DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP LPPM IAIN PURWOKERTO 2015

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah Kerjasama

  

SEKRETARIAT DPRD

KABUPATEN CILACAP

Dengan LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) IAIN PURWOKERTO

  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cilacap NASKAH AKADEMIK RANCANGAN NOMOR …… TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP LPPM IAIN PURWOKERTO 2015

AFTAR ISI D

  1 B. Identifikasi Masalah

  15 C. Tujuan Dan Manfaat Naskah Akademik

  18 D. Metode Analisis Naskah Akademik

  19 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS

  A. Kajian Teoritis

  21 B. Praktek Empiris

  27 BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN TERKAIT

  35 BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

  A. Landasan Filosofis

  41 B. Landasan Sosiologis

  41 C. Landasan Yuridis

  42 BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

  

A. Rumusan Akademik Berbagai Istilah dan Frase

  44 B. Muatan Materi Peraturan Daerah

  49 BAB VI PENUTUP

  51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP TENTANG PENDIDIKAN KEAGAMAAN

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  1. Paradigma Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah Perubahan paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara telah memunculkan optimisme baru, best practices dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, lebih akuntabel, dan lebih transparan ke depannya. Pengelolaan aset negara yang professional dan modern dengan mengedepankan good

  governance di satu sisi, diharapkan akan mampu menjadi

  pendorong peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan keuangan negara.

  Tahun 2006 merupakan babak baru dalam sejarah pengelolaan kekayaan negara Republik Indonesia pada umumnya dan pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) khususnya, karena pada tahun 2006 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai kelanjutan dari 3 (tiga) paket undang-undang yang telah lahir sebelumnya yaitu Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor

  15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

  Dalam konteks tersebut di atas telah dibentuk pula satu unit organisasi setingkat eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengelolaan kekayaan negara yakni Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

  Pengelolaan aset negara dalam pengertian yang dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (1) dan Ayat (2) PP No.6/2006 adalah tidak sekedar administratif semata, tetapi lebih maju berfikir dalam menangani aset negara, dengan bagaimana meningkatkan efisiensi, efektifitas, dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset. Oleh karena itu, lingkup pengelolaan aset negara mencakup : 1) perencanaan kebutuhan dan penganggaran, 2) pengadaan, 3) penggunaan,

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  4) pemanfaatan, 5) pengamanan dan pemeliharaan, 6) penilaian, 7) penghapusan, 8) pemindahtanganan, 9) penatausahaan, dan 10) pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.

  Proses tersebut di atas merupakan siklus logistik yang lebih terinci yang didasarkan pada pertimbangan perlunya penyesuaian terhadap siklus perbendaharaan dalam konteks yang lebih luas (keuangan negara).

  2. Roadmap Strategic Assets Management Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) sebagai satu-satunya unit pengelola kekayaan negara diharapkan mampu menjadi instansi yang mencanangkan efisiensi pengelolaan kekayaan negara.

  Pada tahun 2008 yang lalu, telah dibuat Roadmap

  Strategic Assets Management oleh DJKN dengan tujuan

  akhir yang ingin dicapai adalah terciptanya Strategic negara sebagai indikator penting dalam pelaksanaan anggaran yang efektif.

  Sesuai Roadmap yang pernah dibuat pada tahun 2008, DJKN meletakkan fondasi untuk melengkapi atribut organisasi dan memulai penertiban BMN. Selanjutnya, di tahun 2008-2009, DJKN melakukan lanjutan penertiban BMN, penyempurnaan Sistem Pengendalian Internal dan tata kelola pengelolaan aset, dan penatausahaan yang andal dan akuntabel.

  Essensi dari Strategic Assets Management (SAM) adalah adanya mindset bahwa untuk mengelola kekayaan negara dengan benar, DJKN harus mempunyai atribut organisasi yang lengkap dan berkualitas, bank data pengelolaan dan penatausahaan Barang Milik Negara (BMN) berikut permasalahannya, serta kesadaran bahwa aset negara adalah indikator penting dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang efektif, efisien, dan akuntabel.

  Di tahun 2010 dan tahun selanjutnya dalam Roadmap Strategic Assets Management tersebut, DJKN berupaya untuk melakukan integrasi perencanaan dan penganggaran aset negara dan optimalisasi pengelolaan aset negara (the highest and the best use).

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  Sampai tahun 2012, integrasi perencanaan anggaran dan perencanaan BMN belum dapat dilaksanakan, penatausahaan BMN masih terdapat masalah, dan penyempurnaan peraturan serta tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) masih harus diselesaikan, sehingga Roadmap Strategic Assets Management yang pernah dibuat perlu dilakukan penyesuaian.

  Sejak tahun 2007 telah diterbitkan peraturan peraturan antara lain ; Menteri Keuangan (PMK) Nomor

   Peraturan 96/PMK.06/2007 tentang Tatacara Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara, Menteri Keuangan (PMK) Nomor

   Peraturan 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara,  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97/PMK.06/2007 tentang Kodifikasi Barang Milik Negara sebagaimana telah diubah dengan PMK Nomor 29/PMK.06/2010, dan lain-lain.

  2008 yang merupakan Perubahan atas PP Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

  3. Penertiban Barang Milik Negara/Daerah Dalam satu tahun setelah lahirnya Direktorat

  Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah periode yang menuntut DJKN mencurahkan segenap tenaga dan pikirannya dalam membantu K/L dalam melaksanakan penertiban BMN melalui Inventarisasi dan Penilaian (IP) BMN.

  Ada 4 (empat) tujuan utama penertiban BMN, yaitu (i) melakukan pemutakhiran pembukuan BMN pada Sistem Informasi Manajemen Akuntansi Keuangan BMN (SIMAK BMN), (ii) mewujudkan penatausahaan BMN di seluruh satuan kerja (satker) instansi Pemerintah Pusat, (iii) menyajikan koreksi nilai aset tetap neraca awal 2004 pada Laporan Keuangan K/L, dan (iv) melakukan tindak lanjut penatausahaan dan pengelolaan BMN yang tertib dan optimal.

  Termasuk dalam objek penertiban BMN saat itu adalah aset yang dikuasai K/L termasuk yang berada pada satker Badan Layanan Umum (BLU), aset yang

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP), aset yang berasal dari Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya (BPYBDS), aset eks BPPN, aset bekas milik Asing/Cina, aset eks Kepabeanan/Bea Cukai, aset Bank Dalam Likuidasi (BDL), aset eks Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), barang rampasan, benda cagar budaya/benda berharga asal Muatan Kapal yang Tenggelam (BMKT), dan aset lain yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai BMN.

  Inventarisasi menjadi icon DJKN bermula dengan terbitnya Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penertiban BMN yang memberikan tanggung jawab kepada Pengelola Barang untuk menyusun pedoman pelaksanaan IP BMN dan pelaporannya dengan mempercepat tercapainya IP BMN yang dilakukan oleh K/L secara tertib, efektif, efesien, dan akuntabel. Meskipun demikian, sebetulnya dalam pasal 6 ayat (2) huruf l, Peraturan Pemerintah (PP) 6 Tahun 2006, disebutkan bahwa K/L sebagai pengguna BMN berwenang dan bertanggung jawab melakukan pencatatan dan

  Dalam rangka melaksanakan penertiban BMN, pada tingkat pusat, pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2007 tentang Tim Penertiban BMN dengan masa tugas selama 17 (tujuh belas) bulan terhitung sejak tanggal 1 Agustus 2007 s.d.

  31 Desember 2008. Tim yang tugas utamanya melakukan inventarisasi, penilaian, dan sertifikasi BMN ini kemudian diperpanjang lagi dengan Keppres Nomor 13 Tahun 2009. Dalam rangka mendukung kelancaran pelaksanaan inventarisasi, penilaian, dan sertifikasi, DJKN melakukan koordinasi dengan instansi-instansi terkait seperti BPK, Direktorat Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (APK) dan Direktorat Sistem Perbendaharaan (DSP) pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan, serta Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP).

  Arah penertiban BMN (inventarisasi dan penilaian) adalah bagaimana pengelolaan aset negara di setiap pengguna barang menjadi lebih akuntabel dan transparan, sehingga aset-aset negara mampu dioptimalkan penggunaan dan pemanfaatannya untuk menunjang fungsi pelayanan kepada masyarakat/stake-

  

holder. Pengelolaan aset negara memberikan acuan bahwa

  aset negara harus digunakan semaksimal mungkin

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  mendukung kelancaran tupoksi pelayanan, dan dimungkinkannya fungsi budgeter dalam pemanfaatan aset untuk memberikan kontribusi penerimaan bagi negara. Penanganan aset negara yang mengikuti kaidah- kaidah tata kelola yang baik/good governance akan menjadi salah satu modal dasar yang penting dalam penyusunan LKPP yang akuntabel.

  Adapun subjek penertiban BMN yaitu :

   BMN yang belum dicatat atau disertifikasi atau digunakan/dimanfaatkan;

  

 BMN yang bersumber dari Dana Dekonsentrasi dan

  Tugas Pembantuan;

  

 BMN yang berasal dari Kekayaan Negara Lainnya (KLN);

 Barang Pemerintah yang Belum Ditetapkan Statusnya

(BPYBDS).

  Penertiban BMN diharapkan mampu memberikan gambaran kondisi sekarang berapa besar nilai seluruh aset negara, baik itu yang bersumber dari APBN maupun dari sumber perolehan lainnya yang sah. Ketersediaan database BMN yang komprehensif dan akurat pun dapat segera terwujud. strategis dalam setiap pengambilan keputusan perencanaan kebutuhan barang nasional oleh Pengelola Barang dan usulan alokasi penganggarannya dalam APBN. Akan terjadi hubungan sinergis antara perencana anggaran (Direktorat Jenderal Anggaran) dengan pengelola barang (Direktorat Jenderal Kekayaan Negara) untuk duduk satu meja merumuskan dan menentukan besaran rencana kebutuhan barang milik negara secara nasional dalam tahun anggaran, sehingga anggaran belanja modal fisik tersebut dapat lebih dipertanggungjawabkan dan benar-benar mencerminkan kebutuhan barang /aset yang nyata sesuai kondisi di lapangan dan mampu menciptakan anggaran belanja modal yang efektif, efisien, dan tepat sasaran. Tidak hanya bersifat incremental.

  Permasalahan dalam pengelolaan aset beserta action yang dapat dilakukan untuk masing-masing identifikasi masalah menurut tim pengelola aset pada kementrian dalam negeri: a. Kurangnya tingkat akurasi nilai aset yang dikelola

  Tertib pencatatan harus dimulai sejak dari tahap pengadaan. Pada tahap pengadaan mengenai detail spesifikasi dari aset harus dirinci dengan dengan jelas, baik untuk aset tidak bergerak maupun untuk aset

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  tidak bergerak. Masih banyak kelemahan dalam hal ini, antara lain terdapat kesalahan penulisan spesifikasi ataupun ukuran kuantitas pada kontrak, padahal ini menjadi sangat kruisal dan berpengaruh untuk proses selanjutnya.

  Kementerian/Lembaga selaku pemilik dan pengelola barang milik negara tidak tertib dalam masalah penilaian pencatatan barang milik Negara. Terdapat peraturan khusus yang mengatur dalam hal pencatatan dan rekonsiliasi barang milik Negara, yaitu PMK No. 102/05.PMK/2009 Tentang Tata Cara Rekonsiliasi Barang Milik Negara. Pentingnya penilaian dan rekonsiliasi ini adalah agar dapat diketahui nilai wajar sesungguhnya dari nilai aset. Pihak pengelola barang milik Negara sering menganggap remeh mengenai penilaian dan rekonsiliasi. Padahal dengan rekonsiliasi dapat diketahui nilai kesesuaian nilai aset dengan nilai wajar.

  Dengan demikian dapat diketahui apakah aset tersebut perlu dilakukan penilaian ulang atau ini menjadi salah satu komponen yang menjadi obyek pemeriksaan dari instansi pemeriksa (Inspektorat, BPKP, BPK-RI). Apabila tidak terdapat kesesuaian mengenai rekonsiliasi dengan Dirjen Kekayaan Negara, maka hal ini dapat diangkat menjadi temuan. Adanya temuan instansi pemeriksa ini akan bermuara pada penilain Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.

  b. Ketidakjelasan status aset yang dikelola.

  Hal ini bisa menjadi masalah yaitu ketika aset pusat yang berada di daerah tidak segera dilakukan penghibahan. Pemerintah daerah, ketika akan melakukan penganggaran untuk pemeliharaan aset pusat tersebut, tidak bisa dilakukan begitu saja, dikarenakan aset terebut adalah aset pusat maka untuk anggaran pemeliharaan tidak bisa diambilkan dari daerah. Apabila anggaran pemeliharaan ini diambilkan dari pusat, di tingkat pusat tidak terdapat alokasi untuk pemeliharaan. Hal ini yang menyebabkan banyak aset pusat di daerah banyak mengalami kerusakan meskipun umur pakainya masih sedikit, karena kurangnya pemeliharaan. Oleh karena itu, sejak dilakukan penganggaran terhadap rencana pengadaan barang milik Negara, perlu

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  disiapkan pula mekanisme hibah/penyerahan ke daerah agar tidak terjadi permasalahan di belakang, yang akan bermuara pada opini instansi pemeriksa atas laporan keuangan kementerian lembaga. Mekanisme hibah ini akan menjadikan jelas mengenai status aset (barang milik Negara/Daerah) apakah menjadi milik pusat atau daerah, sehingga alokasi untuk anggaran pemeliharaan dapat diyakini akuntabilitasnya.

  Hal penting yang perlu mendapat perhatian adalah masih rendahnya nilai tawar dari instansi pemerintah dalam hal ketika terjadi tukar guling atas aset, terutama aset tidak bergerak. Seperti kita ketahui bersama, banyak aset-aset pemerintah berupa aset tidak bergerak yang menyusut atau bahkan lenyap begitu saja ketika terjadi tukar guling dengan pihak instansi lain ataupun pihak swasta. Dalam hal ini terdapat indikasi adanya tindakan korupsi/suap dari pengelola ataupun pemangku jabatan pada kementerian/lembaga/instansi daerah. Hal lain adalah lemahnya tindakan/pengetahuan hukum dari Tukar guling aset adalah hal yang rumit, karena hal ini berkaitan dengan taksiran nilai dan kuantitas. Selain itu untuk aset tidak bergerak juga berkaitan dengan lembaga lain yang berkompeten, yaitu Badan Pertanahan Nasional. Diperlukan kecakapan dari pihak seumber daya manusia pengelola aset, agar tidak terjadi kerugian dalam hal tukar guling ini.

  c. Kurang optimalnya penggunaan Barang Milik Negara dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi pemerintah.

  Hal ini sering terjadi untuk aset-aset yang dianggarkan di pemerintah pusat namun penggunaan untuk di daerah dengan melalui mekanisme dekonsentrasi, tugas pembantuan, dan urusan bersama. Misalnya untuk aset-aset bergerak yang membutuhkan jaringan listrik ataupun jaringan internet, di dalam perencanaan seharusnya sudah bisa dipetakan apakah aset yang dianggarkan tersebut bisa digunakan di daerah.

  d. Kurang optimalnya pemanfaatan dan pemindahtanganan Barang Milik Negara dalam rangka menghasilkan pendapatan Negara.

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  Perlu adanya peningkatan kemampuan tekhnis dari user ataupun pengelola aset agar dapat mengoperasikan aset sehingga dapat memberikan nilai tambah bagi kinerja pemerintahan. Hal ini sering terjadi untuk aset berupa aset bergerak klasifikasi aset tak berwujud, berupa aplikasi computer. Pemerintah mempunyai banyak aset berupa aset tak berwujud, yang mempunyai fungsi guna sebagai tools dalam menunjang kinerja pemenrintahan, namun aset ini sering tidak didayagunakan dengan baik karena rendahnya kualitas sumber daya manusia, ataupun kurang bagusnya pengelolaan sumber daya manusia itu sendiri. Hal ini sering terjadi di daerah. Instansi daerah, sering tidak memperhatikan kekhususan keterampilan dari sumber daya manusia dalam hal penempatan pada wilayah kerja. Ataupun sdm yang menguasai mengenai aset tak berwujud tersebut ditempatkan pada tempat lain yang tidak berhubungan sama sekali dengan aset tersebut.

  Sering terjadi tidak tertibnya dalam hal penguasaan aset, terutama untuk aset dalam yang digunakan oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan kurang tegasnya dari pihak pengelola aset untuk menarik kembali aset yang telah selesai dalam masa pakai.

  e. Meminimalisasi terjadinya kerugian Negara sebagai akibat dari pengelolaan Barang Milik Negara.

  Banyak terdapat aset-aset yang mempunyai masa pakai masih sedikit, namun yang banyak mengalamai kerusakan ataupun tidak dapat digunakan. Poin satu, tidak berfungsinya aset-aset yang masa pakai masih sedikit ini sebagai akibat dari kurangnya pemeliharaan dari aset. Apabila hal ini terjadi pada aset tidak bergerak seperti gedung, apabila gedung rubuh tidak hanya terdapat kerugian materiil namun juga kerugian jiwa.

  Kurang tertibnya dari mekanisme inventarisasi barang milik negara baik di tingkat pusat ataupun daerah. Pentingnya inventarisasi harus dilakukan agar diketahui secara jelas nilai aset/kekayan negara yang saat ini berada di penguasaan kementerian/lembaga ataupun instansi daerah. Banyak aset-aset di tingkat pusat ataupun di daerah yang tidak diketahui keberadaanya, dan hal ini sudah menjadi temuan bagi

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  instansi pemeriksa BPK-RI. Permasalahan ini dikarenakan tidak tertibnya pengelola barang pada kementerian/lembaga dan instansi daerah. Hal yang dapat dilakukan adalah menempatkan sdm yang mempunyai kapabilitas yang memadai dalam hal pengelolaan barang milik Negara/daerah, serta meningkatkan kapasitas sdm dengan memberikan kediklatan pengelola barang.

  4. BMN Berupa Tanah dan Bangunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

  Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor

  6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN mengamanatkan agar BMN berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, harus diambil langkah-langkah konkret, terukur, dan inovatif untuk mempercepat pelaksanaan sertifikasi BMN berupa tanah, yang selanjutnya disebut kebijakan sertifikasi aset yang dalam penyelesaiannya selalu berkoordinasi dengan BPN. berupa tanah sebagai pendukung proses sertifikasi yang dianggarkan secara On Top pada DIPA BPN, sejak bulan Januari 2012 telah diimplementasikan aplikasi Sistem Informasi Manajemen Pendataan Tanah pemerintah (SIMANTAP). SIMANTAP sekarang ini telah digunakan oleh semua satker. Melalui SIMANTAP ini akan diperoleh informasi mengenai data tanah yang sudah bersertifikat maupun yang belum, lokasi/letak, luas serta penggunaannya. Adapun pengamanan yang dapat dilakukan terhadap barang milik negara/daerah adalah :

  1. Barang milik negara/daerah berupa tanah harus disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan;

  2. Barang milik negara/daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/pemerintah daerah yang bersangkutan;

  3. Barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama pengguna barang;

  4. Barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama pemerintah daerah yang bersangkutan.

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga (selanjutnya disebut BMN idle) dan telah diserahkan kepada Pengelola Barang, selanjutnya akan didayagunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara. Hasil pelaksanaan Inventarisasi dan Penilaian (IP) menggambarkan bahwa terdapat Satuan Kerja (Satker) yang masih menyewa ruang kerja kepada pihak ketiga namun terdapat juga Satker yang memiliki tanah dan/atau bangunan yang berlebih dan tidak digunakan. Untuk hal ini, Pengelola Barang harus menempatkan posisinya untuk mengalokasikan BMN idle kepada K/L yang membutuhkan dan meminta BMN yang tidak digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari Pengguna Barang.

  5. Pengelolaan Barang Milik Daerah Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) sasaran strategis yang harus dicapai dalam kebijakan pengelolaan aset/barang milik daerah antara lain: kekayaan daerah; b. Terciptanya efisiensi dan efektivitas penggunaan aset daerah; c. Pengamanan aset daerah;

  d. Tersedianya data/informasi yang akurat mengenai jumlah kekayaan daerah.

  Strategi optimalisasi pengelolaan barang milik daerah meliputi :

   Identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah

  Pemerintah daerah perlu mengetahui jumlah dan nilai kekayaan daerah yang dimiliknya, baik yang saat ini dikuasai maupun yang masih berupa potensi yang belum dikuasai atau dimanfaatkan. Untuk itu pemerintah daerah perlu melakukan identifikasi dan inventarisasi nilai dan potensi aset daerah. Kegiatan identifikasi dan inventarisasi dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat, lengkap dan mutakhir mengenai kekayaan daerah yang dimiliki atau dikuasai oleh pemerintah daerah.

  Identifikasi dan inventarisasi aset daerah tersebut penting untuk pembuatan Neraca Kekayaan

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap Daerah yang akan dilaporkan kepada masyarakat.

  Untuk dapat melakukan identifikasi dan inventarisasi aset daerah secara lebih objektif dan dapat diandalkan, pemerintah daerah perlu memanfaatkan profesi auditor atau jasa penilai yang independen.

   Adanya sistem informasi manajemen aset daerah.

  Untuk mendukung pengelolaan aset daerah secara efisien dan efektif serta menciptakan transparansi kebijakan pengelolaan aset daerah, maka pemerintah daerah perlu memiliki atau mengembangkan sistem informasi manajemen yang komprehensif dan handal sebagai alat untuk pengambilan keputusan. Sistem informasi manajemen aset daerah juga berisi data base aset yang dimiliki daerah. Sistem tersebut bermanfaat untuk menghasil laporan pertanggungjawaban. Selain itu, sistem informasi tersebut juga bermanfaat untuk dasar pengambilan keputusan mengenai kebutuhan pengadaan barang dan estimasi kebutuhan belanja (modal) dalam penyusunan APBD.

   Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan aset. dikendalikan secara ketat agar tidak terjadi salah urus (miss management), kehilangan dan tidak termanfaatkan. Untuk meningkatkan fungsi pengawasan tersebut, peran auditor internal sangat penting.

  

 Melibatkan berbagai profesi atau keahlian yang terkait

seperti auditor internal dan appraisal(penilai).

  Pertambahan aset daerah dari tahun ke tahun perlu didata dan dinilai oleh penilai yang independen. Peran profesi penilai secara efektif dalam pengelolaan aset daerah antara lain:

  1. Identifikasi dan inventarisasi aset daerah;

  2. Memberi informasi mengenai status hukum harta daerah;

  3. Penilaian harta kekayaan daerah baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud;

  4. Analisis investasi dan set-up investasi/pembiayaan;

  5. Pemberian jasa konsultasi manajemen aset daerah Sholeh dan Rochmansjah (2010) menyatakan pelaksanaan pengelolaan aset/barang milik daerah harus memenuhi prinsip akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik yang harus dipenuhi paling tidak meliputi:

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and legality)

  2. Akuntabilitas proses (process accountability)

  3. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power) oleh pejabat dalam penggunaan dan pemanfaatan kekayaan daerah, sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang berlaku. Akuntabilitas hukum juga dapat diartikan bahwa kekayaan daerah harus memiliki status hukum yang jelas agar pihak tertentu tidak dapat menyalahgunakan atau mengklaim kekayaan daerah tersebut.

  Akuntabilitas proses terkait dengan dipatuhinya prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pengelolaan kekayaan daerah. Untuk itu perlu kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen dan prosedur administrasi. Hal ini penting untuk mewujudkan akuntabilitas kebijakan pengelolaan aset daerah baik secara vertikal maupun secara horisontal. pertanggungjawaban pemerintah daerah terhadap DPRD dan masyarakat luas atas kebijakan-kebijakan perencanaan, pengadaan, pendistribusian penggunaan atau pemanfaatan kekayaan daerah, pemeliharaan sampai pada penghapusan barang milik daerah.

  Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010) agar pelaksanaan pengelolaan aset daerah dapat dilakukan dengan baik dan benar sehingga dapat dicapai efektivitas dan efisiensi pengelolaan aset daerah hendaknya berpegangan teguh pada azas-azas sebagai berikut :

  1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang pengelolaan barang milik daerah yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan kepala daerah sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;

  2. Azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

  3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik daerah digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal;

  5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;

  6. Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai barang dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan neraca Pemerintah Daerah.

  Subagya (1995) menyatakan untuk menghindarkan pemborosan perlu diadakan pembatasan-pembatasan kebutuhan terhadap perlengkapan dan peralatan. Kebutuhan harus ditentukan secara tepat terutama mengenai tipe dan spesifikasinya. Disamping itu ditentukan pula sumber dan jumlah dari perlengkapan dan peralatan yang akan dibeli, hal ini perlu dilakukan untuk menentukan cara yang akan dilaksanakan dalam pengadaan/pembelian sejak dari awal sampai kepada barang diterima ditempat harus telah disusun dan tergambar dengan jelas, baik tahap demi tahap dari kegiatannya sendiri maupun jadwal waktu secara tepat.

  Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Nomor 17 Tahun 2007, penilaian barang milik daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik daerah. Penetapan nilai barang milik daerah dalam rangka penyusunan neraca pemerintah daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

  Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 menyatakan bahwa penghapusan barang milik daerah meliputi penghapusan dari daftar barang pengguna dan/atau kuasa pengguna dan penghapusan dari daftar barang milik daerah. Penghapusan barang milik daerah dilakukan dalam hal barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab- sebab lain.

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  Penghapusan dilaksanakan dengan keputusan pengelola atas nama Kepala Daerah untuk barang milik daerah dimaksud sudah tidak berada dalam penguasaan pengguna dan/atau kuasa pengguna dan dengan Keputusan Kepala Daerah untuk barang milik daerah yang sudah beralih kepemilikannya, terjadi pemusnahan atau karena sebab-sebab lain.

  Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 barang milik daerah yang dihapus dan masih mempunyai nilai ekonomis, dapat dilakukan melalui pelelangan umum/pelelangan terbatas; dan/atau disumbangkan atau dihibahkan kepada pihak lain.

  Bentuk-bentuk pemindahtanganan sebagai tindak lanjut atas penghapusan barang milik daerah meliputi penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah daerah.

  Menurut Sholeh dan Rochmansjah (2010), untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan dan menjamin tertib administrasi pengelolaan barang milik daerah secara efisien dan efektif maka diperlukan fungsi berikut ini: pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, dan supervisi.

  2. Pengawasan, yaitu usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas dan/atau kegiatan dibandingkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  3. Pengendalian, yaitu usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

  Beberapa yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan barang milik daerah yaitu:

  Menurut PP 58/2005 tentang pengelolaan keuangan daerah, dengan jelas disebutkan bahwa kepala SKPD adalah pengguna anggaran/barang sebagaimana disebutkan dala Pasal 1 angka 14, dimana dinyatakan

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/barang.

  Dan tentu saja di PP 6/2006 dan Permendagri 17/2007 dengan jelas menyatakan bahwa Kepala SKPD adalah Pengguna Barang.

  Jadi, Kepala SKPD dalam melaksanakan tugas pengelolaan keuangan daerah adalah Pengguna Anggaran, dan dalam melaksanakan tugas pengelolaan barang milik daerah adalah Pengguna Barang.

  Permasalahannya adalah benarkah Kepala SKPD dalam keseharian dalam melaksanakan tugas “merasa” sebagai Pengguna Anggaran sekaligus Pengguna Barang ? Kalau ya, benarkah hal tersebut tercermin dalam kebijakan Kepala SKPD ? Misalnya : terciptanya keseimbangan perhatian Kepala SKPD terhadap Pengelolaan keuangan daerah dan Pengelolaan BMD ?

Pada umumnya, Kepala SKPD lebih “merasa” sebagai Pengguna Anggaran di bandingkan Pengguna

  Barang. Salah satunya mungkin disebabkan karena kurangnya pemahaman Kepala SKPD selaku Pengguna

  2. Dukungan Anggaran Untuk Pelatihan, Bintek Pengelolaan BMD Belum Memadai

  Sebagaimana diketahui, begitu terbit Permendagri 13/2006 dan Permendagri 59/2007, hampir sebagian Pemerintah Daerah sangat intensif mengadakan pelatihan/sosialisasi Permendagri 13/2006 dan Permendagri 59/2007.

  Dan hal tersebut bisa dirasakan dalam 2 tahun setelah terbitnya Permendagri 13/2006 dan Permendagri 59/2007, baik di eksekutif (Bagian Anggaran dan Bagian Akuntansi dan Pelaporan) apalagi di DPRD, sebagaimana kita ketahui mereka memiliki fungsi budgetting dan memiliki anggaran bintek yang banyak sekali.

  Mengapa hal tersebut (bintek keuangan daerah) bisa terjadi demikian? Sebagaimana diketahui bahwa dalam penyusunan RKA-SKPD yang paling berperan adalah TAPD dan DPRD. Jadi disetujui atau tidaknya suatu kegiatan sangat tergantung dengan TAPD dan DPRD.

  3. Insentif Untuk Pengurus Barang Dan Penyimpan Barang Belum Sebanding Dengan Beban Kerja

  Bukanlah rahasia umum, sejak dahulu, bendahara keuangan selalu menerima insentif dalam melaksanakan

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  tugasnya, artinya insentif ini menjadi motivasi dalam bekerja.

  Tetapi tidaklah demikian dengan Penyimpan barang dan Pengurus barang, disebagian besar pemerintah daerah kalaupun ada insentif jarang sekali besarnya insentif tersebut sama dengan bendahara keuangan, apalagi melebihi Bendahara Keuangan.

  Bahkan beberapa pemerintah daerah tidak memberikan insentif sama sekali kepada Penyimpan Barang dan Pengurus Barang. Jika Bendahara, PPK-SKPD, semua bekerja dalam periode satu tahun anggaran, setelah tahun anggaran berakhir semua kegiatan dimulai dari awal lagi.

  Tetapi tidaklah demikian terhadap Pengurus Barang. Sebab Pengurus Barang melakukan tugasnya untuk semua barang sejak Pemerintah Daerah tersebut berdiri. Artinya pengurus barang bertanggungjawab bukan hanya barang yang berasal dari tahun anggaran berjalan saja tetapi juga tahun anggaran sebelum2nya.

  Yang menjadi permasalahan adalah, adakah keseimbangan antara beban kerja Pengurus Barang dan banyak Pengurus Barang kurang memiliki motivasi, kalaupun memiliki motivasi bekerja belum tentu bisa menyelesaiakan tugas dengan baik karena keterbatasan sumberdaya. Misalnya, ketidaktersediaan aplikasi berbasis

  IT untuk pengelolaan BMD, pelatihan dan kewenangan yang ada.

  4. Insentif Bagi Pengelola Barang Yang Berhasil Meningkatkan PAD Melalui Pemanfaatan Dan Pemindahtanganan Tidak Tegas Aturannya Dan Tidak Sebanding Dengan Resiko Hukum Yang Dihadapi

  Secara sekilas banyak sekali aset-aset pemda yang tidak dioptimalkan/dimanfaatkan, misalnya banyaknya tanah, gedung dan barang milik daerah lainnya yang terlantar.

  Pertanyaannya, mengapa hal tersebut terjadi ? Salah satunya adalah, bagi pengelola barang milik daerah resiko hukum dan insentif yang diterima, bagi yang berhasil melakukan optimalisasi/pemanfaatan barang milik daerah tidak sebanding.

  Artinya, ketika pengelola barang berhasil melakukan pemanfaatan dan pemindahtangan yang akan meningkatkan PAD, jika terjadi dugaan kerugian daerah bisa terjerat korupsi, dan bila terjadi peningkatan PAD dari

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  hasil Pemanfaatan barang milik daerah, para pengelola “tidak” mendapatkan insentif, walaupun pasal 84 ayat (2) Permendagri 17/2007 dengan menyatakan “Pejabat/pegawai yang melaksanakan pengelolaan barang milik daerah yang menghasilkan pendapatan dan penerimaan daerah, diberikan insentif”.

  5. Penekanan Audit BPK Terhadap Pengelolaan BMD Hasil Audit BPK menunjukkan bahwa, disclaimernya hasil audit terhadap Laporan Keuangan

  Pemerintah Daerah karena Neraca kurang baik, Neraca kurang baik karena Laporan Barang Milik Daerah kurang baik.

  Jadi wajar jika saat ini anggaran, kebijakan dan perhatian Pejabat pemeritnah daerah dan DPRD harusnya mengarah ke pengelolaan barang milik daerah.

  Walapun barang milik daerah dari dahulu menjadi objek pemeriksaan BPK, tetapi 2

  • – 3 tahun terakhir ini bisa dirasakan auditor BPK memeriksa barang milik daerah lebih intensif, jadi tidak heran bila dalam 2-3 tahun terakhir ini banyak pemda (khususnya Kepala Daerah dan DPRD) baru sadar kalau pengelolaan asetnya

  6. Proses Penghapusan Tidak Berjalan Dengan Baik Salah satu sebab kurang baiknya Laporan Barang

  Milik Daerah adalah, banyaknya selisih antara jumlah barang di buku dengan jumlah barang yang sebenarnya/ yang ada.

  Mengapa hal tersebut terjadi ? Diantaranya karena proses penghapusan yang tidak berjalan dengan baik, misalnya, beberapa Pemda dalam setahun belum tentu melakukan penghapusan.

  Artinya, dalam setahun akan sangat mungkin banyak barang yang seharusnya dihapus, karena tidak dilakukan penghapusan barang tersebut menjadi semakin rusak bahkan menjadi hilang. Dan hal ini akan mengakibatkan sulitnya melakukan penghapusan (barang rusak telah hilang) dan semakin kesulitan dalam melakukan inventarisasi barang. (menyamakan jumlah barang dibuku dan jumlah barang yang sebenarnya/ yang ada).

  Pertanyaan yang mendasar sebenarnya adalah, mengapa proses penghapusan tidak berjalan dengan baik?

  7. Belum Tersedianya Aplikasi Berbasis IT Untuk Mendukung Pengelolaan BMD

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  Mungkin kita semua sepakat, kalau administrasi barang milik daerah dibanyak pemda masih amburadul. Mengapa hal ini terjadi ? Salah satunya, belum adanya aplikasi berbasis IT yang dimiliki Pemda dalam pelaksanaan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pentausahaan, akuntansi aset dan penyusunan laporan barang milik daerah. Dan bila kita bandingkan dukungan Pemda terhadap Aplikasi berbasis IT yang digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah pasti sangat jauh berbeda. Bisa dikatakan bahwa setiap pemda pasti memiliki aplikasi berbasi IT untuk pengelolaan keuangan daerah tapi belum tentu untuk pengelolaan barang milik daerah.

  Tujuan penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan barang milik daerah Kabupaten Cilacap ini adalah : krusial yang dihadapi dalam pengelolaan barang milik daerah, khususnya di Kabupaten Cilacap.

  2. Melakukan paparan ilmiah atas temuan-temuan persoalan pengelolaan barang milik daerah, khususnya di Kabupaten Cilacap, dalam persektif filosofis, sosiologis, dan yuridis.

  3. Memberi landasan ilmiah akademik bagi penyusunan rancangan kebijakan pengelolaan barang milik daerah di Kabupaten Cilacap.

  Adapun manfaat penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan barang milik daerah Kabupaten Cilacap ini adalah :

  1. Secara teoretis menjadi perbandingan kajian-kajian serupa di tempat lain untuk mengukur akurasi pemanfaatan pengetahuan-pengetahuan bantu tersebut dalam rangka penyusunan kerangka solusi atas persoalan yang terkait dengan pengelolaan barang milik daerah.

  2. Secara praktis, naskah akademik ini menjadi landasan ilmiah dan akademik bagi penyusunan kebijakan pengelolaan barang milik daerah di Kabupaten Cilacap.

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  1. Metode Pengumpulan Data Kajian ini menggunakan informasi yang tersebar pada beberapa sumber, meliputi Dinas, pemangku kepentingan, dan kepustakaan terkait dengan konsepsi dasar dan teori-teori yang berhubungan pengelolaan barang milik daerah. Informasi yang tersebar tersebut dikumpulkan dengan beberapa metode : a. Metode Dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data dengan memfokuskan terhadap dokumen tertulis atau tercetak yang telah terpublikasi atau terdokumentasi oleh orang atau lembaga. Dokumen yang diperoleh melalui metode dokumentasi adalah peraturan dan regulasi terkait pengelolaan barang milik daerah, sejarah dan konsep dasar pengelolaan barang milik daerah, dan data empiris pengelolaan barang milik b. Metode Wawancara, yaitu metode dengan menekankan dialog secara langsung dengan sumber-sumber informasi. Metode ini digunakan untuk menggali secara dalam informasi tertentu dari narasumber termasuk opini dan perspektif yang dimiliki oleh narasumber atas informasi tertentu. Beberapa informasi yang diperoleh melalui wawancara ini adalah masalah-masalah yang berhubungan pengelolaan barang milik daerah di Cilacap, hambatan atau masalah yang dihadapi petugas dalam melakukan pengelolaan barang milik daerah, dan opini yang muncul di tengah masyarakat terkait dengan pengelolaan barang milik daerah.

  c. Focus Group Discussion, merupakan metode yang memfokuskan kepada pembahasan satu atau beberapa tema secara terfokus dan berdasar kompetensi peserta yang terlibat. Melalui FGD, isu-isu yang muncul dapat terklarifikasi atau bahkan terbantahkan secara data atau teoretis. Tema-tema FGD dipilah berdasar tingkat kontroversi atau variasi

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  yang kompleks. Semakin kompleks maka isu tersebut membutuhkan FGD sebagai forum klarifikasi.

  2. Metode Analisis Data Dari data-data yang diperoleh, proses berikutnya dalam penyusunan naskah akademik ini adalah analisis data.

  Dalam konteks ini, analisis dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu analisis deskriptif (descriptive analysis) dan analisis isi (content analysis).

  a. Analisis deskriptif bersifat kualitatif melalui narasi- narasi ilmiah yang bersifat deskriptif. Pengelolaan barang milik daerah dijelaskan secara runtut melalui logika induktif yang berawal dari konteks, masalah yang teridentifikasi, formula teoretis, kajian empiris, dan konstruksi perbaikan. Melalui logika induktif ini, pengelolaan barang milik daerah sebagai lokus kajian naskah akademik ini dideskripsikan secara runtut sesuai dengan data yang ditemukan. Pada dasarnya, akhir, hal ini karena secara kualitatif, analisis bersifat

  on going dan akan berakhir ketika mengalami

  kejenuhan. Indikator kejenuhan adalah apabila tidak ditemukan data baru dalam satu periode kajian tertentu.

  b. Analisis Isi (content analysis) dilakukan mengingat pengelolaan barang milik daerah tidak bisa lepas dari regulasi lain yang mengitarinya. Maka upaya perbaikan pengelolaan barang milik daerah yang akan dijalankan tidak bisa lepas dalam konteks regulasi tersebut. Untuk memastikan kerangka perbaikan tidak lepas konteks, maka analisis dilakukan melalui kajian terhadap isi undang-undang dan peraturan lain yang melingkupinya. Dengan demikian, setiap konsep yang dimunculkan sebagai inisiatif perbaikan pengelolaan barang milik daerah memiliki keterkaitan dengan berbagai referensi atau regulasi-regulasi yang mengitarinya.

  • -- © --

  Naskah Akademik Raperda Pengelolaan Barang Milik Daerah Kabupaten Cilacap

  berwujud. Pengertian aset secara umum menurut Siregar adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersial (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang

  1

  dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu. Dengan demikian agar sesuatu dapat dikategorikan sebagai aset, maka dia harus memiliki nilai. Hal ini sepaham dengan definisi aset yang ditegaskan dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dimana aset merupakan sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan

  2 sejarah dan budaya.