MODUL PEMBELAJARAN PENGELOLAAN PROGRAM P

MODUL PEMBELAJARAN
PENGELOLAAN PROGRAM PWS KIA/KB
DI WILAYAH KERJA
(Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu
dan Anak)

Mata Kuliah :
Asuhan Kebidanan V (Komunitas)

Oleh :
Vira Pratiwi, SST

AKADEMI KEBIDANAN PALU
YAYASAN PENDIDIKAN CENDRAWASIH
1

TAHUN AJARAN 2014/2015
HALAMAN PENGESAHAN

Identitas Mata Kuliah
Institusi


:

Akademi Kebidanan Palu Yayasan

Pendidikan Cendrawasih
Nama Mata Kuliah

:

Kode Mata Kuliah :

BD.305

Beban/Jumlah SKS

:

Pelaksanaan


Semester IV

:

Asuhan Kebidanan V Komunitas
3 SKS (T:1, P:2)

Palu, Mei 2015
Mengetahui,
Ketua Yayasan Pendidikan Direktur Akademi Kebidanan Palu
Cendrawasih

Nur Winarti,A.Md.Keb.,SKM.,MM
dr.Abdullah S
Ammarie,Sp.PD.,FINASIM

2

KATA PENGANTAR


Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, “Modul Mengelola Program KIA/KB Di Wilayah Kerja PWS KIA
(Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak)”
sebagai panduan pembelajaran mata kuliah Askeb V Komunitas
telah dapat diselesaikan. Modul ini diberlakukan pada mahasiswa
semester IV Kelas II C Tahun Akademik 2014/2015 di institusi
Akademi Kebidanan Palu Yayasan Pendidikan Cendrawasih,
Sulawesi Tengah.
Dalam upaya penurunan angka kematian ibu dan anak di
Indonesia, sistem pencatatan dan pelaporan merupakan
komponen yang sangat penting. Selain sebagai alat untuk
memantau kesehatan ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan balita,
juga untuk menilai sejauh mana keberhasilan program serta
sebagai bahan untuk membuat perencanaan di tahun-tahun
berikutnya.
Sistem pencatatan dan pelaporan dimulai dengan
mencatat seluruh ibu hamil, bayi baru lahir, bayi dan Balita yang
ada di suatu desa. Secara berjenjang, hasil pencatatan tersebut
dilaporkan oleh Bidan di Desa ke Puskesmas, Puskesmas ke
Dinkes Kabupaten/Kota, Dinkes Kabupaten/Kota ke Dinkes

Propinsi dan Dinkes Propinsi ke Depkes. Pada tingkat Puskesmas
dan Kabupaten, analisis yang dilakukan adalah menilai hasil
cakupan kunjungan ibu hamil, persalinan oleh tenaga kesehatan,
kunjungan nifas, penanganan komplikasi obstetrik dan neonatal,
cakupan pelayanan KB, kunjungan neonatal, kunjungan bayi dan
kunjungan balita. Termasuk dalam analisis tersebut adalah
menentukan prioritas masalah dan penyelesaiannya. Hasil dari
keseluruhan proses tersebut disampaikan pada sektor - sektor
terkait untuk tindak lanjut sesuai dengan tingkat pelayanan di
desa, kecamatan dan kabupaten/kota. Kami berharap modul ini
dapat membantu mahasiswa untuk memenuhi indikator
pembelajaran dengan melaksanakan dan membuat laporan
pemantauan kesehatan ibu dan anak di puskesmas setempat.

3

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih
kepada segenap Civitas Akademi Kebidanan Palu teristimewa
kepada Pengurus Yayasan Pendidikan Cendrawasih yang telah
memberikan dukungan moril serta pihak-pihak lain yang telah

membantu dalam penyusunan modul pembelajaran ini.
Kami menyadari bahwa isi modul ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran membangun
sangatlah diharapkan demi penyusunan dan revisi modul ini di
masa yang akan datang.

Palu, April 2015
Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.................................................... 2
KATA PENGANTAR............................................................... 3
DAFTAR ISI......................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN......................................................... 6
A. LATAR BELAKANG................................................. 6
B. PENGERTIAN........................................................ 6
C. TUJUAN................................................................ 7
BAB IIPRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA..................... 9

A. PELAYANAN ANTENATAL....................................... 9
B. PERTOLONGAN PERSALINAN................................ 10
C. PELAYANAN KESEHATAN IBU NIFAS...................... 10
D. PELAYANAN KESEHATAN NEONATUS.................... 11
E. DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO, KOMPLIKASI KEBIDANAN
DAN NEONATUS OLEH
TENAGA KESEHATAN MAUPUN MASYARAKAT....... 12
F. PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN............... 14

4

G. PELAYANAN NEONATUS DENGAN KOMPLIKASI..... 14
H. PELAYANAN NEONATUS DENGAN KOMPLIKASI..... 15
I. PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA................. 15
J. PELAYANAN KB BERKUALITAS............................... 16
BAB III........................................INDIKATOR PEMANTAUAN
17
A. AKSES PELAANAN ANTENATAL (CAKUPAN K1)..... 17
B. CAKUPAN PELAYAN IBU HAMIL (CAKUPAN K4)...... 17
C. CAKUPAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN (Pn)

........................................................................18
D. CAKUPAN PELAYANAN NIFAS OLEH TENAGA KESEHATAN
(KF3).................................................................... 19
E. CAKUPAN PELAYANAN NEONATUS PERTAMA (KN1)
19
F. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN NEONATUS 0-28 HARI
(KN LENGKAP)...................................................... 20
G. DETEKSI FAKTOR RISIKO DAN KOMPLIKASI OLEH
MASYRAKAT.......................................................... 20
H. CAKUPAN PENANGANAN KOMPLIKASI NEONATUS 20
I. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI 29 HARI-12
BULAN (KUNJUNGAN BAYI)................................... 21
J. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI 29 HARI-12
BULAN (KUNJUNGAN BAYI)................................... 21
K. CAKUPAN PELAYANAN ANAK BALITA (12-59 BULAN)
........................................................................21
L. CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK BALITA SAKIT
YANG DILAYANI DENGAN MTBS............................ 22
M. CAKUPAN
PESERTA

KB
AKTIF
(CONTRACEPTIVE
PREVALENCE RATE).............................................. 22
BAB IV .....................................................GRAFIK PWS-KIA
23
1. PENGGAMBARAN GRAFIK PWS-KIA....................... 23
2. PENGELOLAAN DATA............................................ 24
3. PENGUMPULAN DATA........................................... 24
BAB V.................................ANALISIS DAN TINDAK LANJUT
28
A. ANALISIS GRAFIK PWS KIA...................................
B. RENCANA TINDAK LANJUT PWS KIA.....................
BAB VI............................................................RANGKUMAN
30
BAB VI....................................LEMBAR KERJA MAHASISWA
31
A. TES FORMATIF......................................................
B. TUGAS MANDIRI...................................................
DAFTAR PUSTAKA...............................................................


5

28
29

31
32
34

LAMPIRAN...........................................................................
35

6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Derajat

kesehatan
masyarakat
dinilai
dengan
menggunakan beberapa indikator yang mencerminkan kondisi
mortalitas (kematian), status gizi dan morbiditas (kesakitan).
Selain dipengaruhi oleh faktor kesehatan seperti pelayanan
kesehatan dan ketersediaan sumber daya kesehatan, derajat
kesehatan masyarakat juga dipengaruhi oleh faktor lain
seperti faktor ekonomi, pendidikan, lingkungan sosial, serta
faktor lain (Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Pemantauan
Wilayah
Setempat
(PWS)
telah
dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1985. Pada saat itu
pimpinan puskesmas maupun pemegang program di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota belum mempunyai alat pantau
yang dapat memberikan data yang cepat sehingga pimpinan

dapat memberikan respon atau tindakan yang cepat dalam
wilayah kerjanya. PWS dimulai dengan program Imunisasi
yang dalam perjalanannya, berkembang menjadi PWS-PWS
lain seperti PWS-Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) dan PWS
Gizi (Depkes RI, 2010).
Angka kematian neonatal periode 5 tahun terakhir
mengalami stagnasi. Berdasarkan laporan SDKI tahun 2012
menggambarkan AKN untuk periode 5 tahun sebelumya yaitu
tahun 2008-2012 yang sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup.
Kematian neonatal menyumbang lebih dari setengahnya
kematian bayi (59,4%), sedangkan jika dibandingkan dengan
angka kematian balita, kematian neonatal menyumbangkan
47,5%. Data menunjukkan indikator kunci dari intervensi
penurunan
kematian
neonatus
masih
belum
tinggi
cakupannya, diantaranya inisiasi menyusui dini menunjukkan
cakupan 28%, pelayanan kesehatan neonatal pertama 71%,
dan perlindungan tetanus neonatorum sebesar 79%
(berdasarkan Riskesdas 2010). Sementara itu cakupan
persalinan tenaga kesehatan juga tidak menunjukkan
7

peningkatan yang tajam antara periode 2003 – 2012. Cakupan
persalinan menurut Riskesdas 2010 sebesar 82%. Capaian
tersebut baru mengindikasikan akses yang baik, tetapi belum
mengindikasikan kualitas pelayanan (Profil Kesehatan
Indonesia, 2012).
Capaian AKB 32 di tahun 2012 kurang menggembirakan
dibandingkan target Renstra Kemenkes yang ingin dicapai
yaitu 24 di tahun 2014 juga target MDGs sebesar 23 per 1.000
kelahiran hidup di tahun 2015. Penurunan AKB yang
melambat antara tahun 2003 sampai 2012 yaitu dari 35
menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup, memerlukan akses
seluruh bayi terhadap intervensi kunci seperti ASI eksklusif
atau imunisasi dasar, sementara berdasarkan Riskesdas 2010
cakupan ASI eksklusif sebesar 15%, imunisasi DPT-HB3
sebesar 62%, dan imunisasi campak 74% (Profil Kesehatan
Indonesia, 2012).
SDKI tahun 2012 mengestimasikan nilai penurunan
AKABA melandai antara tahun 2003 sampai 2012 yaitu dari
46/1.000
menjadi
40/1.000
kelahiran
hidup.
Untuk
mempertajam penurunan diperlukan peningkatan akses balita
terhadap sanitasi, air bersih, dan penanganan segera
terhadap gejala penyakit. Sementara berdasarkan Riskesdas
2010 cakupan balita diare mendapat oralit hanya 35%,
cakupan balita demam ke fasilitas kesehatan sebesar 56%,
dan cakupan balita mendapat pengobatan malaria hanya 22%
(Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Ironisnya dengan data terakhir dari SDKI 2012, terjadi
peningkatan AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Ini
berarti kesehatan ibu justrumengalami kemunduran selama
15 tahun. Pada tahun 2007, AKI di Indonesia sebenarnya telah
mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup. Bila melihat
target MDGs 2015 untuk AKI, target Indonesia adalah
menurunkan AKI mencapai 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Dengan posisi 359 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2012 maka akan sangat sulit bagi pemerintah untuk mencapai
target penurunan AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. Melonjaknya AKI tidak terlepas dari
kegagalan program Kependudukan dan Keluarga Berencana
(KKB) (Saputrra, 2013).

8

B. Pengertian
Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS KIA) adalah alat manajemen untuk melakukan
pemantauan program KIA untuk memantau cakupan
pelayanan KIA di suatu wilayah (puskesmas/kecamatan)
secara terus-menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut
yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan pelayanan
KIA-nya masih rendah (Syafrudin, 2009).
Program KIA yang dimaksud meliputi pelayanan ibu
hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengna komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir
dengna komplikasi, bayi dan balita. Kegiatan PWS KIA terdiri
dari pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data
serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program
dan pihak/instansi terkait tindak lanjut (Karwati dkk, 2011).
Dengan PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat
ditingkatkan dengan menjangkau seluruh sasaran di suatu
wilayah kerja. Dengan terjangkaunya seluruh sasaran maka
diharapkan seluruh kasus dengan faktor risiko atau komplikasi
dapat ditemukan sedini mungkin agar dapat memperoleh
penangan yang memadai. Penyajian PWS KIA juga dapat
dipakai sebagai alat advokasi, informasi dan komunikasi
kepada sector terkait, khususnya aparat setempat yang
berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran.
Dengan demikian PWS KIA juga dapat digunakan untuk
memecahkan masalah teknis dna non teknis. Pelaksanaan
PWS KIA akan lebih bermakna bila ditindaklanjuti dengan
upaya perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA,
intensifikasi manajemen program, pergerakan sasaran dan
sumber daya yang idperlukan dalam rangka meningkatkan
mutu pelayanan KIA. Hasil analisis PWS KIA di tingkat
puskesmas dan kabupaten/kota dapat digunakan untuk
menentukan puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan.
Demikian pula hasil analisis PWS KIA di tingkat propinsi dapat
digunakan untuk menentukan kabupaten/kota yang rawan
(Karwati dkk, 2011).

C. Tujuan

9

1. Tujuan Umum
Meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan KIA di
wilayah kerja Puskesmas, melalui pemantauan cakupan
pelayanan KIA di tiap desa secara terus-menerus.
2. Tujuan Khusus
1) Memantau cakupan pelayanan KIA yang dipilih sebagai
indicator,
secara
teratur
(bulanan)
dan
berkesinambungan (terus-menerus) untuk tiap desa.
2) Menilai kesenjangan antara target yang ditetapkan dan
pencapaian sebenarnya untuk tiap desa.
3) Menentukan urutan desa prioritas yang akan ditangani
secara intensif berdasarkan besarnya kesenjangna
antara target dan pencapaian.
4) Merencanakan tindak lanjut dengan menggunakan
sumber daya yang tersedia yang dapat digali
(Syafrudin, 2009).

10

BAB II
PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA

Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan KIA secara
efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1. Peningkatan pelayanan antenatal bagi seluruh ibu hamil di
semua pelayanan kesehatan dengan mutu sesuai standar
serta menjangkau seluruh sasaran.
2. Peningkatan pertolongan persalinan ditujukan kepada
peningkatan pertolongna oleh tenaga kesehatan kebidanan
secara berangsur.
3. Peningkatan deteksi dini risiko tinggi/komplikasi kebidanan
baik oleh tenaga kesehatan maupun di masyarakat oleh kader
dan dukun bayi, serta penanganan dan pengamatannya
secara terus-menerus.
4. Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan secara
aadekuat dan pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga
kesehatan.
5. Peningkatan pelayanan neonatal dan ibu nifas dengan mutu
sesuai standard an menjangkau seluruh sasaran (Meilani dkk,
2009).
Prinsip pengelolaan PWS KIA meliputi beberapa hal yang
mencakup indiator ketercapaian program PWS KIA. Adapun
indikator tersebut adalah (Karwati, 2011) :

A. PELAYANAN ANTENATAL
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh
tenga
kesehatan
untuk
ibu
selama
kehamilannya,
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal
yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK).
Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis,
pemeriksaan
fisik
(umum
kyang
ditemukan
dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas :

11

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
Ukur tekanan darah.
Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas).
Ukur tinggi fundus uteri.
Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi
Tetanus Toksoid TT) bila diperlukan.
7. Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama
kehamilan.
8. Tes laboratorium (rutin dan khusus).
9. Tatalaksana kasus.
10.
Temu wicara (konseling), termasuk Prerencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB
pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin mencakup pemeriksaan
golongan darah, hemoglobin, protein urine dan gula darah
puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi
tinggi atau kelompok berisiko, pemeriksaan yang dilakukan
adalah hepatitis B, HIV, sifilis, malaria, tuberculosis, cacingan,
dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan
antenatal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga
kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula
bahwa frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali
selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian
pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
- Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
- Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
- Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan
untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa
deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan
komplikasi. Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan
pelayanan antenatal kepada ibu hamil adalah : dokter
spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

B. PERTOLONGAN PERSALINAN

12

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah
pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten. Pada kenyataannya di lapangan,
masih terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga
kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan
ditolong oleh tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke
fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada
prinsipnya,
penolong
persalinan
harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Pencegahan infeksi.
2. Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3. Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat
pelayanan yang lebih tinggi.
4. Melaksanakan inisiasi menyusui dini.
5. Memberikan injeksi vitamin K1 dan salep mata pada bayi
baru lahir.

C. PELAYANAN KESEHATAN IBU NIFAS
Pelayanan kesehatan ibu nifas adalah pelayanan
kesehatan sesuai standar pada ibu mulai 6 jam sampai 42 hari
pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini
komplikasi
pada
ibu
nifas
diperlukan
pemantauan
pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan
nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
1. Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan
3 hari setelah persalinan.
2. Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah
persalinan (8-14 hari).
3. Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu 6 minggu setelah
persalinan (36-42 hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
- Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.
- Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uteri).
- Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vagina lainnya.
- Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.

13

-

-

Pemberian kapsul vitamin A 200.000 IU sebanyak 2 kali,
pertama segera setelah melahirkan, kedua diberikan
setelah 24 jam pemberian kapsul vitamin A pertama.
Pelayanan KB pasca salin

D. PELAYANAN KESEHATAN NEONATUS
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan
kesehatan sesuai standar yang idberikan oleh tenaga
kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali,
selama periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di
fasilitas kesehatan maupun kunjungna rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1. Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun
waktu 6-48 jam setelah lahir.
2. Kunjungna Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun
waktu hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 setelah lahir.
3. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun
waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal bertujuan untuk meningkatkan
akses neonatus terhadap pelayanan kesehatan dasar,
mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah
kesehatan pada neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus
terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama dan
bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di
fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di
fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan kesehatan neonatal dasar dilakukan secara
komprehensif dengan melakuan pemeriksaan dan perawatan
bayi baru lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan
Manajemen Terpadu Bayi Muda untuk memastikan bayi dalam
keadaan sehat meliputi :
1. Pemeriksaan dan Perawatan Bayi Baru Lahir :
a. Perawatan tali pusat.
b. Melaksanakan ASI eksklusif.
c. Memastikan bayi telah diberi injeksi vitamin K1.
d. Memastikan bayi telah diberi salep mata antibiotik.
e. Pemberian imunisasi hepatitis B-0.
2. Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM.

14

a. Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi
bakteri, ikterus, diare berat,
b. Pemberian imunisasi hepatitis B-0 bila belum diberikan
pada waktu perawatan bayi baru lahir.
c. Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan
ASI eksklusif, pencegahan hipotermi dan melaksanakan
perawatan bayi baru lahir di rumah dengan
menggunakan buku KIA.
d. Penanganan dan rujukan kasis bila diperlukan.

E. DETEKSI DINI FAKTOR RISIKO, KOMPLIKASI KEBIDANAN
DAN NEONATUS OLEH TENAGA KESEHATAN MAUPUN
MASYARAKAT
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah
kegiatan yang dilakukan untuk menemukan ibu hamil
mempunyai risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan
merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi mempunyai
risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini
oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya faktor
risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini
mungkin, meruupakan kunci keberhasilan dalam penuruanan
angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2. Anak lebih dari 4.
3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang
dari 2 tahun.
4. Kurang energi kronik (KEK) dengan lingkar lengan atas
kurang dari 23,5 cm, atau penambahan berat badan < 9 kg
selama kehamilan.
5. Anemia dengan kadar hemoglobin 140 mmHg, diastolic > 90 mmHg, dengan atau
tanpa edema pretibial.
4. Ancaman persalinan prematur.
5. Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus
abdominal, sepsis.
6. Distosia : persalinan macet, persalinan tak maju.
7. Infeksi masa nifas.

16

Deteksi dini untuk komplikasi pada neonatus dengan
melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai berikut :
1. Tidak mau minum/menyusu atau memuntahkan semua.
2. Riwayat kejang.
3. Bergerak hanya jika dirangsang/letargis.
4. Frekuensi nafas ≤30 kali/menit dan ≥60 kali/menit.
5. Suhu tubuh ≤ 35,50C dan ≥37,50C.
6. Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
7. Merintih.
8. Ada pustul kulit.
9. Nanah banyak di mata.
10.
Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11.
Mata cekung dan cubitak kulit perut kembali sangat
lambat.
12.
Timbul kuning atau tinja berwarna pucat.
13.
Berat badan menurut umur rendah dan atau ada
masalah pemberian ASI.
14.
BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah

Dokumen yang terkait

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

AN ANALYSIS OF LANGUAGE CONTENT IN THE SYLLABUS FOR ESP COURSE USING ESP APPROACH THE SECRETARY AND MANAGEMENT PROGRAM BUSINESS TRAINING CENTER (BTC) JEMBER IN ACADEMIC YEAR OF 2000 2001

3 95 76

EFEKTIVITAS PENGAJARAN BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA LAGU BAGI SISWA PROGRAM EARLY LEARNERS DI EF ENGLISH FIRST NUSANTARA JEMBER

10 152 10

IMPLEMENTASI PROGRAM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT (Studi Deskriptif di Desa Tiris Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo)

21 177 22

PROGRAM BK SAKETI 2 07 08

19 122 18

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

2 5 46

PENGARUH KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKADAN MOTIFBERPRESTASI TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

8 74 14

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52

PENINGKATAN HASIL BELAJAR TEMA MAKANANKU SEHAT DAN BERGIZI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE PADA SISWA KELAS IV SDN 2 LABUHAN RATU BANDAR LAMPUNG

3 72 62