LAPORAN KINERJA TPSA TAHUN ANGGARAN 2017

LAPORAN KINERJA TPSA TAHUN ANGGARAN 2017

KEDEPUTIAN BIDANG TEKNOLOGI PENGEMBANGAN SUMBERDAYA ALAM BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI

JAKARTA, JANUARI 2018

TIM PENYUSUN

Pengarah:

Wimpie Agoeng N Aspar / Deputi Kepala TPSA

Penanggungjawab / Ketua Tim:

M. Ilyas / Kepala Balai Teksurla

Anggota Tim:

Nana Sudiana / PTRRB Muhammad Hanif / PTL Budi Harsoyo / BBTMC Destianingrum Ratna Prabawardani / BBTMC M. Abdul Kholiq / BTPAL Agustan / PTPSW Fiolenta Marpaung / PTPSW Lian Yuanita Andikasari / PTRRB Muhammad Irfan / Balai Teksurla Indra Kurniawan / Balai Teksurla Iin Parlina / PTL Reba A. Pratama / PTL Gunawan Hadiko/ PTPSM

Sekretaris:

Taufan Wiguna / Balai Teksurla

ii

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kedeputian bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) sebagai salah satu unit kerja eselon 1 di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi pengembangan sumberdaya alam. Hal ini diwujudkan dengan fungsi Kedeputian bidang TPSA dalam perumusan kebijakan teknis pelaksanaan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi pengembangan sumberdaya alam, pelaksanaan kegiatan teknologi pengembangan sumberdaya wilayah, teknologi pengembangan sumberdaya mineral, teknologi reduksi risiko bencana dan teknologi lingkungan, dan pengendalian terhadap kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penerapan teknologi pengembangan sumberdaya alam.

Rencana kerja dan akuntabilitas kinerja Kedeputian bidang TPSA dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut tercermin dari program dan kegiatan yang tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) BPPT dan Renstra Kedeputian bidang TPSA.

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKIP) Kedeputian bidang TPSA 2017 ini berisi penjelasan umum organisasi, tugas dan fungsi, profil sumber daya manusia (SDM) dan perencanaan kinerja serta akuntabilitas kinerja TPSA berupa rencana dan capaian atas target kinerja selama TA 2017 yang disusun secara akuntabel, obyektif dan transparan.

Secara umum, seluruh kinerja TPSA TA 2107 dapat tercapai dengan baik dengan terpenuhinya target kinerja sesuai sasaran dan indikator kinerja yang telah ditetapkan. Capaian kinerja Kedeputian bidang TPSA TA 2017 mengacu kepada sasaran program, indikator kinerja dan target yang telah ditetapkan pada perjanjian kinerja TA 2017 yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Sasaran Program 1: Terwujudnya inovasi di bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam untuk mendukung kemandirian bangsa. Indikator Kinerja Sasaran Program adalah

Jumlah Produk bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) yang mendukung kemandirian bangsa.

2. Sasaran Program 2: Termanfaatkannya hasil inovasi di Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) yang mendukung kemandirian bangsa. Indikator Kinerja Sasaran

Program 2 adalah Jumlah inovasi di Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) yang mendukung kemandirian bangsa dan sudah dimanfaatkan oleh pengguna teknologi.

3. Sasaran Program 3: Meningkatnya Kualitas Layanan Teknologi di Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA). Indikator Kinerja Sasaran Program 3 adalah Indeks Kepuasan Masyarakat.

iv

Analisis terhadap faktor-faktor yang mendukung peningkatan kinerja TPSA TA 2017 antara lain:

1. memiliki SDM yang kompeten dalam bidang pengkajian dan penerapan teknologi sumberdaya alam, kebencanaan dan lingkungan

2. mengadopsi sistem dan tata kerja kerekayasaan yang bercirikan team work, well-structured dan well-documented

3. memiliki sarana dan pra-sarana (seperti laboratorium, workship, alat uji, pilot plant, dll) yang relatif cukup memadai;

4. memiliki pengalaman dalam aplikasi hasil kegiatan untuk produk inovasi dan kerekayasaan tertentu bagi masyarakat, pemerintah daerah dan mitra industri.

sedangkan analisis faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan kinerja TPSA TA 2017 antara lain:

1. masih minimnya kemampuan hilirisasi produk inovasi teknologi yang dihasilkan oleh TPSA yang berbasis pasar dengan tekno-ekonominya

2. program masih bersifat inward-looking dan belum maksimal berorientasi pada kebutuhan dan permintaan pengguna (industri dan masyarakat)

3. koordinasi, komunikasi dan program kegiatan matrik TPSA dengan eselon 1 di Kedeputian di internal BPPT masih lemah

4. masih tingginya kesenjangan komposisi usia, jenjang pendidikan dan bidang keahlian/ kepakaran SDM.

Pada tahun 2017 total anggaran yang dikelola oleh Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam dengan pagu awalnya adalah sebesar Rp. 207.636.535.000,-, namun dengan adanya kebijakan pemerintah untuk optimasi penggunaan anggaran secara nasional maka terjadi pengurangan anggaran sebesar Rp. 7.489.777.00,-. Dengan demikian, pagu akhir anggaran yang dikelola oleh kedeputian TPSA adalah sebesar Rp. 200.146.758.000,-. Dari rekapitulasi realisasi anggaran yang dilaksanakan oleh setiap unit kerja eselon II dan Satuan Kerja Balai, total realisasi anggaran mencapai Rp. 196.610.138.356.- (98.23%).

Berdasarkan hasil-hasil capaian tersebut, maka ke depan perlu dilakukan beberapa hal dalam peningkatan akuntabilitas kinerja TPSA untuk TA 2017-2019 antara lain:

1. Mempertahankan capaian kinerja yang sudah baik dan memperbaiki capaian kinerja yang belum sempurna dengan mendorong luaran kegiatan secara terus menerus untuk dapat dimanfaatkan oleh mitra pengguna.

2. Melakukan peningkatan dan perbaikan (revitalisasi) infrastruktur (sarana dan pra-sarana) untuk menunjang kegiatan inovasi dan perekayasaan teknologi pengembangan sumberdaya alam.

3. Melakukan peningkatan manajemen kerja yang mencakup SDM, administrasi maupun anggaran.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Penjelasan Umum Organisasi

Kedeputian bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (TPSA) merupakan bagian dari institusi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang secara spesifik memiliki kiprah yang menonjol dalam 3 (tiga) bidang teknologi yaitu bidang teknologi sumberdaya alam dan kelautan, bidang teknologi kebencanaan dan bidang teknologi lingkungan. Kombinasi yang sinergis dan harmonis antara sumberdaya alam yang beragam dan melimpah serta penguasaan akan teknologi kebumian adalah suatu jalan untuk menuju kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Dalam hal ini, Kedeputian bidang TPSA ditugaskan untuk menghasilkan produk teknologi yang dapat memaksimalkan hasil guna sumberdaya alam secara berkelanjutan serta mengurangi risiko bencana bagi masyarakat.

Dalam kiprahnya tersebut, Kedeputian bidang TPSA telah menghasilkan beberapa produk unggulan yang telah dimanfaatkan pada berbagai stakeholder antara lain:

(a) Teknologi Penginderaan Jauh (Remote Sensing), Sistem Informasi Geografi (SIG), Sistem Survey Terestrial Terpadu, dan Sistem Iklim telah banyak dimanfaatkan pada berbagai sektor terutama pertanian, kelautan dan perikanan serta kehutanan;

(b) Teknologi karakterisasi sumberdaya gambut, penyusunan masterplan pengelolaan gambut, teknologi pemanfaatan gambut untuk media tanam dan penyuburan lahan

kritis; (c) Teknologi biocyclofarming dan ameliorasi untuk peningkatan produktivitas bentang lahan kritis, lahan bekas tambang dengan dibentuknya kawasan Agro Tekno Park (ATP) di berbagai daerah di Indonesia;

(d) Teknologi Pengelolaan dan Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil dan Kawasan

Pesisir; (e) Teknologi mitigasi bencana dan pengurangan risiko bencana dengan Sistem Reduksi Risiko Bencana (SIRRMA), Sistem Peringatan Dini Banjir (FEWS), Sistem Peringatan Dini Longsor (LEWS), dan Rapid Assessment Mitigation Unit (RAMU);

(f) Teknologi pengolahan air siap minum (arsinum) yang telah banyak diapliksikan di berbagai daerah dalam rangka mendukung pencapaian target Pembangunan Milenium (MDGs) dan Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) dan Sistem Teknologi Pengolahan Air (SITPA) untuk daerah-daerah tertinggal serta teknologi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) melalui Reusable Sanitary Landfill (RSL). Selain itu, Technology Need Assessment (TNA) juga telah dijadikan sebagai dokumen aksi nasional di bidang transfer teknologi untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim;

(g) Teknologi instalasi pengolahan air limbah dan teknologi remediasi yang berbasiskan pada pemanfaatan agensia biologi; (h) Teknologi eksplorasi mineral yang tidak bersifat destruktif yang telah terbukti unggul dalam eksplorasi batubara, bijih besi serta mineral lain untuk mengurangi dampak kegiatan penambangan;

(i) Teknologi modifikasi cuaca yang telah diaplikasikan secara nasional sejak tahun 1979 dengan berbagai tujuan, diantaranya untuk menambah curah hujan bagi sektor

pertanian, untuk pengisian air waduk dalam mendukung pengelolaan PLTA, mengurangi curah hujan untuk mengatasi banjir/longsor, dan untuk mengurangi kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan;

(j) Teknologi survei kelautan dengan 4 (empat) armada Kapal Riset Baruna Jaya dalam mewujudkan pelayanan jasa survey, riset dan observasi kelautan melalui pendekatan teknologi yang handal dan tangguh, telah melakukan pengembangan Teknologi Eksplorasi Migas Lepas pantai dengan survey seismik 2D dan seismik pseudo 3D untuk akurasi eksplorasi seismik migas lepas pantai.

1.1.1. Sejarah Organisasi

Dengan Keputusan Presiden No. 25 Tahun 1978 tentang pembentukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), maka dibentuklah Direktorat Pengembangan Kekayaan Alam BPPT. Direktorat Pengembangan Kekayaan Alam BPPT bertugas menyelenggarakan pengkajian dan penerapan teknologi dalam pengembangan dan pemanfaatan kekayaan alam.

Selanjutnya, dengan terbitnya Keputusan Presiden No. 31 Tahun 1982, Direktorat Pengembangan Kekayaan Alam BPPT dimekarkan menjadi Deputi Bidang Pengembangan Kekayaan Alam BPPT. Selain melaksanakan empat tugas pokok BPPT yaitu: (a) Perumusan Kebijakan; (b) Koordinasi Program; (c) Pelayanan Jasa Teknologi; (d) Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Kedeputian Bidang Pengembangan Kekayaan Alam juga melaksanakan fungsi pengkajian dan penerapan teknologi dalam bidang pengembangan dan pemanfaatan kekayaan alam untuk menunjang program pembangunan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi ini, organisasi Kedeputian Bidang Pengembangan Kekayaan Alam disusun menjadi: a) Direktorat Inventarisasi Sumberdaya Alam; b) Direktorat Pengembangan Sumberdaya Mineral; c) Direktorat Pengembangan Sumberdaya Non-Mineral; d) Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan.

Pada periode 1982-1992, program dan kegiatan yang menonjol di Kedeputian Pengembangan Kekayaan Alam, antara lain adalah Program Energi Panas Bumi, Program Mineral Fosfat dan Mineral Kaolin, kegiatan survei dan riset kelautan dengan manca negara, dan mulai berdatangannya kapal riset Baruna Jaya, program pengembangan aplikasi remote sensing, operasi hujan buatan di DAS Citarum, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.

Melalui Keppres No. 47 Tahun 1991, organisasi Kedeputian Pengembangan Kekayaan Alam BPPT semakin disempurnakan dengan penambahan 1 (satu) Direktorat dan diperkenalkannya struktur organisasi Sub Direktorat. Keppres ini tetap menegaskan empat Tugas Pokok BPPT, dimana fungsi Kedeputian Pengembangan Kekayaan Alam BPPT adalah Pembinaan Pengkajian dan Penerapan Teknologi di bidang Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam, Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral, Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi dan Teknolgi Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Mitigasi Bencana. Organisasi Kedeputian Pengembangan Kekayaan Alam, sesuai Keppres no.47 Tahun 1991 disusun sebagai berikut:

(a) Direktorat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam (TISDA); (b) Direktorat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi (TPSE); (c) Direktorat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral (TPSM); (d) Direktorat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Lahan dan Mitigasi Bencana (TPSLM); (e) Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan.

Pada periode 1992-1999, melalui Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, tertanggal 26 Pebruari 1998, dibentuklah Unit Pelaksana Teknis Baruna Jaya BPPT. Berbagai kegiatan unggulan terus ditampilkan oleh Kedeputian PKA BPPT antara lain: Pencanangan Konsep Benua Maritim Indonesia, Pencanangan Deklarasi Bunaken, Pembangkit Listrik energi Biomassa BIONER 1, Butonic Mastic Asphalt, Semen Podzoland dan pupuk dolomit, Penerapan berbagai aplikasi sistem informasi Geografis untuk POLRI, untuk PPM Dep Kesehatan, untuk Pemantauan PEMILU 1999 serta untuk eksplorasi perikanan, aplikasi sumberdaya gambut, operasi modifikasi cuaca untuk pemadaman kebakaran hutan dan pencegahan banjir.

Pada periode 1998-1999, BPPT mengalami proses revitalisasi melalui Keppres No. 117/1998, organisasi BPPT dirampingkan kembali. Untuk selanjutnya, Kedeputian Pengembangan Kekayaan Alam berubah namanya menjadi Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam.

1.1.2. Tugas dan Fungsi

Pola perumusan tugas dan fungsi Kedeputian Bidang TPSA, diatur sebagaimana dalam Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Nomor 009 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi sebagai berikut:

1. Deputi Bidang TPSA adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi BPPT di bidang teknologi pengembangan sumberdaya alam, yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala;

2. Deputi Bidang TPSA dipimpin oleh Deputi;

3. Deputi Bidang TPSA mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang teknologi pengembangan sumberdaya alam.

4. Dalam Melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud di atas, Deputi Bidang TPSA menyelenggarakan fungsi: (a) Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan di bidang pengkajian dan penerapan

teknologi pengembangan sumberdaya alam; (b) Pelaksanaan kegiatan teknologi pengembangan sumberdaya wilayah, teknologi pengembangan sumberdaya mineral, teknologi reduksi risiko bencana dan teknologi

lingkungan; (c) Pengendalian terhadap kebijakan teknis di bidang pengkajian dan penerapan teknologi pengembangan sumberdaya alam; dan (d) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala.

1.1.3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi TPSA adalah bagian dari organisasi BPPT yang merupakan kerangka dalam pola tetap hubungan diantara fungsi-fungsi, unit-unit, atau posisi-posisi, maupun orang- orang yang menunjukkan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda- beda dalam satu organisasi BPPT. Struktur organisasi BPPT mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

(a) Spesialisasi kegiatan, yaitu berkenaan dengan spesifikasi tugas-tugas dalam organisasi BPPT; (b) Standardisasi kegiatan, yaitu prosedur-prosedur yang digunakan untuk menjamin terlaksananya kegiatan yang telah direncanakan; (c) Koordinasi

prosedur-prosedur yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuan kerja dalam organisasi BPPT; (d) Sentralisasi dan desentralisasi pengambilan keputusan yang menunjukkan lokasi (letak) kekuasaan pembuatan keputusan; (e) Ukuran satuan kerja yang menunjukkan level eselonisasi suatu unit kerja.

Struktur organisasi Kedeputian Bidang TPSA ( Gambar 1. 1) adalah bagian dari struktur organisasi BPPT berdasarkan:

1. Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Nomor 009 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

2. Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Nomor 010 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca.

3. Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Nomor 017 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Teknologi Survey Kelautan.

4. Peraturan Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Nomor 018 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Teknologi Pengolahan Air dan Limbah

Gambar 1. 1. Struktur Organisasi Kedeputian Bidang TPSA

Bagan organisasi Kedeputian Bidang TPSA merupakan gambaran struktur organisasi yang memperlihatkan susunan fungsi-fungsi, unit-unit atau posisi-posisi dan menunjukkan bagaimana hubungan diantaranya. Satuan-satuan organisasi yang terpisah digambarkan dalam bentuk kotak-kotak, dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan garis yang menunjukkan rantai perintah dan jalur komunikasi. Bagan organisasi Kedeputian Bidang TPSA menggambarkan 5 (lima) aspek suatu struktur organisasi, yaitu sebagai berikut:

1. Pembagian kerja. Setiap kotak menunjukkan jabatan, individu atau satuan organisasi tertentu, yang bertanggungjawab untuk kegiatan tertentu pula.

2. Pimpinan dan bawahan atau rantai perintah, yang menunjukkan hubungan wewenang dan tanggung jawab antara atasan dan bawahan. Rantai ini dimulai dari jenjang organisasi yang tertinggi sampai dengan jenjang organisasi yang terendah. Dalam hal ini asas kesatuan perintah jelas, dimana setiap bawahan menerima tugas dan pelimpahan wewenang hanya dari seorang pimpinan dan mempertanggungjawabkannya juga hanya kepada seorang pimpinan.

3. Bentuk pekerjaan yang dilaksanakan. Deskripsi pada setiap kotak menunjukkan pekerjaan tertentu.

4. Pengelompokkan segmen-segmen pekerjaan. Keseluruhan bagan menunjukkan atas dasar apa kegiatan-kegiatan organisasi dibagi habis. Apakah berdasarkan fungsi, proses atau lainnya. Tingkatan manajemen. Suatu bagan menunjukkan keseluruhan hierarki manajemen.

5. Tingkatan manajemen. Suatu bagan menunjukkan keseluruhan hierarki manajemen.

Nomenklatur yang digunakan merupakan nomenklatur yang menggambarkan secara singkat, jelas dan tepat mengenai kedudukan, tugas dan fungsi unit atau jabatan dalam suatu unit organisasi Kedeputian Bidang TPSA. Dalam menetapkan nomenklatur didasarkan pada butir- butir informasi dalam uraian jabatan (rumusan serta rincian tugas dan fungsi), sifat tugas unit yang bersangkutan (pembantu pimpinan, pelaksana, pengawasan, penunjang atau pendukung). Pada nomenklatur jabatan setingkat eselon I yang dipergunakan adalah dalam lingkup bidang teknologi yang masih tetap menunjukkan respon BPPT terhadap perubahan- perubahan internal dan ekternal. Oleh karena itu tidak ada perubahan nomenklatur jabatan setingkat eselon I di BPPT.

Untuk nomenklatur jabatan setingkat eselon II, yang dipergunakan adalah Fungsi yang meliputi pengelolaan aspek-aspek yang berkaitan dengan bidang teknologi tersebut. Sedangkan nomenklatur eselon III pada unsur pelaksana, yang dipergunakan adalah mengacu pada fungsi tata usaha dan layanan jasa bidang teknologi.

Nomenklatur yang ditetapkan tidak sama atau lebih tinggi bobotnya dibandingkan dengan unit organisasi di atasnya. Secara prinsip, nomenklatur organisasi BPPT dapat dilihat pada

Tabel 1. 1.

Tabel 1. 1. Nomenklatur BPPT

No Uraian

Nomenklatur

1 Unsur Pembantu Pimpinan Sekretariat Utama

2 Unsur Pelaksana

a. Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi

b. Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam

c. Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi

d. Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi dan Material

a. Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa

3 Unsur Pengawasan

Inspektorat

4 Unsur Penunjang

a. Pusat Pembinaan Pendidikan Perekayasaan dan Auditor Teknologi

a. Pusat Pelayanan Teknologi

1.1.4. Profil Sumberdaya Manusia TPSA

TPSA memiliki SDM yang unggul dengan tingkat pendidikan yang tinggi dari berbagai disiplin ilmu dan bidang keahlian. Berdasarkan data per Januari 2018 secara keseluruhan SDM TPSA berjumlah 408 orang dengan status ASN. Berikut ini disajikan komposisi SDM berdasarkan tingkat pendidikan (Gambar 1.2), distribusi SDM TPSA berdasarkan pendididak di masing- masing unit kerja Tabel 1. 2, dan distribusi SDM TPSA berdasarkan Jabatan Fungsional (Gambar 1. 3).

KOMPOSISI SDM TPSA BERDASARKAN PENDIDIKAN

Gambar 1. 2. Komposisi SDM TPSA berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 1. 2. Distribusi Jumlah SDM TPSA berdasarkan Tingkat Pendidikan pada masing- masing Unit

Kerja dan Satker

Unit Kerja

7 12 11 3 Balai Teksurla

Gambar 1. 3. Distribusi SDM TPSA berdasarkan Jabatan Fungsional

1.2. Aspek Strategis dan Permasalahan Utama (Strategic Issues)

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merupakan lembaga pemerintah yang berfungsi sebagai sumber dan infrastruktur teknologi nasional yang diperlukan untuk mendorong perkembangan dan daya saing perekonomian nasional. Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari BPPT, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), perlu membuat suatu rencana strategis untuk menjamin bahwa tugas pokok dan fungsi serta peran deputi bidang TPSA dapat dilaksanakan dengan baik, serta dapat mendukung tercapainya sasaran strategis BPPT serta target pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Secara spesifik, Kedeputian Bidang TPSA memiliki kiprah yang menonjol dalam 3 bidang teknologi, yaitu: bidang teknologi SDA dan kelautan, bidang teknologi kebencanaan, dan bidang teknologi lingkungan.

Dalam RPJMN 2015-2019 telah dirumuskan 9 (sembilan) agenda prioritas dalam pemerintahan ke depan yang disebut sebagai NAWA CITA. Kedeputian Bidang TPSA dalam program-programnya secara strategis terkait dengan Nawa Cita ke-6 yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya. Dimana, Kedeputian bidang TPSA berkomitmen untuk meningkatkan anggaran riset dalam mendorong inovasi teknologi, dan menjadikan instansi urusan hak cipta dan paten bekeria proaktif melayani para inovator dan para inventor. Pembangunan sejumlah Science dan Techno Park di daerah-daerah, politeknik dan SMK-SMK dengan prasana dan sarana dengan teknologi terkini. Juga akan meningkatkan daya saing ini dan akan memanfaatkan potensi yang belum tergarap dengan baik tetapi memberi peluang besar untak meningkatkan akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional, yakni, industri manufaktur, industri pangan, sektor maritim, dan pariwisata. Selanjutnya, strategis program kedeputian bidang TPSA juga terkait dengan Nawa Cita ke-7 yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. Dimana kedeputian bidang TPSA akan mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional (Kerjasama Swasta-Pemerintah-Perguruan Tinggi) khususnya untuk sektor pertanian dan industri; serta riset dan pengembangan dasar didukung dengan dana pemerintah.

Mengacu pada sasaran utama serta analisis yang hendak dicapai serta mempertimbangkan lingkungan strategis dan tantangan-tantangan yang akan dihadapi bangsa Indonesia ke depan, maka program-program di kedeputian TPSA akan mendukung 2 (dua) hal dari kebijakan umum pembangunan nasional 2015-2019, yaitu:

(a) Meningkatkan Pengelolaan dan Nilai Tambah Sumber Daya Alam (SDA) yang Berkelanjutan. Arah kebijakan peningkatan pengelolaan dan nilai tambah SDA adalah dengan meningkatkan kapasitas produksi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal pertanian, meningkatkan daya saing dan nilai tambah komoditi pertanian dan perikanan, meningkatkan produktivitas sumber daya hutan, mengoptimalkan nilai tambah dalam pemanfaatan sumber daya mineral dan tambang lainnya, meningkatkan produksi dan ragam bauran sumber daya energi, meningkatkan efisiensi dan pemerataan dalam pemanfaatan energi, mengembangkan ekonomi kelautan yang terintegrasi antarsektor dan antarwilayah, dan meningkatnya efektivitas pengelolaan dan pemanfaatan keragaman hayati Indonesia yang sangat kaya;

(b) Meningkatkan Kualitas Lingkungan Hidup, Mitigasi Bencana Alam dan Penanganan Perubahan Iklim. Arah kebijakan peningkatan kualitas lingkungan hidup, mitigasi bencana dan perubahan iklim adalah melalui peningkatan pemantauan kua-litas lingkungan, pengendalian pencemaran dan kerusakan ling-kungan hidup, penegakan hukum lingkungan hidup; mengurangi risiko bencana, meningkatkan ketangguhan pemerintah dan masyarakat terhadap bencana, serta memperkuat kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Namun, dalam menghadapi kondisi lingkungan strategis dan berbagai tantangan tersebut di atas, Indonesia saat ini masih mengadapi berbagai kendala. Posisi daya saing Indonesia jika diukur dengan indeks daya saing global (Global Competitiveness Index – GCI) berdasarkan laporan World Economic Forum pada tahun 2015-2016 meningkat dari peringkat 54 pada tahun 2009-2010 menjadi peringkat 34 pada tahun 2014-2015 namun menurun menjadi 37 di tahun 2015-2016. Tetapi di level ASEAN peringkat daya saing ini lebih rendah dibandingkan Singapura (2), Malaysia (18), Thailand (34), dan lebih tinggi dibandingkan Filipina (47), Vietnam (56), Laos (83) dan Myanmar (131) seperti dapat dilihat pada Gambar 1. 4 .

Gambar 1. 4. Peringkat Daya Saing dan Skor 12 Pilar Daya Saing Indonesia 2015-2016

Pilar inovasi merupakan pilar dengan nilai terendah dibandingkan dengan sembilan pilar lainnya, seperti dapat dilihat pada Gambar 1. 4 . Hal ini mencerminkan bahwa iptek belum berperan secara signifikan dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa iptek belum berperan secara signifikan dalam meningkatkan daya saing Indonesia. Kemampuan teknologi secara nasional dalam penguasaan dan penerapan teknologi dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing bangsa. Hal ini telah mengakibatkan ongkos untuk menghasilkan suatu produk menjadi mahal, serta kualitas barang serta inovasi produk yang dihasilkan sangat terbatas sehingga daya saing usaha tidak seperti yang diharapkan. Kondisi saat ini menunjukkan, bahwa penguasaan dan pemanfaatan teknologi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berbagai hasil penelitian, kerekayasaan dan pengembangan teknologi telah dimanfaatkan oleh kelompok industri dan masyarakat.

Peningkatan daya saing tersebut merupakan resultan dari kinerja berbagai pilar yang menjadi penopangnya, yang meliputi 12 pilar, yaitu: Institusi, Infrastruktur, Lingkungan Ekonomi Makro, Kesehatan dan Pendidikan Dasar, Pendidikan Tinggi dan Pelatihan, Efisiensi Pasar Barang, Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Pasar Finansial, Kesiapan Teknologis, Ukuran Pasar, Kecanggihan Bisnis, dan Inovasi. Diantara pilar-pilar daya saing tersebut, terdapat 3 (tiga) pilar yang berkaitan langsung dengan daya dukung teknologi, yaitu: (1) Kesiapan Teknologi dengan indikator: Keberadaan Teknologi Terbaru, Tingkat Dayaserap Teknologi Perusahaan, PMA dan Transfer Teknologi, Pengguna Internet, Pita Lebar Internet, Pelanggan Telpon Gerak/100 Penduduk; (2) Kecanggihan Bisnis dengan indikator: Kuantitas Pemasok Lokal, Kualitas Pemasok Lokal, Pengembangan Klaster Negara, Sifat Keunggulan Kompetitif, Kepanjangan Rantai Nilai, Pengendalian Distribusi Internasional, Kecanggihan Proses Produksi, Keluasan Pemasaran, Kesediaan Untuk Mendelegasikan Wewenang); dan (3) Inovasi dengan indikator: Kapasitas Inovasi, Kualitas Lembaga Penelitian Ilmiah, Belanja Litbang Perusahaan, Kolaborasi Litbang Universitas-Industri, Pengadaan Pemerintah untuk Produk Teknologi Maju, Ketersediaan Ilmuwan dan Insinyur, Utilitas Paten Per Sejuta Penduduk. Dari 12 pilar daya saing tersebut, pilar Kesiapan Teknologi, Efisiensi Pasar Tenaga.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka aspek strategis dan permasalahan utama yang terkait dengan bidang-bidang di kedeputian TPSA, secara umum dapat diformulasikan sebagai berikut: • Di bidang teknologi sumber daya alam dan kelautan, layanan jasa teknologi survei laut

sangat penting dalam mendukung program-program di bidang kemaritiman. Survei maupun data surface digunakan instansi atau mitra terkait untuk pengkajian studi iklim global maupun regional, serta dapat dimanfaatkan sebagai data dalam mendukung penangkapan ikan-ikan pelagis di sekitar lokasi. Selain itu juga dapat digunakan untuk prediksi dan pemantauan perubahan iklim, prediksi fenomena El-Nino/La-Nina, peringatan dini cuaca ekstrem / badai tropis/anomaly cuaca di wilayah benua maritime Indonesia.

• Di bidang teknologi kebencanaan, ancaman kekeringan yang disertai dengan realita

lapangan bahwa telah terjadi penurunan jumlah cadangan air pada waduk-waduk PLTA di Indonesia, dan perlunya penanganan darurat dalam menghadapi bencana seperti bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan, serta bencana banjir, perlu dilakukan modifikasi terhadap cuaca.

• Di bidang teknologi lingkungan, sasaran nasional berupa perbaikan mutu lingkungan

hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Dalam rangka mendukung rencana kerja pemerintah (RKP) 2017, maka dilakukan penajaman (refocusing) terhadap kegiatan-kegiatan di bidang teknologi lingkungan ( Tabel 1. 3 ) yang diselaraskan dengan program prioritas nasional (pronas). Sehingga, untuk TA 2017-2019, telah di susun konsep kegiatan bidang teknologi lingkungan yang mendukung program nasional yaitu Perumahan dan Pemukiman. Arah kebijakan tersebur di fokuskan untuk mencapai output kegiatan teknologi lIngkungan 2017-2019, yaitu (1) inovasi teknologi pengelolaan sampah dan limbah padat perkotaan; (2) inovasi teknologi pengolahan air bersih untuk masyarakat; dan (3) inovasi teknologi pemantauan kualitas lingkungan.

Tabel 1. 3. Ringkasan Aspek Strategis dan Permasalahan Utama dari Kegiatan PTL TA 2017

Permasalahan dan isu global yang dapat mempengaruhi arah kebijakan strategis d bidang teknologi lingkungan meliputi antara lain: (a) Indonesia terikat dengan perjanjian perdagangan di Asia Pasifik (APEC) dan Dunia (WTO); (b) Kesepakatan Internasional untuk Kesejahteraan pada Millenium Development Goals (MDG’s) dengan salah satu sasaran nya, yaitu: memastikan kelestarian lingkungan hidup; dan (c) Isu perubahan cuaca (climate change) akibat pemanasan global. Peningkatan integrasi ini di satu pihak akan menciptakan peluang yang lebih besar bagi perekonomian nasional, tetapi di lain pihak juga menuntut daya saing perekonomian nasional yang lebih tinggi.

Permasalahan dan isu nasional yang dapat mempengaruhi arah kebijakan strategis di bidang teknologi lingkungan meliputi antara lain: (a) Harga migas sangat berpengaruh besar terhadap struktur APBN, dimana fluktuasi kenaikan harga minyak membuat kegiatan pembangunan yang didanai dari APBN harus terus menyesuaikan dengan perubahan harga migas; (b) Tingkat Kandungan Teknologi Dalam Negeri (TKDN) pada struktur industri dalam negeri masih rendah; (c) Kontribusi sektor industri yang besar (lebih dari 27%) terhadap PDB; (d) Kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi masih minim sehingga perlu dilakukan justifikasi dan pengukurannya; (e) Pangan, Energi dan Air (FEW : Food, Energy, Water) masih menjadi permasalahan utama sehingga perlu adanya kebijakan teknologi daninfrastrukturnya; (f) Penduduk miskin yang besar (masih diatas 10%) disertai dengan distribusi pendapatan yang tidak merata; (g) Dominasi modal asing semakin besar dalam pengelolaan SDA sehingga keuangan negara sangat tergantung terhadap modal dari luar negeri; (h) Indonesia hanya menjadi bagian dari kegiatan produksi dan pemasaran bagi perusahaan asing, tetapi kegiatan riset dan pengembangan teknologi hanya dilakukan di perusahaan induk nya.

Strategic issues dari teknologi survei kelautan, dimana BPPT melalui unit kerja teknis Balai Teknologi Survei Kelautan (Balai Teksurla) mengemban tugas mengelola 4 kapal riset milik pemerintah yang berfungsi sebagai wahana riset kelautan dan kemaritiman di seluruh wilayah perairan laut Republik Indonesia. Kapal riset yang dikelola BPPT adalah Kapal Riset Baruna Jaya I, II, III, dan IV. Keempat kapal riset ini merupakan bagian dari armada riset kelautan yang dimiliki pemerintah Indonesia. Instansi pemerintah lainnya yang mengelola wahana riset kelautan diantaranya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, dan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI AL. Aspek pengelolaan dan pemanfaatan armada riset kelautan menjadi hal yang sangat strategis dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan melalui riset kelautan dan kemaritiman.

Berbagai permasalahan riset di bidang iptek kelautan menjadi hal penting bagi negara Indonesia sebagai indikator kemajuan teknologi di bidang kelautan dan kemaritiman. Riset kelautan di Indonesia dijadikan dasar untuk mencapai teknologi eksplorasi sumberdaya kelautan dalam rangka pemanfaatan potensi kekayaan laut di perairan negara Republik Indonesia untuk kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Sudah saatnya pemerintah Indonesia harus fokus terhadap sarana dan prasarana survei kelautan yang dapat dijadikan sebagai alat untuk eksplorasi sumberdaya kelautan, diantaranya adalah keberadaan kapal-kapal riset khususnya yang dikelola oleh pemerintah sendiri. Kapal-kapal riset tersebut harus dijadikan wahana survei dalam kerangka riset kelautan di wilayah perairan Indonesia yang sangat luas sekitar 62% dari luas total wilayah RI.

Sesuai dengan visi misi pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla yang fokus menjadikan Indonesia menjadi poros maritim dunia, maka komitmen pemerintah Indonesia untuk mendorong pembangunan di sektor kelautan dan kemaritiman menjadi landasan BPPT untuk berperan serta dalam mendukung pembangunan nasional. Langkah strategis ini menjadi pemicu untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana survei kelautan khususnya di sektor pengembangan dan penerapan iptek kelautan dan kemaritiman untuk menghadapi isu-isu dan tantangan-tantangan pembangunan kelautan dan kemaritiman yang berkelanjutan.

Pengelolaan Kapal Riset Baruna Jaya I, II, III, dan IV yang ditopang dengan anggaran yang mencukupi akan meningkatkan nilai tambah ekonomi bagi negara melalui layanan jasa survei kelautan dengan skema PNBP (pendapatan negara bukan pajak). Sampai saat ini BPPT sudah melakukan kegiatan layanan jasa survei kelautan melalui unit kerja Balai Teksurla. Mitra pengguna layanan jasa ini terdiri dari lembaga pemerintah RI, industri nasional, industri internasional, dan lembaga riset internasional. Jaringan mitra yang sudah menggunakan layanan jasa survei kelautan ini sudah cukup banyak, sehingga untuk mempertahankan para mitra agar tetap menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya BPPT dalam kegiatan risetnya, BPPT harus konsisten dalam mengelola 4 armada risetnya terutama dalam alokasi dana agar armada riset tersebut selalu siap untuk berlayar dalam rangka pelayanan jasa survei kelautan.

Peranan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dalam konteks pengelolaan sumberdaya air dan upaya mitigasi bencana hidrometeorologi di Indonesia telah tertuang dalam beberapa regulasi produk hukum yang berlaku di tanah air. Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan sumberdaya air terkait dampak perubahan iklim, peranan TMC telah diperkuat oleh Undang-undang Republik Indonesia No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yang memuat pasal tentang pengembangan fungsi dan manfaat air hujan dengan mengembangkan TMC. Selanjutnya peranan TMC untuk mitigasi bencana banjir dan tanah longsor juga telah tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor. Selain untuk mitigasi bencana kekeringan, banjir dan tanah longsor, peranan TMC untuk mitigasi bencana asap kebakaran lahan dan hutan juga telah termuat dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

Peranan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) dalam konteks pengelolaan sumberdaya air dan upaya mitigasi bencana hidrometeorologi di Indonesia telah tertuang dalam beberapa regulasi produk hukum yang berlaku di tanah air ( Gambar 1. 5 ). Untuk mengatasi permasalahan ketersediaan sumberdaya air terkait dampak perubahan iklim, peranan TMC telah diperkuat oleh Undang-undang Republik Indonesia No.7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, yang memuat pasal tentang pengembangan fungsi dan manfaat air hujan dengan mengembangkan TMC. Selanjutnya peranan TMC untuk mitigasi bencana banjir dan tanah longsor juga telah tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 tentang Penanggulangan Bencana Banjir dan Tanah Longsor.

Gambar 1. 5 Relevansi Program TMC dalam RPJMN 2015-2019 Selanjutnya, pemetaan potensi dan permasalahan di lingkungan Kedeputian Bidang TPSA

dilakukan dengan melakukan identifikasi dan analisis lingkungan berupa analisis SWOT yang terdiri dari komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada tingkat Nasional dan Internasional. Analisis tersebut seperti dirinci sebagai berikut:

Potensi- Potensi berupa kekuatan yang dimiliki oleh kedeputian bidang TPSA yang meliputi sumberdaya manusia, fasilitas sarana dan prasarana meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. TPSA memiliki SDM unggul dengan tingkat pendidikan yang tinggi dari berbagai disiplin ilmu dan bidang keahlian dibawah Unit Pusat dan Balai yang sebagian besar berada di Gedung Teknologi Sistem Kebumian (GEOSTECH) di Kawasan Puspiptek Serpong

b. Berbagai macam Fasulitas dan Infrastruktur Teknologi Sistem Kebumian yang ada di Kedeputian TPSA adalah sebagai berikut:

- Laboratorium dan workshop Teknologi Pengembangan Sumberdaya Wilayah untuk

pengembangan teknologi eksplorasi sumberdaya alam, baik teknologi dari udara (remote sensing), darat maupun laut untuk kepentingan pengembangan dan pemanfaatan wilayah.

- Laboratorium dan workshop Teknologi Pengembangan Sumberdaya Mineral untuk pengolahan dan pengelolaan mineral dalam rangka penngkatan nilai tambah mineral.

- Laboratorium dan workshop Teknologi Lingkungan untuk pengelolaan dan penanganan sumberdaya air, limbah dan sampah.

- Laboratorium dan workshop Teknologi Modifikasi Cuaca, dilengkapai dengan pesawat terbang, untuk melakukan inovasi dan layanan teknologi modifikasi cuaca (hujan buatan).

- Laboratorium dan workshop Teknologi Survei Kelautan yang dilengkapi Armada Kapal Riset Baruna Jaya I-IV yang memiliki peralatan yang lengkap dan canggih untuk

melakukan inovasi dan pelayanan teknologi kemaritiman.

c. TPSA sebagai bagian dari BPPT menggunakan sistem dan tata kerja kerekayasaan yang bercirikan team work, well structured and well documented di dalam pelaksanaan program dan kegiatannya.

d. TPSA memiliki tingkat kepercayaan dari pengguna (daerah, instansi pemerintah dan swasta) yang tinggi terhadap produk dan layanan jasa TPSA.

e. Hubungan yang tidak birokratif antara pimpinan dan staf yang mendorong adanya keterbukaan informasi serta peningkatan kinerja unit dan personal.

Peluang- Peluang yang dapat dimanfaatkan oleh TPSA meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya Program Prioritas Nasional dalam Buku I dan Program Prioritas Bidang dalam Buku

II RPJMN 2015-2019 yang dikoordinir KeMenko, Kementrian Teknis, LPNK dan BUMN yang memerlukan keterlibatan BPPT sesuai dengan kompetensi dan tupoksinya.

b. Adanya kebijakan pada industri untuk meningkatkan kandungan teknologi dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing dan kemandirian.

c. Meningkatnya permintaan terhadap produk dan jasa layanan teknologi BPPT oleh pihak pengguna (dunia usaha, masyarakat dan pemerintah/pemda).

d. Perubahan ekonomi internasional menuju era ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge- based economy) yang menuntut penguatan pengetahuan dan kemampuan inovasi sebagai elemen kunci keberhasilan.

e. Adanya kebutuhan untuk peningkatan kapasitas iptek nasional, dan kemandirian serta daya saing bangsa pada 13 bidang teknologi.

f. Adanya otonomi daerah yang mendorong permintaan teknologi untuk UMKM dan daya saing daerah

g. Tuntutan peran BPPT pada pola kerja jejaring (networking) dalam beragam aktivitas produktif, baik di sektor publik dan bisnis, maupun dalam masyarakat secara umum.

Kelemahan- Kelemahan yang dimiliki oleh kedeputian TPSA yang perlu di perhatikan dalam melaksanakan program/kegiatan, antara lain:

a. Rendahnya komitmen kerja dan kurangnya motivasi SDM pada beberapa unit kerja.

b. Pendekatan pelaksanaan kerja di BPPT masih individual yang belum sesuai dengan Sistem Tata Kerja Kerekayasaan.

c. Rendahnya technopreneurship SDM BPPT sehingga kurang memperhatikan aspek keekonomian dan komersialisasi produk.

d. Tingginya kesenjangan komposisi usia pegawai TPSA.

e. Reward dan punishment belum diterapkan secara memadai

f. Program dan kegiatan TPSA dan BPPT masih bersifat inward looking dan belum berorientasi pada kebutuhan dan permintaan pengguna/market (dunia usaha & masyarakat).

g. Koordinasi, komunikasi dan kerjasama internal TPSA masihlemah.

h. Kepemilikan HKI TPSA masih relatif rendah.

i. Produk teknologi dan jasa layanan TPSA belum dikenal luasakibat kurangnya sosialisasi dan promosi.

j. Hubungan TPSA dengan instansi lain termasuk industry belum berdasarkan pada inisiatif/kebutuhan TPSA dan masih didasarkan pada kebutuhan mereka. k. Hasil-hasil litbangyasa TPSA belum dikelola dengan baik.

Ancaman- Ancaman yang mungkin muncul dalam pelaksanaan program/kegiatan, antara lain:

a. Terjadinya brain drain yang dapat mengurangi keunggulan BPPT

b. Anggaran yang tersedia terbatas, tidak fleksibel, tidak dapat dilaksanakan secara multi years sehingga membatasi pengembangan program di TPSA.

c. Industri belum menggunakan jasa layanan teknologi TPSA karena ketergantungan mereka terhadap principal nya.

d. Globalisasi menuntut agar BPPT mampu berhadapan dengan pesaing dari LN dan DN.

e. Kontribusi teknologi terhadap perekonomian nasional belum diukur dengan jelas sehingga terkesan BPPT belum banyak berperan dalam kancah pembangunan nasional.

f. Koordinasi dan harmonisasi pada tataran regulasi/kebijakan, antar institusi, program sangat lemah.

g. Meningkatnya kompetitor asing pada bidang litbangyasa sehingga memperlemah peran dan fungsi BPPT.

h. Peraturan perundangan yang turut menghambat, seperti kelemahan sistem keuangan PNBP sangat berpotensi menurunkan daya saing DB TPSA dalam memberikan pelayanan

teknologi.

1.3. Sistematika Penyajian

Laporan Kinerja Kedeputian TPSA TA 2017 ini disajikan dalam sistematika sebagai berikut: Bab 1 (Pendahuluan) - Menyajikan penjelasan umum organisasi Kedeputian TPSA yang terdiri

dari latar belakang dan sejarah organisasi, penjelasan Tugas dan Fungsi TPSA, struktur organisasi TPSA dan Profil SDM TPSA serta penjelasan terkait aspek strategis dan permasalahan utama (strategic issues) yang sedang dihadapi Kedeputian TPSA.

Bab 2 (Perencanaan dan Perjanjian Kinerja) - Menyajikan rencana strategis BPPT dan rencana strategis Kedeputian TPSA dengan arah kebijakan kegiatan yang berkaitan dan mendukung Nawacita, Kebijakan Bidang Iptek Nasional, RPJMN 2015-2019. Selanjutnya, dijelaskan juga Rencana Kinerja TPSA TA 2017 dan Perjanjian Kinerja TPSA TA 2017.

Bab 3 (Akuntabilitas Kinerja) - Menyajikan uraian Kegiatan dan capaian kinerja Kedeputian TPSA yang terdiri dari perbandingan antara target dengan dan realisasi kinerja tahun ini, perbandingan antara realisasi kinerja serta capaian kinerja dengan tahun lalu dan beberapa tahun terakhir, perbandingan realisasi kinerja sampai dengan tahun ini dengan target jangka menengah yang terdapat dalam dokumen perencanaan strategis, analisis penyebab keberhasilan dan penurunan kinerja serta alternatif solusi yang telah dilakukan; analisis atas efisiensi penggunaan sumber daya dan capaian kinerja pengelolaan anggaran. Dalam Bab III disertai pula dengan Bukti Pendukung kegiatan seperti surat pernyataan, testimoni dari mitra dan lain-lain serta foto-foto kegiatan.

Bab 4 (Penutup) - Menyajikan kesimpulan laporan dan tindak lanjut kegiatan. Dalam laporan ini disertai juga dengan beberapa lampiran yang berisi SK Tim Penyusun LKIP TPSA TA 2017, Surat Tugas Tim Penyusun LKIP TPSA TA 2017, Surat Keterangan LKIP TPSA TA 2017 telah dicek oleh unit kerja terkait, SOP Penyusunan LKIP TPSA TA 2017.

BAB 2 PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

2.1 Rencana Strategis

2.1.1 Visi dan Misi Kedeputian Bidang TPSA Tahun 2015-2019

Dalam rangka pencapaian Pembangunan Jangka Menengah khususnya untuk periode 2015- 2019 maka Kedeputian Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) akan

mendukung visi BPPT yaitu: “Pusat Unggulan Teknologi yang mengutamakan inovasi dan layanan teknologi untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian bangsa”

Upaya - upaya yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi BPPT tersebut dilaksanakan melalui enam misi sebagai berikut:

1. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di bidang kebijakan teknologi.

2. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di bidang teknologi pengembangan sumber daya alam.

3. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di bidang teknologi agroindustri dan bioteknologi.

4. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di bidang teknologi informasi, energi, dan material.

5. Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di bidang teknologi industri rancang bangun dan rekayasa.

6. Melaksanakan tata kelola pemerintahan yang baik melalui reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan inovasi dan layanan teknologi.

Kedeputian Bidang TPSA, dari keenam misi BPPT tersebut akan melaksanakan misi no 2 yaitu : Melaksanakan pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan

layanan teknologi di bidang teknologi pengembangan sumber daya alam

2.1.2 Tujuan Kedeputian Bidang TPSA Tahun 2015-2019

Kedeputian Bidang TPSA, dalam rangka mewujudkan dan melaksanakan visi dan misi

pengkajian dan penerapan teknologi yang menghasilkan inovasi dan layanan teknologi di

bidang teknologi pengembangan sumber daya alam ke dalam program-program yang mendukung pembangunan nasional dan pembangunan bidang, maka untuk tahun 2015- 2019 Kedeputian Bidang TPSA akan mendukung tujuan BPPT No 1 sebagai berikut :

Meningkatkan inovasi dan layanan teknologi dalam mendukung peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa dengan indikator:

a. Jumlah Produk yang mendukung kemandirian bangsa;

b. Indeks Kepuasan Masyarakat

2.1.3 Kinerja Utama dan Indikator Kedeputian Bidang TPSA Tahun 2015-2019

Kinerja Utama dan Indikator mengacu kepada Sasaran BPPT Tahun 2015-2019 yang merupakan penjabaran lebih detail dari Tujuan BPPT dengan indikator dan target yang terukur, maka Sasaran Program Kedeputian Bidang TPSA Tahun 2015-2019 yang akan dicapai menjadi outcome dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Terwujudnya Inovasi di bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam untuk mendukung kemandirian bangsa.

2. Termanfaatkannya hasil inovasi di bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam yang mendukung kemandirian bangsa.

3. Meningkatnya Kualitas Layanan Teknologi di Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA)

Pencapaian tujuan dan sasaran program kedeputian ini diukur dengan beberapa Indikator yang disebut sebagai Indikator Kinerja Utama Kedeputian Bidang TPSA sebagai berikut:

1. Jumlah Produk bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) yang mendukung Kemandirian Bangsa

2. Jumlah inovasi di Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) yang mendukung kemandirian bangsa dan sudah dimanfaatkan oleh pengguna teknologi

3. Indeks Kepuasan Masyarakat

2.1.4 Sasaran Program Kedeputian Bidang TPSA Tahun 2015-2019

Sasaran Program Kedeputian Bidang TPSA Tahun 2015 - 2019 yang mendukung Tujuan Meningkatkan inovasi dan layanan teknologi dalam mendukung peningkatan daya saing dan kemandirian bangsa adalah sebagai berikut:

4. Sasaran Program 1: Terwujudnya inovasi di bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam untuk mendukung kemandirian bangsa. Indikator Kinerja Sasaran Program adalah Jumlah Produk bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) yang mendukung kemandirian bangsa.