Hasil Pemeriksaan Pap Smear, Diagnosis dan Faktor Risiko Kanker Serviks di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kanker Serviks
2.1.1. Defenisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks
atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar
permukaan serviks (Arum, 2015; Riksani, 2015).
2.1.2. Etiologi Kanker Serviks
HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit dan selaput lendir serta
memicu terjadinya perubahan genetik. Infeksi HPV biasanya terjadi setelah
wanita melakukan koitus. Sebagian besar HPV akan menghilang dengan
sendirinya karena daya tahan tubuh juga berperan dalam menangkal virus ini,
namun terdapat pula sebagian HPV yang bersifat menetap, sehingga
menyebabkan displasia, yaitu sel-sel normal serviks mulai berubah menjadi sel
kanker (Rasjidi, 2007; Wijaya, 2010).
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV. Kurang lebih 90%
kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV tipe high risk yaitu sub tipe
16 dan 18. HPV memproduksi protein yang dikenal sebagai E6 dan E7. Protein
ini mengganggu fungsi sel yang biasanya mencegah pertumbuhan sel secara
berlebihan dengan cara mematikan beberapa supresor gen tumor
sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel menjadi abnormal dan berpotensi menjadi
kanker (Kemenkes RI, 2013; Noviana, 2012).
6
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.3. Manifestasi Klinis Kanker Serviks
Lesi prakanker atau kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Gejala atau ciri-cirinya akan terlihat jika
kanker sudah berkembang dan berpengaruh terhadap organ-organ disekitarnya,
hal ini berarti bahwa kanker sudah mencapai stadium lanjut. Manifestasi awal
kanker serviks yaitu:
2.1.3.1. Perdarahan per vagina
Perdarahan biasa terjadi setelah melakukan hubungan seksual atau di
luar masa haid. Selain itu, perdarahan bisa terjadi saat seseorang mengedan
terlalu kuat pada saat buang air besar, sehingga darah segar akan bercampur
dengan keputihan. Perdarahan lain yang dapat menjadi tanda gejala kanker
serviks ialah perdarahan setelah menopause, biasanya jumlah perdarahnnya tidak
banyak dan seringkali diabaikan karena tidak disertai dengan gejala sakit pada
perut dan pinggang (Arum, 2015).
2.1.3.2. Keputihan berulang
Keputihan merupakan keluarnya cairan encer yang berlebihan
dari
vagina. Tidak semua keputihan berbahaya, ada dua jenis keputihan yaitu yang
bersifat fisiologis (normal)
dan keputihan patologis (abnormal). Keputihan
fisiologis terjadi sebelum dan sesudah menstruasi. Keputihan terlihat bening,
tidak gatal, dan tidak berbau. Keputihan dapat menghilang jika mendapatkan
penanganan yang tepat. Namun, keputihan yang disebabkan oleh kanker
biasanya tidak menunjukkan kesembuhan meskipun sudah ditangani dengan
Universitas Sumatera Utara
8
baik dan benar. Keputihan patologis yang dirasakan biasanya berbau, gatal dan
panas karena sudah terjadi infeksi.
Adapun gejalan lanjutan kanker serviks yaitu keluarnya cairan vagina
berbau tidak sedap, nyeri pada bagian panggul, pinggang, dan tungkai, gangguan
saat berkemih dan kesulitan buang air kecil karena adanya sumbatan pada
saluran kemih, nyeri di daerah kandung kemih dan anus, penurunan berat badan,
dan mudah merasa lelah (Arum, 2015).
2.1.4. Faktor Risiko Terjangkit Kanker Serviks
2.1.4.1. Usia
Wanita yang berusia 35-50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual
memiliki risiko mengidap kanker serviks karena seiring pertambahan usia maka
terjadi perubahan anatomi dan histologi (metaplasia) (Arum, 2015). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berusia
≥ 35 tahu
n berisiko 5,86
kali mengalami kejadian lesi prakanker serviks dibanding mereka yang berusia <
35 tahun. Sebagian besar kanker banyak terjadi pada lanjut usia, risikonya
meningkat dua kali lipat setelah usia 35 tahun. Peningkatan risiko ini
berhubungan dengan meningkat dan bertambah lamanya pemaparan terhadap
karsinogen serta lesi prakanker membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar 1020 tahun untuk menjadi kanker serviks (Wahyuningsih dan Erry, 2014;
Syatriani, 2011). Kanker serviks di Indonesia tahun 2012 paling sering terjadi
pada wanita berusia 45-49 tahun dengan estimasi sebesar 3354 kasus (ICO,
2016).
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.4.2. Jumlah pasangan seksual
Beberapa jenis HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, dengan
demikian kanker serviks berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Jika
seorang wanita memiliki banyak pasangan seksual maka ia akan semakin
berisiko terkena kanker serviks (Wijaya, 2010). Hal ini berhubungan dengan
protein yang terdapat pada sperma pria menyebabkan kerusakan pada sel epitel
serviks. Sel epitel serviks pada dasarnya mampu mentoleransi dan mengenali
protein tersebut tetapi apabila seorang wanita melakukan hubungan seksual
dengan banyak pria yang memiliki protein yang berbeda-beda pada setiap
spermanya, maka akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks
sehingga mengakibatkan perlukaan. Adanya luka tersebut dapat mempermudah
infeksi HPV (Wahyuningsih dan Erry, 2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih dan Erry (2014)
menunjukkan bahwa responden yang menderita lesi prakanker serviks memiliki
mitra seksual > 1 orang. Mitra seksual > 1 orang akan meningkatkan risiko 6,19
kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan dengan
responden yang memiliki pasangan seksual 1 orang saja.
2.1.4.3. Melakukan hubungan seksual pada usia dini
Usia dibawah 20 tahun dianggap belum matang untuk menjalani
pernikahan atau hubungan seksual. Menurut UNDESA (2010) Indonesia
termasuk negara ke-37 dengan persentase pernikahan usia muda yang tinggi dan
merupakan tertinggi kedua di ASEAN setelah kamboja. Usia pertama menikah
Universitas Sumatera Utara
10
yang relatif muda (di bawah 20 tahun) berisiko meningkatkan terjadinya kanker
serviks. Hal ini dikaitkan dengan pembentukan sel epitel atau lapisan dinding
vagina dan serviks yang belum matang sempurna akibat ketidakseimbangan
hormonal (Riksani, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Sadewa (2014)
menunjukkan bahwa 90% pasien yang terdiagnosis kanker serviks menikah di
usia ≤ 20 tahun. Terlihat bahwa hubungan seksual pada usia dini berkaitan erat
dengan kejadian kanker serviks.
Ketika seorang wanita berusia 12-17 tahun maka sel dalam mulut rahim
menjadi lebih aktif membelah. Pembelahan ini seharusnya tidak terjadi kontak
atau rangsangan apapun dari luar. Adanya benda asing termasuk alat kelamin
pria atau sperma
yang masuk ke dalam vagina wanita akan menyebabkan
pembelahan sel menjadi abnormal. Sel abnormal dalam mulut rahim tersebut
dapat menyebabkan kanker serviks, hal ini diperparah apabila pada saat
masuknya benda asing menyebabkan luka pada mulut rahim sehingga
mempermudah terjadinya infeksi HPV (Wahyuningsih dan Erry, 2014).
2.1.4.4. Frekuensi persalinan
Paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker serviks
dengan besar risiko 4,55 kali untuk terkena kanker serviks pada perempuan
dengan paritas > 3 dibandingkan perempuan dengan paritas < 3 (Mega, Suwi
dan Suastika 2008 dalam Wahyuningsih dan Erry 2014). Hal ini disebabkan
pada saat hamil seseorang akan mengalami penurunan kekebalan seluler. Hal ini
dibuktikan pada suatu studi kohort di mana didapatkan bahwa infeksi HPV lebih
mudah ditemukan pada wanita hamil dibandingkan yang tidak hamil ( Sawaya
Universitas Sumatera Utara
11
2003 dalam Wahyuningsih dan Erry 2014). Selain itu apabila seseorang banyak
mengalami persalinan maka dapat menyebabkan jalan lahir menjadi longgar
serta robekan di selaput serviks menyebabkan terbukanya jaringan, sehingga
mempunyai kesempatan untuk terkontaminasi oleh virus yang menyebabkan
infeksi (Rohani, F., Isma, Y., dan Saryono, 2009).
2.1.4.5. Wanita yang berasal dari sosial ekonomi rendah
Kanker serviks berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah,
hal ini berhubungan dengan kemampuan wanita dalam mendapatkan asupan
makanan yang bergizi dan berperan penting dalam menjaga dan meningkatkan
daya tahan tubuh, termasuk menahan serangan infeksi virus HPV.
Sosial
ekonomi yang rendah juga berkaitan dengan kurangnya kebersihan perorangan
dan keterbatasan dalam mengakses pelayanan kesehatan, termasuk deteksi dini
kanker serviks melalui Pap Smear yang seharusnya dilakukan pada wanita
berusia 35 tahun ke atas (Syatriani, 2011;
Riksani, 2015). Sosial ekonomi
berhubungan dengan penghasilan atau pendapatan. Berdasarkan keputusan
Gubernur Sumatera Utara tentang penetapan upah minimum Kota Medan
diketahui bahwa Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 adalah
Rp.1.811.875,-/ bulan.
2.1.4.6. Wanita yang merokok
Wanita yang merokok mempunyai risiko dua kali lebih besar mengalami
kanker serviks dibandingkan wanita yang tidak merokok. Kandungan di dalam
rokok salah satunya merupakan tembakau. Bahan karsinogenik spesifik dari
tembakau
ditemukan dalam lendir serviks wanita perokok dan dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
12
kokarsinogen infeksi HPV. Para peneliti percaya bahwa zat ini merusak DNA
dari sel-sel leher rahim dan berkontribusi terhadap perkembangan kanker serviks.
Merokok juga membuat sistem kekebalan tubuh menurun untuk melawan infeksi
HPV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden yang merokok
menderita lesi prakanker serviks (Mulyani dan Wahyuningsih , 2014; American
Cancer Society, 2016).
2.1.4.7. Wanita pengguna alat kontrasepsi oral (pil kb)
Guven et al (2009, dalam Riksani 2015) menyimpulkan bahwa
penggunaan kontrasepsi oral menyebabkan kekentalan lendir pada serviks,
sehingga bisa memperlama agen karsinogenik berada di serviks, di mana agen
ini merupakan penyebab kanker serviks yang terbawa pada saat berhubungan
seksual. Risiko kanker serviks meningkat
dua kali lipat pada wanita yang
menggunakan pil kb lebih dari 5 tahun, tapi risiko kembali berkurang apabila
sudah berhenti menggunakan pil kb dalam kurun waktu 10 tahun (American
Cancer Society, 2016). Berdasarkan penelitian Syatriani (2011) diketahui bahwa
95,5% responden yang menggunakan pil kontrasepsi
≥4 tahun, dinyatakan
positif lesi prakanker serviks (Wahyuningsih dan Erry, 2014). Hal ini dikaitkan
dengan kandungan estrogen dan progestin yang terdapat dalam kontrasepsi oral.
Penggunaan hormon estrogen harus dalam pengawasan dokter agar sekaligus
diberikan zat anti kanker sehingga penggunaan kontrasepsi oral tidak
meningkatkan risiko menjadi kanker (Herman, 1998 dalam Wahyuningsih dan
Erry, 2014).
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4.8. Pasangan pria yang tidak disirkumsisi
Sirkumsisi adalah tindakan medis berupa pembuangan sebagian atau
seluruh bagian prepusium yang melingkupi kepala penis. Pada wanita yang
memiliki pasangan yang non sirkumsisi maka akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker serviks, karena pada laki-laki yang non sirkumsisi maka
smegma akan berkumpul pada pangkal penis. Apabila kebersihan penis tidak
dirawat dengan baik maka smegma semakin lama akan semakin menumpuk.
Smegma yang menumpuk akan meningkatkan risiko laki-laki sebagai pembawa
atau penular virus HPV (Syatriani, 2011; Riksani, 2015).
2.1.4.9. Pembalut wanita
Risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang menggunakan
pembalut disebabkan kandungan dioxin dan serat sintetis. Dioxin dan serat
sintetis ditemukan pada pembalut wanita dan produk sejenis lainnya yang
berisiko tinggi terhadap kesehatan wanita, karena apabila zat dioxin bercampur
dengan darah menstruasi yang tidak steril menyentuh permukaan vagina maka
akan menyebabkan dioxin terhisap ke dalam rahim. Selanjutnya, aliran darah
akan membawa zat dioxin menuju organ-organ tubuh. Pertama, akan mengenai
permukaan vagina/vulva, diserap ke dalam rahim melalui saluran serviks,
kemudian masuk ke dalam uterus, selanjutnya melalui tuba fallopi dan berakhir
di ovarium. Dioxin mempunyai efek yang berbahaya bagi kesehatan reproduksi
wanita karena dapat mempercepat proses perkembangan kanker, termasuk
kanker serviks (Syatriani, 2011).
2.1.4.10. Riwayat kanker serviks pada keluarga
Universitas Sumatera Utara
14
Seorang wanita yang memilki saudara kandung atau ibu yang
mempunyai kanker serviks akan berisiko mengalami kanker serviks 2-3 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat kanker
serviks pada keluarganya.
Beberapa peneliti menduga hal ini berhubungan
dengan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American
Cancer Society, 2016).
2.1.5. Cara Penularan Kanker Serviks
Saat seorang wanita terpapar virus HPV, sistem pertahanan tubuh akan
bereaksi sehingga virus tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan tubuh.
Namun, pada sebagian wanita virus tetap bertahan meskipun tubuh sudah
melakukan perlawanan. Virus inilah yang jika dibiarkan dapat mengubah sel-sel
normal menjadi abnormal dan kemudian berkembang lagi menjadi sel kanker
(Riksani, 2015).
Perjalanan kanker serviks dari mulai infeksi HPV, tahap prakanker atau
dikenal dengan Cervical Intraepithelial
Neoplasia (CIN), hingga menjadi
kanker serviks membutuhkan waktu sekitar 10-20 tahun (Wijaya, 2010).
Penularan HPV bisa terjadi dengan cara organ genital-genital, manualgenital, dan oral-genital. Namun diantara ketiga cara tersebut, penularan melalui
genital-genital merupakan yang paling sering dibandingkan yang lainnya
(Riksani, 2015; Rasjidi, 2007) . Apabila terdapat virus pada tangan seseorang
dan ia menyentuh daerah genital, maka virus ini akan berpindah dan
menginfeksi daerah serviks atau leher rahim. Cara penularan lainnya adalah pada
kloset umum yang sudah terkontaminasi oleh virus ini.
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.6. Klasifikasi histopatologis sel kanker serviks
Secara
histopatologis
pertumbuhan
sel
kanker
serviks
dapat
diklasifikasikan ke dalam empat stadium yaitu displasia, karsinoma in situ,
karsinoma mikroinvasif, dan karsinoma invasif.
2.1.6.1. Displasia
Displasia
adalah
pertumbuhan
aktif
disertai
gangguan
proses
pematangan epitel skuamosa yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan
superfisial. Berdasarkan derajat perubahan sel individu dan lapisan sel epitel
yang jelas mengalami perubahan, displasia terbagi dalam tiga derajat
pertumbuhan, yaitu :
1.
Displasia ringan
Perubahan terjadi pada sepertiga basal epidermis. Displasia ringan
ditandai dengan inti sel selalu besar, tidak teratur dan berwarna
hitam/gelap.
2.
Displasia sedang
Derajat atipia lebih nyata dan sel atipia menempati sampai dua
pertiga ketebalan epitel dan membran inti teratur.
3.
Displasia berat
Sel atipia sangat mencolok dan disertai kekacauan polaritas yang
mencolok. Sel berukuran besar dengan inti yang lebih gelap dan hampir
menempati seluruh ketebalan epitel.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.1. Displasia
2.1.6.2. Karsinoma In situ
Seluruh sel epitel menunjukkan gambaran sel karsinoma. Pembesaran
inti nyata dan hanya lingkaran kecil sitoplasma yang terlihat jelas.
Gambar 2.2. Karsinoma in situ
2.1.6.3. Karsinoma mikroinvasif
Karsinoma mikroinvasif ditandai oleh adanya peningkatan derajat
pertumbuhan sel disertai dengan sel tumor yang menembus membrana basalis.
Gambar 2.3. Karsinoma mikroinvasif
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.6.4. Karsinoma invasif
Derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan sel mempunyai bentuk
yang bervariasi, inti berwarna gelap dan susunan sel tidak teratur. Sekelompok
atau lebih sel tumor menginvasi membrana basalis dan tumbuh ke dalam stroma.
Apabila kanker telah
mencapai tahap ini maka kanker akan sulit untuk
disembuhkan karena penyebarannya sudah luas.
Gambar 2.4. Karsinoma invasif
2.1.7 Klasifikasi Histologi dan stadium
Berdasarkan tingkat keganasannya, perkembangan kanker serviks terbagi
dalam beberapa stadium, dimulai dari stadium nol yang bersifat non invasif
hingga stadium IV yang sudah menyebar ke organ-organ tubuh yang lain
(Wijaya, 2010).
Tabel 2.1 Stadium Klinis kanker Serviks menurut FIGO 2008
Stadium
Penyebaran
0
Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I
Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat
diabaikan)
IA
Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat
diabaikan)
IA1
Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm atau
Universitas Sumatera Utara
18
kurang pada ukuran secara horizontal
IA2
Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm dengan
penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB
Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik
lesi lebih besar dari IA2
IB1
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IB2
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
II
Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau
mencapai 1/3 bawah vagina
IIA
Tanpa invasi ke parametrium
IIA1
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IIA2
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
IIB
Tumor dengan invasi ke parametrium
III
Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA
Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB
Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/ atau menimbulkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal
IVA
Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/ atau meluas
keluar panggul kecil (true pelvis)
IVB
Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari
kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru,
hati, atau tulang)
Sumber : AJCC 2009
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 2.5 Stadium kanker serviks
Sumber : https://id.pinterest.com
2.1.8.
Prognosis
Angka harapan hidup (kesintasan) pada penderita kanker serviks dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Angka Kesintasan 5 tahun
Stadium
Kesintasan 5 tahun
0
93%
IA
93%
IB
80%
IIA
63%
IIB
58%
IIIA
35%
IIIB
32%
IVA
16%
IVB
15%
Sumber : AJCC 2010
Universitas Sumatera Utara
20
2.2.
Pap Smear
2.2.1. Defenisi Pap Smear
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan dengan cara
mengambil sel epitel yang ada pada leher rahim dan diamati menggunakan
mikroskop untuk mengetahui ada/tidaknya proses infeksi, kelainan prakanker,
dan kanker di vagina dan serviks. Selain itu Pap Smear merupakan salah satu
sarana deteksi dini kanker serviks yang cepat, tidak sakit serta mempunyai hasil
yang akurat (Lestadi, 2009; Samadi 2010; Wijaya, 2010).
2.2.2. Indikasi pemeriksaan Pap Smear
Skrining pada wanita yang sudah melakukan seksual aktif, deteksi dini
adanya keganasan pada serviks, pemantauan setelah tindakan pembedahan,
radioterapi, atau kemoterapi kanker serviks (Lestadi, 2009)
2.2.3. Tujuan pemeriksaan Pap Smear
Adapun tujuan pemeriksaan Pap Smear menurut Sukaca (2009 dalam
Martini 2013) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeteksi sel-sel yang berisiko menjadi kanker
2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks
3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks
4. Untuk mengetahui tingkat keganasan kanker serviks
5. Untuk mendeteksi adanya infeksi yang disebabkan oleh virus urogenital
dan penyakit-penyakit lain yang penularannya melalui hubungan seksual
6. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat pada
lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.
Universitas Sumatera Utara
21
2.2.4. Manfaat Pap Smear
Manfaat Pap Smear menurut Lestadi (2009) yaitu:
2.2.4.1. Evaluasi sitohormonal
Sekret vagina yang menjadi bahan pemeriksaan Pap Smear akan
menunjukkan beberapa gambaran terkait dengan penilaian hormonal yaitu
menentukan status hormonal seorang wanita, menentukan adanya penyakit
gangguan hormonal, pada kasus infertilitas dapat menentukan ada/tidaknya
ovulasi, menentukan ada/tidaknya resiko abortus pada kehamilan muda, dan
menentukan maturitas suatu kehamilan
2.2.4.2. Mendiagnosis peradangan
Melalui pemeriksaan Pap Smear, jika seseorang terkena peradangan di
area serviks atau vagina maka sebagian besar akan didapatkan gambaran yang
mempunyai ciri khas sesuai dengan organisme penyebabnya, walaupun kadangkadang terdapat pula organisme yang tidak memberikan reaksi yang khas.
2.2.4.3. Identifikasi organisme penyebab peradangan
Organisme penyebab peradangan yang terdapat pada vagina dan serviks
pada umumnya sulit untuk diidentifikasi
dengan apusan Pap. Meskipun
demikian, terdapat beberapa jenis infeksi oleh kuman tertentu yang menimbulkan
perubahan sel yang khas pada sediaan apusan Pap, berdasarkan perubahan
tersebut maka akan dapat dikenali organisme penyebabnya. Beberapa organisme
yang mudah untuk dikenali antara lain
Trichomonas, Candida, Leptothrik,
Actinomyces, Oxyuris, dan Amoeba.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2.4.4. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) serviks dan kanker serviks
dini atau lanjut (karsinoma in situ/invasif)
2.2.4.5. Memantau hasil terapi
Memantau hasil terapi hormonal, misalnya pada kasus infertilitas atau
gangguan endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus-kasus kanker
serviks yang diobati dengan radiasi. Memantau adanya kekambuhan pada kasus
kanker yang telah dioperasi.
2.2.5. Wanita yang dianjurkan melakukan pemeriksaan Pap Smear
Wanita yang dianjurkan Pap Smear menurut Sukaca (2009 dalam
Martini 2013) yaitu wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum namun
aktivitas seksualnya tinggi, wanita yang berusia diatas 35 tahun, wanita yang
berganti-ganti mitra seksual atau pernah menderita HPV atau kutil kelamin, serta
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral.
2.2.6. Waktu untuk melakukan Pap Smear
Pap Smear dapat dilakukan secara rutin pada seorang wanita 3 tahun
sesudah intercourse pertama kali atau tidak melebihi umur 21 tahun, dilakukan
pemeriksaan rutin setiap tahun (peralatan Pap Smear konvensional) atau setiap 2
tahun (dengan peralatan liquid-based) sampai umur 30 tahun, dilakukan setiap
2-3 tahun bila dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil normal pada
usia di atas 30 tahun. Pemeriksaan Pap Smear bisa lebih sering bila didapat hasil
Pap Smear yang abnormal atau mencurigakan adanya lesi ganas (Samadi, 2010).
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.7. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan Pap Smear
Adapun alat-alat yang dibutuhkan yaitu spekulum cocor bebek, spatula
ayre, cytobrush, kaca objek, alkohol 95 % (Samadi, 2010)
2.2.8. Prosedur pemeriksaan Pap Smear
Langkah-langkah Pap Smear menurut Samadi (2010) adalah sebagai
berikut:
1.
Beri label nama pada ujung kaca objek.
2.
Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
3.
Lihat adanya abnormalitas
4.
Identifikasi zone transformasi.
5.
Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi
6.
Putar spatula 3600 dengan permukaan epitelial.
7. Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9 (atau
berlawanan arah jarum jam dari jam 3 ke jam 3), hasil yang terkumpul
dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya
ketika instrumen
dikeluarkan
8.
Jangan memulas sampel pada saat ini jika belum akan difiksasi. Pegang
spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sampel (atau
letakkan pada kaca obyek dengan spesimen muka di atas), sementara
sampel dari cytobrush dikumpulkan.
9.
Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan
seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
Universitas Sumatera Utara
24
10. Cytobrush hanya perlu diputar minimal ¼ - 1 putaran searah jarum jam,
tergantung keadaan ostium serviks
11. Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus
12. Kemudian pulas cytobrush tepat di atas sampel sebelumnya dengan
memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
13. Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak
sel, pindahkan sampel dari kedua instrumen ke kaca objek dalam
beberapa detik.
14. Fiksasi spesimen secepatnya untuk menghindari artefak karena
pengeringan oleh udara yang akan menyebabkan perubahan degeneratif
yang akan menyebabkan kehilangan bentuk sel . Slide direndam dengan
cepat dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol 95% selama 20
menit.
15. Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
Gambar 6 Pemeriksaan Pap Smear
Sumber : National Cancer Institute, 2016
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.9.
Klasifikasi sitologi ginekologi Pap Smear
Tabel 2.3. Hasil pemeriksaan sitologi apusan Pap yang umum
digunakan
WHO
NIS (CIN)
Bethesda
Papanicolaou
Normal
Normal
Batas normal
Kelas I (normal)
Atipia skuamosa
Normal
Lain-lain :
Kelas II (ditemukan
Infeksi
beberapa
sel
Reaktif
abnormal
(atipik)
Reparatif
tetapi
jinak
bukan
keganasan
melainkan
peradangan)
Displasia ringan
NIS I
Lesi
intra-epitelial Kelas
Skuamosa
III
(sel
derajat mencurigakan
rendah (low grade ganas, tetapi belum
Displasia sedang
NIS II
SIL)
diagnosis kanker)
Lesi intra-epitelial
Kelas IV (sel sangat
mencurigakan ganas
(kanker
terdapat
in
situ),
beberapa
sel atipik)
Displasia berat
Karsinoma insitu
NIS III
Skuamosa
derajat Kelas
tinggi (high grade diagnosis
SIL)
(kanker
V
(sel
kanker
invasif),
Universitas Sumatera Utara
26
banyak sel atipik)
Karsinoma
Karsinoma
Karsinoma
skuamosa
skuamosa invasif
skuamosa
invasif
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma
Sumber : Lestadi, 2009
Gambar 2.7 Segmentasi inti sel pada pemeriksaan Pap Smear dengan kategori
normal
Sumber : Suprapto dan Kenty, W.A, 2014
Gambar 2.8 Citra Pap Smear dengan kategori kanker serviks
Sumber : Suprapto dan Kenty, W.A, 2014
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Kanker Serviks
2.1.1. Defenisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada serviks
atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan terluar
permukaan serviks (Arum, 2015; Riksani, 2015).
2.1.2. Etiologi Kanker Serviks
HPV merupakan virus yang menginfeksi kulit dan selaput lendir serta
memicu terjadinya perubahan genetik. Infeksi HPV biasanya terjadi setelah
wanita melakukan koitus. Sebagian besar HPV akan menghilang dengan
sendirinya karena daya tahan tubuh juga berperan dalam menangkal virus ini,
namun terdapat pula sebagian HPV yang bersifat menetap, sehingga
menyebabkan displasia, yaitu sel-sel normal serviks mulai berubah menjadi sel
kanker (Rasjidi, 2007; Wijaya, 2010).
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV. Kurang lebih 90%
kasus kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV tipe high risk yaitu sub tipe
16 dan 18. HPV memproduksi protein yang dikenal sebagai E6 dan E7. Protein
ini mengganggu fungsi sel yang biasanya mencegah pertumbuhan sel secara
berlebihan dengan cara mematikan beberapa supresor gen tumor
sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel menjadi abnormal dan berpotensi menjadi
kanker (Kemenkes RI, 2013; Noviana, 2012).
6
Universitas Sumatera Utara
7
2.1.3. Manifestasi Klinis Kanker Serviks
Lesi prakanker atau kanker stadium dini biasanya asimtomatik dan hanya
terdeteksi dengan pemeriksaan sitologi. Gejala atau ciri-cirinya akan terlihat jika
kanker sudah berkembang dan berpengaruh terhadap organ-organ disekitarnya,
hal ini berarti bahwa kanker sudah mencapai stadium lanjut. Manifestasi awal
kanker serviks yaitu:
2.1.3.1. Perdarahan per vagina
Perdarahan biasa terjadi setelah melakukan hubungan seksual atau di
luar masa haid. Selain itu, perdarahan bisa terjadi saat seseorang mengedan
terlalu kuat pada saat buang air besar, sehingga darah segar akan bercampur
dengan keputihan. Perdarahan lain yang dapat menjadi tanda gejala kanker
serviks ialah perdarahan setelah menopause, biasanya jumlah perdarahnnya tidak
banyak dan seringkali diabaikan karena tidak disertai dengan gejala sakit pada
perut dan pinggang (Arum, 2015).
2.1.3.2. Keputihan berulang
Keputihan merupakan keluarnya cairan encer yang berlebihan
dari
vagina. Tidak semua keputihan berbahaya, ada dua jenis keputihan yaitu yang
bersifat fisiologis (normal)
dan keputihan patologis (abnormal). Keputihan
fisiologis terjadi sebelum dan sesudah menstruasi. Keputihan terlihat bening,
tidak gatal, dan tidak berbau. Keputihan dapat menghilang jika mendapatkan
penanganan yang tepat. Namun, keputihan yang disebabkan oleh kanker
biasanya tidak menunjukkan kesembuhan meskipun sudah ditangani dengan
Universitas Sumatera Utara
8
baik dan benar. Keputihan patologis yang dirasakan biasanya berbau, gatal dan
panas karena sudah terjadi infeksi.
Adapun gejalan lanjutan kanker serviks yaitu keluarnya cairan vagina
berbau tidak sedap, nyeri pada bagian panggul, pinggang, dan tungkai, gangguan
saat berkemih dan kesulitan buang air kecil karena adanya sumbatan pada
saluran kemih, nyeri di daerah kandung kemih dan anus, penurunan berat badan,
dan mudah merasa lelah (Arum, 2015).
2.1.4. Faktor Risiko Terjangkit Kanker Serviks
2.1.4.1. Usia
Wanita yang berusia 35-50 tahun dan masih aktif berhubungan seksual
memiliki risiko mengidap kanker serviks karena seiring pertambahan usia maka
terjadi perubahan anatomi dan histologi (metaplasia) (Arum, 2015). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa wanita yang berusia
≥ 35 tahu
n berisiko 5,86
kali mengalami kejadian lesi prakanker serviks dibanding mereka yang berusia <
35 tahun. Sebagian besar kanker banyak terjadi pada lanjut usia, risikonya
meningkat dua kali lipat setelah usia 35 tahun. Peningkatan risiko ini
berhubungan dengan meningkat dan bertambah lamanya pemaparan terhadap
karsinogen serta lesi prakanker membutuhkan waktu yang lama yaitu sekitar 1020 tahun untuk menjadi kanker serviks (Wahyuningsih dan Erry, 2014;
Syatriani, 2011). Kanker serviks di Indonesia tahun 2012 paling sering terjadi
pada wanita berusia 45-49 tahun dengan estimasi sebesar 3354 kasus (ICO,
2016).
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.4.2. Jumlah pasangan seksual
Beberapa jenis HPV dapat ditularkan melalui hubungan seksual, dengan
demikian kanker serviks berkaitan dengan jumlah pasangan seksual. Jika
seorang wanita memiliki banyak pasangan seksual maka ia akan semakin
berisiko terkena kanker serviks (Wijaya, 2010). Hal ini berhubungan dengan
protein yang terdapat pada sperma pria menyebabkan kerusakan pada sel epitel
serviks. Sel epitel serviks pada dasarnya mampu mentoleransi dan mengenali
protein tersebut tetapi apabila seorang wanita melakukan hubungan seksual
dengan banyak pria yang memiliki protein yang berbeda-beda pada setiap
spermanya, maka akan menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari sel serviks
sehingga mengakibatkan perlukaan. Adanya luka tersebut dapat mempermudah
infeksi HPV (Wahyuningsih dan Erry, 2014).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuningsih dan Erry (2014)
menunjukkan bahwa responden yang menderita lesi prakanker serviks memiliki
mitra seksual > 1 orang. Mitra seksual > 1 orang akan meningkatkan risiko 6,19
kali lebih besar untuk mengalami lesi prakanker serviks dibandingkan dengan
responden yang memiliki pasangan seksual 1 orang saja.
2.1.4.3. Melakukan hubungan seksual pada usia dini
Usia dibawah 20 tahun dianggap belum matang untuk menjalani
pernikahan atau hubungan seksual. Menurut UNDESA (2010) Indonesia
termasuk negara ke-37 dengan persentase pernikahan usia muda yang tinggi dan
merupakan tertinggi kedua di ASEAN setelah kamboja. Usia pertama menikah
Universitas Sumatera Utara
10
yang relatif muda (di bawah 20 tahun) berisiko meningkatkan terjadinya kanker
serviks. Hal ini dikaitkan dengan pembentukan sel epitel atau lapisan dinding
vagina dan serviks yang belum matang sempurna akibat ketidakseimbangan
hormonal (Riksani, 2015). Penelitian yang dilakukan oleh Sadewa (2014)
menunjukkan bahwa 90% pasien yang terdiagnosis kanker serviks menikah di
usia ≤ 20 tahun. Terlihat bahwa hubungan seksual pada usia dini berkaitan erat
dengan kejadian kanker serviks.
Ketika seorang wanita berusia 12-17 tahun maka sel dalam mulut rahim
menjadi lebih aktif membelah. Pembelahan ini seharusnya tidak terjadi kontak
atau rangsangan apapun dari luar. Adanya benda asing termasuk alat kelamin
pria atau sperma
yang masuk ke dalam vagina wanita akan menyebabkan
pembelahan sel menjadi abnormal. Sel abnormal dalam mulut rahim tersebut
dapat menyebabkan kanker serviks, hal ini diperparah apabila pada saat
masuknya benda asing menyebabkan luka pada mulut rahim sehingga
mempermudah terjadinya infeksi HPV (Wahyuningsih dan Erry, 2014).
2.1.4.4. Frekuensi persalinan
Paritas merupakan faktor risiko terhadap kejadian kanker serviks
dengan besar risiko 4,55 kali untuk terkena kanker serviks pada perempuan
dengan paritas > 3 dibandingkan perempuan dengan paritas < 3 (Mega, Suwi
dan Suastika 2008 dalam Wahyuningsih dan Erry 2014). Hal ini disebabkan
pada saat hamil seseorang akan mengalami penurunan kekebalan seluler. Hal ini
dibuktikan pada suatu studi kohort di mana didapatkan bahwa infeksi HPV lebih
mudah ditemukan pada wanita hamil dibandingkan yang tidak hamil ( Sawaya
Universitas Sumatera Utara
11
2003 dalam Wahyuningsih dan Erry 2014). Selain itu apabila seseorang banyak
mengalami persalinan maka dapat menyebabkan jalan lahir menjadi longgar
serta robekan di selaput serviks menyebabkan terbukanya jaringan, sehingga
mempunyai kesempatan untuk terkontaminasi oleh virus yang menyebabkan
infeksi (Rohani, F., Isma, Y., dan Saryono, 2009).
2.1.4.5. Wanita yang berasal dari sosial ekonomi rendah
Kanker serviks berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah,
hal ini berhubungan dengan kemampuan wanita dalam mendapatkan asupan
makanan yang bergizi dan berperan penting dalam menjaga dan meningkatkan
daya tahan tubuh, termasuk menahan serangan infeksi virus HPV.
Sosial
ekonomi yang rendah juga berkaitan dengan kurangnya kebersihan perorangan
dan keterbatasan dalam mengakses pelayanan kesehatan, termasuk deteksi dini
kanker serviks melalui Pap Smear yang seharusnya dilakukan pada wanita
berusia 35 tahun ke atas (Syatriani, 2011;
Riksani, 2015). Sosial ekonomi
berhubungan dengan penghasilan atau pendapatan. Berdasarkan keputusan
Gubernur Sumatera Utara tentang penetapan upah minimum Kota Medan
diketahui bahwa Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 adalah
Rp.1.811.875,-/ bulan.
2.1.4.6. Wanita yang merokok
Wanita yang merokok mempunyai risiko dua kali lebih besar mengalami
kanker serviks dibandingkan wanita yang tidak merokok. Kandungan di dalam
rokok salah satunya merupakan tembakau. Bahan karsinogenik spesifik dari
tembakau
ditemukan dalam lendir serviks wanita perokok dan dapat menjadi
Universitas Sumatera Utara
12
kokarsinogen infeksi HPV. Para peneliti percaya bahwa zat ini merusak DNA
dari sel-sel leher rahim dan berkontribusi terhadap perkembangan kanker serviks.
Merokok juga membuat sistem kekebalan tubuh menurun untuk melawan infeksi
HPV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% responden yang merokok
menderita lesi prakanker serviks (Mulyani dan Wahyuningsih , 2014; American
Cancer Society, 2016).
2.1.4.7. Wanita pengguna alat kontrasepsi oral (pil kb)
Guven et al (2009, dalam Riksani 2015) menyimpulkan bahwa
penggunaan kontrasepsi oral menyebabkan kekentalan lendir pada serviks,
sehingga bisa memperlama agen karsinogenik berada di serviks, di mana agen
ini merupakan penyebab kanker serviks yang terbawa pada saat berhubungan
seksual. Risiko kanker serviks meningkat
dua kali lipat pada wanita yang
menggunakan pil kb lebih dari 5 tahun, tapi risiko kembali berkurang apabila
sudah berhenti menggunakan pil kb dalam kurun waktu 10 tahun (American
Cancer Society, 2016). Berdasarkan penelitian Syatriani (2011) diketahui bahwa
95,5% responden yang menggunakan pil kontrasepsi
≥4 tahun, dinyatakan
positif lesi prakanker serviks (Wahyuningsih dan Erry, 2014). Hal ini dikaitkan
dengan kandungan estrogen dan progestin yang terdapat dalam kontrasepsi oral.
Penggunaan hormon estrogen harus dalam pengawasan dokter agar sekaligus
diberikan zat anti kanker sehingga penggunaan kontrasepsi oral tidak
meningkatkan risiko menjadi kanker (Herman, 1998 dalam Wahyuningsih dan
Erry, 2014).
Universitas Sumatera Utara
13
2.1.4.8. Pasangan pria yang tidak disirkumsisi
Sirkumsisi adalah tindakan medis berupa pembuangan sebagian atau
seluruh bagian prepusium yang melingkupi kepala penis. Pada wanita yang
memiliki pasangan yang non sirkumsisi maka akan meningkatkan risiko
terjadinya kanker serviks, karena pada laki-laki yang non sirkumsisi maka
smegma akan berkumpul pada pangkal penis. Apabila kebersihan penis tidak
dirawat dengan baik maka smegma semakin lama akan semakin menumpuk.
Smegma yang menumpuk akan meningkatkan risiko laki-laki sebagai pembawa
atau penular virus HPV (Syatriani, 2011; Riksani, 2015).
2.1.4.9. Pembalut wanita
Risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang menggunakan
pembalut disebabkan kandungan dioxin dan serat sintetis. Dioxin dan serat
sintetis ditemukan pada pembalut wanita dan produk sejenis lainnya yang
berisiko tinggi terhadap kesehatan wanita, karena apabila zat dioxin bercampur
dengan darah menstruasi yang tidak steril menyentuh permukaan vagina maka
akan menyebabkan dioxin terhisap ke dalam rahim. Selanjutnya, aliran darah
akan membawa zat dioxin menuju organ-organ tubuh. Pertama, akan mengenai
permukaan vagina/vulva, diserap ke dalam rahim melalui saluran serviks,
kemudian masuk ke dalam uterus, selanjutnya melalui tuba fallopi dan berakhir
di ovarium. Dioxin mempunyai efek yang berbahaya bagi kesehatan reproduksi
wanita karena dapat mempercepat proses perkembangan kanker, termasuk
kanker serviks (Syatriani, 2011).
2.1.4.10. Riwayat kanker serviks pada keluarga
Universitas Sumatera Utara
14
Seorang wanita yang memilki saudara kandung atau ibu yang
mempunyai kanker serviks akan berisiko mengalami kanker serviks 2-3 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat kanker
serviks pada keluarganya.
Beberapa peneliti menduga hal ini berhubungan
dengan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV (American
Cancer Society, 2016).
2.1.5. Cara Penularan Kanker Serviks
Saat seorang wanita terpapar virus HPV, sistem pertahanan tubuh akan
bereaksi sehingga virus tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan tubuh.
Namun, pada sebagian wanita virus tetap bertahan meskipun tubuh sudah
melakukan perlawanan. Virus inilah yang jika dibiarkan dapat mengubah sel-sel
normal menjadi abnormal dan kemudian berkembang lagi menjadi sel kanker
(Riksani, 2015).
Perjalanan kanker serviks dari mulai infeksi HPV, tahap prakanker atau
dikenal dengan Cervical Intraepithelial
Neoplasia (CIN), hingga menjadi
kanker serviks membutuhkan waktu sekitar 10-20 tahun (Wijaya, 2010).
Penularan HPV bisa terjadi dengan cara organ genital-genital, manualgenital, dan oral-genital. Namun diantara ketiga cara tersebut, penularan melalui
genital-genital merupakan yang paling sering dibandingkan yang lainnya
(Riksani, 2015; Rasjidi, 2007) . Apabila terdapat virus pada tangan seseorang
dan ia menyentuh daerah genital, maka virus ini akan berpindah dan
menginfeksi daerah serviks atau leher rahim. Cara penularan lainnya adalah pada
kloset umum yang sudah terkontaminasi oleh virus ini.
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.6. Klasifikasi histopatologis sel kanker serviks
Secara
histopatologis
pertumbuhan
sel
kanker
serviks
dapat
diklasifikasikan ke dalam empat stadium yaitu displasia, karsinoma in situ,
karsinoma mikroinvasif, dan karsinoma invasif.
2.1.6.1. Displasia
Displasia
adalah
pertumbuhan
aktif
disertai
gangguan
proses
pematangan epitel skuamosa yang dimulai pada bagian basal sampai ke lapisan
superfisial. Berdasarkan derajat perubahan sel individu dan lapisan sel epitel
yang jelas mengalami perubahan, displasia terbagi dalam tiga derajat
pertumbuhan, yaitu :
1.
Displasia ringan
Perubahan terjadi pada sepertiga basal epidermis. Displasia ringan
ditandai dengan inti sel selalu besar, tidak teratur dan berwarna
hitam/gelap.
2.
Displasia sedang
Derajat atipia lebih nyata dan sel atipia menempati sampai dua
pertiga ketebalan epitel dan membran inti teratur.
3.
Displasia berat
Sel atipia sangat mencolok dan disertai kekacauan polaritas yang
mencolok. Sel berukuran besar dengan inti yang lebih gelap dan hampir
menempati seluruh ketebalan epitel.
Universitas Sumatera Utara
16
Gambar 2.1. Displasia
2.1.6.2. Karsinoma In situ
Seluruh sel epitel menunjukkan gambaran sel karsinoma. Pembesaran
inti nyata dan hanya lingkaran kecil sitoplasma yang terlihat jelas.
Gambar 2.2. Karsinoma in situ
2.1.6.3. Karsinoma mikroinvasif
Karsinoma mikroinvasif ditandai oleh adanya peningkatan derajat
pertumbuhan sel disertai dengan sel tumor yang menembus membrana basalis.
Gambar 2.3. Karsinoma mikroinvasif
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.6.4. Karsinoma invasif
Derajat pertumbuhan sel menonjol, besar dan sel mempunyai bentuk
yang bervariasi, inti berwarna gelap dan susunan sel tidak teratur. Sekelompok
atau lebih sel tumor menginvasi membrana basalis dan tumbuh ke dalam stroma.
Apabila kanker telah
mencapai tahap ini maka kanker akan sulit untuk
disembuhkan karena penyebarannya sudah luas.
Gambar 2.4. Karsinoma invasif
2.1.7 Klasifikasi Histologi dan stadium
Berdasarkan tingkat keganasannya, perkembangan kanker serviks terbagi
dalam beberapa stadium, dimulai dari stadium nol yang bersifat non invasif
hingga stadium IV yang sudah menyebar ke organ-organ tubuh yang lain
(Wijaya, 2010).
Tabel 2.1 Stadium Klinis kanker Serviks menurut FIGO 2008
Stadium
Penyebaran
0
Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
I
Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat
diabaikan)
IA
Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke korpus uterus dapat
diabaikan)
IA1
Invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm kedalamannya dan 7,0 mm atau
Universitas Sumatera Utara
18
kurang pada ukuran secara horizontal
IA2
Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm dengan
penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang
IB
Lesi terlihat secara klinik dan terbatas di serviks atau secara mikroskopik
lesi lebih besar dari IA2
IB1
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IB2
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
II
Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke dinding panggul atau
mencapai 1/3 bawah vagina
IIA
Tanpa invasi ke parametrium
IIA1
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar 4,0 cm atau
kurang
IIA2
Lesi terlihat secara klinik berukuran dengan diameter terbesar lebih dari 4,0
cm
IIB
Tumor dengan invasi ke parametrium
III
Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina
dan/atau menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal
IIIA
Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak mencapai dinding panggul
IIIB
Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/ atau menimbulkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal
IVA
Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau rektum dan/ atau meluas
keluar panggul kecil (true pelvis)
IVB
Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal, keterlibatan dari
kelenjar getah bening supraklavikula, mediastinal, atau para aorta, paru,
hati, atau tulang)
Sumber : AJCC 2009
Universitas Sumatera Utara
19
Gambar 2.5 Stadium kanker serviks
Sumber : https://id.pinterest.com
2.1.8.
Prognosis
Angka harapan hidup (kesintasan) pada penderita kanker serviks dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Angka Kesintasan 5 tahun
Stadium
Kesintasan 5 tahun
0
93%
IA
93%
IB
80%
IIA
63%
IIB
58%
IIIA
35%
IIIB
32%
IVA
16%
IVB
15%
Sumber : AJCC 2010
Universitas Sumatera Utara
20
2.2.
Pap Smear
2.2.1. Defenisi Pap Smear
Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan dengan cara
mengambil sel epitel yang ada pada leher rahim dan diamati menggunakan
mikroskop untuk mengetahui ada/tidaknya proses infeksi, kelainan prakanker,
dan kanker di vagina dan serviks. Selain itu Pap Smear merupakan salah satu
sarana deteksi dini kanker serviks yang cepat, tidak sakit serta mempunyai hasil
yang akurat (Lestadi, 2009; Samadi 2010; Wijaya, 2010).
2.2.2. Indikasi pemeriksaan Pap Smear
Skrining pada wanita yang sudah melakukan seksual aktif, deteksi dini
adanya keganasan pada serviks, pemantauan setelah tindakan pembedahan,
radioterapi, atau kemoterapi kanker serviks (Lestadi, 2009)
2.2.3. Tujuan pemeriksaan Pap Smear
Adapun tujuan pemeriksaan Pap Smear menurut Sukaca (2009 dalam
Martini 2013) adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendeteksi sel-sel yang berisiko menjadi kanker
2. Untuk mengetahui normal atau tidaknya sel-sel di serviks
3. Untuk mendeteksi perubahan prakanker pada serviks
4. Untuk mengetahui tingkat keganasan kanker serviks
5. Untuk mendeteksi adanya infeksi yang disebabkan oleh virus urogenital
dan penyakit-penyakit lain yang penularannya melalui hubungan seksual
6. Untuk mengetahui dan mendeteksi sel abnormal yang terdapat pada
lapisan luar dari serviks dan tidak menginvasi bagian dalam.
Universitas Sumatera Utara
21
2.2.4. Manfaat Pap Smear
Manfaat Pap Smear menurut Lestadi (2009) yaitu:
2.2.4.1. Evaluasi sitohormonal
Sekret vagina yang menjadi bahan pemeriksaan Pap Smear akan
menunjukkan beberapa gambaran terkait dengan penilaian hormonal yaitu
menentukan status hormonal seorang wanita, menentukan adanya penyakit
gangguan hormonal, pada kasus infertilitas dapat menentukan ada/tidaknya
ovulasi, menentukan ada/tidaknya resiko abortus pada kehamilan muda, dan
menentukan maturitas suatu kehamilan
2.2.4.2. Mendiagnosis peradangan
Melalui pemeriksaan Pap Smear, jika seseorang terkena peradangan di
area serviks atau vagina maka sebagian besar akan didapatkan gambaran yang
mempunyai ciri khas sesuai dengan organisme penyebabnya, walaupun kadangkadang terdapat pula organisme yang tidak memberikan reaksi yang khas.
2.2.4.3. Identifikasi organisme penyebab peradangan
Organisme penyebab peradangan yang terdapat pada vagina dan serviks
pada umumnya sulit untuk diidentifikasi
dengan apusan Pap. Meskipun
demikian, terdapat beberapa jenis infeksi oleh kuman tertentu yang menimbulkan
perubahan sel yang khas pada sediaan apusan Pap, berdasarkan perubahan
tersebut maka akan dapat dikenali organisme penyebabnya. Beberapa organisme
yang mudah untuk dikenali antara lain
Trichomonas, Candida, Leptothrik,
Actinomyces, Oxyuris, dan Amoeba.
Universitas Sumatera Utara
22
2.2.4.4. Mendiagnosis kelainan prakanker (displasia) serviks dan kanker serviks
dini atau lanjut (karsinoma in situ/invasif)
2.2.4.5. Memantau hasil terapi
Memantau hasil terapi hormonal, misalnya pada kasus infertilitas atau
gangguan endokrin. Memantau hasil terapi radiasi pada kasus-kasus kanker
serviks yang diobati dengan radiasi. Memantau adanya kekambuhan pada kasus
kanker yang telah dioperasi.
2.2.5. Wanita yang dianjurkan melakukan pemeriksaan Pap Smear
Wanita yang dianjurkan Pap Smear menurut Sukaca (2009 dalam
Martini 2013) yaitu wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum namun
aktivitas seksualnya tinggi, wanita yang berusia diatas 35 tahun, wanita yang
berganti-ganti mitra seksual atau pernah menderita HPV atau kutil kelamin, serta
wanita yang menggunakan kontrasepsi oral.
2.2.6. Waktu untuk melakukan Pap Smear
Pap Smear dapat dilakukan secara rutin pada seorang wanita 3 tahun
sesudah intercourse pertama kali atau tidak melebihi umur 21 tahun, dilakukan
pemeriksaan rutin setiap tahun (peralatan Pap Smear konvensional) atau setiap 2
tahun (dengan peralatan liquid-based) sampai umur 30 tahun, dilakukan setiap
2-3 tahun bila dalam 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil normal pada
usia di atas 30 tahun. Pemeriksaan Pap Smear bisa lebih sering bila didapat hasil
Pap Smear yang abnormal atau mencurigakan adanya lesi ganas (Samadi, 2010).
Universitas Sumatera Utara
23
2.2.7. Alat-alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan Pap Smear
Adapun alat-alat yang dibutuhkan yaitu spekulum cocor bebek, spatula
ayre, cytobrush, kaca objek, alkohol 95 % (Samadi, 2010)
2.2.8. Prosedur pemeriksaan Pap Smear
Langkah-langkah Pap Smear menurut Samadi (2010) adalah sebagai
berikut:
1.
Beri label nama pada ujung kaca objek.
2.
Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.
3.
Lihat adanya abnormalitas
4.
Identifikasi zone transformasi.
5.
Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan zona
transformasi
6.
Putar spatula 3600 dengan permukaan epitelial.
7. Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9 (atau
berlawanan arah jarum jam dari jam 3 ke jam 3), hasil yang terkumpul
dipertahankan horizontal pada permukaan atasnya
ketika instrumen
dikeluarkan
8.
Jangan memulas sampel pada saat ini jika belum akan difiksasi. Pegang
spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil sampel (atau
letakkan pada kaca obyek dengan spesimen muka di atas), sementara
sampel dari cytobrush dikumpulkan.
9.
Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak dengan
seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
Universitas Sumatera Utara
24
10. Cytobrush hanya perlu diputar minimal ¼ - 1 putaran searah jarum jam,
tergantung keadaan ostium serviks
11. Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan halus
12. Kemudian pulas cytobrush tepat di atas sampel sebelumnya dengan
memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
13. Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan besar
sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang dapat merusak
sel, pindahkan sampel dari kedua instrumen ke kaca objek dalam
beberapa detik.
14. Fiksasi spesimen secepatnya untuk menghindari artefak karena
pengeringan oleh udara yang akan menyebabkan perubahan degeneratif
yang akan menyebabkan kehilangan bentuk sel . Slide direndam dengan
cepat dalam tempat tertutup yang berisi larutan ethanol 95% selama 20
menit.
15. Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.
Gambar 6 Pemeriksaan Pap Smear
Sumber : National Cancer Institute, 2016
Universitas Sumatera Utara
25
2.2.9.
Klasifikasi sitologi ginekologi Pap Smear
Tabel 2.3. Hasil pemeriksaan sitologi apusan Pap yang umum
digunakan
WHO
NIS (CIN)
Bethesda
Papanicolaou
Normal
Normal
Batas normal
Kelas I (normal)
Atipia skuamosa
Normal
Lain-lain :
Kelas II (ditemukan
Infeksi
beberapa
sel
Reaktif
abnormal
(atipik)
Reparatif
tetapi
jinak
bukan
keganasan
melainkan
peradangan)
Displasia ringan
NIS I
Lesi
intra-epitelial Kelas
Skuamosa
III
(sel
derajat mencurigakan
rendah (low grade ganas, tetapi belum
Displasia sedang
NIS II
SIL)
diagnosis kanker)
Lesi intra-epitelial
Kelas IV (sel sangat
mencurigakan ganas
(kanker
terdapat
in
situ),
beberapa
sel atipik)
Displasia berat
Karsinoma insitu
NIS III
Skuamosa
derajat Kelas
tinggi (high grade diagnosis
SIL)
(kanker
V
(sel
kanker
invasif),
Universitas Sumatera Utara
26
banyak sel atipik)
Karsinoma
Karsinoma
Karsinoma
skuamosa
skuamosa invasif
skuamosa
invasif
Adenokarsinoma
Adenokarsinoma
Sumber : Lestadi, 2009
Gambar 2.7 Segmentasi inti sel pada pemeriksaan Pap Smear dengan kategori
normal
Sumber : Suprapto dan Kenty, W.A, 2014
Gambar 2.8 Citra Pap Smear dengan kategori kanker serviks
Sumber : Suprapto dan Kenty, W.A, 2014
Universitas Sumatera Utara