Style Dalam Program Pertandingan Sepak B

Style Dalam Program Pertandingan Sepak Bola di Televisi Indonesia
Oleh Leistar Adiguna

Abstrak
Program pertandingan sepak bola di televisi Indonesia memiliki unsur-unsur
audio video, seperti unsur naratif dan unsur stilistik. Unsur stilistik yang selalu
ditemui dalam modus penyampaian narasi program ini mewujud menjadi semacam
style khas program pertandingan sepak bola di televisi Indonesia. Style khas
tersebut antara lain, suara non-diegetic komentator, slow motion, dan penggunaan
superimpose.
Keywords: Sepak bola, narasi, stilistik, style

1. PENDAHULUAN
Menonton pertandingan sepak bola di Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah di temui
di masyarakatnya. Tradisi nonton bareng ataupun kerusuhan antar suporter menjadi hal yang
lebih lazim pula. Bahkan kalau PSSI bermasalah, seluruh media cetak akan gencar
memeberitakannya, seolah-olah berita tentang PSSI yang bermasalah sama bernilainya dengan
kenaikan harga BBM. Sebagai ilustrasi, pada gelaran Piala Asia Football Federation (AFF)
Desember tahun 2010 lalu, rata-rata 12 juta orang lebih menonton pertandingan tersebut di
televisi. Puncaknya, pada saat pertandingan semifinal antara Indonesia vs Malaysia, ratingnya
mencapai 26,1% (Nielsen Newsletter Ed.12:2010 ) ! Bandingkan dengan rating untuk sinetron

yang pernah booming pada Januari 2011, Putri yang Ditukar dengan artis utama Nikita Willy.
Ratingnya, 11%, adalah yang tertinggi pada periode itu menurut data dari Nielsen Newsletter
Edisi 13, 31 Januari 2011. Jelas sekali bahkan Nikita Willy yang tertukar pun tidak dapat
menyaingi Bambang Pamungkas, kapten timnas Indonesia.
Kepopuleran sepak bola di Indonesia hanya merupakan fragmen kecil dari kepopuleran
sepak bola di seantero dunia. Final piala dunia 2010 diperkirakan ditonton oleh 700 juta pasang
mata, itu nyaris sepertiga dari populasi penduduk dunia. Dan untuk pertandingan final kompetisi
klub di benua Eropa, Liga Champion – tidak mencakup seluruh negara di seluruh dunia – pada
tahun 2012 lalu, diperkirakan mencapai lebih dari 300 juta orang (http://www.goal.com/id-

ID/news/1571/fokus/2012/05/18/3110457/fokus-final-liga-champions-even-paling-banyakditonton).
Jumlah manusia seperti ini barang tentu mengundang nilai bisnis dan ekonomi dalam
jumlah besar. Hal ini dimanfaatkan benar oleh klub sepak bola untuk mendongkrak pendapat
mereka. Menurut laporan dailymail.co.uk, Liga Premier Inggris telah menjual hak siar televisi
dengan harga 3,018 milyar poundsterling untuk 3 tahun kepada Sky, perusahaan media
transnasional. Kejadian ini menunjukkan tontonan sepak bola sudah menjadi industri raksasa
bernilai milyaran poundsterling. Didukung dengan jumlah penonton hingga ratusan juta orang,
bahkan mendekati angka semilyar (dalam kasus piala dunia 2010), pemasukan iklan yang besar
bagi stasiun televisi adalah hal yang pasti. Sepak bola, lebih khusus lagi, tontonan sepak bola di
televisi menjadi industri hiburan yang bahkan bisa mengalahkan program tradisional yang lebih

dulu laris, soap opera (lihat perbandingan rating Putri yang Ditukar dengan semifinal Piala AFF
2010).
Ouriel

Daskal

dalam

tulisannya

“Why

is

Football

so

Popular?”


(http://www.soccerissue.com/2011/04/08/why-is-football-so-popular/), menjelaskan bagaimana
sepak bola menjadi lebih populer daripada olahraga lainnya, basket misalnya. Semua orang bisa
memainkannya, itulah alasan utamanya, menurut Daskal. Hanya butuh teman dan sebuah bola
untuk memainkannya. Aturannya pun relatif lebih sedikit dibandingkan rugby atau basket.
Daskal kemudian mengaitkan kepopuleran sepak bola dengan pendapat Desmond Morris, zoolog
dari Inggris, dan Norbert Elias, sosiolog dari Jerman, mengenai civilizing process, yaitu proses
manusia berubah dari makhluk hewan menjadi makhluk yang lebih beradab. Salah satu caranya
adalah pengalihan agresivitas alami manusia dan perilaku kekerasan alaminya ke tempat seperti
olahraga. Daskal pun menyimpulkan sepak bola adalah salah satunya.
Bisa jadi pendapat Daskal yang didasarkan pada civilizing process adalah hal yang
membuat rating pertandingan sepak bola lebih tinggi daripada sinetron di televisi. Juga membuat
tontonan televisi menjadi industri milyaran poundsterling. Namun di satu sisi, jika mengacu pada
pendapat Daskal, tontonan sepak bola di televisi bisa meraih rating tinggi (baca: populer) karena
sepak bola sebagai olahraga memang sudah populer. Tapi bagaimana dengan bentuk tontonan
sepak bola itu sendiri ? Apakah tontonan itu sendiri menarik sehingga bisa menaikkan rating
program pertandingan sepak bola ?

Menurut Gerrad Millerson dan Jim Owens dalam buku mereka, Television Production,
meskipun teknologi penyiaran televisi telah berubah dengan cepatnya, konsep kunci dalam
program televisi tetaplah bercerita (story-telling). Pertandingan sepak bola di televisi, biar

bagaimanapun rumitnya teknik yang digunakan (dalam satu pertandingan, kamera yang
digunakan bisa mencapai belasan kamera), tetaplah upaya bercerita. Yang diceritakan adalah
jalannya pertandingan. Yang bercerita adalah para kerabat kerja yang terlibat dalam proses
produksi videonya. Tentang bagaimana pencerita menceritakannya adalah masalah kamera ini
mengambil gambar yang mana dan sebaiknya kapan gambar ini muncul.
Masalahnya, story-telling dalam program audio video menjadi tidak berhasil apabila
capaian teknis berkenaan dengan gambar dan suara tidak bagus atau tidak sinkron dengan hal
yang ingin disampaikan. David Bordwell dan Kristin Thompson dalam Film Art : An
Introduction berpandangan bahwa dari bentuk film sebagai sebuah sistem kesatuan bisa
diidentifikasi dua subsistem dalam keseluruhan sistem pembentuk film, yaitu naratif dan stilistik.
Persamaan antara video sepak bola dan film adalah kenyataan bahwa dua benda ini
menggunakan media yang sama, yakni media audio video. Yang berbeda mungkin peralatan
teknis yang menyesuaikan dengan medium masing-masing, seperti film memakai seluloid dan
video memakai pita kaset. Dengan persamaan tersebut, maka seyogyianya ada subsistem elemen
naratif dan subsistem elemen stilistik.
Dalam video sepak bola, ada banyak cerita yang terjadi. Cerita-cerita ini yang tetap
membuat tontonan sepak bola melekat dan memiliki basis penonton yang luar biasa banyaknya,
di samping kepopuleran sepak bola itu sendiri. Dengan kata lain, ada story yang menunggu untuk
diceritakan. Ada naratif yang menunggu untuk distilistikan. Pemikiran inilah yang menimbulkan
pertanyaan style macam apa yang digunakan sebagai modus untuk menyampaikan naratif dalam

program sepak bola ? Tulisan ini akan berupaya membedah unsur stilistik yang menjadi
trademark program sepak bola untuk menyampaikan naratifnya kepada penonton.
2. SEKILAS SEPAK BOLA
Sepak bola adalah permainan tim. Dalam pertandingan resmi, biasanya satu tim terdiri
dari 11 orang pemain. Jadi total ada 22 pemain yang memperebutkan sebuah bola untuk
dimasukkan ke dalam gawang lawannya masing-masing. Seperti yang dicetuskan oleh Daskal,
sepak bola begitu sederhana sehingga setiap orang dapat memainkannya. Aturan main sepak bola

yang paling inti bukanlah jumlah pemainnya. Aturan intinya yaitu untuk menang, sebuah tim
harus memasukkan bola sesering mungkin ke gawang lawan. Bola yang masuk ke gawang
lawan disebut gol. Sebuah tim menjadi pemenang bila tim ini bisa membuat gol lebih banyak
dari lawannya.
Dalam pertandingan resmi, waktu yang tersedia adalah 90 menit. Jika misalnya, jumlah
gol yang tercipta di antara kedua tim sama banyaknya, maka akan diadakan perpanjangan waktu
sebanyak 30 menit. Dan jika jumlah gol masih tetap sama, maka akan diadakan tendangan adu
penalty untuk menentukan pemenangnya. Waktu 90 menit dibagi menjadi dua babak, babak
pertama dan babak kedua. Dua babak masing-masing berjumlah 45 menit. Babak perpanjangan
waktu 30 menit juga diadakan dua babak. Hanya pada adu penalti-lah semuanya terjadi dalam
satu babak akhir.
Dalam waktu normal 90 menit dan perpanjangan waktu 30 menit, permainan bisa terhenti

jika ada kejadian-kejadian penting, seperti keluarnya bola dari garis batas lapangan, terjadi
pelanggaran serta terjadi gol. Keluarnya bola dari batas lapangan terjadi jika bola bergerak, baik
sedikit ataupun banyak, melewati garis yang membatasi lapangan permainan dengan tempat
pelatih dan staf tehnik suatu tim serta tempat penonton. Untuk memulai permainan, bola akan
dilempar dengan dua tangan dari posisi bola keluar oleh pemain tim yang tidak menyebabkan
bola keluar. Sementara pemain tim yang menyebabkan bola keluar lapangan akan menunggu saat
bola dilempar ke dalam lapangan.
Dalam sepak bola sedikitnya ada dua jenis pelanggaran berdasarkan macam aturannya,
yaitu jenis pelanggaran aturan fisik dan jenis pelanggaran aturan sepak bola. Namun semua jenis
pelanggaran tersebut akan membuat permainan terhenti. Untuk memulainya kembali, seorang
pemain dari tim yang menerima pelanggaran akan memperoleh kesempatan tendangan bebas.
Bola akan diletakkan di posisi kejadian pelanggaran. Pemain dari tim yang dilanggar akan
menendang bola itu ke mana pun ia mau sehingga permainan bisa kembali berjalan.
Jenis pelanggaran fisik terjadi apabila satu orang pemain melakukan hal-hal yang
cenderung menyakiti pemain lawannya, misalnya menendang kaki atau menginjak tangan lawan
main yang jatuh. Sedangkan jenis pelanggaran aturan main terjadi apabila ada pemain yang
menyentuh bola dengan tangan atau handsball dan ada pemain yang berdiri di belakang pemain
terakhir lawan selain penjaga gawang saat bola diberikan kepadanya. Aturan ini disebut dengan

offside. Semua pelanggaran tersebut terjadi dalam pertandingan resmi yang dipimpin oleh wasit

dan wasit garis.
Wasit bertugas memulai dan mengakhiri pertandingan. Wasit juga yang menentukan
apakah terjadi pelanggaran atau tidak. Sedangkan wasit garis bertugas mengawasi pertandingan
dari luar garis pembatas lapangan. Wasit garis menentukan apakah bola keluar dari garis atau
tidak dan siapa yang berhak melemparnya ke dalam. Namun yang paling utama, wasit garis yang
menetukan apakah offside terjadi atau tidak.
Pemain dari tim yang melanggar biasanya akan diberi kartu. Ada dua macam kartu, yaitu
kartu kuning dan kartu merah. Kartu kuning berarti tanda atau peringatan kepada pemain untuk
tidak lagi melakukan pelanggaran lainnya. Sebab, jika ia menerima satu kartu kuning lagi, ia
akan menerima kartu merah. Kartu merah berarti tanda si pemain yang melakukan pelanggaran
harus keluar dari permainan. Tendangan bebas akan dilakukan berdasarkan pelanggaran tersebut.
Kalau semisal posisi pelanggaran dekat dengan kotak penalti tim yang melanggar, para
pemain dari tim yang melanggar akan berdiri berjajar membentuk tembok manusia untuk
menahan tendangan menuju arah gawang. Jika posisi pelanggaran terjadi di kotak penalti, maka
akan diadakan tendangan penalti oleh tim yang dilanggar. Tendangan penalti dilakukan di titik
putih sekitar 12 langkah dari depan gawan. Hanya ada satu penendang dan satu kiper yang
berduel untuk menentukan apakah akan terjadi gol atau tidak.
Pengetahuan mengenai aturan main sepak bola di pertandingan resmi sangat penting
untuk kepentingan cerita dalam tontonan sepak bola. Rangkaian kejadian yang terjadi dalam
waktu pertandingan sepak bola merupakan cerita yang disusun oleh kerabat kerja program

pertandingan sepak bola melalui gambar-gambar dari kamera. Aturan main adalah salah satu
penyebab terjadinya kejadian-kejadian yang membangun cerita.
3. STILISASI NARASI : MODUS PENYAMPAIAN
Dalam pengenalannya tentang film sebagai bentuk seni dengan sistem kesatuan berbagai
unsur pembentuknya, Bordwell dan Thompson menjelaskan bahwa film punya dua subsistem
utama yang menaungi sebagian besar unsur-unsur pembentuknya. Dua subsistem ini adalah
unsur naratif dan unsur stilistik. Artinya, dalam film, penonton bisa mengenali adanya cerita
yang disampaikan oleh sebuah film. Misalnya, ada sebuah adegan di mana tokoh A sedang
dikejar oleh tokoh B. Penonton yang dari awal menonton film ini akan mengetahui cerita

mengapa tokoh A dikejar tokoh B. Untuk mengetahui lanjutan ceritanya, penonton pun rela
menghabiskan waktunya untuk terus menonton adegan tersebut. Ilustrasi singkat ini
menunjukkan unsur naratif dalam film. Sedangkan unsur stilistik terdapat pada, misalnya, akting
dua pemeran tokoh A dan tokoh B. Apakah ekspresi wajah mereka sesuai dengan situasi yang
mereka hadapi atau tidak. Unsur stilistik juga terdapat pada pergerakan kamera yang muncul,
bentuk jalanannya, rangkaian gambar apa saja yang muncul, dan juga pada bedak apa yang
dipakai oleh kedua aktor tersebut.
Lebih lanjut lagi, Bordwell-Thompson menjelaskan bahwa unsur naratif terdiri dari plot,
karakter atau tokoh, setting dan juga narasi. Plot adalah rangkaian kejadian atau aksi. Karakter
adalah aktan, orang yang melakukan aksi atau mengalami kejadian tersebut. Setting adalah

waktu dan tempat kejadian atau aksi berlangsung. Adapun narasi adalah bagaimana rangkaian
kejadian sampai kepada penonton. Unsur stilistik dalam film, menurut Bordwell-Thompson,
mencakup mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara. Mise-en-scene adalah segala sesuatu
yang terlihat di layar, terdiri dari pencahayaan, set tempat berserta benda-benda di dalamnya atau
properti, tata rias dan busana, serta akting pemain, mencakup ekspresi dan gestur. Sinematografi
adalah perlakuan pembuat film terhadap kamera dan filmnya, mencakup angle, pergerakan
kamera, penggunaan lensa juga penggunaan jenis stok film. Editing mengacu pada pengertian
rangkaian gambar yang saling berhubungan. Suara adalah semua hal yang terdengar dari film,
mencakup dialog, musik serta efek-efek suara dari benda dalam film. Dua unsur ini, baik naratif
atau ceritanya dan stilistik atau elemen teknisnya, sama-sama saling melengkapi. Elemen teknis
seperti komposisi gambar tidak akan berarti apa-apa jika cerita yang disampaikan tidak
membutuhkan komposisi semacam itu. Di sini narasi, sebagai proses sampainya cerita kepada
penontonnya, memberikan ketegasan mana elemen teknis yang dibutuhkan untuk sebuah cerita
dan mana yang tidak. Dengan kata lain, setiap elemen teknis yang tampil atau dirasakan di layar,
semacam pergantian gambar secara cepat atau penggunaan rack focus, harus berfungsi dalam
penyampaian cerita dalam suatu karya audio visual.
Luasnya bentuk cerita atau narasi dalam televisi menjadikan media ini, seperti yang
diungkapkan dengan menarik oleh Graeme Burton (2011:131), memiliki output sebagai
supernarasi. Ke-“super”-an narasi ini terdapat pada gagasan ihwal arus narasi berkesinambungan
di televisi, di mana struktur narasi dikaitkan oleh jadwal program dan trail yang membawa

penonton melintasi satu narasi ke narasi yang lainnya, dari satu program ke program yang

lainnya. Mau sepanjang apa pun arus tersebut (jika arus itu adalah hitungan jam, 24 jam nonstop), narasi tetap ada di sana.
Biasanya, istilah narasi – secara longgar diartikan cerita – kerap dilekatkan pada program
fiksi. Tapi sejatinya semua program televisi mengandung narasi karena “setiap program
mengandung sejumlah tingkatan intensi dan struktur di baliknya” (Burton, 2011:133). Perkara
apa narasi tersebut dapat disadari oleh pemirsa atau tidak sangat tergantung pada penempatan
pemirsa dalam hal penyampaian narasi tersebut. Dalam program sinetron, misalnya, penonton
akan dapat dengan mudah mengenali struktur dan bentuk narasi karena modus atau cara
penyampaiannya memakai konvensi-konvensi film fiksi. Di sana ada alur cerita, akting para
pemeran, pengaturan dekupase yang rapi, dan akhir cerita yang terbuka dan dalam beberapa
episode dibiarkan menggantung. Konvensi tersebut dapat langsung dikenali oleh penonton
sebagai bentuk fiksi.
Narasi menjadi samar-samar keberadaannya dalam format program lain seperti, berita,
feature, talk show, bahkan variety show. Tersamarkannya narasi ini karena modus
penyampaiannya hanya sedikit memakai konvensi yang ada dalam bentuk fiksi. Namun, semua
program berbasis fakta, seperti berita memiliki pesan dan struktur untuk menyampaikan pesan
itu. Paling tidak program-program faktual seperti berita atau dokumenter juga program-program
artistik studio seperti variety show, terbagi dalam segmen-segmen naratif. Dan perlahan-lahan
cerita pun sampai kepada pemirsanya dengan modus penyampaian khas masing-masing program.

4. NARASI DALAM TONTONAN PERTANDINGAN SEPAK BOLA
Eric Sasono, seorang kritikus film, menulis bahwa tontonan sepak bola di televisi
sebenarnya memiliki narasi atau cerita. Produser program pertandingan sepak bola juga
menyadari hal tersebut. Untuk itu para produser tersebut menyuruh krunya untuk menempatkan
sembilan hingga empat belas kamera untuk mengambil gambar para pemain dan kejadian yang
terjadi di lapangan. Ini semua demi memuaskan penonton. Sebab para penonton di televisi tidak
hadir di stadion secara langsung untuk menonton. Para penonton televisi sangat bergantung pada
kamera. Dengan menempatkan sebanyak mungkin kamera di berbagai area stadion, para kru
dapat mengambil gambar yang lebih detail bagi penonton televisi. Misalnya, close-up ekspresi
pemain saat gagal mencetak gol. Tidak mungkin sudut pandang close up tersebut mampu
didapatkan oleh penonton di stadion. Selanjutnya Eric menulis:

Dengan adanya berbagai kamera dalam sebuah liputan sepakbola ini, maka
biasanya berlaku prinsip-prinsip dalam sebuah tayangan yang memiliki narasi.
Gambar-gambar di kamera itu dibagi dalam main-shot atau master-shot atau
gambar utama yang menjadi batang tubuh cerita tersebut. Kemudian beberapa
kamera lain yang memuat gambar-gambar dari jarak lebih dekat dan memberi
gambaran lebih detil, akan menjadi cover-shot yang menutupi lubang-lubang
dalam main-shot ketika peristiwa yang terjadi di lapangan terlalu menegangkan
untuk dilihat dari jarak jauh. Prinsip ini adalah prinsip storytelling atau prinsip
penceritaan yang biasanya digunakan oleh para sutradara dalam menyusun cerita
mereka di layar. Dengan demikian, sesungguhnya telah terbentuk narasi dalam
format paling sederhana di layar ketika sebuah pertandingan sepakbola sedang
berlangsung. (http://ericsasono.blogspot.com/2004/08/narasi-sepakbola.html )
Akibat terbentuknya struktur narasi tersebut, munculah plot dan karakter dalam sebuah
tontonan sepak bola. Menurut Eric Sasono, plot dalam video pertandingan sepak bola berjalan
secara alami sehingga tidak mungkin plot tersebut disamakan dengan plot pada film-film utama.
Operan-operan bola, aksi pemain membawa atau menguasai bola ataupun usaha perebutan bola
dapat dianggap sebagai pembukaan adegan, demikian tulis Eric. Lalu ketika permainan terhenti,
yaitu saat bola keluar atau terjadi pelanggaran, maka satu adegan pun berakhir. Termasuk jika
terjadinya gol.
Penjelasan Eric tentang sebuah adegan dalam tontonan sepak bola bisa diandaikan
sebagai sebuah scene. Semua scene tersebut lalu berkumpul membentuk sekuen atau babak. Di
waktu pertandingan resmi 90 menit ada dua babak yang terdiri dari 45 menit. Itulah sekuen.
Berarti dalam satu pertandingan normal tanpa babak perpanjangan waktu, terdiri dari dua sekuen.
Dan jika ada babak perpanjangan waktu sekuen pun bertambah lagi menjadi empat sekuen. Jika
ada tambahan adu penalti, maka sekuen pun bertambah menjadi lima sekuen.
Karakter dalam pertandingan sepak bola adalah orang-orang yang ada di depan layar
televisi. Eric menjelaskan bahwa dengan adanya kamera yang dapat menangkap dengan jelas
ekspresi wajah seorang pemain terbentuklah karakterisasi para pemain di lapangan. Jika
penonton menonton pertandingan di stadion tidak mungkin penonton itu melihat secara jelas
ekpresi pemain ketika mengaduh kesakitan, misalnya. Adanya kamera menjadikan pemain tidak
hanya terlihat bagaikan titik-titik yang bergerak saja mengejar bola. Para pemain terlihat
ekspresinya seperti aktor di film-film. Tentu saja mereka tidak sedang berperan atau bahkan

memerankan diri mereka sendiri. Namun tetap saja penonton televisi dapat melihat dengan jelas
ekspresi atau luapan emosi para pemain di lapangan.
Meskipun formatnya sangat sederhana, jelas sekali narasi tampak dalam sebuah
pertandingan di layar kaca. Kemudian narasi tersebut disampaikan oleh penonton televisi dengan
kesatuan sistem bentuk audio video yang kompleks dengan mode-mode penyampaian khas
televisi. Mode-mode penyampaian tersebut yang berkepentingan menyampaikan narasi dalam
pertandingan melalui stilisasi elemen-elemen audio video.
5. STYLE PROGRAM SEPAK BOLA DI TELEVISI
Stilisasi atau penyampaian narasi dalam program pertandingan sepak bola selalu
melibatkan modus-modus yang khas. Bisa dibilang elemen stilistik ini berkembang menjadi style
setelah program pertandingan sepak bola menjadi mapan dan memiliki basis penonton yang
begitu besar. Style, menurut Bordwell-Thompson, bisa terjadi karena adanya pengulanganpengulangan modus stilistik yang begitu sering dalam film. Istilah film noir, memiliki style
seperti penggunaan kontras yang tinggi di setiap filmnya dan permainan bentuk bayangan. Filmfilm French new wave memiliki style khas seperti penggunaan long take dan juga set luar studio.
Film-film Jackie Chan juga punya style khas seperti penggunaan properti di sekitarnya sebagai
bagian dari koreo laga aksi.
Style inilah yang kemudian terlihat dalam tayangan pertandingan sepak bola di televisi.
Program sepak bola di pertelevisian di Indonesia kebanyakan berasal dari pembelian hak tayang
liga-liga Eropa. Liga Eropa yang ditayangkan di televisi swasta nasional Indonesia hingga tahun
2013 ini berjumlah enam, yaitu Liga Inggris, Liga Italia, Liga Spanyol, Liga Jerman, Liga
Champion, dan Piala EUFA. Selain liga-liga dari Eropa, liga Indonesia juga ditayangkan oleh
televisi swasta nasional. Berikut stasiun televisi yang menayangkan tayangan pertandingan sepak
bola.
NO
1
2
3
4
5
6
7
8

STASIUN TELEVISI
SCTV
SCTV
GLOBAL TV
MNC TV
Trans TV
Trans 7
Indosiar
TVRI

PROGRAM
Pertandingan Liga Champion
Pertandingan UEFA Cup
Pertandingan Liga Inggris
Pertandingan Liga Inggris
Pertandingan Liga Spanyol
Pertandingan Liga Spanyol
Pertandingan Liga Jerman
Pertandingan Liga Italia

9
10

TV ONE
ANTV

Pertandingan Liga Super Indonesia
Pertandingan Liga Super Indonesia

Tabel 5.1 Daftar Stasiun Televisi Swasta Nasional dan Pertandingan Sepak Bola yang Disiarkannya Pada
Tahun 2013

Dari daftar di atas terlihat 9 stasiun televisi swasta nasional yang menyiarkan program
pertandingan sepak bola dari 7 kompetisi, baik lokal maupun internasional. Program
pertandingan dari 7 kompetisi tersebut ternyata menggunakan beberapa modus stilistik yang
sama. Kesamaan itu, meski berbeda dalam tampilannya secara visual, tampak dan bisa dikenali
dengan mudah oleh para penonton. Beberapa di antaranya :
1. Suara Non-Diegetic Komentator
Adanya komentator dalam sepak bola adalah salah satu style sinematik yang
digunakan untuk menyampaikan narasi tersebut. Sebenarnya, dalam pertandingan sepak
bola di stadion tidak ada komentator yang resmi ada. Hanya kadang saja, pada
pertandingan-pertandingan besar, baru ada komentator. Namun di televisi, komentator
menjadi seperti hal yang harus ada dalam setiap pertandingan, baik pertandingan besar
maupun pertandingan kecil.
Asal suara dalam sebuah tayangan audio video merupakan salah satu aspek
stilistik yang dapat didesain sekehendak pembuatnya. Secara garis besar, asal suara
berdasarkan keterkaitannya dengan cerita dalam adegan yang tengah berlangsung dapat
dibedakan menjadi suara diegetic dan non-diegetic.Suara diegetic berarti suara yang
berasal dari dunia cerita dalam adegan yang tengah berlangsung. Sedangkan suara nondiegetic berarti suara yang tidak ada kaitannya dalam cerita adegan yang tengah
berlangsung.
Dalam film, biasanya para penonton akan menemui satu keadaan di mana ada
suara yang memberitakan narasi cerita yang tengah berlangsung. Padahal penonton tidak
tahu suara siapa itu, sebab suara tersebut bukan berasal dari karakter dalam cerita. Suara
narasi itu adalah salah satu contoh suara non-diegetic.
Kasus yang sama juga terjadi pada suara komentator. Ia bukanlah salah satu
karakter yang tengah bermain sepak bola. Bukan juga penonton yang hadir di stadion. Ia
adalah non-karakter yang berada di luar adegan pertandingan sepak bola. Ia hanya bisa

didengar oleh penonton di televisi saja. Fungsi utama suara narator adalah
memberitahukan situasi terkini pertandingan yang berlangsung. Kadang juga narator
memberitahukan secara singkat profil pemain yang tengah membawa bola atau tengah
menendang bola. Di luar fungsi pemberian informasi tersebut, suara komentator turut
menghasilkan atmosfer atau keadaan yang lebih emosional bagi penonton. Kehadiran
komentator, meski itu dalam bahasa asing misalnya, akan lebih menambah aspek
emosionalnya daripada tidak ada sama sekali. Fungsi yang sama ada pada musik ilustrasi
dalam film.
2. Slow Motion
Kualitas kamera sangat diperlukan untuk mendukung teknik utama yang paling
penting dalam program sepak bola, yaitu tayangan ulang dengan kecepatan rendah (slow
motion). Kecepatan rendah digunakan untuk menunjukkan pentingnya mengamati detail
adegan yang diulang. Adegan yang setidaknya harus diulang adalah adegan gol dan
adegan pelanggaran-pelanggaran. Pengulangan shot terkait adegan-adegan tersebut
menunjukkan betapa pentingnya adegan tersebut. Penonton juga tidak merasakan
masalah dengan pengulangan tersebut. Sebab, si penonton sadar bahwa adegan tersebut
adalah informasi penting. Selain itu, dengan kecepatan normal yang sama dengan
kecepatan waktu yang terjadi, kadang sebuah gol menjadi kurang terasa geregetnya.
Padahal, gol adalah hal yang paling ditunggu oleh para penonton. Sebabnya sederhana.
Karena dengan gol, sebuah tim bisa menang. Tidak mungkin penonton tidak menunggu
kemenangan.
Maka dengan gerakan pelan dalam tayangan ulang, penonton bisa mendapatkan
kembali kemenangan yang ditunggunya dengan puas. Bahkan kadang dalam tayangan
ulang tidak disajikan dari satu angle saja melainkan dari banyak angle. Terjadilah
overlapping editing yang banyak dipakai film-film laga Hong Kong, terutama film yang
dibintangi Jackie Chan. Menurut Himawan Pratista dalam bukunya Memahami Film,
overlapping editing dipakai untuk menggambarkan secara rinci adegan-adegan
berbahaya. Dalam kasus video sepak bola, yang digambarkan secara rinci bukanlah
adegan berbahaya, melainkan proses terjadinya gol dengan rinci.
Selain terjadinya gol, adegan yang harus diulangi adalah adegan pelanggaran.
Pelanggaran seperti tackling keras dan berbahaya, handsball serta offside adalah adegan-

adegan penting yang menandai permainan dihentikan oleh wasit. Adegan tackling yang
dilakukan oleh seorang pemain kadang terlihat begitu cepat di waktu normal. Penonton
hanya mendapati shot seorang pemain kesakitan. Untuk memperlihatkan detail kejadian
tersebut, maka diputar ulanglah shot-shot terjadinya kejadian saat terjadinya tackle.
Demikian pula saat handsball. Dalam waktu normal, penonton kebanyakan tidak begitu
memperhatikan apakah si pemain menggunakan tangan sewaktu menerima bola atau
memblok bola. Padahal, handsball termasuk pelanggaran yang cukup berat, jika
disengaja. Maka, pengulangan diperlukan untuk memberikan informasi yang detail
mengenai keabsahan handsball tersebut. Lebih detail lagi, frame yang dijadikan bukti
nyata apakah seorang pemain handsball atau tidak (frame yang menunjukkan apakah
bola terkena tangan atau tidak), akan dihentikan untuk sesaat, sehingga menjadi freeze
frame. Teknik ini menjadi sangat efektif bila terjadi keraguan dalam benak penonton
karena wasit ragu-ragu memberi keputusan, atau bila keputusan wasit tampak tidak tepat.
Teknik tayang ulang slow motion dengan kombinasi freeze frame juga digunakan
saat

terjadi

offside.

Dalam

perkembangan

kasus

offside

sepanjang

sejarah

persepakbolaan, banyak kontroversi terjadi dengan keputusan wasit dan hakim garis soal
offside. Dengan adanya kombinasi teknik tayang ulang slow motion dan freeze frame,
keputusan controversial wasit bisa dipertanggungjawabkan kembali. Penonton pun
terpuaskan dengan teknik ini karena hal abu-abu kini menjadi terang dan jelas. Penonton
merasa puas karena mereka mengetahui kebenaran lebih dari panitia pengawas kompetisi.
3. Superimpose
Teknik lain yang selalu ada dalam program ini guna menarik perhatian lebih
banyak penonton adalah informasi waktu dan skor dalam bentuk grafis. Biasanya
diletakkan di pojok kanan atas layar. Gunanya yang utama adalah pemberi informasi
kepada penonton mengenai waktu dan perkembangan pertandingan. Sehingga jika suatu
waktu si penonton harus ke toilet, dia bisa tetap mengikuti perkembangan dengan melihat
informasi waktu dan skor berbentuk grafis itu. Memang komposisi gambar jadi terganggu
dengan superimpose atau penumpukan gambar semacam ini. Namun, penumpukan ini
sangat bermanfaat bagi penonton, meski sedikit mengganggu. Sedikit dan tidak menjadi
banyak karena permasalahan komposisi tadi ditutupi dengan ukuran grafis. Ukurannya
kecil dan berada di pojok sehingga mereduksi banyak potensi pengganggu komposisi

gambar. Penonton pun hanya akan melihat jika ia butuh dan tidak akan merasakan adanya
masalah dengan hal tersebut. Akan tetapi fungsi yang paling utamanya adalah
memberikan dampak ketegangan. Waktu adalah hal yang paling mendasar dalam sepak
bola karena sepak bola dibatasi waktu. Dengan memberikan informasi tersebut kepada
penonton, efek ketegangan bertambah. Strategi ini sering dipakai sutradara dan editor
film horor dan thriller. Dengan membiarkan penonton mengetahui sang pembunuh
sedang mendekati korbannya, sedangkan korbannya tidak tahu, akan muncul efek
ketegangan yang dapat membawa penonton meraih klimaksnya pada akhir adegan.
Penggunaan modus stilistik yang sama, bisa diidentifikasikan sebagai style atau semacam
gaya khas dalam program pertandingan sepak bola. Kekhasan inilah yang kemudian dijadikan
oleh para produser sebagai formula gaya program pertandingan sepak bola. Formula program
selanjutnya mewujud menjadi salah satu dari sekian banyak faktor yang menambah kelekatan
program dalam benak pemirsanya. Ke depannya, para penonton kemungkinan besar masih akan
disuguhi style yang sama. Sekilas, style yang sama ini akan berujung pada kebosanan. Tapi
sebenarnya, style yang sama ini justru semakin mengukuhkan identitas program pertandingan
sepak bola bagi penontonnya.
6. KESIMPULAN
Narasi dalam program pertandingan sepak bola di televisi bisa sampai kepada penonton
melalui elemen-elemen stilistiknya. Elemen-elemen stilistik sangat berkaitan erat dengan hal-hal
teknis seperti tata kamera, tata suara, grafis-grafis dan lain sebagainya. Elemen-elemen stilistik
yang selalu dapat ditemukan dalam program-program pertandingan sepak bola di stasiun televisi
yang berbeda menjadi semacam style yang khas dari program ini. Style yang khas dari sepak
bola terlihat pada :
1. suara non-diegetic komentator,
2. penggunaan slow motion, dan
3. penggunaan superimpose dengan karakter grafis yang muncul di layar.
Style khas seperti inilah yang menjadi modus formula penyampaian narasi program pertandingan
sepak bola di layar kaca. Modus formula tersebut menjadi salah satu faktor yang melekatkan
program pertandingan sepak bola di benak penonton. Style merupakan hal yang kecil. Tapi

layaknya senyuman seseorang yang merupakan hal yang sederhana namun berefek besar, style
juga punya kesederhanaan berefek besar tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Bordwell, David, Kristhin Thompson. Film Art : An Introduction Seventh Editon. McGraw-Hill.
New York, 2004.
Burton, Graeme. Membincangkan Televisi (Terj. Laily Rahmawati). Jalasutra. Yogyakarta. 2011.
Daskal, Ouriel. Why is Football So Popular. http://www.soccerissue.com/2011/04/08/why-isfootball-so-popular/ . 8 April 2011.
Eric Sasono. Narasi Sepak Bola. http://ericsasono.blogspot.com/2004/08/narasi-sepakbola.html .
24 Agustus 2004.
Himawan Pratista. Memahami Film. Homerian Pustaka. Yogyakarta. 2008.
Millerson , Gerald, Jim Owens. Television Production Fourteenth Edition. Focal Press. Oxford.
2009.
Mona

Okto.

Fokus:

Final

Liga

Champion,

Event

Paling

Banyak

Ditonton?.

http://www.goal.com/id-ID/news/1571/fokus/2012/05/18/3110457/fokus-final-ligachampions-even-paling-banyak-ditonton. 18 Mei 2012.
Nielsen Media, Data Highlights Timnas Memenangkan 12 juta Penonton TV, Nielsen Newsletter
Edisi 12, 30 Desember 2010, Nielsen Company.
Nielsen Media, Data Highlights Soap Opera is Back, Nielsen Newsletter Edisi 13, 31 Januari
2011, Nielsen Company.
Sale, Charles. Forget the financial crisis- BT Joins The Premier League Party and Football
Lands An Incredible £3 Billion. http://www.dailymail.co.uk/sport/football/article2158825/Premier-League-sell-TV-rights-3-billion-BT-Sky.html. 13 Juni 2012.

Leistar Adiguna. Penulis Lahir tanggal 26 Juli 1991. Setelah menghabiskan masa TK-nya di
Tangerang, penulis kini bertempat tinggal di Serang. Menyukai sepak bola, komik, novel dan
berbagai jenis buku, tertarik pada film. Penulis tengah menyelesaikan studi S-1 Jurusan Televisi
di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta.

MAKALAH SEMINAR
Style Dalam Program Pertandingan Sepak Bola
Di Televisi Indonesia

Disusun oleh:
Leistar Adiguna
1010433032

PROGRAM STUDI S-1 TELEVISI
JURUSAN TELEVISI
FAKULTAS SENI MEDIA REKAM
ISI YOGYAKARTA
2013