PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM DIS (1)

PENERAPAN JARINGAN DISTRIBUSI SISTEM DISTRICT METER
AREA DALAM OPTIMALISASI PENURUNAN KEHILANGAN AIR
DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS DAN FINANSIAL
(STUDI KASUS : WILAYAH LAYANAN IPA BENGKURING PDAM
TIRTA KENCANA KOTA SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR)
APPLICATION OF DISTRICT METER AREA FOR WATER SUPPLY
DISTRIBUTION SYSTEM TO REDUCTION OF WATER LOSSES BASED
ON TECHNICAL AND FINANCIAL ASPECTS
(CASE STUDY : IPA BENGKURING SERVICE AREA, PDAM TIRTA
KENCANA IN SAMARINDA CITY, EAST BORNEO PROVINCE)
Muhammad Rizki Sya’bani1, Suprihanto Notodarmojo2, dan Yuniati3
Program Magister Pengelolaan Infrastruktur Air Bersih dan Sanitasi
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha Nomor 10, Bandung 40132
E-mail : [email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak: Permasalahan internal pendistribusian air minum umumnya disebabkan oleh tingginya
kehilangan air yang mengakibatkan gangguan layanan serta meningkatnya biaya produksi dan perawatan.
IPA Bengkuring merupakan unit pengolahan air tunggal yang mensuplai air di seluruh wilayah bengkuring,
puspita dan padat karya. Pada tahun 2013, wilayah layanan IPA Bengkuring memiliki angka kehilangan air
sebesar 63 %. Konsep District Meter Area (DMA) merupakan sebuah strategi dalam mengelola kehilangan
air, yakni dengan membagi satu jaringan pasokan air terbuka menjadi zona-zona terisolasi bermeter yang

lebih kecil dan lebih bisa dikelola, dan tentunya dengan penetapan penanggung jawab masing-masing
DMA, agar penyelesaian kehilangan air dapat lebih terorganisir. Tujuan utama dalam penerapan konsep ini
ialah menurunkan kehilangan air fisik. Pada penelitian ini, dilakukan kajian teknis dan finansial terkait
kelayakan dari penerapan DMA di wilayah layanan IPA Bengkuring. Menurut hasil akhir penyusunan
neraca air dalam penelitian ini, didapatkan angka kehilangan air di wilayah layanan distribusi IPA
Bengkuring tahun 2015 sebesar 46 %, yang mana terdiri dari 8 % kehilangan air non fisik/komersil dan 38
% kehilangan air fisik. Kemudian berdasarkan hasil analisa teknis dan finansial, DMA skenario 3 terpilih
sebagai desain yang paling efektif diterapkan karena memiliki tekanan rata-rata distribusi paling baik di
tahun awal dengan keandalan tekanan distribusi paling panjang. Pada prinsipnya, DMA skenario 3
membagi wilayah layanan distribusi Bengkuring menjadi 7 zona DMA dengan zona layanan terbesar
meliputi 500 - 600 SR dan zona layanan terkecil meliputi 100 - 200 SR. Tekanan rata-rata distribusi setelah
diterapkannya DMA ini meningkat 30 % dari tekanan awal eksisting, yakni dari 17,59 m menjadi 23,31 m,
sementara itu berdasarkan simulasi peningkatan kebutuhan air, DMA skenario 3 ini memiliki keandalan
hingga tahun ke-13 jika mengacu pada standar tekanan rata-rata minimal yang harus dimiliki sebuah DMA,
yakni 5 m. Selain itu ditinjau dari finansial, penerapan DMA ini membutuhkan biaya investasi sebesar Rp
3.112.780.000,- dengan NPV, BCR dan PP selama periode analisis 20 tahun berturut-turut sebesar Rp
22.096.998.512,- ; 1,44 ; dan 5,20 tahun. Desain DMA skenario 3 ini memiliki ukuran zona layanan yang
relatif kecil, sehingga proses kontrol dan tindak lanjut oleh masing-masing pertanggungjawab akan lebih
fokus, proses peningkatan kesadaran “awarness” kebocoran pipa akan lebih cepat, perbaikan kebocoran
secara aktif akan lebih mudah, operasional penurunan kehilangan air fisik akan lebih murah yang pada

akhirnya akan mempercepat penurunan angka kehilangan air dengan biaya yang lebih ekonomis.
Kata Kunci: DMA, Kehilangan air, Simulasi, Neraca air, Kelayakan teknis, Kelayakan finansial
Abstract: Internal problems of distribution drinking water are generally caused by high water losses which
resulted in service disruptions and rising costs of production and maintenance. Bengkuring water treatment
is a single water treatment plant that supplies water throughout the region of Bengkuring, Puspita and
Padat Karya. In 2013, Bengkuring WTP service area has a number of water loss is 63%. District Meter
Area (DMA) is a strategy to manage water loss, by dividing the water supply network into isolated zones
that smaller and more manageable, and certainly with the determination of the person in charge of each
DMA, order completion water loss can be more organized. The main objective in the application of this

3-21

concept is the reduction of physical water loss. In this study, carried out technical and financial studies
related to the feasibility of the implementation of DMA in Bengkuring water treatment service area.
According to the final results of the water balance in the preparation of this study, obtained figures of water
loss in distribution service territory IPA Bengkuring 2015 by 46%, which consisted of 8% of non-physical
water losses / commercial and 38% of physical water loss. Then based on the results of the technical and
financial analysis, third scenario of DMA was selected as the most effective design applied for has an
average pressure distribution of the nicest in the early years with the longest reliability of the pressure
distribution. In principle, the third scenario of DMA divide Bengkuring distribution service territory into

7 zones of DMA with the largest service zone covers 500-600 household connection and the smallest service
zone covers 100-200 household connection. The average pressure distribution after the implementation of
DMA increased 30% from the initial pressure existing, ie from 17.59 m to 23.31 m. Meanwhile, based on
simulation of an increased water demand, the third scenario of DMA has the reliability up to the 13th year
if the standard refers to the average minimum pressure that must be owned by a DMA, that’s 5 m. Moreover
in terms of financial, DMA application requires an investment of Rp 3.112.780.000,- with value of NPV,
BCR and PP during the analysis period of 20 years respectively for Rp 22.096.998.512,- ; 1,44 ; and 5,20
years. The third scenario of DMA has a size relatively small service zone, so that the process control and
follow-up by the respective overall responsibility will be more focus, awareness raising process of pipeline
leak would be faster, actively leak repair will be easier, operational decline of physical water loss will be
cheaper, which in turn will accelerate the rate reduction of water loss with a more economical cost.
Keywords: DMA, Water Losses, Simulation, Water Ballance, Technical Feasibility, Finance Feasibility

PENDAHULUAN
Permasalahan internal pada pendistribusian air minum dalam jaringan pada
umumnya disebabkan oleh usia jaringan pipa dan frekuensi kebocoran yang tinggi hingga
mengakibatkan gangguan layanan, jumlah kehilangan air yang besar dan memerlukan
lebih banyak biaya produksi dan perawatan (Candelieri dkk., 2014). Maryati dan Arika
(2008) juga menyebutkan bahwa permasalahan PDAM adalah tingkat kebocoran yang
tinggi dan keterbatarsan dana. Saat ini, angka kehilangan air di Indonesia masih cukup

tinggi dengan rata-rata sebesar 37%. Bahkan di beberapa PDAM, angka kehilangan air
mencapai 70% (Sembiring, 2015). Saat ini, terdapat strategi untuk mengubah pendekatan
dalam melakukan analisis kehilangan air dan manajemen jaringan distribusi air dari
pendekatan pasif menjadi proaktif, pendekatan cerdas yang didasarkan pada
perkembangan teknologi monitoring tersebut adalah sistem komputasi dengan simulasi
melalui perangkat lunak (Di Nardo, 2014).
Instalasi Pengolahan Air Bengkuring merupakan unit pengolahan dan pendistribusi
air dibawah PDAM Tirta Kencana Kota Samarinda yang melayani 3.026 sambungan
rumah di seluruh wilayah Bengkuring, Puspita dan Padat Karya. Pada tahun 2013,
wilayah layanan distribusi IPA Bengkuring tercatat memiliki kehilangan air sebesar 63
%, yang mana sebagian besar didominasi oleh kehilangan air fisik atau kebocoran pipa
(Angga, 2013). Berdasarkan hal tersebut, PDAM Kota Samarinda berencana untuk
melaksanakan program penurunan kehilangan air, yakni dengan terlebih dahulu membagi
zona pelayanan di wilayah tersebut ke dalam beberapa district bermeter yang lebih kecil
dengan masing-masing penanggungjawabnya, sehingga mempermudah dalam program
penurunan kehilangan air melalui manajemen kontrol aliran dan tekanan. Konsep inilah
yang kemudian dinamakan District Meter Area (DMA) dengan strategi pendekatan
proaktif dalam pengendalian kehilangan air. Penerapan konsep ini memungkinkan
PDAM Kota Samarinda untuk bisa memahami jaringan secara lebih baik, sehingga lebih
mudah menganalisis tekanan dan aliran.

Ditinjau dari segi teknis, perencanaan DMA di wilayah layanan IPA Bengkuring
ini haruslah memenuhi kriteria, pembentukan DMA harus mempertimbangkan resiko
perubahan aliran hidrolis seminimal mungkin, DMA harus terisolasi dengan baik dimana

3-22

suplai inlet harus jelas, DMA harus memiliki tekanan aliran yang cukup (minimal 5-10
meter sesuai Permen PU No.18 Tahun 2007), DMA diwajibkan memiliki
penanggungjawab teknis maupun administratif, kontur elevasi di wilayah DMA harus
relatif seragam (tidak terlalu ekstrem), karakter pelanggan di wilayah DMA disarankan
relatif sama (seragam), selanjutnya yang tidak kalah penting ialah semaksimal mungkin
kondisi DMA memenuhi kontinuitas pengaliran selama 24 jam 7 hari (BPPSPAM, 2009).
Selanjutnya jika ditinjau dari segi finansial, pengelola penyedia air minum pasti memiliki
suatu tingkat keterbatasan dalam pembiayaan. Oleh karenanya, harus diciptakan suatu
desain jaringan perpipaan yang optimal terhadap setiap satuan biaya yang telah
dikeluarkan (Kamil, 2011). Apabila dibandingkan dengan nilai air yang hilang di lokasi
tersebut, terdapat suatu tingkat dimana kehilangan air optimum yang bisa diturunkan.
Dibawah tingkat kehilangan air tersebut, tidak ekonomis lagi, dalam artian manfaat yang
diperoleh akan lebih kecil dari biaya penurunan kehilangan air.
Masalah mendasar yang seringkali dihadapi oleh sebagian besar PDAM di

Indonesia (termasuk PDAM Kota Samarinda) dalam merealisasikan program DMA ini
ialah PDAM belum secara baik memahami kondisi pengaliran yang telah ada, sehingga
sulit untuk pengambilan keputusan dalam mendesain pembentukan DMA. Penelitian ini
memiliki beberapa tujuan, yang pertama untuk mengetahui jumlah kehilangan air di
wilayah layanan IPA Bengkuring, kemudian yang kedua ialah untuk mengetahui
kemungkinan terbaik dalam penerapan District Meter Area, dengan terlebih dahulu
membuat simulasi permodelan sistem jaringan distribusi eksisting yang telah ada,
kemudian mensimulasikannya ke dalam beberapa pilihan skenario zona (DMA), untuk
selanjutnya dilakukan perbandingan masing-masing skenario tersebut berdasarkan aspek
teknis dan finansial, sehingga akan diperoleh sebuah skenario desain DMA yang terbaik
untuk diterapkan di wilayah layanan IPA Bengkuring.
METODOLOGI
Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa metode analisis, yaitu analisis kehilangan
air, analisis hidrolika jaringan distribusi, dan analisis kelayakan finansial. Adapun
diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1, dengan uraian penjelasan analisis
yang dilakukan ialah sebagai berikut :
Analisis Kehilangan Air (Simulasi software WB Easycalc)
Sebagai langkah awal, dilakukan pengumpulan data sekunder yang didukung
dengan data primer hasil pengukuran dan observasi lapangan. Data sekunder yang
dikumpulkan terdiri dari data produksi/distribusi IPA Bengkuring, data

konsumsi/rekening pelanggan, data laporan air tak berekening, serta data teknis dan
finansial distribusi. Adapun data primer yang diukur ialah akurasi meter pelanggan, dan
digunakan untuk koreksi data konsumsi pelanggan. Setelah proses pengumpulan data
selesai dilaksanakan, dilakukan input data ke dalam software WB Easycalc untuk
beberapa kategori, yaitu volume input sistem distribusi, konsumsi bermeter berekening,
konsumsi tak bermeter berekening, konsumsi bermeter tak berekening, konsumsi tak
bermeter tak berekening, konsumsi tak resmi, ketidakakuratan meter air/kesalahan
penanganan data, serta data teknis dan finansial. Setelah proses input selesai, maka
software secara otomatis menampilkan tabel hasil perhitungan neraca air sesuai periode
analisis data (dalam hal ini selama bulan oktober dan november 2015), kemudian
dikonversi menjadi periode tahunan. Hasil ini kemudian dijadikan dasar pertimbangan
finansial dalam program penanganan kehilangan air.

3-23

Analisis Hidrolika Jaringan Distribusi (Simulasi software Epanet 2.0)
Sistem jaringan distribusi air wilayah layanan IPA Bengkuring disimulasikan ke
dalam suatu model menggunakan software Epanet 2.0. Karakteristik model Epanet ini
meliputi komponen fisik dan non fisik jaringan distribusi. Komponen fisik jaringan
distribusi meliputi : perpipaan, node, tangki dan pompa. Sementara itu komponen non

fisik jaringan diantaranya kebutuhan air tiap node (base demand), fluktuasi konsumsi air
(demand patern), persamaan hidrolis yang digunakan, dan koefisien kehilangan air
(emitter). Setelah simulasi model jaringan distribusi berjalan sukses, penting kemudian
untuk dilakukan validasi. Tujuannya ialah untuk mengetahui sejauh mana model tersebut
mampu menggambarkan kondisi real di lapangan. Validasi dilakukan dengan
membandingkan hasil pengukuran tekanan lapangan dengan tekanan hasil simulasi
epanet pada lokasi dan waktu yang sama. Semakin kecil selisih dan perbedaan pola
sebaran data, semakin baik model tersebut dalam menggambarkan keadaan sebenarnya
di lapangan, sehingga dapat dipahami dan menjadi pertimbangan dalam simulasi jaringan
menuju konsep zoning/DMA. Setelah model epanet dikatakan valid, dilakukan simulasi
pembentukan DMA yang terbagi pada beberapa skenario desain berdasarkan asumsi
ukuran zona pelayanan dan skema perpipaan distribusi eksisting. Pada tahap akhir
dilakukan perbandingan teknis seluruh skenario untuk mendapatkan desain yang terbaik.
Analisis Finansial (Net Present Value, Benefit Cost Ratio, dan Payback Period)
Langkah awal dalam melakukan analisis finansial ialah menginventarisasi
kebutuhan biaya dalam penerapan masing-masing skenario DMA, serta menentukan
skenario pembiayaan operasional dan pendapatan. Analisis finansial dilakukan selama
periode analisis 20 tahun agar diketahui kelayakan proyek masing-masing skenario DMA
sebagai pertimbangan menentukan skenario terpilih. Mengacu pada Permen PU Nomor
21 tahun 2009, analisa finansial dalam penelitian ini mencakup rencana investasi proyek;

rencana volume air terjual; rencana biaya operasional dan pemeliharaan; Rencana
proyeksi pendapatan dan harga air; proyeksi cashflow selama periode operasional; dan
valuasi kelayakan proyek berdasarkan parameter Net Present Value (NPV), Benefit Cost
Ratio (BCR), dan Payback Period (PP).
Perumusan Ide dan Masalah
Tujuan Penelitian
Persiapan

Studi Literatur
Pengumpulan Data

Pengolahan Data
Analisis Kehilangan Air

Analisis Hidrolika Jaringan
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Rekomendasi

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian


3-24

Analisis Finansial

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Kehilangan Air
Wilayah layanan IPA Bengkuring terdiri dari beberapa sub wilayah, yaitu
Perumahan Bengkuring (Blok A, B, C, D, dan E), Perumahan Puspita dan kawasan Padat
Karya. Total pelanggan terlayani di wilayah ini sebanyak 3.026 SR. Sesuai kriteria
pembentukan DMA, wilayah ini telah terisolasi sempurna dengan IPA Bengkuring
sebagai unit tunggal pensuplai air bersih. Berdasarkan hasil simulasi software WB
Easycalc, didapatkan tabel hasil perhitungan neraca air seperti yang dapat dilihat pada
Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Hasil perhitungan neraca air di wilayah studi
Berdasarkan hasil diatas, secara lebih rinci tingginya kehilangan air fisik
disebabkan oleh adanya kebocoran pipa distribusi yang terlihat maupun tidak terlihat
(Background Leakage), kebocoran akibat sambungan pipa, serta kebocoran pipa dinas
pelanggan. Sementara itu kehilangan air non fisik disebabkan oleh kurang baiknya
akurasi meter pelanggan, human error dalam penanganan data, serta pencurian air.

Adapun kerugian finansial yang diterima PDAM Kota Samarinda akibat kehilangan air
fisik dan non fisik di wilayah layanan IPA Bengkuring berturut-turut sebesar Rp
2.173.852.206,- dan Rp 556.110.936,-.
Hasil Analisis Hidrolika Jaringan
Analisis hidrolika jaringan dari hasil simulasi model epanet dilakukan berdasarkan
parameter tekanan dan kecepatan aliran (Permen PU No.18 Tahun 2007), yakni pada jamjam kritis konsumsi air seluruh pelanggan di wilayah layanan IPA Bengkuring, yaitu pada
saat jam konsumsi minimum pukul 02.00 malam dan jam konsumsi puncak pukul 07.00
pagi, maka didapatkan hasil seperti yang terlihat pada Gambar 3 dan Gambar 4.

Pukul 02.00
Gambar 3. Hasil simulasi tekanan model Epanet

3-25

Pukul 07.00

Pukul 02.00
Pukul 07.00
Gambar 4. Hasil simulasi kecepatan aliran model Epanet
Berdasarkan hasil simulasi epanet, tekanan pada jam konsumsi air minimum (pukul
02:00) di seluruh wilayah layanan IPA Bengkuring rata-rata masih memenuhi standar
Permen PU No.18 Tahun 2007 (>10 m), hanya sebagian wilayah Padat Karya dan
Perumahan Puspita saja yang memiliki tekanan dibawah standar. Hal ini dikarenakan
pada lokasi tersebut memiliki kontur elevasi yang lebih tinggi, sehingga sisa tekan di
wilayah tersebut akan lebih kecil dibandingkan dengan lokasi lain dengan ketinggian
kontur yang lebih rendah. Selanjutnya pada jam konsumsi air puncak (pukul 07:00),
terjadi penurunan tekanan di seluruh wilayah studi, dapat dilihat penurunan tekanan
paling signifikan terjadi di wilayah Blok E hingga mencapai tekanan di bawah standar
(10 m). Kemudian jika
ditinjau dari nilai kecepatan aliran, sebanyak 88 % ruas perpipaan distribusi di wilayah
ini berada di bawah standar kecepatan aliran dalam pipa PVC menurut Permen PU No.18
Tahun 2007 (0,3 – 3 m/detik) saat jam konsumsi air minimum malam hari, dan menurun
menjadi 76 % pada jam puncak.
Pukul 02:00

Pukul 07:00

45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

(m)

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1

2

3

4

5

6

7

8

9

(m) 1

2

3

4

5

6

7

8

9

Tekanan Epanet
TEKANAN
EPANET

TekananLAPANGAN
Lapangan
TEKANAN

Gambar 5. Hasil validasi tekanan model Epanet
Setelah mendapatkan hasil simulasi model epanet, selanjutnya dilakukan validasi.
Adapun hasil validasi pada Gambar 5 menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu
signifikan antara tekanan lapangan dengan tekanan hasil simulasi, terlihat pula memiliki
pola sebaran data yang cukup seragam, sehingga model epanet dapat dikatakan valid
untuk kemudian dilakukan simulasi pembentukan DMA dengan 3 skenario berdasarkan
ukuran zona pelayanan. Adapun gambaran ketiga skenario ini dapat dilihat pada Gambar
6 di bawah ini.

3-26

Skenario 1

Skenario 2

Skenario 3

3
Gambar 6. Desain DMA Skenario 1, 2, dan 3
Berdasarkan hasil simulasi software epanet, penerapan tiap skenario DMA akan
menyebabkan perubahan tekanan dan kecepatan aliran distribusi. Terjadi penurunan
tekanan akibat penerapan DMA skenario 1, 2 dan 3 berturut-turut sebesar 26 %, 31 %,
dan 1 %. Dapat diketahui bahwa, DMA skenario 3 memiliki resiko penurunan tekanan
paling rendah. Ditinjau dari kecepatan aliran, penerapan ketiga skenario ini menghasilkan
peningkatan kecepatan aliran berturut-turut untuk DMA skenario 1, 2 dan 3 sebesar 2 %,
1 % dan 3 %.
Dapat diketahui bahwa, DMA skenario 3 juga memiliki peningkatan kecepatan
aliran yang paling baik (Gambar 7). Selanjutnya untuk meningkatkan kualitas DMA,
direncanakan beberapa skenario upgrade pipa berdiameter lebih besar dan pompa dengan
head lebih besar, sehingga didapatkan peningkatan kualitas tekanan distribusi untuk
menjaga keandalan sistem, yang mana hal tersebut menjadi pertimbangan utama dalam
penerapan jaringan distribusi sistem DMA. Menurut pedoman BPPSPAM, syarat
minimum tekanan dalam penerapan DMA ialah 5-10 m. Adapun rata-rata tekanan setelah
dilakukan upgrade pipa dan pompa untuk masing-masing skenario DMA secara berturutturut untuk DMA skenario 1, 2 dan 3 ialah 21,75 m ; 19,76 m ; dan 23,31 m. Berikut ini
juga dapat dilihat gambaran peningkatan tekanan sebelum dan sesudah upgrade DMA
yang disajikan pada Gambar 8.

Gambar 7. Hasil simulasi software epanet untuk masing-masing skenario DMA

3-27

Sebelum

1

2

3

1

2

3

Sesudah

Gambar 8. Hasil simulasi software epanet setelah upgrade skenario DMA
Langkah selanjutnya setelah simulasi hidrolik selesai dilakukan ialah analisis
finansial, dilakukan inventarisasi biaya investasi tiap skenario DMA, kemudian
diasumsikan target penurunan kehilangan air fisik untuk masing-masing skenario DMA
menurut pertimbangan referensi penurunan kehilangan air PDAM Kota Malang dan
asumsi pembiayaan operasional menurut Ranhill Malaysia. “Dengan desain ukuran DMA
yang relatif kecil, akan semakin tinggi biaya investasinya, karena akan semakin banyak
pembentukan DMA yang dibutuhkan dalam suatu wilayah. Adapun keuntungan dari
ukuran DMA yang relatif kecil ialah operasional pencarian kebocoran dan manajemen
kontrol akan semakin mudah dan murah, penanggungjawab DMA akan lebih fokus pada
penanganan kebocoran, perbaikan kebocoran secara aktif akan meningkat, dan yang
terpenting penurunan kehilangan air akan jauh lebih mudah dan cepat, namun perlu
diketahui pula bahwa semakin rendah kehilangan air di suatu wilayah, akan semakin
menurun efektifitas penanganannya, serta akan meningkat biaya operasionalnya, karena
akan dibutuhkan ketelitian yang sangat tinggi” (Ranhill, 2014). Adapun asumsi
penurunan kehilangan air fisik dan kenaikan biaya operasional oleh tiap skenario DMA
dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Asumsi penurunan kehilangan air dan peningkatan biaya operasional DMA
Skenario
1

2

3

Asumsi penurunan kehilangan air
2,5% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik >30 %
2% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30-20 %
1% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20-10 %
0,5% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30 %
2,5% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30-20 %
1,5% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20-10 %
1% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30%
3,5% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 30-20 %
2% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20-10 %
1,5% / Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik 20 %
9%/Tahun, Jika Kehilangan Air Fisik

Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

SISTEM OTOMATISASI SONAR (LV MAX SONAR EZ1) DAN DIODA LASER PADA KAPAL SELAM

15 214 17

PENERAPAN METODE SIX SIGMA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS PRODUK PAKAIAN JADI (Study Kasus di UD Hardi, Ternate)

24 208 2

ANALISIS SISTEM TEBANG ANGKUT DAN RENDEMEN PADA PEMANENAN TEBU DI PT PERKEBUNAN NUSANTARA X (Persero) PABRIK GULA DJOMBANG BARU

36 327 27

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

SIMULASI SISTEM KENDALI KECEPATAN MOBIL SECARA OTOMATIS

1 82 1

PENGGUNAAN BAHAN AJAR LEAFLET DENGAN MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK SISTEM GERAK MANUSIA (Studi Quasi Eksperimen pada Siswa Kelas XI IPA1 SMA Negeri 1 Bukit Kemuning Semester Ganjil T

47 275 59

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE TPS UNTUK MENINGKATKAN SIKAP KERJASAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS IV B DI SDN 11 METRO PUSAT TAHUN PELAJARAN 2013/2014

6 73 58

EVALUASI ATAS PENERAPAN APLIKASI e-REGISTRASION DALAM RANGKA PEMBUATAN NPWP DI KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG TAHUN 2012-2013

9 73 45