengasosiasikan kata ‘pembebasan lahan’
dengan ‘apartemen’, ‘mall’ dan ‘ruko’. Hal ini
masih perlu diverifikasi melalui survei yang
lebih
akurat,
akan
tetapi
hal
ini
cukup
memberikan gambaran bahwa pembebasan
lahan cenderung dipersepsikan berorientasi
pembangunan
kawasan
komersil.
Hal
ini
mendorong warga di sekitar lokasi yang akan
dibebaskan
Selain kendala biaya, program mitigasi
fisik
Di samping itu, penulis melihat, kedua
untuk
menetapkan
harga
pembebasan lahan yang tinggi.
5. MITIGASI
PARTISIPATORIS
DALAM
PENINGKATAN KAPASITAS DAERAH
2007), resistensi yang ada menunjukkan bahwa
Pada
warga belum menganggap penataan wilayah
Pemerintah
(pembangunan rumah susun) dan pembuatan
serangkaian
tandon air sebagai hal mendesak (urgent) bagi
kebakaran. Hal ini menunjukkan telah ada
mereka. Meskipun pemerintah memandang
upaya proaktif (Godschalk, 2003) pemerintah
kedua
daerah DKI Jakarta dalam penanggulangan
program
ini
untuk
kepentingan
bagian
4
diungkapkan
Daerah
telah
program
bahwa
menjalankan
penanggulangan
masyarakat, adanya resistensi menunjukkan
kebakaran.
maksud pemerintah tersebut belum dipahami
diselenggarakan pemerintah daerah tersebut
masyarakat. Kondisi ini dapat terjadi karena
masing-masing
masyarakat tidak terlibatkan dalam proses
spesifik. Menurut Camat, upaya mitigasi fisik
perancangan kebijakan tersebut, sehingga tidak
yang dilakukan Pemerintah Propinsi terkendala
merasa memiliki kebijakan tersebut.
ketersediaan dana pemerintah akibat tingginya
biaya
Program-program
menghadapi
pembebasan
lahan.
yang
kendala
Di
sisi
yang
lain,
pembangunan rumah susun sederhana harus
11
menghadapi resistensi warga yang
y
menolak
masyarakat
upaya relokasi. Program sweep
eping listrik yang
menentukan
dilakukan Pemerintah Kecamata
atan relatif tidak
pengurangan risiko kebakaran.
ke
Selain itu,
mengalami kendala yang berar
rarti, akan tetapi
respon masyarakat (op
opini, komentar, protes,
program sosialisasi pencegaha
ahan kebakaran
kecaman serta keluha
han) yang merupakan
yang dilakukan Kecamatan belum
lum cukup efektif
wujud
menjangkau masyarakat. Hall ini
in terlihat dari
pemerintah cenderung
g terabaikan
t
dan belum
angka kejadian kebakaran yang
ang masih tetap
menjadi bahan pertimba
bangan signifikan dalam
12
tinggi .
Pada
bagian
ini
a
akan
belum
menjadi
m
dalam
umpan
faktor
p
penentuan
balikk
yang
kebijakan
terhadap
kebijakan
dibahas
mengevaluasi efektifitas
tas sosialisasi tersebut.
pengembangan kebijakan yang
g perlu
p
dilakukan
Hal ini mendorong mun
unculnya sikap resisten
Pemerintah.
atau apatis dari masyarak
rakat.
King, Feltey dan
n Susel (1998, dalam
Kurniawan,
2011)
m
menyebutkan
empat
komponen utama partisip
isipasi publik, yaitu (1) isu
atau situasi; (2) struktu
tur, sistem, dan proses
administrasi di mana partisipasi mengambil
tempat; (3) Administrato
tor; dan (4) masyarakat.
Dalam
penyusunan
administrator
kebijakan,
(pemerin
erintah)
seringkali
menempatkan
masyarakat dalam pos
osisi yang terjauh dari
Gambar 3 Visualisasi gagasan
n Penyusunan
P
permasalahan yang men
endasari suatu kebijakan.
Kebijakan Partisipatif menurut Teori
ri King, Feltey dan
Hal ini membuat kebijak
jakan yang telah berlaku
Susel (1998)
sulit untuk direvisi keti
etika ada umpan balik
Terlihat ada kesamaan dii a
antara programprogram tersebut, yaitu masyara
rakat cenderung
diposisikan hanya sebagai objek
ek dari kebijakan
pemerintah.
berada
Hal
dalam
merespon
membua
uat
posisi
yang
g
kebijakan
dilaksanakan
penuturan
ini
atau
pemerintah
Camat
dan
masyarakat
pasif
dalam
p
program
yang
te
tersebut.
Dari
Kas
asi.
Pemadam
Kebakaran, tersirat bahwa so
sosialisasi yang
negatif masyarakat terha
hadap kebijakan tersebut
yang dianggap tidak tepat, karena proses
administrasi
(sistem
b
birokrasi)
sulit
untuk
berubah. Hal inilah yan
ang memunculkan sikap
resisten dan ketidakperca
rcayaan dari masyarakat.
Kunci penyelesaian permasalahan
pe
tersebut
adalah memposisikan masyarakat
m
lebih dekat
dengan permasalahan
n (Gambar
(
4.5), melalui
partisipasi otentik dari masyarakat.
ma
selama ini telah dilakukan masih
sih bersifat satu
Merujuk pada gagasan
ga
diatas, pada
arah. Kondisi ini menunjukkan
n b
bahwa aspirasi
konteks Tambora, kun
unci penyelesaian dari
12
berada di kisaran 25-35 kejad
ejadian per tahun
seperti disebutkan Ismawan (2008).
(
kendala-kendala
yan
ang
ada
adalah
meningkatkan partisipas
pasi masyarakat dalam
12
kebijakan
pengurangan
risiko
kebakaran.
Pemerintah harus melibatkan masyarakat sejak
tahap analisis masalah, perumusan kebijakan
hingga tahap penerapannya. Umpan balik dari
masyarakat juga harus dilihat sebagai upaya
untuk menyempurnakan kebijakan, sehingga
hendaknya
dipertimbangkan
dalam
proses
evaluasi dan revisi kebijakan. Selain itu,
efektifitas
sosialisasi13
dapat
ditingkatkan
dengan mendorong kesadaran kritis – serta
inisiatif solusi – dari warga, melalui diskusi
seputar permasalahan keselamatan jaringan
listrik. Hal ini berarti sosialisasi yang efektif
harus
bersifat
dialogis,
di
mana
terjadi
komunikasi dua arah.
Solusinya
sekaligus mendukung upaya mitigasi fisik oleh
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Pola-pola pelibatan masyarakat seperti
dalam kasus kota Berkeley, dapat menjadi
alternatif
metode
pelibatan
partisipasi
masyarakat dalam kebijakan. Godschalk (2003)
menyebutkan dua di antara metode yang
diterapkan
dalam
pengambilan
kebijakan
penanggulangan gempa di Berkeley, yaitu jajak
pendapat (local ballot) dan sidang dewan kota
(city council). Jajak pendapat dilakukan untuk
lima kebijakan rehabilitasi (retrofitting) terhadap
beberapa
fasilitas
publik
dan
sekolah
di
Berkeley. Penggunaan metode jajak pendapat
sangat langka ditemui di Indonesia, akan tetapi
kembali
upaya
dapat digunakan pada cakupan lokal seperti di
sosialisasi yang partisipatif kepada masyarakat.
tingkat Kecamatan atau Kelurahan. Akan tetapi
Tidak cukup hanya melalui penyuluhan searah,
yang perlu menjadi catatan, mengacu pada
sosialisasi
perlu
teori King, Feltey dan Susel (1998 dalam
dialogis
Kurniawan, 2011) metode ini efektif ketika isu
(Kurniawan, 2011). Metode diskusi terarah
yang diangkat telah mengemuka di tengah
(FGD – focus group discussion) dapat menjadi
masyarakat. Contoh kebijakan yang diputuskan
salah satu bentuk teknis pendekatan dialogis
melalui sidang dewan kota Berkeley adalah
ini. Selain itu, peluang masyarakat untuk ikut
kebijakan
dalam
bangunan yang melakukan upaya keselamatan
yang
partisipatif
mempertimbangkan
forum
kepada
pendekatan
penyusunan
kebijakan
perlu
dibuka seluas mungkin, sehingga keberadaan
pengurus RT atau RW di tengah masyarakat
harus
diposisikan
sebagai
pengkoordinasi
warga dan bukan representatif (perwakilan) dari
warga itu sendiri. Hal ini perlu dilakukan untuk
mencegah
keputusan
yang
bersifat
elitis.
Dengan pendekatan dialogis melalui forum
diskusi, upaya mitigasi sosial yang dilakukan
oleh
13
Pemerintah
Kecamatan
Tambora
Mengacu pada pendapat King, Feltey dan Susel
(1998, dalam Kurniawan, 2011)
pemotongan
pajak
bagi
pemilik
seismik.
Dewan
kota
dapat
diwakili
keberadaannya oleh DPRD di Tingkat Propinsi
atau melalui forum Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang). Dalam konteks
peranan
DPRD,
interaksi
antara
anggota
legislatif dan masyarakat sangat dibutuhkan.
Dalam sistem politik di Indonesia, peran ini
sebenarnya
ada
pada
lembaga
politik,
13
khususnya
partai
14
.
politik
Partai
politik
memegang peranan penting dalam mendorong
partisipasi
masyarakat,
yaitu
dengan
6. KESIMPULAN
1. Penyebab utama kerentanan masyarakat
di Tambora terhadap kebakaran adalah
memperkecil jarak antara aparat pemerintahan
perilaku
daerah
memperhatikan
dan
anggota
legislatif
dengan
masyarakat melalui struktur di tingkat ranting
dan cabang. Dalam hal ini, peran ranting dan
masyarakat
yang
aspek
kurang
keselamatan
instalasi jaringan listrik mereka.
2. Telah ada sejumlah inisiatif kebijakan
cabang partai politik menjadi sangat penting
Mitigasi
untuk dapat menjangkau masyarakat secara
Pemerintah Daerah baik di tingkat Propinsi
optimal. Di samping itu, partai politik berperan
hingga
penting membangun kesadaran masyarakat
menghadapi
akan
diantaranya tingginya biaya pembebasan
transparansi
kebijakan
penerapan
pemerintah,
kebijakan-
khususnya
dalam
Mengacu pada poin solusi pertama yang
dipaparkan King, Feltey dan Susel, keberadaan
entitas
yang
memungkinkan
masyarakat
memantau proses pengolahan aspirasi mereka
sangat diperlukan. Peran ini seharusnya diisi
oleh lembaga politik, khususnya Partai Politik
yang
memiliki
jejaring
hingga
ke
tengah
masyarakat. Dari uraian panjang ini, peran
partisipasi
menunjang
publik
sangat
suksesnya
penting
untuk
kebijakan-kebijakan
terkait mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan
masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam
kebijakan, idealnya dimulai sedini mungkin,
yaitu dari awal proses perumusan masalah.
Kesimpulan
tambahan
dari
makalah
ini,
lembaga atau entitas politik seperti Partai Politik
perlu untuk dilibatkan dalam upaya optimalisasi
partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana,
khususnya bencana kebakaran di DKI Jakarta.
14
Asshiddiqie, Jimly, (2006). Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara – Jilid II, Jakarta:
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.
yang
Kecamatan,
dilakukan
akan
sejumlah
tetapi
kendala,
lahan untuk pengadaan tandon cadangan
air,
pengurangan risiko bencana.
Kebakaran
resistensi
masyarakat
terhadap
pembangunan rumah susun dan inektifitas
sosialisasi kepada masyarakat.
3. Diperlukan kebijakan mitigasi yang lebih
partisipatoris, yaitu pelibatan masyarakat
dalam penyusunan kebijakan mitigasi sejak
tahap awal, sehingga berbagai masukan
serta
respon
dari
dipertimbangkan
masyarakat
dalam
ikut
kebijakan
dan
masyarakat merasa memiliki kebijakan
tersebut.
4. Diperlukan
adanya
memungkinkan
memantau
penyusunan
entitas
masyarakat
seluruh
tahapan
kebijakan.
Dalam
yang
untuk
proses
sistem
politik Indonesia, peran ini dapat diisi oleh
Partai Politik. Maka dari itu, Partai Politik
perlu
untuk
dilibatkan
mengoptimalkan
dalam
partisipasi
dalam mitigasi bencana.
upaya
masyarakat