Fungsi dan Makna Patung Dewi Kwam Im pada Vihara Avalokitesvara Bagi Masyarakat Tionghoa kota Pematang Siantar

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab dua ini penulis memaparkan tiga jenis penguraian yaitu :
konsep yang terkait dengan faktor-faktor pada judul skripsi, landasan teori sebagai
acuan penelitian skripsi penulis, dan kajian pustaka yang berisi tentang hasil
penelitian terdahulu.
2.1 Konsep
Konsep merupakan suatu pernyataan singkat tentang fenomena atau
kejadian. Konsep juga dapat diartikan sebagai suatu abstraksi dari ciri-ciri sesuatu
yang mempermudah komunikasi antar manusia dan memungkinkan manusia
untuk berpikir. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep
adalah: ”…diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
pengertian kongkret, gambaran mental dari objek atau apapun yang ada di luar
bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain”.
Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang
digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti
serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Fungsi Budaya
Pada umumnya pengertian fungsi adalah kegunaan atau manfaat. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 323) fungsi adalah: ”… kegunaan suatu hal

dilakukan bagi hidup suatu masyarakat”.
Fungsi secara budaya yaitu fungsi dimana setiap pola kelakuan, setiap
kepercayaan dan sikap menjadi suatu kebiasaan. Kebudayaan mempunyai fungsi
yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat. Fungsi dapat diartikan sebagai

11
Universitas Sumatera Utara

jabatan atau pekerjaan yang dilakukan. Dalam kehidupan sehari-hari fungsi sering
diartikan sebagai dampak yang dapat diberikan oleh suatu hal atau benda. Begitu
pula dalam penulisan skripsi ini, fungsi yang dimaksud adalah kegunaan atau
dampak baik, yang diperoleh oleh masyarakat dari patung yang sebagai simbol
pemujaan, bagi masyarakat Tionghoa.

2.1.2 Makna Budaya
Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna
dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2007:703) adalah :
1) Arti atau maksud.
2) Pengertian yang diberikan kepada benda kebahasaan.

3) Aktif makna emotif, denotasi makna kata atau kelompok kata yang
didasarkan atas hubungan lugas antara satuan dan wujud diluar bahasa,
seperti orang, benda, tempat, sifat, proses dan kegiatan.
Makna secara budaya yaitu arti yang terkandung dalam budaya tersebut.
Dimana setiap tradisi memiliki arti atau maksud tertentu. Makna kebudayaan
adalah arti dari setiap tradisi atau kebiasaan, tindakan dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat.

2.1.3

Patung Dewi Kwam im
Patung adalah suatu benda karya buatan tangan manusia yang menyerupai

bentuk-bentuk tertentu yang memiliki seni keindahan. Orang yang menciptakan
patung disebut pematung. Pengertian patung Menurut Kamus Bahasa Indonesia
((2007:983) patung adalah: ”…tiruan bentuk orang, hewan, dan sebagainya dibuat
(dipahat dan sebagainya) dari batu, kayu, dan sebagainya”. Tujuan penciptaan
patung adalah untuk menghasilkan karya seni yang dapat bertahan selama

12

Universitas Sumatera Utara

mungkin. Karenanya, patung biasanya dibuat dengan menggunakan bahan yang
tahan lama dan sering kali mahal, terutama dari perunggu dan batu seperti
marmer, kapur, dan granit. Kadang, walaupun sangat jarang, digunakan pula
bahan berharga seperti emas, perak, jade, dan gading. Bahan yang lebih umum
dan tidak terlalu mahal digunakan untuk tujuan yang lebih luar, termasuk kayu,
keramik, dan logam.
Pada masa lalu patung dijadikan sebagai berhala, simbol Tuhan atau Dewa
yang disembah. Tapi seiring dengan makin rasionalnya cara berfikir manusia,
maka patung tidak lagi dijadikan berhala melainkan hanya sebagai karya seni
belaka. Fenomena pemberhalaan patung ini terjadi pada agama-agama atau
kepercayaan-kepercayaan yang politeisme seperti terjadi di Arab sebelum
munculnya agama samawi. Lihat juga arca. Mungkin juga dalam Hindu kuno di
India dan Nusantara, dalam agama Buddha di Asia, Konghucu, kepercayaan
bangsa Mesir kuno dan bangsa Yunani kuno.
Kwan Im (Hanzi: 觀 音 ; Pinyin: Guān Yīn) adalah translasi dari
Avalokitesvara Bodhisattva, Dewi Welas Asih di Tiongkok. Kwan Im sendiri
adalah dialek Hokkian dan Hakka yang dipergunakan mayoritas komunitas
Tionghoa di Indonesia. Nama lengkap dari Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat

(Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan
dari nama aslinya dalam bahasa Sanskerta, Avalokiteśvara.
Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon' (観音) atau secara resmi
Kanzeon (観世音). Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum,
dan dalam bahasa VietnamQuán Âm atau Quan Thế Âm Bồ Tát.

13
Universitas Sumatera Utara

Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India,
begitu pula pada masa menjelang dan selama Dinasti Tang (tahun 618-907).
Namun pada awal Dinasti Song (960-1279), berkisar pada abad ke 11, beberapa
dari pengikut melihatnya sebagai sosok wanita yang kemudian digambarkan
dalam para seniman. Perwujudan Kwan Im sebagai sosok wanita lebih jelas pada
masa Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa Dinasti Ming, atau berkisar pada
abad ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal sebagai wanita.
Dewi Kwam Im adalah seorang BodhiSattva dalam ajaran agama Buddha.
Menurut buku Markus.A.S dalam buku Hari Raya Tionghoa (2002:125) bahwa
Dewi kwam im Dialah Sang Dewi Welas Asih. Orang-orang Tionghoa dimanapun
berada banyak yang memuja patung Sang Dewi Welas Asih ini. Diberbagai negeri

patung ini dipuja orang karena diyakini sebagai dewi yang paling perduli pada
umat manusia dan selalu mendengar ratapan setiap manusia.
Menurut kitab Kwam Im Tek Too Dalam buku Hari Raya Tionghoa
(Markus.A.S 2005:125) Dewi Kwam Im dilahirkan pada zaman kerajaan Ciu atau
zaman Cian Kok pada tahun 403-221 sebelum masehi didalam buku “Hong Sian
Yan Gi” atau “Hong Sin Phang” , ada tokoh bernama Chu Hang. Beliau adalah
Dewi Kwam Im semasa masih remaja,yaitu salah satu dari cap-ji Bun-Jin atay 12
murid Cian Kauw yang sakti itu. Nama Chung Hang adalah nama sebelum Dewi
Kwam Im menjadi Boddhisatva.

2.1.4 Vihara
Vihara adalah rumah ibadah agama Buddha, bisa juga dinamakan kuil.
Klenteng adalah rumah ibadah penganut taoisme, maupun konfuciusisme.
Pengertian vihara menurut Giriputra 1994:2, vihara adalah”…Pondok, tempat

14
Universitas Sumatera Utara

tinggal, tempat penginapan bhikku/bhikkuni”. Vihara merupakan milik umum
(umat Buddha) dan tidak boleh dijadikan milik perseorangan, biasanya dibentuk

suatu yayasan untuk mengatur kepentingan tersebut.
Vihara merupakan tempat umum bagi umat Buddha untuk melaksanakan
segala macam bentuk upacara atau kebaktian keagamaan menurut keyakinan
dan kepercayaan agama Buddha (Peraturan Departemen Agama RI nomor H
III/BA.01.1/03/1/1992, Bab II)
Namun kini pengertian Vihara mulai berkembang, yaitu : Vihara adalah
tempat melakukan segala macam bentuk upacara keagamaan menurut keyakinan,
kepercayaan dan tradisi agama Buddha, serta tempat umat awam melakukan
ibadah atau sembahyang menurut keyakinan, kepercayaan dan tradisi masingmasing baik secara perseorangan maupun berkelompok. Sedangkan Vihara
Avalokistva merupakan jenis-jenis dari vihara.

2.1.5

Masyarakat Tionghoa
Masyarakat adalah kumpulan manusia yang bertempat tinggal dalam

waktu yang lamadi suatu daerah tertentu yang mengikuti aturan-aturan yang ada
untuk menuju kepentingan dan tujuan bersama. Pengertian masyarakat menurut
Selo Soemardjan, (1997:29) masyarakat adalah: ”…orang orang yang hidup
bersama yang menghasilkan kebudayaan”. Sedangkan menurut Koenjaraningrat,

(2002:146) masyarakat adalah: ”…kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama”.
Tionghoa adalah salah satu etnis yang telah lama tinggal di Indonesia.
Etnis Tionghoa merupakan kaum minoritas yang jumlahnya sedikit di Indonesia

15
Universitas Sumatera Utara

dan merupakan etnis pendatang yang berasal dari bagian tenggara Cina. Seiring
dengan perkembangan zaman, keberadaan masyarakatTionghoa ini mulai diakui
oleh masyarakat asli Indonesia. Halini ditandai dengan adanya libur Nasional
untuk Hari Raya Imlek. Masyarakat Tionghoa memiliki berbagai jenis kebuda
yaan yang unik dan menarik. Masyarakat Tionghoa yang tinggal di Indonesia
sebagian besar menetap di Pulau Jawa. Selain daerah tersebut, masyarakat
Tionghoa juga menetap dalam jumlah besar di daerah perkotaan seperti di
Sumatera Utara, Bangka-Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Lombok,
Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan.

2.2 Landasan Teori

Teori merupakan alat terpenting dari suatu pengetahuan. Alat itu
digunakan untuk memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian.
Pengertian teori menurut Koentjaraningrat (1973:10) Teori adalah: “…landasan
dasar keilmuan untuk menganalisis berbagai fenomena”. Tanpa teori hanya ada
pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu
pengetahuan. Teori adalah rujukan utama dalam memecahkan masalah penelitian
didalam ilmu pengetahuan. Dalam melihat landasan teoiri maka penulis
menggunakan teori semiotika dan fungsionalisme.

2.2.1 Teori Fungsional
Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam
ilmu sosial, yang menekankan pada salingketergantungan antara institusi-institusi
(pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis

16
Universitas Sumatera Utara

fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi institusiinstitusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran,dan pasar terwujud.
Teori fungsionalisme dapat diterapkan dalam analisa mekanismemekanisme kebudayaan secara tersendiri, namun teori ini tidak mengemukakan
dalil-dalil sendiri untuk menerangkan mengapa kebudayaan yang berbeda-beda

memiliki unsur-unsur budaya yang berbeda dan mengapa terjadi perubahan dalam
kebudayaan. Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan
oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu
Bronislaw Malinowski (1884-1942). Secara garis besar Malinowski merintis
bentuk kerangka teori untuk menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang
disebutnya suatu teori fungsional tentang kebudayaan atau “a functional theory of
culture”. Menurut Malinowski (1984:216) :
Pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu kebutuhan yang bersifat
biologis maupun yang bersifat psikologis dan kebudayaan pada pokoknya
memenuhi kebutuhan tersebut. Kondisi pemenuhan kebutuhan tidak
terlepas dari sebuah proses dinamika perubahan kea rah konstruksi nialinilai yang disepakati bersama dalam sebuah masyarakat (dan bahkan
proses yang dimaksud akan terus bereproduksi) dan dampak dari nilai
tersebut pada akhirnya membentuk tindakan tindakan yang terlembagakan
dan dimaknai sendiri oleh masyarakat bersangkutan yang pada akhirnya
melahirkan tradisi upacara perkawinan, tata cara dan lain sebagainya yang
terlembaga untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia tersebut.
Hal inilah yang kemudian menguatkan tesis dari Malinowski yang sangat
menekankan konsep fungsi dalam melihat kebudayaan . Ada tiga tingkatan oleh
Malinowski yang harus terekayasa dalam kebudayaan yakni :
(1) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan

pangan dan prokreasi, (2) Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan
instrumental, seperti kebutuhan hokum dan pendidikan, (3) Kebudayaan
harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti kebutuhan agama dan
kesenian.

17
Universitas Sumatera Utara

Melalui
mempertegas

tingkatan
inti

dari

abstraksinya
teorinya

dengan


tersebut

Malinowski

mengasumsikan

kemudian

bahwa

segala

kegiatan/aktivitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya
bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri mahluk
manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
Sesuai dengan teori fungsionalisme yang dikemukakan oleh Bronislaw
Malinowski bahwa kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, instrumental
dan integrative, maka patung Dewi Kwam Im juga memiliki fungsi biologis
sebagai lambang harapan masyarakat Tionghoa. Instrumental sebagai sarana
pendidikan bagi masyarakat dan juga sebagai lambang kebudayaan. Integratif
yang memenuhi kebutuhan agama atau religi masyarakat. Teori Fungsionalisme
Malinowski juga mengemukakan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi
kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan
dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan.

2.2.2

Teori Semiotika
Semiotik atau ada yang menyebutnya semiotika berasal dari kata Yunani

‘semeion’ yang berarti ‘tanda’. Pengertian semiotik menurut Zoest (1991:1)
Semiotik adalah:”…cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan proses
yang berlaku bagi pengguna tanda”.
Dalam mengkaji tentang makna patung Dewi Kwam Im bagi masyarakat
Tionghoa kota pematang siantar , penulis menggunakan teori Roland Barthes.
Tanda tersebut dianggap mewakili sesuatu objek secara representative. Istilah
semiotik sering digunakan dengan bersama dengan istilah semiologi. Istilah

18
Universitas Sumatera Utara

pertama merujuk pada sebuah disiplin sedangkan istilah kedua merefer pada ilmu
tentangnya. Baik semiotik atau semiologi sering digunakan bersama-sama,
tergantung dimana istilah itu popular.
Roland Barthes (1915-1980) menyatakan:
Teori signifiant-signifie adalah teori mengenai denotasi dan konotasi.
Perbedaan pokoknya adalah pada mitos dan pada masyarakat budaya
tertentu (bukan individual). Semua hal yang dianggap wajar di dalam suatu
masyarakat adalah pada penekanan konteks pada penandaan. Penggunaan
istilah expression(bentuk, ekspresi untuk signifiant) dan contenu(isi, untuk
signifie).
Menurut Barthes dalam Kusumarini, (2006) Barthes mengembangkan
semiotika menjadi dua tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan
konotasi.denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda
dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan
petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung,
dan tidak pasti.
Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos yang menandai
suatu masyarakat. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan,
(signified) dan ‘yang menandai’ (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu
bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified),maka tanda
tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki pertanda kedua dan
membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi
kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut
akan menjadi mitos. Oleh karena itu penulis menggunakan teori semiotik dalam

19
Universitas Sumatera Utara

mengkaji makna Patung Dewi Kwam Im bagi masyarakat Tionghoa kota
pematang Siantar.

2.3 Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka merupakan hasil dari penelitian terlebih dahulu. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:1198) tinjauan adalah: “…hasil meninjau,
pandangan, pendapat sesudah menyelidiki atau mempelajari. Sedangkan Pustaka
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003:912), pustaka adalah: “… kitabkitab; buku; buku primbon. Dalam meyelesaikan penelitian ini dibutuhkan
kepustakaan yang relevan karena hasil dari suatu karya ilmiah harus bisa
dipertanggungjawabkan dan harus memiliki data-data yang kuat dan memiliki
hubungan dengan yang diteliti.
Penulis menemukan beberapa skrips yang relevan dengan judul penelitian
ini. Adapun skripsi tersebut yaitu:
Asmi Zeila (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh
Karakteristik Arsitektur Cina Pada Bangunan Vihara Gunung Timur di Medan”.
Dalam skripsinya membahas luas mengenai vihara, sejarah vihara, bentuk-bentuk
vihara serta karakteristik vihara dilihat dari setiap komponen bangunannya,
termasuk pada pola penataan ruang, langgam dan gaya, struktur yang terbuka dan
juga ornamen / ragam hias. Skripsi ini digunakan penulis untuk memahami
mengenai pengertian vihara,sejarah vihara serta struktur vihara.
Camelia Novella (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi dan
Makna Meditasi pada Kebaktian Keagamaan Buddha Theravada bagi Masyarakat
Tionghoa di Kota Medan”. Dalam skripsinya membahas mengenai fungsi dan
makna meditasi dalam masyarakat Tionghoa serta ajaran aliran dalam Buddha.

20
Universitas Sumatera Utara

Skripsi ini digunakan penulis untuk memahami mengenai aliran-aliran dalam
Buddha.
Donna Sitepu (2016) dalam skripsinya yang berjudul “Bentuk, Fungsi,Dan
Makna Bangunan Pagoda Shwedagon Di Berastagi”. Dalam kripsi ini membahas
tentang bentuk, fungsi, dan makna dari Pagoda Shwedagon seperti interior, dan
legam. Skripsi ini digunakan penulis untuk membantu memahami teori fungsi dan
makna dengan kajian penelitian yang sama, tetapi objek lokasi penelitian berbeda.
Fitria Anggina siregar (2016) dalam skripsinya yang berjudul, “Wisata
Vihara Avalokitesvara (Studi Etnografi Mengenai Wisata Religi di Kota
Pematangsiantar)”. Dalam skripsi ini membahas tentang wisata Vihara
Avalokitesvara. Wisata Vihara Avalokitesvara merupakan objek wisata religi
yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa
berbagai manfaat terhadap masyarakat setempat dan sekitarnya. Skripsi ini
digunakan penulis untuk menambah referensi mengenai vihara avalokitesvara.
Rahma Safitri (2015) dalam skripsinya yang berjudul “Fungsi Dan Makna
Ornamen Pada Tiga Bangunan Vihara di Kota Binjai”. Dalam skripsi ini
membahas fungsi dan makna ornamen candi di Vihara Sanatha Maitreya, Vihara
Setia Dharma, dan Vihara Thai Siong Li Lau Cin di kota Binjai. Skripsi ini
digunakan penulis untuk memahami teori fungsi dan makna pada kajian penelitian
yang sama, tetapi objek lokasi penelitian berbeda.

21
Universitas Sumatera Utara