MASALAH UTAMA PROSES TERJADINYA MASALAH

LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN
I.

MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan
II.
PROSES TERJADINYA MASALAH
A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku
kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang
berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku
kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari, 2015).
B. Tanda dan Gejala
Fitria (2010) mengungkapkan fakta tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
1. Fisik: mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah

memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal: mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara dengan nada
keras, kasar dan ketus.
3. Perilaku: menyerang orang lain, melukai diri/sendiri/orang lain, merusak
lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi: tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan
dan menuntut.
5. Intelektual: mendominasi cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan tidak jarang
mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral
dan kreativitas terhambat.
7. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan sindiran.
8. Perhatian: bolos, melarikan diri dan melakukan penyimpangan sosial.

C. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan
adalah:
1. Teori Biologis
a. Neurologic

Faktor beragam

komponen

dari

sistem

syaraf

seperti

sinap,

neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang mempengaruhi sifat
agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
bermusuhan dan respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012). Lobus frontalis
memegang peranan penting sebagai penengah antara perilaku yang berarti dan
pemikiran rasional, yang merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi

antara rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat menyebabkan
tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah, 2012).
b. Genetic
Faktor Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007) dalam gen
manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype
XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta
orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku agresif (Mukripah
Damaiyanti, 2012).
c. Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut penelitian pada jam
sibuk seperti menjellang masuk kerja dan menjelang berakhirnya kerja
ataupun pada jam tertentu akan menstimulasi orang untuk lebih mudah
bersikap agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012).
d.

Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak contohnya


epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin sangat berperan dalam
penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh. Apabila ada
stimulus dari luar tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan

dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta
penurunan serotonin dan GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada
cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012).
e. Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom otak, tumor
otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012).
2. Teori Psikogis
a. Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase
oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap

agresif dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa
aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep
diri yang yang rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012)
b. Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan
yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru
dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku
tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (semakin keras
pukulannya akan diberi coklat). Anak lain diberikan tontonan yang sama
dengan tayangan mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward
yang sama (yang baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan
diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontnan
yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti, 2012)

c. Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan

terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan
dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti,
2012).
D. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri
ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak memb
iasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirin
ya sebagai seorangyang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholi
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan
tahap.
E.


Rentang Masalah

Keterangan:
Asertif: Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.
Frustasi: Kegagalan mencapai tujuan karena tidak direalisasi/terhambat.
Pasif: Respon lanjutan dimana klien tidak mampu mengungkapkan perasaannya.

Agresif: Perilaku destruktif tapi masih terkontrol.
Amuk: Perilaku destruktif dan tidak terkontrol.

F. Pohon Masalah

Akibat:

Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi

mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

resiko mencederai


merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan
G. Mekanisme Koping

Perawat perlu mengidentifikasi mekanisme orang lain sehingga dapat membantu
klien untuk mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya. Mekanisme koping yang sering digunkana adalah
mekanisme pertahanan ego seperti:
a. Sublimasi
Suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata masyarakat unutk suatu
dorongan yang megalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada objek lain
seperti meremas remas adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya
adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah
Damaiyanti, 2012).
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik,
misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa

temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti,
2012).
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam sadar.
Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak
disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk
oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012).
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan melebih
lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakan sebagai
rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada teman suaminya,akan
memperlakukan orang tersebut dengan kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012).
e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan
emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja
mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding kamarnya.


Dia

mulai

bermain

perang-perangan

dengan

temannya

(Mukhripah

Damaiyanti, 2012).

III.

STRATEGI PELAKSANAAN
1. SP-1 Pasien: Perilaku Kekerasan Pertemuan Ke-1: Membina hubungan saling

percaya, mengidentifikasi penyebab marah, tanda dan gejala yang dirasakan,
perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat, dan cara mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik pertama ( latihan nafas dalam) (Akemat,2010)
A. Orientasi
“Selamat pagi Pak, perkenalkan nama saya Sinta, saya perawat yang dinas di
ruang Anggrek ini. Nama Bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah?”
“Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang mengenai perasaan
bapak?”
Berapa lama bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?”
“Dimana bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau diruang tamu?”
B. Kerja
“Apa yang menyebabkan Bapak marah?”
“Apakah sebelumnya Bapak pernah marah? Terus penyebabnya apa pak?”
“Samakah dengan yang sekarang? ohh, jadi ada 2 penyabab marah Bapak”
“Pada saat penyebab marah itu ada, seperti Bapak pulang ke rumah dan istri
belum menyediakan makanan (misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang
Bapak rasakan?” (tunggu respo pasien)
“Apakah Bapak merasakan kesal kemudian dada Bapak berdebar-debar, mata
melotot, rahang terkatup rapat dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang Bapak lakukan? Ohh, jadi Bapak memukul istri Bapak
dan memecahkan piring”
“Apakah dengan cara ini makanan terhidang pak? iya, tentu tidak”
“Apa kerugian cara yang Bapak lakukan? Betul, istri jadi sakit dan takut,
piring-piring pecah”
“Menurut Bapak adakah cara lain yang lebih baik?”
“Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa
menimbulkan kerugian?”

“Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan Pak. Salah satunya adalah
dengan cara kegiatan fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah”
“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?”
“Begini Pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah Bapak rasakan maka Bapak
berdiri lalu tarik napas dari hidung tahan sebentar lalu keluarkan/tiup
perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan”
“Ayo coba lagi pak, tarik dari hidung, bagus, tahan dan tiup melaui mulut”
“Nah, lakukan 5 kali pak. Bagus sekali, Bapak sudah dapat melakukannya”
“Bagaimana persaan bapak setelah melakukan kegiatan tarik napas dalam ini
pak?” “Nah, sebaiknya latihan ini Bapak sudah terbiasa melakukannya”
C. Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan
Bapak?”
“Iya jadi 2 penyebab Bapak marah (sebutkan sesuai respon pasien pada fase
kerja) dan yang Bapak rasakan (sebutkan sesuai respon pasien pada fase kerja)
dan yang Bapak lakukan (sebutkan sesuai respon pasien pada fase kerja) serta
akibatnya (sebutkan sesuai respon pasien pada fase kerja)”
“Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Apa yang Ibu R lakukan
jika suara-suara itu muncul? Bagus. Beri tanda M (mandiri) kalau dilakukan
tanpa disuruh, B (bantuan) kalau diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak
melakukan”
“Bagaimana kalau besok kita belajar lagi mengenai cara mengontrol perasaan
marah dengan kegiatan fisik untuk cara yang kedua?”
“Bapak mau berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit
pak”
“Oke baik pak, kalau begitu saya permisi dahulu ya, selamat siang”

2. SP 2 Pasien: Perilaku Kekerasan Pertemuan ke-2: Membantu pasien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik ke dua (evaluasi latihan
nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara kedua seperti
pukul kasur dan bantal) dan menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua.
(Akemat,2010)
A. Orientasi
“Selamat Pagi Pak, sesuai dengan janji saya, sekarang saya datang lagi”

“Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Adakah hal yang menyebabkan Bapak
marah?”
“Apakah latihan napas dalamnya sudah dilakukan?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatannya pak. Bagus sekali, Bapak telah lakukan
dengan baik”
“Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan
kegiatan fisik untuk cara yang kedua”
“Bapak mau berapa lama kita berbincang-bincang nya? Bagaimana kalau 20
menit?”
“Dimana bapak maunya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu?”
B. Kerja
“Kalau ada yang menyebabkan Bapak marah dan muncul perasaan kesal, dada
berdebar-debar, mata melotot selain napas dalam, Bapak dapat melakukan
pukul kasur dan bantal”
“Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Kamar Bapak berada
dimana?”
“Jadi kalau nanti Bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan
lampiaskan kemarahan bapak dengan memukul kasur dan bantal”
“Nah, coba Bapak lakukan pukul kasur dan bantal. Ya,bagus sekali Bapak bisa
melakukannya”
“Lampiaskan kekesalan bapak pada kasur atau bantal”
“Nah cara ini juga dapat dilakukan secara rutin jika perasaan marah muncul.
Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya juga ya pak”
C. Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah melakukan latihan cara menyalurkan
marah tadi?”
“Ada berapa cara yang sudah kita latih? Coba Bapak sebutkan lagi pak?
Bagus sekali, bapak masih mengingatnya”
“Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan Bapak sehari-hari. Bapak mau
pukul berapa Pukul kasur bantal? Bagaimana kalau setiap bangun tidur?
Baik,jadi pukul 5 pagi dan pukul 3 sore”
“Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi
ya,Pak. Sekarang kita masukkan di jadwal kegiatan Bapak”
“Beri tanda M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau
diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan ya pak”

“Bagaimana kalau besok kita latihan cara mengontrol marah yang ketiga yaitu
mengontrol marah secara sosial atau verbal?”
“Bapak maunya berapa lama kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit saja pak?”
“Bapak ingin kita berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang
tamu saja?”
3. SP 3 Pasien: Perilaku Kekerasan Pertemuan ke-3: Membantu pasien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara sosial atau ferbal (evaluasi jadwal
harian

tentang

dua

cara

mengendalikan

perilaku

kekerasan,

latihan

mengungkapkan rasa marah secara verbal, susun jadwal latihan mengungkapkan
marah secara verbal) (Akemat,2010).
A. Orientasi
“Selamat pagi Pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu
lagi”
“Masih ingat dengan saya pak? Iya benar pak, saya suster sinta”
““Bagaimana Pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur
bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara melakukan
latihan secara teratur?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya. Bagus sekali pak.
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu
saja?” “Berapa lama Bapak mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?”
“Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya.” “Bagus.Nah kalau tarik napas
dalamnya dilakukan sendiri tulis M,artinya mandiri;kalau setelah diingatkan
suster atau ibu guru dilakukan maka tulis B,artinya dibantu dan diingatkan
.Nah kalau tidak dilakukan tulis T,Artinya belum dapat melakukan.”
“Bagaimana kalaunsekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang
sama?” “Berapa lama Bapak mau berbincang-bincang?Bagaimana kalau 20
menit?”
B. Kerja

“Sekarang kita latihan cara bicara yang baik umtuk mencegah marah, Kalau
marah sudah disalurkan melaui tarik napas dalam atau pukul kasur dan bantal
dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita
marah”
“Ada tiga caranya Pak, yaitu: Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada
suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar”
“Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya karena minta uang sama istri
tidak diberi. Coba Bapak mita uang dengan baik. Contohnya seperti ini: Bu,
saya perlu uang untuk beli rokok. Nanti dapat dicoba disini untuk meminta
baju, minta obat dan lain-lain”
“Coba Bapak praktikkan. Bagus Pak. Menolak dengan baik, jika ada yang
menyuruh dan Bapak tidak ingin melakukannya katakan: Maaf saya tidak
dapat melakukannya karena sedang ada kerjaan”
“Coba Bapak praktikkan. Bagus Pak. Mengungkapkan perasaan kesal, jika
ada perlakuan orang lain yang membuat kesal, Bapak dapat mengatakan: Saya
jadi ingin marah karena perkataanmu itu.Coba praktikkan pak. Bagus pak”
C. Terminasi
“Bagaimana perasaan Bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara
mengontrol marah dengan bicara yang baik?”
“Coba Bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari pak”
“Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan ke dalam jadwal. Berapa kali
sehari Bapak mau latihan bicara yang baik? Bagaimana kalau kita masukkan
kedalam jadwal kegiatan bapak?”
“Beri tanda M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau
diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan ya pak”
“Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi pak?”
“Nanti kita akan membicarakan cara keempat untuk mengatasi rasa marah
Bapak yaitu dengan cara ibadah, Bapak setuju? Mau dimana pak kita
berbincang-bincangnya? Bagaimana kalau diruang tamu saja? Baik sampai
nanti ya pak”
4. SP 4 Pasien: Perilaku Kekerasan Pertemuan ke-4: Bantu pasien latihan
mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual (diskusikan hasil latihan

mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan sosial atau verbal, latihan
beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah dan doa) (Akemat,2010)
A. Orientasi
“Selamat pagi Pak, Masih ingat dengan saya?”
“Sesuai dengan janji saya yang kemarin, sekarang saya datang lagi”
“Baik, yang mana yang mau dicoba pak?”
“Bagaimana Pak, latihan apa yang sudah dilakukan”
“Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali,
bagaimana rasa marahnya?”
“Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah
yaitu dengan ibadah?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang pak? Bagaimana kalau di ruang?”
“Berapa lama Bapak mau kita berbincanag-bincang: bagaimana kalau 15
menit pak?”
B. Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan pak? Bagus pak”
“Baik, yang mana yang mau dicoba pak?”
“Nah, kalau Bapak sedang marah coba Bapak langsung duduk dan tarik napas
dalam. jika tidak reda juga marahnya, rebahkan badan agar rileks”
”Jika tidak reda juga bapak ambil air wudhu kemudian sholat”
“Bapak dapat melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan”
“Coba Bapak sebutkan sholat 5 waktu”
“ Bagus. Coba sebutkan caranya (untuk yang muslim)”
C. Terminasi
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara keempat
ini pak?”
“Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus”
“Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan Bapak. Mau
berapa kali Bapak sholat? Baik kita masukkan ke jadwal ya pak”
“Beri tanda M (mandiri) kalau dilakukan tanpa disuruh, B (bantuan) kalau
diingatkan baru dilakukan dan T (tidak) tidak melakukan ya pak”
“Baiklah pak, kita akhiri pertemuan kita ya. Semua yang sudah kita latih
jangan lupa untuk dilakukan saat rasa marah bapak muncul ya pak. Saya
permisi dahulu, selamat siang pak”

IV.

DAFTAR PUSTAKA
Stuart, W. Gail. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Singapore: Elsevier
Yusuf, Ah, Rizky Fitryasari PK dan Hanik Endang Nihayati. (2015). Buku Ajar
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika
Keliat, Budi Anna. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(Basic
Course). Jakarta: EGC
Nugroho,

Yanuar

Adhi,.2018.

Bab

2

diakses

dari

http://repository.ump.ac.id/3988/3/Yanuar%20Adhi%20Nugroho%20BAB%20II.pdf
pada 10 Juni 2018
Fitria, Lailatul, dkk.2017. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Jiwa dengan
Masalah

Resiko

Perilaku

Kekerasan

diakses

dari

https://samoke2012.files.wordpress.com/2017/03/lpsp-pk-b.pdf pada 10 Juni 2018
Purnomo, Dedy Sidiq,.2016. Kumpulan 7 Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan
Jiwa di RSJ Menur Surabaya diakses dari
https://www.academia.edu/33283837/7_LP_JIWA_MENUR_SBY.docx pada 10 Juni
2018
Rosyani,

Maya,.2018.

Perilaku

Kekerasan

diakses

https://www.academia.edu/12171878/Perilaku_Kekerasan pada 10 Juni 2018

dari