T2 752013010 BAB III

BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN HASIL
PENELITIAN

A. GAMBARAN UMUM DESA MEPA
Identifikasi daerah penelitian dalam suatu penulisan, sangatlah penting
diperhatikan, hal itu berguna untuk mengetahui dan memahami secara utuh dan
integral suatu objek yang akan diteliti tersebut, sehingga objek yang akan diteliti
itu dapat didekati dan dipelajari dengan baik, karena ia tidak dapat berdiri sendiri
dan terpisah dari unsur-unsur lainnya.
1. Sejarah Asal-Usul Desa Mepa1
Secara umum masyarakat berkisah bahwa desa ini terbentuk diawali
dengan injil masuk di Mepa. Mepa mula-mula merupakan sekelompok
masyarakat tradisional yang hidupnya berpencar dibeberapa tempat diantara :
Kaku, Kawampu, Waeha dan wenarlale. Mereka hidup dari hasil bercocok tanam.
Mereka menjadikan Wenarlale sebagai tempat pertemuan2. Kehidupan mereka
terus berjalan sampai Ketika injil masuk di Mepa barulah mereka berniat untuk
membuat Mepa sebagai sebuah perkampungan. Dineten atau tempat yang
bernama Wenarlale diadakan ibadah pertama dan dineten inilah cerita tentang injil
Kristus mulai didengar oleh komunitas masyarakat ini, kira-kira sekitar tahun
1842, yang dibawakan oleh Tuan Step dan tahun inilah menjadi tahun mula-mula


1

Wawancara dengan bapak D. Solissa, tanggal 15 november 2014

2

Wenarlale sebagai sebuah tempat pertemuan dengan alasan bahwa di Wenarlale terdapat

tiga mata rumah

43

bagi pekabaran injil Tuhan dimulai di Buru Selatan. Perjalananan panjang untuk
menginjili masyarakat Mepa mula-mula mendapat tantangan yang cukup besar,
mula-mula dilakukan oleh Tuan Step, dengan pertemuan tanpa sadar bahwa itu
adalah tuntunan roh yang memimpin sehingga Tuan step bersama tua-tua orang
Mepa berjumpa dan akhirnya pengenalan Kristus dapat disosialisasikan bagi
komunitas masyarakat yang masih buta huruf, namun mampu memahami siapa
sebenarnya tokoh Yesus sebagai mesias bagi yang percaya bagiNya. Setelah injil

sudah diperdengarkan maka masyarakat mulai mengusahakan Mepa menjadi
sebuah perkampungan. Mepa kemudian menjadi negeri yang dipakai oleh desa
Mepa sekarang, berawal dari pertemuan mata rumah (7 huma kaum) yang
menerima injil. Dalam pertemuan itu, diadakan undi untuk menebaskan hutan
menjadi perkampungan atau pemukiman dan undian itu jatuh pada mata rumah
Wanukat yang bernama Maefa, sehingga nama desa ini menjadi Maefa. Dalam
perkembangan nama Maefa mengalami perubahan menjadi Mepa.
2. Letak Geografis
Secara geografis desa Mepa terletak pada posisi yang strategis, sebab
berdekatan dengan kota kecamatan Leksula, yang berjarak 11 kilo meter, sehingga
tergolong desa pinggiran Kota. Hal ini memberikan kemudahan bagi masyarakat
dalam kegiatan akomodasi dan transportasi. Jarak tempuh antara 30 sampai 1 jam
perjalanan menggunakan transportasi laut (Jomson3). Adapun letak geografis desa
Mepa adalah sebagai berikut :


3

Sebelah Timur berbatasan dengan Waehaolon


Transportasi laut sejenis Speedbood

44



Sebelah Barat berbatasan dengan Tifu



Sebelah Utara berbatasan dengan Mngeswaenn



Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut
3. Demografi

Berdasarkan data statistik desa Mepa tahun 2014, jumlah jiwa desa Mepa
adalah 512 jiwa yang terdiri dari 93 kepala keluarga ( KK ) yang terdiri dari : lakilaki 267 orang dan perempuan 245 orang.4
4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu pilar yang harus diperhatikan untuk
memajukan masyarakat, karena hal ini kemudian akan terkait dengan
kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang buruk akan berdampak pada ekonomi
masyarakat yang akan berpengaruh pada kesehatan.Pendidikan sebagai wahana
mencerdaskan kehidupan bangsa serta menentukan perjalanan hidup masyarakat
demi mencapai kesejahteraan mulai mendapat perhatian dari warga desa Mepa.
Klasifikasi menurut tingkat pendidikan diantaranya SD : 103 orang, SMP : 56
orang, SMA : 67 orang, D3 : 4 orang, S1 : 10 orang.5
5. Mata Pencaharian
Tinggkat pendidikan warga jemaat sangat berpengaruh pada tingkat
pemahaman dan pelayanan orang-orang Mepa. Pekerjaan yang digeluti pada
masyarakat Mepa yakni ; papalele, wirausaha, pertukangan, pengemudi Jomson,
petani, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dari penelitian yang dilakukan tingkat

4
5

Data statistikdesaMepa tahun 2014
Data statistic desa Mepa Tahun 2014


45

pekerjaan anggota jemaat dominannya sebagai petani, mereka tiap hari yang
mencari makan dengan cara bertani, berkebun dan berburu begitupun dengan
penjualan hasil kebun dan lain sebagainya. Hal ini tidak mengherankan karena
dengan lahan yang luas dan potensial maka sudah seharusnya jemaat dapat
memanfaatkan lahan dan alam negeri mereka dengan maksimal, namun ada
sebagian warga yang tidak serius dalam memanfaatkan alam sekitar mereka.
Para petani pada umumnya menanam tanam-tanam holtikultura seperti :
Ubi-ubian (keladi, petatas, kasbi), sayur-sayuran (cili, terong, sawi dan lain-lain),
buah-buahan.

Di samping itu mereka juga menanam tanaman umur panjang

seperti : kelapa, cengkih, pala, coklat dan lain-lain tetapi dalam jumlah yang
tidak terlalu banyak. Hasil tanaman tersebut sebagian diperdagangkan di pasar
(Leksula) dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan makan tiap hari.
6. Organisasi Pelayanan Jemaat6
Jemaat GPM Mepa dilayani oleh seorang pendeta sebagai ketua majelis
jemaat. Dalam melaksanakan peayanan bagi jemaat diangkat 12 anggota majelis

jemaat yang terdiri dari 6 penatua dan 6 Diaken ditambah 6 Taugama.
Jemaat GPM Mepa dibagi menjadi dua sektor pelayanan dan enam unit
pelayanan, yaitu :
a. Sektor Sion yang terdiri dari 3 unit Pelayanan
b. Sektor Ebenhaizer yang terdiri dari 3 unit pelayanan.
Untuk membina sumber daya umat gereja, maka dibentuklah wadah pelayanan
dan organisasi, yaitu :

6

Data stastistik Jemaat GPM Mepa Tahun 2014

46

a. Wadah pelayanan anak dan remaja
b. Wadah pelayanan perempuan
c. Wadah pelayanan laki-laki
d. Organisai angkatan mudah
e. Pendidikan ketekisasi
7.


Sistem Sosial budaya

Masyarakat desa Mepa adalah masyarakat berbudaya yang sangat
menghargai tradisi para leluhur. Ada beberapa aspek yang mengekspresikan pola
hidup masyarakat desa Mepa salah satunya juga adalah Esmaket yang menjadi
fokus tesis ini
Masyarakat Mepa maupun masyarakat Buru Selatan secara keseluruhan
adalah satu kesatuan etnis yang cukup kuat ikatan emosionalnya. Hal ini diperkuat
dengan adanya adat-istiadat, pola hidup kekerabatan serta bahasa


Adat Istiadat

Masyarakat Mepa maupun masyarakat Buru Selatan pada umumnya hidup
dalam satu tatanan adat yang berlangsung jauh sebelum ada gereja atau sebelum
masuknya kekristenan. Di Mepa memiliki adat istiadat seperti : adat perkawinan,
adat terkait dengan tanah. Acara-acara tersebut dipimpin oleh laki-laki. Laki-laki
memegang peranan penting dalam urusan adat.
Tentang hal ini perlu diperhatikan pandangan Cooley mengenai keadaan di

Maluku Tengah bahwa agama asli dan adat dilihat sebagai dua bagian dari satu
keseluruhan tetapi diantara kedua ini terdapat perbedaan yang penting, dimana
agama bersangkut paut dengan hubungan antara manusia dengan makhluk-

47

makhluk yang mendiami “dunia seberang” sedangkan adat menjalin hubungan
antara manusia dalam urusan dunia ini. Walaupun demikian diantara kedua bidang
ini terdapat jalinan yang tak terpisahkan.7 Karena itu sistem adat berhubungan
erat dengan rasa aman dan menciptakan keadaan harmonis yang bergantung pada
hubungan manusia dengan dunia atas. Sehingga sistem adat mesti menciptakan
suasana yang baik bagi semua orang.


Pola hidup kekerabatan

Sistem kemasyarakatan yang sementara ada hidup dan berkembang dalam
masyarakat dimulai dari keluarga sebagai unit kecil, kemudian marga atau juga
soa. Dari pola hidup kemasyarakatan diatas telah membentuk pola hidup
kekerabatan yang senantiasa mengatur sikap dan tingkahlaku masyarakat adat

Mepa sebagai berikut :
a. Mata rumah
Mata rumah yaitu kesatuan genelogis yang lebih besar sesudah
keluarga.Untuk melaksanakan acara-acara adat.Maka marga dikelompokan
dalam bentuk mata rumah. Ada 7 mata rumah besar dengan marganya
masing-masing, yaitu :
 Mata rumah Emngesa, yang membawahi marga Lesnussa
 Mata rumah Bongit Elen, yang membawahi marga Lesnussa
 Mata rumah Aras lale, yang membawahi marga Lesnussa
 Mata rumah Kaku, yang membawahi marga Lesnussa
 Mata rumah Foksodin, yang membawahi marga Lesnussa
7

F. L. Cooley, Mimbar dan Takhta , Hubungan Lembaga-Lembaga Keagamaan dan

Pemerintahan di Maluku Tengah, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1987) 133

48

 Mata rumah Waeha, yang membawahi marga solissa

b. Soa
Soa8 merupakan suatu wilayah yang menjadi bagian dari suatu
petuanan atau negeri.Di bawah soa bernaung beberapa mata rumah.
Diantara mata rumah-mata rumah yang tergabung dalam satu soa yang
dianggap mata rumah asli dan ada yang pendatang.9Kepala soa biasanya
diangkat dari orang-orang keturunan asal mata rumah.
Di desa Mepa, ada dua soa yang terdiri dari :
 Soa masbait yang membawahi marga lesnussa
 Soa mual yang membawahi marga solissa

Setiap soa terdiri dari beberapa mata rumah. Masing masing mata rumah
sudah memiliki pembagian tugas sendiri-sendiri sesuai pembagian sejak generasi
awal dalam suatu marga.

Secara turun temurun anggota mata rumah akan

mewarisi tugas dan tanggung jawab yang sama dengan pendahulunya.10

Dalam pola kekerabatan terdapat sebuah sistem kekeluargaan yang terus di
pelihara sampai saat ini. Sistem kekeluargaan dalam masyarakat desa Mepa masih

sangat kental dan masih dipertahankan, hal ini terkait dengan datuk-datuk atau
8

Kata soa dipakaiuntuk penyebutan kelompok masyarakat adat tertentu di wilayah

Indonesia Timur. Untuk selanjutnya akan digunakan istilah soa sebagai istilah yang cukup popular
dalam penyebutan marga di masyarakat adat Buru Selatan
9

Seiring perkembangan zaman sehingga telah terjadi perkawinan dari warga pendatang

(laki-laki ) dengan warga yang berasal dari desaMepa (perempuan), maka marga dari warga (lakilaki) tersebut digabungkan dengan salah satu soa yang ada di Mepa.
10

Misalnya, jika sudah ditetapkan satu mata rumah mendapat tugas sebagai marinyo sejak

dulu, maka pada masa kemudian anak turunannya akan mewarisi tugas sebagai marinyo.

49

tete nene moyang di zaman dulu yang memegang teguh persatuan atau
kebersamaan.

Dalam sistem kekeluargaan masyarakat Mepa mengenal istilah Kait-Wait
dan Wali-Dawen dan dipakai sebagai asas hidup berkeluarga. Kait-Wait dan
Wali-Dawen merupakan satu kesatuan yang terikat kuat. Hal ini didukung oleh
nilai-nilai kekerabatan dan kekeluargan yang berlandaskan Kait – Wait (adikkakak) dan Wali –Dawen (ipar). Dalam asas Kait-Wait, kakak memiliki kewajiban
untuk melindungi adik, sementara adik harus menghormati dan menaati kakak.
Kakak adalah pengayom dan adik adalah pendukung. Begitupula dengan WaliDawen, harus saling menghargai diantara ipar-ipar.11


Bahasa

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Karena dengan bahasa manusia dapat memampukan dirinya untuk
mengatasi hal-hal kongkrit hingga ruang dan waktu tidak lagi menjadi faktor yang
menghambat aktualisasi subjektivitasnnya. Ia menjadi tanda bagi manusia untuk
membangun pemahaman tentang diri dan lingkungan dalam keutuhan yang terusmenerus selalu berada dalam perkembangan. Bahasa juga dapat dipahami sebagai
bentuk kebudayaan yaitu hasil daya pikir manusia.12
Masyarakat Buru Selatan umumnya dalam kehidupan sehari-hari
berkomunikasi dalam bahasa Buru, mereka juga rata-rata bisa berbicara dalam

11

Hasil wawancara dengan bapak A. Lesnussa, tanggal 20 november 2014

12

I.R. Poedjawidjatna, Manusia dengan Alamanya, Filsafat Manusia.(Jakarta: PT. Bina

Aksara, 1983), 133-135

50

bahasa Melayu Ambon, tapi dengan logat kental Buru.13Bagi masyarakat desa
Mepa khususnya para orang tua, mereka menganggap bahwa melestarikan bahasa
daerah merupakan salah satu hal yang penting untuk diteruskan dari generasi ke
generasi karena merupakan salah satu adat atau tradisi yang diturunkan dari
nenek moyang mereka. Menurut mereka bahasa daerah juga merupakan alat
pemersatu bagi masyarakat di desa Mepa. Selain itu bahasa daerah juga sering
digunakan dalam setiap upacara adat. Bahasa yang dipakai ini juga
melambangkan solidaritas yang saling menghargai diantara satu dengan yang lain.
Dengan bahasa daerah sebagai pengikat hubungan kekeluargaan dan kekerabatan
maka bentuk dari solidaritas itu akan menciptakan suasana yang aman damai
dalam kebudayaan yang telah terbina.
8. Pemerintahan Negeri
Masyarakat Mepa adalah sebuah masyarakat adat, kesatuannya ini diikat
oleh kesatuan hukum adat yang tersosialisasikan pada adat istiadat dan tradisi
masyarakat. Raja atau Matgugul sebagai kepala adat dengan kepala-kepala soa
selaku pembantu-pembantu sangat dijunjung tinggi, termasuk para pimpinan
agama dan guru-guru sekolah. Ini merupakan kekuatan fungsionaris yang
dianggap kaum intelek di lingkungan masyarakat desa Mepa yang lazim disebut
“Tiga Batu Tungku”.

13

Bahasa umum yang dipakai sehari-hari oleh masyarakat Buru selatan.

51

Struktur pemerintah adat desa Mepa dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Tabel. 01
Struktur Pemerintahan Adat Buru Selatan

Matgugul

Saniri

Soa

Kawasan

Marinyo

Masyarakat

52

Matgugul adalah raja tanah atau penguasa atau yang bertanggung jawab
atas wilayah kekuasaan yang telah ditentukan serta merupakan pimpinan tertinggi
di lembaga adat. Tugas-tugas utamanya adalahmenjalankan roda pemerintahan
negeri, memimpin pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh adat dan tokohtokoh masyarakat, melaksanakan sidang pemerintahan adatmenyusun program
pembangunan negeri.

Selain itu, Matgugul berfungsi untuk mengatasi

permasalahan di semua marga yang mana persoalan tersebut tidak dapat
diselesaikan oleh kepala Soa. Disamping itu, Matgugul juga berfungsi sebagai
pemimpin adat, diantaranya upacara pengangkatan Kepala Soa, pernikahan, dan
sebagainya. Matgugul juga diangkat berdasarkan keturunan. Matgugul sebagai
pemimpin adat dan wilayah Petuanan di Buru Selatan, bertugas menangani dan
mengatasi segala persoalan adat di wilayahnya dalam lingkup luas. Segala
persoalan tingkat kepala soa dan kepala adat, jika tidak dapat diselesaikan, maka
dibawa kepada Matgugul untuk diselesaikan.

Saniri adalah lembaga musyawarah adat negeri, terdiri dari staf
pemerintahan negeri, para tetua adat dan tokoh-tokoh masyarakat. Tugas
utamanya adalah sewaktu-waktu mengadakan pertemuan atau persidangan adat
lengkap kalau dianggap perlu dengan para anggotanya (tokoh adat dan tokoh
masyarakat). Mengadakan pertemuan untuk memutuskan masalah yang terjadi di
daerah tertentu.14

14

Masalah-masalah yang sering ditangani oleh saniri seperti masalah, pencurian, rumah

tangga, dll

53

Soa

adalah

kumpulan

beberapa

marga

(clan)

yang menjalankan

tugas: melaksanakan pekerjaan negeri bila ada titah (perintah) dari raja melalui
kepala Soa masing-masing serta membantu menangani dan mempersiapkan semua
keperluan bagi keluarga anggota soa dalam upacara-upacara perkawinan dan
kematian. Secara singkat, kepala Soa berfungsi untuk mengatur segala persoalan
yang berkaitan dengan warga dalam suatu soa. Baik persoalan kemasyarakatan
maupun persoalan adat.

Kawasan adalah kuasa pengatur hak-hak tanah petuanan negeri. Tugas
utamanya adalah mengatur dan menyelesaikan masalah-masalah di dalam desa
maupun dengan desa tetangga yang menyangkut batas-batas tanah serta sengketa
tanah petunanan yang terjadi dalam masyarakat. Kawasan adalah salah satu
jabatan yang dapat disejajarkan dengan kepala dusun. Dalam satu soa, biasanya
terdapat beberapa mata ruma. Kawasan biasanya yang mengetahui segala sesuatu
urusan dalam soa yang bersangkutan. Selain itu tugas kawasan yang lain adalah
membantu kepala soa.

Marinyo adalah pembantu Raja, sebagai penyampai berita dan titah melalui
tabaos (pembacaan pengumuman) atau meneyebarkan informasi jika ada suatu
kegiatan di desa kepada seluruh warga masyarakat.15

Masyarakatadalah kumpulan individu yang menjalin kehidupan bersama
sebagai satu kesatuan yang besar yang saling membutuhkan, memiliki ciri-ciri
yang sama sebagai kelompok.16
15

Hasil wawancara dengan bapak L. Solissa, tanggal 16 November 2014

54

9. Agama Dan Kepercayaan
Masyarakat desa Mepa seluruhnya sekarang menganut agama Kristen
Protestan. Namun sejarah mencatat bahwa sebelum masuknya agama Kristen di
Mepa masyarakat sudah memiliki kepercayaan yang disebut kepercayaan asli
yakni penyembahan kepada roh-roh leluhur atau tete nene moyang. Leluhur
tertinggi pada saat itu diberi namaOpolahtalah.17
Masyarakat Buru Selatan juga percaya kepada kekuatan roh para leluhur yang
sudah meninggalkan mereka. Kekuatan arwah atau roh dari para leluhur yang
sudah lama meninggal itu berpengaruh bagi kehidupan mereka sehari-hari, yaitu
dapat memberikan perlindungan, keberhasilan, kesejahteraan dan kesehatan tetapi
juga dapat mendatangkan malapetaka, bencana dan penyakit.

Masyarakat

mempercayai adanya Tuhan yang disebut “Opolastalah”. Masyarakat Mepa
memuja para leluhur yang dianggap sebagai Tete atau kakek yang Besar yang
disapa dengan istilah Opolahtalah. Pada saat itu tempat-tempat penyembahan para
leluhur berada di gunung, batu dan juga Pohon18, yang dianggap tempat suci dan
keramat. Selain itu, dalam penyembahan yang dilakukan masyarakat Buru
Selatan, mereka juga membuat lumbung kecil kemudian diletakan beberapa
tengkorak dari kepala suku yang disembah untuk memohon berkat, pertolongan
16

J.S Badudu dan Sultan M Zain. Kamus Umum Bahasa Indonesia.(Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan), 872
17

Opo artinya kakek, lastalah besar. Jadi Opolastalah yang dimaksud adalah Tuhan yang

besar, Lastalah hanya dapat digunakan untuk Tuhan. Pada saat itu masyarakat mempercayai
Opolastalah atau kakek sebagai yang terbesar atau yang tertinggi karena mereka belum mengenal
adanya kata Tuhan, kemudian setelah masuknya kekristenan di Mepa barulah kata opolahtalah
dipakai sebagai sebutan untuk Tuhan Allah.
18

Hasil wawancara dengan bapak W. Lesnussa, tanggal 17 November 2014

55

bahkan rejeki (hasil binatang buruan, hasil kebun).Apabila ada diantara mereka
yang sakit maka yang dituakan sebagai kepala adat membuat sebuah parapara.19Para-para tersebut dihiasi dengan daun kelapa dan sepotong kain putih
sebagai bendera.Kemudian disitu diletakan kepala babi atau kepala ayam putih
yang sudah disembelih, darahnya ditaruh dalam bulu (bambu). Kemudian
disediakan juga mangkok kecil berisikan siri, pinang, tembakau, kapur dan juga
sedikit hasil kebun (ubi-ubian, pisang, dll) lalu dikuburkan. Mereka percaya
bahwa dengan melakukan seperti itu maka orang sakit tersebut mendapat
kesembuhan.
Memang sudah menjadi suatu keyakinan masyarakat bahwa menjaga atau
memelihara hubungan baik dengan roh-roh tersebut di atas merupakan kewajiban
yang harus diperhatikan. Hal ini dilakukan agar keseimbangan kehidupan antara
orang yang masih hidup dengan arwah atau roh yang sudah lama mati itu dapat
terjalin dengan baik. Diyakini bahwa roh-roh atau arwah-arwah para leluhur
tersebut masih bereksistensi dalam kehidupan yang nyata ini.
Setelah masuknya agama Kristen di Buru Selatan, kepercayaan masyarakat
tetap terhadap tete nene moyang dan mereka mempercayai adanya Tuhan sebagai
Juruselamat.Hal ini Nampak karena pada zaman dahulu, masyarakat mula-mula
mempercayai leluhur yang disebut dengan istilah Opolahtalah.Ketika masuknya
agama Kristen di Buru Selatan pada umumnya masyarakat kemudian memakai

19

Sejenis tempat pengasapan, yang terbuat dari kayu dan juga bambu.

56

istilah Opolahtalah untuk menyebut Tuhan Allah, semetara tete nene moyang juga
dipakai dan di percayai sampai sekarang.20
B. ESMAKET
Bertolak dari observasi dan wawancara yang dilakukan selama melakukan
penelitian, maka ditemukan banyak data dari responden tentang Esmaket. Setelah
melakukan penelitian maka dalam bagian ini ada beberapa hal yang diangkat
sebagai acuan penulisan lebih lanjut, antara lain:
1. Memahami Ritual Esmaket
Masyarakat menceritakan bahwa Esmaket ini dimulai sejak purbakala
zaman dari tete nene moyang. Sejak zaman dulu mulai ada masyarakat di Buru,
maka Esmaket ini mulai ada dan diadakan pada saat terpilihlah seseorang yang
akan memimpin sebuah komunitas.
Menurut informasi dari Bapak Y Lesnussa, Esmaket atau yang sering
disebut sumpah adat merupakan suatu upacara adat masyarakat Buru Selatan pada
umumnya. Pelaksanaan Esmaket merupakan suatu ketentuan adat yang harus
dilakukan oleh mayarakat Buru Selatan. Adat ini dilaksanakan untuk pelantikan
adat, baik itu bagi pejabat pemerintah negara maupun bagi pejabat adat.21 Hal ini
ditambahkan oleh bapak B Lesnussa bahwa secara umum, masyarakat meyakini
adat ini sebagai suatu tradisi yang telah ada sejak dahulu, dan masih dipraktekan
hingga sekarang oleh masyarakat adat, keterikatan mereka dengan leluhur adalah

20

Wawancara dengan bapak B Lesnussa, tanggal 24 November 2014

21

Wawancara dengan Bapak Y. Lesnussa, tanggal 19 November 2014

57

sangat penting karena mencakup setiap generasi dari masyarakat adat tersebut.
Hal inilah memungkinkan adat Esmaket tetap bertahan sampai sekarang.22
Bagi masyarakat desa Mepa, Esmaket ini dibuat oleh para leluhur, agar
kehidupan masyarakat tentram dan memiliki aturan sopan santun. Para leluhur
tidak ingin terjadi pertengkaran dan agar masyarakat terhindar dari hal-hal yang
tidak baik seperti, pertentangan dan pertikaian bahkan kesalahan dalam kehidupan
masyarakat. Sebab diyakini oleh para leluhur bahwa apabila tidak dibuat Esmaket
maka akan terjadi kehancuran.
Menurut bapak A. Solissa, Bagi masyarakat desa Mepa Esmaket adalah
tekad bersama warisan para leluhur yang perlu dilaksanakan dan dipertahankan.
Selain itu Esmaket juga merupakan wasiat yang baik yang dapat mengatur
kehidupan masyarakat setempat.23
Ritual Esmaket merupakan suatu kegiatan yang menjadi bagian dalam
kehidupan masyarakat Desa Mepa, khususnya ketika berbicara mengenai agama
dan budaya. Disatu sisi mereka menjalani kehidupan setiap hari dengan
melakukan berbagai aktifitas, dilain sisi, mereka juga berkumpul dan melakukan
adat Esmaket yang mereka percaya sebagai amanat dari leluhur sehingga bagi
mereka ritual Esmaket harus tetap dijaga dan dilestarikan.
Berbagai tanggapan dari masyarakat akan membantu memahami apa
sebenarnya makna ritual Esmaket. Menurut bapak A. Solisssa Esmaket adalah
memohon berkat dari para leluhur yang dipercaya dapat menjaga dan melindungi

22

Wawancara dengan Bapak B lesnussa, tanggal 24 November 2014

23

Wawancara dengan Bapak A. Solissa, tanggal 18 November 2014

58

kehidupan masyarakat setempat, agar terhindar dari bahaya dan malapetaka.24 Hal
ini ditambahkan pula oleh bapak W. Lesnussa bahwa Esmaket ini memiliki nilainilai tersendiri bagi mereka. Esmaket memiliki kuasa yang tidak dapat merubah
segala yang sudah diucapkan.25
Pelaksanaan ritual Esmaket biasanya melibatkan masyarakat secara umum.
Baik dalam masalah biaya dan juga proses upacara. Selain berpartisipasi dan
memberikan sumbangan sukarela, biasanya masyarakat akan turut mengambil
bagian dalam proses ritual Esmaket yang dilakukan pada saat-saat tertentu saja.
Ada tanggapan masyarakat Mepa ketika mengikuti proses ritual Esmaket.
Bapak L. Solissa mengatakan bahwa menurutnya, Esmaket memiliki ciri khas
tersendiri, dimana semakin mempererat hubungan kekerabatan masyarakat desa
Mepa dan setiap orang akan merasakan tanggung jawab moral mereka sebagai
bagian dari orang Mepa.26
Bagi masyarakat Mepa, melaksanakan tradisi Esmaket merupakan sebuah
kewajiban sebagai masyarakat adat. Karena banyaknya masyarakat Mepa yang
telibat dalam dan mengikuti seluruh rangkaian ritus Esmaket. Hal ini berkaitan
dengan mempererat hubungan diantara sesama tersebut. Menjawab pertanyaan
“bagaimana jika Esmaket itu tidak dilakukan”? masyarakat menjawab bahwa
“karena ritus Esmaket merupakan sebuah tradisi, maka tradisi ini tetap
dipertahankan serta dilakukan sesuai dengan tujuannya. Bapak A. Solissa
mengatakan “ dari dolo sampe skarang ini Esmaket ni katong tetap biking akan
24

Wawancara dengan Bapak A. Solissa, tanggal 18 November 2014

25

Wawancara dengan Bapak W. Lesnussa, tanggal 17 November 2014

26

Wawancara dengan Bapak L. Solissa, tanggal 16 November 2014

59

trus, karna Esmaket ni kan tradisi orang Buru, jadi seng bisa seng biking akan.
Kalu orang Mepa seng biking Esmaket, itu berarti dong su lupa tradisi ini.
Karena itu Esmaket ini harus katong biking”, maksdunya, Esmaket merupakan
sebuah tradisi yang sudah diwariskan oleh karena itu ritus Esmaket mesti tetap
dilakukan, apabila tidak melakukan ritus Esmaket itu artinya masyarakat Mepa
sudah melupakan tradisi tersebut.27
Konsep Esmaket dalam pandangan masyarakat Mepa ini yang membuat
Esmaket itu tetap dilakukan. Bagi mereka, apabila Esmaket tidak dilakukan ini
tidak berkaitan dengan dilaukan ritus Esmaket ataukah tidak melainkan berkaitan
dengan bagaimana seseorang tersebut melaksanakan tugas dan tanggung jawab
sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama. Apabila tidak dilakukan dengan
baik maka akan mengalami melapteka, apabila ia melakukan baik maka hasil yang
ia dapat juga akan mengalami hal-hal yang baik.
Dari informasi di atas maka dapat dilihat ada beberapa hal yang nampak
dalam pandangan masyarakat masyarakat mengenai Esmaket. Pertama,
pelaksanaan Esmaket dilakukan untuk memohon berkat dan juga perlindungan,
kedua pelaksanaan Esmaket sebagai tanda untuk tidak merubah apa yang sudah
diucapkan. Ketiga, Esmaket dilakukan untuk mempererat hubungan kekerabatan
dalam masyarakat.
2. Pelaksanaan dan makna simbol-simbol di dalamnya.
2.1 Proses Pelaksanaan Esmaket

27

Wawancara dengan Bapak A. Solissa, tanggal 18 November 2014

60

Dalam melaksanakan ritual Esmaket, ada beberapa rentetan kegiatan yang
dilakukan. Sebelum masuk pada proses Esmaket, ada beberapa persiapan yang
dilakukan oleh masyarakat desa Mepa. Berikut ini merupakan urutan proses
pelaksanaan Esmaket .
a. Masyarakat harus memilih atau membentuk tim kecil yang bertugas
mempersiapkan semua yang diperlukan bagi pelaksanaan ritus
Esmaket. Tim ini bertugas demi terlaksana pelaksanaan Esmaket
dengan baik.

Turut terlibat dalam pertemuan untuk membentuk

panitia yakni, tokoh adat, tokoh agama (Kristen), para tetua dari
mata rumah, dan para tua-tua negeri. Ketika terjadi kesepakatan
bersama

dalam

pertemuan

yang

dilakukan

tersebut

maka

ditentukanlah waktu dan tempat pelaksanaan, perlengkapan ritual
dan rencana kegiatan. Ketentuan yang lain ialah adanya partsipasi
dari masyarakat dengan memberikan sumbangan sukarela yang
biasanya berupa uang, beras, gula, kopi dan lain sebagainya.
b. Ketika tim kecil sudah menentukan waktu dan tempat serta
mempersiapkan seluruh perlengkapan Esmaket, maka beberapa hari
atau paling lambat satu hari sebelum pelaksanaan maka tim kecil
harus menghubungi Matgugul dengan tujuan pemberitahuan bahwa
Esmaket akan dilaksanakan pada hari yang sudah ditentukan dan
sekaligus meminta Matgugul untuk memimpin seluruh proses
pelaksanaan Esmaket tersebut.

61

c. Tiba saatnya untuk acara pelantikan maka, seseorang yang
memangku jabatan tersebut dibawah oleh

keluarga mata rumah

menuju tempat ritus yang sudah disiapkan. Sebelum berangkat
menuju acara Esmaket, keluarga berdoa bagi seseorang yang dipilih
tersebut. Ketika hendak keluar dari rumah, cara berjalan pun diatur.
Di awali dengan tubu flehet(tifa toto buang) kemudian diikuti oleh
tokoh-tokoh adat dari mata rumah tersebut, para tetua negeri, tokoh
agama, pemimpin tersebut, dan seluruh masyarakat.28
d. Setelah tiba di tempat ritus, dilakukan penyerahan dari mata rumah
kepada pemerintah adat. Ritus Esmaket dimulai dengan nasihatnasihat atau petuah-petuah.29 Nasihat-nasihat atau petuah-petuah
tersebut juga berupa larangan-larangan untuk tidak melakukan halhal yang bertentangan dengan aturan-aturan adat atau nasihat yang
sudah diberikan. Apabila melanggar maka resiko pasti ada. Nasihatnasihat atau petua-petua yang pertama dari para tetua negeri,
kemudian nasihat yang terakhir dari salah satu tokoh adat sebelum
dilakukan Esmaket. Proses ini berlangsung dalam beberapa menit
dan disaksikan oleh tokoh agama Kristen (pendeta), tokoh adat
bahkan seluruh masyarakat setempat. Dalam ritus pelantikan tersebut
Matgugullah yang berprakarsa dengan menyebut semua nama
28

Hal ini menadankan bahwa ritus ini bukanlah hal yang dilakukan biasa saja

29

Nasihat-nasihat atau petuah-petuah yang diberikan oleh tetua negeri maupun tokoh adat

berkaitan dengan kepemimpinan yang baik untuk negeri atau desa. Di dalamnya

terdapat

larangan-larangan untuk tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang sudah di
tetapkan.

62

Matgugul yang sudah pernah ada. Menurut informasi yang diperoleh
dari bapak A, solissa, nama-nama Matgugul hanya dapat disebutkan
pada saat pelaksanaan ritus Esmaket. Setelah menyebutkan namanama Matgugul, kemudian mengucapkan kalimat Esmaket yang
berbunyi demikian30 :
Tabea Opolahtalah geba esnulat, djunai laba toke na tu isi peskemak
Hokmat tabea ute ama opo rama tu geba penate adat, betu balak
fildi bipolo fena Maefa31 tu na latorwake lea langinan na…….(
prepak na hari) beton …..(prepak na beton) marga ….. (prepak na
marga)
Yako matgugul …..(prepak na ngan)….. alanti gebha …..(prepak na
gau tenik)…..
Hokmate opolahtalah geba esnulat tu opo rama ro tuke namuk
berkate tu perlindungan fildi dafukolon. Opolahtalah geba esnulat tu
opo rama ro penata kita hangsiak.
Artinya :
Tuhan Allah pencipta langit dan bumi dan segala isinya

30

Pada Zaman dahulu sebelum masuknya agama Kristen di Buru Selatan Matgugul hanya

menyebutkan leluhur, tetapi kemudian setelah masuknya agama Kristen, maka Opolahtalah atau
Tuhan Allah disebutkan di awal kemudian disusul dengan leluhur. Meskipun demikian keduanya
memiliki eksistensi yang sama.
31

Pada mulanya desa Mepa dikenal dengan kata Maefa tetapi kemudian karena

masyarakat mengalami perkembangan maka kata Maefa diganti menjadi Mepa. Namun dalam
proses adat kata Maefalah dipakai karena bagi masyarakat kata Maefa merupakan warisan dari
para leluhur.

63

Para leluhur sebagai pembuat adat dari semua marga yang ada di
bumi Buru desa Mepa
Pada hari ini …(sebutkan hari) … tanggal, bulan, tahun
…(sebutkan)… marga …(sebutkan marga)
Saya Matgugul …..(sebutkan nama) ….. sebagai tokoh adat melantik
saudara …..(sebutkan nama) … sebagai seseorang yang memangku
jabatan (sebutkan jabatan)
Kiranya Tuhan Allah dan juga para leluhur memberikan berkat dan
perlindungan.Tuhan Allah memberkati Kita semua.
e. Setelah itu terjadilah tanda-tanda seperti angin, gerimis, petir serta
seseorang yang melakukan sumpah itu akan menangis dan gemetar
bahkan orang-orang yang berada di sekitarpun bisa merasakan hal
yang sama. Kemudian tempat pelaksanaan Esmaket yang tadinya
tertutup tiba-tiba terbuka walaupun tidak ada angin dan hujan turun
yang kemudian ditandai dengan petir dan gemuruh. Kemudian angin,
petir serta gerimis berhenti secara tiba-tiba. Masyarakat percaya
bahwa hal-hal yang terjadi inilah yang menandakan bahwa Esmaket
atau sumpah itu benar-benar direstui atau didengar oleh leluhur atau
tete nene moyang.
f. Kemudian dilakukan doa oleh pendeta.
g. Sebagai bagian akhir dari seluruh rangkaian ritus Esmaket diakhiri
dengan makan bersama. Sebagai ungkapan syukur atas semua yang
telah berlangsung dengan baik saat itu maka ritus Esmaket diakhiri

64

dengan makan bersama pada meja makan bersama yang sudah
disediakan oleh ibu-ibu di dapur umum. Makan bersama diawali
dengan makan siri pinang.32Dimulai dari orang tatua dan tokoh adat,
agama, dan masyarakat, kemudian barulah makan makanan yang
telah tersedia.
2.2 Benda atau Simbol yang Digunakan
Pelaksanaan Esmaket memiliki tata cara tertentu, berkaitan dengan
kebutuhan dan materi yang diperlukan dalam ritus tersebut. Simbol-simbol dan
benda-benda yang dipakai dalam proses Esmaket juga memiliki makna yang
penting. Benda-benda yang biasa (Profan) tetapi di dalam ritus dipakai dan
menjadi simbol Yang Sakral. Dalam pelaksanaan Esmaket benda-benda atau
simbol-simbol yang dipakai diantaranya :
a. Okofnoit atau syal
Okofnoit atau syal mempunyai arti tersendiri bagi masyarakat Buru
Selatan.Okofnoit

merupakan lambang jabatan yang dipegang oleh

seseorang dalam pemerintah adat. Okofnoit ini dipakai oleh Matgugul
untuk melakukan proses Esmaket dan dipakai pada bagian pinggang.
Menandakan bahwa di tubuh seseorang tersebut ada jabatan yang
dipegang.
b. Ifutin atau Lestari
Ifutin atau Lestari merupakan lambang kepemimpinan. Ifutin
biasanya dipakai dalam setiap acara adat, dipakai pada kepala seseorang
32

Dalam setiap pelaksanaan ritus di masyarakat buru selatan, sirih pinang selalu

digunkakan.

65

menandakan bahwa seseorang tersebut merupakan pemimpin terhadap
komunitas tertentu. Dalam setiap pelaksaaan adat. Ifutin tersebut dipakai
oleh pimpinan masyarakat. Dalam proses Ritus Esmaket tidak seseorang
yang memakai Ifutin tidak boleh memakai sandal. Hal ini dikarenakan
bahwa pada zaman dahulu para leluhur pun melakukan hal yang sama.
c. Jubah pelantikan warna hitam
Jubah pelantikan warna hitam merupakan lambang dari sebuah
jabatan.Jubah ini hanya dipakai oleh matgugul sebagai pemimpin tertinggi
adat di Buru selatan.Jubah pelantikan merupakan pakaian yang
disakralkan.
d. Baju berwarna hitam dan Celana seperempat warna hitam
Pakaian berwarna hitam merupakan pakaian yang harus dipakai
oleh seorang yang akan masuk pada ritual Esmaket. Menurut informasi
yang diperoleh dari nara sumber, memakai celana hitam seperempat
mengikuti apa yang sudah ada pada zaman tete nene moyang. Masyarakat
menggunakan warna hitam karena bagi mereka warna hitam merupakan
lambang dari kesakralan.33
e. Baskom atau mangkok
Baskom mangkok merupakan tempat untuk meletakan air untuk di
minum oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut. Baskom atau
mangkok juga disediakan untuk mengisi sirih pinang. Masyarakat percaya
bahwa dalam mangkok tersebut sudah terdapat berkat dan juga petua-petua
33

Wawancara dengan bapak W Lesnussa dan bapak A. Lesnussa, tanggal 17 dan 20

november 2014

66

atau nasihat-nasihat.sehingga ketika ia meminum air tersebut maka ada
berkat dan perlindungan bagi seseorang tersebut untuk mampu melakukan
tugas dan tanggung jawab dengan baik.
f. Tifa
Tifa pada umumnya merupakan alat musik khas dari Maluku. Tifa
mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan juga dengan cara
dipukul. Alat musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau
dihilangi isinya dan pada salah satu sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya
penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan untuk
menghasilkan suara yang bagus dan indah.Bentuknyapun biasanya dibuat
dengan ukiran.Setiap suku di Maluku memiliki tifa dengan ciri khasnya
masing-masing.Tifa biasanya digunakan untuk mengiringi tarian perang
dan beberapa tarian daerah lainnya seperti tari Lenso dari Maluku yang
diiringi juga dengan alat musik toto buang.Masyarakat Buru Selatan juga
menggunakan tifa untuk mengiringi tarian dalam seluruh acara adat. Tifa
tersebut dipakai untuk mengiringi proses pelaksanaan Esmaket.
g. Toto buang
Toto buang merupakan alat musik tradisional masyarakat Maluku
secara umum.Masyarakat Buru secara umum juga mengenal dan
menggunakan Toto Buang sebagai alat musik tradisional.Toto Buang
terdiri serangkaian gong-gong kecil yang ditaruh pada sebuah meja,
dengan beberapa lubang sebagai penyanggahnya.Toto buang dipakai untuk
mengiringi seluruh perjalanan menuju tempat pelantikan.

67

h. Rumah pelantikan
Dalam melaksanakan ritus Esmaket dibuatlah sebuah rumah
gantung kecil, yang terbuat dari kayu, ditutupi atap dari daun sagu dan
beralaskan papan. Rumah gantung kecil tersebut di buatkan khusus untuk
pelaksanaan ritus Esmaket.
Di dalam budaya manusia memanifestasikan seluruh eksistensi pribadinya
secara utuh, salah satunya lewat simbol. Dengan demikian simbol adalah bagian
dari budaya. Di dalam kehidupan manusia senantiasa berjumpa dengan simbol
yang berguna untuk mengkomunikasikan ide, pandangan, dan isi hati manusia.
Terlebih lebih jika ingin menjelaskan suatu pengertian yang mendalam dan sulit
diuraikan dengan konsep konsep yang jelas. Simbol atau lambang merupakan
suatu bentuk pengungkapan manusia yang memiliki makna tertentu dan
dipengaruhi oleh konteks. Melalui simbol tersebut manusia menemukan makna
terdalam sebuah kehidupan dan mengalami transedensi.
Dalam pelaksanaan adat semua benda-benda atau simbol-simbol ini harus
ada karena memiliki nilai penting bagi masyarakat Mepa. Simbol-simbol ini
merupakan alat yang dipakai untuk menyembah Tuhan tetapi juga para
leluhur.34Seluruh benda yang dipakai dalam ritus Esmaket tersebut sebagai
simbol.Hal ini menunjukan bahwa ritus Esmaket ini merupakan ritus yang sakral
dalam masa itu hubungan manusia dengan leluhur dibangun. Manusia memasuki
wilayah leluhur merupakan sesuatu yang sakral. Sehingga benda-benda yang
34

Sampai saat ini dalam ibadah-ibadah minggu, nyanyian-nyanyian diiringi dengan tifa

dan juga suling. Suling atau seruling memang tidak digunakan dalam ritus esmaket tetapi
merupakan alat musik tradisional khas Maluku .

68

digunakan merupakan benda-benda biasa yang sering dipakai dalam ranah profan
tetapi dalam ritus Esmaket, benda-benda tersebut juga digunakan dalam ranah
sakral.
Selain itu juga ada kebutuhan materi lainnya yang diperlukan dalam ritus
Esmaket berkaitan dengan makan bersama.


Makanan yang disajikan

Makanan yang diletakan diatas meja panjang umumnya adalah hasil-hasil
kebun, namun pada perkembangannya makanan yang disajikan sudah beraneka
ragam yang meliputi :
Bentuk yang sederhana terdiri dari :


Makanan hasil kebun : keladi rebus, ubu jalar atau petatas rebus pisang
mangkal rebus, sayur bunga papaya, sayur acar



Papeda



Makanan hasil laut : ikan goreng, ikan masak kuah kuning, ikan bakar



Sirih Pinang
Dalam setiap pelaksanaan ritus di masyarakat Buru Selatan, sirih pinang

selalu digunkakan. sirih pinang lengkap dengan segala isinya antara lain siri,
pinang, dan kapur ini mempunyai arti dan melambangkan terjadinya suatu
perikatan persekutuan, persaudaraan, kekeluargaan, bahkan persahabatan
Bentuk yang mewah terdiri dari : nasih kuning, nasi putih, sambal goreng,
babi, kus-kus (kusu), anjing, dendeng, kue cake dan minuman dari toko
Terkait dengan bahasa Buru yang juga sebagai symbol digunakan dalam
ritus Esmaket menunjukan bahwa Ritus Esmaket ini merupakan ritus yang sakral

69

dalam masa itu hubungan manusia dengan leluhur dibangun. Manusia memasuki
wilayah leluhur merupakan sesuatu yang sakral. Sehingga bahasa yang digunakan
juga berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam ranah profan bahkan bahasa
Buru di gunakan dalam seluruh rangkain ritus Esmaket.
2.3 Waktu Dan Tempat Pelaksanaan
Menurut informasi yang didapat dari bapak A. Solissa, ia mengatakan
bahwa Esmaket ini biasanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja, dan
dilakukan pada tempat yang sudah disediakan.35 Hal ini pula ditambahkan oleh
bapak A. Lesnussa,Esmaket ini bukanlah proses yang sembarangan dilakukan
melainkan dilakukan pada waktu yang sudah disepakati bersama. Biasanya
Esmaket dilakukan mulai pada jam 10 pagi sampai seluruh rangkaian ritus
selesai.Selain itu ritus Esmaket juga hanya dilakukan pada waktu atau peristiwaperistiwa tertentu, dalam hal ini ritus Esmaket dilakukan pada peristiwa pelantikan
seseorang yang memangku jabatan baik pada jabatan pemerintah Negara maupun
pada jabatan pemerintah adat.36
Dalam pelaksanaan ritus tempat merupakan suatu komponen utama dari
sebuah ritus. Oleh karena itu tempat pelaksanaan Esmaketjuga disepakati bersama
bahwa proses Esmaket ini akan dilakukan dimana atau pada tempat yang sudah
disepakati.37
Berkaitan dengan waktu dan tempat pelaksanaan, menandakan bahwa ritus
Esmaket tidak dilakukan pada setiap waktu tetapi dilakukan hanya pada waktu35

Wwawancara dengan Bapak A. Solissa, tanggal 18 November 2014

36

Wawancara dengan bapak J. Lesnussa, tanggal 20 november 2014

37

Wawancara dengan bapak A. Lesnussa, tanggal 20 november 2014

70

waktu dan peristiwa tertentu saja.Bahkan juga dilakukan oleh dan hanya pada
orang-orang tertentu seperti tokoh adat dan mereka yang memangku jabatan
tertentu.

71