Pemanfaatan Eceng Gondok di Samosir (Studi Tentang Ekonomi Kreatif Masyarakat Desa Huta Namora)

BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1

Gambaran Umum Desa Huta Namora
Daerah tempat penelitian saya ini terletak di Desa Huta Namora, Kecamatan

Pangururan, Kabupaten Samosir. Kecamatan Pangururan terdiri dari beberapa desa
yaitu Aek Nauli, Huta Bolon, Huta Namora, Huta Tinggi, Lumban Pinggol, Lumban
Suhi-Suhi Dolok, Lumban Suhi-Suhi Toruan, Panampangan, Parbaba Dolok,
Pardomuan I, Pardomuan Nauli, Pardugul, Parhorasan, Parlondut, Parmonangan,
Parsaoran I, Rianiate, Saitnihuta, Sialanguan, Sianting-anting, Sinabulan, Siopat
Sosor, Sitoluhuta, Situngkir, Tanjung Bunga dengan jumlah Kelurahan sebanyak tiga
(3) yaitu Kelurahan Pasar Pangururan, Pintu Sona, Siogung Ogung.

Gambar 1. Sketsa Peta Wilayah Desa Huta Namora

25
Universitas Sumatera Utara


Secara administratif Desa Huta Namora merupakan salah satu Desa yang
termasuk ke dalam Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir dengan batas-batas
wilayah terdiri dari :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pintusona
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Rianiate
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Danau Toba
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Paraduan
Desa Huta Namora terbagi atas 3 dusun yakni dusun Siholi-holi, dusun
Gudang, dan dusun Siambalo. Desa Huta Namora merupakan wilayah Kabupaten
Samosir yang berada pada kawasan dataran tinggi bukit barisan dengan ketinggian
36,37 meter di atas permukaan laut, di bawah kaki gunung Pusuk Buhit dengan
topografi wilayah landai dan datar, serta dikelilingi Danau Toba yang penuh dengan
eceng gondok. Suhu rata-ratanya berkisar antara 17º-29º C (Celsius) dan luas wilayah
Desa Huta Namora adalah 7 Km2 .
Pola permukiman di Desa Huta Namora bentuknya memanjang dan berderet
mengikuti pinggiran jalur jalan aspal. Masyarakat Desa Huta Namora bermukim di
sepanjang pinggiran jalan umum dan pinggiran Danau Toba, dimana hampir semua
perkampungan warga sudah dilalui oleh jalan aspal. Bangunan yang mendominasi
adalah rumah permanen dan semi permanen, sedangkan yang terbuat dari kayu dan
papan tinggal sedikit jumlahnya.


26
Universitas Sumatera Utara

2.2

Sarana Fisik

2.2.1

Sarana Jalan dan Transportasi
Sarana jalan yang terdapat di desa ini dalam kondisi yang baik. Jalan sebagai

pendukung sarana transportasi darat cukup tersedia di Desa Huta Namora ini. Sarana
jalan yang terdapat di Desa Huta Namora adalah jalan aspal dan berada dalam kondisi
yang baik. Sarana jalan dilalui berbagai jenis angkutan darat seperti angkutan umum
berupa bus Danau Toba Wisata, becak motor, mobil sewa, sepeda dan sepeda motor.
Dari data yang diperoleh dari lapangan diketahui terdapat satu sarana bus
umum yang digunakan untuk sarana transportasi pelajar ke sekolah, yaitu bus Danau
Toba Wisata. Untuk angkutan darat penduduk biasanya menggunakan sepeda motor.

Angkutan darat/Land Transportation ini merupakan sarana yang digunakan
masyarakat untuk bepergian ke desa lain. Selain itu angkutan darat juga sebagai
sarana untuk memperlancar masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti
aktivitas berdagang di pasar ataupun belanja ke pasar. Sarana transportasi menjadi
alat mendorong timbulnya kegiatan perekonomian. Sebagai sarana yang penting, dari
segi kuantitas angkutan di Desa Huta Namora tergolong dapat menjangkau daerah
yang lebih pelosok.
Selain sepeda motor, alat transportasi lainnya adalah becak motor. Becak
biasanya digunakan untuk mengangkut barang dagangan ke pasar, dan untuk
mengantar masyarakat yang belanja ke pasar. Mengingat setiap hari rabu di
kecamatan Pangururan merupakan hari pekan. Tarif sewa yang biasa ditawarkan
adalah Rp. 5.000 per orang untuk sekali perjalanan, namun untuk jarak tempat yang
27
Universitas Sumatera Utara

jauh harga yang ditawarkan lebih mahal. Alat transportasi lainnya yang digunakan
adalah sepeda, biasanya digunakan pelajar untuk ke sekolah. Data mengenai
transportasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 1
SARANA TRANSPORTASI DESA HUTANAMORA

No

Jenis Transportasi

Jumlah (Unit)

1

Bus Umum

1

2

Sepeda Motor

850

3


Becak Motor

70

4

Sepeda

20

Sumber: Monografi Desa Hutanamora 2014/2015
Untuk listrik Desa Huta Namora sudah tersedia jaringan listrik PLN, sehingga
hampir semua Rumah Tangga sudah menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi
keperluan penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Sedangkan untuk
pemenuhan kebutuhan air, masyarakat di Desa Huta Namora menggunakan air PAM.
Masyarakat yang tidak menggunakan PAM, melakukan aktivitas seperti mencuci
kain, piring, mandi dan mengambil air minum dari Danau Toba.
Keadaan penduduk Desa Huta Namora tampak pada terjalinnya keakraban
diantara keluarga maupun para tetangga. Mereka berkumpul disore hari sehabis
pulang dari ladang. Biasanya kaum perempuan atau ibu-ibu akan berkumpul di

halaman rumah dan kaum laki-laki biasanya kumpul di kedai tuak berbincang banyak
hal. Sangat jarang terjadi gesekan-gesekan di dalam masyarakat, karena keakraban

28
Universitas Sumatera Utara

mereka tidak terjalin begitu saja, mereka saling berinteraksi dan bertegur sapa satu
dengan lainnya.
2.2.2

Sarana Pendidikan
Dewasa ini pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan

masyarakat. Penduduk Desa Huta Namora juga demikian, orangtua sadar akan
pentingnya pendidikan untuk anak-anak mereka. Anak-anak mulai bersekolah dari
jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) hingga jenjang pendidikan kuliah
(Universitas). Mereka sekolah keluar desa, kota bahkan provinsi, hal tersebut terjadi
dikarenakan Desa Huta Namora belum memiliki sarana pendidikan hingga jenjang
perkuliahan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor Desa Huta Namora diketahui

terdapat 128 anak yang sekolah di SD, 271 anak yang sekolah di SMP, 382 anak yang
sekolah di SMA dan 80 orang yang sedang kuliah. Penduduk sebagai tenaga kerja
usia 20-26 tahun sebanyak 106 orang dan usia 27-40 sebanyak 782 orang. Desa Huta
Namora memiliki sarana pendidikan berupa gedung sekolah. Sarana pendidikan
tersebut terdiri dari 1 unit kelompok bermain atau play group, 2 unit SD Negeri, dan
1 unit SMP Negeri. Bagi anak yang ingin melanjutkan pendidikan SMA, mereka
harus sekolah di ibukota yaitu kecamatan Pangururan.

29
Universitas Sumatera Utara

TABEL 2
SARANA PENDIDIKAN
No

Sarana Pendidikan

Jumlah (Unit)

1


PAUD

1

2

SD

2

3

SLTP

1

Sumber: Monografi Desa Hutanamora 2014/2015
2.3


Komposisi Penduduk

2.3.1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Bisa dikatakan masyarakat Desa Huta Namora adalah penduduk yang

homogen, dari agama yang dianut masyarakat Desa Huta Namora hampir keseluruhan
adalah beragama Kristen Protestan. Etnik yang mendiami Desa Huta Namora adalah
Batak Toba dengan pedoman hidup yang digunakan dalam bermasyarakat adalah
berpegang teguh pada filsafat tatanan hidup Dalihan Na Tolu. Bila dilihat dari gaya
hidup dan pola pikir masyarakat Desa Huta Namora termasuk cepat menerima gaya
hidup baru sepanjang tidak bertentangan dengan adat dan agama, dan memiliki
semangat yang tinggi untuk memajukan anak dan keturunan.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk Desa Huta Namora yang banyak,
jumlah penduduk Desa Huta Namora dalam data statistik tahun 2014/2015 diperoleh
dari kantor kepala Desa Huta Namora adalah 2562 jiwa dengan jumlah Kepala
Keluarga (KK) sebanyak 586 KK, dimana mayoritas penduduk adalah bersuku Batak
Toba dan sebagian kecil suku Jawa yang datang merantau dan tinggal di Desa Huta
Namora.


30
Universitas Sumatera Utara

Komposisi keagamaan masyarakat Desa Huta Namora terdiri dari agama
Kristen Protestan, Katolik, dan Islam. Masyarakat Desa Huta Namora mayoritas
beragama Kristen Protestan dengan penganut sebanyak 1387 jiwa atau 60% dari
jumlah keseluruhan penduduk. Penduduk yang beragama Katolik merupakan
penduduk yang terbanyak kedua yang berjumlah 1113 jiwa atau 38%. Masyarakat
yang beragama Islam di Desa Huta Namora ini tergolong sedikit dengan jumlah 32
jiwa atau 2% dari keseluruhan jumlah penduduk yang ada di Desa Huta Namora.
Terdapat 3 unit bangunan ibadah di Desa Huta Namora yaitu 1 unit Gereja
Katolik, 2 unit Gereja Protestan dan 1 unit Gereja Bethel. Sedangkan tempat ibadah
Islam hanya ada satu mesjid, yang terletak di Kelurahan Pangururan. Keberagaman
agama di Desa Huta Namora tidak menimbulkan perselisihan antar warga. Untuk
lebih jelasnya komposisi penduduk Desa Huta Namora berdasarkan agama dapat
dilihat pada tabel berikut:
TABEL 3
Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
No


Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Jumlah (%)

1

Kristen Protestan

1387 (60%)

2

Katolik

1113 (38%)

3

Islam

32 (2%)

Sumber: Kantor Kepala Desa Huta Namora 2014/2015

31
Universitas Sumatera Utara

Keberadaan agama Islam di Desa Huta Namora umumnya dianut oleh orang
Jawa yang datang merantau ke Desa Huta Namora. Bangunan mesjid sebagai sarana
ibadah mereka sendiri belum ada di Desa Huta Namora. Mereka akan melakukan
ibadah di mesjid yang berada di Kelurahan Pangururan. Tempat ibadah mereka
sendiri belum ada di Desa Huta Namora. Mereka juga merayakan hari besar
keagamaan mereka dan biasanya mereka memberi makanan hari raya kepada
masyarakat yang beragama Kristen. Toleransi keagaman di Desa Huta Namora
terpelihara dengan baik.
Penganut agama Kristen juga mendapat perlakuan yang sama, mereka tidak
diganggu ketika merayakan natal atau ritual keagamaan yang lain. Kehidupan
beragama umat Kristen terlihat dari selalu ramainya gereja pada hari minggu. Mereka
juga memiliki perkumpulan agama untuk melakukan doa bersama Kehidupan
beragama penganut agama Kristen terlihat dari selalu ramainya gereja pada hari
minggu. Mereka juga memiliki perkumpulan agama untuk melakukan doa bersama
secara bergantian dirumah-rumah tetangga mereka. Kehidupan bertetangga para
penganut agama yang satu dengan agama yang lain pun tetap harmonis dan menjaga
ketentraman dengan tidak memunculkan sentimentil keagaman dimasyarakat.
2.3.2

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah sumber penghasilan yang diperoleh masyarakat dari

hasil aktivitas rutin yang dilakukan. Penghasilan penduduk menjadi modal penting
dalam memajukan suatu daerah. Begitu juga dengan kualitas manusianya yang perlu
diperhatikan agar menjadi faktor pendorong kemajuan desa.
32
Universitas Sumatera Utara

Ada beberapa jenis mata pencaharian yang digeluti oleh masyarakat Desa Huta
Namora seperti petani, pedagang, pegawai negeri, pengusaha, buruh, tukang,
wirausaha dan lain sebagainya. Mata pencaharian penduduk kebanyakan adalah
bertani, berdagang, wirausaha dan juga sektor jasa lainnya. Mata pencaharian bertani
dan berkebun di daerah ini didukung oleh lahan pertanian yang luas. Pertanian yang
utama yaitu tanaman padi yang merupakan makanan pokok karena menurut
masyarakat tanaman ini memiliki nilai jual paling mahal Disamping itu masyarakat
juga menanam palawija seperti terong, kacang panjang, cabe, jagung dan kacang
tanah.
TABEL 4
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
No

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Jumlah (Jiwa)

1

Petani

882

2

Pedagang

40

3

PNS

20

4

Tukang

1

6

Wirausaha

60

7

Wiraswasta

471

8

Nelayan

10

9

Pensiunan

11

Sumber: Kantor Kepala Desa Huta Namora
Selain bertani, mata pencaharian penduduk yang paling utama adalah
wirausaha, seperti membuka depot air minum, pengrajin batu bata, pengrajin
anyaman eceng gondok dan pandan, membuka toko, rumah makan, warung untuk

33
Universitas Sumatera Utara

keperluan sehari-hari, membuka kedai kopi dan berdagang hasil-hasil bumi jika ada
hari pekan di kecamatan lain. Sedangkan mata pencaharian penduduk dari sektor jasa
adalah membuka perbengkelan, mengajar, pegawai negeri dan swasta dan lain
sebagainya.
2.4

Organisasi Sosial di Desa Huta Namora
Organisasi sosial merupakan suatu perkumpulan atau wadah yang dibentuk

oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan
yang sama. Adapun organisasi sosial yang ada di Desa Huta Namora antara lain ;
1. Karang Taruna
Karang Taruna merupakan wadah pengembangan generasi muda yang berada
di Desa Huta Namora. Organisasi ini dibentuk oleh pemuda/i setempat di Desa Huta
Namora. Organisasi ini memiliki tujuan untuk melakukan kegiatan pemuda/i Desa
Huta Namora. Organisasi ini berada dibawah pengawasan kepala desa dan perangkat
desa.
2. Kelompok Tani
Pertanian merupakan sektor ekonomi utama sebagai mata pencaharian
penduduk desa. Hampir 75% penduduk Desa Huta Namora bergerak dalam bidang
pertanian. Organisasi kelompok tani memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan
ekonomi atau penghasilan. Kelompok ini dibentuk oleh masyarakat yang berprofesi
sebagai petani di Desa Huta Namora. Terdapat dua kelompok tani di Desa Huta
Namora yaitu kelompok tani Namora 1 yang terletak di dusun Siholi-holi, dan
kelompok tani Namora 2 terletak di dusun Gudang Huta Namora.
34
Universitas Sumatera Utara

3. Kelompok PKK
Kelompok PKK ini dibentuk oleh ibu-ibu Desa Huta Namora yang bertujuan
untuk melakukan pemberdayaan terhadap keluarga guna meningkatkan kesejahteraan
melalui beberapa kegiatan yang diadakan oleh kelompok PKK. Kegiatan yang
dilakukan biasanya kegiatan menanam tanaman obat keluarga, arisan PKK, gotong
royong, mengikuti kegiatan lomba yang biasa diadakan oleh PKK pusat dan lain-lain.
Kelompok PKK Desa Huta Namora diketuai oleh ibu kepala Desa Huta Namora.
4. Kelompok Jumat Bersih
Kelompok ini dibentuk oleh Kepala Desa Huta Namora dan anggotanya
merupakan masyarakat Desa Huta Namora sendiri. Kelompok ini memiliki tujuan
untuk melakukan kegiatan kebersihan desa setiap hari Jumat. Masyarakat mulai
membersihkan selokan, dan membabat rumput liar di pinggiran jalan. Kegiatan ini
berlangsung sampai saat ini karena adanya kesadaran dan partisipasi dari masyarakat
Desa Huta Namora.
2.5

Sejarah Menganyam di Desa Huta Namora
Desa Huta Namora merupakan daerah sentra pengrajin anyaman di Samosir.

Aktivitas menganyam pandan di Desa Huta Namora sudah ada sejak ratusan tahun
yang lalu. Tidak diketahui pasti sejak tahun berapa aktivitas menganyam ini ada di
Desa Huta Namora. Masyarakat memanfaatkan pandan atau biasa disebut bayon
sebagai bahan utama menganyam. Pengetahuan menganyam oleh pengrajin di Desa
Huta Namora diperoleh secara turun temurun dari nenek moyang dan orang tua yang
memang sudah menjadi pengrajin anyaman sejak dulu. Aktivitas menganyam ini
35
Universitas Sumatera Utara

dilestarikan dan dikembangkan sebagai warisan budaya. Masyarakat menyebut
aktivitas menganyam ini dengan mangaletek.
“Anggo mangaletek bayon nga leleng dung adong di hita on. Hu
ingot dope na parjolo au mangaletek bayon, marumur ma au disi
lima taon. Nga diajari au paiashon bayon dohot mangaletek, ikkon
wajib do binoto mangaletek bayon asa boi mangan.”
“Kalo menganyam pandan sudah lama di desa ini. Masih saya
ingat waktu pertama kali saya menganyam pandan, saya masih
berumur lima tahun. Saya sudah mulai diajari orang tua
membersihkan pandan dan menganyam, kami wajib tahu
menganyam pandan biar bisa makan (Gusta Sitanggang, 85
tahun).”
Daun pandan dianyam menjadi tikar dan tempat beras yang biasa dibawa oleh
masyarakat ke pesta adat Batak Toba, atau biasa disebut tandok. Proses menganyam
dilakukan dengan cara daun pandan dipisahkan dari pelepahnya kemudian dipotong
kecil-kecil, untuk proses ini memerlukan waktu 1 hari. Kemudian daun pandan
tersebut direbus selama satu jam lalu ditiriskan dengan air dingin dan didiamkan
selama satu hari. Setelah itu, dijemur hingga benar-benar kering dan dipepes lagi agar
daun lembek sehingga mudah untuk dianyam.
“Dulu waktu masih buat tikar dari pandan, proses mengambil
pandan ini lumayan sulit karna durinya banyak kali dek. Habis
diambil, duri daun pandan kemudian dibersihkan pake pisau kecil
dan dipotong menjadi 4 atau 5 bagian tergantung lebar daun
pandan. Untuk membersihkan eceng gondok ini membutuhkan
waktu 1 hari juga karna durinya harus benar-benar dibersihkan
(Merli Sinurat, 56 tahun).”
Dulu anyaman tikar dari pandan khusus dibuat untuk kepentingan para raja
sebagai alas tidur dan duduk para raja. Namun seiring berjalannya waktu, kini
anyaman tikar dari pandan sudah digunakan semua orang yang dapat dibeli dengan
36
Universitas Sumatera Utara

harga relatif murah. Anyaman tikar dari pandan ini dipergunakan saat pesta adat
pernikahan sebagai tempat duduk mempelai. Anyaman ini juga digunakan untuk alas
tidur dan duduk karena dianggap jauh lebih enak daripada tikar masa sekarang yang
terbuat dari bahan plastik (www.partukoan.com).
Namun seiring perjalanannya, pandan semakin sulit untuk ditemukan di Desa
Huta Namora. Jumlah pandan yang semakin sedikit dikarenakan masyarakat Desa
Huta Namora mulai malas untuk menanamnya. Pandan tumbuh dalam jangka waktu
yang cukup lama, sehingga masyarakat beralih ke eceng gondok yang lebih mudah
diperoleh tanpa harus menanamnya. Peralihan dari pandan ke eceng gondok dimulai
sejak tahun 2012 hingga saat ini. Tidak semua pengrajin anyaman pandan beralih ke
eceng gondok. Masih ada beberapa pengrajin pandan di Desa Huta Namora. Tidak
ada jumlah pasti yang diberikan oleh pihak desa terkait keberadaan pengrajin pandan
ini.
Peralihan ini tidak lepas dari hasil penelitian dan pengembangan gagasan baru
oleh Dinas Koprindag, yang membuahkan hasil bahwa eceng gondok dapat
dimanfaatkan sebagai bahan utama menganyam untuk menggantikan pandan.
Masyarakat Desa Huta Namora menerima inovasi ini, dan melakukan aktivitas
menganyam dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Menurut aliran
behavioristik dalam buku Rose Diniari F. Soe’oed tentang Entrepreneurial Behavior
(2012:8) bahwa individu merupakan makhluk dinamis dan menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Suatu perilaku individu merupakan hasil belajar dari lingkungan.

37
Universitas Sumatera Utara

Melalui kreativitas yang dibangun masyarakat sejak dulu yaitu menganyam
pandan, menjadi alat yang mempermudah masyarakat untuk menganyam eceng
gondok ini. Dalam buku Primadi Tabrani tentang Kreativitas dan Humanitas
(2006:17) mengemukakan bahwa kreativitas tidak saja merupakan kapasitas atau
kemampuan dasar manusia, akan tetapi lebih jauh lagi disamping rasionalitas
merupakan identitas manusia, yang menunjukkan keunggulannya dari binatang.
“Menganyam eceng gondok ini sudah seperti menganyam pandan
dulu, walaupun tehnik dasar,cara dan prosesnya sedikit berbeda.
Namun karna sudah terbiasa juga sejak dulu menganyam, jadi belajar
menganyam eceng gondok ini tidak terlalu sulit lah (Merli Sinurat, 56
tahun).”
2.6

Usaha Kerajinan Eceng Gondok Desa Huta Namora
Keberadaan pengrajin anyaman eceng gondok di Samosir awalnya tersebar di

beberapa Desa. Ada empat Desa yang penduduknya melakukan aktivitas menganyam
yaitu Desa Huta Namora, Desa Rianiate, Desa Pasar Pangururan, Desa Sianjur mulamula. Dengan bantuan dari Dinas Koprindag, pada tahun 2012 para pengrajin dari
keempat desa ini mengikuti pelatihan ke Tasikmalaya selama dua minggu. Seluruh
biaya penginapan, biaya makan, ditanggung oleh Dinas Koprindag dan para pengrajin
mendapat uang saku.
Selama mengikuti pelatihan, para pengrajin belajar tehnik dasar dan cara
menganyam eceng gondok menjadi produk kerajinan seperti tas, topi, tempat botol
minuman, tempat pulpen, vas bunga, keset kaki, taplak meja dan berbagai produk
kerajinan lainnya. Setelah mengikuti pelatihan, para pengrajin pulang ke Samosir dan
mulai menganyam eceng gondok sebagai usaha kecil rumah tangga. Namun Desa
38
Universitas Sumatera Utara

yang tetap melanjutkan aktivitas menganyam eceng gondok sampai saat ini adalah
Desa Huta Namora, sementara pengrajin dari desa lainnya tidak melanjutkan aktivitas
menganyam eceng gondok ini.
“Godang do anggo i tikki isi na dohot pelatihan mangaletek
ombur-ombur on. Dang holan sian Desa Huta Namora, ale
dung sidung sian i, dang adong be na malanjutton mambaen
kerajinan on. Holan hami na sian Huta on ma tetap malanjutton
mangaletek ombur-ombur on. Na lain nai holan asal dohot do
latihan, gabe hera na marsihepeng nama anggi, ala adong do i
lean uang pelatihan lao uang masuk name.”
Banyaknya waktu itu kami yang ikut pelatihan menganyam eceng
gondok ini. Gak cuman dari Desa Huta Namora, tapi pulang dari
situ gak ada lagi yang lanjut buat kerajinan ini. Cuman kami yang
di Desa inilah yang tetap lanjut menganyam eceng gondok, yang
lainnya kebanyakan ikut latihan karna ada uang saku dikasi untuk
uang masuk kami (Merli Sinurat, 56 tahun).”

Usaha kerajinan eceng gondok Desa Huta Namora ini mendapat perhatian
lanjut dari Dinas Koprindag. Kemudian tahun 2012 Dinas Koprindag membentuk
satu kelompok pengrajin eceng gondok dan menjadikan rumah salah satu pengrajin
yaitu Bu Merli Sinurat menjadi sentra kerajinan. Kelompok pengrajin ini terdiri dari
15 orang yang sudah mengikuti pelatihan ke Tasikmalaya.
Desa Huta Namora menjadi sentra kerajinan eceng gondok, karena desa ini
merupakan desa yang melakukan aktivitas menganyam sejak dulu di Samosir. Selain
itu hal ini juga didukung karena letak desa yang dekat dengan Danau Toba, dan
masyarakat dengan mudah memperoleh eceng gondok. Optimalisasi pengelolaan dan
pemanfaatan potensi Sumber Daya Alam seperti tanaman eceng gondok merupakan
pengembangan potensi usaha-usaha industri yang dihubungkan dengan ekonomi

39
Universitas Sumatera Utara

kreatif dan inovatif sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Potensi pengembangan
industri kreatif kerajinan sudah ada sejak turun-temurun di masyarakat Kabupaten
Samosir.
Kegiatan menganyam eceng gondok ini awalnya berlangsung di rumah sentra
kerajinan anyaman. Namun sekarang usaha kerajinan ini sudah dilakukan di rumah
masing-masing pengrajin, karena sulit mencocokkan waktu antar pengrajin
mengingat pekerjaan utama mereka adalah bertani. Kegiatan menganyam eceng
gondok ini merupakan pekerjaan sampingan para pengrajin. Kegiatan ini dilakukan
oleh laki-laki dan perempuan. Mereka bekerja sama, tidak terlalu tampak pembagian
kerja untuk masing-masing anggota keluarganya. Contohnya saja untuk mengambil
eceng gondok dari Danau Toba, dapat dilakukan oleh anak laki-laki dan perempuan,
walaupun pekerjaan ini tergolong cukup sulit dilakukan. Begitu juga dengan
menganyam, dapat dilakukan oleh perempuan dan laki-laki.
Proses pengerjaannya dimulai dari tahap awal pengumpulan eceng gondok,
pembersihan eceng gondok hingga tahap akhir yaitu menganyam eceng gondok.
Bahan-bahan yang digunakan adalah eceng gondok kering, air bersih, dan bahan
pewarna. Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk menganyam adalah pisau, mesin
press, gunting, palu, mesin khusus untuk menjahit furing dalam tas, dan cetakan kayu
yang dibuat sendiri oleh pengrajin dan bentuknya tergantung pada jenis produk
kerajinan.

40
Universitas Sumatera Utara

Waktu yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan eceng gondok ini
tergantung pada jenis produk kerajinan yang akan dibuat dan tingkat kesulitan
membuatnya. Misalnya untuk membuat alas kaki para pengrajin dapat menganyam
satu alas kaki dalam satu hari, sedangkan untuk membuat tas tergantung pada bentuk
tas yang akan dibuat. Untuk membuat satu tas sandang biasanya membutuhkan waktu
satu hari, sedangkan untuk membuat tas ransel membutuhkan waktu dua hari. Karena
menganyam tas bentuk ransel lebih rumit daripada tas bentuk sandang. Begitu juga
dengan alas meja, para pengrajin dapat menganyam satu buah alas meja dalam satu
hari.
Biaya yang dikeluarkan untuk membuat kerajinan anyaman eceng gondok ini
tergantung pada jenis produk kerajinan, apabila produk kerajinan yang dianyam alami
biaya yang dikeluarkan sedikit. Alami yang dimaksud disini adalah, eceng gondok
yang dianyam tidak dicampur bahan pewarna. Warna produk kerajinan sesuai dengan
warna asli eceng gondok, karena terkadang konsumen lebih suka produk kerajinan
dengan warna eceng gondok yang alami daripada eceng gondok yang diwarnai.
Namun berbeda dengan kerajinan yang menggunakan bahan pewarna dan pernakpernik sebagai hiasan kerajinan. Untuk produk kerajinan ini akan membutuhkan biaya
lebih banyak.
Penjualan kerajinan eceng gondok tergantung pada pesanan. Mengingat lokasi
pemasaran yang masih sangat kurang. Para pengrajin biasanya mendapat pesanan dari
pihak sekolah, guru, siwa/i, dan masyarakat di desa itu sendiri maupun yang diluar
Desa Huta Namora. Produk kerajinan yang biasa dipesan adalah seperti tas, tempat
41
Universitas Sumatera Utara

pulpen, alas kaki dan alas meja. Harga kerajinan ini berkisar antara Rp. 15.000 – Rp.
120.000, tergantung jenis produk kerajinan. Dampak usaha kerajinan eceng gondok
ini sangat positif. Dengan usaha kerajinan eceng gondok ini, penghasilan para
pengrajin bertambah atau meningkat.
Masyarakat Desa Huta Namora juga sangat senang dengan adanya usaha
kerajinan eceng gondok ini. Eceng gondok di Danau Toba menjadi berkurang,
aktivitas masyarakat seperti mencuci kain, piring, mandi dan memancing lebih
mudah. Perkembangan usaha kerajinan anyaman eceng gondok ini dari tahun 2012
sampai tahun 2016 mengalami perkembangan walaupun tidak begitu pesat. Hal ini
juga didukung dengan adanya peraturan dari Dinas Pendidikan yang mewajibkan
seluruh siswa/i dan guru sekolah di Samosir menggunakan tas eceng gondok. Dan
tahun 2016 ini, seluruh sekolah yang ada di Samosir akan diwajibkan menggunakan
alas kaki dan vas bunga eceng gondok.
Usaha kerajinan anyaman eceng gondok ini merupakan usaha yang
menjanjikan seperti dikatakan para pengrajin, karena bahan baku yang sudah
disediakan oleh alam dan tidak membutuhkan modal yang banyak. Hanya saja
kendala yang saat ini dihadapi adalah masih kurangnya lokasi-lokasi pemasaran hasil
kerajinan anyaman eceng gondok.

42
Universitas Sumatera Utara