Pemanfaatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis Sims) Menjadi Pewarna Lipstik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Morfologi tanaman
Tanaman markisa merupakan tumbuhan semak yang hidup menahun dan
bersifat merambat hingga sepanjang 20 m atau lebih. Batang tanaman sedikit
berkayu, bersulur dan memiliki banyak percabangan yang terkadang tumbuh
tumpang tindih. Pada tanaman muda, cabang berwarna hijau dan setelah tua
menjadi hijau kecoklatan. Daunnya sangat rimbun tumbuh secara bergantian pada
batang atau cabang. Bentuk daun menjari, bergerigi, berwarna hijau, mengkilap
dengan panjang tangkai 2-3 cm, panjang daun 9-12 cm dan lebar 7-9 cm
(Rukmana, 2003).
Markisa berbunga tunggal, bulat, berkelamin dua, terletak di ketiak daun,
tangkai bergerigi, panjang 3-4 cm dan berwarna hijau. Benang sari bertangkai,
berbentuk tabung, panjang sekitar 6 cm dan berwarna kuning. Jumlah kelopak
lima dan mahkota bunga juga lima berbentuk lonjong dengan permukaan beralur
berwarna ungu, jumlah benang sari lima dan putik tiga. Markisa dapat berbunga
setiap waktu, namun musim utama di Indonesia terjadi pada bulan
Desember/Januari dan Juni. Buah markisa berbentuk agak bulat lonjong, panjang
4-6 cm. Kulit hijau muda, setelah masak berubah warna menjadi violet. Kulit
buah tipis, liat dan tahan benturan pada saat pengangkutan. Bagian dalam buah
diliputi oleh lapisan berwarna putih (endocarp) yang mengandung banyak petkin.
Buah memiliki banyak biji berwarna hitam dan dibungkus oleh selaput berisi sari
6
Universitas Sumatera Utara
buah (juice) yang masam manis dan beraroma harum semerbak (Hermanto, dkk.,
2013).
2.1.2 Sistematika tanaman
Menurut Rukmana (2013), sistematika tumbuhan markisa ungu sebagai
berikut:
Kindom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Malpighiales
Suku
: Passifloraceae
Marga
: Passiflora
Jenis
: Passiflora edulis Sims.
2.1.3 Habitat
Markisa ungu adalah tanaman yang berasal dari Brazil bagian selatan yaitu
dari Paraguay hingga Argentina bagian utara. Di Indonesia, markisa ungu di
tanam didaerah dataran tinggi tropis dan didaerah subtropis pada ketinggian 700
sampai 2000 m diatas permukaan laut, curah hujan 2000 sampai 3000 mm/tahun
dan suhu 18 sampai 25oC. Daerah penghasil markisa ungu masih terpusat di
beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Karo, Simalungun,
Dairi, Tapanuli Utara) dan provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Gowa, Sinjai,
Tator, Enrekang dan Polmas). Markisa ungu dapat tumbuh di berbagai tipe tanah,
namun tanah yang sesuai adalah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan
organik, mempunyai pH 5,5-7,5 dan memiliki aerasi dan drainase yang baik. Buah
7
Universitas Sumatera Utara
markisa ungu biasanya dapat di panen pada umur 85 dan 95 hari setelah bunga
mekar. Tanda-tanda buah markisa ungu yang siap di panen adalah warnanya ungu
kehijauan-ungu karena buah ini memiliki karakteristik fisik dan kimia yang baik
(Karsinah, dkk., 2010).
2.1.4 Nama asing
Buah markisa ungu memiliki nama lain seperti Purple granadilla (Inggris),
marajuca doce (Brazil), Ji dan guo (Cina), Linmangkon (Thailand), paarse
passievrucht (Belanda) dan buah Susu (Malaysia).
2.1.5 Nama daerah
Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama
daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (Melayu) dan buwah negri (Jawa)
(Depkes, RI., 1999).
2.1.6 Kandungan kimia
Markisa ungu mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder.
Daun markisa ungu mengandung tanin, glikosida, flavonoid, saponin dan alkaloid.
Batang tanaman markisa ungu mengandung glikosida, flavonoid, saponin dan
alkaloid. Sedangkan buah mengandung tanin, glikosida, flavonoid dan alkaloid
(Akanbi, et al., 2011).
2.1.7 Manfaat markisa ungu
Markisa banyak mengandung senyawa kimia yang mampu membunuh sel
kanker, kaya vitamin B dan potassium. Markisa berkhasiat menyembuhkan gejala
alergi kronis, memulihkan penyakit liver dan ginjal, meningkatkan kekebalan
tubuh dan kekuatan antibodi dalam darah. Markisa juga mampu menyaring,
memisahkan dan membuang racun dari dalam tubuh. Selain itu, markisa juga
8
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan kesegaran kulit tubuh dan merangsang pertumbuhan sel
muda pada kulit wajah. Markisa mengandung vitamin C dosis tinggi dan
antioksidan (Hermanto, dkk., 2013).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen, POM.,
2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen, POM., 1995).
2.2.1 Metode ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar.
Penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat
pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
9
Universitas Sumatera Utara
2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan
ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali
bahan.
b. Cara panas
1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.3 Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata ”kosmein” (Yunani) yang berarti ”berhias”.
Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat di alam sekitar. Sekarang kosmetik tidak hanya
10
Universitas Sumatera Utara
dari bahan alami tetapi juga dari bahan sintetis untuk maksud meningkatkan
kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
445/Menkes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, menyembuhkan
suatu penyakit ( Tranggono dan Latifah, 2007). Berdasarkan penggolongan
menurut kegunaannya, kosmetika dibagi menjadi 2 golongan yaitu kosmetika
perawatan kulit (skin care) dan kosmetika dekoratif (tata rias/make up)
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3.1 Kosmetika perawatan kulit (skin care cosmetics)
Tujuan penggunaan kosmetik ini adalah untuk merawat kebersihan dan
kesehatan kulit. Kosmetika perawatan kulit terdiri dari kosmetika pembersih kulit
(cleanser), kosmetika pelembab kulit (moisturizer), kosmetik pelindung kulit dan
kosmetika untuk menipiskan kulit (peeling). Contoh dari kosmetika perawatan
kulit adalah sabun, night cream, sunscreen cream, scrub cream (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2.3.2 Kosmetika dekoratif
Tujuan awal penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri yaitu usaha
untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat
dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terlihat sehingga tampak
lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada
(Wasiaatmadja, 1997).
11
Universitas Sumatera Utara
Tranggono dan Latifah (2007) membagi kosmetik dekoratif dalam dua
golongan besar, yaitu :
1.
Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow
dan lain-lain.
2.
Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu yang
lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting
rambut dan preparat penghilang rambut.
Persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain:
-
Warna yang menarik
-
Bau yang harum menyenangkan
-
Tidak lengket
-
Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
-
Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku dan lainnya.
2.4 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar. Kulit merupakan organ
yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit
juga sangat kompleks, elastis dan sensitif serta bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).
Kulit merupakan ”selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar (Tranggono dan Latifah, 2007).
Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu:
12
Universitas Sumatera Utara
1.
Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum (lapisan kulit yang paling
luar), stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum
basalis.
2.
Lapisan dermis
Lapisan dermis jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk
oleh jaringan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan
rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas pars papilaris (bagian
yang menonjol ke dalam epidermis) dan pars retikularis (bagian bawah
dermis yang berhubungan dengan subkutis).
3.
Lapisan subkutis (hipodermis)
Lapisan subkutis merupakan lapisan kulit yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997).
2.5 Bibir
Bibir memiliki ciri tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis. Stratum
germinativum tumbuh dengan kuat dan korium mendorong papila dengan aliran
darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat
kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat
kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu basah. Sangat jarang terdapat
kelenjar lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak, sehingga
dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung mengering,
pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah berpenetrasi
ke stratum germinativum (Ditjen, POM., 1985).
13
Universitas Sumatera Utara
Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjol stratum germinativum dan
aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir
menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu
hendaknya berhati-hati
dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan
pewarna bibir (Ditjen, POM., 1985).
2.6 Lipstik
Lipstik adalah sediaan bentuk batang yang dengan bahan dasar minyak
dan lilin yang diberi zat warna merah yang larut atau tersuspensi dalam minyak
dan diberi parfum secukupnya (Balsam dan Sagarin, 1972).
Fungsi lipstik adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah,
semerah delima merekah yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat
dan menarik. Tetapi kenyataannya warna lainpun mulai digemari orang, sehingga
corak warnanya sekarang sangat bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga
warna sangat tua dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga hingga
merah biru bahkan ungu (Ditjen, POM., 1985).
Bahan dasar lipstik adalah minyak, lemak dan lilin, dimana bahan dasar ini
harus dapat mendispersikan zat warna secara homogen. Jika dilelehkan akan
mencair sedikit-sedikit, jika dibekukan akan berbentuk lipstik yang tidak mudah
patah (Balsam dan Sagarin, 1972).
Berdasarkan sudut pandang kualitas, lipstik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut (Mitsui, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
b. Penampilan harus menarik, baik warna maupun bentuknya
c. Memberikan warna yang merata pada bibir
14
Universitas Sumatera Utara
d. Stabil dalam penyimpanan
e. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik atau
memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik
f. Melapisi bibir secara mencukupi
g. Dapat bertahan di bibir
h. Cukup melekat pada bibir
i. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya.
2.6.1 Komposisi lipstik
Bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut:
a.
Lilin
Fungsinya memberikan bentuk lipstik dan menjaga bentuknya agar selalu
dalam keadaan padat walaupun pada iklim panas. Misalnya carnauba wax,
candellila wax, bees wax, paraffin, spermaceti, setil alkohol, stearil alkohol
(Balsam dan Sagarin, 1972).
b.
Minyak
Minyak yang baik adalah minyak yang dapat melarutkan warna dengan baik,
tidak berbau dan mudah didapat. Misalnya castor oil, butil stearat, oleil
alkohol, iso propil palmitat, iso propil miristat (Balsam dan Sagarin, 1972).
c.
Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi
untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut,
meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek berkeringat dan
pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik
adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin dan
15
Universitas Sumatera Utara
sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat yang biasa digunakan
dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati
terhidrogenasi dan lain-lain (Balsam dan Sagarin, 1972).
d.
Zat-zat pewarna (coloring agent)
Zat warna untuk kosmetik dekoratif dibedakan atas lima jenis, zat warna
alami yang larut, zat warna sintetis yang larut, pigmen alam, pigmen sintetis
dan lakes alam (Tranggono dan Latifah, 2007).
Syarat zat warna dalam sediaan lipstik adalah sebagai berikut:
-
Tidak menyebabkan iritasi dan toxisitas
-
Tidak mengandung senyawa As, Pb dan pengotor-pengotor lain
-
Harus dapat digerus halus sekali sehingga bila dipakai tidak terasa berpasir
-
Mempunyai intensitas warna yang tinggi
-
Terdispersi halus pada minyak, tidak menjadi kering dan tengik (Balsam
dan Sagarin, 1972).
2.6.2
Zat tambahan dalam sediaan lipstik
Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula
lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara menutupi
kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik,
tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain
dalam formula lipstik. Zat tambahan yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet
dan parfum (Senzel, 1977).
1.
Antioksidan
Kegunaan antioksidan adalah mencegah terjadinya oksidasi dari beberapa
bahan pada penyimpanan yang lama. Contohnya adalah butil hidroksianisol,
16
Universitas Sumatera Utara
butil hidroksitoluen, propil gallat (Balsam dan Sagarin, 1972).
2.
Pengawet
Penggunaan pengawet dalam kosmetik adalah untuk mencegah dan
melindungi sediaan kosmetik dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan
timbulnya bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas,
penurunan daya kerja bahan aktif dan gangguan kesehatan. Contoh pengawet
adalah metil paraben (nipagin), propil paraben (nipasol) dan propil hidroksi
benzoat (Tranggono dan Latifah, 2007).
3.
Parfum
Parfum yang baik memiliki sifat tidak menyebabkan iritasi dan dapat
menutupi bau yang tidak enak dari lemak yang digunakan sebagai basis dan
menutupi bau yang terjadi selama penyimpanan. Parfum yang dipakai
biasanya dengan wangi buah-buahan dan wangi bunga-bungaan (Balsam dan
Sagarin, 1972).
4.
Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk
memudahkan pembasahan dan mendispersikan partikel-partikel zat warna
yang padat (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.6.3 Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi
Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi ini sebagai berikut :
1.
Oleum ricini (Minyak jarak)
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji
Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental,
jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa agak manis
17
Universitas Sumatera Utara
dan agak pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%),
mudah larut dalam etanol mutlak dan dalam asam asetat glasial (Ditjen,
POM., 1979). Minyak jarak digunakan sebagai pelarut dalam kosmetik,
produk makanan dan formulasi farmasi (Rowe, et al., 2009).
2.
Cera alba (Malam putih)
Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah
Apis mellifera L. Suhu leburnya yaitu antara 62 0C hingga 64 0C (Ditjen,
POM, 1979). Kegunaan Cera alba adalah untuk mengatur titik lebur sediaan
(Rowe, et al., 2009).
3.
Lanolin
Lanolin digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah
dipakai (Anief, 2000). Lanolin merupakan zat berupa lemak yang
dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Bovis aries L. (Familia Bovidae) yang
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih
dari 0,25%. Suhu leburnya yaitu antara 38 0C hingga 44 0C (Ditjen, POM.,
1995). Lanolin banyak digunakan dalam sediaan topikal dan kosmetik (Rowe,
et al., 2009). Penggunaan lanolin dalam sediaan lipstik adalah untuk
membantu meratakan warna (Balsam dan Sagarin, 1972).
4.
Vaselin alba
Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah
diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Suhu leburnya antara 38 0C
hinnga 56 0C (Ditjen, POM., 1979). Vaselin digunakan untuk menambah
kilauan pada lipstik (Balsam dan Sagarin, 1972).
18
Universitas Sumatera Utara
5.
Setil alkohol
Setil alkohol digunakan dalam formula lipstik karena punya sifat emolien
yang baik dan memiliki suhu lebur antara 45 0C hingga 52 0C (Rowe, et al.,
2009).
6.
Carnauba wax
Carnauba wax diperoleh dari daun Copernicia cerifera. Carnauba wax
merupakan salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu
lebur yang tinggi yaitu 80 0C hingga 86 0C. Carnauba wax digunakan untuk
meningkatkan suhu lebur dan kekerasan lipstik (Rowe, et al., 2009).
7.
Metil paraben
Metil paraben merupakan pengawet yang larut baik dalam minyak, propilen
glikol dan dalam gliserol (Ditjen, POM., 1995). Metil paraben digunakan
sebagai pengawet dalam sediaan topikal dalam jumlah 0,02 - 0,3% (Rowe, et
al., 2009).
8.
Parfum
Parfum sebaiknya dipilih yang sederhana, lembut, menyenangkan dan banyak
disukai serta dapat menutupi bau yang tidak enak dari lemak (Balsam dan
Sagarin, 1972). Parfum yang dipilih adalah parfum dengan wangi buah
strawberry.
9.
Propilen glikol
Propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau dan
berasa manis. Propilen glikol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut
dalam jumlah 5 - 80% (Rowe, et al., 2009).
19
Universitas Sumatera Utara
10. Butil hidroksi toluen
Butil hidroksi toluen digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik,
dan makanan. Biasanya digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi
lemak dan minyak menjadi tengik dan juga untuk mencegah hilangnya
aktivitas vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. Konsentrasi butil hidroksi
toluen yang digunakan untuk formulasi sediaan topical adalah 0,0075 - 0,1%
(Rowe, et al., 2009).
11. Tween 80 / Polisorbat 80
Tween 80 atau Polisorbat 80 adalah zat berupa cairan kental seperti minyak
jernih, kuning, bau asam lemak dan khas. Mudah larut dalam air, etanol,
metanol dan sukar larut dalam parafin cair (Ditjen, POM., 1979). Kegunaan
tween 80 adalah sebagai pendispersi partikel-partikel pewarna yang padat dan
sebagai agen pelarut untuk berbagai zat termasuk minyak esensial dan
vitamin yang larut dalam minyak dalam jumlah 1 - 15% (Rowe, et al., 2009).
12. Titanium dioksida
Pigmen titanium dioksida (TiO2) merupakan serbuk putih dengan daya
pengopak yang tinggi. Titanium dioksida digunakan untuk sediaan topikal
dalam jumlah 1 - 4%. Titanium dioksida dapat digunakan pada kosmetik dan
pelindung kulit dari sinar UV. Penambahan titanium dioksida ini untuk
memudahkan tampilan warna pada lipstik (Rowe, et al., 2009).
2.6.4 Evaluasi lipstik
Jenis-jenis evaluasi lipstik adalah sebagai berikut :
a.
Penetapan suhu lebur lipstik
Titik lebur lipstik diperiksa dengan menggunakan pipa kapiler yang ukuran,
20
Universitas Sumatera Utara
panjang isinya dan temperaturnya tertentu atau sama rata. Kecuali jika ditentukan
drop pointnya yaitu temperatur dimana minyak dari lipstik akan menetes yakni
dengan cara meletakkan lipstik pada kotak, dibiarkan dan dilihat dimana pada
temperatur tertentu akan keluar minyaknya. Temperatur ini berfungsi sebagai
tenperatur limit untuk penyimpanan misalnya pada waktu pengepakan, pemasaran
dan pemakaian yang dimana drop point harus diatas 45 0C dan sebaiknya diatas
50 0C (Balsam dan Sagarin, 1972).
b.
Kekuatan lipstik (Breaking point)
Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga
kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan.
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lipstik juga kualitas lilinnya.
Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik
diletakkan horizontal. Tekan pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi. Tiap 30 detik
berat penekan ditambah (10 g). penambahan berat pada penekan dilakukan terus
sampai lipstik patah (Vishwakarma, et al., 2011).
c.
Stabilitas sediaan
Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan
bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama
penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 15, 30 dan selanjutnya setiap 15
hari hingga hari ke-90 (Vishwakarma, et al., 2011).
d.
Uji oles
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel
dengan perlakuan lima kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya
21
Universitas Sumatera Utara
menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik
jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu, sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel
sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).
e.
Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar
netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan
harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan
dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan
dan dilarutkan dalam 100 ml akuades, lalu dipanaskan. Setelah suhu larutan
hangat (sekitar 40 0C), elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat
menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter
merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
f.
Uji tempel (Patch Test)
Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan
cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud
untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit
atau tidak (Ditjen, POM., 1985).
Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika
toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit
adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan,
22
Universitas Sumatera Utara
sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan
toksikan golongan alergen (Ditjen, POM., 1985).
Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah
pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi
tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut
iritasi sekunder (Ditjen, POM., 1985).
Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang
sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema atau vesikula kulit. Reaksi
kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen, POM., 1985).
Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan
panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat
jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan
menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen, POM.,
1985).
Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi
untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel
adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku dan bagian kulit di belakang
telinga (Ditjen, POM., 1985).
Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel
tertutup dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji
tempel preventif, uji tempel diagnostik dan uji tempel ramal (Ditjen, POM.,
1985).
Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum
penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap
23
Universitas Sumatera Utara
sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel
terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi
kulit positif atau negatif (Ditjen, POM., 1985).
Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud
pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi
penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik
dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup dan atau uji
tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam dan 72 jam (Ditjen,
POM., 1985).
Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah
sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen,
POM., 1985).
Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor:
-
Kadar dan jenis sediaan uji
-
Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji
-
Lamanya waktu pelekatan sediaan uji
-
Lokasi lekatan
-
Umur panel
g.
Uji kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan (Hedonic Test) merupakan metode uji yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar
penilaian. Menurut Badan Nasional (2006), data yang diperoleh dari lembar
penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata
24
Universitas Sumatera Utara
pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval
nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan suatu rumus seperti dibawah ini:
P(�̅ – (1,96.S / √�)) ≤ µ ≤ (�̅ + (1,96.S / √�)) ≅ 95%
�̅ =
2
S =
∑�
�= ��
�
∑�
�=
S = √�²
��−�̅ ²
�
Keterangan :
n
= Banyak panelis
S²
= Keseragaman nilai kesukaan
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
�̅
= Nilai kesukaan rata-rata
Xi
= Nilai dari panelis i, dimana i=1,2,3,...,n
S
= Simpangan baku nilai kesukaan
P
= Tingkat kepercayaan
µ
= Rentang nilai
Kriteria panelis (Soekarto, 1981) :
1. Panelis yang digunakan adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil secara
acak sebanyak 30 orang panelis. Jumlah anggota panelis semakin besar
semakin baik.
2. Berbadan sehat.
3. Tidak dalam keadaan tertekan.
4. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian
organoleptik.
25
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Tanaman
2.1.1 Morfologi tanaman
Tanaman markisa merupakan tumbuhan semak yang hidup menahun dan
bersifat merambat hingga sepanjang 20 m atau lebih. Batang tanaman sedikit
berkayu, bersulur dan memiliki banyak percabangan yang terkadang tumbuh
tumpang tindih. Pada tanaman muda, cabang berwarna hijau dan setelah tua
menjadi hijau kecoklatan. Daunnya sangat rimbun tumbuh secara bergantian pada
batang atau cabang. Bentuk daun menjari, bergerigi, berwarna hijau, mengkilap
dengan panjang tangkai 2-3 cm, panjang daun 9-12 cm dan lebar 7-9 cm
(Rukmana, 2003).
Markisa berbunga tunggal, bulat, berkelamin dua, terletak di ketiak daun,
tangkai bergerigi, panjang 3-4 cm dan berwarna hijau. Benang sari bertangkai,
berbentuk tabung, panjang sekitar 6 cm dan berwarna kuning. Jumlah kelopak
lima dan mahkota bunga juga lima berbentuk lonjong dengan permukaan beralur
berwarna ungu, jumlah benang sari lima dan putik tiga. Markisa dapat berbunga
setiap waktu, namun musim utama di Indonesia terjadi pada bulan
Desember/Januari dan Juni. Buah markisa berbentuk agak bulat lonjong, panjang
4-6 cm. Kulit hijau muda, setelah masak berubah warna menjadi violet. Kulit
buah tipis, liat dan tahan benturan pada saat pengangkutan. Bagian dalam buah
diliputi oleh lapisan berwarna putih (endocarp) yang mengandung banyak petkin.
Buah memiliki banyak biji berwarna hitam dan dibungkus oleh selaput berisi sari
6
Universitas Sumatera Utara
buah (juice) yang masam manis dan beraroma harum semerbak (Hermanto, dkk.,
2013).
2.1.2 Sistematika tanaman
Menurut Rukmana (2013), sistematika tumbuhan markisa ungu sebagai
berikut:
Kindom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Malpighiales
Suku
: Passifloraceae
Marga
: Passiflora
Jenis
: Passiflora edulis Sims.
2.1.3 Habitat
Markisa ungu adalah tanaman yang berasal dari Brazil bagian selatan yaitu
dari Paraguay hingga Argentina bagian utara. Di Indonesia, markisa ungu di
tanam didaerah dataran tinggi tropis dan didaerah subtropis pada ketinggian 700
sampai 2000 m diatas permukaan laut, curah hujan 2000 sampai 3000 mm/tahun
dan suhu 18 sampai 25oC. Daerah penghasil markisa ungu masih terpusat di
beberapa kabupaten di provinsi Sumatera Utara (Kabupaten Karo, Simalungun,
Dairi, Tapanuli Utara) dan provinsi Sulawesi Selatan (Kabupaten Gowa, Sinjai,
Tator, Enrekang dan Polmas). Markisa ungu dapat tumbuh di berbagai tipe tanah,
namun tanah yang sesuai adalah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan
organik, mempunyai pH 5,5-7,5 dan memiliki aerasi dan drainase yang baik. Buah
7
Universitas Sumatera Utara
markisa ungu biasanya dapat di panen pada umur 85 dan 95 hari setelah bunga
mekar. Tanda-tanda buah markisa ungu yang siap di panen adalah warnanya ungu
kehijauan-ungu karena buah ini memiliki karakteristik fisik dan kimia yang baik
(Karsinah, dkk., 2010).
2.1.4 Nama asing
Buah markisa ungu memiliki nama lain seperti Purple granadilla (Inggris),
marajuca doce (Brazil), Ji dan guo (Cina), Linmangkon (Thailand), paarse
passievrucht (Belanda) dan buah Susu (Malaysia).
2.1.5 Nama daerah
Tanaman markisa ungu di Indonesia memiliki berbagai macam nama
daerah seperti buah monyet (Sunda), markisah (Melayu) dan buwah negri (Jawa)
(Depkes, RI., 1999).
2.1.6 Kandungan kimia
Markisa ungu mengandung berbagai macam senyawa metabolit sekunder.
Daun markisa ungu mengandung tanin, glikosida, flavonoid, saponin dan alkaloid.
Batang tanaman markisa ungu mengandung glikosida, flavonoid, saponin dan
alkaloid. Sedangkan buah mengandung tanin, glikosida, flavonoid dan alkaloid
(Akanbi, et al., 2011).
2.1.7 Manfaat markisa ungu
Markisa banyak mengandung senyawa kimia yang mampu membunuh sel
kanker, kaya vitamin B dan potassium. Markisa berkhasiat menyembuhkan gejala
alergi kronis, memulihkan penyakit liver dan ginjal, meningkatkan kekebalan
tubuh dan kekuatan antibodi dalam darah. Markisa juga mampu menyaring,
memisahkan dan membuang racun dari dalam tubuh. Selain itu, markisa juga
8
Universitas Sumatera Utara
dapat meningkatkan kesegaran kulit tubuh dan merangsang pertumbuhan sel
muda pada kulit wajah. Markisa mengandung vitamin C dosis tinggi dan
antioksidan (Hermanto, dkk., 2013).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang terkandung dalam simplisia akan
mempermudah pemilihan pelarut dengan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen, POM.,
2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen, POM., 1995).
2.2.1 Metode ekstraksi
Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), beberapa metode ekstraksi
dengan menggunakan pelarut yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada suhu kamar.
Penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat
pertama dan seterusnya disebut remaserasi.
9
Universitas Sumatera Utara
2. Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru
sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan,
tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan
ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1 - 5 kali
bahan.
b. Cara panas
1. Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
3. Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu
baru, dilakukan menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinu
dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
4. Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
5. Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.3 Kosmetik
Kosmetik berasal dari kata ”kosmein” (Yunani) yang berarti ”berhias”.
Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari
bahan-bahan alami yang terdapat di alam sekitar. Sekarang kosmetik tidak hanya
10
Universitas Sumatera Utara
dari bahan alami tetapi juga dari bahan sintetis untuk maksud meningkatkan
kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).
Kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
445/Menkes/Permenkes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan yang siap
digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ
kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik,
mengubah rupa, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, menyembuhkan
suatu penyakit ( Tranggono dan Latifah, 2007). Berdasarkan penggolongan
menurut kegunaannya, kosmetika dibagi menjadi 2 golongan yaitu kosmetika
perawatan kulit (skin care) dan kosmetika dekoratif (tata rias/make up)
(Tranggono dan Latifah, 2007).
2.3.1 Kosmetika perawatan kulit (skin care cosmetics)
Tujuan penggunaan kosmetik ini adalah untuk merawat kebersihan dan
kesehatan kulit. Kosmetika perawatan kulit terdiri dari kosmetika pembersih kulit
(cleanser), kosmetika pelembab kulit (moisturizer), kosmetik pelindung kulit dan
kosmetika untuk menipiskan kulit (peeling). Contoh dari kosmetika perawatan
kulit adalah sabun, night cream, sunscreen cream, scrub cream (Tranggono dan
Latifah, 2007).
2.3.2 Kosmetika dekoratif
Tujuan awal penggunaan kosmetik adalah mempercantik diri yaitu usaha
untuk menambah daya tarik agar lebih disukai orang lain. Usaha tersebut dapat
dilakukan dengan cara merias setiap bagian tubuh yang terlihat sehingga tampak
lebih menarik dan sekaligus juga menutupi kekurangan (cacat) yang ada
(Wasiaatmadja, 1997).
11
Universitas Sumatera Utara
Tranggono dan Latifah (2007) membagi kosmetik dekoratif dalam dua
golongan besar, yaitu :
1.
Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan
pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow
dan lain-lain.
2.
Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu yang
lama baru luntur, misalnya kosmetik pemutih kulit, cat rambut, pengeriting
rambut dan preparat penghilang rambut.
Persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain:
-
Warna yang menarik
-
Bau yang harum menyenangkan
-
Tidak lengket
-
Tidak menyebabkan kulit tampak berkilau
-
Tidak merusak atau mengganggu kulit, rambut, bibir, kuku dan lainnya.
2.4 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar. Kulit merupakan organ
yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit
juga sangat kompleks, elastis dan sensitif serta bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 1997).
Kulit merupakan ”selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan
luar (Tranggono dan Latifah, 2007).
Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu:
12
Universitas Sumatera Utara
1.
Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum (lapisan kulit yang paling
luar), stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum
basalis.
2.
Lapisan dermis
Lapisan dermis jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk
oleh jaringan elastik dan fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan
rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri atas pars papilaris (bagian
yang menonjol ke dalam epidermis) dan pars retikularis (bagian bawah
dermis yang berhubungan dengan subkutis).
3.
Lapisan subkutis (hipodermis)
Lapisan subkutis merupakan lapisan kulit yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung
saraf tepi, pembuluh darah dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997).
2.5 Bibir
Bibir memiliki ciri tersendiri, karena lapisan jangatnya sangat tipis. Stratum
germinativum tumbuh dengan kuat dan korium mendorong papila dengan aliran
darah yang banyak tepat di bawah permukaan kulit. Pada kulit bibir tidak terdapat
kelenjar keringat, tetapi pada permukaan kulit bibir sebelah dalam terdapat
kelenjar liur, sehingga bibir akan nampak selalu basah. Sangat jarang terdapat
kelenjar lemak pada bibir, menyebabkan bibir hampir bebas dari lemak, sehingga
dalam cuaca yang dingin dan kering lapisan jangat akan cenderung mengering,
pecah-pecah, yang memungkinkan zat yang melekat padanya mudah berpenetrasi
ke stratum germinativum (Ditjen, POM., 1985).
13
Universitas Sumatera Utara
Karena ketipisan lapisan jangat, lebih menonjol stratum germinativum dan
aliran darah lebih banyak mengaliri di daerah permukaan kulit bibir, maka bibir
menunjukkan sifat lebih peka dibandingkan dengan kulit lainnya. Karena itu
hendaknya berhati-hati
dalam memilih bahan yang digunakan untuk sediaan
pewarna bibir (Ditjen, POM., 1985).
2.6 Lipstik
Lipstik adalah sediaan bentuk batang yang dengan bahan dasar minyak
dan lilin yang diberi zat warna merah yang larut atau tersuspensi dalam minyak
dan diberi parfum secukupnya (Balsam dan Sagarin, 1972).
Fungsi lipstik adalah untuk memberikan warna bibir menjadi merah,
semerah delima merekah yang dianggap akan memberikan ekspresi wajah sehat
dan menarik. Tetapi kenyataannya warna lainpun mulai digemari orang, sehingga
corak warnanya sekarang sangat bervariasi mulai dari warna kemudaan hingga
warna sangat tua dengan corak warna dari merah jambu, merah jingga hingga
merah biru bahkan ungu (Ditjen, POM., 1985).
Bahan dasar lipstik adalah minyak, lemak dan lilin, dimana bahan dasar ini
harus dapat mendispersikan zat warna secara homogen. Jika dilelehkan akan
mencair sedikit-sedikit, jika dibekukan akan berbentuk lipstik yang tidak mudah
patah (Balsam dan Sagarin, 1972).
Berdasarkan sudut pandang kualitas, lipstik harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut (Mitsui, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007):
a. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir
b. Penampilan harus menarik, baik warna maupun bentuknya
c. Memberikan warna yang merata pada bibir
14
Universitas Sumatera Utara
d. Stabil dalam penyimpanan
e. Tidak meneteskan minyak, permukaannya mulus, tidak berbintik-bintik atau
memperlihatkan hal-hal yang tidak menarik
f. Melapisi bibir secara mencukupi
g. Dapat bertahan di bibir
h. Cukup melekat pada bibir
i. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya.
2.6.1 Komposisi lipstik
Bahan-bahan utama pada lipstik adalah sebagai berikut:
a.
Lilin
Fungsinya memberikan bentuk lipstik dan menjaga bentuknya agar selalu
dalam keadaan padat walaupun pada iklim panas. Misalnya carnauba wax,
candellila wax, bees wax, paraffin, spermaceti, setil alkohol, stearil alkohol
(Balsam dan Sagarin, 1972).
b.
Minyak
Minyak yang baik adalah minyak yang dapat melarutkan warna dengan baik,
tidak berbau dan mudah didapat. Misalnya castor oil, butil stearat, oleil
alkohol, iso propil palmitat, iso propil miristat (Balsam dan Sagarin, 1972).
c.
Lemak
Lemak yang biasa digunakan adalah campuran lemak padat yang berfungsi
untuk membentuk lapisan film pada bibir, memberi tekstur yang lembut,
meningkatkan kekuatan lipstik dan dapat mengurangi efek berkeringat dan
pecah pada lipstik. Fungsinya yang lain dalam proses pembuatan lipstik
adalah sebagai pengikat dalam basis antara fase minyak dan fase lilin dan
15
Universitas Sumatera Utara
sebagai bahan pendispersi untuk pigmen. Lemak padat yang biasa digunakan
dalam basis lipstik adalah lemak coklat, lanolin, lesitin, minyak nabati
terhidrogenasi dan lain-lain (Balsam dan Sagarin, 1972).
d.
Zat-zat pewarna (coloring agent)
Zat warna untuk kosmetik dekoratif dibedakan atas lima jenis, zat warna
alami yang larut, zat warna sintetis yang larut, pigmen alam, pigmen sintetis
dan lakes alam (Tranggono dan Latifah, 2007).
Syarat zat warna dalam sediaan lipstik adalah sebagai berikut:
-
Tidak menyebabkan iritasi dan toxisitas
-
Tidak mengandung senyawa As, Pb dan pengotor-pengotor lain
-
Harus dapat digerus halus sekali sehingga bila dipakai tidak terasa berpasir
-
Mempunyai intensitas warna yang tinggi
-
Terdispersi halus pada minyak, tidak menjadi kering dan tengik (Balsam
dan Sagarin, 1972).
2.6.2
Zat tambahan dalam sediaan lipstik
Zat tambahan dalam lipstik adalah zat yang ditambahkan dalam formula
lipstik untuk menghasilkan lipstik yang baik yaitu dengan cara menutupi
kekurangan yang ada tetapi dengan syarat zat tersebut harus inert, tidak toksik,
tidak menimbulkan alergi, stabil dan dapat bercampur dengan bahan-bahan lain
dalam formula lipstik. Zat tambahan yang digunakan yaitu antioksidan, pengawet
dan parfum (Senzel, 1977).
1.
Antioksidan
Kegunaan antioksidan adalah mencegah terjadinya oksidasi dari beberapa
bahan pada penyimpanan yang lama. Contohnya adalah butil hidroksianisol,
16
Universitas Sumatera Utara
butil hidroksitoluen, propil gallat (Balsam dan Sagarin, 1972).
2.
Pengawet
Penggunaan pengawet dalam kosmetik adalah untuk mencegah dan
melindungi sediaan kosmetik dari mikroorganisme yang dapat menyebabkan
timbulnya bau yang tidak sedap, perubahan warna, perubahan viskositas,
penurunan daya kerja bahan aktif dan gangguan kesehatan. Contoh pengawet
adalah metil paraben (nipagin), propil paraben (nipasol) dan propil hidroksi
benzoat (Tranggono dan Latifah, 2007).
3.
Parfum
Parfum yang baik memiliki sifat tidak menyebabkan iritasi dan dapat
menutupi bau yang tidak enak dari lemak yang digunakan sebagai basis dan
menutupi bau yang terjadi selama penyimpanan. Parfum yang dipakai
biasanya dengan wangi buah-buahan dan wangi bunga-bungaan (Balsam dan
Sagarin, 1972).
4.
Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk
memudahkan pembasahan dan mendispersikan partikel-partikel zat warna
yang padat (Tranggono dan Latifah, 2007).
2.6.3 Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi
Komponen lipstik yang digunakan dalam formulasi ini sebagai berikut :
1.
Oleum ricini (Minyak jarak)
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dengan perasan dingin biji
Ricinus communis L. yang telah dikupas. Pemeriannya berupa cairan kental,
jernih, kuning pucat atau hampir tidak berwarna, bau lemah, rasa agak manis
17
Universitas Sumatera Utara
dan agak pedas. Kelarutannya yaitu larut dalam 2,5 bagian etanol (90%),
mudah larut dalam etanol mutlak dan dalam asam asetat glasial (Ditjen,
POM., 1979). Minyak jarak digunakan sebagai pelarut dalam kosmetik,
produk makanan dan formulasi farmasi (Rowe, et al., 2009).
2.
Cera alba (Malam putih)
Cera alba dibuat dengan memutihkan malam yang diperoleh dari sarang lebah
Apis mellifera L. Suhu leburnya yaitu antara 62 0C hingga 64 0C (Ditjen,
POM, 1979). Kegunaan Cera alba adalah untuk mengatur titik lebur sediaan
(Rowe, et al., 2009).
3.
Lanolin
Lanolin digunakan sebagai pelumas dan penutup kulit dan lebih mudah
dipakai (Anief, 2000). Lanolin merupakan zat berupa lemak yang
dimurnikan, diperoleh dari bulu domba Bovis aries L. (Familia Bovidae) yang
dibersihkan dan dihilangkan warna dan baunya. Mengandung air tidak lebih
dari 0,25%. Suhu leburnya yaitu antara 38 0C hingga 44 0C (Ditjen, POM.,
1995). Lanolin banyak digunakan dalam sediaan topikal dan kosmetik (Rowe,
et al., 2009). Penggunaan lanolin dalam sediaan lipstik adalah untuk
membantu meratakan warna (Balsam dan Sagarin, 1972).
4.
Vaselin alba
Vaselin alba adalah campuran hidrokarbon setengah padat yang telah
diputihkan, diperoleh dari minyak mineral. Suhu leburnya antara 38 0C
hinnga 56 0C (Ditjen, POM., 1979). Vaselin digunakan untuk menambah
kilauan pada lipstik (Balsam dan Sagarin, 1972).
18
Universitas Sumatera Utara
5.
Setil alkohol
Setil alkohol digunakan dalam formula lipstik karena punya sifat emolien
yang baik dan memiliki suhu lebur antara 45 0C hingga 52 0C (Rowe, et al.,
2009).
6.
Carnauba wax
Carnauba wax diperoleh dari daun Copernicia cerifera. Carnauba wax
merupakan salah satu lilin alami yang sangat keras karena memiliki suhu
lebur yang tinggi yaitu 80 0C hingga 86 0C. Carnauba wax digunakan untuk
meningkatkan suhu lebur dan kekerasan lipstik (Rowe, et al., 2009).
7.
Metil paraben
Metil paraben merupakan pengawet yang larut baik dalam minyak, propilen
glikol dan dalam gliserol (Ditjen, POM., 1995). Metil paraben digunakan
sebagai pengawet dalam sediaan topikal dalam jumlah 0,02 - 0,3% (Rowe, et
al., 2009).
8.
Parfum
Parfum sebaiknya dipilih yang sederhana, lembut, menyenangkan dan banyak
disukai serta dapat menutupi bau yang tidak enak dari lemak (Balsam dan
Sagarin, 1972). Parfum yang dipilih adalah parfum dengan wangi buah
strawberry.
9.
Propilen glikol
Propilen glikol adalah cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau dan
berasa manis. Propilen glikol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut
dalam jumlah 5 - 80% (Rowe, et al., 2009).
19
Universitas Sumatera Utara
10. Butil hidroksi toluen
Butil hidroksi toluen digunakan sebagai antioksidan dalam obat, kosmetik,
dan makanan. Biasanya digunakan untuk menunda atau mencegah oksidasi
lemak dan minyak menjadi tengik dan juga untuk mencegah hilangnya
aktivitas vitamin-vitamin yang larut dalam minyak. Konsentrasi butil hidroksi
toluen yang digunakan untuk formulasi sediaan topical adalah 0,0075 - 0,1%
(Rowe, et al., 2009).
11. Tween 80 / Polisorbat 80
Tween 80 atau Polisorbat 80 adalah zat berupa cairan kental seperti minyak
jernih, kuning, bau asam lemak dan khas. Mudah larut dalam air, etanol,
metanol dan sukar larut dalam parafin cair (Ditjen, POM., 1979). Kegunaan
tween 80 adalah sebagai pendispersi partikel-partikel pewarna yang padat dan
sebagai agen pelarut untuk berbagai zat termasuk minyak esensial dan
vitamin yang larut dalam minyak dalam jumlah 1 - 15% (Rowe, et al., 2009).
12. Titanium dioksida
Pigmen titanium dioksida (TiO2) merupakan serbuk putih dengan daya
pengopak yang tinggi. Titanium dioksida digunakan untuk sediaan topikal
dalam jumlah 1 - 4%. Titanium dioksida dapat digunakan pada kosmetik dan
pelindung kulit dari sinar UV. Penambahan titanium dioksida ini untuk
memudahkan tampilan warna pada lipstik (Rowe, et al., 2009).
2.6.4 Evaluasi lipstik
Jenis-jenis evaluasi lipstik adalah sebagai berikut :
a.
Penetapan suhu lebur lipstik
Titik lebur lipstik diperiksa dengan menggunakan pipa kapiler yang ukuran,
20
Universitas Sumatera Utara
panjang isinya dan temperaturnya tertentu atau sama rata. Kecuali jika ditentukan
drop pointnya yaitu temperatur dimana minyak dari lipstik akan menetes yakni
dengan cara meletakkan lipstik pada kotak, dibiarkan dan dilihat dimana pada
temperatur tertentu akan keluar minyaknya. Temperatur ini berfungsi sebagai
tenperatur limit untuk penyimpanan misalnya pada waktu pengepakan, pemasaran
dan pemakaian yang dimana drop point harus diatas 45 0C dan sebaiknya diatas
50 0C (Balsam dan Sagarin, 1972).
b.
Kekuatan lipstik (Breaking point)
Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga
kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan.
Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lipstik juga kualitas lilinnya.
Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik
diletakkan horizontal. Tekan pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi. Tiap 30 detik
berat penekan ditambah (10 g). penambahan berat pada penekan dilakukan terus
sampai lipstik patah (Vishwakarma, et al., 2011).
c.
Stabilitas sediaan
Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan
bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama
penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 15, 30 dan selanjutnya setiap 15
hari hingga hari ke-90 (Vishwakarma, et al., 2011).
d.
Uji oles
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel
dengan perlakuan lima kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya
21
Universitas Sumatera Utara
menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik
jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata
dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu, sedangkan sediaan
dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel
sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).
e.
Penentuan pH sediaan
Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.
Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar
netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan
harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan
dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan
dan dilarutkan dalam 100 ml akuades, lalu dipanaskan. Setelah suhu larutan
hangat (sekitar 40 0C), elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat
menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter
merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).
f.
Uji tempel (Patch Test)
Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan
cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud
untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit
atau tidak (Ditjen, POM., 1985).
Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika
toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit
adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan,
22
Universitas Sumatera Utara
sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan
toksikan golongan alergen (Ditjen, POM., 1985).
Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah
pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi
tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut
iritasi sekunder (Ditjen, POM., 1985).
Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang
sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema atau vesikula kulit. Reaksi
kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen, POM., 1985).
Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan
panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat
jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan
menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen, POM.,
1985).
Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi
untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel
adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku dan bagian kulit di belakang
telinga (Ditjen, POM., 1985).
Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel
tertutup dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji
tempel preventif, uji tempel diagnostik dan uji tempel ramal (Ditjen, POM.,
1985).
Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum
penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap
23
Universitas Sumatera Utara
sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel
terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi
kulit positif atau negatif (Ditjen, POM., 1985).
Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud
pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi
penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik
dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup dan atau uji
tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam dan 72 jam (Ditjen,
POM., 1985).
Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah
sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen,
POM., 1985).
Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor:
-
Kadar dan jenis sediaan uji
-
Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji
-
Lamanya waktu pelekatan sediaan uji
-
Lokasi lekatan
-
Umur panel
g.
Uji kesukaan (Hedonic Test)
Uji kesukaan (Hedonic Test) merupakan metode uji yang digunakan untuk
mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar
penilaian. Menurut Badan Nasional (2006), data yang diperoleh dari lembar
penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata
24
Universitas Sumatera Utara
pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval
nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan suatu rumus seperti dibawah ini:
P(�̅ – (1,96.S / √�)) ≤ µ ≤ (�̅ + (1,96.S / √�)) ≅ 95%
�̅ =
2
S =
∑�
�= ��
�
∑�
�=
S = √�²
��−�̅ ²
�
Keterangan :
n
= Banyak panelis
S²
= Keseragaman nilai kesukaan
1,96 = Koefisien standar deviasi pada taraf 95%
�̅
= Nilai kesukaan rata-rata
Xi
= Nilai dari panelis i, dimana i=1,2,3,...,n
S
= Simpangan baku nilai kesukaan
P
= Tingkat kepercayaan
µ
= Rentang nilai
Kriteria panelis (Soekarto, 1981) :
1. Panelis yang digunakan adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil secara
acak sebanyak 30 orang panelis. Jumlah anggota panelis semakin besar
semakin baik.
2. Berbadan sehat.
3. Tidak dalam keadaan tertekan.
4. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian
organoleptik.
25
Universitas Sumatera Utara