Sinkretisme Dalam Upacara Basapa Di Makam Syekh Burhanuddin - Universitas Negeri Padang Repository

LAPORAN PENELlTlAN

DALAM UPACARA BASAPA
-SlNKRETlSME
Dl MAKAM SYEKH BURHANUDDIN

r

.

.

. &..
.

.

,','?.!S

-


- .-- . ,
.tL L *
.,.

.
.-

L

.

I.

I

I

:

'


Oleh :

NIP : 132 232 489

Jurusan Sejarah
Fakultas llmu - llmu Sosial
Universitas Negeri Padang
2000

-

366 .,5

-_.___

ADRl FEBRIANTO. S.Sos

* 13- :s-


-.A..-

/=g

KATA PENGANTAR

Puji sukur kita panjatkan ke hadapan Allah S.W.T yang memberikan
kekuatan sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian
mandiri ini dilakukan sebagai salah satu wujud tri darma perguruan tinggi.
Ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada, Bapak Prof.
Marjani Martamin yang telah memberikan bimbingan dalam menyelesaikan
laporan ini. Juga ucapan terima kasih kepada Bapak Drs. Bustamam,
Saudara Yasrina Ayu, S.Pd, saudara Armaini dan Arina Ida Putri atas
dorongan dan dukungan morilnya dan terutama para informan yang
memberikan data sehingga laporan ini dapat diselesaikan.
Laporan ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu
dibutuhkan kritik dan saran pembaca untuk mendapatkan hasil yang sebaikbaiknya pada masa-masa yang akan datang.
Padang, 8 Agustus 2000

Penulis


ABSTRAK

Religi sebagai salah satu unsur kebudayaan dalam realitasnya
dilakukan dalam bentuk praktek ibadah keagamaan dan prilaku sinkretisme
yang menjadi tradisi dalam masyarakat. Di komplek makam Syekh
Burhanuddin Ulakan Pariaman, pengunjung yang datang dari berbagai
daerah di Sumatera Barat dan propinsi lainnya serta masyarakat sekitarnya
pada hari Rabu setelah minggu kedua bulan Safar dalam hitungan tahun
Hijjriyah datang berziarah dan melakukan aktivitas sinkretisme, yaitu berupa
aktivitas religius yang mencampurkan unsur ibadah lslam dengan unsurunsur religius di luar Islam. Wujudnya adalah berupa prilaku atau aktivitas
mantawaan, mengambil pasir kubur, mengambil air sumur dan air kimo,
mengambil air batu ampa,. serta meletakkan sesajen, dengan tujuan-tujuan
yang baik dan untuk mencelakakan orang lain (kabaji).
lbadah lslam dan tradisi sinkretisme yang dilakukan peziarah ini
dihubungkan dengan arwah Syekh Burhanuddin, yang diyakini sebagai orang
yang keramat 1 sakral semasa hidupnya maupun setelah kematiannya,
sampai sekarang. Oleh karena keyakinan akan kesakralan (sacre) inilah yang
mendorong dan melatar belakangi aktivitas sinkretisme, bahkan aktivitas
ibadah islam seperti shalat, berdoa, berzikir, dan membaca shalawat nabi

juga dilakukan
dengan menghubungkannya kepada arwah Syekh
Burhanuddin. Hal ini dilakukan karena mangakui Syekh Burhanuddin sebagai
orang yang besar peranannya dalam mengembangkan agama lslam di
Minangkabau. Di samping itu agama lslam yang dijalankan tidaklah diterima
langsung dari Allah, tetapi melalui perantaraan Nabi, para kalifah dan waliwali Allah, ulama dan guru-guru yang mengembangkan agama lslam itu
sendiri.

DAFTAR IS1
Kata Pengantar .........................................................................
Abstrak ....................................................................................
Daftar Isi ..................................................................................

BAB I Pendahuluan

................................................

A . Latar Belakang dan Permasalahan

.....................


B. Tujuan ............................................................
C. Lokasi

.............................................................

D. Metode Penelitian ..............................................
E. Waktu Penelitian ................................................
BAB II Komplek Makam, Sejarah Syekh Burhanuddin,
Tujuan. Latar Belakang Basafa dan Sinkretisme
A . Komplek Makam dan Lingkungan Sekitarnya .........
B. Sejarah Ringkas Syekh Burhanuddin ......................
C. Foklor Mengenai Makam Syekh Burhanuddin .........
D. Tujuan Basapa ........................................................
E. Latar Belakang Basapa dan Sinkretisme .................

BAB Ill Sinkretisme dalam Basapa ...................................
A . Aktivitas-aktivitas Sinkretisme .................................

BAB IV Kesimpulan .............................................................

Daftar Pustaka .........................................................................
Lampiran .................................................................................

BAB

I

Pendahuluan

A. Latar Belakang dan Permasalahan
Agama lslam dianut oleh lebih dari 80% penduduk lndonesia yang
berjumlah sekitar 210 juta, oleh karena itu menjadikan masyarakat lndonesia
sebagai masyarakat yang terbesar penganut lslamnya di dunia. Dari buktibukti peninggalan sejarah diketahui bahwa lslam telah hadir di lndonesia
sejak abad ke tujuh Masehi yang lampau. lslam dibawa dan disebarkan
secara tidak langsung melalui perdagangan. "Penyebaran agama lslam
secara intensif terjadi sekitar abad ke 13 Masehi. lslam tersebar dari pulau ke
pulau secara terus menerus, penyebaran itu dilakukan oleh pedagangmubaligh dan mubaligh-pedagang, pemuka masyarakat, orang biasa atau
malahan oleh penguasa setempat."'
A.H. Jhon menjelaskan bahwa persebaran agama lslam sejak abad
ke-13 makin lama makin cepat meluas di kepulauan lndonesia ini, terutama

terjadi berkat usaha penyebar mistik lslam (Syufi). Para penyiar itu menjadi
aliran mistik lslam (tariqa) yang melarikan diri dari Baghdad ketika kota itu
diserbu orang Mongol pada tahun 1258.~Soekmono mengatakan bahwa,

' Sjamsudduha, Penyebariln dan Perkembangan Agama Islam-Katolik Protestan di Indonesia.(Jakarta: Usaha
Nasional,l987), ha1.23.
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka,1984), hal.53.

"tempat lslam mendapat pijakan pertamanya adalah di Aceh Utara,
sedangkan waktunya adalah menjelang akhir abad ke 13 Masehi, pembawa
dan penyiarnya adalah adalah pedagang-pedagang dari India, dan cara
pengislamannya berlangsung secara damaimn3
Di Minangkabau agama lslam mulai berpengaruh pada abad ke 14
Masehi, dan pembawa ajaran agama lslam adalah mubaligh-mubaligh dan
pedagang-pedagang

yang tidak dan belum dikenal dan melakukannya

dengan sukare~a.~
Masuknya agama lslam ke Minangkabau sangat besar

pengaruhnya sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari adat
Minangkabau itu sendiri, Taufik Abdullah mengatakan, "Minangkabau
merupakan salah satu daerah yang mengalami proses lslamisasi yang
sangat dalam dan agama lslam telah menyatu dengan kehidupan
m a ~ ~ a r a k a t n ~Adat
a " . ~basandi sarak, sarak basandi Kitabullah, mengandung
pengertian bahwa setiap orang Minang adalah penganut Islam, dan jika tidak
lslam berarti hilanglah keminangannya, karena adatnya yang bersendikan
Kitabullah (Al Qur'an).
Sebelum masuknya lslam ke Indonesia agama Hindu dan Budha telah
lebih dulu berkembang, di samping adanya religi-religi asli dalam setiap
masyarakat atau suku bangsa di Indonesia. Masuknya agama lslam tidaklah
Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, (Jakarta:Kanisius,l987), ha1.43.
Bustami, dkk, Aspek, Arkeologi lslam Jentang Makam dan Surau Syekh Eurhanuddin Ulakan,
(Padang:Mushalla,l983), ha1.3.
Dalarn Taufik Abdullah,Ed., Sejarah dan Masyarakat Lintasan Histons lslam, (Jakarta:Yayasan Obor,l987),
ha1.104.

otomatis menghilangkan unsur-unsur Agama Hindu atau Budha serta religireligi asli tersebut.


Hal ini dapat dilihat dengan masih banyaknya

diselenggarakan berbagai macam upacara, seperti pada masyarakat Jawa
dilaksanakan upacara grebeg yang dilaksanakan pada hari besar lslam6,
upacara semah pada masyarakat Suku Laut di Riau Kepulauan yang
diselengggarakan apabila

ada

anggota

keluarga yang

sakit,

atau

kepercayaan kepada makhluk halus, ruh atau berbagai kekuatan gaib dalam
alam semesta


(antu) pada masyarakat Sakai di Riau daratan. Pada

masyarakat Sunda dapat dilihat masih dijalankannya tradisi keruhun, yaitu
upacara meminta berkah kepada para arwah leluhur sebelum melaksanakan

.'

pekerjaan-pekerjaan penting

Contoh-contoh tersebut di atas memperlihatkan bahwa masuknya
agama lslam menyebabkan terjadinya percampuran dalam kepercayan dan
tradisi religius masyarakat Indonesia dengan ajaran agama Islam. Seperti
dinyatakan Geertz, ...
... bahwa tradisi religius Jawa khususnya dari kaum petani merupakan
campuran unsur-unsur India, lslam dan unsur-unsur pribumi Asia
Tenggara. Hasilnya adalah sebuah sinkretisme yang selaras dengan
mitos-mitos dan ritus yang di dalamnya Dewi-Dewi Hindu, Nabi-Nabi
Muslim dan para Santo, dan roh-roh makhluk halus setempat
semuanya mendapat tempat yang layak. Bentuk-bentuk ritual inti
dalam sinkretisme ini adalah adanya sebuah perayaan bersama yang
disebut "slametan".

'

Lihat Sjamsuduha, Ibid. hal. 36 - 37.
Lihat Koentjaraningrat, dkk, Ed., Masyarakat Terasing di Indonesia, (Jakarta:Gramedia,l993), Lihatjuga Zulyani
Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, (Jakarta:LP3ES,1996).
Clifford Geertz, Kebudayaan dan Agama, (Jakarta:Kanisius,l992), ha1.76.

Di Minangkabau sebelum masuknya lslam masyarakat masih
berpedoman kepada hukum adat atau adat istiadat serta ajaran Hindu dan
Budha. Masuknya ajaranl agama lslam menyebabkan terjadinya proses
harmonisasi antara adat istiadat dan doktrin Islam, karena agama lslam
dianggap tidak bertentangan dengan hukum adat yang telah lama
berkembang. lslam dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya. Agama
lslam diintegrasikan ke dalam adat istiadat dan dijadikan pedoman dalam
bertingkah laku sehari-hari. Walaupun pada satu sisi terdapat pertentangan
ajaran lslam dengan kebiasaan seperti berjudi yang menyebabkan terjadinya
konflik antara penganut ajaran lslam tulen dengan kelompok masyarakat
yang ingin mempertahankan tradisi tersebut, yang kemudian dikenal dengan
Perang Paderi.
Pada masa sekarang dapat dikatakan sudah seratus persen orang
Minangkabau beragama Islam. Namun dalam masyarakat masih ditemukan
tradisi-tradisi sinkretisme seperti halnya pada suku bangsa-suku bangsa
lainnya. Sebahagian masyarakat Minang masih percaya kepada tempattempat atau benda-benda keramat, adanya individu-individu yang diakui
kesakralannya, percaya kepada adanya hantu, sijundai, kuntianak, orang
bunian (orang halus), adanya kekuatan gaib dalam benda-benda tertentu dan

lain-lain yang mendasari pola-pola tingkah laku sinkretisme tersebut.

Salah satu aktivitas keagamaan di Minangkabau yang memperlihatkan
percampuran antara tradisi-tradisi

lama dengan aktivitas religius lslam

adalah aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para peziarah di makam Syekh
Burhanuddin di Ulakan Pariaman pada waktu Upacara basapa. Upacara
(ceremony) merupakan sistem aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata

oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan
dengan berbagai macam peristiwa tetap, yang biasanya terjadi dalam
masyarakat yang ber~angkutan.~
Upacara basapa atau bersafar adalah
upacara-upacara

keagamaan yang diselenggarakan ummat lslam yang

berziarah di komplek makam Syekh Burhanuddin pada malam hari di Ulakan
Pariaman pada hari Rabu setelah tanggal 10 pada bulan Syafar dalam
hitungan penanggalan Hijriyah setiap tahunnya. Oleh karena itu aktivitas
keagamaan ini disebut dengan bersafar atau basapa dalam Bahasa
Minangkabau, karena sesuai dengan waktu pelaksanaanya.
Pelaksanaan upacara basapa ini dilakukan dua kali, yaitu sapa
gadang dan safa ketek. Sapa gadang adalah upacara basapa pertama yang

dilakukan setelah tanggal 10 di bulan Safar yang diikuti oleh peziarah dalam
jumlah yang besar yang berasal dari berbagai daerah di Sumatera Barat
serta propinsi lainnya seperti Riau dan Jambi. Sapa ketek adalah safar yang
dilakukan seminggu setelah sapa gadang dilakukan, untuk menampung

Anyono Suyono, Kamus Antropologi, (Jakarta: Akademika Pressindo,l985), ha1.423.

peziarah dari daerah Padang Pariaman dan masyarakat perantau dari
Padang Pariaman. Namun kenyataannya pada sapa ketek peziarah yang
datang juga berasal dari luar daerah Padang Pariaman. Dilihat dari jumlah
pengunjung dan peziarah yang datang lebih banyak terdapat pada sapa
gadang

dibandingkan dengan sapa

ketek.

Namun dalam

aktivitas

pelaksanaannya sama saja.1°
Riset yang pernah dilakukan sebelumnya adalah mengenai Aqidah
lslamiyah oleh Tim Peneliti dari IAlN Imam Bonjol, Dampak Ekonomi dari
Aktivitas Bersafar oleh Nofriyaldi (19%5), mahasiswa Jurusan Sosiologi
Universitas Andalas dan Makna Aktivitas Dalam Upacara Bersafar di makam
Syekh Burhanuddin yang dilakukan oleh Yuhendri (1995) untuk skripsi S1 di
Jurusan Antropologi FlSlP Unand. Di samping itu Tim dari IKlP Padang
(1998) pernah melakukan riset mengenai Tradisi Basapa di Ulakan dan

Dampaknya Terhadap

Masyarakat Setempat. Dari STKlP PGRl Padang

tahun 1994 melakukan riset mengenai Pelaksanaan Upacara Safar.
Banyaknya penelitian yang pernah dilakukan belum menyentuh kepada
deskripsi aktivitas religius berupa pola prilaku sinkretisme, yaitu adanya
percampuran antara unsur-unsur religi asli, termasuk Hindu dan Budha
dengan unsur-unsur Islam.

lo

Lihat Yuhendri, Makna Aktivitas Dalam Upacara Bersafar di Makam Syekh Burbanuddin, Skripsi S1
Antropologi, (Padang,Universitas Andalas,1995), hal. 6.

7
Basapa atau bersafar pada prinsipnya adalah aktivitas berziarah yang
dilakukan oleh umat lslam di komplek makam Syekh Burhanuddin yang
dilaksanakan pada setiap bulan Safar. Dalam aktivitas berziarah atau basapa
ini

banyak

peziarah yang

juga

melakukan aktivitas-aktivitas

berhubungan dengan ajaran agama lslam maupun

yang

kepercayaan yang

diyakininya. Ajaran agama lslam yang dimaksudkan adalah setiap aktivitas
keagamaan yang dilakukan oleh penganut lslam itu sendiri sesuai dengan
aturan-aturan atau aktivitas keagamaan yang diperintahkan oleh Tuhan, atau
mengikut sunnah Nabi.
Bagi kalangan ahli

antropologi, aktivitas

upacara keagamaan

merupakan aktivitas yang sangat penting artinya, karena agamal religi
merupakan salah satu unsur kebudayaan yang pasti terdapat dalam semua
masyarakat manapun di dunia. Analisis religi banyak dimulai dari upacaraupacara yang dilakukan, karena sistem ritus dan upacara merupakan usaha
manusia untuk mencari hubungan dengan Tuhan, dewa-dewa

atau

makhluk-makhluk halus yang mendiami alam gaib." Oleh ~oentjaraningrat'~
suatu agama merupakan religi bagi penganutnya, karena dalam suatu agama
terdapat komponen lain selain sistem ritus dan upacara, yaitu adanya emosi
keagamaan yang menyebabkan seseorang bersikap religius, adanya sistem
keyakinan yang mengarahkan orang dalam melakukan aktivitas religius, serta

'' Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalifas dan Pembangunan, (Jakarta:Gramedia,l987),ha1.145
l2

Ibid.

adanya ummat atau kesatuan sosial yang melakukan aktivitas religius. Religi
dalam pengertian manusia tunduk dan patuh kepada sistem keyakinan atau
kekuatan gaib yang diyakini ada di lingkungan manusia dan berpengaruh
kepada kehidupannya.
Emosi keagamaan merupakan komponen yang membuat suatu
keyakinan itu menjadi sakral (sacre), yang menghubungkan manusia dengan
alam

supranatural,

yang

transcendental.

Kesakralan

inilah

yang

membedakan dari segala sesuatu yang profan (profane), yang duniawiah
sifatnya. Oleh karena itu setiap religi yang tumbuh maupun yang datang dari
luar dan berkembang dalam masyarakat maupun agama samawi yang
berhubungan dengan segala sesuatu yang sakral maupun yang profan dapat
dikatakan dengan religi. Bedanya agama-agama samawi datangnya dari
wahyu Tuhan atau kitab suci, sedangkan religi lainnya merupakan tradisi
normatif yang berkembang dalam masyarakat, oleh karena itu dapat
dikatakan sebagai unsur kebudayaan.
Upacara keagamaan menjadi penting artinya karena dihubungkan
dengan tujuan hidup manusia, sedangkan dalam sistem religi sendiri seperti
yang dikatakan Freusz bahwa pusat dari tiaptiap sistem kepercayaan yang
ada di dunia ini adalah upacara, dan melalui kekuatan yang dianggapnya
berperan dalam tindakan-tindakan

seperti itu manusia mengira dapat

memenuhi dan dapat mencapai tujuan hidupnya baik materil maupun

spirituil.13 Dalam upacara keagamaan yang dilakukan kadang terdapat
aktivitas-aktivitas yang sinkretis sifatnya, karena masuk dan bercampurnya
unsur-unsur

religi yang terdapat dalam masyarakat sesuai dengan

perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh Haviland, sinkretisme itu terjadi
dalam proses akulturasi antara satu budaya kepada budaya yang lain. Lebih
tepatnya

dikatakan

sebagai

percampuran unsur-unsur

lama

untuk

membentuk sistem yang baru.14 Dalam perkembangan kebudayaan di
Indonesia terlihat bahwa adanya unsur-unsur budaya yang berasal dari
proses akulturasi atau difusi kebudayaan, di antaranya adalah masuknya
unsur budaya India dan Cina, yang dapat dilihat dalam unsur kesenian.
Budaya atau kebudayaan dilihat sebagai keseluruhan pengetahuan
yang

secara

selektif

dapat

digunakan

untuk

memahami

dan

menginterpretasikan lingkungan yang dihadapi, dan untuk mendorong dan
menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.15 Kebudayaan dalam
pengertian ini merupakan sistem pemikiran yang melandasi setiap aktivitas
yang dilakukan manusia. Budaya yang didefenisikan seperti itu mengacu
pada hal-ha1 yang dipelajari manusia, bukan hal-ha1 yang mereka kerjakan
dan perbuat.16 Walaupun demikian aktivitas yang dikerjakan manusia yang
dipelajari atau disosialisasikan dalam jangka waktu yang lama sehingga
l3
l4

IS

Koentjaraningrat, Sejarah Teon' Antropologi. (Jakarta:UI Press, Cetakan kedua,1987), ha1.69.
Wlliam A Havilland, Antropologi edisi keempat Jilid 2, (Jakarta,Erlangga,l988), hal. 263.
Oleh Parsudi Suparlan, ed., dalam Pendahuluan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta,Sinar Harapan dan
Y ayasan Obor Indonesia,l984.Cetakan pertama), ha1.14.
Keesing, Antropologi Budaya Sualv Perspekfif Kontemporer, (Jakarta,Erlangga,l989), ha1.69.

tercipta pola tingkah laku terhadapnya dapat dikatakan sebagai aktivitas
budaya, termasuk aktivitas sinkretisme yang dilakukan oleh peziarah di
makam Syekh Burhanuddin karena merupakan tingkah laku religi yang
merupakan bagian dari unsur kebudayaan. Aktivitas pengambilan pasir kubur
Syekh Burhanuddin yang kemudian ditebarkan di sawah dan ladang dengan
tujuan untuk meningkatkan kesuburan atau melimpahkan hasil panen
dilakukan oleh peziarah adalah berdasarkan kepada sistem pengetahuan
yang telah dimiliki oleh para peziarah tersebut. Contoh tersebut lebih jelasnya
dapat dilihat pada Bab 3, serta contoh-contoh lainnya merupakan tingkah
laku kebudayaan dalam beragama, atau dapat dikatakan tingkah laku
sinkretis, karena terdapat percampuran antara unsur religi Islam dengan
unsur religi yang .bukan Islam.
Sistem upacara merupakan wujud kelakuan (behavioral manifestation)
dari religi. Seluruh sistem upacara itu terdiri dari aneka macam upacara yang
bersifat harian, musiman, atau kadangkala. Upacara itu masing-masing
terdiri dari berbagai macam kombinasi dari berbagai macam unsur upacara,
seperti bersaji, berdoa, bersujud, berkorban, makan bersama, menari dan
bernyanyi, berprosesi, bersandiwara suci, berpuasa, intoxikasi, bertapa,
bersemedi.17 Di antara unsur upacara tersebut dilakukan peziarah di komplek
makam Syekh Burhanuddin saat basapa. Unsur upacara atau aktivitas

l7

Koentjaraningrat,Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta,Gramedia,l987,Cetakan ketigabelas),
ha1.147.

sinkretis yang dilakukan peziarah di komplek makam Syekh Burhanuddin
yang menjadi perhatian dari riset ini adalah, mengambil pasir makam Syekh
Burhanuddin, mengambil air sumur di komplek makam dengan tujuan-tujuan
tertentu, meletakkan ramuan obat-obatan dan kemenyan di atas makam,
mengambil air kimo, mengambil air batu ampa, membawal meletakkan
hewan peliharaan seperti ayam dan kambing, atau meletakkan sesajen, dan
aktivitas

mantawaan. Pada tahun-tahun

sebelumnya,

makam Syekh

Burhanuddin ditutupi dengan kainl tirai makam. Tirai makam inipun diambil
dengan jalan disobek sebahagiannya untuk tujuan-tujuan tertentu oleh
peziarah. Oleh karena itu yang ingin dideskripsikan adalah apa latar belakang
sehingga aktivitas-aktivitas sinkretisme itu dilakukan oleh peziarah dan
aktivitas apa saja yang dapat dikatakan sebagai sinkretrisme? Pertanyaan
tersebut mendasari dan memberikan inspirasi sehingga penelitian dan
laporan ringkas ini dibuat.

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan riset ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan latar belakang peziarah melaksanakan berbagai

aktivitas sinkretisme di komplek makam Syekh Burhanuddin di Ulakan
Pariaman.

2. Mendeskripsikan berbagai macam aktivitas sinkretisme yang dilakukan

peziarah pada waktu bersafar.

C. Lokasi

Penelitian mengenai sinkretisme dalam upacara basapa ini dilakukan
di Komplek makam Syekh Burhanuddin yang terletak di Desa Manggopoh
Palak Gadang Ulakan, Kecamatan Perwakilan Nan Sabaris, Kabupaten
Padang Pariaman, Sumatera Barat. Penelitian di lokasi makam ini dilakukan
adalah untuk memperoleh data melalui observasi dan wawancara langsung
terhadap peziarah. Penelitian juga dilakukan di Padang dan di daerah
Padang Pariaman lainnya, yaitu dengan mengunjungi peziarah ke rumahnya
atau ke mushallanya dan masjid untuk melakukan wawancara di luar waktu
basapa.

D. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif,
yaitu suatu pendekatan di dalam penelitian yang memfokuskan perhatian
pada prinsip-prinsip umum yang mendasari perwujudan satuan-satuan gejala
yang ada dalam kehidupan manusia atau yang biasa dikenal dengan pola-

pols.'' Oleh karena itu teknik pengumpulan data yang dipakai adalah dengan

'' Parsudi Suparlan, Pengantar Metode Penelifian Kualifatif, 1985. Artikel yang tidak dipublikasikan.

13
jalan pengamatan dan wawancara mendalam yang dilakukan kepada para
subjek penelitian, yaitu para peziarah yang terlibat langsung dengan aktivitas
sinkretisme, maupun para informan yang mengetahui aktivitas tersebut.

E. Waktu Penelitian
Pengumpulan data sudah mulai dilakukan tahun 1992 yang lalu,
semasa penulis masih mahasiswa di Jurusan Antropologi, FlSlP Universitas
Andalas, dalam rangka kuliah lapangan ke makam Syekh Burhanuddin untuk
mata kuliah Pengantar Antropologi Religi. Pengamatan dan wawancara juga
dilakukan pada safar tahun 1993 dan 1994, baik pada safa ketek maupun
safa gadang yang dilakukan bersama Saudara Yuhendri, teman sesama
mahasiswa yang tertarik terhadap aktivitas basapa ini. Jadi sedikit banyaknya
telah diketahui dan dimiliki catatan mengenai aktivitas basapa di Ulakan ini.
Pada basapa tahun 1421 Hijriyah ini yang bertepatan dengan tanggal 14
Safar atau 17 Mei 2000 saat sapa gadang dilakukan dan tanggal 24 Mei 2000
pada sapa ketek pengumpulan data kembali dilakukan, terutama untuk
menulis laporan ini.

B A B II
Komplek Makam, Sejarah Syekh Burhanuddin,
Tujuan, Latar Belakang Basapa dan Sinkretisme

Untuk memahami latar belakang dan aktivitas sinkretisme yang
dilakukan peziarah di makam Syekh Burhanuddin di Ulakan Pariaman,
adalah perlu untuk mengetahui komplek makam dan lingkungan
sekitarnya sebagai tempat aktivitas sinkretisme dilakukan, serta sejarah
Syekh

Burhanuddin

yang

berhubungan

dengan

munculnya

pelaksanaan aktivitas basapa dan sinkretisme serta latar belakang dan
tujuan basapa yang dilakukan peziarah. Oleh karena berhubungan
dengan latar belakang dan aktivitas sinkretisme itulah semuanya itu
perlu dideskripsikan.

A. Komplek Makam dan Lingkungan Sekitarnya

Makam Syekh Burhanuddin yang didatangi peziarah setiap tahun
berada di daerah pantai dari Desa Manggopoh Palak Gadang, sebelas
kilometer sebelah selatan dari kota administratif Pariaman. Secara
admisitratif desa Manggopoh Palak Gadang termasuk ke dalam Kecamatan
Petwakilan Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman, berbatasan langsung

dengan desa

- desa lainnya seperti desa Lubuk Kemuning di sebelah utara,

desa Sandi Mulia di sebelah timur, desa Ulakan Tengah di sebelah
selatannya. Sedangkan di sebelah barat dari desa Manggopoh Palak Gadang
adalah Samudera Indonesia, yang pantainya dikenal dengan Pasir Ulakan.
Lokasi komplek makam Syekh Burhanuddin ini merupakan daerah
utama dari Desa Manggopoh Palak Gadang, berdekatan dengan Pasar
Ulakan yang menjadi pusat distribusi barang-barang yang datang dari luar
desa, dan daerah perumahan penduduk. Dari 334 ha wilayah desa ini, sekitar
160 ha di antaranya merupakan daerah pemukiman penduduk. Wilayah

lainnya sebahagian besar dipenuhi persawahan dan ladang penduduk yang
memenuhi areal sekitar 157 ha. Ladang penduduk kebanyakan ditanami ubi
kayu, kacang-kacangan, cabe, tanaman palawija lainnya dan tanaman yang
paling banyak adalah kelapa. Walaupun demikian pohon-pohon tua juga
banyak terdapat, seperti durian, rambutan dan nangka. Diperkirakan hampir
semua penduduk yang memiliki areal menanami pohon kelapa yang dapat
menjadi penghasilan tambahan. Di antara pohon-pohon kelapa yang ada
umumnya berbatang tinggi dan telah berumur tua. Kolam-kolam ikan
digunakan penduduk sebagai tempat pemeliharaan ikan gurami dan lele
dumbo, tetapi kebanyakan kolam-kolam ikan ini tidak dikelola dengan baik.
Mata pencaharian penduduk terutama yang tinggal di daerah pantai adalah
sebagai nelayan.

'

Daerah Ulakan ini pada awalnya berupa daerah perladangan, yang
disebut penduduk dengan palak atau ladang. Nama Desa Manggopoh Palak
Gadang

mempunyai pengertian yang

berhubungan dengan

sejarah

perkembangan desa itu. Palak Gadang berarti ladang yang luas. Sedangkan
istilah manggopoh diperoleh dari kebiasaan penduduk yang pergi berladang
pagi hari dan pulang sore harinya dengan tergopoh-gopoh atau tergesa-gesa.
Pendatang yang datang terutama para peziarah ke makam Syekh
Burhanuddin lebih mengenal nama Ulakan daripada nama desa ini, karena
telah populer dari dulunya. Nama Ulakan merupakan nama kenagarian
sebelum dipecah menjadi sembilan belas desa dan kemudian menjadi tujuh
desa dalam tahun 1989.
Mengenai nama Ulakan berhubungan dengan sejarah kedatangan
Sebelum kedatangan Syekh Burhanuddin daerah ini
Syekh ~urhanuddin.'~
dikenal dengan nama Padang Lagondi. Disebut Padang Lagondi karena
adanya daerah terbukal padang yang dijadikan arena berjudi sabung ayaml
ayam balago. Nama Padang Lagondi berubah menjadi Ulakan setelah
kedatangan Syekh Burhanuddin.
Ulakan dalam bahasa Minangnya berasal dari kata mangulakan yang
berarti menolak. Menolak yang dimaksudkan adalah menolak kedatangan

Ie

Wawancara dengan Bapak Haji Zainuddin di Desa Sikapak Tangah Pariaman, 24 September 1994 dan 7 Mei
2000. Lihat juga ~uheidri,Makna AKtivifas Dalam Upacara Bersafar di Makam Syekh Buhanuddin, Skripsi
S1 Antropologi, (Padang,UniversitasA n d a b 1 995).

Syekh Burhanuddin dari Aceh setelah menuntut ilmu agama Islam kepada
Syekh Abdul Rauf selama tiga belas tahun untuk mengembangkannya di
Minangkabau. Saat kedatangan Syekh Burhanuddin dari Aceh yang diantar
dengan kapal oleh murid-murid Syekh Abdul Rauf, kerajaan Minangkabau
sedang bermusuhan dengan kerajaan Aceh. Oleh sebab itu pada saat kapal
Syekh Burhanuddin mendarat, mereka diserang dan ditolak kehadirannya
oleh masyarakat setempat, karena dikira yang datang adalah prajurit
Kerajaan Aceh,

karena kapal yang

ditumpang Syekh Burhanuddin

merupakan kapal layar khas Aceh. Karena adanya penolakan ini untuk
sementara waktu Syekh Burhanuddin kembali ke laut dan singgah di pulau
Angso Duo. Oleh karena kesalahpahaman itu kata-kata mangulakan
kemudian menjadi ulakan saja, yang sampai sekarang tetap dipakai menjadi
nama daerah.
Komplek makam Syekh Burhanuddin dengan areal sekitar lima hektar
itu, ditandai dengan pintu gerbang yang telah dibangun permanen,
bertuliskan "KOMPLEK MAKAM SYEKH BURHANUDDIN" berwarna kuning
keemasan di bagian atasnya. Pintu gerbang yang besar dan menghadap ke
arah barat atau pantai Ulakan ini diikuti dengan jalan semen dua jalur menuju
pintu gerbang kedua, yaitu pintu masuk areal bangunan makam Syekh
Burhanuddin, dengan jarak sekitar 50 meter dari gerbang utama.
Dalam areal bangunan makam Syekh Burhanuddin yang dibangun
bergonjong terdapat beberapa makam lainnya yang tidak dikenal yang

ditandai dengan batu-batu nisan yang berasal dari batu kali yang tidak
beraturan. Makam-makam ini terletak di sekeliling makam utama dan
tanahnya tidaklah ditinggikan. Permukaannya sudah ditutupi dengan batubatu cetakan yang datar dan keramik, menjadi lantai dari bangunan makam
secara keseluruhan, walaupun demikian bangunan makam ini sudah
ditinggikan setengah meter dari permukaan tanah. Menurut para ulama
setempat, makam-makam tersebut adalah kuburan para murid Syekh
Burhanuddin. Makam yang dikenal adalah makam dua orang sahabat Syekh
Burhanuddin di sebelah kiri dan kanan makamnya, yaitu makam Syekh Abdul
Rahman dan ldris Dt. Majo Lelo. Makam Syekh Burhanuddin berada di
tengah-tengah di antara makam Syekh Abdul Rahman dan ldris Dt. Majo
Lelo. Ketiga makam ini dibangun permanen dengan dikelilingi dengan pagar
besi dan atap permanen. Pagar besi ini baru dibangun dalam tahun 1999.
Sebelumnya ketiga makam ini tigak berpagar, tetapi ditutupil dibatasi dengan
kain kelambu makam. Jadi di dalam bangunan makam secara keseluruhan,
terdapat

bangunan khusus

makam Syekh

Burhanuddin dan

kedua

sahabatnya. Seperti halnya bangunan-bangunan kubur orang-orang penting
yang dikenal, bangunan kubur Syekh Burhanuddin didirikan sebuah rumah
yang disebut cungkup atau k ~ b a h . ~ '

Lihat Soekrnono, PengantarSejarah KebudayaanIndonesia 3, (Jakarta,Kanisius,l988.Cetakan kelima), ha1.83.

Dalam bangunan permanen berlantai keramik ini juga terdapat sebelas
kulit kerang besar, dengan ukuran diameter sekitar setengah meter. Pada
waktu basapa kulit-kulit kerang besar yang disebut kimo ini diisi air dan
ditaburi bunga rampai dan asam oleh penjaganya.

Selain kimo terdapat

sebuah batu ampa, batu pipih berwarna hitam yang terus disirami air pada
saat basapa. Dalam bangunan ini juga tumbuh tujuh batang kamboja putih.
Selain itu pada bagian ujung sebelah timur, tepat disamping pagar
besi makam terdapat sebuah bak besar dari semen dengan tinggi satu meter,
panjang tiga meter. Bak ini berfungsi sebagai tempat menampung beras
sumbangan peziarah. Penjaga kubur yang menerima beras yang dibawa
peziarah dengan kantong, memasukkan beras ke dalam bak tersebut melalui
dua buah saluran yang dibangun miring, khusus untuk memasukkan beras
dari balik kubur ke bak beras tersebut.
Di sekeliling bangunan utama ini terdapat sebanyak 69 suraul
mushalla yang dibangun seperti rumah-rumah petak memanjang. Bangunan
surau-surau ini didirikan setengah permanen dan permanen. Satu bangunan
memanjang terdiri satu sampai dengan delapan surau. Di luar komplek
makam juga terdapat surau - surau peziarah yang menggunakan sebahagian
ruangan

yang

ada

di

rumah-rumah

penduduk,

sehingga

secara

keseluruhannya terdapat sebanyak 73 surau.
Surau-surau atau mushalla tersebut memiliki nama-nama sendiri.
Nama yang diberikan berdasarkan nama daerah peziarah yang datang atau

berdasarkan nama dari pimpinant guru kelompok peziarah, seperti Surau
Pakandangan, Surau Padang Gantiang, Surau H. Suna, Surau Taunku Tak
Makan, Surau Labai Munir dan lain-lain. Pada tahun-tahun yang lalu nama
surau-surau tersebut dituliskan di atas pintu masuk, sedangkan pada sapa
tahun 2000 sudah tidak terlihat lagi, diganti dengan nomor surau, kecuali
pada suaru di luar komplek makam.
Surau-surau tersebut dibangun sebagai tempat peziarah dalam
melaksanakan aktivitas keagamaan selama upacara basapa dilaksanakan,
bagi peziarah yang datang secara rutin dan berkelompok. Surau-surau
tersebut dibangun berkat bantuan dari para perantau dari daerah peziarah
masing-masing, sedangkan tanah untuk lokasi surau merupakan tanah wakaf
dari keturunan ldris Dt. Majo Lelo. Diluar waktu bersafar surau-surau tersebut
dipelihara oleh salah seorang jemaah yang biasanya telah cukup tua yang
berasal dari daerah, yang disubsidi oleh jemaah lain dari kampungnya atau
dari anak-anaknya.
Dalam komplek makam, bangunan lain yang menonjol adalah masjid.
Masjid ini sekaligus merupakan masjid nagari. Posko basapa yang sehariharinya menjadi kantor kepala desa, menjadi pusat pengendalian dan
keamanan pada saat sapa berlangsung. Selain itu dalam komplek makam
terdapat

dua sumur tempat berwuduk yang berdinding semen tepat di

hadapan masjid, dan sebuah batang ketaping (ketapangl Terminalia Catappa
Linn ) yang sudah cukup tua dan berbatang besar, yang menurut sejarahnya

dibawa oleh Syekh Burhanuddin dari Aceh. Pada bagian belakang dan
samping komplek banyak tumbuh pohon pinago biru yang berfungsi sebagai
pohon pelindung.
Saat safar dilaksanakan (malam hari) seluruh areal komplek makam
dipenuhi tidak saja oleh peziarah yang mengelompok di lapangan terbuka
karena tidak memliki surau tersendiri, tetapi juga oleh para pedagang yang
banyak menggelar dagangannya di atas tikar atau meja, ataupun para
pengunjung lainnya yang datang untuk hanya sekedar melihat-lihat aktivitas
safar. Dapat dikatakan areal safar seperti pasar malam saja. Kebanyakan
dagangan yang dijual di dalam komplek makam ini adalah kemenyan
(Menyan Arab1 Boswellia spec.) untuk keperluan aktivitas bersapar dan
makanan-makanan kecil seperti, goreng pisang, sala lauak, penjual rokok
dan permen, buku-buku agama, tikar pandan dan lain-lain. Demikian juga
dengan Pasar Ulakan yang terdapat di samping komplek makam, dipenuhi
oleh pedagang dan pengunjung. Bahkan pasar Ulakan ini seakan-akan
pindah ke sepanjang jalan menuju komplek makam, karena pedagang yang
biasa menetap di Ulakan maupun pedagang yang datang untuk berjualan
pada malam safar dilaksanakan, mendirikan toko-toko darurat di sepanjang
jalan. Jalan ini menjadi penuh sesak oleh pengunjung dan pedagang.

B. Sejarah Ringkas Syekh Burhanuddin

*'

Syekh Burhanuddin lahir di Padang Panjang pada awal abad ke 17
Masehi. Semasa kecilnya bernama Pono dan beliau anak dari sepasang
petani. Ayah beliau bernama Pampak dan ibu beliau bernama Cukuik. Ketika
Pono dilahirkan, agama lslam telah berkembang selama 300 tahun di Aceh.
Pada abad ke 14, agama lslam telah sampai ke Minangkabau. Pusat
kerajaan Minangkabau pada saat itu belum lagi disentuh oleh agama lslam
karena masyarakatnya masih menganut agama ~ u d h a . 'Manurut
~
~bdullah,~~
Syekh Burhanuddin atau Pono dimasa kecilnya belum lagi mengenal seluk
beluk agama lslam karena orang tuanya menganut agama Budha.
Pono dan kedua orang tuanya karena sesuatu sebab pindah dari
Pariangan Padang Panjang ke Sintuak Lubuk Alung. Di Sintuak ini
bermamak atau menjadi kemenakan dari Dt. Sati, yang memberikan
sebidang tanah dan tempat tinggal. Pada waktu itu Pono mulai berteman baik
dengan ldris Dt. Majo Lelo.
Di daerah Tapakis, tidak beberapa jauh dari Sintuak telah dikenal
seorang ulama, Yah Yuddin, yang datang dari Madinah. Oleh karena itu
dikenal sebagai Tuanku Madinah. Pono belajar lslam dari Taunku Madinah,

21
22

23

Wawancara dengan Haji Zainuddin di Desa SikapakTengah tanggal 24 September 1994, Mahyuddin, 17 Mei
2000 di Pasar Usang, serta ditunjang dengan sejarah tertulis yang ada.
Zainal Bakar, Sejarah Syekh Burbanuddin, Pemda Tk.ll Padang Pariaman. 1993. Ha1.4.
Hawash Abdullah, Perkembangan llmu Tasawuf dan Tokoh-tokohnya di Nusantara, (Surabaya:Al Ikhlas,
1980). hal. 53.

sampai ia memperkenalkan kepada kedua orang tuanya sehingga mereka
meninggalkan agama Budha.
Setelah semua ilmu yang ada pada Tuangku Madinah dipelajarinya,
maka disuruhlah Pono oleh Tuangku Madinah untuk lebih melengkapi ilmu
agama lslam berguru kepada Syekh Abdul Rauf di Aceh. Syekh Abdul Rauf
adalah seorang ulama besar dan seorang tokoh Sufi yang menyebarkan
tharikat Syatariah yang ulung untuk ~ a m a n n ~ a . ' ~
Semasa Pono mempelajari agama lslam dari Syekh Abdul Rauf beliau
menjadi murid kesayangan, sehingga memperoleh keistimewaan baik dalam
mempelajari agama lslam maupun dalam kehidupan sehari-hari, sampai
Pono diangkat oleh Syekh Abdul Rauf sebagai anaknya karena Syekh Abdul
Rauf tidak memiliki anak laki-laki.
Syekh Abdul Rauf mengajarkan ilmu agama lslam meliputi bidang;

- Nahu dan Syaraf, adalah ilmu pengetahuan membaca dalam Bahasa
Arab.

- Tauhid dan Fiqih adalah ilmu pengetahuan tentang hukum lslam dan cara
mendekatkan diri kepada Allah.

Hawash Abdullah, /bid. hal. 49.

Semua ilmu ini bersumber pada Al Qur'an yang diajarkan oleh gurunya
Syekh Abdul Rauf sehingga sempurnalah pelajaran tharikat dan saripati Al
Qur'an yang bersumber pada surat ~ l f a t i h a h . ~ ~
Dalam menuntut ilmu pada Syekh Abdul Rauf, berbagai macam ujian
dijalani oleh Pono. Salah satu di antaranya diutarakan oleh Syekh Haji
Jalaluddin, berikut ini :
Pada suatu hari Syekh Abdul Rauf memakan sirihnya, tiba-tiba tempat
kapur sirihnya jatuh ke dalam kakus yang mana kakus itu sangat
dalam, yang telah dipakai bertahun-tahun. Tuan Syekh berkata: "Siapa
di antara murid-muridku yang sudi membersihkan kakus untuk
mengambil tempat kapur sirihku yang jatuh ke dalamnya?". Muridmurid yang banyak merasa keberatan, lantas Pono berkata bahwa ia
sanggup mengambilnya dan mulailah Pono bekerja membersihkan
sumur hingga tempat kapur sirih itu didapatnya, sehingga bertambah
yakinlah Syekh Abdul Rauf. Selanjutya Syekh Abdul Rauf berdoa dan
berkata, tanganmu akan dicium oleh Raja, Penghulu, orang-orang
besar dan murid-muridmu tidak akan putus-putusnya sampai akhir
zaman dan ilmu kamu akan memberkati dunia ini (1972;3-4).
Ujian lainnya juga dilalui Pono untuk menguji keimanannya. Suatu hari
Pono ditinggalkan berdua dengan puteri gurunya di rumah. Karena godaan
setan hati Pono bergetar dan gairah seksualnya timbul ketika melihat puteri
gurunya tidur. Setelah berbagai cara dilakukan Pono untuk meredam
nafsunya, namun tidak juga berhasil. Akhirnya Pono pergi keluar rumah
kemudian dikeluarkannya kelaminnya dan dipukul di atas sebuah batu
sehingga mengeluarkan darah. Batu inilah yang kemudian dikenal dengan

2s

Zainal Bakar, /bid. ha1.9.

sebagai batu ampa, yang kemudian menjadi salah satu objek sinkretisme
dalam aktivitas basapa.
Setelah ujian tersebut dilaluinya, dan ilmu yang diberikan oleh Syekh
Abdul Rauf sudah semuanya dipahami, maka Syekh Abdul Rauf
merasa bahwa Pono sudah benar-benar mantap keimanannya
sehingga digantilah nama Pono menjadi Burhanuddin yang berarti
penyuluh agama, dan diberi gelar Syekh. Nama ini.diberikan pada saat
Syekh Burhanuddin akan kembali ke Minangkabau dan beliau juga
memberikan sebuah buku tuhfah dan empat lembar jubah, ikat
pinggang dan sebuah kopiah dari negeri Yaman. Semua pemberian ini
melambangkan tanda kebesaran dengan ilmu yang sudah penuh di
dalam hati. Syekh Burhanuddin diminta kembali ke Minangkabau
untuk megamalkan dan mengembangkan semua ilmu yang telah
diperolehnya selama berguru di Aceh. Mulai saat itu resmilah Syekh
Burhanuddin diangkat sebagai kalifah Syekh Abdul Rauf untuk daerah
~inangkabau.~~
Setelah 13 tahun menuntut ilmu dari Syekh Abdul Rauf, Syekh
Burhanuddin kembali ke Minangkabau yang diantar oleh sahabat-sahabatnya
dengan kapal layar dan melabuh di Pariaman. Ketika mendarat Syekh
Burhanuddin diulak oleh penduduk setempat karena dikira prajurit Aceh,
sehingga beliau menetap sementara di pulau Angso Duo. Setelah berada di
Pulau Angso Duo inilah Syekh Burhanuddin teringat akan kawan lamanya,
ldris Dt. Majo Lelo. Syekh Burhanuddin kemudian mengirimkan surat kepada
ldris Dt. Majo Lelo. Setelah surat Syekh Burhanuddin dibaca ldris Dt. Majo
Lelo, maka dijemputlah Syekh Burhanuddin bersama pemuka adat Ulakan.

Nofrialdi, Bersafar dan Dampak Ekonominya Terhadap Masyarakat Ulakan, Skripsi S1 Sosiologi, (Padang,
Universitas Andalas,1992), ha1.31.

Gambar 01. Gerbang komplek makam Syekh Burhanuddin

Gambar 02. Makam Syekh Burhanuddin dengan cungkupnya yang ramai
dikunjungi peziarah.

Gambar 03. Makam Syekh Burhanuddin dikelilingi peziarah yang berdoa di
luar cungkupnya.

-&..Y

Gambar 04. ~etugasdalam cungkup makam sedang mengambil pasir
makam dengan menggunakan sanduak tampuruang.

Gambar 05. Pakiah-pakiah berdoa dengan kemenyan dalam komplek
makam. Di dekatnya nampak batu nisan kubur murid Syekh
Burhanuddin.

Gambar 06. Pedagang dalam komplek makam, yang menjual untaian
manik-manik untuk tasbih, kemenyan, bawang putih, benang
tiga warna dan lain-lain.