Tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut pada pasien Poli Gigi RUSD Dr.Pirngadi Medan.

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stres, yang
dirasakan setiap orang sehingga sebagian besar pasien menunda kunjungan ke dokter
gigi. Terkadang kecemasan disebut juga dengan ketakutan atau perasaan gugup. Kata
kecemasan menggambarkan sejumlah masalah termasuk fobia atau takut akan hal-hal
dengan situasi tertentu.1 National Institute of Mental Health (NIMH) memperkirakan
bahwa lebih dari 19 juta orang dewasa Amerika Serikat yang terpengaruh dengan
gangguan kecemasan setiap tahun yang ditemukan dalam praktek. Sayangnya,
sebagian besar pasien dengan gangguan kecemasan tidak menerima perawatan secara
profesional. Pada umumnya berkembang sebelum usia 30 tahun dan yang lebih
umum pada wanita dan memiliki riwayat keluarga terhadap gangguan kecemasan.2
Penelitian yang dilakukan oleh Jong et al. tentang kecemasan pasien terhadap
perawatan gigi dijumpai 15% pasien mengalami kecemasan.3 Dalam beberapa
pendapat peneliti juga menunjukkan bahwa 90% orang mengalami tingkat kecemasan
sebelum mengunjungi dokter gigi sementara yang lain di antaranya 40% orang
dewasa menunda kunjungan perawatan gigi karena mengalami kecemasan.4

Kecemasan terhadap perawatan gigi saat ini menduduki peringkat ke-5 di
antara situasi umum yang ditakuti. Tingginya prevalensi bahwa pasien dengan
gangguan kecemasan perawatan gigi akan menghindari kunjungan ke dokter gigi.
Hanya sebagian kecil pasien mengaku tidak cemas di lingkungan perawatan gigi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hmud dan Wals pada tahun 2007 bahwa
hanya 14% penduduk Belanda yang tidak cemas ketika berkunjung ke dokter gigi,
sementara hampir 40% rata-rata cemas dan 22% sangat cemas. Pada penelitian
tersebut pasien yang paling mengalami tingkat kecemasan tinggi adalah pasien
perempuan berusia 26-35 tahun. Dalam penelitian lain oleh Armfield et al. juga

Universitas Sumatera Utara

2

diperoleh data prevalensi populasi yang takut terhadap perawatan gigi 16,4% orang
dewasa dan 10,3% anak-anak.5
Penelitian Naidu dan Lalwah pada tahun 2010 yang dilakukan di India Barat
pada sampel orang dewasa sekitar penduduk Trinidad dan Tobago menganalisis
hubungan antara tingkat kecemasan. Dari 100 sampel dengan kisaran usia 18-65
tahun yang mayoritas di kelompok usia 26-45 tahun, sebanyak 30% sampel

melaporkan alasan mereka menghindari perawatan gigi karena pengalaman masa lalu
sehingga mengalami gangguan kecemasan. Dalam penelitian tersebut juga ditemukan
bahwa hanya jenis kelamin yang berhubungan dengan tingkat kecemasan, yaitu
perempuan menjadi lebih cemas daripada laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa perempuan mengalami kecemasan selama dilakukan perawatan gigi, pada saat
menunggu giliran di ruang tunggu dokter gigi dan ketika dokter gigi memasukkan
alat bur ke dalam mulut. Sebanyak 68 responden menanggapi pada saat ditanya
tentang aspek perawatan gigi sebelumnya yang membuat cemas. Dimana 45,6%
mengalami kecemasan pada saat pencabutan gigi, 33,8% pada saat disuntik, 14,7%
perawatan penambalan dan 5,9% pada saat skeling. Responden juga mengalami
gangguan kecemasan karena pengalaman mereka selama perawatan gigi. Dari jumlah
tersebut 55,8% karena merasa sakit, 18,4% takut ke dokter gigi dan 15,4% perawatan
yang sangat lama.6
Hasil survei yang dilakukan oleh Natarajan, Madhan, Rasmi, Queen dan
Padmanabhan pada tahun 2009 sekitar 550 sampel dewasa berusia diatas 18 tahun
(332 laki-laki dan 218 perempuan) menunjukkan nilai skor rata-rata total kecemasan
untuk perempuan 18,5±4,9 lebih tinggi dari nilai rata-rata untuk laki-laki 17,4±4,7.
Rasa takut dan kecemasan seseorang bisa mempengaruhi hubungan antara pasien
dengan dokter gigi dan rencana perawatan.7 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Santhos et al. di India pada tahun 2009 terlihat pasien yang mengunjungi dokter gigi

12 bulan terakhir dengan tingkat kecemasan yang rendah pada perawatan gigi
sebanyak 93,5% sedangkan tingkat kecemasan tinggi hanya 6,5%. Pada pasien yang
tidak pernah mengunjungi dokter gigi, 86,5% mempunyai tingkat kecemasan yang
rendah dan tingkat yang tinggi 13,5%.8

Universitas Sumatera Utara

3

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian tentang
tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut pada pasien kunjungan
pertama dan berulang di poli gigi RSUD Dr Pirngadi Medan berumur 12-65 tahun.
Pada kelompok umur ini, dimulainya masa perkembangan remaja sampai dewasa
sedangkan dibawah 12 tahun umumnya mereka datang dibawa orangtuanya. Pada
remaja merupakan masa ingin kebebasan, terjadi perubahan fisik dan emosi yang
sering meningkat. Dewasa muda mempunyai emosi yang labil, resah dan dapat
berfikir logis serta dapat menilai semua pengalaman hidup. Dewasa tua secara
psikologi kemauan untuk melakukan penerimaan dengan perubahan fisik
berkembang kearah sikap melawan dan menolak, rasa terkejut dan takut terhadap
hilangnya kemudaan. Masa tua juga merupakan masa jenuh dimana mereka

menemukan masa yang hampir tidak menyenangkan.18
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut pada pasien
kunjungan pertama dan kunjungan berulang yang melakukan perawatan di poli gigi
RSUD Dr. Pirngadi Medan?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut
pada pasien kunjungan pertama berdasarkan umur dan jenis kelamin di poli gigi di
RSUD Dr. Pirngadi Medan.
2. Untuk mengetahui tingkat kecemasan terhadap perawatan gigi dan mulut
pada pasien kunjungan berulang berdasarkan umur dan jenis kelamin di poli gigi di
RSUD Dr. Pirngadi Medan.
3. Untuk mengetahui jenis perawatan gigi yang paling membuat cemas pada
kunjungan berulang berdasarkan umur dan jenis kelamin di poli gigi di RSUD Dr.
Pirngadi Medan.

Universitas Sumatera Utara

4


1.4 Manfaat Penelitian
1. Menjadi bahan masukan bagi tenaga kesehatan agar dapat melakukan upaya
mengatasi kecemasan pasien di dalam praktek dokter gigi.
2. Prosedur tindakan preventif bagi tenaga kesehatan terhadap gangguan
kecemasan pasien selama perawatan gigi.
3. Bagi peneliti merupakan pengetahuan yang berharga dalam rangka
menambah wawasan keilmuwan melalui penelitian lapangan.
4. Sebagai tambahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara