Pakaian Minangkabau tinjauan filosofis d

1

Pakaian Minangkabau;
tinjauan filosofis dan makna simbolis
M. Jandra

Abstract

Pakaian tidak hanya berfungsi sebagai pelindung tubuh dari segala macam gangguan
cuaca dan benda sekitar, tetapi pakaian juga berfungsi sebagai penutup aurat, kehormatan,
kesusilaan dan satu lagi adalah keindahan.
Di Minangkabau pakaian adat memegang peranan penting dalam pelbagai upacara. Melalui
pakaian adat dan perkawinan tersebut tergambar pesan dan nilai budaya yang terkandung
didalamnya. Juga mempunyai kaitan dengan aspek lain seperti ekonomi, social politik dan
keagamaan.
Seperangkat pakaian dinilai tidaklah karena lengkap dan rapinya tata hiasan sahaja tetapi
dibalik itu terkandung makna filosofis dan simbolis. Minangkabau sebagai suatu daerah yang
kuat beragama mempunyai pakaian yang unik dengan tat arias yang komplit sama ada pada
pakaian adat penghulu maupun pakaian adat pengantin.
Berkenaan dengan pesanan nilai budaya yang disampaikan maka dalam pakaian adat
kebesaran dan adat pengantin Minangkabau pemahaman dapat dilakukan melalui pelbagai

sy bol ala atau jagat raya e gikut raga hias pakaia tradisio al tersebut. “i bol
atau lambang yang diungkapkan dalam pakaian adat, perhiasan serta kelengkapannya
merupakan pencerminan dari corak budaya dalam erti nilai yang menjadi tingkah laku di
Minangkabau.

Pendahuluan
Sejak dahulu hingga sekarang, tatanan kehidupan masyarakat Minangkabau sangat
ideal karena didasari nilai-nilai, norma-norma adat dan agama Islam yang menyeluruh, dalam
satu ungkapan adat berbunyi “Adat Basandi Syara‟, Syara‟ Basandi Kitabullah”.
Adat dan syara‟ di Minangkabau merupakan benteng kehidupan dunia akhirat yang
disebutkan dalam petatah adat “kesudahan adat ka balairung, kasudahan syarak ka akhirat.
Pepatah ini menyiratkan teguhnya benteng orang Minangkabau yang terkandung di dalam
adat dan kokohnya perisai Islam yang di pagar oleh syarak.
Dalam hal pakaian masyarakat Minang mempunyai keunikan tersendiri. Seni
pakaian turut juga menyerikan kehidupan adat resam mereka seperti dalam pepatah :
Bundo kanduang limpapeh rumah nan gadang
Rumah gadang sambilan ruang

2


Salayang kudo balari, sapaki‟an budak maimbau
Sahari kubin malayang
Ambun puruak pagangan kunci
Pusek jalo kumpulan ikan
Samarak dalam kampuang hisan dalam nagari.
Pepatah ini menjelaskan fungsi busana adat sebagai kesemarakan dalam kampung. Ini
memberi makna kiasan daripada hiasan dalam negeri mereka. Ekoran ini misalnya turut
mempersoalkan kekayaan yang dimiliki seperti rumah besar dan luas.
Pada Umumnya setiap bangsa di dunia ini mempunyai persamaan dalam seni hias,
mungkin ini terjadi karena diffusi kebudayaan, tetapi mungkin pula persamaan itu terletak
pada dasar jiwa manusia yang menyebabkan timbul fikiran yang sama. Persamaan itu
mungkin timbul dari Archetype yang terletak dalam jiwa tidak sadar manusia.(Van Der Hoop,
1949:9).
Namun berbeza dengan masyarakat tradisional lain di Nusantara ini, masyarakat dan
kebudayaan Minangkabau memiliki filosofi dan pandangan hidup (weltanschauung)
yang sesungguhnya mengandung nilai-nilai global yang langgeng” tak lekang oleh
panas dan tak lapuk oleh hujan”.
Melalui petatah-petitih serta pantun-pribahasa itu, orang akan menemukan sejumlah
prinsip dasar kehidupan yang padanannya hanya ditemukan dalam kebudayaan Yunani lama
dan dalam khazanah kebudayaaan Islam. Kebetulan ketiganya – adat Minangkabau,

kebudayan Barat yang Yunani (melalui pengaruh modernisme dari Barat), dan Islam – dalam
prosesnya telah terjalin dalam satu jalinan ajaran yang

harmonis dalam

kebudayaan

Minangkabau. Dengan pendekatan dialektik tesis-antitesis dan sintesisnya, masyarakat dan
kebudayaan Minangkabau telah memadu ketiga unsur budaya itu, seperti yang dipusakakan
oleh masyarakat di sana saat ini. Sejumlah ciri budaya yang lekat dengan nama Minangkabau
adalah: demokratis, terbuka, resiprokal (timbal balik), egaliter, sentrifugal, kompetitif,
kooperatif, dan Mengakomodasi konflik.

Busana , Pelindung dan Sarana Pendidikan Utama
Perubahan zaman yang disertai penetrasi budaya seringkali menampilkan ketimpangan
didalam meraih kesempatan yang sangat menyolok pada fasilitas pendidikan, lapangan kerja,
hiburan, penyiaran mass-media, antara di kota dan kampung, akhirnya mengganggu

3


pertumbuhan masyarakat. Apabila kearifan dan keseimbangan peranan memelihara budaya
dan generasi tercabut pula, maka tidak dapat tidak akan ikut menyumbang lahirnya “Generasi
Rapuh Budaya”.
Generasi berbudaya memiliki prinsip teguh, elastis dan toleran bergaul, lemah lembut
bertutur kata, tegas dan keras melawan kejahatan, kokoh menghadapi setiap percabaran
budaya, tegar menghadapi percaturan kehidupan, bijak menata pergaulan baik, penuh
kenyamanan, tahu diri, faham tentang filosofis budaya, hemat, dan tidak malas, akan
terbentuk dengan keteladanan. Konsepsi Rasulullah SAW;”Jauhilah hidup ber-senangsenang (foya-foya), karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang hidup bermewah-

mewah (malas dan lalai)” (HR.Ahmad). Tidak dapat dimungkiri bahawa masyarakat Islam
harus memaksimalkan perannya menjadi pendidik di tengah bangsa menampilkan citra
manusia mandiri, memastikan terpenuhi hak dan terlaksananya kewajiban, salah satunya
melalui cara berbusana. Di dalam berbusana terkandung makna simbolik dari suatu budaya.
Untuk melihat makna simbolis pakaian Minangkabau dalam kesempatan ini akan
dikemukan pakaian adat. Pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dimaksud dengan
pakaian adat yaitu semua kelengkapan yang dipakai oleh seseorang yang menunjukkan ethos
kebudayaan suatu masyarakat.
Dengan melihat pakaian seseorang, orang akan mengatakan bahawa orang tsb dari
daerah sana, sekaligus cerminan busana menunjukkan bangsa. Jadi pakaian adat mewakili
masyarakat dan adat sesuatu daerah membezakannya dengan adat daerah lain.

Sehubungan dengan hal tsb, maka yang akan dikemukakan dalam tulisan ini adalah pakaian
adat yang biasa dipakai oleh pemangku adat dan kaum wanita di Minangkabau yang disebut
juga dengan pakaian kebesaran dan pakaian adat perkawinan.
Pakaian adat perkawinan

Keindahan busana dalam adat perkawinan Minangkabau atau disebut marapulai dan
anak daro beserta atribut yang melengkapi kedua mempelai minang tidak perlu diragukan
lagi. Taburan aura keemasan menyelimuti keseluruhan penampilan mempelai dengan sulaman
emas pada baju kedua pengantin dan kain songket bertabur emas yang berornamen khas.
Busana pengantin merupakan pakaian pengantin adat Minangkabau asli. Busana
pengantin ini sesuai warna adat Minangkabau yaitu merah, hitam dan kuning karena warna

4

tersebut sarat simbolik bagi masyarakat minang. Pada setiap ritual adat, warna ini selalu ada,
baik dalam ornamen ataupun busananya. Warna merah melambangkan keberanian dan
kepahlawanan, Kuning mengandung arti kerajaan dan hitam mengandung makna kuasa.
Pakaian perkahwinan di Minangkabau mempunyai aturan tertentu. Bila suatu jenis
pakaian itu digukanan, siapa yang harus memakainya dan bagaimana cara memakainya
mengikuti aturan-aturan tertentu, sesuai dengan ketetapan adat di daerah masing-masing

dalam bentuk ragam corak dan pelbagai motif.

Kelengkapan tata rias pakaiannya adalah baju kurung dari kain beludru yang bersulam
benang emas. Kain sarung atau kodek dari kain songket pandai sikek. Dan hiasan sunting
kepala dengan segala kelengkapannya seperti; slop atau slipar. Kemudian Sunting iaitu jenis
hiasan kepala yang disusun dengan motif tumbuh-tumbuhan dan setengahnya hiasan binatang
laut. Jumlah sunting dan besarnya kipas yang terbentuk di kepala berbanding harmoni dengan

5

bentuk fizik si pengantin. Jenis perhiasan yang dipakai adalah corak sinar blong, bunga
serunai, serai serumpun, mansi-mansi, kote-kote dengan motif ikan, kupu-kupu, burung merak
dsb. Semua benda-benda kecil sunting tersebut dipasang bertingkat-tingkat melingkari kepala
dari atas telinga kanan hingga atas telinga kiri. (Zakaria Ali, 1984:78).
Kelengkapan lainnya adalah tengkolok yang hujung runcing seperti tanduk kerbau
sehingga dinamai tengkolok tanduk, dan selendang sebagai penutup kepala terbuat dari
material yang sama dengan songketnya. Tengkolok itu berupa selendang berumbai-umbai
sebelah hujung digubah dan dijatuhkan hingga ke dahi.

Terdapat sehelai selendang


disangkutkan di bahu kanan.
Perhiasan terbuat dari emas hasil para tukang yang teliti, dan sepasang selop terompah
bersulam benang emas juga. Hujung kedua lengan dan bagian bawah baju kurung itu yang
labuhnya di bawah lutut dihias renda tepi yang biasa disebut “minsia”.
Orang-orang Minangkabau tradisi lama memperkatakan kain dan kelengkapan dengan
pelbagai kiasan dan syarat yang terpakai. Tambo sebagai pegangan intelektual zaman lampau
memberi kepentingan cara dan syarat pakaian ini. Misalnya perkara kain, penggunaan kain
dalam masyarakat, fungsi kain, nama kain (tenunan), barang kemas, destar, tongkat, saiz baju
dan sipemakainya.
Pakaian pengantin berwarna hitam yang dilengkapi tanduk belenggek merupakan
pakaian khas bundo kanduang yang menunjukan derajat kebangsawanan suatu keluarga. Baju
kurung panjang dan kain sarung balapak merupakan busana anak daro pada umumnya. Yang
membezakan adalah hiasan pada kepala dan aksesoris pendukung lainnya. Baju kurung adalah
pusaka / wrisan nenek moyang. Baju kurung ertinya terkurung iaitu terpimpin dalam bidang
adat Minangkabau tidak boleh berbuat semena-mena dalam bertindak.
Baju kurung sebenarnya dikelompokkan pada dua kesempatan iaitu upacara adat dan
kehidupan sehari-hari. Masing-masing memiliki ketentuan sendiri, ertinya baju kurung ujntuk
menghadiri upacara pelantikan penghulu atau adat perkawinan berbeza dengan baju kurung ke
rumah saudara sama ada warna, bahan maupun aksesorinya. Perbezaan usiapun

mempengaruhi pilihan baju kurung yang akan dikenakan. Untuk baju kurung sehari-hari amat
jarang dipakai bahan dari beludru atau satin, karena terlalu mewah dan kurang sesuai untuk
dipakai untuk siang hari yang panas dan terang benderang. Ini sekaligus menunjukkan symbol
kesederhanaan. Pilihan utama umumnya jenis kain tipis ringan dan tidak tembus berbayang

6

oleh pandangan mata. Aksesori dipilih yang tidak terlalu besar dan tidak bertompok seperti
yang digunakan dalam upacara adat. Walaupun demikian prinsip yang dianut adalah cantik,
menurut aurat serta berfesyen.Tanduk Belenggek ini terdiri dari 2 tingkat, yang pertama
merupakan tanduk dari kain bersulam benang emas yang diatasnya dihias dengan tanduk
emas atau dikenal dengan tengkuluk ameh.

Sunting

Sunting adalah salah satu bentuk hiasan kepala anak daro atau pengantin perempuan.
Sunting yang dipakai secara umum sekarang biasa disebut sunting gadang. Nama ini untuk
membezakan dengan sunting ketek yang biasa dipakai oleh pendamping pengantin yang
disebut pasumandan.
Perbezaan dari sunting gadang dan sunting ketek adalah jumlah tingkat dari

penyusunan hiasan di kepala. Jumlah tinggkat kembang goyang sunting pada pengantin

7

wanita minang ini biasanya berjumlah ganjil. Jumlah tingkat sunting yang paling tinggi adalah
sebelas tingkat sedang yang paling rendah tujuh tingkat.
Ada empat jenis hiasan yang disusun membentuk sunting pada hiasan kepala
pengantin minang ini. Lapisan yang paling bawah adalah deretan bungo sarunai. 3-5 lapis
bungo sarunai ini membentuk dasar bagi sunting minang. Kemudian diletakkan deretan bunga
gadang sebanyak 3 - 5 lapis. Hiasan yang paling atas adalah kambang goyang. Sedangkan
hiasan sunting yang jatuh di pipi kanan dan pipi kiri pengantin minang ini disebut kote-kote.
(Ibrahim, 1984: 120).

Talempong

Alat musik tradisional Minangkabau “talempong” sebagai musik pengiring tari-tarian
dan sebagai musik penghibur selama pesta perkawinan berlangsung
Untuk menyambut kedatangan kedua mempelai di singgasananya, disajikan pula tari
gelombang dan tari piring. Dan sebuah tari tradisional lainnya sebagai penghibur, biasanya di
pilih tari payung.

Tari Payung dipercayai sebagai tarian yang menggambarkan kehidupan pengantin
baru. Syair pada lagu „Berbendi-bendi ke sungai Tanang‟, mengisyaratkan pasangan yang
baru menikah pergi mandi ke kolam yang dinamai sungai Tanang yang merupakan cerminan
dari masa berbulan madu. Payung yang digunakan dalam tarian ini melambangkan peranan
suami sebagai pelindung istri.
Pagar Ayu dan Pagar Bagus

Pelaminan dilengkapi dengan pakaian seragam lengkap bagi para dayang-dayang raja
dan ratu sehari ini sebanyak 6 pasang. Seragam pagar ayu menggunakan sunting maupun
tanduk
Baju Demang (Beskap)

Baju Demang yang dilengkapi dengan sarung bersulam emas dan Saluak batik
bertulisan arab bagi kedua orang tua mempelai dan keluarga mereka. Baju demang yang
dilengkapi saluak batik ini merupakan baju bagi datuk-datuk di daerah Minang kabau untuk
menghadiri pesta pernikahan pada jaman itu.(Nasrun, 1957:219)

8

Pakaian adat kebesaran / Penghulu.

Pakaian Penghulu merupakan pakaian kebesaran dalam adat Minangkabau dan tidak
semua orang dapat memakainya. Di samping itu pakaian tersebut bukanlah pakaian harian
yang seenaknya dipakai oleh seorang penghulu, melainkan sesuai dengan tata cara yang telah
digariskan oleh adat. Pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari

1.Destar
Deta atau Destar adalah tutup
kepala atau sebagai perhiasan kepala
tutup

kepala

bila

dilihat

pada

bentuknya terbagi pula atas beberapa
bahagian sesuai dengan sipemakai,
daerah dan kedudukannya.Destar raja
Alam bernama “dandam tak sudah”
(dendam

tak

sudah).

Penghulu

memakai deta gadang (destar besar)
atau saluak batimbo (seluk bertimba).
Deta Indomo Saruaso bernama Deta
Ameh (destar emas). Deta raja di
pesisir

bernama

cilieng

manurun

(ciling menurun).
Destar atau seluk yang melilit
di kepala penghulu seperti kulit yang
menunjukkan isi dengan pengertian
destar membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai
kerut, merupakan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak
kerut dester itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan.
Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Demikianlah paham penghulu itu
hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak
kemenakan, korong kampung dan nagari. Kerutan destar juga memberi makna, bahawa

9

seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir
terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

2.Baju
Baju penghulu berwarna hitam sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo,
putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). Dengan arti kata umpat dan puji hal
yang harus diterima oleh seorang pemimpin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan
“baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo
dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan
karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis).
Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang
mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai
pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka
dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang
penghulu alamnya lapang buminya luas. Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah
dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiangdantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh
karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya berjelajela, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai melulur, disana martabat
berhimpunnya). Pengertian yang terkandung didalamnya adalah seorang penghulu yang tidak
goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus
bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.

3.Sarawa/celana
Ungkapan adat mengenai sarawa ini mengatakan “basarawa hitam gadang kaki,
kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah
salasai jo ukuran (bercelana hitam besar kaki, kepenurut alur yang lurus, kepenempuh jalan
yang pasar dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran).
Celana penghulu yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahawa kebesarannya
dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat
maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu

10

martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta
perbuatannya pada yang berpatutan.(Ibrahim, 1985:227)

4. Sasamping
Sasampiang adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk
belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang
penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni)
dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian diatas
kebenaran dalam nagari. Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, sentengnya hingga lutut
untuk menyatakan bahawa seorang penghulu hatinya miskin diatas yang benar.
Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan
yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan
yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka
tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.

5. Cawek (Ikat Pinggang).
Mengenai cawek ini diungkapkan “cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang,
saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan,
panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin
tanang, nak lia nak jan tabang jauah.
Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga
bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik
kapaungkai.
Cawek penghulu dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera.
Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai
jumbai dan hiasan pucuk rebung. Arti yang terkandung dari cawek ini dapat disimpulkan
bahawa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus
dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.

6.Sandang
Sesudah memakai destar dan baju, celana serta sesamping maka dibahu disandang

11

pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi
empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dikatakan “sandang pahapuih paluah
di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”.
Pengertiannya adalah bahawa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah
kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala
ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut
semestinya.

7.Keris
Penghulu bersenjatakan keris yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu,
tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi
penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan
pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. Letak
keris ini mengandung pengertian bahawa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan
jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo
atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan
untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian
bahawa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. Mata
keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih.
Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata
keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahawa
kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak
malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan),
dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan
pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya.
Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan “senjatonyo karih kabasaran
sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida,
dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek,
bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan.
Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan
dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan

12

bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh
mati”.
8. Tungkek (Tongkat).
Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat
ini dikatakan “Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek
adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro
sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo.
Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan
penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan
nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.(Umar Yunus, 1984:178).

Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang /Bundo Kanduang.
Lambang kebesaran wanita Minangkabau disebut “Limpapeh Rumah nan gadang”.
Limpapeh artinya tiang tengah pada sebuah bangunan dan tempat memusatkan segala
kekuatan tiang-tiang lainnya. Apabila tiang tengah ini ambruk maka tiang-tiang lainnya ikut
jatuh berantakan. Dengan kata lain perempuan di Minangkabau merupakan tiang kokoh dalam
rumah tangga. Pakaian Limpapeh Rumah Nan Gadang tidak sama ditiap-tiap nagari, seperti
dikatakan “Lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain bilalangnyo”. Namun demikian pakaian
Limpapeh Rumah Nan Gadang mempunyai sifat umum seperti berikut.

1. Baju Batabue (baju bertabur).
Baju kurung bludru hitam, dibuat lapang atau longgar, pada baju tertentu hujung
lengan dibuat bentuk “telapak kuda”. Lapang maksudnya adalah lapang hati, tidak susah
dengan segala persoalan yang banyak, falsafahnya adalah “bapadang lapang baalam leba”
Baju kurung melambangkan terkurung dalam segala aturan, ertinya terpimpin dalam bidang
adat Minangkabau, tidak boleh berbuat semena-mena dalam bertindak. Lengan baju yang
menyerupai telapak kuda melambangkan kekuatan dan ketabahan sebagai seorang pemimpin.
Baju lapang langannyo laweh
alamnyo leba.

melambangkan mnakna budi nan tinggi, buminyo laweh

13

2. Minsie
Minsie adalah bis tepi dari baju yang diberi benang emas. Pengertian minsie ini untuk
menunjukkan bahawa demokrasi Minangkabau luas sekali, namun berada dalam batas-batas
tertentu di lingkungan alur dan patut.

3. Tingkuluak (tengkolok)
Tengkuluk merupakan hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan
bercabang disebut tingkuluk tanduk. Pengertiannya adalah tempat musyawarah, melengong ke
kiri dan ke kanan mencari kata sepakat seperti pantun bulek aia ka pambuluah bulek kato ka
mupakaik. Di samping itu juga bermakna sebagai Limpapeh Rumah Nan Gadang di

Minangkabau tidak boleh menjunjung beban atau beban yang berat. Tengkolok dibuat dari
kain songket balapak, di setengah negeri dibuat dari kain bludru. Tengkolok ini mempunyai
puncak. Dataran ditengahnya melambangkan musyawarah, keputusan tidak boleh diambil

14

berdasarkan suara terbanyak tetapi mengikut sakato atau sepakat. Kelengkapan tengkolok
adalah selendang yang bercahaya ini melambangkan wanita yang bercahaya di masyarakat

4. Lambak atau Sarung.
Sarung wanitapun bermacam ragam, ada yang lajur ada yang bersongket dan ada yang
berikat. Sarung untuk menutup bagian tertentu sehingga sopan dan tertib dipandang mata.
Tentang susunannya sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi suatu daerah. Oleh karena itu
ada yang berbelah di belakang, ada yang dimuka dan ada yang disusun dibelakang.
Sarung juga disebut “kain kodek” dan bertabur artinya punya ilmu sebanyak bintang bertabur
dilangik. Kodek dipakai sebatas mata kaki. Ertinya si pemakai harus punya “raso jo pareso”
atau mempunyai malu di dalam dirinya. Sifat malu merupakan benteng bagi wanita
Minangkabau (Nak urang koto hilalang, Nak lalu kapakan baso, malu jo sopan kok lah ilang,
habihlah raso jo pareso).
Di sini pengertian malu dan iman dua hal yang berpadu menjadi satu. Dengan
demikian sifat budi pekerti wanita seperti kain bercahaya cemerlang seperti kain kodek
bertabur. Pantun adat berbunyi : Nan kuriak iyolah kundi, nan merah iyolah sago, nan baik
iyolah budi nan indah iyolah baso.

5. Salempang atau selendang.
Salembang atau selendang kain balapak dipakai dibahu dan disandang dari arah kanan
ke kiri. Pengertian yang terkandung pada salempang ini adalah untuk menunjukkan
tanggungjwab seorang Limpapeh Rumah Nan Gadang terhadap anak cucunya dan waspada
terhadap segala sesuatu, baik sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Berat sama
dipikul ringan sama dijinjing. Tolong menolong, hormat menghormati menyuruh yang baik
dan melarang yang mungkar atau amar ma‟ruf nahi munkar.(Darussalam, 2006:198)
6. Dukuah, dokoh (kalung).
Kalung yang disebut juga liontin

di Minangkabau bermacam-macam. Ada yang

disebut kalung perada, daraham, cekik leher, kaban, manik pualam dan dukuh panyaram.
Dukuh melambangkan bahawa seorang Limpapeh selalu dalam lingkaran kebenaran, seperti
dukuh yang melingkar di leher. Dukuh juga melambangkan suatu pendirian yang kokoh dan

15

sulit untuk berubah atas kebenaran. Baiman taguah, rancak dilua sampai ka dalam nan laia
manunjuakkan nan batin

7. Galang (Gelang).
Terhadap gelang ini dikiaskan “Nak cincin galanglah buliah”(ingin cincin gelang yang
dapat)”. Maksudnya rezeki yang diperoleh lebih dari yang diingini.Gelang adalah perhiasan
yang melingkari tangan dan tangan dipergunakan untuk menjangkau dan mengerjakan
sesuatu. Terhadap gelang ini diibaratkan bahawa semuanya itu ada batasnya. Terlampau
jangkau tersangkut oleh gelang. Maksudnya dalam mengerjakan sesuatu harus disesuaikan
dengan batas kemampuan.
Menurut ragamnya gelang ini ada yang disebut “galang bapahek, galang ula, kunci maiek,
galang rago-rago, galang basa”. Di samping itu gelang bermakna suatu ikatan terpadu, saciok
bak ayam sadanciang bak basi, kalurah samo manurun kabukik samo mandaki.

8. Cawek.
Iaitu sebutan lain dari ikat pinggang baik digunakan oleh lelaki atau perempuan.
Cawek terbuat dari kain atau logam, perak ataua emas. Kebanyakan bundo kanduang
menggunakan cawek daripada kain yang dijahit dan disulam indah dan selalu tergantung di
pinggang setiap hari. Fungsi cawek umumnya adalah tempat menyimpan uang, kunci dan
kadang kala sirih pinang disamping fungsinya yang asli pengikat pakaian lain agar tetap
ditempat.

9. Terompah, selop, sandal (selipar).
Terompah ini terbuat dari bahan kulit menutup kaki depan kadang kala disulam dan
ditekat dengan benang emas diatas kain beludru. Terompah yang tertutup bagian depan
bermaksud bonda kandung sebagai limpapeh rumah gadang harus pandai menyimpan rahasia
terutama rahasia rumah tangga dan suku kaum mereka.(Zakaria Ali, 1984: 98).

10.Palaminan
Pelaminan adalah tempat kedudukan orang besar seperti raja-raja dan penghulu. Pada
masa dahulu hanya dipakai pada rumah adat namun sekarang juga dipakai pada pesta

16

perkawinan. Hal ini mungkin disebabkan marapulai dan anak dara sebagai raja dan ratu
sehari. Perangkatan pelaminan mempunyai kaitan dengan hidup dan kehidupan masyarakat
adat Minangkabau. Dahulu memasang pelaminan pada sebuah rumah harus dengan seizin
penghulu adat dan harus memenuhi ketentuan-ketentuan adat yang berlaku. Pelaminan
mempunyai bahagian-bahagian dan semuanya saling melengkapi.
Motif kain songket untuk busana Minang baik untuk sarung atau selendang dan
lainnya ada sekitar 18 motif yang amat antik iaitu sarung corak lacar, jenis bunga-bunga,
bunga melur, sirikaya, bunga delima, bunga sejak, tampuk pegaga, biji periah, cencawi
(burung), celari, kepala lalat, pucuk rebung, ombak mengalun, awan larat, dammar tiris,
cempage, naga berarak, megah (mega mendung), riah, tunjung belapis, sisik tenggiling dan
rantai keluang. (Abd.Latif, 2004:136).
Motif songket selendang balapak Sungayang sebagai tenun basah

hitam atau

tingkuluak kambang balapak yang sudah sukar didapati zaman kini terdapat motif antaranya
motif sabai, semut beriring, biji mentimun dan pucuk rebung (pada tepi kain). Selendang jenis
ini biasa digunakan untuk kepala yang dipasang menjulang tinggi mendatar seperti reka corak
rumah limas dan rumbai-rumbai berjambul terurai disebelah kanan. Fesyen ini kadang kala
digayakan dengan menambah beberapa barang kemas di sisi telinga dan cucuk sanggul. Pada
jenis kain ini umum dekoratif berbentuk geometri, pilin, kain, belah ketupat, pucuk rebung.
Tapi pada jenis koleksi orang tertentu ditemukan beberapa kain cindai (seperti cindai limar)
yang disulam dengan emas.(Rumita Hakim, 1989:116)
Orang Minang difahami sebagai orang beradat dan beragama. Panduan hidup bagi
orang Minang bersumberkan adat dan ajaran Islam sehingga pakaian pun mengandung makna
yang sesuai dengan norma-norma Islam ertinya tidak semata-mata untuk memfungsikan
pakaian sebagai penutup tubuh sahaja, tetapi juga penutup aurat dab keindahan.
Cerminan konsep itu terlihat dalam pola hidup orang Minangkabau dan dalam
berpakaian. Dalam hal ini pemakaian baju kurung dan sarung merupakan wujud nyata dari
ajaran yang mewajibkan menutup aurat. Namun demikian apakah pakaian orang Minang
tersebut masih bertahan seutuhnya ditengah pengaruh busana dan fesyen modern? Tentu ada
beberapa yang telah mengalami modifikasi atau mengalami ubah suai. Namun pakaian
tradisional adat Minangkabau masih tetap bertahan seutuhnya ditengah zaman globalisasi ini
walaupun memerlukan kajian mendalam lagi. Insyaallah

17

Rujukan
Darussalam, Gazali., 2006, Sumbangan Sarjana dalam Tamadun Islam. Kuala Lumpur:
Utusan Publicationa & Distributors SDN BHD.
Rumita Hakim, 1989, Tenunan Balapak, Tanjung Sungayang Padang: Proyek Pembinaan
Permusiuman Sumatera.
Zakaria Ali, 1984, Arti dari Lambang dan fungsi Tata rias dalam menanamkan Nilai-nilai
budaya , Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Abu Bakar, A.Latif Cs, 2004, Busana Melayu Serumpun, Institut Seni Malaysia Melaka.
A.A.Navis, 1986. Alam Takambang Jadi Guru. Jakarta: Penerbit Temprint.
Ibrahim, et.all, 1984, Arti Lambang dan Fungsi Tata Rias Penganten dalam Menanam NilaiNilai Budaya Propinsi Sumatera Barat. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Zainon Ismail, St.,2006, Pakaian Cara Melayu, Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Ibrahim, 1985, Pakaian Adat Tradisional Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Nasrun, M. 1957, Dasar Falsafah Adat Minang Kabau. Jakarta: Penerbit Bulan Bintang.
Umar Junus, 1984, Kaba dalam Sistem Social Minang Kabau: Suatu Problema Sosiologi
Sastra . Jakarta: Penerbit Balai Pustaka.
Rahmah Bujang & Nor Azlin, Kesenian Melayu, Kuala Lumpur: Akademi Pengajian
Melayu, Universiti Malaya



Visiting Profesor pada jabatan Kesenian Melayu Akademi Pengajian Melayu Universiti Malaya

Dokumen yang terkait

Anal isi s K or e sp on d e n si S e d e r h an a d an B e r gan d a P ad a B e n c an a Ala m K li m at ologi s d i P u lau Jaw a

0 27 14

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

I M P L E M E N T A S I P R O G R A M P E N Y A L U R A N B E R A S U N T U K K E L U A R G A M I S K I N ( R A S K I N ) D A L A M U P A Y A M E N I N G K A T K A N K E S E J A H T E R A A N M A S Y A R A K A T M I S K I N ( S t u d i D e s k r i p t i f

0 15 18

JAR AK AT AP P UL P A T E RHAD AP T E P I I N S I S AL GI GI I NSI S I VU S S E NT RA L P E RM AN E N RA HAN G AT AS P AD A S UB RA S DE UT ROM E L AY U ( T in j au an L ab or at o r is d an Radi ol ogis )

0 35 16

Pengaruh nilai budaya uncetainty avoidance terhadap prilaku inovatif pada wirausahawan suku Minangkabau di Pasar Tanah Abang Jakarta

1 33 112

Transaksi Bank melalui Internet dalam tinjauan hukum islam

4 36 119

Perkawinan satu suku dalam masyarakat Minangkabau menurut pandangan hukum islam : studi kasus di kec.Banuhampu Sumatera Barat

0 23 108

Identifikasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peningkatan Daya Saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Wilayah Industri TPT Kabupaten Bandung (Studi Kasus : Kecamatan Dayeuh Kolot, Kecamatan Majalaya, Kecamatan Katapang, Kecamatan Pameungpeuk, d

0 5 6

1 Silabus Prakarya Kerajinan SMP Kls 8 d

2 70 15

Suatu tinjauan pada sub bagian tata usaha amdinistrasi kepegawaian Cabang Dinas Pendapatan Propinsi Jawa Barat Kota Bandung

0 6 35