PENGARUH GAYA KOMUNIKASI EQUALITARIAN SEKRETARIS DEWAN TERHADAP MOTIVASI KERJA STAF SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan suatu proses di mana seorang komunikator menyampaikan stimulus/pesan yang biasanya dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain (komunikan), dengan perubahan tersebut akan diperoleh persamaan persepsi dan tujuan.

Proses komunikasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di dalamnya adalah komunikasi antara atasan dengan bawahan dalam suatu organisasi. Organisasi merupakan gabungan dari berbagai subsistem yang saling berhubungan, saling tergantung dan saling membutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dengan kata lain, semua subsistem dalam satu organisasi harus saling berinteraksi, bersinergi dan bekerja sama secara integral dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi dalam proses interaksi ini memegang peranan yang sangat vital dan signifikan guna menghubungkan dan membangun kesamaan makna antar subsistem organisasi. Setiap aktivitas untuk mencapai tujuan sistem yang dilakukan oleh semua subsistem dalam suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi.


(2)

Hal di atas sesuai dengan pendapat Pace dan Don F Faules (2002: 31), korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus pada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi organisasi merupakan pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi. Organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hirarkis antara yang satu dengan lainnya yang berfungsi dalam suatu lingkungan.

Dalam suatu organisasi, seorang pimpinan organisasi memiliki posisi dan peranan strategis dalam memanajemen dan menjalankan roda organisasi, sehingga setiap subsistem di dalam organisasi tersebut akan dapat melaksanan fungsi dan tugasnya masing-masing dalam organisasi tersebut. Kepemimpinan merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan, meningkatkan mutu dan mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian maka pimpinan organisasi harus memiliki kemampuan dan kapasitas untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan yang dikehendakinya.

Kepemimpinan merupakan tingkah laku untuk mempengaruhi orang lain agar mereka memberikan kerja sama dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga dapat diartikan sebagai seni untuk mengkoordinasikan dan mengerakan orang-orang setiap golongan guna mencapai tujuan yang diinginkan (Handoko, 1997: 46).


(3)

Dalam melaksanakan kepemimpinan pada sebuah organisasi, setiap pemimpin tidak bisa melepaskan diri dari proses komunikasi organisasi. Proses komunikasi dalam suatu organisasi dapat ditinjau dari komponen-komponen komunikasi yang membangunnya, meliputi: (a) komunikator (communicator), yaitu pemimpin organisasi sebagai penyampai pesan, (b) pesan (message), yaitu pesan atau informasi yang disampaikan (c) saluran (channel), yaitu media yang digunakan untuk penyampaian pesan, (d) komunikan, yaitu para bawahan sebagai penerima pesan, dan (e) umpan balik (feedback), yaitu proses umpan balik antara komunikator dan komunikan setelah pesan disampaikan (Effendy, 2000: 12).

Melalui proses komunikasi seseorang dapat mengetahui pikiran dan perasaan orang lain, sekaligus dapat menyampaikan pikiran dan perasaan pada orang lain dan mengupayakan perubahan-perubahan pada tingkah laku seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Pada umumnya tujuan komunikasi di dalam suatu organisasi adalah untuk meningkatkan kinerja para bawahan yang dimulai dengan menumbuhkan motivasi kerja mereka.

Oleh karena itu, dalam upaya menumbuhkan motivasi kerja para bawahan, Pimpinan organisasi diharapkan memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses komunikasi secara baik dengan para bawahan, sehingga pesan-pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan pada akhirnya para bawahan akan memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam menyelesaikan tugas dan kewajiban mereka pada organisasi dengan maksimal.


(4)

Hal di atas sesuai dengan pendapat Soekanto (2002: 136), bahwa motivasi merupakan proses pemberian motif (penggerak) bekerja para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien. Apabila ditinjau dari kepentingan organisasi, maka nampak bahwa motivasi dalam hal ini merupakan suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi tenaga kerja agar mampu bekerja secara efektif, efisien dan produktif sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini pemberian motivasi kepada bawahan dapat dilakukan oleh pimpinan organisasi.

Kemampuan berkomunikasi secara baik ini berkaitan dengan gaya komunikasi yang digunakan. Menurut Sendjaja (1999: 142), gaya komunikasi (communication style) adalah seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi dan digunakan dalam suatu situasi tertentu. Gaya komunikasi tersebut terdiri dari gaya komunikasi pengendalian (the controlling style), gaya komunikasi equalitarian (the equalitarian style) gaya komunikasi terstruktur (the structuring style) gaya komunikasi dinamis (the dinamic style), gaya komunikasi reliquishing (the reliquishing style) dan gaya komunikasi withdrawal (the withdrawal style).

Adapun gaya komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gaya komunikasi equalitarian (equalitarian style of communication).

Penentuan gaya komunikasi equalitarian didasarkan pada hasil prariset yang penulis lakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 30 orang Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah, untuk mengetahui gaya komunikasi yang digunakan oleh Sekretaris Dewan. Pelaksanaan prariset pada


(5)

perwakilan staf yang berjumlah 30 orang ini dilakukan hanya untuk mengetahui gaya komunikasi yang digunakan oleh Sekretaris Dewan kepada para staf, sehingga subjek dalam penelitian ini, yaitu gaya komunikasi organisasi tidak terlalu luas. Sedangkan pada saat pelaksanaan penelitian/riset yang dilakukan pada sampel/sasaran penelitian yaitu 55 staf, peneliti akan mengetahui pengaruh gaya komunikasi equalitarian terhadap motivasi kerja staf.

Berdasarkan jawaban responden pada 36 pertanyaan kuesioner tentang gaya komunikasi maka diketahui bahwa gaya komunikasi Sekretaris Dewan selama ini adalah gaya komunikasi equalitarian. Hal ini diketahui dari hasil pengujian validitas keenam gaya komunikasi, di mana gaya komunikasi equalitarian

memiliki nilai validitas paling tinggi dibandingkan lima gaya komunikasi lain. Adapun rinciannya nilai validitsnya adalah: gaya komunikasi pengendalian adalah 0.365; gaya komunikasi equalitarian adalah 0.755, gaya komunikasi terstruktur adalah 0,570; gaya komunikasi dinamis adalah 0.484; gaya komunikasi

reliquishing adalah 0.404; dan gaya komunikasi withdrawal adalah 0,156. (Lihat Lampiran 3).

Permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini adalah bahwa secara ideal (harapan), Sekretaris Dewan merupakan perpanjangan tangan atau wakil dari pemerintah atau lembaga eksekutif yang ditempatkan di Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah dalam rangka menjalankan rencana kerja yang telah disusun bersama oleh Pemerintah Daerah dengan DPRD. Dengan demikian maka Sekretaris Dewan bertanggung jawab kepada Bupati selaku Kepala Daerah.


(6)

Namun demikian dalam praktiknya (kenyataan), Sekretaris Dewan juga harus mengakomodasi berbagai kepentingan lain, yakni kepentingan anggota dewan sebagai pribadi, sebagai wakil partai politik maupun sebagai wakil rakyat. Sehingga dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Sekretaris Dewan memiliki tanggung jawab secara tidak langsung kepada DPRD. Dengan demikian maka terdapat kesenjangan antara harapan dan kenyataan mengenai pertanggung jawaban tugas dan program kerja yang dilaksanakan Sekretaris Dewan.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis akan melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh gaya komunikasi equalitarian yang digunakan Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2008. Penerapan gaya komunikasi equalitarian dalam penelitian ini meliputi aktivitas formal dan nonformal yang dilakukan pada organisasi Sekretariat DPRD.

Adapun alasan penentuan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut: 1. Sekretariat DPRD Lampung Tengah merupakan kantor atau tempat di mana

anggota DPRD melaksanakan berbagai fungsinya sebagai perwakilan rakyat yang meliputi fungsi penganggaran (budgeting), membuat peraturan daerah (legislating) dan pengawasan (monitoring). Pada Sekretariat DPRD Lampung Tengah ini terjadi proses komunikasi organisasi antara Sekretaris Dewan dengan para staf, sehingga sesuai dengan kajian dalam penelitian ini.


(7)

2. Terdapat instrumen yang mendukung terlaksananya penelitian yaitu para staf Sekretariat DPRD Lampung Tengah yang berjumlah 123 orang (terdiri dari 34 PNS dan 89 honorer) dan akan dijadikan populasi dan sampel penelitian. 3. Terdapat data dan informasi yang penulis butuhkan di Sekretariat DPRD

Lampung Tengah dalam rangka pelaksanaan penelitian.

4. Belum pernah dilaksanakan penelitian dengan kajian yang sama pada Sekretariat DPRD Lampung Tengah.

(Sumber: Data Dokumentasi pada Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Tahun 2008)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah penelitian ini adalah: “Seberapa besarkah pengaruh gaya komunikasi equalitarian yang digunakan Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah?”

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh gaya komunikasi equalitarian yang digunakan Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.


(8)

1.4Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dalam kajian ilmu komunikasi organisasi khususnya dan khazanah ilmu-ilmu sosial pada umumnya.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai referensi dan bahan rujukan untuk penelitian dengan kajian mengenai komunikasi organisasi pada masa-masa yang akan datang.


(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Pengaruh

M

Meennuurruutt KKaammuuss BBeessaarr BBaahhaassaa IInnddoonneessiiaa ((22000022:: 776688)),, ppeennggaarruuhh ddiiaarrttiikkaann sseebbaaggaaii a

akkiibbaatt atataauu kekessaann yayanngg titimmbbuull papaddaa pipikkiirraann sesesseeoorraanngg sesetteellaahh memennddeennggaarr,, m

meemmbbaaccaa aattaauu mmeelliihhaatt sseessuuaattuu.. M

Meennuurruutt WiWirryyaannttoo (2(2000000:: 161622)),, dadallaamm kakaiittaannnnyyaa dedennggaann kokommuunniikkaassii pepennggaarruuhh d

diiaarrttiikkaann sesebbaaggaaii tatannggggaappaann aattaauu rreessppoonn yayanngg didibbeerriikkaann kokommuunniikkaann teterrhhaaddaapp p

peessaann yayanngg didissaammppaaiikkaann kkoommuunniikkaattoorr.. PePennggaarruuhh memelliippuuttii sseemmuuaa jjeenniiss peperruubbaahhaann y

yaanngg teterrjjaaddii dadallaamm didirrii sseesseeoorraanngg sesetteellaahh memenneerriimmaa pepessaann kokommuunniikkaassii dadarrii ssuuaattuu s

suummbbeerr,, yyaanngg mmeelliippuuttii ppeerruubbaahhaann ppeennggeettaahhuuaann,, ppeerraassaaaann mmaauuppuunn ssiikkaapp..

Menurut Stuart dalam Cangara (2001: 163), semua peristiwa komunikasi yang dilakukan secara terencana mempunyai tujuan yaitu mempengaruhi khalayak atau penerima. Pengaruh adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Dalam hal ini pengaruh menekankan pada adanya kekuatan pada sesuatu, orang atau benda sehingga mampu merubah keadaan dari sesuatu, orang atau benda tersebut. Pengaruh bisa terjadi pada pengetahuan, sikap dan tingkah laku seseorang, sehingga dapat diartikan bahwa pengaruh adalah perubahan atau pengutan keyakinan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan.


(10)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang pengaruh terkait erat dengan adanya adanya kekuatan pada sesuatu, orang atau benda sehingga mampu merubah keadaan dari sesuatu, orang atau benda tersebut menjadi terpengaruh. Pengaruh adalah setiap perubahan yang terjadi di dalam diri komunikan, karena pesan–pesan yang disampaikan komunikator dalam proses komunikasi, baik perubahan pengetahuan, perasaan maupun sikap.

2.2 Tinjauan Tentang Manajemen dan Kepemimpinan

2.2.1 Pengertian Manajemen

Menurut Handoko (1998:8), manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Terry (dalam Siagian, 1989: 24), manajemen merupakan sebuah kegiatan untuk mencapai tujuan yang dilakukan oleh individu-individu yang menyumbangkan upaya terbaiknya melalui tindakan-tindakan yang telah diterapkan.

Sebagai seorang manajer maka pemimpin perusahaan harus dapat melaksanakan fungsi manajemen seperti disebutkan Terry (dalam Siagian, 1989: 25-29), yaitu: 1. Fungsi Perencanaan

Perencanaa adalah memilih dan menghubungkan fakta dan membuat serta menggunakan asumsi-asumsi mengenai masa yang akan datang dengan jalan mengambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginklan. Dengan perencenaan manajemen yang baik,


(11)

maka perusahaan dapat melihat keadaan ke depan, memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, serta menjabarkan kegiatan dan membuat urutan prioritas utama yang ingin dicapai perusahaan.

2. Fungsi pengorganisasian

Pengorganisasian merupakan kegiatan dasar dari manajemen yang dilaksanakan untuk mengatur seluruh sumber yang dibutuhkan termasuk unsur manusia, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan sukses. Manusia merupakan unsur penting melalui pengorganisasian manusia di dalam tugas-tugas yang saling berhubungan. Pengorganisasian mencakup beberapa hal sebagai berikut :

a. Membagi berbagai komponen kegiatan yang dibutuhkan kelompok b. Membagi tugas pada manajer untuk melakukan pengelompokan. c. Menetapkan wewenang diantara kelompok atau unit organisasi 3. Fungsi Penggerakan

Penggerakan (actuating) merupakan kegiatan yang dilkaukan oleh seorang manajer untuk mengawali dan melanjutkan kegiatan-kegiatan yang ditetapkan oleh unsur perencanaan dan pengorganisasian agar tujuan dapat tercapai. Penggerakan adalah seluruh tindakan, usaha, cara, teknik dan metode untuk mendorong anggota organisasi agar dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi dengan efesien, efektif dan ekonomis.

4. Fungsi Pengawasan

Pengendalian (controlling) adalah kelanjutan dari tugas untuk melihat apakh kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pengendalian merupakan evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyimpangan yang tidak


(12)

diinginkan diperbaiki dengan cara merubah rencana bahkan tujuan, mengatur kembali tugas-tugas dan wewenang. Pengawasan merupakan suatu usaha sadar dan sistematik untuk lebih menjamin bahwa semua tindakan operasional yang diambil dalam organisasi benar-benar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya agar kegiatan pengawasan membuahkan hasil yang diharapkan, perhatian serius perlu diberikan kepada berbagai dasar pemikiran yang sifatnya fundamental, diantaranya adalah: efesien, efektifitas, produktivitas, dilaksanakan pada waktu kegiatan sedang berlangsung, tanggung jawab manajer dan proses dasar pengawasan.

Selanjutnya Nawawi (1999:89), peran manajemen pemimpin meliputi :

a. Pemimpin sebagai perencana (planner), yaitu merencanakan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan manajemen.

b. Pemimpin sebagai pengorganisasi/pengatur (organizer), dalam hal ini Pemimpin mengorganisasikan pelaksanaan perencanaan manajemen yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Pemimpin sebagai penggerak (actuator), Pemimpin menggerakkan pelaksanaan perencanaan manajemen yang telah ditetapkan sebelumnya. d. Pemimpin sebagai pengontrol/pengawas (controler), dalam hal ini Pemimpin

berperan sebagai orang yang mengawasi pelaksanaan manajemen yang telah dilakukan. Pemimpin melakukan pemantauan (supervisi) pada setiap unit pelaksana manajemen.


(13)

2.2.2 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

Menurut Abdurahman (dalam Handoko, 1997:44), seorang pemimpin ialah orang yang dapat mengerahkan orang-orang lain yang ada di sekelilingnya untuk mengikuti jejak atau keinginan sang pemimpin.

Sedangkan menurut Prawiroharjo (dalam Handoko, 1997:45), orang baru dapat dikatakan pemimpin apabila ia berhasil menimbulkan pengaruh pada bawahannya. Sementara menurut Admosudirjo, seorang pemimpin adalah seorang yang dapat mempengaruhi orang lain (dalam Handoko, 1997:45).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemimpin adalah orang yang memiliki kapasitas dan kemampuan untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang lain yang ada di sekitarnya untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan yang dikehendakinya.

Sebagaimana definisi mengenai pemimpin, para ahli juga banyak memberikan definisi mengenai kepemimpinan. Menurut Terry (dalam Handoko, 1997:44), kepemimpinan adalah kegiatan atau tindakan dalam mencapai serta mengerahkan orang-orang dalam usaha bersama untuk mencapai tujuan.

Menurut Prawiroharjo (dalam Handoko, 1997:45), kepemimpinan adalah tingkah laku untuk mempengaruhi orang lain agar mereka memberikan kerja sama dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Admosudirjo (dalam Handoko, 1997:46), kepemimpinan adalah seni untuk mengkoordinasikan dan mengerakan orang-orang setiap golongan guna mencapai tujuan yang diinginkan.


(14)

Berdasarkan beberapa definisi di atas maka yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang pemimpin dalam rangka mengkoordinasikan, mengerahkan dan mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2.2.3 Fungsi Kepemimpinan

Menurut Nawawi (1999:83), fungsi kepemimpinan dalam suatu lembaga atau organisasi meliputi:

a. Mengembangkan dan menyalurkan kebebasan berfikir dan mengeluarkan pendapat, baik secara perseorangan maupun kelompok sebagai usaha mengumpulkan data/bahan dari anggota kelompok dalam menetapkan keputusan yang mampu memenuhi aspirasi dalam kelompoknya.

b. Mengembangkan suasana kerja sama yang efektif dengan memberikan penghargaan dan pengakuan terhadap kemampuan orang-orang yang dipimpin sehingga timbul kepercayaan pada dirinya sendiri dan kesediaan menghargai orang lain sesuai dengan kemampuan masing-masing.

c. Mengusahakan dan mendorong terjadinya pertemuan pendapat/buah pikiran dengan sikap harga menghargai

d. Membantu menyelesaikan masalah-masalah baik yang dihadapi perseorangan maupun kelompok dengan memberikan petunjuk-petunjuk dalam mengatasinya sehingga berkembang kesediaan memecahkannya dengan kemampuan sendiri.


(15)

2.2.4 Peran Kepemimpinan

Menurut Nawawi (1999:88), peran kepemimpian dalam suatu organisasi meliputi: a. Sebagai manajer (manager), artinya pemimpin melaksanakan manajemen

pada organisasi yang dipimpinnya.

b. Sebagai pemimpin (leader), artinya Pemimpin memegang otoritas kepemimpinan tertinggi dalam struktur keorganisasian.

c. Sebagai pengambil keputusan (decision maker), artinya Pemimpin berperan sebagai seseorang yang berwenang dalam menentukan keputusan, perintah atau pertimbangan-pertimbangan lain yang berkenaan organisasi.

2.2.5 Tipe Kepemimpinan

Menurut Robert House (dalam Thoha, 2001:42), tipe kepemimpinan meliputi: a. Kepemimpinan direktif (directive leadership). Dalam tipe kepemimpinan ini,

bawahan tidak diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi.

b. Kepemimpinan yang mendukung (supportive leadership). Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, dan mudah didekati serta mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap bawahannya.

c. Kepemimpinan pasrtisipasif (partispasive leadership). Dalam tipe kepemimpinan ini, pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari bawahan, tapi pengambilan keputusan masih berada padanya. d. Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi (oriented prestage leadership).

Dalam tipe kepemimpinan ini, ditetapkan serangkaian tujuan yang menantang para bawahan untuk berprestasi. Pemimpin memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan pekerjaannya dengan baik.


(16)

2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

2.3.1 Definisi Fungsional Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

Menurut Pace dan Don F Faules (2002: 31), korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus pada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Komunikasi organisasi merupakan pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan yang lainnya berfungsi dalam suatu lingkungan.

Selanjutnya Pace dan Don F Faules (2002: 32-33), menyebutkan bahwa komunikasi organisasi terjadi kapanpun setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam organisasi menafsirkan suatu pertunjukan. Karena fokus kita adalah komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi, analisis komunikasi organisasi menyangkut penelaahan atas banyak transaksi yang terjadi secara simultan. Sistem menyangkut pertunjukan dan penafsiran pesan di antara lusinan atau bahkan ratusan individu pada saat yang sama yang memilki jenis-jenis hubungan berlainan yang menghubungkan mereka; yang pikiran keputusan, dan perilakunya diatur oleh kebijakan-kebijakan, regulasi dan “aturan-aturan"; yang mempunyai gaya berlainan dalam berkomunikasi, mengelola, dan memimpin; yang dimotivasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang berbeda; yang berada pada tahap perkembangan berlainan dalam berbagai kelompok; yang mempersepsi iklim komunikasi berbeda; yang mempunyai tingkat kepuasan berbeda dan kecukupan informasi yang berbeda pula; yang lebih menyukai dan


(17)

menggunakan jenis, bentuk, dan metode komunikasi yang berbeda; yang mempunyai tingkat ketelitian pesan yang berlainan; dan yang membutuhkan penggunaan tingkat materi dan energi yang berbeda untuk berkomunikasi efektif. Interaksi di antara semua faktor tersebut disebut sistem komunikasi organisasi.

2.3.2 Definisi Interpretif Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

Pace dan Don F Faules (2002: 33-34), mengemukakan definisi tradisional (fungsionalis dan objektif) komunikasi organisasi cenderung menekankan kegiatan penanganan pesan yang terkandung dalam suatu "batas organisasional (organizational boundary)". Tekanannya adalah pada komunikasi sebagai suatu alat yang memungkinkan orang beradaptasi dengan lingkungan mereka. Komunikasi organisasi, dipandang dari suatu perspektif interpretif (subjektif) adalah proses penciptaan makna, atas interaksi yang merupakan organisasi. Proses interaksi tersebut tidak mencerminkan organisasi; ia adalah organisasi.

Komunikasi organisasi adalah "perilaku pengorganisasian" yang; dan bagaimana mereka yang terlibat dalam proses itu bertransaksi memberi makna atas apa yang sedang terjadi. Komunikasi organisasi adalah proses penciptaan makna atas interaksi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Pandangan objektif atas organisasi menekankan "struktur", sementara organisasi berdasarkan pandangan "subjektif" menekankan "proses". Komunikasi lebih dari pada sekadar alat, ia adalah cara berpikir. Konsep "makna" adalah relevan dan penting untuk membedakan antara perspektif fungsionalis (objektif) dan perspektif interpretif (subjektif); mengenai komunikasi organisasi.


(18)

2.2.3 Sifat Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

Pace dan Don F Faules (2002: 24), menyatakan bahwa kepustakaan tradisional mengenai komunikasi organisasi menekankan komunikasi dan keberhasilan organisasi berhubungan. Memperbaiki komunikasi organisasi berarti memperbaiki organisasi. Pandangan tersebut menyarankan hal-hal berikut:

1. Terdapat unsur-unsur universal yang membentuk suatu organisasi ideal. 2. Unsur-unsur ini bisa ditemukan dan digunakan untuk mengubah

organisasi.

3. Unsur-unsur ini dan cara unsur-unsur ini digunakan "menyebabkan” atau setidaknya memproduksi hasil.

4. Organisasi yang berfungsi baik mengandung campuran yang pasti menggunakan unsur-unsur ini.

5. Unsur-unsur ini berkaitan dengan hasil organisasi yang diharapkan. 6. Komunikasi adalah satu dari unsur-unsur organisasi.

Pendekatan ini mengisyaratkan bahwa terdapat gagasan-gagasan yang dapat digeneralisasikan untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Tujuan mempelajari komunikasi adalah memperbaiki organisasi biasanya ditafsirkan sebagai "memperbaiki hal-hal untuk mencapai tujuan manajemen". Orang mempelajari komunikasi organisasi untuk menjadi manajer yang lebih baik. Sebagian penulis berpendapat bahwa manajemen adalah komunikasi. Jadi, kebanyakan teori tradisional dan petunjuk mengenai organisasi dan komunikasi organisasi ditulis dari suatu perspektif manajerial sangat menekankan, suatu pandangan objektif.

Selanjutnya menurut Pace dan Don F Faules (2002: 25), suatu organisasi dapat juga didekati sebagai suatu objek studi. Sebagian orang menganggap organisasi sebagai suatu objek yang menyenangkan dan menarik. Tujuan utama mereka adalah untuk memahami organisasi dengan mendeskripsikan komunikasi organisasinya, memahami kehidupan organisasi dan menemukan kehidupan


(19)

terwujud lewat komunikasi. Tekanannya adalah bagaimana suatu organisasi dikontruksi dan dipelihara lewat proses komunikasi. Pendekatan ini menekankan apa yang sebenarnya terjadi dalam organisasi dan memberikan suatu penjelasan yang jarang ditemukan dalam pendekatan-pendekatan lain. Komunikasi organisasi lebih dari pada apa yang dilakukan orang-orang. Komunikasi organisasi adalah disiplin studi yang dapat mengambil sejumlah arah yang sah dan bermanfaat.

Terkait dengan gaya komunikasi dalam birokrasi, Lawrence D. Brennan dalam Effendy (2003: 155-162), menyebutkan di dalam suatu birokrasi ada yang dinamakan dengan komunikasi internal, yaitu pertukaran gagasan di antara para pimpinan dan karyawan dalam perusahaan yang menyebabkan terwujudnya perusahaan tersebut lengkap dengan strukturnya yang khas (organisasi) dan pertukaran gagasan secara horizontal dan vertikal di dalam perusahaan atau jawatan yang menyebabkan pekerjaan berlangsung atas dasar manajemen). Dimensi komunikasi internal: dibagi menjadi dua dimensi yaitu:

a. Komunikasi vertikal

Komunikasi vertikal, yakni komunikasi dari bawah (downward communication) dan dari bawah ke atas (upward communication) adalah komunikasi dari pimpinan ke bawahan dan dari bawahan ke pimpinan timbal-balik (two way traffic communication). Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan berbagai instruksi, petunjuk dan informasi pada bawahannya dan bawahan memberikan berbagai laporan, saran dan pengaduan pada pimpinan.

b. Komunikasi horizontal

Komunikasi horizontal ialah komunikasi secara mendatar antara anggota staf dengan anggota staf, karyawan sesama karyawan, dan sebagainya. Berbeda dengan komunikasi vertikal yang sifatnya lebih formal, maka komunikasi horizontal seringkali berlangsung tidak formal. Mereka berkomunikasi satu sama lain bukan pada waktu mereka sedang bekerja, melainkan pada saat istirahat, sedang rekreasi, atau pada waktu pulang kerja. Dalam situasi komunikasi seperti ini, desas-desus cepat sekali menyebar dan menjalar.


(20)

2.3.4 Komponen Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa komunikasi merupakan pertunjukan dan penafsiran pesan di antara yang unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Dengan kata lain, mengutip Effendy (2000: 7-8), bahwa komponen-komponen komunikasi dalam organisasi meliputi:

1. Komunikator. Komunikator atau sumber (source) adalah orang atau sumber yang membawa atau menyampaikan pesan.

2. Pesan/Informasi. Pesan (message) adalah berita/informasi yang disampaikan oleh komunikator melalui lambang-lambang, pembicaraan, gerakan dan sebagainya.

3. Media/Saluran. Media/Saluran (channel) adalah sarana penyampaian pesan dalam kegiatan komunikasi.

4. Komunikan. Komunikan (communican) adalah objek sasaran dari kegiatan komunikasi atau orang yang menerima berita atau lambang.

5. Umpan balik. Umpan balik (feedback) adalah arus umpan balik dalam rangka proses berlangsungnya komunikasi.

2.3.5 Fungsi Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

Menurut Sendjaja (1999: 136), ada empat fungsi komunikasi organisasi yaitu: 1. Fungsi Informatif. Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem

pemrosesan informasi (information prosessing system) maksudnya adalah seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. 2. Fungsi Regulatif. Pada fungsi ini berkaitan dengan peraturan-peraturan

yang berlaku dalam suatu organisasi.

3. Fungsi Persuasif. Dalam fungsi persuasif biasanya atasan lebih suka untuk mempersuasi bawahan dari pada memerintah, karena pekerjaan yang dilakukan dengan sukarela oleh bawahan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar.

4. Integratif. Dalam fungsi ini organisasi menyediakan saluran agar bawahan dapat melaksakan tugasnya dengan baik. Saluran ini dapat berupa komunikasi formal seperti newsletter atau bulletin yang memuat kemajuan organisasi dan saluran komunikasi informal.


(21)

2.3.6 Tujuan Komunikasi Organisasi dalam Birokrasi

Menurut Sendjaja (1999: 139), komunikasi organisasi secara umum bertujuan: 1. Agar apa yang disimpan dapat dimengerti. Komunikator yang baik harus

dapat menjelaskan kepada komunikan dalam hal ini adalah penerima atau komunikan, dengan sebaik-baiknya dan tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa yang dimaksud oleh komunikator.

2. Memahami orang lain. Komunikator harus dapat mengetahui benar aspirasi komunikan.

3. Agar gagasan yang disampaikan dapat diterima oleh orang lain dengan menggunakan pendekatan persuasif, bukannya memaksakan kehendak. 4. Menggerakan orang lain untuk sesuatu, yaitu agar komunikasi yang

dilakukan komunikator bertujuan untuk menggerakkan komunikan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki.

2.3.7 Gaya Komunikasi

Menurut Sendjaja (1999: 142), gaya komunikasi (communication style) adalah seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi dan digunakan dalam suatu situasi tertentu. Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi tertentu pula. Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan bergantung pada maksud pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver). Gaya komunikasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. The Controlling Style

Gaya komunikasi pengendalian (controlling style of communication). Menurut Sendjaja (1999: 143), gaya komunikasi pengendalian ditandai dengan satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain. Orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan komunikator satu arah (one way communicators).


(22)

Pihak-pihak yang memakai gaya komunikasi pengendalian ini, lebih memusatkan perhatian mereka kepada pengiriman pesan dibandingkan dengan upaya mereka untuk berbagi pesan. Mereka tidak mempunyai ketertarikan dan perhatian pada umpan balik (feed back), kecuali jika umpan balik tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka. Para komunikator satu arah ini tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya. Pesan-pesan yang berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ”menjual” gagasan agar dibicarakan bersama, namun pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannnya. Gaya komunikasi pengendalian ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif dan pada umumnya dalam bentuk kritik.

2. The Structuring Style

Gaya komunikasi yang terstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi. Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan atau prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut. Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif dan mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure. Stogdill dan Coons menjelaskan bahwa pemrakarsa (inisiator) struktur yang efesien adalah orang-orang yang


(23)

mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

3. The Dinamic Style

Gaya komunikasi dinamis memiliki ciri kecenrungan agresif, karena pengirim pesan memahami bahwa lingkungan pekerjaan berorientasi pada tindakan (action-orinted). The dinamic style of communication sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawahi parmuniaga (salesman

atau saleswoman). Tujuan utama gaya komunikasi agresif ini adalah menstimulasi bawahan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik. Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah kritis tersebut.

4. The Reliquishing Style

Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat atau gagasan orang lain, dari pada keinginan untuk memerintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain. Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan lebih efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang memiliki pengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.


(24)

5. The Withdrawal Style

Akibat yang muncul jika gaya komunikasi ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya komunikasi ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena adanya beberapa persoalan atau kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut. Dalam deskripsi yang kongkret adalah ketika seseorang mengatakan; ”Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”. Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba untuk melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari komunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu, gaya komunikas ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi (Sendjaja, 1999: 142-145).

2.3.8 Gaya Komunikasi Equalitarian (The Equalitarian Style)

Aspek penting dalam gaya komunikasi equalitarian adalah adanya landasan kesamaan. Gaya komunikasi ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two way traffic of communication). Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka. Artinya, tiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan atau pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal. Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain dalam konteks pribadi maupun


(25)

dalam lingkup hubungan kerja. Gaya komunikasi ini akan lebih memudahkan tindak komunikasi dalan organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap permasalahan yang kompleks. Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindak berbagi informasi antar para anggota dalam organisasi.

Dalam gaya komunikasi equalitarian, aturan-aturan yang berlaku dalam suatu organisasi bersifat lebih fleksibel. Pimpinan selaku komunikator dalam suatu organisasi tertentu menerapkan gaya komunikasi yang cukup demokratis, sehingga bawahan sebagai komunikan mempunyai kesempatan untuk mengeluarkan pesan komunikasi seperti; pendapat, masukan, interupsi maupun saran kepada pimpinan. Contoh gaya komunikasi equalitaian adalah gaya komunikasi yang diterapkan oleh partai politik yang menganut azas demokrasi, di mana kader partai diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, masukan, interupsi maupun saran kepada pimpinan demi kemajuan partai politik mereka.

Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gaya komunikasi berkaitan erat dengan gaya komunikasi yang digunakan seseorang. Hal ini relevan dengan pendapat Widjaja (2000:90-92), bahwa gaya komunikasi yang digunakan komunikator dan dapat dikatakan sebagai gaya komunikasi equalitaian adalah: a. Bersedia mendengarkan pendapat orang lain

b. Tidak menganggap dirinya paling benar

c. Selalu ingin bekerja sama dan membahas suatu persoalan dengan sesamanya sehingga timbul saling pengertian

d. Tidak terlalu mendominasi situasi

e. Bersedia mengadakan komunikasi timbal balik

f. Menganggap bahwa buah pikiran orang banyak lebih dari seseorang (Widjaja, 2000:90-92).


(26)

2.4 Tinjauan Tentang Motivasi Kerja

2.4.1 Pengertian Motivasi

M

Meennuurruutt KKaammuuss BeBessaarr BaBahhaassaa InInddoonneessiiaa (2(2000022:: 616122)),, momottiivvaassii adadaallaahh bbeerrbbaaggaaii f

faakkttoorr,, babaiikk yayanngg beberraassaall ddaarrii dadallaamm aattaauu dadarrii luluaarr didirrii sesesseeoorraanngg,, yyaanngg m

meennggggeerraakkkkaannnnyyaa ununttuukk memellaakkuukkaann atataauu titiddaakk mmeellaakkuukkaann sesessuuaattuu.. Menurut Siswanto (1999: 243), motivasi diartikan sebagai keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan.

Definisi tersebut memperlihatkan bahwa motivasi mengandung hal penting yaitu : 1. Pemberi motivasi berkaitan langsung dengan usaha pencapai tujuan dan

berbagai sasaran organisasional. Apabila dalam diri bawahan terdapat keyakinan bahwa dengan tercapainya tujuan dan berbagai sasaran organisasi maka tujuan pribadipun akan ikut tercapai dan berarti pemberian motivasi dapat dikatakan tepat guna. Hal ini berkaitan dengan persepsi dan harapan seseorang dalam memasuki organisasi dengan berbagai kepentingannya diharapkan akan tercapai dan berbagai kebutuhannya akan terpenuhi.

2. Motivasi merupakan keterkaitan antara usaha dan pemuasan kebutuhan tertentu. Dengan kata lain motivasi merupakan kesediaan untuk mengerahkan usaha tingkat tinggi untuk mencapai tujuan organisasi. Tetapi hal ini tergantung pada kemampuan seseorang untuk memuaskan berbagai macam


(27)

kebutuhannya sehingga seseorang akan berusaha keras untuk melakukan sesuatu apabila yang bersangkutan termotivasi.

3. Terlihat dari definisi motivasi di atas adalah kebutuhan yang timbul akibat adanya berbagai hubungan. Kebutuhan itu dapat berwujud fisik serta sosial ekonomis, dimana yang lebih penting adalah kebutuhan yang bersifat psikis, misalnya penghargaan, pengakuan, ketentraman, keselamatan, perlindungan, jaminan sosial dan sebagainya. Dapat dikatakan dari satu atau segi pasif motivasi tampak sebagai kebutuhan dan juga sebagai pendorong yang dapat menggerakkan semua potensi baik tenaga kerja atau sumber daya lain. Dari segi aktif motivasi tampak sebagai suatu positif dalam menggerakkan daya dan potensi tenaga kerja sehingga berhasil dalam mencapai tujuan.

Sedangkan apabila ditinjau dari kepentingan perusahaan atau dari segi aktif, motivasi tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkan daya dan potensi tenaga kerja agar mampu bekerja secara efektif, efisien dan produktif sehingga mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tinggi atau rendahnya motivasi kerja seseorang menurut Siagian (2002: 140), tercermin dalam bentuk perilaku orang per orang dalam perusahaan misalnya dilihat dari tingkat absensi karyawan, tingkat keluar masuknya karyawan, tingkat produktivitas kerja. Tingkat absensi yang tinggi, tingkat keluar masuknya karyawan yang tinggi, serta tingkat produktivitas kerja yang rendah menunjukkan kurangnya motivasi kerja karyawan untuk berprestasi.


(28)

2.4.2 Unsur Penggerak Motivasi

Menurut Hasibuan (2000: 101-106), unsur-unsur penggerak motivasi meliputi: 1. Prestasi (achievement)

Seseorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan (needs) dapat mendorongnya mencapai sasaran; melalui prestasi, sikap hidup untuk berani mengambil risiko guna mencapai sasaran yang lebih tinggi dapat dikembangkan.

2. Penghargaan (recognition)

Penghargaan pengakuan atas suatu prestasi yang telah dicapai oleh seseorang akan merupakan motivator yang kuat. Pengakuan atas suatu prestasi akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah.

3. Tantangan (challenge)

Adanya tantangan yang dihadapi, merupakan motivator kuat bagi manusia untuk mengatasinya. Suatu sasaran yang tidak menantang atau dengan mudah dapat dicapai biasanya tidak mampu menjadi motivator, bahkan cenderung untuk menjadi kegiatan rutin.

4. Tanggung jawab (responsibility)

Adanya rasa ikut serta memiliki (sense of belonging) akan menimbulkan motivasi untuk turut bertanggung jawab.

5. Pengembangan (development)

Pengembangan kemampuan seseorang baik dari pengalaman kerja atau kesempatan untuk maju, dapat meruakan motivasi kuat bagi tenaga kerja untuk bekerja lebih giat atau lebih bergairah. Apalagi jika pengembangan perusahaan selalu dikaitkan dengan efektivitas, prestasi atau produktivitas kerja karyawan.


(29)

6. Keterlibatan (involvement)

Rasa ikut terlibat (involved) dalam proses pengambilan keputusan dijadikan masukan untuk manajemen perusahaan, merupakan motivator yang cukup untuk karyawan. Rasa terlibat akan menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab, rasa dihargai yang merupakan “tantangan” yang harus dijawab, melalui peran serta berprestasi, untuk mengembangkan usaha maupun pengembangan pribadi. Adanya rasa keterlibatan (involvement) bukan saja menciptakan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa turut bertanggung jawab (sense of responsibility), tetapi juga menimbulkan rasa untuk turut mawas diri untuk bekerja lebih efektif dan efisien serta lebih baik sekaligus menghasilkan produk yang lebih bermutu.

7. Kesempatan (opportunity)

Kesempatan untuk maju dalam bentuk jenjang karier yang terbuka, dari tingkat bawah sampai pada tingkat top management akan merupakan motivator yang cukup kuat bagi karyawan. Bekerja tanpa harapan atau kesempatan untuk meraih kemajuan atau perbaikan nasib, tidak akan menjadi motivator untuk bekerja lebih efektif, efisien dan baik, sekaligus menghasilkan produk yang lebih bermutu.

2.4.3 Bentuk Motivasi

Menurut Siswanto (1999: 247-248), motivasi dikelompokkan dalam 4 bentuk, yaitu sebagai berikut:

1. Kompensasi Bentuk Uang

Salah satu bentuk motivasi yang paling sering diberikan kepada karyawan adalah berupa kompensasi. Kompensasi yang diberikan kepada karyawan


(30)

biasanya berupa uang. Pemberian kompensasi bentuk uang sebagai motivasi kerja para karyawan mempunyai dua pengaruh perilaku, yaitu:

a. Keberadaannya sebagai karyawan adalah pengaruh yang positif, dalam arti bahwa ia menguntungkan perusahaan, dan juga pengaruh yang paling luas mempengaruhi karyawan pada semua tingkat pendapatan.

b. Dilihat dari sudut pandangan perusahaan, dan cenderung terbatas hanya pada karyawan yang pendapatannya tidak lebih dari “standar kehidupan yang layak” dan menganggap kompensasi bentuk uang tidak seimbang. 2. Pengarahan dan Pengendalian

Pengarahan dimaksudkan menentukan bagi karyawan tentang apa yang harus mereka kerjakan dan apa yang harus tidak mereka kerjakan. Sedangkan pengendalian dimaksudkan menentukan bahwa tenaga kerja harus mengerjakan hal-hal yang telah diinstruksikan. Sebenarnya kedua hal tersebut sebagai motivator telah berkembang dan dianut oleh berbagai perusahaan sejak berabad-abad lamanya, hingga kini hal tersebut masih dipergunakan oleh para manajer untuk memberikan motivasi kepada para karyawan.

Pengarahan dan pengendalian dalam suatu bentuk jelas perlu untuk mendapatkan prestasi kerja yang terpercaya dan terkoordinasi. Akan tetapi, hal ini telah menjadi sumber perdebatan, dimana pada akhirnya jalan yang terbaik yang harus dilalui adalah dengan cara meningkatkan mutu penyelian dan seleksi dan pelatihan yang lebih baik, dan merencanakan kembali proses pengarahan dan pengendalian agar dapat digunakan dengan hemat dan selektif, terutama sekali dengan cara yang menyenangkan sehingga tujuan motivasi kerja para karyawan dapat terwujud.


(31)

3. Penetapan Pola Kerja yang Efektif

Pada umumnya, reaksi terhadap kebosanan kerja menimbulkan penghambat yang berarti bagi output produktivitas kerja. Karena manajemen menyadari bahwa masalahnya bersumber pada cara pengaturan pekerjaan itu, maka mereka menanggapinya dengan berbagai teknik, beberapa diantaranya efektif dan yang lain kurang efektif. Teknik ini antara lain pemerkayaan pekerjaan, suatu istilah umum bagi beberapa teknik yang dimaksudkan untuk lebih menyesuaikan tuntutan pekerjaan dengan kemampuan seorang, manajemen partisipatif, yang menggunakan berbagai cara untuk melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan (decision making) yang mempengaruhi pekerjaan mereka, dan dalam beberapa hal, usaha untuk mengalihkan perhatian pada karyawam tetap pada pekerjaan yang membosankan, pada waktu-waktu luang untuk beristirahat, atau pada sarana kerja yang tidak pernah berubah-ubah. 4. Kebijakan

Kebijakan dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan yang diambil dengan sengaja oleh manajemen untuk mempengaruhi sikap atau perasaan para tenaga kerja (karyawan). Dengan kata lain kebajikan adalah usaha untuk membuat karyawan bahagia. Hasil berbagai usaha untuk menganalisis perhatian, menghibur, menyenangkan hati para karyawan lebih baik dipadukan, sering usaha tersebut dikembangkan selama masa depresi, dimana setiap sikap kebajikan sangat dihargai, saat ini sikap yang sama dapat ditafsirkan sebagai usaha “bapakisme” dan kadang-kadang karyawan merasa tersinggung.


(32)

2.4.4 Tujuan Motivasi

Menurut Hasibuan (2000: 126) menyatakan bahwa tujuan motivasi antara lain : 1. Mengubah perilaku karyawan sesuai dengan keinginan pemimpin

2. Meningkatkan kegairahan kerja karyawan 3. Meningkatkan disiplin kegiatan

4. Menjaga kestabilan karyawan

5. Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan 6. Meningkatkan tingkat prestasi karyawan 7. Mempertinggi moral karyawan

8. Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan pada tugas-tugasnya 9. Meningkatkan produktivitas dan efisiensi

10.Memperdalam kecintaan karyawan terhadap perusahaan 11.Memperbesar partisipasi karyawan terhadap perusahaan 2.4.5 Asas-asas Motivasi

Menurut Hasibuan (2000: 141-142), asas-asas motivasi meliputi 1. Asas Mengikutsertakan

Untuk mencapai hasil-hasil akan bertambah, jika para bawahan diberikan kesempatan untuk ikut serta berpartisipasi dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi hasil-hasil itu.

2. Asas Komunikasi

Untuk mencapai hasil-hasil cenderung meningkat jika bawahan diberitahu tentang hal-hal yang mempengaruhi hasil-hasil itu. Pada dasarnya makin


(33)

banyak seseorang mengetahui suatu soal semakin banyak pula minat dan perhatiannya terhadap hal tersebut.

3. Asas Pengakuan

Untuk mencapai hasil-hasil cenderung meningkat, jika kepada bawahan diberikan pengakuan atas sumbangannya terhadap hasil-hasil yang dicapai. Bawahan akan kerja keras dan rajin bila mereka terus menerus mendapat pengakuan dan kepuasan dari usaha-usahanya.

4. Asas Wewenang yang didelegasikan

Untuk mencapai hasil-hasil akan bertambah kalau bawahan diberikan wewenang untuk mengambil keputusan-keputusan yang mempengaruhi hasil-hasil itu. Pemimpin yang paling cakap adalah orang yang mendelegasikan sebanyak mungkin wewenang dan menghindari pengendalian yang teliti terperinci.

5. Asas Perhatian Timbal Balik

Asas ini menyatakan bahwa kita akan hanya memperoleh sedikit motivasi bila selalu ditekankan betapa pentingnya bagi orang-orang lain untuk mencapai tujuan-tujuan kita. Tujuan-tujuan dari suatu bagian atau seluruh perusahaan. Semakin banyak atasan mengetahui keperluan bawahan, tujuan perusahaan dapat dihubungkan dengan prestasi pribadinya, semakin besar perhatian mereka untuk mencapai tujuan perusahaan.

2.4.6 Jenis dan Alat Motivasi

Pemberian motivasi hendaknya disesuaikan dengan keadaan individu yang akan dimotivasi sebab setiap pada hakekatnya memiliki motif maupun keinginan yang berbeda-beda dalam melakukan suatu pekerjaan.


(34)

1. Jenis Motivasi

Motivasi kerja yang diberikan kepada karyawan pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua jenis seperti yang dikemukakan oleh Ranupandojo dan Sud Husnan, dalam Manajemen Personalia (2001: 42), yaitu:

1. Motivasi positif, yaitu proses untuk mencoba mempengaruhi orang lain agar mau menjalankan suatu yang diinginkan dengan memberikan kemungkinan mendapat hadiah. Hadiah yang diberikan dapat berupa uang tambahan atau penghargaan, dan lain-lain.

2. Motivasi negatif, yaitu proses untuk mempengaruhi seseorang agar mau melakukan sesuatu yang diinginkan tetapi teknik dasar yang digunakan melalui kekuatan katakutan, ancaman atau hukuman. Jenis motivasi ini misalnya bila seseorang tidak mau melakukan sesuatu yang diinginkan, kita akan memberitahukan bahwa ia akan kehilangan sesuatu yang kita inginkan (uang, pengakuan atau jabatan).

2. Alat Motivasi

Hasibuan (2000: 195), menyatakan bahwa alat-alat motivasi terdiri dari :

a. Material Insentif. Termasuk dalam golongan ini adalah daya perangsang yang memupuk loyalitas dan efisiensi karyawan yang bersifat materi, misalnya upah dan gaji. Peranan gaji para karyawan adalah untuk memenuhi kebutuhan biologis yang menjamin kelangsungan hidup karyawan dan keluarganya. Upah harus diberikan sedemikian rupa sehingga karyawan menerima imbalan yang seimbang dengan tugas-tugasnya dan memungkinkan karyawan itu secara layak dengan memperhatikan juga kemampuan keuangan perusahaan.


(35)

b. Non Material Insentif. Termasuk dalam non material insentif yaitu penempatan karyawan yang tepat, promosi yang obyektif, pekerjaan yang terjamin, turut sertanya wakil-wakil karyawan dalam pengambilan keputusan perusahaan, fasilitas olahraga, kondisi kerja yang baik dan menyenangkan serta faktor-faktor lain yang sangat kompleks.

2.5 Teori Penunjang Penelitian

Teori yang digunakan untuk menunjang penelitian ini adalah teori sistem. Sebaimana dikemukan Scot (1961) dalam Pace dan Don F. Faules (2002: 63), bahwa satu-satunya cara yang bermakna untuk mempelajarai organisasi adalah sebagai suatu sistem. Bagian-bagian penting organisasi sebagai sistem adalah individu dan kepribadian setiap orang dalam organisasi, struktur formal, pola interaksi informal, pola status, peranan yang menimbulkan pengharapan-pengharapan dan lingkungan fisik pekerjaan. Bagian-bagian inilah yang merupakan konfigurasi yang disebut sistem organisasi. Semua saling berhubungan dan berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya. Setiap bagian dihubungkan dengan bagian yang lainnya, dan penghubung utama adalah komunikasi.

Selanjutnya menurut Fisher (1978) dalam Pace dan Don F. Faules (2002: 64), yang dimaksud dengan teori sistem adalah seperangkat prinsip yang terorganisasikan secara longgar dan sangat abstrak, yang berfungsi mengarahkan fikiran kita namun terikat pada berbagai penafsiran. Setiap pembahasan mengenai sistem menyangkut interdependensi. Jelasnya interdependensi menunjukkan bahwa terdapat suatu kesaling bergantungan di antara komponen-komponen atau satuan-satuan suatu sistem. Suatu perubahan pada komponen akan membawa


(36)

perubahan pada setiap komponen lainnya. Pemahaman atas konsep interdepedensi ini merupakan bagian yang integral dari pendefinsian teori sistem.

Sesuai dengan teori di atas maka Sekretariat DPRD dalam penelitian ini merupakan suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem, yang saling berhubungan, melengkapi dan memiliki ketergantungan satu sama lain, serta melakukan interaksi dengan berkomunikasi untuk mencapai tujuan sistem yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam proses komunikasi tersebut maka Sekretaris Dewan menggunakan gaya komunikasi equalitarian dalam berbagai aktivitas formal yang dilakukan di dalam sistem atau organisasi tersebut.

2.6 Kerangka Pikir

Proses komunikasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, termasuk di dalamnya adalah komunikasi antara atasan dengan bawahan dalam suatu organisasi. Organisasi merupakan gabungan dari berbagai subsistem yang saling berhubungan, saling tergantung dan saling membutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua subsistem dalam satu organisasi harus saling berinteraksi, bersinergi dan bekerja sama secara integral dalam mencapai tujuan organisasi. Komunikasi dalam proses interaksi ini memegang peranan yang sangat penting guna menghubungkan dan membangun kesamaan makna antar subsistem organisasi. Demikian pula halnya dengan proses komunikasi organisasi pada Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah.


(37)

Sekretaris Dewan selaku pemimpin tertinggi dalam organisasi memiliki posisi dan peranan strategis untuk menerapkan gaya komunikasi dalam menyampaikan pesan-pesan kepada para staf, terlebih dalam kaitannya dengan upaya menumbuhkan motivasi kerja para staf dalam mencapai tujuan Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah yaitu memberikan pelayanan kepada lembaga DPRD dalam rangka membantu menjalankan fungsinya sebagai perwakilan rakyat, meliputi fungsi penganggaran (budgeting), membuat peraturan daerah (legislating) dan pengawasan (monitoring) akan dapat tercapai secara maksimal. Dalam upaya menumbuhkan motivasi kerja para pegawai ini, Sekretaris Dewan diharapkan memiliki kemampuan untuk melaksanakan proses komunikasi secara baik dengan para staf, sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dengan baik dan pada akhirnya para staf akan memiliki motivasi kerja yang tinggi. Kemampuan berkomunikasi secara baik ini berkaitan dengan gaya komunikasi yang digunakan. Gaya komunikasi adalah seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi dan digunakan pada situasi tertentu. Gaya komunikasi yang dimaksud adalah gaya equalitarian dalam aktivitas formal dan nonformal.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah. Gaya komunikasi equalitarian yang akan diteliti meliputi kemampuan Sekretaris Dewan berkomunikasi dengan landasan kesamaan, mampu menyebarkan pesan secara dua arah, melakukan tindak komunikasi secara terbuka, memberikan kesempatan pada staf untuk mengungkapkan gagasan, memberikan kesempatan pada para staf untuk mencapai kesepakatan, memiliki sikap kepedulian tinggi pada staf, membina hubungan yang


(38)

baik dalam konteks pribadi dan dalam konteks hubungan kerja, mampu memelihara empati dan kerja sama, tidak mendominasi situasi.

Sementara itu, motivasi kerja para staf yang akan diteliti meliputi adanya Prestasi (achievement), Penghargaan (recognition), Tantangan (challenge), Tanggung jawab (responsibility), Pengembangan (development), Keterlibatan (involvement) dan Kesempatan (opportunity). Pengaruh gaya komunikasi terhadap motivasi staf dalam penelitian ini dilakukan untuk membatasi kajian penelitian.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pikir sebagai berikut:

Pengaruh

Gambar 1.

Bagan Kerangka Pikir Penelitian 2.7 Hipotesis

Menurut Hadi (2000: 20), hipotesis berasal dari Bahasa Latin yang terdiri dari dua suku kata yaitu hipoo dan tesis. Hipoo berarti dugaan dan tesis berarti dalil. Hipotesis adalah tipe pernyataan suatu hal yang bersifat sementara dan belum dibuktikan kebenarannya secara empiris melalui penelitian.

Gaya Komunikasi Equalitarian Sekretaris Dewan

1. Berkomunikasi dengan landasan kesamaan 2. Mampu menyebarkan pesan secara dua arah 3. Melakukan tindak komunikasi secara terbuka 4. Memberikan kesempatan pada staf untuk

mengungkapkan gagasan

5. Memberikan kesempatan pada para staf untuk mencapai kesepakatan

6. Memiliki sikap kepedulian tinggi pada staf 7. Membina hubungan yang baik dalam konteks

pribadi

8. Mampu membina hubungan yang baik dalam konteks hubungan kerja

9. Mampu memelihara empati dan kerja sama 10. Tidak mendominasi situasi

Motivasi Kerja Staf Sekretariat Dewan 1. Prestasi (achievement) 2. Penghargaan (recognition) 3. Tantangan (challenge)

4. Tanggung jawab (responsibility) 5. Pengembangan (development) 6. Keterlibatan (involvement) 7. Kesempatan (opportunity)


(39)

Berdasarkan definisi di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah:

Ho : Tidak ada pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

Hi : Ada pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif. Menurut (Koentjaraningrat, 2001: 29), tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara terperinci fenomena sosial tertentu dan kemudian menganalisisnya serta menginterpretasikannya melalui data yang terkumpul.

Dalam penelitian ini tipe penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Perbedaan riset yang akan dilakukan berbeda dengan prariset yang telah penulis lakukan dalam penelitian ini terletak pada tujuannya, prariset dilakukan hanya untuk mengetahui gaya komunikasi organisasi Sekretaris Dewan dan telah diketahui hasilnya yaitu gaya komunikasi equalitarian. Sementara itu riset riset dilakukan pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja para staf.


(41)

3.2Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini meliputi:

1. Variabel Bebas (disimbolkan dengan X) adalah gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan.

2. Variabel Terikat (disimbolkan dengan Y) adalah motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

3.3Definisi Konsep

Menurut Singarimbun dan Sofyan Effendy (2002: 21), definisi konsep adalah pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan. Adapun definisi konsep yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gaya komunikasi Equalitarian Sekretaris Dewan

Gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan adalah seperangkat perilaku komunikasi yang digunakan oleh Sekretaris Dewan dalam menyampaikan pesan-pesan mengenai organisasi secara terbuka dan bersifat dua arah kepada para staf agar pesan tersebut dapat dimengerti dan dilaksanakan para staf untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah

Motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah adalah suatu keadaan di mana para staf memiliki motivasi untuk melaksanakan berbagai tugas dan kewajiban yang menjadi tanggung jawab mereka pada organisasi. Motivasi kerja para staf dalam hal ini meliputi


(42)

berbagai unsur yang menggerakkan para staf untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sehingga memiliki kinerja yang baik, meliputi adanya prestasi, penghargaan, tantangan, tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.

3.4Definisi Operasional

Menurut Singarimbun dan Sofyan Effendi (2002: 23), definisi operasional adalah petunjuk bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca definisi operasional dalam penelitian maka kita akan mengetahui baik buruknya variabel tersebut. Berdasarkan pengertian di atas maka definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Gaya Komunikasi Equalitarian Sekretaris Dewan, meliputi: Adapun indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

a. Sekretaris Dewan berkomunikasi dengan landasan kesamaan dengan para staf b. Sekretaris Dewan mampu menyebarkan pesan yang bersifat dua arah

c. Sekretaris Dewan melakukan tindak komunikasi secara terbuka

d. Sekretaris Dewan memberikan kesempatan pada staf untuk mengungkapkan gagasan atau pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.

e. Sekretaris Dewan memberikan kesempatan pada para staf untuk mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.

f. Sekretaris Dewan memiliki sikap kepedulian tinggi terhadap para staf

g. Sekretaris Dewan mampu membina hubungan yang baik dengan para staf dalam konteks pribadi


(43)

h. Sekretaris Dewan mampu membina hubungan yang baik dengan para staf dalam konteks hubungan kerja

i. Sekretaris Dewan mampu memelihara empati dan kerja sama dengan para staf j. Sekretaris Dewan menggunakan komunikasi dua arah/tidak mendominasi

situasi dalam berbagai pertemuan untuk mengambil keputusan organisasi.

2. Motivasi Kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah

Adapun indikator-indikatornya adalah sebagai berikut: a. Staf termotivasi untuk memperoleh prestasi kerja

b. Staf termotivasi untuk mendapatkan penghargaan atas kerjanya

c. Staf merasa tertantang untuk dapat mengerjakan tugasnya dengan baik d. Staf memiliki tanggung jawab atas tugas/pekerjaan yang dibebankan padanya e. Staf termotivasi untuk mendapatkan pengembangan diri dan pengalaman kerja f. Staf termotivasi untuk terlibat dalam memberikan masukan, saran dan gagasan

pada atasan

g. Staf memiliki kesempatan untuk meningkatkan kerja dan karirnya. 3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Menurut Arikunto (2000: 45), populasi adalah keseluruhan obyek penelitian baik berupa manusia, benda, peristiwa maupun berbagai gejala yang terjadi, yang merupakan variabel yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian.


(44)

Dengan demikian, populasi penelitian ini adalah seluruh Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 123 orang staf (terdiri dari 34 PNS dan 89 tenaga honorer).

(Sumber : Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah, Tahun 2008)

3.5.2 Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang akan dijadikan responden dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Besarnya sampel ditentukan dengan menggunakan rumus T. Yamane sebagai berikut:

1 Nd N n 2   Keterangan:

n = Besarnya sampel N = Jumlah populasi d = Nilai presisi (10%) 1 = Bilangan Konstant (Jalaluddin Rakhmat, 1999 : 82)

Berdasarkan rumus di atas maka besarnya sampel dalam penelitian ini adalah:

1 ) 1 , 0 ( 123 123 2   n

n =55,15 Dibulatkan menjadi 55 responden.

3.6 Jenis Data

Jenis data penelitian ini meliputi :

1. Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber penelitian atau lokasi penelitian.


(45)

2. Data Sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber atau referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau literatur lain.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan:

1. Kuisioner, yaitu dengan memberikan daftar pertanyaan atau angket tertulis dengan menyertakan alternatif jawaban pilihan ganda.

2. Dokumentasi, mengumpulkan data sekunder dari berbagai referensi yang terkait dengan penelitian, seperti buku, majalah, atau literatur lainnya.

3.8 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan teknik:

1. Editing, dengan cara memeriksa kembali data yang telah diperoleh, mengenai kesempurnaan jawaban atau kejelasan penulisan.

2. Koding, dengan cara memberi kode-kode tertentu pada jawaban di daftar pertanyaan untuk memudahkan pengolahan data.

3. Tabulasi, dengan cara merumuskan data dalam tabel setelah diklasifikasikan berdasarkan kategori yang sama, lalu disederhanakan dalam tabel tunggal.

3.9 Teknik Analisa Data

Untuk mengetahui pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah, digunakan rumus Regresi Linier sebagai berikut:


(46)

y = a+bx

Keterangan :

y = nilai variabel terikat (y) yang diprediksi a = intercept constant

b = koefisien regresi yang berhubungan dengan variabel bebas x = skor variabel bebas

3.10Uji Hipotesis

Untuk menguji hipotesis, terlebih dahulu dicari nilai t hitung (Student Test), dengan rumus sebagai berikut:

2

1 2

r n r t

  

Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan membandingkan dengan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada taraf signifikan 5%. Ketentuan yang dipakai dalam perbandingan ini adalah :

a. Jika t hitung > t tabel pada taraf signifikan 5% maka Ho ditolak, Hi diterima. Berarti ada pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.

b. Jika t hitung < t tabel pada taraf signifikan 5% maka Ho diterima, Hi ditolak. Berarti tidak ada pengaruh gaya komunikasi equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja Staf Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah.


(47)

3.11Uji Validitas dan Reliabilitas Intrumen Penelitian

Pengujian validitas instrumen penelitian ini dilakukan dengan menghitung setiap item pertanyaan dengan Rumus Korelasi Product Moment, sebagai berikut:

2 2



2 2

) ( ) ( ) )( ( Y N Y N X X N Y X XY N rxy            Keterangan:

rxy = Nilai uji validitas

XY = hasil perkalian dari variabel bebas dan variabel terikat X = hasil skor angket variabel X

Y = hasil skor angket variabel Y

X2 = hasil perkalian kuadrat dari skor variabel X Y2 = hasil perkalian kuadrat dari dari skor variabel X N = Jumlah sampel

Setelah hasil perhitungan per item pertanyaan diperoleh maka angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r. Jika nilai hitung korelasi Product Moment lebih kecil atau dibawah angka kritik tabel korelasi nilai r maka pertanyaan tersebut tidak valid. Sebaliknya Jika nilai hitung korelasi Product Moment lebih besar atau di atas angka kritik tabel korelasi nilai r maka pertanyaan tersebut valid (Sumber: Singarimbun 2000: 137).


(48)

Untuk mencari reliabilitas keseluruhan item adalah dengan mengoreksi angka korelasi dengan memasukkannya dalam rumus Koefisien Alfa CronBach berikut:

              2 2 1 1 1 t k k    Keterangan : 

Nilai reliabilitas

k = jumlah item pertanyaan

2 i

 = Nilai varians masing-masing item

2 t


(49)

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah

Berdasarkan hasil observasi pada Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung maka dapat digambarkan bahwa pelaksanaan pekerjaan pada objek penelitian ini didasarkan pada kedudukan Sekretariat DPRD Kabupaten sebagai unsur pelayanan terhadap DPRD yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Dewan yang secara teknis operasional berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi DPRD maka maka kinerja kinerja Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Kinerja Sekretariat DPRD dalam kaitannya dengan fungsi Legislasi

Fungsi Legislasi DPRD menekankan tugas sebagai penentu kebijakan (policy maker) atau pembuat peraturan (law making) bersama Pemerintah Daearah. DPRD bersama Pemerintah Daerah menghasilkan Peraturan Daerah (Perda). Melalui pembuatan Perda. atau kebijakan lainnya, Dewan dan Pemda. dapat membangun regulasi, menata pelbagai kebijakan untuk mempercepat pengembangan otonomi daerah.


(50)

Melalui aplikasi hak dan wewenangnya, DPRD menjalankan peran legislasi yang meliputi proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan pengesahan Perda. Beberapa aplikasi wewenang dan hak tersebut misalnya bersama Bupati membentuk Perda, meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah, mengadakan perubahan atas Rancangan Perda dan DPRD mengajukan Rancangan Perda.

Kinerja yang dilakukan Sekretariat Dewan dalam hal legislasi ini adalah menjaring aspirasi masyarakat untuk persiapan materi penyusunan Raperda, atau penyusunan Perda. Aspirasi masyarakat dijaring dengan berbagai cara misalnya, dengan diskusi publik (public hearing), baik di tengah masyarakat secara langsung, maupun melalui opini publik dalam berbagai media massa, analisa pakar atau seminar. Kedua, Menyusun Draf Raperda, hasil diskusi publik dijadikan materi menyusun Rancangan Perda, secara bersama oleh DPRD, Eksekutif dan Civil Society. Ketiga, Persidangan dalam rangka penatapan Perda, baik melalui rapat Pleno/Paripurna, Fraksi maupun Rapat Komisi atau Gabungan Komisi. Keempat, mengadakan Legislative Review

atau Peninjauan Kembali atas Raperda yang menghambat pengembangan masyarakat

2. Kinerja Sekretariat DPRD dalam kaitannya dengan fungsi anggaran

Kinerja Sekretariat DPRD dilakasanakan pada fungsi anggaran dengan mengalokasikan sumber dana dan keseimbangan distribusinya. Peran anggaran ini terkait erat dengan berbagai sumber daya (resources) Keuangan Daerah. Beberapa langkah proses politik penyusunan anggaran adalah


(51)

Pertama, Menjaring aspirasi masyarakat, seperti yang telah diuraikan di depan. Pelaksanaannya, melalui diskusi publik atau menjaring opini melalui media massa, seminar, pendapat pakar, dan sebagainya. Kedua, Penyusunan Rancangan APBD oleh panitia anggaran dari DPRD dengan eksekutif daerah.

3. Kinerja Sekretariat DPRD dalam kaitannya dengan fungsi pengawasan (Controlling)

Fungsi Pengawasan DPRD dilakukan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundangang-undangan, Keputusan Bupati dan kebijakan Pemerintah Daerah. Fungsi pengawasan ini merupakan fungsi yang sangat vital karena DPRD merupakan representasi rakyat dalam menilai dan mengawasi kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan Daerah, melaksanakan Peraturan secara konsisten. Pengawasan mengaktualisasi pelaksanaan etika pemerintahan, seperti sikap terbuka/transparan, bertanggung jawab, membangkitkan partisipasi masyarakat, keberpihakan pada rakyat kecil. Pengawasan dapat meredam Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di kalangan pejabat Pemda. ataupun internal DPRD sendiri. Pengawasan memungkinkan terbangunnya hubungan timbal-balik (check and balances) antara Legislatif, Eksekutif dan masyarakat umum.

Pelaksanaan fungsi Pengawasan DPRD dilaksanakan dengan beberapa proses sebagai berikut: Pertama, mendengar keluhan dan pengaduan masyarakat. Keluhan dan pengaduan terhadap aneka penyimpangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, dalam merealisasikan Perda atau APBD. Kedua, Melaksanakan investigasi lapangan untuk mempelajari fakta atau bertatap


(52)

muka dengan masyarakat atas berbagai isu, persoalan dan pengaduan masyarakat, yang menyangkut kepentingan publik. Ketiga, mengadakan rapat dengar-pendapat dewan dengan eksekutif dan masyarakat, menyangkut kasus tertentu hasil peninjauan lapangan.

Kegiatan rutin yang dilakukan oleh Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah adalah menyelenggarakan administrasi kesekretariatan, administrasi keuangan, mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD, dan menyediakan serta mengkoordinasikan tenaga ahli apabila diperlukan oleh DPRD sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan menyelengaraan rapat-rapat DPRD.

Berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah disusun secara terencana dengan rapih, sehingga hasil yang diharapkan dapat sesuai dengan harapan. Adapun perencanaan yang dimaksud meliputi: a. Mengendakan Kegiatan

Merupakan tahap penetapan agenda kegiatan oleh Sekretaris Dewan dan Para Staf untuk melaksanakan kegiatan. Suatu isu kegiatan dapat menjadi agenda kegiatan apabila memiliki efek yang besar terhadap masyarakat, membuat analog dengan cara mengumpamakannya dengan kegiatan yang telah ada, menghubungkannya dengan simbol-simbol nasional/politik, dan tersedianya teknologi untuk menyelesaikan masalah.

b. Formulasi Kegiatan

Formulasi kegiatan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah, pada tahap ini Sekretaris Dewan dan Para Staf mulai mengaplikasikan beberapa teknik untuk menjustifikasikan bahwa sebuah


(53)

pilihan kegiatan merupakan pilihan yang terbaik dari kegiatan yang lain. Dalam menentukan pilihan kegiatan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi ketidakpastian dan keterbatasan informasi.

c. Implementasi Kegiatan

Pada tahap ini suatu kegiatan telah dilaksanakan oleh Sekretaris Dewan dan Para Staf dengan menggerakan sumber manusia, dana dan sumber daya lainnya, dan pada tahap ini monitoring dapat dilakukan. Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, pada posisi ini Sekretaris Dewan mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kegiatan yang telah diseleksi. Sehingga dapat diatur sumber daya, unit-unit dan metode yang dapat mendukung pelaksanaan program, melakukan interpretasi berkaitan dengan istilah-istilah program ke dalam rencana dan petunjuk yang dapat diterima dan feasible serta dapat menerapkan penggunaan instrumen-instrumen, melakukan pelayanan rutin atau merealisasikan tujuan program.

d. Penilaian Kegiatan

Tahap akhir adalah penilaian kegiatan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya dan pada saat ini evaluasi dapat dilakukan oleh Sekretaris Dewan dan Para Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah.


(54)

Sementara itu ditinjau dari bentuk komunikasinya, komunikasi dalam Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah dapat digolongkan dalam komunikasi organisasi. Korelasi antara ilmu komunikasi dengan organisasi terletak pada peninjauannya yang terfokus pada manusia-manusia yang terlibat dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Komunikasi organisasi merupakan pertunjukan dan penafsiran pesan di antara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari unit-unit komunikasi dalam hubungan-hubungan hierarkis antara yang satu dengan yang lainnya berfungsi dalam suatu lingkungan.

Untuk menjalankan dan mencapai tujuan organisasi pada Sekretaris Dewan harus saling berinteraksi, bersinergi dan bekerja sama secara integral dalam mencapai tujuan tersebut dengan para staf. Dalam interaksi ini, proses komunikasi menjadi sarana yang sangat vital untuk menghubungkan dan membangun kesamaan makna antara pihak-pihak yang berkomunikasi.

Hal di atas menunjukkan bahwa Sekretariat Dewan sebagai suatu kesatuan organiasi yang dikoordinasikan secara sadar, dengan suatu batasan yang relatif jelas, yang berfungsi secara teratur dalam rangka mencapai suatu atau serangkaian tujuan. Terlihat adanya manajemen, kesatuan sosial dan interaksi satu sama lain. Dengan kata lain adanya kontrak antara organisasi dengan anggotanya sehingga dapat berfungsi relatif dengan baik dan teratur dalam mencapai tujuan organisasi.


(1)

3. Bapak Ibrahim Besar, S.Sos., M.Si., selaku Pembimbing Pembantu, atas segala bimbingan, masukan dan saran yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Cahyono Eko Sugiharto selaku Dosen Penguji atas, saran dan masukan yang telah diberikan dalam penyusunan dan perbaikan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen FISIP umumnya dan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung khususnya atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

6. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Lampung Tengah beserta para staf izin penelitian dan bantuan serta kerja sama yang baik selama penulis melaksanakan penelitian.

7. Seluruh rekan Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung, khususnya Program Ekstensi Angkatan 1999.

8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Janauri 2010 Penulis


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... v

PERSETUJUAN ... vi

PENGESAHAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN ... x

SAN WACANA ... xi

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Tinjauan Tentang Pengaruh ... 9

2.2 Tinjauan Tentang Manajemen dan Kepemimpinan ... 10

2.2.1 Pengertian Manajemen ... 10

2.2.2 Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan ... 13

2.2.3 Fungsi Kepemimpinan ... 14

2.2.4 Peran Kepemimpinan ... 15

2.2.5 Tipe Kepemimpinan ... 15

2.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Organisasi ... 16

2.3.1 Definisi Fungsional Komunikasi Organisasi ... 17

2.3.2 Definisi Interpretif Komunikasi Organisasi ... 18

2.3.3 Sifat Komunikasi Organisasi ... 19

2.3.4 Komponen Komunikasi Organisasi ... 20

2.3.5 Fungsi Komunikasi Organisasi ... 20

2.3.6 Tujuan Komunikasi Organisasi ... 21

2.3.7 Gaya Komunikasi ... 21


(3)

2.4 Tinjauan Tentang Motivasi Kerja ... 26

2.4.1 Pengertian Motivasi ... 26

2.4.2 Unsur Penggerak Motivasi ... 28

2.4.3 Bentuk Motivasi ... 29

2.4.4 Tujuan Motivasi ... 32

2.4.5 Asas-Asas Motivasi ... 32

2.4.6 Jenis dan Alat Motivasi ... 33

2.5 Teori Penunjang Penelitian ... 35

2.6 Kerangka Pikir ... 36

2.7 Hipotesis ... 38

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Tipe Penelitian ... 40

3.2 Definisi Konsep ... 41

3.3 Definisi Operasional ... 42

3.4 Populasi dan Sampel ... 43

3.5 Sampel ... 44

3.6 Jenis Data ... 44

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.8 Teknik Pengolahan Data ... 45

3.9 Teknik Analisa Data ... 45

3.10 Uji Hipotesis ... 46

3.11 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 47

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 49

4.1 Gambaran Umum Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah 49 4.2 Gambaran Situasi Komunikasi Sekrettaris DPRD Kabupaten Lampung Tengah dengan Para Staf ... 58

4.2.1 Situasi Umum Proses Komunikasi Sekretaris DPRD Kabupaten Lampung Tengah dengan Para Staf ... 58

4.2.2 Situasi Proses Komunikasi Sekretaris DPRD Kabupaten Lampung Tengah dengan Para Staf dengan Gaya Komunikasi Equalitarian ... 63

4.2.3 Konteks Situasi Penerapan Gaya Komunikasi Equalitarian oleh Sekretaris DPRD Kabupaten Lampung Tengah Kepada Para Staf ... 66

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 72

5.1 Penyajian Hasil Penelitian ... 72

5.1.1 Identitas Responden ... 72

5.1.2 Gaya Komunikasi Equalitarian Sekretaris Dewan ... 76

5.1.3 Motivasi Kerja Pegawai Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah ... 86

5.1.4 Pengaruh Gaya Komunikasi Equalitarian Sekretaris Dewan Terhadap Motivasi Kerja Pegawai Staf Sekretariat DPRD Kabupaten Lampung Tengah ... 96


(4)

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 99

5.2.1 Komentar Terhadap Temuan Hasil Penelitian ... 99

5.2.2 Pembahsan Menurut Kegunaan Teoritis ... 102

5.2.3 Pembahsan Menurut Kegunaan Praktis ... 104

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

6.1 Kesimpulan ... 108

6.2 Saran ... 109 DAFTAR PUSTAKA


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin... 71

2. Identitas Responden Menurut Kelompok Umur... 72

3. Identitas Responden Menurut Pendidikan Terakhir... 73

4. Identitas Responden Menurut Status Kepegawaian... 73

5. Identitas Responden Menurut Lama Bekerja... 74

6. Sekretaris Dewan Berkomunikasi dengan Landasan Kesamaan... 76

7. Kemampuan Sekretaris Dewan Menyebarkan Pesan Secara Dua Arah... 77

8. Sekretaris Dewan Melakukan Tindak Komunikasi Secara Terbuka... 78

9. Sekretaris Dewan Memberikan Kesempatan Pada Staf Untuk Mengungkapkan Gagasan Atau Pendapat... 79

10.Sekretaris Dewan Memberikan Kesempatan Pada Para Staf Untuk Mencapai Kesepakatan dan Pengertian Bersama... 80

11.Sekretaris Dewan Memiliki Sikap Kepedulian Tinggi Pada Para Staf... 81

12.Sekretaris Dewan Mampu Membina Hubungan Yang Baik Dengan Para Staf Dalam Konteks Pribadi... 82

13.Sekretaris Dewan Mampu Membina Hubungan Yang Baik Dengan Para Staf Dalam Konteks Hubungan Kerja... 83

14.Sekretaris Dewan Mampu Memelihara Empati dan Kerja Sama dengan Para Staf... 84

15.Sekretaris Dewan Tidak Mendominasi Situasi Dalam Berbagai Pertemuan... 84

16.Motivasi Para Staf Untuk Memperoleh Prestasi Kerja... 86


(6)

18.Motivasi Para Staf Untuk Memperoleh Penghargaan dalam Bentuk

Non Materi... 88

19.Motivasi Para Staf Untuk Menghadapi Tantangan Pekerjaan... 89

20.Motivasi Para Staf Untuk Menyelesaikan Tantangan Pekerjaan... 90

21.Motivasi Staf Untuk Melaksanakan Tanggung Jawab Pekerjaan... 91

22.Motivasi Para Staf Untuk Pengembangan Diri Atas Pekerjaan... 92

23.Motivasi Para Staf Untuk Memperoleh Pengalaman Kerja... 92

24.Motivasi Staf Untuk Terlibat dalam Mencapai Tujuan Organisasi... 93

25.Motivasi Para Staf Untuk Meningkatkan Kerja dan Karir... 94

26.Hasil Perhitungan Pengaruh Gaya Komunikasi Equalitarian Sekretaris Dewan terhadap motivasi kerja... 95


Dokumen yang terkait

Peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Padang Lawas dalam penyelesaian sengketa lahan (studi kasus: sengketa lahan antara PT sumatera Riang Lestari dan PT Sumatera Sylva Lestari dengan Masyarakat Adat Kecamatan Aek Nabara Barumun)

1 100 105

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Simalungun Periode 2009-2014)

0 56 76

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Kinerja Eksekutif di Kota Medan

3 64 152

Persepsi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan Tentang Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kota Medan Tahun 2013

5 57 111

Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (Suatu Studi Terhadap Kinerja Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Simalungun Periode 2009-2014)

0 22 77

Hubungan Wakil dengan yang Diwakili (Studi Perbandingan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara Periode 1999-2004 dengan Periode 2004-2009)

1 45 101

Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Dalam Korelasinya Dengan Pelaksanaan Teori Kedaulatan Rakyat.

8 114 110

Minat Menonton anggota Dewan Perwakilan Daerah Tapanuli Selatan terhadap Berita Politik Di Metro TV ( Studi Korelasi Tentang Tayangan Berita Politik Dan Minat Menonton Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tapanuli Selatan Terhadap Metro TV )

1 39 143

Kesantunan Linguistik Dalam Ranah Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara

1 41 285

PENGARUH GAYA KOMUNIKASI EQUALITARIAN SEKRETARIS DEWAN TERHADAP MOTIVASI KERJA STAF SEKRETARIAT DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 5 14