FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANG SIANTAR

FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANG SIANTAR SKRIPSI SARJANA OL NAMA: YOAN SILVIANA

NIM: 080710013

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA CINA MEDAN 2012

FUNGSI DAN MAKNA PENYAMBUTAN IMLEK PADA MASYARAKAT TIONGHOA DI PEMATANG SIANTAR SKRIPSI SARJANA OL NAMA: YOAN SILVIANA

NIM: 080710013

Disetujui oleh: Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Fadlin, M.A. Ye Sue Ling

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA DEPARTEMEN SASTRA CINA MEDAN 2012

PENGESAHAN

DITERIMA OLEH: Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan

Pada Tanggal : Hari

Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP

Panitia Ujian: Tanda Tangan

DISETUJUI OLEH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DEPARTEMEN SASTRA CINA KETUA, DR. THYRHAYA ZEIN, M.A.

NIP 1963

BAB I PENDAHUUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal- hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Supartono berpendapat bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berarti perbuatan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia (Supartono, 2001; Prasetya, 1998).

Kebudayaan, cultuur dalam bahasa Belanda dan culture dalam bahasa Inggris, berasal dari bahasa Latin colore yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan. Dari pengertian budaya dalam segi demikian berkembanglah arti culture sebagai “segala daya dan aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”. Untuk membedakan pengertian istilah budaya dan kebudayaan, Widagdo (1994), memberikan pembedaan pengertian budaya dan kebudayaan, dengan mengartikan budaya sebagai daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa tersebut.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,

Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.

Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah cultural-determinism.

Budaya atau Kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.menurut Kroeber dan Kluckholn (1952) mengumpulkan berpuluh puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu (1) deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan, (2) historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, (3) normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku, (4) psikologis,yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam Kebudayaan adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi.menurut Kroeber dan Kluckholn (1952) mengumpulkan berpuluh puluh defenisi yang dibuat ahli-ahli antropologi dan membaginya atas 6 golongan, yaitu (1) deskriptif, yang menekan unsur-unsur kebudayaan, (2) historis, yang menekankan bahwa kebudayaan itu diwarisi secara kemasyarakatan, (3) normatif, yang menekankan hakekat kebudayaan sebagai aturan hidup dan tingkah laku, (4) psikologis,yang menekankan kegunaan kebudayaan dalam

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.

Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Cina merupakan salah satu Negara di dunia yang memiliki budaya begitu beragam. Ini disebabkan budaya Cina sendiri yang jumlahnya tidak sedikit dan ditambah dengan budaya asing yang terus masuk dan menjadi warna tersendiri. Salah satu dari aktivitas kebudayaan Cina adalah perayaan Imlek.

Di Indonesia, perayaan Imlek selalu memberikan kemeriahan tersendiri dengan taburan warna merah yang mengandung makna kebaikan dan keceriaan dan merah keemasan yang mengandung makna keceriaan dan semangat dalam menyambut dan menghadapi tahun baru. Masyarakat Cina sangat menjaga kelestarian budaya sendiri sehingga sangat mudah dikenali. Ini seharusnya menjadi contoh positif bagi kita.

Imlek adalah perayaan akbar yang berlangsung selama 15 hari dengan tanggal yang tidak pernah sama setiap tahunnya karena memang ditentukan oleh Imlek adalah perayaan akbar yang berlangsung selama 15 hari dengan tanggal yang tidak pernah sama setiap tahunnya karena memang ditentukan oleh

Pada hitungan kalender Tionghoa ada istilah Tahun Naga, Kelinci, Macan dan sebagainya.Tahun tersebut merupakan penanggalan tahun-tahun di kalender Cina. Masing-masing hewan memiliki karakter-karakter yang sangat diyakini keakuratannya oleh orang Cina. Dengan mengetahui hal tersebut, maka mereka bisa merancang seperti apa bisnis mereka kedepan dan akan ada halangan seperti apa.

Berikut ini adalah gambar Shio-shio dalam penanggalan Cina .

Sumber: http://titi-share.blogspot.com/2012/02/arti-dan-karak- teristik-shio- cina.html

Tahun Baru Cina ini berlangsung selama musim semi dan bertepatan dengan musim liburan sehingga keluarga dapat berkumpul bersama dan merayakannya seperti Tahun Baru Masehi di tanggal 1 Januari. Selama masa perayaan tersebut, Tahun Baru Cina ini berlangsung selama musim semi dan bertepatan dengan musim liburan sehingga keluarga dapat berkumpul bersama dan merayakannya seperti Tahun Baru Masehi di tanggal 1 Januari. Selama masa perayaan tersebut,

Rumah akan dipercantik dengan vas dan bunga yang berwarna-warni yang menyimbolkan pembaruan. Jeruk melambangkan kebahagiaan dan kemakmuran. Nampan berisi permen diletakkan berdampingan dengan jeruk-jeruk tersebut.

Hidangan yang biasa tersedia ketika Imlek adalah ikan, mie dan masih banyak lainnya. Masing-masing memiliki makna simbolis tersendiri seperti apel yang melambangkan kedamaian.

Saat malam menjelang imlek berlangsung, Masyarakat tionghoa memasang lampion dan menggantungkannya agar kehidupan terang menderang sepanjang tahun, anak-anak akan keluar rumah mengenakan topeng naga dan ikut parade. Barongsai merupakan bagian terpenting dalam perayaan Tahun Baru Cina. Pertunjukannya memang amat menarik, di mana beberapa orang menari dari balik tubuh naga dengan lincah dan mengikuti ketukan musiknya. Tidak hanya terkenal di Cina, barongsai adalah tontonan yang juga disenangi oleh orang non Cina. Kemudian juga membakar petasan untuk mengusir roh-roh jahat.

Hal lain yang juga menjadi ciri khas dalam imlek adalah angpau, atau uang yang diberikan dari orang dewasa kepada anak kecil. Uang angpau yang di simpan di dalam amplop berwarna merah, lalu diberikan kepada anggota keluarga yang lebih muda dan belum menikah. Tujuannya apa lagi kalau bukan untuk saling berbagi rezeki. namun apabila yang belum menikah ingin berbagi uang juga diperbolehkan namun uang tersebut tidak boleh dimasukkan kedalam amplop merah dan Imlek selalu menjadi hari yang dinanti dan hari berkumpul keluarga tentunya.

Untuk mengetahui lebih dalam maka penulis melakukan suatu penelitian ilmiah yang memfokuskan tulisan ini pada tradisi seperti menyalakan lampion ,makan malam bersama, dan membakar petasan dalam menyambut perayaan imlek bagi masyarakat Tionghoa.

Masyarakat Tionghoa tersebar hampir di seluruh penjuru dunia. Salah satunya di sebuah kota di Provinsi Sumatera Utara (Indonesia) yaitu Kota Pematangsiantar dan masyarakat Tionghoa tersebar di seluruh penjuru kota Pematangsiantar, salah satunya adalah keluarga penulis. Pada perayaan imlek setiap tahun tradisi menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan adalah hal yang selalu dilakukan oleh keluarga penulis dan seluruh masyarakat tionghoa di Kota Pematangsiantar. Akan tetapi dalam menjalankan tradisi imlek, muda-mudi dalam keluarga kami sudah banyak yang melupakan makna dari tradisi-tradisi dalam menyambut perayaan imlek. Kebanyakan hanya menjalankan tradisi dari orang tua tanpa mengetahui maknanya. Mungkin masih banyak lagi keluarga dari masyarakat Tionghoa di Pematang siantar seperti keluarga penulis yang juga melupakan makna dari tradisi imlek yang dijalankan selama ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan berharap agar penelitian ini kembali mengingatkan keluarga penulis dan sebagian masyarakat tionghoa di Pematangsiantar yang melupakan makna tradisi-tradisi pada perayaan imlek. Dengan demikian penulis membuat judul penelitian: Fungsi dan Makna

Penyambutan Imlek pada Masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada Untuk menghindari batasan yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka penulis mencoba membatasi ruang lingkup penelitian pada

1.3 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang dikemukakan penulis diatas, beberapa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah untuk memfokuskan pembahasan masalah pada:

1. Bagaimana fungsi penyambutan Imlek pada masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar?

2. Apa saja makna tradisi menyalakan penyambutan perayaan imlek bagi masyarakat di Kota Pematang Siantar?

1.4 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan memahami fungsi penyambutan Imlek pada masyarakat Tionghoa di Pematang Siantar.

2. Untuk mengetahui makna penyambutan perayaan Imlek bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teorotis

Secara Teorotis, manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa Pematang Siantar, adalah:

1. Memberikan informasi kepada masyarakat luas bahwa setiap tradisi yang dijalankan memiliki fungsi dan makna tersendiri, dan harus tetap kita

lestarikan.

2. Menjadi sumber dan pengetahuan bagi penulis pada bidang kebudayaan, dan memberi manfaat bagi kelestarian budaya masyarakat Tionghoa dan

pemahaman bagi kita untuk tetap melestarikan budaya.

3. Menjadi sumber rujukan bagi peneliti lain dalam mengungkapkan penelitian budaya ilmu pengetahuan pada fokus objek material yang sama.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian fungsi dan makna tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa ini secara praktis diharapkan sebagai salah satu bahan perbandingan dalam kajian tradisi penyambutan imlek pada masyarakat Tionghoa.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989: 33). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:456) konsep diartikan sebagai rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari pengertian kongkret, gambaran mental dari objek apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Dalam hal ini defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindari kesalahan yang dapat mengaburkan tujuan penelitian.

2.1.1 Imlek

Tahun Baru China merupakan hari raya yang paling penting dalam masyarakat China. Perayaan Tahun Baru China juga dikenal sebagai 春節 Chūnjié

(Festival Musim Semi / Spring Festival), 農曆新年 Nónglì X īnnián (Tahun Baru), atau 過年 Guònián atau sin tjia.

Diluar daratan China, Tahun Baru China lebih dikenal sebagai Tahun Baru Imlek. Kata Imlek (阴历 : Im = Bulan, Lek = penanggalan) berasal dari dialek

Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan Hokkian atau mandarinya yin li yang berarti kalender bulan. Perayaan Tahun Baru Imlek dirayakan pada tanggal 1 hingga tanggal 15 pada bulan ke-1 penanggalan

Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai di hari pertama bulan pertama (bahasa Tionghoa: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir

dengan Cap Go Meh 十五冥 元宵节 di tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúx ī yang berarti “malam pergantian tahun”

Karena seperlima penghuni bumi ini adalah orang China, maka Tahun Baru China hampir dirayakan oleh seluruh pelosok dunia dimana terdapat orang China, keturunan China atau pecinan. Banyak bangsa yang bertetangga dengan China turut merayakan Tahun Baru China seperti Taiwan, Korea, Mongolia, Vietnam, Nepal, Mongolia, Bhutan, dan Jepang.

Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat. Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi Khusus di daratan China, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara yang memiliki penduduk beretnis China, Tahun Baru China dirayakan dan sebagian telah berakultrasi dengan budaya setempat. Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Macau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi

Di Indonesia, selama tahun 1968-1999, perayaan tahun baru Imlek dilarang dirayakan di depan umum. Dengan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindak lanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

2.1.2 Tradisi-tradisi Imlek

Secara tradisional, perayaan Sin Cia atau Tahun Baru Imlek berlangsung

selama 15 hari, adapun tradisi-tradisi yang dilakukan adalah:

(0) Malam menjelang Imlek. Sejak tengah malam menjelang Imlek, sudah dilakukan acara makan

malam bersama. Kemudian setelah itu upacara sembahyang menyambut kedatangan dewa-dewi dilakukan. Pintu, jendela dibuka, lampu-lampu dinyalakan,lentera dan lampion juga dinyalakan dan digantungkan. Agar keberuntungan tahun baru masuk dan kehidupan terang sepanjang tahun. Upacara menyambut tahun baru juga banyak dilakukan di rumah-rumah ibadah. Kemudian malam bersama. Kemudian setelah itu upacara sembahyang menyambut kedatangan dewa-dewi dilakukan. Pintu, jendela dibuka, lampu-lampu dinyalakan,lentera dan lampion juga dinyalakan dan digantungkan. Agar keberuntungan tahun baru masuk dan kehidupan terang sepanjang tahun. Upacara menyambut tahun baru juga banyak dilakukan di rumah-rumah ibadah. Kemudian

Hari ini, pakaian baru dikenakan, yang lebih muda mencari yang lebih tua di keluarga dan mengucapkan “Xin Nian Kuai Le (Mandarin) atau Sin Ni Khoai Lok (Hokkian) atau San Nin Faai Lok (Cantonese)”yang artinya “Selamat Tahun Baru.” Sudah menjadi tradisi, orang tua akan memberikan ang pau kepada anak- anaknya. Yang lebih tua juga memberikan ang pau kepada yang lebih muda. Hari pertama ini aktivitas dan kunjungan umumnya difokuskan kepada keluarga inti dan dekat. (2) Hari ke-2.

Hari dimana melakukan sembahyang kepada dewa-dewi dan leluhur. Mengucap syukur atas berkah dan lindungan yang diberikan. Mengenang leluhur yang sudah tiada, yang mana tanpa mereka tidak akan ada diri kita. Bagi pebisnis dari etnik Cantonese (Kong fu), hari ini mereka melakukan doa “Hoi Nin” dengan pengharapan agar bisnis mereka lebih berkembang dan sukses dan memulai aktivitas bisnis lagi. Hari ini juga dipakai untuk mengunjungi dan bersilahturahmi dengan handai taulan dan sahabat. (3) Hari ke-3 dan ke-4.

umumnya kedua hari ini kurang “diminati” dan dianggap tidak baik untuk menyambangi sahabat dan relasi, juga tidak “bagus” untuk memulai aktivitas bisnis. Latar belakang nya ialah karena:

1. Kedua hari ini dikenal sebagai “chi kou” yang artinya “mudah terlibat perdebatan”, penyebabnya karena hidangan goreng yang dikonsumsi selama kedua hari pertama Sin Cia.

2. Keluarga yang salah satu anggota dekatnya meninggal dunia selama 3 tahun terakhir tidak akan keluar rumah, ini sebagai penghormatan kepada mendiang tersebut. Jadi hari ketiga Imlek umumnya dipakai untuk berziarah ke kuburan, mendoakan anggota keluarga yang sudah tiada. (4) Hari ke-5.

Hari ini dikenal sebagai “po wu” yang berarti menyingkirkan yang lima. Hari ini dipakai untuk hari bersih-bersih, semua sampah dibuang dan sisa-sisa sesajian juga di buang. Melihat cuaca hari itu untuk melihat apakah tahun itu

penuh kesuraman atau kedamaian. Hari ini juga adalah hari ulang tahun Dewa Kekayaan, jadi bagi yang percaya akan melakukan sembahyang khusus bagi Dewa Kekayaan. Umumnya hari ini semua kegiatan bisnis sudah buka dan dimulai lagi. Aktivitas menyapu sudah diperkenankan lagi. (4) Hari ke-6.

Pada hari ini masyarkat Tionghoa mengisinya dengan mengunjungi rumah ibadah untuk berdoa dan juga digunakan untuk mengunjungi keluarga dan teman yang masih belum sempat ditemui untuk mempererat silaturahmi. Pada hari ini selain mengunjungi keluarga yang belum dikunjungi juga digunakan untuk membagikan angpau bagi keluarga yang belum memberikan dan mendapatkan angpau. (5) Hari ke-7.

Disebut sebagai “ren ri” atau “hari ulang tahun semua orang.” Hari ini dianggap sebagai hari dimana semua orang bertambah usianya. Hari dimana hidangan yu sheng (salad ikan) disantap kembali. Orang-orang akan berkumpul dan bersama-sama melambungkan yu sheng dan berharap agar kekayaan dan Disebut sebagai “ren ri” atau “hari ulang tahun semua orang.” Hari ini dianggap sebagai hari dimana semua orang bertambah usianya. Hari dimana hidangan yu sheng (salad ikan) disantap kembali. Orang-orang akan berkumpul dan bersama-sama melambungkan yu sheng dan berharap agar kekayaan dan

Bagi orang-orang Hokkian, hari ini mereka mengadakan makan malam reuni lagi. Namun zaman sekarang ini di kota Pematangsiantar sudah tidak banyak lagi masyarakat Tionghoa yang bersuku hokkian yang melakukan makan malam ini dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh setiap keluarga. (7) Hari ke-9

Hari ulang tahun Dewa Jade Emperor, jadi saatnya untuk memanjatkan doa dan mengucapkan selamat ulang tahun bagi Dewa Jade Emperor 玉皇大帝 (yu

huang da di)yaitu dewa pemimpin langit atau raja langit. Hari ke 9 ini disebut- sebut juga sebagai hari Imlek nya orang Hokkian. Ini disebabkan pada hari ini

orang Hokkian melakukan sembahyang mengucap syukur kepada Thian (Tuhan) dengan sajian utamanya adalah tebu. Tebu dipakai dan diperingati, karena berabad-abad silam suku Hokkian dapat selamat dari pembantaian dengan bersembunyi di perkebunan tebu. (8) Hari ke-10 sampai hari ke-12.

Hari-hari meneruskan perayaan Imlek dengan keluarga dan sahabat. (9) Hari ke-13. Hari dimana makanan vegetarian (cia cai) dikonsumsi. Ini perlu dilakukan untuk “membersihkan” perut setalah dua minggu mengkonsumsi aneka makanan

walaupun masyarakat tersebut bukanlah vegetarian. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan.

(10) Hari ke-14. Dipakai untuk menyiapkan diri untuk perayaan Cap Go Meh. Pada hari ini

biasanya masyarakat kembali membersihkan rumah agar pada perayaan Cap Go Meh rumah dalam keadaan baik dan bersih. (11) Hari ke-15.

Menandakan malam dengan bulan purnama yang pertama kalinya setelah Imlek, makanya disebut juga sebagai yuan xiao jie (malam pertama bulan purnama) atau Cap Go Meh (dialek Hokkian). Makan malam reuni diadakan lagi. Tang yuen (semacam onde dengan isi), simbolisme dari bulan purnama dan kebersamaan dikonsumsi.

Demikianlah perayaan Imlek diawali pada bulan baru di hari pertama dan berakhir pada bulan purnama di hari ke lima belas adalah tradisi dan perayaan yang kaya dan sarat dengan makna yang adhi luhur dan positif. Bukan sekedar hura-hura dan urusan memberikan ang pau saja.

2.1.3 Masyarakat Tionghoa

Masyarakat adalah suatu kesatuan manusia yang berinteraksi dan bertingkah laku sesuai dengan adat istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dimana setiap anggota masyarakat terikat suatu rasa identitas bersama (Koentjaningrat, 1985: 60).

Masyarakat manusia juga merupakan system hubungan social (social relation system) yang utama. Hubungan ini ditentukan oleh kebudayaan manusia. Untuk mencapai persatuan dan integrasi melalui kebudayaan anggota masyarakat perlu belajar dan memperoleh warisan kebudayaan, termasuk apa yang diharapkan oleh mereka dalam suatu keadaan tertentu.

Tionghoa adalah adat istiadat yang dibuat sendiri oleh orang di Indonesia berasal dari kata zhonghuo dalam mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa.

Suku bangsa Tionghoa (biasa disebut juga China) di Indonesia adalah salah satu etnis di Indonesia. Biasanya mereka menyebut dirinya dengan istilah Tenglang (Hokkien), Tengnang (Tiochiu), atau Thongnyin (Hakka). Dalam bahasa Mandarin mereka disebut Tangren (Hanzi: 唐人, "orang Tang"). Hal ini sesuai

dengan kenyataan bahwa orang Tionghoa-Indonesia mayoritas berasal dari Cina selatan yang menyebut diri mereka sebagai orang Tang, sementara orang Cina utara menyebut diri mereka sebagai orang Han (Hanzi: 漢人, hanyu pinyin:

hanren, "orang Han"). Suku bangsa Tionghoa di Indonesia merupakan keturunan dari leluhur mereka yang berimigrasi secara periodik dan bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu. Catatan-catatan literatur Tiongkok menyatakan bahwa kerajaan kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Tiongkok ke Nusantara dan sebaliknya.

Dalam perkembangan zaman, maka masyarakat Tionghoa di Indonesia mengalami polarisasi sosial, sesuai dengan tempat ia berada. Di Jakarta misalnya, masyarakat Tionghoa berinteraksi dengan kebudayaan Betawi. bahkan sebahagian dari etnik Tionghoa ini masuk dan melebur diri menjadi etnik Betawi, atau memakai dwisuku yaitu Tionghoa dan Betawi sekali gus. Di antara mereka ada yang beragama Buddha, Konghucu, Islam, dan Kristen. Di berbagai kawasan di Pulau Jawa mereka juga melakukan akulturasi dan strategi adaptasi kebudayaan Dalam perkembangan zaman, maka masyarakat Tionghoa di Indonesia mengalami polarisasi sosial, sesuai dengan tempat ia berada. Di Jakarta misalnya, masyarakat Tionghoa berinteraksi dengan kebudayaan Betawi. bahkan sebahagian dari etnik Tionghoa ini masuk dan melebur diri menjadi etnik Betawi, atau memakai dwisuku yaitu Tionghoa dan Betawi sekali gus. Di antara mereka ada yang beragama Buddha, Konghucu, Islam, dan Kristen. Di berbagai kawasan di Pulau Jawa mereka juga melakukan akulturasi dan strategi adaptasi kebudayaan

Demikian pula yang terjadi dalam kebudayaan masyarakat pematang Siantar, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Di kawasan ini masyarakat Tionghoa yang berjumlah sekitar 3 persen itu melakukan strategi adaptasi kebudayaan. Di Pematang Siantar ini yang terdiri dari etnik Batak Toba, Simalungun, Jawa, dan lainnya, mendasarkan keberadaan budaya pada konsep bhinnekata tunggal ika, yang artinya biar berbeda-beda tetapi tetap satu juga dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu mari kita lihat keberadaan mayarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar.

2.1.4 Kota Pematang Siantar

Secara geografis kota Pemtang Siantar terletak diantara 3 °01’09”-2 54’00” Lintang Utara dan 99 °06’-99 01’ Bujur Timur. Kota ini terletak pada ketinggian 400 meter diatas permukaan laut. Seluruh kota Pematang Siantar memiliki luas

wilayah 79,07 kilometerpersegi. Kota Pematang Siantar mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum antara 23,2-24,1 Celcius dan suhu maksimum berkisar antara 30,6-34,1 Celcius. Selain itu, karena letaknya hanya 400 di atas permukaan laut maka suhu di daerah ini umumnya tidak terlalu dingin.

Jumlah penduduk di Kota Pematang Siantar tahun 2008 sebanyak 249.985 jiwa, dengan rumah tangga sebanyak 55.656 rumah tangga. Dengan luas wilayah sekitar 79,97 kilometer persegi, maka tingkat penduduk Kota Pematangsiantar kira-kira 3.100 jiwa perkilometer persegi. Sebagian besar penduduk hidup sebagai Jumlah penduduk di Kota Pematang Siantar tahun 2008 sebanyak 249.985 jiwa, dengan rumah tangga sebanyak 55.656 rumah tangga. Dengan luas wilayah sekitar 79,97 kilometer persegi, maka tingkat penduduk Kota Pematangsiantar kira-kira 3.100 jiwa perkilometer persegi. Sebagian besar penduduk hidup sebagai

Pematang Siantar adalah kota yang majemuk , baik dalam hal suku maupun agama. Meskipun kota ini dikelilingi kabupaten Simalungun, namun data statistic menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kota Pematang Siantar adalah suku Batak Toba (Tapanuli) sebanyak 47,4 persen, disusul oleh suku jawa diurutan kedua sebanyak 25,5 persen, baru Simalungun 6,6 persen diurutan keluarga. Selebihnya adalah Madina 5,6 persen, Cina 3,7 persen, Minang 2,4 persen dan Karo 1,7 persen. Sisanya daalah Melayu , Pakpak, Aceh dan sebagainya. Agama yang dianut pun beraneka ragam. Mayoritas adalah Kristen Protestan sebanyak 44,4 persen, disusul oleh Islam 43,6 persen, Buddha 6,6 persen, Katolik 5 persen, sisanya adalah Hindu, Konghucu, dan lain-lain.

Polarisasi agama dan etnik adalah sebahagian besar penganut Protestan dan Katolik adalah etnik batak Toba dan Simalungun. Sementara itu, agama Islam mayoritas dianut oleh suku Jawa, Mandailing, Melayu, Aceh, dan lainnya. Orang- orang Tionghoa di Kota Pematang Siantar umumnya mayoritas beragama Budha dan Konghucu, dan juga Protestan dan Katolik. Orang Tionghoa yang beragama Protestan umumnya berada dalam organisasi Gereja Methodis. Orang Tionghoa yang beragama Islam biasanya masuk ke dalam kelompok ahlusunnah wal jamaah atau Sunni dan sebahagian adalah dalam organisasi Muhammadiyah. Orang-orang Tionghoa muslim ada yang menyatu dalam kelompok PITI (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia).

Secara perekonomian, masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar umumnya adalah bergerak di bidang perniagaan menjadi pedagang. Mereka membuka mal, toko serba ada, kedai sampah, kedai grosir, perniagaan alat-alat Secara perekonomian, masyarakat Tionghoa di Kota Pematang Siantar umumnya adalah bergerak di bidang perniagaan menjadi pedagang. Mereka membuka mal, toko serba ada, kedai sampah, kedai grosir, perniagaan alat-alat

Di antara kota-kota di Sumatera Utara, kota Pematang Siantar adalah kota terbesar kedua setelah kota Medan, tidak hanya dalam hal penduduk atpi juga dalam hal industri. Sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian kota ini, dan memberikan kontribusi terbesar pada kegiatan ekonomi. Dikota Pematang Siantar terdapat 45 perusahaan industry besar dan sedang yang menyerap tenaga kerja lebuh dari 4.600 orang. Pada tahun 2006 industri besar dan sedang menghasilkan nilai produksi sebesar Rp. 2,59 triliun, dan memberikan nilai tambah sebesar Rp 1,2 triliun. Hasil industry antara lain dalah rokok putih filter dan non filter serta tepung tapioca. Salah satu pabrik rokok terkenal di Sumatera Utara terdapat di Kota ini yaitu Pabrik Rokok Sumatera Tobacco Trading Company (STTC).

Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematang Siantar merupakan daerah kerajaan Siantar, yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir Dinasti keturunan marga Damanik ialah Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasaan sebagai raja tahun 1906. Setelah Belanda memasuki Sumatera Utara, Simalungun menjadi daerah kekuasaannya, sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan para raja-raja. Contreleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematang Siantar. Sejak itu Pematangsianta berubah menjadi daerah ynag banyak dikunjungi Sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Pematang Siantar merupakan daerah kerajaan Siantar, yang berkedudukan di Pulau Holing dan raja terakhir Dinasti keturunan marga Damanik ialah Tuan Sangnawaluh Damanik, yang memegang kekuasaan sebagai raja tahun 1906. Setelah Belanda memasuki Sumatera Utara, Simalungun menjadi daerah kekuasaannya, sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan para raja-raja. Contreleur Belanda yang semula berkedudukan di Perdagangan pada tahun 1907 dipindahkan ke Pematang Siantar. Sejak itu Pematangsianta berubah menjadi daerah ynag banyak dikunjungi

Berdasarkan Staadblad Belanda Nomor 285 tanggal 1 Juli 1917, Pematangsiantar kemudian berubah menjadi Gemeente yang punya kewenangan otonomi sendiri. Sejak 1 Januari 1939 berdasarkan StaadBlad Nomor 717 Kota Siantar berubah menjadi Gemeente yang punya Dewan Kota. Pada masa pendudukan Jepang berubah menjadi Siantar State dan menghapuskan Dewan Kota. Kemudian setelah proklamasi kemerdekaan, berdasarkan UU Nomor 22/1948, status Gemeente dirubah menjadi ibukota Kabupaten Simalungun dan walikotanya dirangkap Bupati Simalungun hingga tahun 1957. Berdasarkan UU Nomor 1/1957 berubah menjadi Kotapraja penuh. Dengan keluarnya UU Nomor 18/1965 berubah menjadi Kotamadya dan berdasarkan UU Nomor 5/1974, tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, resmi menjadi Kotamadya Pematangsiantar, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah berubah menjadi Daerah Tingkat II Pematang Siantar, dan sejak 1999 nama “Kotamadya” Pematang Siantar berubah menjadi “Kota” Pematang Siantar.

Gambar 1: Peta Kota Pematang Siantar

2.2 Landasan Teori

Untuk mengkaji fungsi tahun baru Imlek dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa Kota Pematang Siantar penulis menggunakan teori fungsionalisme yang lazim digunakan di dalam ilmu antropologi. Di sisi lain untuk mengkaji makna Untuk mengkaji fungsi tahun baru Imlek dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa Kota Pematang Siantar penulis menggunakan teori fungsionalisme yang lazim digunakan di dalam ilmu antropologi. Di sisi lain untuk mengkaji makna

2.2.1 Teori Fungsionalisme

Teori Fungsionalisme dalam ilmu Antropologi Budaya mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw Malinowski(1884-1942).Ia lahir di Cracow, Polandia sebagai putra bangsawan Polandia. Ia mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan atau a funcitionaly theory of culture.

Bagi Malinowski dalam (T.O. Ihroni 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat dimana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional dan dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi menegenai kebudayaan Trobiand selanjutnya, menyebabkan bahawa konsepnya mengenai fungsi social dari adat,tingkah laku manusia, dan pranata- pranata social menjadi mantap juga. Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi social dalam tiga tongkat abstraksi (Koentjaraningrat,1987:167), yaitu:

1. Fungsi social dari suatu adat, pranata social atau unsure kebudayaan pada tingkat abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya,

terhadap adat. Tingkah laku manusia dan pranata social yang lain dalam masyarakat.

2. Fungsi social dari suatu adat , pranata social ataupun unsure kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat atau pranata lain untuk

mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang bersangkutan.

3. Fungsi social dari suatu adat , pranata social ataupun unsure kebudayaan pada tingkat abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak untuk berlangsungnya secara

integrasi dari suatu system social tertentu. Contohnya : unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi.

2.2.2. Teori Semiotik

Semiotik atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ‘tanda’ atau ‘sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut. Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and

symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise. (Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile dan olfactory [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).

Menurut Barthes dalam (Kusumarini:2006).”Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung , dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan pertanda yang didalamnya beroprasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti”

Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi Di dalam semiologi Barthes dan para pengikutnya, denotasi merupakan sistem signifikasi tingkat pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua. Dalam hal ini denotasi justru lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sebagai reaksi untuk melawan keharfiahan denotasi yang bersifat opresif ini, Barthes mencoba menyingkirkan dan menolaknya. Baginya yang ada hanyalah konotasi. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa makna “harfiah” merupakan sesuatu yang bersifat alamiah (Budiman, 1999:22). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi

2.3 Tinjauan Pustaka

W. Sofiani, Skripsi (2011) : Fungsi dan makna makanan tradisional pada perayaan upacara budaya masyarakat tionghoa. Skripsi ini menjelaskan bahwa makanan mempunyai fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya sebagai fungsi biologis, tetapi juga sebagai fungsi social, budaya, dan agama. Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat. Oleh karenya makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek dari makanan tersebut merupakan bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan tradisional dapat menjadi asset atau modal bagi suatu bangsa untuk mempertahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh masyarakat itu sendiri.

Yohana, skripsi (2011) : Bentuk. Makna, dan fungsi ornamen yang digunakan dalam perayaan tahun baru imlek oleh masyarakat tionghoa di kota Medan. Skripsi ini menjelaskan tentang ornament yang paling diminati adalah lampion. Mereka memasang Chinese Lampion yang bertuliskan huruf Cina. Tulisan-tulisan itu memiliki beragam makna dan doa meminta keberkahan di tahun baru.

Permanasari, skripsi (2008) : Makna dan tradisi perayaan tahun baru imlek dewasa ini : studi kasus pada beberapa warga etnis china di kota Bogor. Skripsi ini menjelaskan bahwa sebagian etnis china di kota Bogor merayakan tahun baru imlek. Telah terjadi perubahan dalam pemahaman dan pelaksanaan tradisi perayaan tahun baru imlek, telah terjadi perubahan dalam pemahaman dan pelaksanaan tradisi perayaan tahun baru imlek bagi etnis china di kota Bogor. Penulis berpendapat bahwa faktor penguasaan bahasa dan pemahaman akan tradisi budaya china serta keadaan lingkungan sosial budaya, sebagai penyebab berbagai perubahan yang terjadi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian makna tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek dengan metode Antropologi budaya dan dengan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.Yang lebih menekankan hasil pengamatan terutama pada pelaksanaan tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek. Data dan informasi dikumpulkan selain bahan sekunder dari literature-literatur tertulis, juga data-data penelitian dilapangan mengenai ke obyek yang bersangkut paut dengan pokok pembahasan.

Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskriptifkan apa-apa yang saat ini berlaku. Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan variable-variabel yang diteliti.

Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan Metode deskriptif kualitatif adalah data-data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, tetapi berupa kata-kata atau gambaran sesuatu. Hal tersebut sebagai akibat dari metode kualitatif. Semua yang dikumpulkan mungkin dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Ciri ini merupakan ciri yang sejalan

Data yang dikumpulkan berasal dari naskah, artikel, wawancara, catatan, lapangan, foto, dokumen pribadi, dsb. Data digambarkan sesuai dengan hakikatnya (ciri criteria ilmiah tertentu) secara intuitif kebahasaan, berdasarkan pemerolehan (pengalaman gramatika) kaidah kebahasaan tertentu sebagai hasil studi pustaka pada awal penelitian 9tahap studi pustaka sebelum penelitian dimulai). Hal tersebut hendaknya disusun dengan teliti bagian demi bagian dengan pertimbangan ilmiah. (Fatimah, 1993:7)

Secara deskriptif peneliti dapat memberikan cirri-ciri, sifat-sifat, serta gambaran data melalui pemilihan data yang dilakukan pada tahap pemilihan data setelah data terkumpul. Dengan demikian penulis akan selalu mempertimbangkan data dari watak itu sendiri, dan hubungannya dengan data lainnya secara keseluruhan, peneliti tidak berpandangan bahwa sesuatu itu memang demikian adanya, akan tetapi harus diberikan berdasarkan pertimbangan ilmiah yang digunakannya sebagai pisau (alat) kajiannya. (Fatimah, 1993:7)

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan dan menganalisa suatu keadaan atau status fenomena secara sistematis dan akurat mengenai fakta dari makna tradisi Menyalakan lampion, makan malam bersama dan membakar petasan bagi masyarakat Tionghoa di Kota Pematangsiantar dalam menyambut perayaan imlek.

3.2 Teknik Pengumpulan Data

Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data, diantaranya observasi, wawancara, angket dan studi dokumentasi (studi Secara metodologi dikenal beberapa macam teknik pengumpulan data, diantaranya observasi, wawancara, angket dan studi dokumentasi (studi

Studi dokumentasi adalah langkah-langkah atau cara pengumpulan data atau informan yang menyangkut masalah yang diteliti dengan mempelajari buku, majalah atau surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevannya dengan masalah yang diteliti.

3.2.1 Wawancara

Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian adalah tehnik wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya secara langsung kepada subjek penelitian. Sebagai modal awal penulis berpedoman pada pendapat Koentjaraningrat (1981:136) yang mengatakan, “…kegiatan wawancara secara umum dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: persiapan wawancara, tehnik bertanya dan pencatat data hasil wawancara.”

Dalam studi ini penulis melakukan penelitian terhadap beberapa rumah pada keluarga etnis Tionghoa dan Vihara-vihara yang ada dikota Pematangsiantar. Penulis menggunakan metode wawancara terutama dengan informan kunci yaitu orang yang banyak mengetahui dan mengerti tentang tradisi pada perayaan imlek.

Metode wawancara yang penulis gunakan adalah:

1. Wawancara tak berencana atau unstandardized interview. Walaupun dalam wawancara masalah-masalah yang dipertanyakan tidak menggunakan daftar pertanyaan, namun penulis menggunakan suatu pedoman yang

berisikan garis besar pokok masalah yang ingin penulis peroleh informasinya.

2. Wawancara sambil lalu atau Casual Interview. Bentuk wawancara ini penulis gunakan juga terhadap beberapa pengurus vihara.

3.2.2 Observasi

Observasi atau pengamatan, dapat berarti setiap kegiatan untuk melakukan pengukuran dengan menggunakan indera penglihatan yang juga berarti tidak melakukan pertanyaan-pertanyaan (Soehartono, 1955:69). Dalam mengumpulkan data salah satu tehnik yang cukup baik untuk diterapkan adalah pengamatan secara langsung/observasi terhadap subyek yang akan diteliti.

mengadakan berulang kali pengamatan/observasi secara langsung terhadap tradisi perayaan imlek yang tidak direncanakan dikarenakan penulis berketurunan Tionghoa dan observasi terencana juga sudah dilakukan berulang kali dimana sekarang ini peneliti telah memfokuskan penelitian pada pengamatan lampion, makan malam, dan membakar petasan dalam penyambutan imlek.

Dalam penelitian

ini

penulis

3.2.3 Studi Kepustakaan

Untuk mencari tulisan-tulisan pendukung, sebagai kerangka landasan berfikir dalam tulisan ini, adapun yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Kegiatan ini dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan, guna melengkapi apa yang dibutuhkan dalam penulisan dan penyesuaian data dari hasil wawancara. Sumber bacaan atau literatur ini dapat berasal dari penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam bentuk skripsi. Selain itu sumber bacaan yang menjadi tulisan pendukung dalam penelitian penulis yaitu berupa buku, jurnal, makalah, artikel dan berita-berita dari situs internet.

3.3 Data dan Sumber Data