Perilaku Suami Terhadap Pencegahan diare Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Pengertian Perilaku

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah seluruh aktivitas manusia, baik yang teramati maupun yang tidak teramati oleh pihak luar. Perilaku merupakan respon terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, lalu organisme tersebut meresponnya.

Bentuk respon terhadap stimulus perilaku dibedakan dua bagian yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior), respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert) terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan /kesadaran dan sikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior), respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dalam bentuk tindakan atau praktek yang mudah diamati atau dilihat orang lain (Maulana, 2009)

Menurut Sarwono (2010), secara lebih profesional perilaku dapat diartikan suatu respon/reaksi individu terhadap stimulus yang berasal dari luar dan atau dari dalam dirinya.

Respon ini berbentuk dua macam, yakni :

1. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,tanggapan, atau sikap. 2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.


(2)

2.1.1. Domain Perilaku

Menurut Benyamin bloom dalam Notoatmodjo, ada tiga domain perilaku, yakni kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (tindakan).

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui pengindraaan manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Pengetahuan yang sudah dicoba dan diatur menurut urutan dan arti serta menyeluruh dan sistematika adalah ilmu. ilmu lahir karena manusia diberkati Tuhan suatu sifat ingin tahu. Keingintahuan seseorang terhadap permasalahan disekelililngnya dapat menjurus kepada keingintahuan ilmiah.

Tingkat Pengetahuan terdiri dari enam tingkatan yaitu:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan mengingat sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami(Comprehention)

Memahami diartikan sebagai objek kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.


(3)

c. Aplikasi ( Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil(sebenarnya).

d. Analisis ( Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen pengetahuan yang dimilkinya.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimilikinya.

f. Evaluasi ( Evaluation )

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek tertentu.

2. Sikap

Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat atau emosi yang bersangkutan.(Senang–tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya)

Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo, sikap terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan ( Keyakinan),ide atau konsep terhadap suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu objek. c. Kecendrungan untuk bertindak.


(4)

a. Menerima (Receiving )

Menerima diartikan bahwa orang ( subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh obyek.

b. Menanggapi ( Responding)

Menanggapi diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap

c. Menghargai ( Valuing)

Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah adalah indikasi sikap tingkat tiga( kecenderungan untuk bertindak). d. Bertanggung jawab (Responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya.

3. Tindakan

Tindakan adalah kecendrungan untuk bertindak (praktek). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya dalam tindakan perlu faktor lain,yaitu sarana dalam prasarana.

Praktek atau tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu: a. Respon terpimpin ( guided response)

Apabila seseorang dapat melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan.

b. Praktik secara mekanis ( Mechanism)

Apabila subyek atau seseorang telah melakukan atau mempraktekkan sesuatu dengan secara otomatis.


(5)

c. Adaptasi ( Adoption)

Adalah tindakan atau praktek yang sudah berkembang, artinya apa yang sudah dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi atau tindakan yang berkualitas.

2.1.2. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan (Health behavior) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Becker (1979) membuat tiga klasifikasi lain tentang perilaku kesehatan yaitu:

1. Perilaku Sehat (Health behavior) adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan antara lain: makan dengan menu seimbang, kegiatan fisik secara teratur dan cukup, tidak merokok dan meminum minuman keras serta menggunakan narkoba, istrahat yang cukup, pengendalian atau menejemen stres, perilaku dan gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan.

2. Perilaku Sakit (Illnes behavior) adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit dan atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya.


(6)

muncul, antara lain:

a. Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan dan tetap menjalankan kegiatan sehari-hari,

b. Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self treatment atau self medication), dimana pengobatan itu sendiri ada dua cara, yakni: cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok, dan sebagainya), dan cara modren , misalnya minum obat yang dibeli dari warung, toko obat atau apotek.

c. Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas kesehatan, yang dibedakan menjadi dua yaitu: fasilitas pelayanan kesehatan tradisional (dukun, sinshe, paranormal), dan fasilitas pelayanan modren atau profesional (puskesmas, poliklinik, dokter atau bidan praktek swasta, rumah sakit).

3. Perilaku peran orang sakit (the sick role behavior)

Menurut Becker, hak dan kewajiban orang yang sedang sakit adalah merupakan perilaku peran orang sakit antara lain:

a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.

b. Tindakan untuk mengenal atau mengetahui fasilitas kesehatan yang tepat untuk kesembuhan.

c. Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasihat-nasihat dokter atau perawat untuk kesembuhannya.

d. Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhannya. e. Melakukan kewajibannya agar tidak kambuh penyakitnya, dan sebagainya. 2.1.3.Determinan Perilaku Kesehatan


(7)

Perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subyek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan.

Green (1980), menjelaskan penelitian menyenai perilaku kesehatan di identifikasi tiga faktor yang mempunyai potensi mempengaruhi kesehatan.

Model ini dapat dikembangkan untuk keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “ Predisposing, Reinforcing, and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”.

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors)

Yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, antar lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, keyakinan,tradisi, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, suku, pendidikan dan sebagainya.

2. Faktor-faktor Pendukung (Enabling factors)

Yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau menfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah sakit, Obat-obatan, alat- alat kontrasepsi dan sebagainya.

3. Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)

Yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku, yang terwujud dalam sikap dan tindakan petugas kesehatan.


(8)

2.1.4.Adopsi perilaku dan indikatornya

Adopsi perilaku merupakan proses yang kompleks dan memerlukan waktu yang relatif lama. Perubahan perilaku dalam kehidupan seseorang melalui 3 tahap yaitu:

1. Pengetahuan, sebelum seseorang mengadopsi perilaku, dia harus tahu terlebih dahulu manfaat perilaku tersebut bagi dirinya dan keluarganya. Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap kesehatan, mencakup pengetahuan tentang sakit dan penyakit, pengetahuan tentang cara hidup sehat, dan pengetahuan tentang kesehatan lingkungannya.

2. Sikap, merupakan penilaian seseorang terhadap stimulus atau obyek yang dalam hal ini adalah masalah kesehatan. Indikator sikap kesehatan meliputi: sikap terhadap sakit dan penyakit, sikap cara pemeliharaan dan hidup sehat, dan sikap terhadap lingkungan sehat. 3. Praktek atau Tindakan, setelah seseorang mengetahui stimulus atau obyek kesehatan,

kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui, proses berikutnya adalah memperaktekkan hal yang diketahui dan disikapinya (Notoatmojo, 2010).

2.2.Konsep Gender

Gender adalah perbedaan peran, perilaku, fungsi laki-laki dan perempuan oleh budaya / masyarakat melalui interpretasi terhadap perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Setiap masyarakat mengembangkan identitas gender yang berbeda, tetapi kebanyakan masyarakat membedakan laki-laki dan perempuan dengan maskulin dan feminim. Maskulin identik dengan keperkasaan, bergelut di sektor publik, jantan dan agresif. Sedangkan feminim identik dengan lemah lembut, berkutat di sektor domestik (rumah), pesolek, pasif. Disebabkan adanya perbedaan yang tegas terhadap peran laki-laki dan perempuan yang selama ini terjadi di dukung oleh budaya patrilineal yang sangat


(9)

mendominasi menyebabkan ketimpangan gender terjadi. Peran laki-laki sangat ditentukan oleh suku, tempat, umur, pendidikan serta perkembangan zaman. Selama ini yang terjadi adalah kondisi sosial yang sangat menonjolkan peran laki-laki (BKKBN, 2007).

Konsep gender yang mengacu pada suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial kultural atau bersifat dari waktu ke waktu dari tempat ketempat bisa berlawanan, dalam arti berbeda atau dipertukarkan (Fakih, 1996). Menurut Susanti (2000), konstruksi sosial perihal gender dapat dilihat sebagai hal yang wajar, sebab budaya pada setiap komunitas mempunyai ekspresi yang khas. Namun demikian perbedaan gender bisa menjadi masalah jika perbedaan itu mengakibatkan ketimpangan perlakuan dalam masyarakat serta ketidakadilan dalam hak dan kesempatan baik bagi laki-laki maupun pada perempuan.

Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahan masalah adalah kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan. Pemegang kekuasaan kita masih banyak bersifat Patrilineal. dimana yang dominan pemegang kekuasaan adalah pihak suami. Ayah sebagai suami dari istri dan ayah bagi anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya (Jhonson lenny, 2010).

2.3.Pengertian Suami

Suami adalah pasangan hidup istri (ayah dari anak-anak), suami mempunyai suatu tanggung jawab yang penuh dalam suatu keluarga tersebut dan suami mempunyai peranan yang penting, dimana suami sangat dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah akan tetapi suami sebagai motivator dalam berbagai kebijakan yang akan diputuskan termasuk merencanakan keluarga (Chaniago, 2002)


(10)

2.4.Keluarga

Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga “kulawarga” yang berarti’anggota” kelompok kerabat. Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa yang masih memiliki hubungan darah, Keluarga sebagai kelompok sosial yang terdiri dari sejumlah individu

Keluarga terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab diantara individu tersebut. Menurut Salvicion dan Celis (1998) didalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Peran keluarga sangat penting untuk setiap aspek perawatan anggota keluarga, terutama pada preventif (pencegahan) dan kuratif (pengobatan). Apabila ada anggota keluarga yang sakit, keluarga juga yang akan memperhatikan individu tersebut secara total, menilai, dan memberikan perawatan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu keadaan sehat sampai tingkat optimun. Mengingat prioritas tertinggi dari keluarga adalah kesahjateraan anggota keluarga (Jhonson lenny, 2010).

2.4.1. Tugas Keluarga Dalam Kesehatan

Keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan saling memelihara yaitu:

1. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga. 2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat

3. Memberikan keperawatan kepada anggota keluarga yang sakit, dan yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda.


(11)

4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan yang ada (Jhonson Lenny, 2010

2.4.2. Pemegang Kekuasaan dalam Keluarga

Pemegang kekuasaan dalam keluarga menurut Effendy (1998), yaitu

1. Patrilineal, yang dominan dan pemegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ayah. 2. Matrilineal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam keluarga adalah pihak ibu. 3. Equalitarian, yang memegang kekuasaan dalam keluarga adalah ayah dan ibu.

Dalam mengatasi masalah kesehatan yang terjadi pada keluarga, yang mengambil keputusan dalam pemecahan masalahnya adalah tetap kepala keluarga atau anggota keluarga yang dituakan, mereka yang menentukan masalah dan kebutuhan keluarga. Dasar pengambilan keputusan tersebut yaitu:

1. Hak dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga

2. Kewenangan dan otoritas yang telah diakui oleh masing-masing anggota keluarga

3. Hak dalam menentukan masalah dan kebutuhan pelayanan terhadap keluarga atau anggota keluarga yang bermasalah.

2.4.3. Ciri-ciri Keluarga Indonesia

Negara kita mempunyai beberapa ciri-ciri keluarga yaitu; 1. Suami sebagai pengambil keputusan


(12)

3. Bertanggung jawab

4. Meneruskan nilai-nilai budaya bangsa 5. Ikatan kekeluargaan sangat erat

6. Mempunyai semangat gotong royong (Jhonson Lenny, 2010).

2.4.4. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi terus menerus disepanjang masa kehidupan manusia. Dukungan keluarga berfokus pada interaksi yang berlangsung dalam berbagai hubungan sosial sebagaimana yang dievaluasi oleh individu. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai suatu yang dapat diakses untuk keluarga ( dukungan keluarga bias/tidak digunakan tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan bantuan). Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal seperti dukungan suami atau istri atau dukungan dari saudara kandung dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal yang didapat dari sahabat, teman dan tetangga bagi keluarga inti (Friedman, 1998).

2.5.Diare

2.5.1. Pengertian Diare

Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari empat kali pada bayi dan lebih dari tiga kali pada anak, biasanya konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Depkes RI, 2007).


(13)

2. Diare Persisten yaitu diare akut yang berlanjut sampai 14 hari atau lebih.

3. Diare dengan penyakit penyerta yaitu diare akut atau persisten yang disertai penyakit lain.

4. Diare berdarah (disentri).

Diare merupakan kejadian diare dengan gejala awal yang mendadak pada seseorang yang sebelumnya dalam keadaan sehat. Kejadian ini paling sering disebabkan oleh peradangan akut usus akibat infeksi bakteri, virus, maupun parasit.

Penyebab diare dikelompokkan menjadi enam golongan besar yaitu: 1. Infeksi

a. Bakteri yaitu: Shigella, Salmonella, Escheria coli, Golongan Vibrio dll. b. Virus yaitu: rolavirus, Norwalk, Adenovirus.

c. Parasit yaitu: Protozoa, Entamuba histolyca, cacing perut, ascaris,dll 2. Malabsorbsi

3. Alergi 4. Keracunan

a. Keracunan bahan kimia

b. Keracunan oleh bahan yang dikandung dan diproduksi jasad renik, algae, ikan, buah-buahan, sayur-sayuran.

5. Imonodefisiensi 6. Sebab-sebab lain 2.5.2. Epidemiologi diare 2.5.2.1. Distribusi dan Frekuensi

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan utama, baik ditinjau dari angka kesakitan terutama dari golongan bayi dan balita. Selain menimbulkan masalah yang


(14)

bersifat endemis, sering pula terjadi pada masyarakat dalam bentuk wabah disertai kematian bila tidak mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat.

Golongan umur tertinggi menderita diare adalah golongan umur di bawah 5 tahun dengan proporsi 55% dari penderita seluruh golongan umur. Kejadian diare pada mulai meningkat sejak usia 6 bulan dan mencapai puncaknya pada usia 1-2 tahun.

2.5.2.2.Determinan 1. Host

Beberapa faktor penjamu dapat meningkatkan insiden, beratnya penyakit dan lamanya diare :

a. Tidak memberikan ASI sampai usia 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare sepeti: Shigella dan V.Cholera.

b. Kurang gizi, beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita gizi buruk, hal ini disebabkan:

1. Makanan yang sering dihentikan oleh orang tua karena takut dan memberikan air teh saja.

2. Walaupun susu diteruskan, tetapi susu yang diberikan encer dan diberikan dalam jangka waktu lama.

3. Makanan yang diberikan tidak dapat dicerna dan diserap dengan baik karena adanya hiper peristaltik usus, maka resiko kesakitan diare dari balita yang bergizi kurang adalah lebih sebesar 1,39-1,70 kali dari balita dengan gizi baik.

c. Diare disertai campak pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah


(15)

d. Imounodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.

2. Agent

Beberapa penyebab diare dibagi menjadi :

a. Bakteri seperti: Salmonella typhi, Escherchia colli, Stafylococcos Sp, Clostridium perfringes, Cryptosporidium, Giardia lamblia, vibrio eltor.

b. Parasit seperti: Protozoa (Entamuba histolyca, Gradia lambia, Trichomonas hominis, Isosporasp), Cacing( Ascaris Lumbricoides, Ancylostomi, Trichuris), Tanea sodium, jamur (Candida).

c. Virus seperti: Rotavirus, Adenovirus

d. Faktor Malabsorbsi seperti karbonhidrat, Lemak dan Protein,

e. Keracunan makanan karena bakteri seperti: Botulisme, Enterotoksi staphylacucus, alergi terhadap makanan dan kekurangan energi protein (KEP)

3. Envirotmen/Lingkungan.

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor dominan yaitu penggunaan sarana air bersih dan ketersediaan jamban keluarga. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian diare. Menurut WHO (2004), 88% penyakit diare disebabkan oleh penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan higine yang buruk.


(16)

Adapun masalah kesehatan lingkungan hidup di Indonesia yang masih merupakan masalah kesehatan utama:

a. Kurangnya penyediaan air minum yang bersih dan memenuhi syarat kesehatan. b. Kurangnya tersedianya jamban.

c. Keadaan rumah yang pada umumnya tidak sehat.

d. Usaha higine dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh e. Banyaknya faktor penyakit.

f. Kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan. g. Pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik.

2.5.3. Proses Penularan Diare

Diare sering terjadi di setiap daerah, baik di perkotaan maupun di pedesaan yang mengancam setiap orang tanpa mengenal usia, jenis kelamin maupun status sosial. Penyakit diare selain terjadi secara sporadis, juga sering muncul sebagai kejadian luar biasa atau outbreaks, yakni secara spontan muncul wabah di luar kebiasaan dalam jumlah luas wilayah yang diserangnya. Kejadian luar biasa ini bisa terjadi apabila sediaan atau pasokan air bersih tidak cukup, yang akhirnya orang akan terpaksa meminum air yang sudah tercemar (Sediaoetama, 2009)

Penyebaran diare dapat bersumber dari kotoran penderita diare yang mengandung kuman penyebab diare. Bila kotoran ini tidak dibuang secara tertutup, maka akan dapat dijangkau oleh binatang atau serangga penular penyakit serta dapat mencemari tanah dan sumber air. Kuman yang ada pada kotoran dapat langsung ditularkan kepada orang lain melalui tangan maupun makanan. Penularan dapat juga terjadi melaui air yang digunakan untuk menggosok gigi, berkumur, mencuci sayur,atau makanan. Selain melalui tangan dan air, kuman dapat juga ditularkan melalui vektor penyakit seperti binatang dan serangga yang


(17)

hinggap pada kotoran kemudian menyentuh makanan. Siklus terjadinya diare pada manusia dapat dilihat pada Gambar 2.2. berikut (Suraatmaja, 2010).

Gambar 2.1. Siklus terjadinya diare pada manusia.

Reservoir infeksi diare yang utama adalah manusia dan hanya sebagian kecil ada pada binatang. Kesehatan lingkungan dan kebersihan perorangan mempunyai pengaruh langsung terhadap insiden diare dalam suatu masyarakat. Berkaitan dengan kejadian diare dinegara berkembang 16 kali episode pada seorang anak pada tahun pertama hidupnya.

Dari proses kejadian diare, berbagai faktor yang dapat berhubungan dengan kejadian penyakit diare di antaranya keadaan gizi, higine dan sanitasi lingkungan, keadaan sosial ekonomi, budaya, kepadatan penduduk seperti perilaku yang dapat dilihat pada gambar 2.3.

Dalam Saluran

Pencernaan

Kumanmasuk kedalam mulut

Makanan tercemar

DIARE

Dibawa vektor

Kuman keluar bersama tinja

Lingkungan tercemar


(18)

Gambar 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare

Keadaan Gizi

Hygiene & sanitasi lingkungan

Sosial

Budaya

MASYARAKAT Kuman/

Penyebab Penyakit diare

Penderita Diare

Meninggal

Lain-Lain faktor

Karier

Kepadatan penduduk

Sosial Ekonomi


(19)

2.5.4. Tanda dan Gejala

Kematian akibat diare umumnya disebabkan karena penderita kehilangan cairan dan elektrolit dalam tubuh yang mengakibatkan dehidrasi. Derajat diare diantaranya ditunjukkan dari tingginya frekuensi mencret dalam satu hari apabila sudah lebih dari tiga kali. Ketepatan perkiraan derajat diare yang akan terjadi pada penderita sangat menolong upaya atau program pencegahan yang akan dilakukan.

Tanda dan gejala penyakit diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit dari tubuh, maka diare berdasarkan derajat dehidrasi dapat dibagi yakni: dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dehidrasi berat. Yang dapat dihat pada Tabel 2.1. (Suraatmaja, 2010).

Tabel 2.1. Derajat Dehidrasi Batasan WHO

Tanda & Gejala Dehidrasi ringan Deihdrasi Sedang Dehidrasi berat

Keadaan Umum Sakit, gelisah, Haus Gelisah, ngantuk, rewel

Ngantuk, lemas, Dingin, pucat, berkeringat, dapat pingsan

Dengut nadi Normal. Kurang dari 120/mnt

Cepat dan lemah, 120-140/mnt

cepat,halus, kadang tak teraba

Pernapasan Normal. Dalam tapi cepat dalam,cepat

Ubun-ubun Normal Cekung Sangat Cekung


(20)

Air mata Ada Tidak ada sangat kering

Selaput Lendir Lembab Kering sangat kering

Elasitas Kulit Jika dicubit, segara kembali normal

Untuk kembali normal lambat

Untuk kembali normal sangat lambat

Sumber : Derajat Dehidrasi, Maurice King 2.5.5. Penanganan Diare

Menurut Suraatmaja (2010), Terapi dirumah adalah bagian terpenting dari penanganan penderita diare yang akut. Hal ini karena diare dimulai di rumah dan anak yang dibawa ke sarana kesehatan biasanya terus mengalami diare sesudah pulang ke rumah. Anak harus menerima pengobatan yang benar agar dehidrasi dan kekurangan gizi dapat dicegah.

Ada tiga cara dasar terapi yang dapat dilakukan :

1. Memberikan anak cairan lebih banyak dari biasanya, anak yang diare membutuhkan lebih banyak cairan dari biasanya untuk mengganti cairan yang hilang melalui tinja dan muntah. Bila setelah diare anak segera diberikan cairan yang tepat dalam jumlah yang memadai, dehidrasi dapat dicegah.

2. Memberikan cairan yang tepat, meskipun komposisinya tidak setepat larutan oralit untuk mengobati dehidrasi, cairan lain seperti: air tajin, sup. Pada semua keadaan, cairan rumah tangga harus memenuhi kriteria sebagai berikut, yakni: aman diberikan, mudah disiapkan, dapat diterima dan efektif. Komposisi cairan yang dapat diberikan adalah:


(21)

a. Cairan makanan, contoh cairan makanan ini adalah larutan sup dan air tajin yang dibuat dirumah.

b. Larutan gula garam, komposisi larutan gula garam mendekati ideal untuk mencegah diare,namun begitu untuk menyiapkan membutuhkan takaran yang tepat yaitu gula, garam dan air.

c. Larutan oralit, larutan oralit dapat digunakan dirumah untuk mencegah dehidrasi. Paket oralit mungkin diberikan di sarana kesehatan untuk digunakan di rumah. Paket oralit tersedia juga dipasaran untuk terapi awal dirumah (Depkes RI, 2007).

3. Memberikan makanan yang cukup pada anak. Pada saat diare berikan anak makan sebanyak yang dia mau. Tawarkan makanan setiap 3-4 jam (enam kali sehari). Pemberian makanan yang sedikit demi sedikit dan sering dapat diterima daripada diberikan dalam jumlah yang besar tapi jarang. ASI harus diberikan tanpa selingan, susu formula atau susu sapi harus diberikan seperti biasanya.

Apabila diare anak tidak membaik atau tanda-tanda dehidrasi dan timbul gejala lain yang serius bawa anak kesarana kesehatan.

2.5.6. Pencegahan Diare

Hasil penelitian terakhir menunjukan, bahwa cara pencegahan yang benar-benar efektif yang dapat dilakukan adalah:

1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan yang paling baik dari baru lahir sampai dua tahun. Komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh tubuh bayi. Pemberian ASI aman selalu tersedia dan tidak usah dibeli. Pemberian ASI selama diare mengurangi akibat negatif terhadap pertumbuhan dan keadaan balita. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui, penggunaan


(22)

botol untuk pemberian susu formula biasanya dapat menyebabkan resiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Beberapa saran cara pemberian makanan pendamping ASI yang baik ialah: perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat meneruskan ASI, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik.

3. Menggunakan air bersih

Sebahagian besar kuman infeksi penyebab diare ditularkan melelui jalur oral. Masyarakat yang terjangkau penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih. Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a. Ambil air dari sumber air yang bersih.

b. Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air.

c. Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak mandi. d. Gunakan air yang direbus.

e. Cuci semua peralatan masak dengan air yang bersih dan cukup. 4. Mencuci tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama


(23)

sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.

5. Membuang tinja yang benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang dengan benar. Yang harus diperhatikan oleh keluarga, bantu anak-anak buang air besar ditempat yang bersih dan mudah dijangkau.

6. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota masyarakat

b. Bersihkan jamban secara teratur

c. Jarak antara jamban dan Sumber air lebih kurang 10 meter. d. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

7. Pemberian immunisasi campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu beri anak immunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan (Depkes RI, 2007).


(24)

2.5.7. Penatalaksanaan Diare a. Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sup, air gula garam.

Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada:  Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.  Tersedianya cairan sari makanan yang cocok.  Jangkauan pelayanan kesehatan

 Tersedianya oralit b. Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak-anak, penderita harus di bawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dianjurkan terapi oral.

c. Pemberikan ASI / makanan

Pemberian ASI/ makanan selama serangan diare bertujuan untuk memberikan gizi pada penderita terutama bertujuan agar anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan rumah tangga termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI begitu juga anak yang minum susu formula diberikan lebih sering juga. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering.


(25)

Pemberian Zink selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya

e. Mengobati masalah lain

Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan mengutamakan rehidrasi. Sampai saat ini belum ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.

f. Pemberian nasehat

Berikan nasehat kepada orangtua untuk segera membawa anaknya kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam tiga hari atau menderita sebagai berikut: Buang air besar cair lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan dan minum sedikit, demam, tinja berdarah (Depkes RI, 2007).

2.6. Landasan Teori

Dalam penelitian ini yang dijadikan kerangka teori adalah teori perilaku kesehatan menurut Lawrence Green, selanjutnya perilaku kesehatan ditentukan oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai. Faktor-faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia prasarana dan sarana kesehatan, faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan.

Untuk lebih jelas di bawah ini digambarkan bagan skema kerangka konsep 2.4. sebagai berikut:


(26)

Sumber : Modifikasi Lawrence W. Green (1980) dalam Notoatmojo,2010. Perilaku Kesehatan Faktor Pendukung

Sumber informasi :

- Petugas kesehatan - Media elektronik

/cetak

- Teman/ keluarga.

Faktor pendorong - Sikap petugas

kesehatan - Perilaku petugas

kesehatan Faktor predisposisi Kareteristik :

- Umur - Suku - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan - Sikap - Pengetahuan

- Sikap. “


(27)

-2.7. Kerangka Konsep

Dalam kerangka konsep diatas, peneliti akan melakukan penelitian tentang karakteristik suami yang mempunyai balita di Wilayah kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 dilihat dari umur, suku, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, sumber informasi dan tindakan suami terhadap pencegahan diare pada balita.

- Umur - Suku - Pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan - Pengetahuan - Sikap

Tindakan suami terhadap pencegahan diare pada balita


(1)

botol untuk pemberian susu formula biasanya dapat menyebabkan resiko tinggi terkena

diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2.

Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan

dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian ASI yang baik meliputi perhatian

terhadap kapan, apa dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Beberapa saran

cara pemberian makanan pendamping ASI yang baik ialah: perkenalkan makanan lunak,

ketika anak berumur 6 bulan dan dapat meneruskan ASI, berikan semua makanan yang

dimasak dengan baik.

3.

Menggunakan air bersih

Sebahagian besar kuman infeksi penyebab diare ditularkan melelui jalur oral. Masyarakat

yang terjangkau penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai resiko menderita

diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah:

a.

Ambil air dari sumber air yang bersih.

b.

Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung

khusus untuk mengambil air.

c.

Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak mandi.

d.

Gunakan air yang direbus.

e.

Cuci semua peralatan masak dengan air yang bersih dan cukup.

4.

Mencuci tangan


(2)

sebelum menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian

diare.

5.

Membuang tinja yang benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini karena tinja bayi

dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus

dibuang dengan benar. Yang harus diperhatikan oleh keluarga, bantu anak-anak buang air

besar ditempat yang bersih dan mudah dijangkau.

6.

Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban

mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit diare. Yang

harus diperhatikan oleh keluarga :

a.

Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh

seluruh anggota masyarakat

b.

Bersihkan jamban secara teratur

c.

Jarak antara jamban dan Sumber air lebih kurang 10 meter.

d.

Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

7.

Pemberian immunisasi campak

Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian campak juga dapat mencegah

diare. Oleh karena itu beri anak immunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan

(Depkes RI, 2007).


(3)

2.5.7.

Penatalaksanaan Diare

a.

Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum

lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sup, air gula

garam.

Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada:

Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.

Tersedianya cairan sari makanan yang cocok.

Jangkauan pelayanan kesehatan

Tersedianya oralit

b.

Mengobati dehidrasi

Bila terjadi dehidrasi terutama pada anak-anak, penderita harus di bawa ke petugas kesehatan

atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat yaitu dengan

oralit. Bila terjadi dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan

ringer laktat sebelum dianjurkan terapi oral.

c.

Pemberikan ASI / makanan

Pemberian ASI/ makanan selama serangan diare bertujuan untuk memberikan gizi pada

penderita terutama bertujuan agar anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya

berat badan. Berikan cairan rumah tangga termasuk oralit dan makanan sesuai yang

dianjurkan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI begitu juga anak yang

minum susu formula diberikan lebih sering juga. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi

yang telah mendapat makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering.


(4)

Pemberian Zink selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare,

mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan

kekambuhan kejadian diare pada tiga bulan berikutnya

e.

Mengobati masalah lain

Apabila ditemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan

sesuai indikasi, dengan mengutamakan rehidrasi. Sampai saat ini belum ada obat yang aman

dan efektif untuk menghentikan diare.

f.

Pemberian nasehat

Berikan nasehat kepada orangtua untuk segera membawa anaknya kepada petugas kesehatan

bila anak tidak membaik dalam tiga hari atau menderita sebagai berikut: Buang air besar cair

lebih sering, muntah berulang-ulang, rasa haus yang nyata, makan dan minum sedikit,

demam, tinja berdarah (Depkes RI, 2007).

2.6.

Landasan Teori

Dalam penelitian ini yang dijadikan kerangka teori adalah teori perilaku kesehatan

menurut Lawrence Green, selanjutnya perilaku kesehatan ditentukan oleh tiga faktor yaitu

faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan

nilai-nilai. Faktor-faktor pendukung terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia prasarana dan

sarana kesehatan, faktor-faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas

kesehatan.

Untuk lebih jelas di bawah ini digambarkan bagan skema kerangka konsep 2.4. sebagai

berikut:


(5)

Sumber : Modifikasi Lawrence W. Green (1980) dalam Notoatmojo,2010.

Perilaku Kesehatan

Faktor Pendukung

Sumber informasi :

-

Petugas kesehatan

-

Media elektronik

/cetak

-

Teman/ keluarga.

Faktor pendorong

-

Sikap petugas

kesehatan

-

Perilaku petugas

kesehatan

Faktor predisposisi

Kareteristik :

-

Umur

-

Suku

-

Pendidikan

-

Pekerjaan

-

Penghasilan

-

Sikap

-

Pengetahuan

-

Sikap. “


(6)

-2.7.

Kerangka Konsep

Dalam kerangka konsep diatas, peneliti akan melakukan penelitian tentang

karakteristik suami yang mempunyai balita di Wilayah kerja Puskesmas Sarudik Kecamatan

Sarudik Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 dilihat dari umur, suku, pendidikan,

pekerjaan, penghasilan, pengetahuan, sikap, sumber informasi dan tindakan suami terhadap

pencegahan diare pada balita.

-

Umur

-

Suku

-

Pendidikan

-

Pekerjaan

-

Penghasilan

-

Pengetahuan

-

Sikap

Tindakan suami

terhadap pencegahan

diare pada balita