Pemanfaatan dan Pemasaran Rotan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir (Studi Kasus di Desa Huta Galung Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)

(1)

PEMANFAATAN DAN PEMASARAN ROTAN OLEH

MASYARAKAT KABUPATEN SAMOSIR

(Studi Kasus di Desa Huta Galung Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)

SKRIPSI

Oleh:

RICKY SITUMORANG 061203012

TEKNOLOGI HASIL HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Pemanfaatan Dan pemasaran Rotan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir

(Studi Kasus di Desa Huta Galung Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir)

Nama : Ricky Situmorang

NIM : 061203012

Departemen : Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui oleh, Komisi Dosen Pembimbing

Ketua Anggota

(Ridwanti Batubara, S. Hut., M. P) (Yunus Afifudin, S. Hut, M.,Si) NIP.19760215 200112 2 01 NIP. 19760725 200812 1 001

Diketahui Ketua Program Studi

(Siti Latifah, S.Hut,M.Si, Ph.D) NIP.197104162001122001


(3)

ABSTRAK

RICKY SITUMORANG: Pemanfaatan dan Pemasaran Rot an Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir(Studi Kasus di Desa Huta Galung, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir). Dibawah bimbinga n RIDWANTI BATUBARA da n YUNUS AFIFFUDDIN.

Rotan (Calamus Sp) merupaka n tumbuhan hutan yang memiliki ba nyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan oleh masyarakat , mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan dan non rotan serta untuk menganalisis pemasaran rotan. Pengambilan data dilakukan dengan survei lapangan dan wawancara langsung terhadap masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui pola pemanenan rotan dilakukan secara rotasi dan pemanfaatan rotan terfokus pada hasil penjualan rotan. Pendapatan masyarakat dari rotan lebih kecil dibandingkan da ri penghasilan non rotan dengan persentase pemanfaatan rotan 43,8 % sedangkan tidak memanfaatkan rotan 56,20 %.


(4)

ABSTRACT

RICKY SITUMORANG: Utilization and Marketing Rattan at Samosir District Community (Case Studies in Huta Galung Village, Sub-district of Harian, Samosir District). Under the guidance of RIDWANTI BATUBARA and YUNUS AFIFFUDDIN.

Rattan (Calamus sp) is a for est plant that has many benefits but it doesn’t widely exploited forest communities. This study aims to forms of utilization of rattan conducted by the community, determine income from the use of rattan and non rattan and to analyze the marketing of rattan. Data retrieval is done by field sur veys and and interview to the community.

Based on research conducted known pattern rattan harvesting is done by rotation and utilization of rattan focused on the sale of rattan. Income from rattan smaller than non-rattan with the percentage utilization of rattan 43.8%, while 56.20% did not use rattan.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siringorongo 15 Juli 1988 dari ayah R. Situmorang dan ibu H. br Rumahorbo. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada SD Inpres Sihusapi No. 177680 Samosir tahun 2000, lulus dari SLTP N 1 Simanindo tahun 2003 dan menamatkan sekolah di SMA RK Trisakti Medan pada Tahun 2006 dan penulis melanj utka n perguran tinggi negeri pada tahun 2006 dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Jurusan Kehutana n Progr an Studi Teknologi Hutan melalui Jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi salah satu anggota organisasi HIMAS (Himpunan Mahasiswa Silva). Tahun 2008, penulis melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di TNGL sektor Tangka han Kabupaten Langkat da n kawasan Hutan Mangrove sektor Pulau Sembilan Kabupaten Langkat. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Perhutani Unit III Jawa Barat dan penulis melaksanakan penelitian dengan judul Pemanfaatan dan Pemasaran Rotan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan berkat dan perlindungan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Adapun judul penelitian ini adalah

“Pemanfaa tan dan Pemas aran Rotan Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Ridwanti Batubara S. Hut., M. P. dan Bapak Yunus Afifuddin S. Hut., M. Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Kiranya penelitian yang saya lakukan dapat bermanfaat bagi masyarakat, dunia ilmu pengetahuan dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Desember 2012


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGAN TAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah... 2

Tujuan Penelitian... 3

Manfaat Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Rotan ... 4

Taksonomi rotan... 6

Tempat Tumbuh dan Penyebaran Rotan ... 7

Pemanfaatan Rotan... 8

Distribus i da n Pemasaran Rotan ... 9

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian... 12

Alat Bahan dan Penelitian ... 13

Prosedur Penelitian... 13

Persiapan ... 13

Pengumpulan Data ... 14

Analisa Data ... 16

Pendapatan dan Pemanfaatan Rotan ... 16


(8)

Hal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Pemanenan Rotan ... 18

Jenis Rotan yang Dimanfaatkan ... 20

Pemanfaatan Rotan... 24

Pendapatan Masyarakat dan Alur Pemasaran Rotan ... 27

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rata-rata nilai pendapatan bersih seluruh petani rotan per bulan ... 28

2. Analisis margin keuntungan (profit margin) pada rotan cacing ... 31

3. Analisis margin pemasaran (marketing margin) pada rotan cacing ... 32

4. Analisis margin keuntungan (profit margin) pada rotan ba tu ... 33


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Masyarakat pengambil rotan ... 19

2. Rotan batu siap panen ... 21

3. Rotan cacing siap panen ... 22

4. Warna batang rotan cacing siap panen ... 23

5. Warna rot an batu yang siap pa nen ... 24

6. Rotan yang telah siap jual ... 25

7. Rotan cacing yang telah siap jual ... 27


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karateristik Masyarakat yang Memanfaatkan rotan 2. Pendapatan Masyarakat dari Rotan dan Non Rotan 3. Lembar Quisioner


(12)

ABSTRAK

RICKY SITUMORANG: Pemanfaatan dan Pemasaran Rot an Oleh Masyarakat Kabupaten Samosir(Studi Kasus di Desa Huta Galung, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir). Dibawah bimbinga n RIDWANTI BATUBARA da n YUNUS AFIFFUDDIN.

Rotan (Calamus Sp) merupaka n tumbuhan hutan yang memiliki ba nyak manfaat tetapi belum banyak dimanfaatkan masyarakat sekitar hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan oleh masyarakat , mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan dan non rotan serta untuk menganalisis pemasaran rotan. Pengambilan data dilakukan dengan survei lapangan dan wawancara langsung terhadap masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui pola pemanenan rotan dilakukan secara rotasi dan pemanfaatan rotan terfokus pada hasil penjualan rotan. Pendapatan masyarakat dari rotan lebih kecil dibandingkan da ri penghasilan non rotan dengan persentase pemanfaatan rotan 43,8 % sedangkan tidak memanfaatkan rotan 56,20 %.


(13)

ABSTRACT

RICKY SITUMORANG: Utilization and Marketing Rattan at Samosir District Community (Case Studies in Huta Galung Village, Sub-district of Harian, Samosir District). Under the guidance of RIDWANTI BATUBARA and YUNUS AFIFFUDDIN.

Rattan (Calamus sp) is a for est plant that has many benefits but it doesn’t widely exploited forest communities. This study aims to forms of utilization of rattan conducted by the community, determine income from the use of rattan and non rattan and to analyze the marketing of rattan. Data retrieval is done by field sur veys and and interview to the community.

Based on research conducted known pattern rattan harvesting is done by rotation and utilization of rattan focused on the sale of rattan. Income from rattan smaller than non-rattan with the percentage utilization of rattan 43.8%, while 56.20% did not use rattan.


(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan hasil hutan non-kayu di Indo nesia suda h sejak lama dilakukan oleh penduduk disekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Kegiatan pemungutan dan pengusahhan hasil hutan non-kayu mempunyai peranan yang cukup besar dalam mengurangi pengangguran dan sebagai sumber mata pencaharian. Salah satu hasil utan non-kayu yang dikenal oleh masyarakat disekitar hutan adalah rotan. Rotan digunakan masyrakat dalam berbagai keperluan hidup sehari- hari, bahkan di beberapa tempat telah menjadi pendukung perkembangan budaya masyarakat setempat (Muhdi, 2008).

Rotan sebagai salah satu komoditi yang mulai dapat diandalkan untuk penerimaan negara telah dipandang sebagai komoditi perdagangan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang cukup penting bagi Indonesia (Erwinsyah, 1999). Hasil hutan bukan kayu umumnya dikelola oleh masyarakat yang bermukim di sekitar hutan. Oleh karena itu, selain menjadi sumber devisa negara, HHBK seperti rotan, daging binatang, madu, damar, gaharu, getah, berbagai macam minyak tumbuh bahan obat-obatan, dan lain sebagainya merupakan sumber penghidupan bagi jutaan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan.

Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga provinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah di Kalimantan Tengah (75,45 %), Kalimantan Timur (13,69 %), dan Kalimantan Selatan (7,46 %). Ada beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan. Dari literatur yang ada, taksiran potensi produksi rotan yang dihasilkan di Provinsi Sumatera Utara mencapai 672.620 ton per tahun.


(15)

Diantaranya Kabupaten Samosir, Tapanuli Tengah, Langkat dan Mandailing Natal. Luas yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Provinsi Sumatera Utara, 2008).

Kabupaten Samosir merupakan salah satu daerah yang berpo tensi menghasilkan rotan. Daerah penghasil rotan terdapat pada Desa Huta Galung Kecamatan Harian dengan lokasi pengambilan rotan berada pada areal hutan negara. Meskipun tanaman ini cukup dikenal masyarakat samosir dan merupakan tanaman serba guna serta dapat menambah pendapatan masyrakat yang digarap secara maksimal, namun hingga saat ini rotan kurang mendapat perhatian (kurang ditonjolkan). Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bentuk pemanfaatan rotan, mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan dan menganalisis pemasaran rotan oleh masyarakat Kabupaten Samosir yang pekerjaanya sebagai pengumpul, pengrajin (pengusaha) yang menampung dari masyarakat serta pemasar (pe njual) hasil produksi rotan.

Perumusan Masalah

Pemanfaatan rotan menjadi menjadi salah satu sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat Desa Huta Galung Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Dalam pemanfaatan rotan tersebut, perlu dikaji bagaimana masyarakat memanfaatkan rotan, peranan rotan bagi pandapatan masyarakat pengambil rotan serta faktor sosial ekonomi dan teknis yang berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat yang mengambil dan mengolah rotan. Salah satu permasalahan yang terjadi dikalangan masyarakat pengambil rotan maupun pengrajin rotan adalah kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap peningkatan hasil produksi


(16)

rotan sehingga menyebabkan hasil pemasaran yang sangat minim bagi kalangan masyarakat yang pekerjaan utamanya adalah petani rotan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanaka nnya pe nelitian ini ada lah untuk:

1. Mengetahui bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Huta Galung Kecamatan Harian meliputi pola pengambilan rotan, dan penggunaan rotan

2. Mengetahui pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan dan non rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian

3. Menganalisis pemasaran rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai bahan referensi tentang kajian pemanfaatan dan pemanfaatan rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian Kabupaten Samosir dan bahan masukan bagi pemerintah Kecamatan Harian dalam meningkatkan kesejahteraan petani rotan melalui pengelolaan komoditas rotan menjadi prod uk rotan untuk mendapatkan hasil pemasaran yang maksimal.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Rotan

Rotan berasal dari bahasa melayu yang berarti nama dari sekumpulan jenis tanaman famili Palmae yang tumbuh memanjat yang disebut "Lepidocaryodidae". Lepidocaryodidae berasal dari bahasa Yunani yang berarti mencakup ukuran buah. Kata rotan da lam ba hasa Melayu diturunka n dari kata "raut" yang berarti mengupas (menguliti), menghaluskan (Menon, 1979 dalam Jasni dan Nana, 1999).

Batang tanaman rotan merupakan bagian yang terpenting karena nilai ekonomi tanaman rotan terletak pada batangnya. Batang tanaman rotan berbentuk memanjang dan bulat seperti silinder atau segitiga, tetapi selalu bersifat aktinomorf, yakni bila dibagi dua akan menjadi bagian yang setangkup. Batang rotan memiliki ciri dan sifat berbeda-beda, tergantung pada jenis dan varietasnya. Ukuran ruas pada sebatang rotan berbeda-beda. Ukuran ruas pada pangkal batang hingga sepanjang 1,5 mm tidak sama, tetapi ukuran 1,5 m ke atas akan didapat ukuran ruas dan diameter batang yang hampir seragam.

a. Batang tanaman rotan terbagi menjadi ruas-ruas yang setiap ruas dibatasi oleh buku-buku. Pelepah dan tangkai daun tanaman rotan melekat pada buku-buku tersebut.

b. Batang tanaman rotan selalu tumbuh ke atas menuju sinar matahari (fototrop atau heliotrop).

c. Ujung batang tanaman rotan akan selalu bertambah panjang (Januminro, 2000 dalam Sinambela, 2011).


(18)

Rotan seba gaimana asalnya merupaka n tumbuhan yang tergolong da lam kelompok palem-paleman yang hidupnya merambat. Golongan ini termasuk da lam sub-famili calamoideae yang mempunyai 13 marga dan sekitar 600 jenis dan hidup pada kawasan hutan hujan tropis di Asia Tenggara. Kelompok rotan pada umumnya tumbuh dan dijumpai pada daerah yang beriklim basah. Di Indo nesia jenis ini dapat ditemui di Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa kepulauan lainya. Beberapa laporan menyebutkan bahwa di Jawa dapat dijumpai sekitar 25 jenis, Sumatera 75 jenis, Kalimantan 100 jenis, Sulawesi mencapai 25 jenis. Selain itu rotan juga dapat dijumpai di beberapa pulau lainnya di Indonesia (Erwinsyah, 1999). Dari lebih 50 jenis yang sudah dimanfaatkan dan diperdagangkan di Indonesia, ternyata baru sebagian kecil yang diekspor; antara lain rotan manau, rotan tohiti, rotan irit, rotan sega, rotan semambu, rotan pulut putih, rotan pulut merah yang kesemuanya ini termasuk dalam kelompok calamus.

Tanaman rotan di Indonesia terkonsentrasi di tiga propinsi di wilayah Kalimantan, dari urutan terbesar berturut-turut adalah Kalimantan Tengah (75,45%), Kalimantan Timur (13,69%) dan Kalimantan Selatan (7,46%). Ada beberapa kabupaten di Propinsi Sumatra Utara yang mempunyai potensi sebagai penghasil rotan mencapai 672.620 ton per tahun. Diantaranya Kabupaten Samosir, Tapanuli Tengah, Langkat dan Mandailing Natal. Luas kawasan yang ditumbuhi rotan diperkirakan seluas 482.000 hektar (Dishut Prov. Sumatera Utara, 2008).

Intensitas pemungutan rotan ke dalam hutan dilakuka n oleh masyarakat petani rotan menunjukkan bahwa faktor kesehatan pemungut merupakan faktor dominan utama yang disusul dengan factor cuaca/iklim. Hal ini berarti bahwa meskipun musin sedang kering, harga rotan di pasaran sedang mahal, dan jarak ke


(19)

lokasi pemungutan rotan sebenarnya cukup dekat tetapi jika kondisi kesehatan pemungut sedang tidak bagus maka intensitas pemungutan rotan menjadi turun/berkurang atau bahkan terhenti (Hidayat dkk, 2005).

Tanaman rotan pada umumnya tumbuh berumpun dan mengelompok, maka umur dan tingkat ketuaan rotan yang siap dipanen berbeda. Oleh karena itu, pemungutan rotan dilakukan secara tebang pilih. Tanda-tanda rotan siap dipanen adalah daun dan durinya sudah patah; warna durinya berubah menjadi hitam atau kuning kehitam- hitaman; dan sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau (Januminro, 2000 dalam Sinambela, 2011).

Taksonomi Rotan

Tellu (2002) menyatakan bahwa pengelompokan jenis-jenis rotan umumnya didasarkan atas persamaan cirri-ciri karakteristik morfologi organ tanaman, yaitu: akar, batang, daun, bunga, buah dan alat-alat tambahan. Dalam ilmu taksonomi tumbuhan, rotan diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Arecales

Famili : Palmae (Arecaceae) Sub Famili : Calamoideae


(20)

Spesies : Calamus caesius (rotan sega) merupaka n salah satu cont oh spesies genus Calamus

Selain genus Calamus, genus lainnya yang termasuk ke dalam Sub Famili Calamoideae adalah Daemonorops dan Karthalsia. Salah satu spesies dari genus Daemonorops adalah Daemonorops robusta Warb (rotan bulu rusa), sedangkan salah satu genus Korthalsia adalah Korthalsia schaphigera (Plantamor, 2008).

Tempat Tumbuh dan Penye baran Rotan

Rotan merupakan tumbuhan khas tropika, terutama tumbuh dikawasan hutan tropika basah yang heterogen. Tempat tumbuh rotan pada umumnya di daerah tanah berawa, tanah kering, hingga tanah pegunungan. Tingkat ketinggian tempat untuk tanaman rotan dapat mencapai 2900 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi tempat tumbuh semakin jarang dijumpai jenis rotan. Rotan juga semakin sedikit di daerah yang berba tu kapur. Tanaman rotan menghendaki daerah yang bercurah hujan antara 2000mm-4000 mm per tahun menurut tipe iklin Schmidt dan Ferguson, atau daerah yang beriklim basah dengan suhu udara berkisar 24ºC-30ºC. Tanaman yang tumbuh dan merambat pada suatu pohon akan memiliki tingkat pertumbuhan batang yang lebih panjang dan jumlah batang dalam satu rumpun lebih banyak dibandingkan dengan rotan yang menerima sedikit cahaya matahari akibat tertutup oleh cabang, ranting dan daun pohon. Berdasarkan ekologi hidupnya, tanaman rotan memiliki daerah penyebaran di Asia Selatan, Asia Tenggara, kawasan Afrika Latin, dan Afrika. Sementara pusat penyebaran rotan terbesar berada di kawasan hutan Indonesia, Thailand, Malaysia, Filifina dan Papua Nugini. Di Indonesia rotan tumbuh hampir di semua pulau,


(21)

yaitu Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Irian dan Nusa Tenggara (Januminro, 2000 dalam Baharuddin, 2009).

Pemanfaatan Rotan

Karena kekuatan, kelenturan dan keseragamannya, batang polos rotan dimanfaatkan secara komersial untuk mebel dan anyaman rotan. Umumnya diameter batang rotan bervariasi antara 3-60 mm atau lebih, bergantung pada spesiesnya. Di daerah pedesaan, banyak spesies rotan telah digunakan selama berabad-abad untuk berbagai tujuan seperti tali-temali, ko nstruksi, ke ranjang, atap dan tikar (Dansfield, 1996 dalam Lubis, 2011).

Batang rotan yang sudah tua banyak dimanfaatkan untuk bahan baku kerajinan dan perabot rumah tangga. Batang yang muda digunakan untuk sayuran, akar dan buahnya untuk bahan obat tradisional. Getah rotan dapat digunakan untuk bahan baku pewarnaan pada industri keramik dan farmasi. Manfaat tidak langsung dari rotan adalah kontribusinya meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peranannya dalam membentuk budaya, ekonomi, dan sosial masyarakat. Batang rotan dapat dibuat bermacam- macam bentuk perabot rumah tangga atau hiasan- hiasan lainnya. Misalnya mebel, kursi, rak, penyekat ruangan, keranjang, tempat tidur, lemari, lampit, sofa, baki, pot bunga, da n seba gainya (Januminro, 2000 dalam Sinambela, 2011).

Semakin berkembangnya industri dan bisnis pemanfaatan rotan melalui berbagai pengolahan untuk berbagai tujuan pemasaran, maka keberadaan sumber daya rotan dapat dipakai untuk membantu memetakan peluang perkembangan industri pengolahannya berikut tantangan pemasarannya Rotan tidak hanya dimanfaatka n seba gai ba han baku industri furniture tetapi juga sebagai makanan


(22)

dan obat. Banyak jenis rotan yang menghasilkan pucuk rotan atau hati rotan yang dapat dimakan seperti Calamus hookerianus, Calamus metzianus, da n Calamus

thwaitesii. Rotan merupaka n salah satu hasil hutan yang pot ensial untuk

dikembangkan sebagai bahan komoditi, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun sebagai bahan ekspor (Tellu, 2002).

Distribusi dan Pe mas aran Rotan

Terdapat lima jalur distribusi rotan yang ada di Indo nesia dimulai dari petani rotan, pengumpul rotan serta industri pengolahan rotan. Adapun kelima jalur distribusi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Jalur distribusi tipe 1 yang diawali dengan petani rotan, kemudian rotan dijual kepada pengumpul rotan di pedesaan, yang selanjutnya dijual kepada pengumpul rotan di tingkat provinsi. Dari pengumpul rotan tersebut ke mudian rotan disebarluaskan kepada pengrajin rotan di wilayah lokal (daerah penghasil bahan baku).

2. Jalur distribusi tipe 2, yaitu jalur distribusi rotan dengan konsumen akhir rotan ada lah industri pe ngolahan besar di Pulau Jawa. Rotan dari pengumpul tingkat provinsi menjual rotannya langsung ke industri meubel besar di Pulau Jawa. 3. Jalur distribusi tipe-3, merupakan jalur distribusi rotan yang lebih panjang dari jalur distribusi tipe 1 dan tipe 2. Pada jalur distribusi tipe-3 ini, rotan dari pengumpul di tingkat kabupaten tidak hanya dijual kepada distributor besar, namun dijual juga kepada pedagang besar antar pulau. Selanjutnya, rotan dari distributor besar akan dikirimkan kepada pedagang besar di Jawa dan setelah itu rotan kembali dijual kepada industri meubel menengah. Sedangkan pedagang


(23)

besar antar pulau kan menjual rotannya kepada pedagang di Jawa dan selanjutnya rotan diolah oleh ind ustri meube l menengah.

4. Jalur distribusi tipe-4 memiliki jalur yang lebih panjang da ri tipe-tipe sebelumnya. Tipe ini menerangkan distribusi rot an di daerah sentra industri. Rotan dari pedagang antar pulau masih melalui tahap-tahap distribusi lain sebelum sampai pada industri kecil. Tahapan distribusi tersebut antara lain pedagang besar serta pedagang menengah.

5. Jalur distribusi tipe-5 yang menerangka n distribusi rotan dari petani rotan hingga industri mikro pengolah rotan. Jalur distribusi tipe ini hampir sama dengan tipe-4, namun sebelum sampai pada industri, masih melalui satu tahapan yang lebih panjang dari tipe-4, yaitu pedagang kecil (Tlaka, 2007).

Pola distribusi pemasaran rotan ada dua yaitu dari petani ke pedagang pengumpul pertama ke pedagang pengumpul kedua kemudian ke konsumen dan pola distribusi dari petani ke pedagang pengumpul pertama langsung kepada konsumen. Sistem penjualan dari petani ke pedagang pertama kemudian ke konsumen umumnya dalam skala besar untuk mengurangi biaya. Umumnya pengerajin memproduksi kerajinan berdasarkan pesanan, dimana sistem ini memiliki kelemahan yaitu pengrajin tidak mempunyai akses informasi penjualan komoditas yang memiliki pasar. Hal ini memaksa pedagang besar memesan kepada pengrajin dan kompensasi memberikan kemudahan penyediaan bahan baku (Tetuko, 2007).

Umumnya rantai penjualan dan perdagangan rotan dari petani rotan kepada pengumpul rotan lokal ke pengumpul besar selanjutnya ke industri rotan di luar daerah. Petani rotan pada umumnya melakukan pemungutan dan


(24)

pemanenan rotan dari hutan- hutan sekitar tempa t tinggal (yang suda h diklaim menjadi milik sebagai bekas perladangan turun temurun) dan kebun-kebun rotan yang ditanam sendiri selanjutnya dilakukan penjualan bebas kepada pedagang pengumpul atau diolah lebih dulu melalui proses pemilihan, pengawetan dan pemutihan (diblerang) dengan tingkat rendemen mencapai 70%-80%. Harga jual rotan diolah terlebih dahulu memiliki nilai jual yang tinggi dari pada rotan basah yang dijual langsung setelah panen oleh petani rotan (Rawing, 2006).


(25)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokas i dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan bulan Maret sampai dengan Juni 2012 di Desa Huta Galung Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Secara geografis Kecamatan Harian terletak pada ketinggian 800-1.847,5 meter diatas permukaan laut dan berada pada 2024’ – 2036’ LU dan 98030’ – 98049’ BT dengan luas wilayah 560,45 km2. Kecamatan Harian merupakan kecamatan terluas di Kabupaten Samosir. Penggunaan lahan di kecamatan ini 516 Ha untuk lahan sawah, 27.108 Ha untuk tanah kering, 131 Ha untuk bangunan/pekarangan dan 28.290 Ha merupakan kawasan hutan produksi (BPS Kabupaten Samosir, 2006 ).

Curah hujan dikecamatan ini berkisar 151,33 mm/bulan dan curah hujan tertinggi berada pada bulan Maret sampai bulan April yaitu 200-239 mm sedangkan curah hujan terendah pada bulan Juni yaitu 83 mm (BPS Kabupaten Samosir, 2006).

Kecamatan Harian berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kabupaten Dairi Sebelah Selatan : Kecamatan Dolok Sanggul (Kab.Humbang Hasundutan) Sebelah Barat : Kecamatan Dolok Sanggul dan Parlilitan (Kab.Humbahas) Sebelah Timur : Kecamatan Pangururan dan Palipi (Danau Toba)

(BPS Kabupaten Samosir, 2006).

Kecamatan Harian merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling sedkit dibandingkan dengan kecamatan lainnya dengan kepadatan penduduk 14,4 jiwa/km2. Secara umum mata pencaharian di Sektor Tele, Kecamatan Harian


(26)

yaitu sektor pertanian sebesar (42,59%) , pegawai negeri dan ABRI sebesar (2,05%), industri (1,72%), dan sektor lain sebesar (57, 02%). Masyarakat di Kecamatan Harian mayoritas suku Batak Toba dan menganut agama Kristen (BPS Kabupaten Samosir, 2006).

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, kalkulator. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar kuisioner, masyarakat petani rotan dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan lokasi penelitian yang berada di Desa Huta Galung Kecamatan Harian.

Prosedur Penelitian 1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini mencakup: a. Survei Lapa ngan

Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan petani rotan, pengumpul dan masyarakat sehingga diperoleh gambaran keadaan lapangan dan kegiatan masyarakat di tempat pelaksanaan kegiatan.

b. Penent uan Lok asi

Sebelum menentukan lokasi penelitian, terlebih dahulu dilakukan survei lokasi dan selanjutnya dipilih lokasi penelitian. Dasar pemilihan Kecamatan yang dijadikan sampel adalah daerah petani rotan dan daerah asal ba han baku rotan.


(27)

Setelah dilakukan penelitian, lokasi yang sesuai dengan judul penelitian adalah Desa Huta Galung Kecamatan Harian Kabupaten Samosir.

c. Penentuan Sampel Responden

Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat petani, pengumpul di daerah asal bahan baku rotan. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

1). Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga, maka di ambil seluruh respo nde n.

2). Apabila jumlah responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10%-15% dari jumlah kepala keluarga ( Arikunto, 2002 dalam Lubis, 2011).

Setelah dilakukan penelitian, didapat 30 Kepala Keluarga yang menjadi responden dalam penelitian. Hal ini sesuai dengan point yang pertama.

2.Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survei dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui cara pemanfaatan rotan oleh masyarakat. Data yang dikumpulkan adalah produksi rotan per tahunnya, jenis-jenis rotan, pengolahan, pemanfaatan rotan serta pendapatan dari rotan.

a. Penghitungan Produksi Rotan

Produksi rotan pertahunnya dihitung dengan cara menjumlahkan rata-rata produksi rotan perbulannya.


(28)

b. Identifikasi jenis rotan dilakukan dengan mengambil gambar rotan, mencatat ciri-ciri penampakan rotan dan selanjutnya menyesuaikan dengan buku ide ntifikasi jenis rotan.

c. Pengolahan da n pe manfaatan rotan

Pengelolaan dan pemanfaatan rotan diketahui dari hasil pertanyaan langsung dengan kuisioner, mengambil gambar pengolahan dan pemanfaatan rotan.

d. Pendapatan dari rotan (dengan dijual langsung atau setelah dilakukan pengolahan)

Pendapatan dari rotan (dengan dijual langsung atau setelah dilakukan pengolahan) diketahui dari menanyakan kepada masyarakat harga jual barang yang telah dilakuka n pe ngolahan da n berapa banyak bahan rotan yang digunaka n untuk membuat olahan tersebut. Setelah itu dibandingka n antara rot an yang dijual langsung de ngan diolah terlebih dahulu.

e. Pemasaran rotan

Untuk mengetahui sistem pemasaran rotan dilakukan dengan wawancara mengenai prod uk yang dihasilka n oleh masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan harga jual tiap produknya. Sehingga diketahui besarnya nilai tambah yang diperoleh oleh masyarakat. Kemudian data hasil wawancara dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran.


(29)

% I =

IRotan

IRotan + INon

X 100 %

Analisis Data

Data yang dipe roleh dari hasil wawancara da n kusioner de ngan respo nde n ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai teknologi dan pemanfaatan rotan di lokasi tempat dilaksanakan penelitian.

1. Pendapatan dan Pe manfaatan Hasil Hutan Rotan

Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian, baik dari hasil pengelolaan maupun pendapatan di luar pengelolaan dihitung dengan menggunakan rumus :

I = TR – TC Keterangan :

I = Pendapatan

TR = Total penerimaan TC = Total biaya

Selanjutnya dihitung pendapatan total petani dengan menggunakan rumus: I Total = IRotan + INon

Kemudian dihitung Persentase besarnya pendapatan masyarakat dengan menggunakan rumus:

( Rahayu dkk , 2004 dalam Ritonga, 2010).

2. Analisa Pe masaran dan Nilai Tambah Rotan

Untuk mengetahui analisa pemasaran dan nilai tambah rotan dilakukan dengan wawancara, begitu juga produk yang dihasilkan oleh petani maupun


(30)

pengusaha yang kemudian dihubungkan dengan harga jual tiap produknya, sehingga diketahui juga besarnya nilai tambah yang diperoleh setelah adanya pengolahan rotan dan alur pemasarannya. Kemudian data hasil wawancara dihitung dengan menggunakan rumus margin pemasaran dan margin keuntungan menurut Awang (2005) dalam Ritonga (2010 ). Secara matematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

Mji = Marjin Pemasaran

Pr = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen Pf = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen

Secara matematis parameter pengukur distribusi keuntungan dan bagian biaya yang diterima petani dirumuskan sebagai berikut :

Keterangan :

Ski = Analisis distribusi keuntungan Ki = Margin keuntungan

Pr = Harga penjualan pemasaran ditingkat konsumen

Mji = Pr – Pf

Ski =

ki


(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sistem Pe manenan Rotan

Desa Huta galung merupaka n desa yang terletak di Kecamatan Harian Kabupaten Samosir. Desa ini merupakan salah satu desa yang masyarakatnya memanfaatkan rotan dari hutan sebagai penghasilan tambahan bagi mereka. Pekerjaan masyarakat di desa ini mayoritas bertani dan sebagai karyawan pada PT. TPL Tbk.

Berdasarka n hasil wawancara yang dilakuka n menunj ukka n ba hwa masyarakat yang mengambil rotan dari hutan tidak pulang pada hari itu juga, hal ini disebabkan jauhnya jarak lokasi pemukiman masyarakat ke tempat pengambilan rotan. Para petani rotan di desa ini biasanya pergi ke hutan dengan cara berkelompok, dengan jumlah anggota kelompok bisa mencapai 3-8 orang. Jauhnya jarak pengambilan rotan disebabkan kawasan hutan dekat pemukiman masyarakat yang dulunya merupakan kawasan Hutan Negara, sekarang sudah beralih fungsi menjadi hutan produksi yang dikelola oleh pihak asing yaitu PT. Toba Pulp Lestari Tbk., setelah mendapat persetujuan dari pemerintah dan lembaga terkait.

Sistem pemanen rotan dilakukan secara rotasi dari satu lokasi ke lokasi lain da n akan kembali ke lokasi semula dalam waktu lama. Masyarakat petani rotan biasanya mengambil rotan secara berkelompok, dan alat yang digunakan untuk memanen rotan tersebut relatif sede rhana yaitu hanya menggun aka n sarung tangan kulit sebagai pelindung tangan dari duri rotan,dan parang untuk memotong rotan tesebut.


(32)

Masyarakat yang ingin mengambil rotan dari hutan akan bernegosiasi dengan pemilik Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK) sebelum berangkat ke hutan mengenai harga rotan untuk saat itu dan beka l yang nant inya akan di bawa ke hutan. Pemilik ijin tersebut nantinya akan mempersiapka n bekal bagi kelompok pengambil rotan yang akan pergi ke hutan dan mengantarkan kelompok tersebut ke areal pengambilan rotan.

Gambar 1. Masyarakat pengambil rotan

Pekerjaan mengambil rotan yang dilakukan masyarakat hanya sekedar sampingan. Sebagian besar masyarakat memiliki pekerjaan utama adalah bertani. Hal ini berpengaruh pada volume rotan yang dihasilkan dari hutan tersebut tidak maksimal. Karena para pengambil rotan hanya mengambil rotan apabila waktu panen bertani telah selasai atau sebelum panen tiba. Umur dan kekuatan fisik serta kondisi kesehatan mempengaruhi volume rotan yang diperoleh. Penelitian Hidayat dkk (2005) di Kabupaten Bungo Provinsi Jambi mengemukakan bagi


(33)

masyarakat petani rotan, faktor dominan utama adalah kondisi kesehatan yang disusul dengan musim/cuaca. Hal ini berarti bahwa meskipun musim sedang kering, harga rotan di pasaran sedang mahal, dan jarak ke lokasi pemungutan rotan sebenarnya cukup dekat tetapi jika kondisi kesehatan pemungut sedang tidak bagus maka intensitas pemungutan rotan menjadi turun/berkurang atau bahkan terhenti

Hasil pengamatan lapangan yang diperoleh di desa tersebut menunjukkan bahwa hanya beberapa orang saja dari desa tersebut yang pergi ke hutan untuk mengambil rotan, dan sebagian besarnya berasal dari luar desa tersebut. Sejak berdirinya PT. TPL Tbk, sebagian besar masyarakat di Desa Hutagalung sudah bekerja pada perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena upa h ya ng diterima lebih tinggi daripada pergi ke hutan untuk mengambil rotan.

Jenis Rotan Yang Dimanfaatkan

Jenis rotan yang diambil masyarakat pengambil rotan adalah rotan batu

(Calamus diepenhorstii Miq) dan rotan cacing ( Calamus melanoloma Mart).

Rotan Batu (Calamus diepenhorstii Miq)

Klasifikasi rotan batu :

Nama Lokal : Rotan batu / Sulfi (Batak)

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)


(34)

Ordo : Arecales

Famili :

Genus :

Spesies : Calamus diepenhorstii Miq.

Gambar 2. Rotan batu siap panen

Rotan Cacing ( Calamus melanoloma Mart)

Klasifikasi rotan cacing :

Nama Lokal : Rotan cacing

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub K elas : Arecidae

Ordo : Arecales

Famili :

Genus :


(35)

Dari hasil pengamatan langsung dilapangan mengenai jenis rotan yang tumbuh di kawasan tersebut sangat kecil. Rotan yang tumbuh hanya jenis rotan batu dan rotan cacing. Penelitian Kalima dan Jasni (2010) di Kabupaten Gorontalo ditemukan sebanyak 11 jenis rotan pada lokasi penelitian yang mereka teliti. Jenis rotan tersebut meliputi rotan tohiti, rotan batang, rotan susu, rotan jermasin dan nama rotan lainnya berasal dari bahasa lokal daerah tersebut.

Gambar 3. Rotan cacing siap panen

Ciri-ciri rotan yang dimanfaatkan atau diambil masyarakat adalah rotan yang berwarna hijau tua dan kuning dengan panjang minimal 3-4 meter dan diperkirakan sudah berumur lebih dari 4 tahun. Menurut masyarakat pengambil rotan, warna hijau tua pada rotan ba tu da n durinya sudah terkelupas sudah bisa untuk dipa nen, seda ngka n pada rotan cacing warna yang ba gus ada lah warna kuning. Menurut Junuminro (2000) dalam Sinambela (2011), tanda-tanda rotan sudah siap panen adalah daun dan durinya sudah patah, warna durinya sudah berubah menjadi hitam atau kuning kehitam- hitaman serta sebagian batangnya sudah tidak dibalut oleh pelepah daun dan telah berwarna hijau. Masyarakat mengetahui bahwa rotan yang baik dipanen adalah rotan berwarna hijau. Akan


(36)

tetapi rotan yang berukuran 3 meter atau berwarna kuning sudah di ambil masyarakat.

Gambar 4. Warna batang rotan cacing siap panen

Masyarakat pengambil rotan memerlukan waktu 2-3 minggu untuk pengambilan rotan. Hal ini disebabkan karena jauhnya jarak pemukiman penduduk ke tempat pengambilan rotan, yang jaraknya mencapai 60-70 km. Para pengambil rotan biasanya mendirikan kemah di dekat sumber air agar dapat memperoleh air dengan mudah. Di dalam kemah tersebut para pengambil rotan melakukan aktivitas memasak untuk keperluan sehari- hari. Lamanya pengambilan rotan dihutan sebelumnya sudah dikonfirmasikan dengan pemilik ijin IPHHBK yang merangkap sebagai pengumpul atau toke, agar nantinya dapat menjemput para pengambil rotan beserta rotan yang mereka peroleh dan menghitung jumlah rotan yang di dapat oleh masing- masing pengambil rotan. Gautama (2008) menyebutkan pada masa pencarian rotan pemanen berusaha mencari dan mamanen rotan seharian dengan cara berkelompok, dimana jumlah kelompok bisa mencapai 20 orang. Pemanen biasa berkumpul sebelum mencari rotan yang jarak nya 3-4 km dari tempat tinggal pencari rotan. Setelah itu mereka pergi berpencar untuk untuk mencari rotan masing- masing di dalam hutan. di dalam hutan.


(37)

Gambar 5. Warna rotan batu yang siap panen

Pengambilan rotan ya ng dilakukan masyarakat relatif sederhana, yaitu hanya dengan menggunakan sarung tangan kulit sebagai pelindung tangan dari duri rotan da n parang seba gai pemotong dan untuk mengelupa s duri rotan yang masih melekat. Lokasi pengambilan rotan oleh masyarakat sangat dipengaruhi oleh IPHHBK yang dimiliki oleh pengumpul.

Pemanfaatan Rotan

Berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan terhadap masyarakat pengambil rotan, pemanfaatan rotan untuk berbagai kerajinan tangan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian kurang maksimal. Hal ini disebabkan minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pembuatan kerajinan tangan dari rotan dan kurangnya perananan pemerintah dalam mengadakan pelatihan terhadap masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang mengambil rotan menjual langsung rotan yang mereka peroleh tanpa mengadakan perlakuan khusus ataupun dengan pengolahan. Rotan yang mereka ambil dari hutan hanya dipotong-potong dengan panjang 3-4 meter. Rotan mentah kemudian ditimbang kemudian dikalikan dengan harga rotan yang berlaku yaitu Rp. 2.000,00/kg untuk rotan cacing dan Rp. 1.200,00/kg untuk rotan batu.


(38)

Gambar 6. Rotan batu yang telah siap jual

Pemanfaatan rotan yang tidak maksimal menyebabkan pendapatan masyarakat relatif kecil karena tidak ditemuinya masyarakat yang menggunakan rotan sebagai bahan kerajinan tangan. Gautama (2008) menyebutkan para pemanen rotan tidak mengolah rotannya lebih lanjut, mereka lebih menyukai menjual rotannya dalam bentuk rotan mentah (basah).

Sebagian kecil masyarakat dapat memanfaatkan rotan dengan menjadikannya sebagai keranjang di rumah masing- masing dan tidak untuk dijual. Produk yang mereka hasilkan berupa keranjang sampah dan tidak selamanya di buat melainkan apabila keranjang yang sudah lama telah rusak atau tidak dapat dipakai lagi. Hal ini tidak luput dari kurangnya keterampilan masyarakat untuk mengolah rotan menjadi berbagai kerajinan tangan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rotan yang mereka peroleh langsung dijual kepada pengumpul tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Penelitian Sinambela (2011 ) di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara ditemukannya pengrajin rotan di lok asi pe nelitian dimana prod uk kerajina n tangan yang dihasilka n berupa keranjang gendong, keranjang pikul, pemukul tilam dan jenis kerajinan lainnya.


(39)

Berdasarkan survei dilapangan, tidak adanya masyarakat di Desa Hutagalung yang menggunakan rotan sebagai perabotan rumah tangga mereka dari hasil anyaman sendiri. Sedangkan petani dari luar Desa Hutagalung hanya sebagian kecil yang menggunakan rotan sebagai peralatan rumah tangga mereka. Hal ini juga disebabkan karena lokasi Desa Hutagalung yang jauh dari pasar dan keramaian sehingga menyulitkan mereka nantinya untuk memasarkan produk-produk rotan yang mereka hasilkan.

Rotan mentah yang diperoleh dari hutan biasanya sudah langsung dibersihkan oleh para petani rotan agar tidak mengurangi harga jual rotan. Apabila rotan yang mereka peroleh telah dijual, mereka akan pulang ke daerah masing-masing dang akan kembali untuk mengambil rotan apabila lahan pertanian yang mereka kelola sudah panen ataupun menungu panen.

Pengumpul rotan akan melakukan pengolahan terhadap rotan berupa pengasapan, penggorengan dan penjemuran. Pengasapan dilakukan untuk menjaga rotan supaya tidak terkena serangan hama ataupun jamur selama proses pengeringan, dan dapat meningkatkan warna dan kilap rotan. Pengasapan dilakukan pada sebuah tungku masak yang berada di gudang penumpukan rotan. Penggorengan juga dilakukan untuk menurunkan kadar air rotan sebanyak 40-60% selama proses penggorengan dan dapat meningkatkan kekuatan rotan. Setelah itu rotan siap dijemur dibawah sinar matahari langsung sampai benar-benar kering dengan kadar air berkisar 15%-19%. Lamanya pengeringan sangat berpengaruh terhadap intensitas penyinaran matahari. Semua perlakukan tersebut diatas dilakukan untuk menambah keterawetan rotan dan warna kilap rotan sehingga dapat meningkatkan harga jual dari rotan dan kualitasnya.


(40)

Gambar 7. Rotan cacing yang telah siap jual

Rotan yang telah dilakukan perlakuan pengolahan nantinya akan dijual langsung oeh pengumpul kepengrajin rotan yang berada di kawasan Medan. Pengumpul biasanya menumpuk rotannya di gudang penumpukan rotan sebelum dijulal ke Medan. Hal ini berpengaruh terhadap besarnya biaya transportasi untuk membawa rotan tersebut ke Medan. Biasanya pengumpul menjual rotannya, apabila rotan tersebut telah mencapai jumlah 10 ton. Pengumpul biasanya menjual rotan sekali dalam sebulan apabila rotan yang diperoleh oleh masyarakat jumlahnya banyak, akan tetapi apabila rotan yang diperoleh hanya sedikit akan ditumpuk terlebih dahulu di dalam gudang penumpukan rotan. Rotan yang telah diolah akan dijual dengan harga Rp. 6.000,00/kg untuk rotan cacing dan Rp. 4.000,00/kg untuk rotan batu. Rotan tersebut di bawa dengan menggunakan truk ataupun container yang dengan transportasi ditanggung oleh sang pengumpul. Biaya produksi yang meliputi biaya pengolahan, biaya transportasi, upah karyawan dan biaya tak terduga lainnya diketahui Rp. 2.000,00/kg untuk rotan cacing dan Rp. 1.500,00/kg untuk rotan batu.

Pendapatan Masyarakat dan Alur Pe mas aran Rotan

Pendapatan adalah jumlah keseluruhan pendapatan dari pemanfaatan rotan setelah dikurangi biaya produksi. Dari Tabel 1 dapat dilihat pendapatan untuk


(41)

keseluruhan masyarakat yang memanfaatkan rotan adalah Rp. 13.950.000 untuk setiap bulannya dengan persentase pendapatannya adalah 43,8% dan rata-rata pendapatan masyarakat adalah Rp. 465.000 setiap bulan nya. Pendapatan terkecil masyarakat setiap bulannya dari rotan adalah Rp. 150.000 dan pendapatan terbesar adalah Rp. 700.000. Pendapatan masyarakat dengan memanfaatkan rotan termasuk kategori rendah mengingat mahalnya sekarang bahan-ba han untuk keperluan rumah tangga. Kurangnya minat masyarakat untuk menjadikan petani rotan sebagai kerja sampingan adalah jauhnya jarak pengambilan rotan ke hutan dan bahaya yang mengancam apabila tidur di hutan selama berminggu- minggu. Dari hasil wawancara kepada seluruh responden, pendapatan dari mengambil rotan tidaklah sebanding dengan susahnya untuk mengambil rotan dan bahaya dari binatang-binatang berbisa yang mengancam mereka selama berada di hutan. Harga jual rotan di Desa Hutagalung tergolong renda h.

Tabel 1. Rata-rata nilai pendapatan bersih seluruh petani rotan per bulan

Pendapatan masyarakat selain dari rotan lebih tinggi dibandingkan dengan pengahasilan dari memanfaatkan rotan. Dari Tabel 1 diperoleh total pendapatan keseluruhan responden adalah Rp. 17.900.000 untuk tiap bulannya dengan persentase pendapatannya adalah 56,20% dan rata-rata pendapatan masyarakat nya adalah sekitar Rp. 596.666,66 untuk tiap bulan nya. Pendapatan masyarakat selain dari rotan didominasi dengan kegiatan bertani. Mereka mengolah tanah mereka sendiri dan menanaminya berbagai tanaman plawija yang kemudian nantinya dapat dipasarkan. Pendapatan masyarakat terbesar selain dari rotan

Sumber Pendapatan (I) Nilai Pendapatan (Rp) % I

Pemanfaatan Rotan 13.950.000 43,8

Selain Rotan 17. 900.000 56,20


(42)

adalah Rp. 1.500.000/bulan. Masyarakat dengan pendapatan terbesar berasal dari desa tersebut karena masyarakat tersebut bekerja pada pihak PT. TPL Tbk., dengan upah yang lumayan tinggi. Pendapatan masyarakat terkecil adalah Rp. 250.000/bulannya.

Kurangnya informasi harga rotan di pasaran nasional mengakibatkan intensitas pengambilan rotan oleh masyarakat sudah mulai berkurang. Masyarakat mulai tidak menyukai pemanfaatan rotan karena sistem penjulan rotan di desa tersebut hanya memiliki 1 orang penampung saja sehingga tidak adanya persaingan harga yang terjadi. Masyaraka t yang aka n mengambil rotan terlebih dahulu bernegosiasi dengan pemilik IPHHBK mengenai biaya hidup mereka selama berada di hutan meliputi beras, lauk, minyak tanah, tenda dan peralatan lain nya.

Alur pe masaran rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Alur pemasaran rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian Alur pemasaran ini menunjukkan tidak adanya pengumpul II di desa tersebut. Masyarakat yang akan menjual rotan langsung kepada pengumpul dan pengumpul yang kemudian menjual rotan terssebut keberbagai usaha pengrajin rotan ataupun panglong. Alur ini juga menunjukkan tidak adanya usaha pe ngr ajin rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian.

Berdasarka n hasil sur vei lapa ngan, sistem pemasaran rotan yang ada di Desa Huta Galung Kecamatan Harian sama halnya dengan Tlaka (2007)


(43)

menyataka n jalur distribusi tipe 1 yang diawali de ngan petani rotan, kemudian rotan dijual kepada pengumpul rotan di pedesaan, yang selanjut nya dijual kepada pengumpul rotan di tingkat provinsi. Dari pengumpul rotan tersebut kemudian rotan disebarluaskan kepada pengrajin rotan di wilayah lokal (daerah penghasil bahan baku).

Hasil pe njualan rot an itu nant inya aka n diba gi dua langsung de ngan biaya meraka selama berada di hutan oleh sang pengumpul atau sang pemilik IPHHBK. Hal itu dilakuka n karena pe milik ijinlah yang mengantar masuk ke dalam hutan yang berjarak 60-70 km dari pemukiman penduuduk dan menjemput para petani rotan berda sarka n wakt u yang telah disepakati oleh pengambil dan pengumpul rotan. Misalnya seorang pengambil rotan dapat memperoleh rotan sebanyak 200 kg rotan cacing dikalikan dengan harga rotan yang berlaku yaitu Rp. 2000/kg maka diperoleh penghasilan petani rotan itu adalah Rp. 400.000. Dari penghasilan sebanyak Rp. 400.000 itu kemudian dibagikan dua maka penghasilan bersihnya adalah Rp.200.000. Pembagian dilakukan oleh pengumpul berdasarkan kesepakatan antara pengumpul rotan dengan pengambil rotan, yaitu hasil yang diperoleh langsung dibagi dua, dan itulah biaya mereka selama berada di hutan. Rotan itu nantinya akan dijual ke daerah Medan setelah dilakukan pengolahan terlebih dahulu oleh pengumpul rotan. Harga masing- masing jenis rotan setelah dilakukan pengolahan adalah Rp. 6.000/kg untuk rotan cacing dan Rp. 4.000/kg untuk rotan batu. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengumpul rotan, biaya produksi selama pengolahan rotan dapat diketahui yaitu Rp. 2000/kg untuk rotan cacing dan Rp. 1.500/kg untuk rotan batu.


(44)

Tabel 2. Analisis margin keuntungan (profit margin) pada rotan cacing Pelaku Pasar Distribus i Harga Harga per

Kg (Rp)

Persen (%)

Petani Rotan

Harga Jual 2000

Biaya Prod uks i 1000 Margin Keuntungan 1000

Persen Margin keuntungan 50

Pengumpul

Harga Beli 2000

Harga Jual 6000

Biaya Tataniaga 2000 Margin Keuntungan 2000

Persen Margin keuntungan 33,33

Konsumen/pengrajin Harga Beli 6000

Total Margin Keuntungan 3000

Dari Tabel 2 tersebut dapat diketahui distribusi persentase keuntungan pengumpul rotan adalah 33,33% dengan margin keuntungan yang diperoleh Rp. 6.000 -(Rp. 2.000 + Rp. 2.000) = Rp. 2000/kg untuk rotan cacing. Persentase distribusi keuntungan ditingkat petani rotan sebesar 50%. Dari hasil perhitungan ini diketahui bahwa distribusi persentase keuntungan petani rotan lebih besar dibandingkan dengan pengumpul. Besarnya persentase distribusi keuntungan pengumpul diperoleh dengan membagikan nilai dari margin keuntungan dengan nilai harga penjualan ditingkat konsumen/pengrajin. Hal ini dipengaruhi adanya biaya tataniaga atau biaya pengolahan yang cukup besar yang dilakuka n oleh pengumpul rotan sebelum menjual rotan tersebut yang meliputi biaya transpor tasi, upah karyawan, retribusi dan biaya tak terduga lainnya, sedangkan petani rotan hanya mengeluarkan biaya produksi selama pengambilan rotan yang meliputi biaya untuk keperluan makan selama tinggal di hutan dan biaya untuk peralatan yang digunakan.


(45)

Tabel 3. Analisis margin pemasaran (marketing margin) rotan cacing

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa persentase marjin pemasaran ditingkat petani rotan untuk jenis rotan cacing hanya sebesar 16,67% lebih kecil dibandingkan dengan pengumpul rotan. Marjin Pemasaran untuk rotan mentahnya adalah Rp. 5.000/kg. Margin pemasaran diperoleh dari harga penjualan ditingkat konsumen dikurangi dengan harga penjualan ditingkat produsen atau petani dan persentase margin pemasaran untuk tingkat petani diperoleh dengan membagikan harga produksi (biaya yang keluar selama proses pemanenan rotan) dengan harga penjualan ditingkat konsumen, sementara persentase margin pemasaran untuk tingkat pengumpul diperoleh dengan membagikan harga beli ditingkat petani dengan harga beli ditingkat konsumen. Harga atau biaya produksi untuk semua pelaku pasar diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden. Persentase margin pemasaran ditingkat pengumpul lebih besar dibandingkan dengan tingkat petani karena pengumpul berhubungan dengan dua pelaku pasar yaitu petani dan konsumen, sementara petani hanya berhubungan dengan satu pelaku pasar yaitu pengumpul.

Pelaku Pasar Jenis Harga Harga per Kg (Rp)

Persen (%) Petani Rotan Harga

Produksi

1000 16,67

Pengumpul Harga Beli 2000 33,33

Pengerajin Harga Beli 6000


(46)

Tabel 4. Analisis margin keuntungan (profit margin) pada rotan batu Pelaku Pasar Distribus i Harga Harga per

Kg (Rp)

Persen (%)

Petani Rotan

Harga Jual 1200

Biaya Prod uks i 600

Margin Keuntungan 600

Persen Margin keuntungan 50

Pengumpul

Harga Beli 1200

Harga Jual 4000

Biaya Tataniaga 1500 -

Margin Keuntungan 1300

Persen Margin keuntungan 32,5

Konsumen/pengrajin Harga Beli 4000

Total Margin Keuntungan 1900

Dari Tabel 4 dapat diketahui disrtibusi persentase keuntungan pengumpul rotan sebesar 32,5% dengan margin keuntungan Rp. 4000 – (Rp. 1.200 + 1.500) = Rp.1300/kg untuk rotan batu sedangkan untuk petani rotan sebesar 50% dengan margin keuntungan Rp. 1.200 – Rp. 600 = Rp. 6000/kg. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa persentase distribusi keuntungan ditingkat petani lebih besar dibandingkan dengan persentase distribusi keuntungan ditingkat pengumpul. Margin keuntungan ini sama halnya dengan jenis rotan batu, dimana persentase distribusi keuntungan terbesar ada pada pengumpul. Akan tetapi apabila dilihat dari keuntungan masing- masing pelaku pasar, tingkat keuntungan terbesar terdapat pada pengumpul.

Tabel 5. Analisis margin pemasaran (marketing margin) rotan batu Pelaku Pasar Jenis Harga Harga pe r Kg

(Rp)

Persen (%) Petani Rotan Harga

Produksi

600 15

Pengumpul Harga Beli 1200 30

Pengerajin Harga Beli 4000


(47)

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui marjin pemasaran ditingkat petani rotan jenis rotan batu sebesar 15% dan pengumpul rotan sebesar 30 %. Marjin pe masaran untuk rotan mentahnya adalah Rp. 3.400/kg. Margin pemasaran diperoleh dari harga penjualan ditingkat konsumen dikurangi dengan harga penjualan ditingkat produsen atau petani dan persentase margin pemasaran untuk tingkat petani diperoleh dengan membagikan harga produksi (biaya yang keluar selama proses pemanenan rotan) dengan harga penjualan ditingkat konsumen, sementara persentase margin pemasaran untuk tingkat pengumpul diperoleh dengan membagikan harga beli ditingkat petani dengan harga beli ditingkat konsumen.


(48)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan oleh masyarakat petani rotan hanya terfokus pada hasil dari penjualan rotan mentah dan tidak ditemukan adanya pembuatan barang kerajinan tangan. Rotan yang diperoleh dari hutan dijual langsung kepada pengumpul rotan tanpa adanya perlakuan khusus terhadap rotan yang diperoleh dari hutan dan pola pemanenan rotan yang dilakukan secara bergulir dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sistem pemanen rotan dilakukan secara rotasi dari satu lokasi ke lokasi lain dan akan kembali ke loka si semula dalam waktu lama

2. Pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan lebih kecil dari pendapatan selain rotan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan mengambil rotan bukan merupakan pekerjaan utama masyarakat melainkan pekerjaan sampingan. Pendapatan masyarakat terbesar dari rotan adalah Rp. 700.000,00/bulan

dengan persentase pendapatan 41,18% dan yang terkecil adalah Rp. 150.000,00/bulan dengan persentase pendapatan 27,27 %

3. Analisis pemasaran rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian dimulai dari petani rotan menjual rotan yang mereka ambil ke pengumpul dan pengumpul yang akan menjual langsung ke pengrajin/panglong. Pengumpul rotan yang nantinya akan melakukan pengolahan sebelum menjual kembali rotan yang telah dibeli dari masyarakat setempat.


(49)

Saran

Perlu dilakukannya penyuluhan ataupun pelatihan-pelatihan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian mengenai teknik pembuatan kerajinan tangan dari rotan sehingga dapat menambah nilai rotan yang dihasilkan. Penyuluhan tentang pentingnya manfaat dengan memanfaatkan rotan untuk menambah penghasilan masyarakat itu sendiri sangat penting untuk dilakukan, sehingga nantinya rotan-rotan tersebut dapat dinikmati hasilnya oleh keseluruhan masyarakat yang memanfaatkan rotan. Perlu juga diadakan perbandingan mengenai harga rotan yang berlaku dipasaran supa ya masyarakat lebih berusaha untuk memanfaatkan rotan untuk menambah penghasilan mereka.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin dan Taskirawati, I. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

BPS Kabupaten Samosir. 2006. Samosir Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Samosir.

Dephut Provinsi Sumatera Utara. 2001. Laporan Hasil Inventarisasi Potensi Rotan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Medan

Dishut Provinsi Sumatera Utara. 2008. Gambaran Umum Hasil Hutan Bukan Kayu (Rotan dan Bambu) di Provinsi Sumatera Utara. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Erwinsyah, 1999. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya Terhadap Pengusahaan Rotan Di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Jakarta

2012]

Gautama, I 2008. Jurnal hutan dan masyarakat: analisis dan proses pemanenan rotan di de sa Mambue Kabupa ten Luwu Utara. vol. III. 1 : 45-46

Hidayat, A., Hendalastuti, R. H., dan Frianto D.2005. Analisis Pemungutan Rotan

Pada Dua Kelompok Masyarakat Pemungut

Jasni, dan Nana, 1999. Sari Hasil Penelitian Rotan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor

Indo nesia

Kalima dan Jasni. 2010. Tingkat Kelimpahan Populasi Spesies Rotan Di Hutan Lindung Batu Kapar, Gorontalo Utara. vol III 4: 440-444

Lubis, K. A. 2011. Pola Sebaran dan Nilai Ekonomi Tanaman Rotan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Muhdi. 2008. Prospek, Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu Rotan.


(51)

Plantamor. 2008. Informasi Spesies Rotan tanggal 10 Juli 2012).

Rawing, D. 2008. Potensi Produksi dan Pengembangan Rotan serta Permasalahannya di Katingan. http://114.4.5.222/files/workshopHHBK09_rotanKatingan_0.pdf [14 Maret 2012].

Ritonga, A. C. 2010. Potensi Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Bambu Desa Pondok Buluh, Kecamatan P anribuan Kabupaten Simalungun. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Sinambela, A. 2011. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Rotan oleh Masyarakat Kabupaten Langkat. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan

Tellu, A. T. 2002. Potensi Dan Pola Penyebaran Jenis-Jenis Rotan Di Hutan Cagar Alam Morowali. Sci&Tech 2: 34-46

Tetuko, Y. 2007. Studi Pengolahan dan Distribusi Hasil Kerajinan Rotan pada Industri Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Studi Kasus UD. Gunda ling Medan Sumatra Utara. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Tlaka, D . 2007. A Rattan Trade Model And Development InItto, 2007. Develop ment Of Sustainable Rattan Prod uction And Utilization Through Participation Of Rattan Smallho lders And Industry In Indo nesia Po 108101 Rev. 3(1).


(52)

(1)

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui marjin pemasaran ditingkat petani rotan jenis rotan batu sebesar 15% dan pengumpul rotan sebesar 30 %. Marjin pe masaran untuk rotan mentahnya adalah Rp. 3.400/kg. Margin pemasaran diperoleh dari harga penjualan ditingkat konsumen dikurangi dengan harga penjualan ditingkat produsen atau petani dan persentase margin pemasaran untuk tingkat petani diperoleh dengan membagikan harga produksi (biaya yang keluar selama proses pemanenan rotan) dengan harga penjualan ditingkat konsumen, sementara persentase margin pemasaran untuk tingkat pengumpul diperoleh dengan membagikan harga beli ditingkat petani dengan harga beli ditingkat konsumen.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Bentuk pemanfaatan rotan yang dilakukan oleh masyarakat petani rotan hanya terfokus pada hasil dari penjualan rotan mentah dan tidak ditemukan adanya pembuatan barang kerajinan tangan. Rotan yang diperoleh dari hutan dijual langsung kepada pengumpul rotan tanpa adanya perlakuan khusus terhadap rotan yang diperoleh dari hutan dan pola pemanenan rotan yang dilakukan secara bergulir dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sistem pemanen rotan dilakukan secara rotasi dari satu lokasi ke lokasi lain dan akan kembali ke loka si semula dalam waktu lama

2. Pendapatan masyarakat dari pemanfaatan rotan lebih kecil dari pendapatan selain rotan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan mengambil rotan bukan merupakan pekerjaan utama masyarakat melainkan pekerjaan sampingan. Pendapatan masyarakat terbesar dari rotan adalah Rp. 700.000,00/bulan

dengan persentase pendapatan 41,18% dan yang terkecil adalah Rp. 150.000,00/bulan dengan persentase pendapatan 27,27 %

3. Analisis pemasaran rotan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian dimulai dari petani rotan menjual rotan yang mereka ambil ke pengumpul dan pengumpul yang akan menjual langsung ke pengrajin/panglong. Pengumpul rotan yang nantinya akan melakukan pengolahan sebelum menjual kembali rotan yang telah dibeli dari masyarakat setempat.


(3)

Saran

Perlu dilakukannya penyuluhan ataupun pelatihan-pelatihan di Desa Huta Galung Kecamatan Harian mengenai teknik pembuatan kerajinan tangan dari rotan sehingga dapat menambah nilai rotan yang dihasilkan. Penyuluhan tentang pentingnya manfaat dengan memanfaatkan rotan untuk menambah penghasilan masyarakat itu sendiri sangat penting untuk dilakukan, sehingga nantinya rotan-rotan tersebut dapat dinikmati hasilnya oleh keseluruhan masyarakat yang memanfaatkan rotan. Perlu juga diadakan perbandingan mengenai harga rotan yang berlaku dipasaran supa ya masyarakat lebih berusaha untuk memanfaatkan rotan untuk menambah penghasilan mereka.


(4)

DAFTAR

PUSTAKA

Baharuddin dan Taskirawati, I. 2009. Hasil Hutan Bukan Kayu. Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Makassar.

BPS Kabupaten Samosir. 2006. Samosir Dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Kabupaten Samosir.

Dephut Provinsi Sumatera Utara. 2001. Laporan Hasil Inventarisasi Potensi Rotan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Medan

Dishut Provinsi Sumatera Utara. 2008. Gambaran Umum Hasil Hutan Bukan Kayu (Rotan dan Bambu) di Provinsi Sumatera Utara. Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara. Medan.

Erwinsyah, 1999. Kebijakan Pemerintah dan Pengaruhnya Terhadap Pengusahaan Rotan Di Indonesia. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC. Jakarta

2012]

Gautama, I 2008. Jurnal hutan dan masyarakat: analisis dan proses pemanenan rotan di de sa Mambue Kabupa ten Luwu Utara. vol. III. 1 : 45-46

Hidayat, A., Hendalastuti, R. H., dan Frianto D.2005. Analisis Pemungutan Rotan

Pada Dua Kelompok Masyarakat Pemungut

Jasni, dan Nana, 1999. Sari Hasil Penelitian Rotan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan. Bogor

Indo nesia

Kalima dan Jasni. 2010. Tingkat Kelimpahan Populasi Spesies Rotan Di Hutan Lindung Batu Kapar, Gorontalo Utara. vol III 4: 440-444

Lubis, K. A. 2011. Pola Sebaran dan Nilai Ekonomi Tanaman Rotan. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan

Muhdi. 2008. Prospek, Pemasaran Hasil Hutan Bukan Kayu Rotan.

(diakses tanggal 10 Juli 2012)


(5)

Plantamor. 2008. Informasi Spesies Rotan tanggal 10 Juli 2012).

Rawing, D. 2008. Potensi Produksi dan Pengembangan Rotan serta Permasalahannya di Katingan. http://114.4.5.222/files/workshopHHBK09_rotanKatingan_0.pdf [14 Maret 2012].

Ritonga, A. C. 2010. Potensi Ekonomi Pengusahaan Hutan Rakyat Bambu Desa Pondok Buluh, Kecamatan P anribuan Kabupaten Simalungun. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Sinambela, A. 2011. Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Rotan oleh Masyarakat Kabupaten Langkat. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan

Tellu, A. T. 2002. Potensi Dan Pola Penyebaran Jenis-Jenis Rotan Di Hutan Cagar Alam Morowali. Sci&Tech 2: 34-46

Tetuko, Y. 2007. Studi Pengolahan dan Distribusi Hasil Kerajinan Rotan pada Industri Usaha Kecil Dan Menengah (UKM) Studi Kasus UD. Gunda ling Medan Sumatra Utara. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Tlaka, D . 2007. A Rattan Trade Model And Development InItto, 2007. Develop ment Of Sustainable Rattan Prod uction And Utilization Through Participation Of Rattan Smallho lders And Industry In Indo nesia Po 108101 Rev. 3(1).


(6)