Modal Sosial Pedagang Asongan Dalam Memenuhi Kebutuhan Hidup Subsisten ( Studi Deskriptif Di Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sektor informal merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam kota-kota besar di
Indonesia.Munculnya sektor informal dikota tidak terlepas dari latar belakang
perekonomian tradisional yaitu perekonomian pedesaan yang sebagian besar
didasarkan pada struktur ekonomi agraris dengan pola bercocok tanam sederhana.
Oleh karena rendahnya tingkat upah tenaga kerja disektor pertanian dan semakin
langkanya lahan-lahan pertanian di pedesaan, makin banyak tenaga kerja yang
memilih alternatif lain untuk memilih urbanisasi dan bekerja di sektor non pertanian.
Menurut McGee dan Todaro (Rini,2012) bahwa urbanisasi di dunia ketiga tidak
diikuti oleh penambahan fasilitas perkotaan dan lapangan pekerjaan. Urbanisasi
menyebabkan pertambahan penduduk kota yang membuat perkembangan kota
semakin pesat, namun perkembangan itu tidak diikuti dengan pertambahan lapangan
kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada
sektor formal akan beralih ke sektor informal yang tidak menuntut banyak keahlian
dan pendidikan yang memadai.
Di Indonesia dalam tiga dekade terakhir, jumlah pekerja informal terus
menunjukkan peningkatan mulai dari kisaran 25 % (1971) menjadi 36 % dan 42 %
tahun 1980 dan 1990. Pasca krisis moneter, jumlahnya melonjak hingga melebihi 60
% (1999) dan terus meningkat hingga 70 % pada tahun 2007 (Setia, 2008). Beberapa
studi mengungkapkan membengkaknya sektor informal yang terjadi dikota-kota besar
1
Universitas Sumatera Utara
di Indonesia disebabkan karena terbatasnya daya serap sektor modern atau sektor
formal terhadap tenaga kerja. Terbatasnya daya serap sektor formal karena tenaga
kerja yang diserap hanyalah tenaga kerja yang berpendidikan dan berkualitas unggul,
padahal banyak masyarakat yang masih mengenyam pendidikan tinggi. Akibatnya
tenaga kerja yang tidak terpilih bekerja di sektor formal beralih ke sektor informal (
Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, 2011). Hal ini secara jelas mengindikasikan
bahwa peran sektor informal dalam penyerapan angkatan kerja terus meningkat dari
dekede ke dekade dan saat ini sektor informal sudah mendominasi penyerapan
angkatan kerja di Indonesia.
Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering
muncul diperkotaan masih kurang jelas, karena kegiatan- kegiatan perekonomian
yang tidak memenuhi kriteria sektor formal, terorganisir, terdaftar, dan dilindungi
oleh hukum dimasukkan kedalam sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup
pengertian berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah usaha sendiri (
Ningsih, 2012). Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja
yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi,
serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanaya jarang dijangkau oleh
aturan-aturan hukum.
Menurut Hendri Sapriani dan M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia
menyebutkan bahwa tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja
pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut
tidak dikenakan pajak. Defenisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak
2
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak ada keamanan
dalam bekerja, tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut
dan unit atau usaha tidak berbadan hukum, sedangkan ciri- ciri kegiatan ekonomi
informal umumnya adalah mudah dimasuki dimana setiap orang dapat masuk kapan
saja, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik sendiri atau keluarga,
operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh diluar system formal sekolah
dan tidak diatur dan berada dipasar yang kompetitif. Salah satu jenis usaha sektor
informal adalah pedagang asongann (Kusumawardani,2014).
Pedagang asongan merupakan salah satu jenis pekerjaan pada sektor ekonomi
informal yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Indonesia.Adanya pedagang asongan di Indonesia telah menjadi bagian
dari perjalanan bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan kolonial Belanda.Sampai
saat ini eksistensi pedagang asongan masih tetap berlangsung di Indonesia dan dapat
terlihat di kota-kota besar di Indonesia yang semakin menjamur. Pekerjaan asongan
ini menjadi primadona di kalangan masyarakat yang umumnya golongan ekonomi
bawah (low economic ).Siapapun dapat dengan mudah menggeluti pekerjaan ini,
dengan modal yang kecil, dan tanpa disertai kemampuan yang tinggi serta skill
sekalipun, membuat banyak diantara masyarakat kecil yang memilih untuk
melakukan kegiatan ekonomi ini agar bisa memperoleh penghasilan (Ningsih, 2012).
Pedagang asongan memiliki ciri khas yaitu pada teknik menjualkan
dagangannya.Pedagang asongan menjajakan barang dagangan yang diletakkan pada
bakul atau tempat yang dibuat sedemikian rupa, kemudian berkeliling dan
3
Universitas Sumatera Utara
menawarkan dagangannya kepada setiap calon pembelinya. Komoditas barang
dagangan yang diperjual belikan pedagang beragam dan umumnya merupakan barang
kebutuhan yang paling sering dikonsumsi masyarakat seperti, rokok, minuman,
Koran, kerupuk, makanan ringan, dan lain lain. Kalangan industri menengah seperti
industri rumah tangga, pedagang grosir mulai memanfaatkan pedagang asongan
sebagai tenaga pemasar yang dapat secara langsung menyentuh konsumen (Ningsih,
2012).
Pedagang asongan biasanya sering dijumpai pada tempat yang senantiasa
menjadi pusat keramaian hingga tempat-tempat yang dinilai berpotensi untuk menjadi
obyek wisata.Pedagang asongan di perkotaan sudah menjamur dan bukan lagi
menjadi fenomena yang langka.Di setiap titik keramaian di perkotaan menjadi
magnet bagi pedagang asongan untuk mengais penghasilan.Kebanyakan para
pedagang berjualan di sepanjang bahu jalan atau trotoar, pasar, stasiun, terminal, di
depan perkantoran, sekolah dan tempat-tempat lain yang banyak dilalui orang dan
merupakan pusat aktifitas orang banyak (kompasiana: ekonomi bisnis. 27/09/2011).
Kemunculan pedagang asongan di perkotaan
tidak terlepas dari pro dan
kontra. Keadaan pro dan kontra ini sama seperti munculnya pedagang kaki
diperkotaan. Pedagang asongan diperkotaan sering dianggap mengganggu keindahan
dan ketertiban lingkungan kota.
Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Secara geografis, kota Medan diperkirakan terletak diantara
2o.27‟-2o.47‟ Lintang Utara dan 98o.35‟-98o.44‟ bujur timur. Medan memiliki luas
4
Universitas Sumatera Utara
265, 10 km2 atau 3,6 % dari luas propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data
kependudukan dari BPS kota Medan jumlah penduduk Medan pada tahun 2011
sebesar 2.117.224 jiwa dengan kepadatan penduduk 7.989 jiwa perkilometernya.
Penduduk tersebut tersebar ke- 21 kecamatan dan 151 kelurahan yang ada di kota
Medan (BPS, 2011).
Kelurahan Pulo Brayan Kota merupakan kelurahan yang masuk pada
kecamatan Medan Barat.Di Pulo Brayan Kota ini terdapat persimpangan besar
merupakan titik pertemuan antara jalan Pertempuran dan jalan Yos Sudarso dan juga
dilalui jalan Fly Over yang sudah ada sejak tahun 2003. Di sekitar persimpangan ini
terdapat bebagai tempat public seerti pasar Brayan, Bank, Sekolah, dan Pertokoan
yang setiap hari selalu ramai dengan aktivitas masyarakat. Keadaan social yang selalu
ramai akan masyarakat menjadi magnet bagi pedagang-pedagang kecil seperti
pedagang asongan dalam mengais rezeki.
Pedagang asongan yang berdagang di Pulo Brayan semakin banyak, walaupun
tidak ada data yang mencatat perkembangan
jumlahpedagang asongan di Pulo
Brayan. Pedagang asongan menyebar ke seluruh bahu jalan, trotoar di sekitar lokasi
persimpangan tersebut. Ada juga pedagang yang berkeliling di pasar Brayan atau
lebih sering disebut „Pajak Brayan‟. Setiap pedagang menawarkan dagangannya
dengan gigih dan setiap pedagang memiliki dagangan yang berbeda-beda. Pedagang
yang berdagang disekitar persimpangan umumnya menawarkan dagangannya kepada
penumpang umum, supir angkot dan kepada masyarakat yang beraktivitas di lokasi
tersebut.
5
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan yang didapat pedagang asongan tidak menentu, tergantung pada
banyaknya dagangan yang terjual.Sebagian pedagang mengaku perkerjaan ini sebagai
sumber penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Hal ini
menjadi dilematis bagi pedagang yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan ini,
paling tidak mereka tidak kelaparan.Biaya hidup kota yang tinggi tidak diimbangi
dengan pendapatan mereka yang besar, membuat para pedagang mengutamakan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Manullang (Sumardi, 2003) mengatakan Kebutuhan hidup merupakan segala
jenis kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang untuk bisa melangsungkan
kehidupan dan menjalankan fungsinya. Terlebih kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi
dengan cara membelinya baik berupa barang/ atau jasa harus dipenuhi untuk
melangsungkan kehidupan. Dengan penghasilan yang tidak menentu dan cenderung
kecil jika dibandingkan dengan biaya hidup di kota, realisitis jika mengalami
ketidakcukupan untuk membiayai kehidupan para pedagang asongan. Untuk
membantu memenuhi kebutuhan itu , pedagang asongan mempotensikan sumbersumber daya internal yang dikenal dengan modal sosial.
Fukuyama (2002) menyatakan modal social adalah kemampuan yang timbul
dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Modal social juga
merupakan bagian dari kehidupan social seperti jaringan, norma, dan kepercayaan
yang mendorong orang-orang untuk bertindak secara lebih efektif untuk mencapai
tujuan bersama ( Field, 2011 :51). Fukuyama berpendapat bahwa unsure yang
terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan (trust).Modal social berperan
6
Universitas Sumatera Utara
sebagai perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat. Modal social menjadi
masalah penting karena usaha ekonomi akan sukses tidak hanya berbekal modal
financial semata, namun juga perlu adanya dukungan sumber daya manusia.
Dengan modal sosial yang dimiliki pedagang asongan, mereka bisa memenuhi
kebutuhan hidup bila penghasilan mereka tidak cukup untuk mendapatkan kebutuhan
yang dibutuhkan. Untuk itu peneliti tertarik melihat seperti apa modal social yang
melekat pada pedagang asongan sebagai upaya untuk melangsungkan hidup.
1.2. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam
penlitian ini adalah Bagaimana bekerjanya modal sosial pada pedagang asongan di
Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara
umum,
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengkaji
dan
memahamiserta mendeskripsikanmodal – modal sosial apa saja yang bekerja sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan hidup pedagang asongan di kelurahan Pulo Brayan
Kota, Kecamatan Medan Barat.
1.3.2
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan bentuk revitalisasi modal sosial
pedagang asongan untuk bertahan hidup.
7
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui kekuatan modal sosial pedagang asongan dalam
melakukan hubungan sosialnya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat member manfaat berupa:
1. memberikan masukan dan pertimbangan bagi penelitian yang akan datang,
khususnya penelitian di bidang sosial.
2. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik secara langsung
ataupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Sosiologi, khusunya
untuk menambah kajian materi mata kuliah Sosiologi Ekonomi.
1.4.2
Manfaat Praktis
Secara praktis, temuan penelitian ini dapat:
1. membuka wawasan masyarakat, khususnya para pedagang asonganakan
pentingadanya modal sosial yang berguna bagi kehidupan bersama.
2. Sebagai bukti tugas akhir (skripsi) peneliti dalam memperoleh gelar
sarjana.
1.5 Defenisi Konsep
Dalam sebuah penelitian yang baik, defenisi konsep sangat diperlukan untuk
mempermudah dan member batasan-batasan pada penelitian tersebut agar lebih
terfokus sesuai pada rumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya. Adapun yang
menjadi defenisi konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
8
Universitas Sumatera Utara
a) Modal Sosial
Coleman (Hasbullah,2006)
mendefinisikan konsep modal sosial sebagai
varian entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari
pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu struktur sosial.
Modal sosial inheren dalam struktur relasi antar individu. Struktur relasi dan jaringan
inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptkan iklim saling
percaya, dan menetapkan norma dan sanksi sosial bagi para anggotanya. Dalam
penelitian ini, modal sosial yang dimaksud adalah kepercayaan (trust), jaringan (
network ), norma sosial (social norm ),dan resiprositas.
b) Sektor Informal
Istilah sektor informal ini mulamula diperkenalkan oleh Keith Hart yang
merupakan hasil kajian mengenai aktivitas perekonomian yang unik di Accra dan
Gana. Dalam penelitiannya itu dia menemukan adanya variasi yang besar dalam hal
tersedianya peluang pendapatan legal dan illegal pada kelompok miskin perkotaan
(Rini, 2012). Pada penelitian ini yang dimaksud dengan sektor informal adalah
pedagang asongan yang berada di Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan
Barat.
c) Pedagang Asongan
Pedagang asongan merupakan salah satu bidang pekerjaan yang bergerak pada
sektor ekonomi informal (Ningsih, 2002). Pedagang asongan memiliki karakteristik
yaitu menggunakan wadah yang dapat digendong dan di dalamnya diisi dengan
barang dagangan yang akan dijual kepada masyarakat. Pedagang asongan menjajakan
dagangannya dengan cara mendatangi langsung calon pembelinya.
9
Universitas Sumatera Utara
d) Kebutuhan Hidup
Kebutuhan hidup manusia merupakan sejumlah kebutuhan- kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh seseorang untuk tetap melangsungkan hidup.Dalam penelitian ini
kebutuhan hidup yang dimaksud adalah segala jenis kebutuhan, baik yang bersifat
abstrak maupun materil.
10
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sektor informal merupakan ciri-ciri yang menonjol dalam kota-kota besar di
Indonesia.Munculnya sektor informal dikota tidak terlepas dari latar belakang
perekonomian tradisional yaitu perekonomian pedesaan yang sebagian besar
didasarkan pada struktur ekonomi agraris dengan pola bercocok tanam sederhana.
Oleh karena rendahnya tingkat upah tenaga kerja disektor pertanian dan semakin
langkanya lahan-lahan pertanian di pedesaan, makin banyak tenaga kerja yang
memilih alternatif lain untuk memilih urbanisasi dan bekerja di sektor non pertanian.
Menurut McGee dan Todaro (Rini,2012) bahwa urbanisasi di dunia ketiga tidak
diikuti oleh penambahan fasilitas perkotaan dan lapangan pekerjaan. Urbanisasi
menyebabkan pertambahan penduduk kota yang membuat perkembangan kota
semakin pesat, namun perkembangan itu tidak diikuti dengan pertambahan lapangan
kerja yang memadai, menjadikan masyarakat yang tidak mendapatkan tempat pada
sektor formal akan beralih ke sektor informal yang tidak menuntut banyak keahlian
dan pendidikan yang memadai.
Di Indonesia dalam tiga dekade terakhir, jumlah pekerja informal terus
menunjukkan peningkatan mulai dari kisaran 25 % (1971) menjadi 36 % dan 42 %
tahun 1980 dan 1990. Pasca krisis moneter, jumlahnya melonjak hingga melebihi 60
% (1999) dan terus meningkat hingga 70 % pada tahun 2007 (Setia, 2008). Beberapa
studi mengungkapkan membengkaknya sektor informal yang terjadi dikota-kota besar
1
Universitas Sumatera Utara
di Indonesia disebabkan karena terbatasnya daya serap sektor modern atau sektor
formal terhadap tenaga kerja. Terbatasnya daya serap sektor formal karena tenaga
kerja yang diserap hanyalah tenaga kerja yang berpendidikan dan berkualitas unggul,
padahal banyak masyarakat yang masih mengenyam pendidikan tinggi. Akibatnya
tenaga kerja yang tidak terpilih bekerja di sektor formal beralih ke sektor informal (
Direktorat Penanggulangan Kemiskinan, 2011). Hal ini secara jelas mengindikasikan
bahwa peran sektor informal dalam penyerapan angkatan kerja terus meningkat dari
dekede ke dekade dan saat ini sektor informal sudah mendominasi penyerapan
angkatan kerja di Indonesia.
Batasan mengenai sektor informal sebagai sebuah fenomena yang sering
muncul diperkotaan masih kurang jelas, karena kegiatan- kegiatan perekonomian
yang tidak memenuhi kriteria sektor formal, terorganisir, terdaftar, dan dilindungi
oleh hukum dimasukkan kedalam sektor informal, yaitu suatu istilah yang mencakup
pengertian berbagai kegiatan yang seringkali tercakup dalam istilah usaha sendiri (
Ningsih, 2012). Dengan kata lain, sektor informal merupakan jenis kesempatan kerja
yang kurang terorganisir, sulit dicacah, dan sering dilupakan dalam sensus resmi,
serta merupakan kesempatan kerja yang persyaratan kerjanaya jarang dijangkau oleh
aturan-aturan hukum.
Menurut Hendri Sapriani dan M. Chatib Basri dari Universitas Indonesia
menyebutkan bahwa tenaga kerja sektor informal adalah tenaga kerja yang bekerja
pada segala jenis pekerjaan tanpa ada perlindungan negara dan atas usaha tersebut
tidak dikenakan pajak. Defenisi lainnya adalah segala jenis pekerjaan yang tidak
2
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan pendapatan yang tetap, tempat pekerjaan yang tidak ada keamanan
dalam bekerja, tempat bekerja yang tidak ada status permanen atas pekerjaan tersebut
dan unit atau usaha tidak berbadan hukum, sedangkan ciri- ciri kegiatan ekonomi
informal umumnya adalah mudah dimasuki dimana setiap orang dapat masuk kapan
saja, bersandar pada sumber daya lokal, biasanya usaha milik sendiri atau keluarga,
operasi skala kecil, padat karya, keterampilan diperoleh diluar system formal sekolah
dan tidak diatur dan berada dipasar yang kompetitif. Salah satu jenis usaha sektor
informal adalah pedagang asongann (Kusumawardani,2014).
Pedagang asongan merupakan salah satu jenis pekerjaan pada sektor ekonomi
informal yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
masyarakat Indonesia.Adanya pedagang asongan di Indonesia telah menjadi bagian
dari perjalanan bangsa Indonesia sejak masa pemerintahan kolonial Belanda.Sampai
saat ini eksistensi pedagang asongan masih tetap berlangsung di Indonesia dan dapat
terlihat di kota-kota besar di Indonesia yang semakin menjamur. Pekerjaan asongan
ini menjadi primadona di kalangan masyarakat yang umumnya golongan ekonomi
bawah (low economic ).Siapapun dapat dengan mudah menggeluti pekerjaan ini,
dengan modal yang kecil, dan tanpa disertai kemampuan yang tinggi serta skill
sekalipun, membuat banyak diantara masyarakat kecil yang memilih untuk
melakukan kegiatan ekonomi ini agar bisa memperoleh penghasilan (Ningsih, 2012).
Pedagang asongan memiliki ciri khas yaitu pada teknik menjualkan
dagangannya.Pedagang asongan menjajakan barang dagangan yang diletakkan pada
bakul atau tempat yang dibuat sedemikian rupa, kemudian berkeliling dan
3
Universitas Sumatera Utara
menawarkan dagangannya kepada setiap calon pembelinya. Komoditas barang
dagangan yang diperjual belikan pedagang beragam dan umumnya merupakan barang
kebutuhan yang paling sering dikonsumsi masyarakat seperti, rokok, minuman,
Koran, kerupuk, makanan ringan, dan lain lain. Kalangan industri menengah seperti
industri rumah tangga, pedagang grosir mulai memanfaatkan pedagang asongan
sebagai tenaga pemasar yang dapat secara langsung menyentuh konsumen (Ningsih,
2012).
Pedagang asongan biasanya sering dijumpai pada tempat yang senantiasa
menjadi pusat keramaian hingga tempat-tempat yang dinilai berpotensi untuk menjadi
obyek wisata.Pedagang asongan di perkotaan sudah menjamur dan bukan lagi
menjadi fenomena yang langka.Di setiap titik keramaian di perkotaan menjadi
magnet bagi pedagang asongan untuk mengais penghasilan.Kebanyakan para
pedagang berjualan di sepanjang bahu jalan atau trotoar, pasar, stasiun, terminal, di
depan perkantoran, sekolah dan tempat-tempat lain yang banyak dilalui orang dan
merupakan pusat aktifitas orang banyak (kompasiana: ekonomi bisnis. 27/09/2011).
Kemunculan pedagang asongan di perkotaan
tidak terlepas dari pro dan
kontra. Keadaan pro dan kontra ini sama seperti munculnya pedagang kaki
diperkotaan. Pedagang asongan diperkotaan sering dianggap mengganggu keindahan
dan ketertiban lingkungan kota.
Medan merupakan kota metropolitan terbesar ketiga di Indonesia setelah
Jakarta dan Surabaya. Secara geografis, kota Medan diperkirakan terletak diantara
2o.27‟-2o.47‟ Lintang Utara dan 98o.35‟-98o.44‟ bujur timur. Medan memiliki luas
4
Universitas Sumatera Utara
265, 10 km2 atau 3,6 % dari luas propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data
kependudukan dari BPS kota Medan jumlah penduduk Medan pada tahun 2011
sebesar 2.117.224 jiwa dengan kepadatan penduduk 7.989 jiwa perkilometernya.
Penduduk tersebut tersebar ke- 21 kecamatan dan 151 kelurahan yang ada di kota
Medan (BPS, 2011).
Kelurahan Pulo Brayan Kota merupakan kelurahan yang masuk pada
kecamatan Medan Barat.Di Pulo Brayan Kota ini terdapat persimpangan besar
merupakan titik pertemuan antara jalan Pertempuran dan jalan Yos Sudarso dan juga
dilalui jalan Fly Over yang sudah ada sejak tahun 2003. Di sekitar persimpangan ini
terdapat bebagai tempat public seerti pasar Brayan, Bank, Sekolah, dan Pertokoan
yang setiap hari selalu ramai dengan aktivitas masyarakat. Keadaan social yang selalu
ramai akan masyarakat menjadi magnet bagi pedagang-pedagang kecil seperti
pedagang asongan dalam mengais rezeki.
Pedagang asongan yang berdagang di Pulo Brayan semakin banyak, walaupun
tidak ada data yang mencatat perkembangan
jumlahpedagang asongan di Pulo
Brayan. Pedagang asongan menyebar ke seluruh bahu jalan, trotoar di sekitar lokasi
persimpangan tersebut. Ada juga pedagang yang berkeliling di pasar Brayan atau
lebih sering disebut „Pajak Brayan‟. Setiap pedagang menawarkan dagangannya
dengan gigih dan setiap pedagang memiliki dagangan yang berbeda-beda. Pedagang
yang berdagang disekitar persimpangan umumnya menawarkan dagangannya kepada
penumpang umum, supir angkot dan kepada masyarakat yang beraktivitas di lokasi
tersebut.
5
Universitas Sumatera Utara
Penghasilan yang didapat pedagang asongan tidak menentu, tergantung pada
banyaknya dagangan yang terjual.Sebagian pedagang mengaku perkerjaan ini sebagai
sumber penghasilan utama untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.Hal ini
menjadi dilematis bagi pedagang yang menggantungkan hidupnya dari pekerjaan ini,
paling tidak mereka tidak kelaparan.Biaya hidup kota yang tinggi tidak diimbangi
dengan pendapatan mereka yang besar, membuat para pedagang mengutamakan
penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Manullang (Sumardi, 2003) mengatakan Kebutuhan hidup merupakan segala
jenis kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi seseorang untuk bisa melangsungkan
kehidupan dan menjalankan fungsinya. Terlebih kebutuhan-kebutuhan yang dipenuhi
dengan cara membelinya baik berupa barang/ atau jasa harus dipenuhi untuk
melangsungkan kehidupan. Dengan penghasilan yang tidak menentu dan cenderung
kecil jika dibandingkan dengan biaya hidup di kota, realisitis jika mengalami
ketidakcukupan untuk membiayai kehidupan para pedagang asongan. Untuk
membantu memenuhi kebutuhan itu , pedagang asongan mempotensikan sumbersumber daya internal yang dikenal dengan modal sosial.
Fukuyama (2002) menyatakan modal social adalah kemampuan yang timbul
dari adanya kepercayaan (trust) dalam sebuah komunitas. Modal social juga
merupakan bagian dari kehidupan social seperti jaringan, norma, dan kepercayaan
yang mendorong orang-orang untuk bertindak secara lebih efektif untuk mencapai
tujuan bersama ( Field, 2011 :51). Fukuyama berpendapat bahwa unsure yang
terpenting dalam modal sosial adalah kepercayaan (trust).Modal social berperan
6
Universitas Sumatera Utara
sebagai perekat yang mengikat semua orang dalam masyarakat. Modal social menjadi
masalah penting karena usaha ekonomi akan sukses tidak hanya berbekal modal
financial semata, namun juga perlu adanya dukungan sumber daya manusia.
Dengan modal sosial yang dimiliki pedagang asongan, mereka bisa memenuhi
kebutuhan hidup bila penghasilan mereka tidak cukup untuk mendapatkan kebutuhan
yang dibutuhkan. Untuk itu peneliti tertarik melihat seperti apa modal social yang
melekat pada pedagang asongan sebagai upaya untuk melangsungkan hidup.
1.2. Rumusan Masalah
Dari pemaparan latar belakang diatas yang menjadi rumusan masalah dalam
penlitian ini adalah Bagaimana bekerjanya modal sosial pada pedagang asongan di
Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan Barat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara
umum,
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengkaji
dan
memahamiserta mendeskripsikanmodal – modal sosial apa saja yang bekerja sebagai
upaya pemenuhan kebutuhan hidup pedagang asongan di kelurahan Pulo Brayan
Kota, Kecamatan Medan Barat.
1.3.2
Tujuan Khusus
Secara khusus penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui dan menginterpretasikan bentuk revitalisasi modal sosial
pedagang asongan untuk bertahan hidup.
7
Universitas Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui kekuatan modal sosial pedagang asongan dalam
melakukan hubungan sosialnya.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat member manfaat berupa:
1. memberikan masukan dan pertimbangan bagi penelitian yang akan datang,
khususnya penelitian di bidang sosial.
2. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi baik secara langsung
ataupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Sosiologi, khusunya
untuk menambah kajian materi mata kuliah Sosiologi Ekonomi.
1.4.2
Manfaat Praktis
Secara praktis, temuan penelitian ini dapat:
1. membuka wawasan masyarakat, khususnya para pedagang asonganakan
pentingadanya modal sosial yang berguna bagi kehidupan bersama.
2. Sebagai bukti tugas akhir (skripsi) peneliti dalam memperoleh gelar
sarjana.
1.5 Defenisi Konsep
Dalam sebuah penelitian yang baik, defenisi konsep sangat diperlukan untuk
mempermudah dan member batasan-batasan pada penelitian tersebut agar lebih
terfokus sesuai pada rumusan masalah yang telah dibuat sebelumnya. Adapun yang
menjadi defenisi konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
8
Universitas Sumatera Utara
a) Modal Sosial
Coleman (Hasbullah,2006)
mendefinisikan konsep modal sosial sebagai
varian entitas, terdiri dari beberapa struktur sosial yang memfasilitasi tindakan dari
pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu struktur sosial.
Modal sosial inheren dalam struktur relasi antar individu. Struktur relasi dan jaringan
inilah yang menciptakan berbagai ragam kewajiban sosial, menciptkan iklim saling
percaya, dan menetapkan norma dan sanksi sosial bagi para anggotanya. Dalam
penelitian ini, modal sosial yang dimaksud adalah kepercayaan (trust), jaringan (
network ), norma sosial (social norm ),dan resiprositas.
b) Sektor Informal
Istilah sektor informal ini mulamula diperkenalkan oleh Keith Hart yang
merupakan hasil kajian mengenai aktivitas perekonomian yang unik di Accra dan
Gana. Dalam penelitiannya itu dia menemukan adanya variasi yang besar dalam hal
tersedianya peluang pendapatan legal dan illegal pada kelompok miskin perkotaan
(Rini, 2012). Pada penelitian ini yang dimaksud dengan sektor informal adalah
pedagang asongan yang berada di Kelurahan Pulo Brayan Kota, Kecamatan Medan
Barat.
c) Pedagang Asongan
Pedagang asongan merupakan salah satu bidang pekerjaan yang bergerak pada
sektor ekonomi informal (Ningsih, 2002). Pedagang asongan memiliki karakteristik
yaitu menggunakan wadah yang dapat digendong dan di dalamnya diisi dengan
barang dagangan yang akan dijual kepada masyarakat. Pedagang asongan menjajakan
dagangannya dengan cara mendatangi langsung calon pembelinya.
9
Universitas Sumatera Utara
d) Kebutuhan Hidup
Kebutuhan hidup manusia merupakan sejumlah kebutuhan- kebutuhan yang
harus dipenuhi oleh seseorang untuk tetap melangsungkan hidup.Dalam penelitian ini
kebutuhan hidup yang dimaksud adalah segala jenis kebutuhan, baik yang bersifat
abstrak maupun materil.
10
Universitas Sumatera Utara