Analisis Faktor Perilaku Gizi Seimbang pada Remaja di SMA Swasta Gajah Mada Medan Tahun 2015

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin (adolescere) (kata
bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh
menjadi dewasa” (Dieny, 2014; Hurlock, 2002). Masa remaja, ”jalan panjang” yang
menjembatani periode kehidupan anak dan dewasa, yang berawal pada usia 9 tahun
dan berakhir di usia 18 tahun, memang sebuah dunia yang “lenggang”; dan rentan
dalam artian fisik, psikis, sosial dan gizi (Arisman, 2007). Pada fase ini fisik seorang
terus berkembang, demikian pula aspek sosial dan psikologisnya. Perubahan ini
membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak
terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi
(Khomsan, 2007).
WHO mendefinisikan remaja bila anak telah mencapai umur 10-19 tahun.
Menurut Undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja
adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan menganggap remaja bila sudah berusia 18 yang sesuai
dengan saat lulus dari sekolah menengah (Narendra, dkk, 2002)
2.1.1 Tahapan Masa Remaja
Masa remaja berlangsung melalui 3 tahapan yang masing-masing ditandai
dengan isu-isu biologik, psikologik, dan sosial (Narendra, 2002), yaitu :


12

13

a.

Masa remaja awal (10-14 tahun).
Masa remaja awal ditandai dengan peningkatan yang cepat dari pertumbuhan,
dan pematangan fisik. Penerimaan dari kelompok sebaya sangatlah penting

b.

Masa remaja menengah (15-16 tahun).
Masa remaja menengah ditandai hampir lengkapnya pertumbuhan pubertas,
timbulnya

keterampilan-keterampilan

berpikir


yang

baru,

peningkatan

pengenalan terhadap datangnya masa dewasa dan keinginan untuk memapankan
jarak emosional dan psikologis dengan orang tua.
c.

Masa remaja akhir (17-20 tahun).
Masa remaja akhir ditandai dengan persiapan untuk peran sebagai seorang
dewasa, termasuk klarifikasi dari tujuan pekerjaan dan internalisasi suatu sistem
pribadi

2.1.2 Ciri Masa Remaja dengan Periode Sebelum dan Sesudahnya
Menurut Hurlock (2002), masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya, yaitu :
a.


Masa remaja sebagai periode yang penting
Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya
perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua
perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru

14

b.

Masa remaja sebagai periode peralihan
Pada masa ini remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan seorang dewasa.
Kalau remaja berprilaku seperti anak-anak, ia akan diajari untuk “bertindak
sesuai umurnya”. Kalau remaja berusaha berperilaku seperti orang dewasa sering
dimarahi. Status remaja yang tidak jelas ini juga menguntungkan karena status
memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.

c.


Masa remaja sebagai periode perubahan
Ada empat perubahan besar yang terjadi pada remaja, yaitu perubahan emosi,
perubahan tubuh, minat dan peran, perubahan nilai-nilai dan perubahan sikap
menjadi ambivalen yaitu menginginkan menuntut kebebasan tetapi sering takut
bertanggung jawab.

d. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi. Hal ini karena remaja
tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan orang lain sehingga
terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.
e.

Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran
mereka di tengah masyarakat.

15

f.


Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak
dapat dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang
dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.

g.

Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik
dalam melihat dirinya maupun orang lain.

h.

Masa remaja adalah ambang masa dewasa
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang
dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. ia akan
memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang
dewasa, misalnya dalam berpakaian dan bertindak.


2.1.3 Masalah Gizi pada Remaja
Masalah makan dan gizi yang sering timbul pada remaja adalah :
a.

Makan tidak teratur
Pada masa remaja aktifitasnya tinggi, baik kegiatan di sekolah maupun di luar
sekolah. Mereka sering makan dengan cepat lalu ke luar rumah. Tidak jarang
mereka makan di luar rumah, dengan resiko mereka makan dengan komposisi
gizi yang tidak seimbang. Banyak iklan makanan dengan sasaran remaja, antara
lain restoran cepat saji. Oleh karena itu sebaiknya di rumah disediakan sayur dan
buah segar, untuk menjaga agar kebutuhan gizi tetap terpenuhi. Pola makan
remaja sering kacau. Tidak jarang mereka makan pagi dan siang dijadikan satu,

16

remaja perempuan cenderung sering melakukan diet dibanding remaja laki-laki.
Padahal untuk memenuhi kebutuhan pada puncak pacu tumbuh, mereka
memerlukan makan lebih sering atau dalam jumlah yang banyak, agar
pertumbuhannya optimal. Tetapi hati-hati pada saat pertumbuhan mulai
melambat, karena kebiasaan makan berlebihan dapat mengakibatkan berbagai

penyakit yang merugikan antara lain obesitas. Kebiasaan merokok, minum
alkohol, dan penggunaan obat-obatan terlarang merupakan masalah remaja yang
dapat mempengaruhi asupan makanan dan status gizinya. Keadaan ini tergantung
pada jumlah dan lama pemakaian dan status kesehatan remaja yang bersangkutan
Narendra (2002).
b.

Kekurangan gizi dan kelebihan berat badan (overweight) serta kegemukan
(obesitas)
Pola makan yang baik perlu dibentuk sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan
gizi. Asupan berlebih menyebabkan kelebihan berat badan dan penyakit lain
yang disebabkan kelebihan zat gizi. Sebaliknya, asupan makanan kurang dari
yang dibutuhkan akan menyebabkan tubuh menjadi kurus, dan rentan terhadap
penyakit (Sulistyoningsih, 2011; Narendra 2002)

c.

Anoreksia nervosa
Remaja dengan gangguan anoreksia nervosa pada umumnya disebabkan
kesalahan dalam menginterpretasikan penampilannya dengan cara menurunkan

berat badannya. Asupan energi berkurang tetapi pengeluaran meningkat melalui
olahraga yang berlebihan, bahkan kadang-kadang melalui rangsangan sendiri

17

agar muntah, atau menggunakan laksansia atau diuretik. Tidak jarang gangguan
psikologis ini menetap dan tidak bisa diatasi sendiri Narendra (2002).
d.

Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa lebih sering pada dewasa, jarang menyebabkan penurunan status
gizi yang sering seperti pada anoreksia nervosa. Pada umumnya penderita
bulimia mempertahankan berat badan normal atau mendekati normal, dengan
cara memuntahkan secara periodik makan yang dimakan. Mereka cenderung
mempunyai pendapat yang tidak realistis terhadap makanan yang diperlukan oleh
tubuh. Keadaan ini akan menjadi masalah yang serius bila menjadi suatu obsesi,
sehingga dapat mempengaruhi sekolah/pekerjaannya Narendra (2002)

e.


Anemia gizi
Anemia gizi yaitu kekurangan salah satu atau beberapa zat gizi yang diperlukan
untuk pembentukan hemoglobin antara lain zat besi, vitamin B12, asam folat,
protein, dan vitamin C. Penelitian di Indonesia menyatakan penyebab utama
anemia gizi pada remaja karena kurangnya asupan zat besi (Sulistyoningsih,
2011)

2.2 Pedoman Gizi Seimbang Remaja
Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu “Ghidza”. Gizi adalah suatu proses
penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu organisme melalui
proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran

18

zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan
fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi (Proverawati, 2011).
2.2.1 Pedoman Gizi Seimbang
Pedoman Gizi Seimbang yang telah diimplementasikan di Indonesia sejak
tahun 1955 merupakan realisasi dari rekomendasi Konfrensi Pangan Sedunia di Roma
tahun 1992. Pedoman tersebut menggantikan slogan “4 sehat 5 sempurna” yang telah

diperkenalkan sejak tahun 1952 dan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dalam bidang gizi serta masalah dan
tantangan yang dihadapi (Kemenkes RI, 2014)
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes RI)
No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang. Pasal 1 Permenkes RI No. 41
Tahun 2014 menyatakan bahwa Pedoman Gizi Seimbang bertujuan untuk
memberikan panduan konsumsi makanan sehari-hari dan berperilaku sehat
berdasarkan prinsip konsumsi anekaragam pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas
fisik, dan memantau berat badan secara teratur dalam rangka mempertahankan berat
badan normal. Pedoman Gizi Seimbang digunakan sebagai acuan bagi pemerintah,
pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota, tenaga kesehatan,
dan pihak lain yang terkait dalam penyelenggaraan gizi seimbang (Kemenkes RI,
2014)
Prinsip gizi seimbang terdiri dari 4 (empat) pilar pada dasarnya merupakan
rangkaian upaya untuk menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang

19

masuk dengan memonitor berat badan secara teratur. Empat pilar tersebut (Kemenkes
RI, 2014) adalah :

1.

Mengonsumsi makanan beragam
Makanan beragam maksudnya selain keanekaragaman jenis pangan juga
termasuk proporsi makanan yang seimbang, dalam jumlah yang cukup, tidak
berlebihan dan dilakukan secara teratur.

2. Membiasakan perilaku hidup bersih
Perilaku hidup bersih akan menghindarkan seseorang dari keterpaparan terhadap
sumber infeksi.
3.

Melakukan aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang meliputi segala macam kegiatan tubuh termasuk olahraga
merupakan salah satu upaya menyeimbangkan antara pengeluaran dan
pemasukan zat gizi utamanya sumber energi dalam tubuh.

4.

Mempertahankan dan memantau berat badan (BB) normal.
Salah satu indikator yang menunjukkan bahwa telah terjadi keseimbangan zat
gizi di dalam tubuh adalah tercapainya BB normal. Pemantauan BB normal
merupakan hal yang harus menjadi bagian dari “pola hidup” dengan “gizi
seimbang” sehingga apabila terjadi penyimpangan dapat segera dilakukan
langkah-langkah pencegahan dan penanganannya. Batasan berat normal remaja
ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U). IMT/U
mengukur status gizi remaja berdasarkan standar antropometri penilaian status
gizi anak sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

20

Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 dengan menghitung nilai Z-score IMT/U:
2

IMT/U = Berat Badan (Kg) ÷ Tinggi Badan ( m ), selanjutnya berdasarkan nilai
Z-score status gizi dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasaran IMT/U
Indeks

Kategori Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Sangat Kurus
< -3 SD
Indeks Massa Tubuh
Kurus
-3 SD sampai dengan 1 SD sampai dengan 2 SD
5-18 Tahun
Sangat Gemuk
>2SD
Sumber : Kepmenkes RI Nomor 1995/ Menkes/SK/XII/2010

Untuk memudahkan penerapan gizi seimbang di masyarakat, Kemenkes RI
(2014)

telah

membuat

visualisasi

tentang

tumpeng

gizi

seimbang

yang

menggambarkan empat prinsip gizi seimbang (gambar 2.1) dan piring makanku :
porsi sekali makan (gambar 2.2)

Gambar 2.1 Tumpeng Gizi Seimbang

21

Gambar 2.2 Piring Makanku: Porsi sekali Makan
Pedoman gizi seimbang berisi sepuluh pesan umum gizi seimbang berlaku
untuk masyarakat umum dari berbagai lapisan dalam kondisi sehat (Kemenkes RI,
2014), yaitu 1) syukuri dan nikmati anekaragam makanan, 2) banyak makan sayuran
dan cukup buah-buahan, 3) biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung
protein tinggi, 4) biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok, 5) batasi
konsumsi pangan manis, asin dan berlemak, 6) biasakan sarapan, 7) biasakan minum
air putih yang cukup dan aman, 8) biasakan membaca label pada kemasan pangan, 9)
cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir, 10) lakukan aktivitas fisik yang
cukup dan pertahankan berat badan normal, yang diuraikan sebagai berikut:
1.

Syukuri dan nikmati anekaragam makanan
Cara menerapkan pesan ini adalah dengan mengonsumsi lima kelompok pangan
setiap hari atau setiap kali makan. Kelima kelompok pangan tersebut adalah
makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah-buahan, dan minuman. Mengonsumsi

22

lebih dari satu jenis untuk setiap kelompok makanan (makanan pokok, lauk pauk,
sayuran, dan buah-buahan) setiap kali makan akan lebih baik. Setiap orang
diharapkan selalu bersyukur dan menikmati makanan yang dikonsumsinya, karena
dengan bersyukur dan menikmati makan anekaragam makanan akan mendukung
terwujudnya cara makan yang baik-tidak tergesa-gesa. Dengan ini makanan dapat
dikunyah, dicerna, dan diserap oleh tubuh lebih baik
2.

Banyak makan sayuran dan cukup buah-buahan
Secara umum sayuran dan buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin,
mineral, dan serat pangan. Sebagian vitamin, mineral yang terkandung dalam
sayuran dan buah-buahan sebagai antioksidan atau penangkal senyawa jahat
dalam tubuh. Berbeda dengan sayuran, buah-buahan juga menyediakan
karbohidrat terutama berupa fruktosa dan glukosa. Sayur tertentu juga
menyediakan karbohidrat, seperti wortel dan kentang sayur. Sementara buah
tertentu juga menyediakan lemak tidak jenuh seperti buah alpukat dan buah
merah. Oleh karena itu konsumsi sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu
bagian penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Badan kesehatan dunia
(WHO) secara umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk
hidup sehat sejumlah 400 g perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara
dengan 21/2 porsi atau 21/2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g
buah (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 11/2 potong
pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Bagi orang Indonesia
dianjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan 400-600 g perorang perhari bagi

23

remaja dan orang dewasa. Sekitar dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi
sayuran dan buah tersebut adalah porsi sayur
3. Biasakan mengonsumsi lauk pauk yang mengandung protein tinggi
Lauk pauk terdiri dari pangan sumber protein nabati dan pangan sumber protein
hewani. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein hewani meliputi daging
ruminansia (daging sapi, daging kambing, daging rusa, dll), daging unggas
(daging ayam, daging bebek dll), ikan termasuk seafood, telur dan susu serta
hasil olahnya. Kelompok pangan lauk pauk sumber protein nabati meliputi
kacang-kacangan dan hasil olahnya seperti kedele, tahu, tempe, kacang hijau,
kacang tanah, kacang merah, kacang hitam, kacang tolo, dan lain-lain. Pangan
hewani mempunyai asam amino yang lebih lengkap dan mempunyai mutu zat
gizi yaitu protein, vitamin dan mineral lebih baik, karena kandungan zat-zat gizi
tersebut lebih banyak dan mudah diserap tubuh. Tetapi pangan hewani
mengandung tinggi kolesterol (kecuali ikan) dan lemak. Lemak dari daging dan
unggas lebih banyak mengandung lemak jenuh. Pangan protein nabati
mempunyai keunggulan mengandung proporsi lemak tidak jenuh yang lebih
banyak dibandingkan pangan hewani. Juga mengandung isoflavon, yaitu
kandungan fitokimia yang turut berfungsi mirip hormon estrogen (hormon
kewanitaan) dan anti oksidan serta anti kolesterol. Oleh karena itu dalam
mewujudkan gizi seimbang kedua kelompok pangan ini (hewani dan nabati)
perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan
kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna. Kebutuhan pangan

24

hewani 2-4 porsi (setara dengan 70-140 gr/2-4 potong daging sapi ukuran sedang
atau 80-160 gr/ 2-4 potong daging ayam ukuran sedang atau 80-160 gr/2-4
potong ikan ukuran sedang) sehari. Dan pangan protein nabati 2-4 porsi sehari
(setara dengan 100 -200 gr/4-8 potong tempe ukuran sedang atau 200-400 gr/4-8
potong tahu ukuran sedang) tergantung kelompok umur dan kondisi fisiologis
(hamil, menyusui, lansia, anak, remaja, dewasa)
4. Biasakan mengonsumsi anekaragam makanan pokok
Makanan pokok adalah pangan yang mengandung karbohidrat yang sering
dikonsumsi atau telah menjadi bagian dari budaya makan berbagai etnik di
Indonesia sejak lama. Contoh pangan karbohidrat adalah beras, jagung, singkong,
ubi, talas, garut, sorgum, jewawut, sagu dan produk olahannya. Di samping
mengandung karbohidrat, makanan pokok juga mengandung vitamin B1 (tiamin)
dan vitamin B2 (riboflavin) dan beberapa mineral. Cara mewujudkan pola
konsumsi makanan pokok yang beragam adalah dengan mengonsumsi lebih dari
satu jenis makanan pokok dalam sehari atau sekali makan
5.

Batasi konsumsi pangan manis, asin dan berlemak
Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 30 tahun 2013 tentang pencantuman
Informasi Kandungan Gula, Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk
Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji menyebutkan bahwa konsumsi gula lebih
dari 50 g (4 sendok makan), natrium lebih dari 2000 mg (1 sendok teh) dan
lemak/ minyak total lebih dari 67 g (5 sendok makan) per orang per hari akan
meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan serangan jantung.

25

Informasi kandungan gula, garam dan lemak serta pesan kesehatan yang
tercantum pada label pangan dan makanan siap saji harus diketahui dan mudah
dibaca oleh konsumen. Masyarakat perlu diberi pendidikan membaca label
pangan, mengetahui pangan rendah gula, garam dan lemak serta memasak
dengan mengurangi garam dan gula. Di lain pihak para pengusaha pangan olahan
wajib mencantumkan informasi nilai gizi pada label pangan agar masyarakat
dapat memilih makanan sesuai kebutuhan setiap anggota keluarganya. Gula yang
dikonsumsi melampaui

kebutuhan akan berdampak pada peningkatan berat

badan, bahkan jika dilakukan dalam jangka waktu lama secara langsung akan
meningkatkan kadar gula darah dan berdampak pada terjadinya diabetes type 2,
bahkan

secara tidak

langsung berkontribusi terhadap

penyakit

seperti

osteoporosis, penyakit jantung dan kanker
6.

Biasakan sarapan pagi
Sarapan adalah kegiatan makan dan minum yang dilakukan antara bangun pagi
sampai jam 9 pagi untuk memenuhi sebagian kebutuhan gizi harian (15-30%
kebutuhan gizi) dalam rangka mewujudkan hidup sehat aktif, dan produktif.
Pekan sarapan nasional (PESAN) yang diperingati setiap tanggal 14-20 Februari
diharapkan dapat dijadikan sebagai momentum setiap tahun untuk selalu
meningkatkan dan mendorong masyarakat agar melakukan sarapan yang sehat
sebagai bagian dari upaya mewujudkan gizi seimbang

26

7.

Biasakan minum air putih yang cukup dan aman
Air merupakan salah satu zat gizi makro esensial, yang berarti bahwa air
dibutuhkan tubuh dalam jumlah yang banyak untuk hidup sehat, dan tubuh tidak
dapat memproduksi air untuk memenuhi kebutuhan ini. Sekitar dua pertiga dari
berat tubuh kita adalah air. Sekitar 78% berat otak adalah air. Berbagai penelitian
membuktikan bahwa kurang air tubuh pada anak sekolah menimbulkan rasa lelah
(fatigue), menurunkan atensi dan konsentrasi belajar. Minum yang cukup atau
hidrasi tidak hanya mengoptimalkan atensi atau konsentrasi belajar anak tetapi
juga mengoptimalkan memori anak dalam belajar. Air yang dibutuhkan tubuh
selain jumlahnya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan juga harus aman yang
berarti bebas dari kuman penyakit dan bahan-bahan berbahaya

8.

Biasakan membaca label pada kemasan pangan
Label adalah keterangan tentang isi, jenis, komposisi zat gizi, tanggal kadaluarsa
dan keterangan penting lain yang dicantumkan pada kemasan (Depkes dalam
Kemenkes 2014). Semua keterangan yang rinci pada label makanan yang
dikemas sangat membantu konsumen untuk mengetahui bahan-bahan yang
terkandung dalam makanan tersebut. Selain itu dapat memperkirakan bahaya
yang mungkin terjadi pada konsumen yang beresiko tinggi karena punya
penyakit tertentu.

9.

Cuci tangan pakai sabun dengan air bersih mengalir
Tanggal 15 Oktober adalah Hari Cuci Tangan Sedunia Pakai Sabun yang
dicanangkan oleh PBB. Pentingnya mencuci tangan secara baik dan benar

27

memakai sabun adalah agar kebersihan terjaga secara keseluruhan serta
mencegah kuman dan bakteri berpindah dari tangan ke makanan yang akan
dikonsumsi dan juga agar tubuh tidak terkena kuman. Data Riskesdas (2013)
proporsi penduduk ≥ 10 tahun berperilaku cuci tangan dengan benar di Sumatera
Utara sebesar 32,9
10. Lakukan aktivitas fisik yang cukup dan pertahankan berat badan normal
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluaran
tenaga/energi dan pembakaran energi. Aktivitas fisik dikategorikan cukup
apabila seseorang melakukan latihan fisik atau olahraga selama 30 menit setiap
hari atau minimal 3-5 hari dalam seminggu. Aktivitas fisik sehari-hari adalah
berjalan kaki, berkebun, menyapu, mencuci, mengepel, naik turun tangga, dan
lain-lain. Latihan fisik adalah semua bentuk aktivitas fisik yang dilakukan secara
terstruktur dan terencana dengan tujuan untuk meningkatkan kesegaran jasmani.
Bukti ilmiah sangat kuat menunjukkan bahwa aktivitas fisik menurunkan resiko
kematan dini (meninggal lebih cepat daripada umur rata-rata untuk kelompok
penduduk spesifik), dari penyebab kematian utama seperti penyakit kanker dan
jantung koroner. Berdasarkan Riskesdas (2013) proporsi penduduk ≥ 10 tahun
dengan aktivitas fisik aktif di Sumatera Utara sebesar 76,5. Selain aktivitas fisik,
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencegah
berbagai penyakit tidak menular. Cara mempertahankan berat badan normal
adalah dengan mempertahankan pola konsumsi makanan dengan susunan gizi

28

seimbang dan beraneka ragam serta mempertahankan kebiasaan latihan fisik/
olahraga tertentu.
2.2.2 Pesan Gizi Seimbang Remaja (10-19 tahun)
Pedoman gizi seimbang juga berisi pesan gizi seimbang untuk remaja terdiri dari
tujuh pesan yaitu pertama biasakan makan tiga kali sehari (pagi, siang dan malam)
bersama keluarga, kedua biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya,
ketiga perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan, keempat biasakan
membawa bekal makanan dan air putih dari rumah, kelima batasi mengonsumsi
makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang manis, asin dan berlemak,
keenam biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan
pagi dan sebelum tidur, ketujuh hindari merokok (Kemenkes, 2014), yang dijabarkan
sebagai berikut :
a.

Biasakan makan 3 kali sehari (pagi, siang, dan malam) bersama keluarga
Untuk memenuhi kebutuhan zat gizi selama sehari dianjurkan agar anak makan
secara teratur 3 kali sehari dimulai dengan sarapan atau makan pagi, makan
siang, dan makan malam. Kebutuhan gizi remaja sesuai dengan Permenkes RI
no.75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi (AKG) Remaja dapat dilihat
pada tabel 2.2 dan tabel 2.3 berikut :

29

Tabel 2.2 AKG Zat Gizi Makro dan Air untuk Remaja
Kelompok BB
umur
(Kg)

TB Energi Protein
(Cm) (Kkal)
(g)

Lemak Karbohidrat
total
(g)
(g)

Laki-laki
16-18
56
165
2675
66
tahun
Perempuan
16-18
50
158
2125
59
tahun
Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013

Serat
(g)

Air
(mL)

89

368

37

2200

71

292

30

2100

Tabel 2.3 AKG Vitamin dan Mineral untuk Remaja
Kelompok
umur
Laki-laki
16-18 thn
Perempuan
16-18 thn

Vit A
(mcg)

Vit
D(mcg)

Vit
E(mg)

Vit
K(mcg)

Folat
(mcg)

Vit
B12
(mcg)

Vit
C(mg)

Ca
(mg)

Mg
(mg)

Fe
(mg)

Zn
(mg)

600

15

15

55

400

2,4

90

1200

250

15

17

600

15

15

55

400

2,4

75

1200

220

26

14

Sumber: Permenkes RI No. 75 Tahun 2013

Selalu makan bersama keluarga menurut Kemenkes RI (2014) dapat menghindarkan
anak-anak mengonsumsi makanan yang tidak sehat dan tidak bergizi. Penelitian
Jumirah, dkk (2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan bahwa status gizi
siswa sebagian besar normal (22 orang dari 38 siswa), tingkat kecukupan energi dan
protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah. Sumbangan energi yang
berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya 26,32%, sedangkan
sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS ada sebanyak
44,74%. Konsumsi vitamin A siswa pada umumnya cukup, tetapi konsumsi vitamin
C dan besi sebagian besar masih rendah. Makan pagi pada anak sekolah sebaiknya
dilakukan pada jam 06.00 atau sebelum jam 07.00 yaitu sebelum terjadi hipoglikemia
atau kadar gula darah sangat rendah. Bagi anak sekolah sarapan yang cukup terbukti

30

dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan stamina. Karena itu sarapan merupakan
salah satu perilaku penting dalam mewujudkan gizi seimbang. Sarapan yang baik
terdiri dari pangan karbohidrat, pangan lauk pauk, sayuran, atau buah-buahan dan
minuman. Konsumsi ikan, telur dan susu bagi kelompok usia 10-19 tahun sangat
membantu pertumbuhan dan perkembangan. Penelitian Muchtar, dkk (2012) pada
remaja di SMA Negeri 1 Pahundut, Kota Palangkaraya menyatakan bahwa ada
hubungan bermakna antara zat asupan gizi (energi, karbohidrat, protein, dan lemak)
dari sarapan dengan kemampuan konsentrasi pada pukul 08.30.
Berikut anjuran jumlah porsi kecukupan energi untuk remaja (Kemenkes RI,
2014) :
Tabel 2.4 Anjuran Jumlah Porsi Menurut Kecukupan Energi untuk Kelompok
Umur16-18 tahun per hari
Bahan Makanan

Nasi
Sayuran
Buah
Tempe
Daging
Minyak
Gula

Anak Remaja 16-18
tahun Laki-laki
2675 kkal
8p
3p
4p
3p
3p
6p
2p

Sumber :Kemenkes RI, 2014
Keterangan:
Nasi 1 porsi =3/4 gelas = 100 g=175 kkal
Sayuran 1 porsi =1 gelas =100 gr=25 kkal
Buah 1 porsi = 1 buah pisang ambon=50 gr=50 kkal

Anak Remaja 16-18 tahun
Perempuan
2125 kkal
5p
3p
4p
3p
3p
5p
2p

31

Tempe 1 porsi =2 potong sedang = 50 gr=80 kkal
Daging 1 porsi = 1 potong sedang =35 gr = 50 kkal
Ikan segar 1 porsi = 1/3 ekor = 45 gr = 50 kkal
Susu sapi cair 1 porsi= 1 gelas = 200 gr =50 kkal
Susu rendah lemak 1 porsi = 4 sdm = 20 gr = 75 kkal
Minyak 1 porsi = 1 sdt = 5 gr = 50 kkal
Gula = 1 sdm = 20 gr = 50 kkal
*) sdm : sendok makan
**) sdt : sendok teh
P : porsi

b.

Biasakan mengonsumsi ikan dan sumber protein lainnya
Protein

merupakan

zat

gizi

yang

berfungsi

untuk

pertumbuhan,

mempertahankan sel atau jaringan yang sudah terbentuk, dan untuk mengganti sel
yang sudah rusak, oleh karena itu protein sangat diperlukan dalam masa
pertumbuhan.
Protein hewani memiliki kualitas lebih baik dibanding protein nabati karena
komposisi asam amino lebih komplit dan asam amino esensial lebih banyak. Daging
dan unggas selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber zat besi yang
berkualitas sehingga sangat bagus bagi anak dalam masa pertumbuhan. Penelitian
Rahmawati, dkk (2012) pada remaja putri di SMAN 2 Kota Bandar Lampung bahwa
terdapat hubungan asupan energi, asupan protein, asupan vitamin C, asupan zat besi
dengan kejadian anemia.

32

c.

Perbanyak mengonsumsi sayuran dan cukup buah-buahan
Banyak mengonsumsi buah dan sayur bagi remaja dapat meningkatkan zat

mikronutrien dan mengurangi resiko obesitas, diabetes dan penyebab kanker. Survei
Health Behaviour in Shool-Aged Children (HBSC) di Eropa dan Amerika Utara
menyatakan bahwa remaja makan sayur dan buah sedikitnya sekali setiap hari dalam
bulan lalu hanya 10%-60% (WHO, 2014). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 di
provinsi Sumatera Utara persentase penduduk usia ≥ 10 tahun yang cukup makan
sayur dan buah hanya 5,5% (Riskesdas, 2007), data Riskesdas (2013) untuk hal yang
sama di Indonesia 93,5%, dan Sumatera Utara berada di bawah angka nasional
d.

Biasakan membawa bekal makanan dan air putih dari rumah
Apabila jam sekolah sampai sore atau setelah pulang sekolah ada kegiatan

yang berlangsung sampai sore, maka bekal untuk makan siang sangat diperlukan.
Dengan membawa bekal dari rumah, anak tidak perlu makan jajanan yang kadang
kualitasnya tidak terjamin. Di samping itu juga membawa air putih dalam jumlah
yang cukup sangat diperlukan untuk menjaga kesehatan
e.

Batasi mengonsumsi makanan cepat saji, jajanan dan makanan selingan yang
manis, asin dan berlemak
Sebagian besar makanan cepat saji adalah makanan yang tinggi gula, garam,

lemak yang tidak baik bagi kesehatan. Data Riskesdas (2013) bahwa proporsi
penduduk umur ≥ 10 tahun dengan perilaku konsumsi makanan tertentu ≥ 1 kali
sehari di Sumatera Utara untuk makanan manis 62,5; asin 15,9; berlemak 21,4,
penyedap 44,6; minuman berkafein 15,3

33

f.

Biasakan menyikat gigi sekurang-kurangnya dua kali sehari setelah makan pagi
dan sebelum tidur.
Membiasakan untuk membersihkan gigi setelah makan adalah upaya yang

baik untuk menghindari pengeroposan atau kerusakan gigi. Demikian pula sebelum
tidur, gigi juga harus dibersihkan dari sisa makanan yang menempel di sela-sela gigi.
Saat tidur, bakteri akan tumbuh dengan pesat apabila di sela-sela gigi ada sisa
makanan dan ini dapat mengakibatkan kerusakan gigi. Data Riskesdas (2013)
persentase penduduk di Sumatera Utara umur ≥ 10 tahun menyikat gigi setiap hari
dan berperilaku benar menyikat gigi sebesar 94,4
g.

Hindari merokok.
Kebiasaan merokok dapat dihindari kalau ada upaya sejak dini. Usia pertama

kali merokok di Sumatera Utara tiap hari pada usia 15-19 tahun dengan proporsi 53,9
(Riskesdas, 2013). Banyak penelitian menunjukkan bahwa merokok berakibat tidak
baik bagi kesehatan misalnya kesehatan paru-paru dan kesehatan reproduksi
(Kemenkes RI, 2014)
2.3 Perilaku Gizi Remaja
Skiner (1938) seorang ahli psikologi, dalam Notoatmodjo (2012) dan Kholid
(2014), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Selanjutnya teori Skiner menjelaskan
adanya dua jenis respon, yaitu :

34

a.

Responden Respons atau refleksif
rangsangan-rangsangan

tertentu

yakni respon yang ditimbulkan oleh

yang

disebut

electing

stimuli

karena

menimbulkan respon yang relatif tetap
b.

Operant respons atau instrumental respons, yakni respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh rangsangan yang lain.

2.3.1 Bentuk Perilaku
Berdasarkan teori perilaku tersebut maka perilaku manusia dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian yaitu :
a.

Perilaku tertutup (covert behaviour)
Perilaku yang responnya masih belum dapat diamati secara jelas. Respon ini
hanya terbatas pada bentuk perhatian, pengetahuan, perasaan, persepsi dan sikap.

b.

Perilaku terbuka (Overt behaviour)
Merupakan perilaku berupa tindakan atau praktik sehingga dapat diamati secara
jelas.
Notoatmodjo (2010) merumuskan perilaku dari teori Skiner ini menjadi

perilaku kesehatan dengan definisi perilaku kesehatan (healthy behaviour) adalah
respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehatsakit (kesehatan), makanan dan minuman, serta lingkungan.
2.3.2 Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Faktor-faktor yang memegang peranan di dalam pembentukan perilaku dapat
dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2012), yakni faktor intern berupa kecerdasan,

35

persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruh-pengaruh
dari luar, dan faktor ekstern, meliputi objek, orang, kelompok, dan hasil-hasil
kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.
Kedua faktor tersebut akan dapat terpadu menjadi perilaku yang selaras
dengan lingkungannya apabila perilaku yang terbentuk dapat diterima oleh
lingkungannya, dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.
Teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap determinan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan antara lain teori Lawrence Green (1980) dalam buku
Notoatmodjo (2012) dan Notoatmodjo (2010) serta Maulana (2009) bahwa perilaku
dibentuk dari tiga faktor yaitu :
a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang
mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.
b.

Faktor-faktor

pendukung

(enabling

factors)

yaitu

faktor-faktor

yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan misalnya: puskesmas, obat-obatan, jamban, dan sebagainya.
c.

Faktor-faktor pendorong

(reinforcing

factors) yaitu

faktor-faktor

yang

mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan dan petugas lain yang merupakan kelompok referensi
dari perilaku masyarakat, sikap suami, istri, orangtua, tokoh masyarakat.

36

Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2012), membagi
perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), yakni kognitif (cognitive), afektif
(affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini
dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni : pengetahuan,
sikap, dan tindakan.
1.

Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindaran (sebagian besar diperoleh dari indra mata dan telinga) terhadap objek
tertentu. Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan merupakan dominan yang paling
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) dan pengetahuan
dapat diukur dengan melakukan wawancara. Perilaku yang didasari dengan
pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak
didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran. Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan
yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkatan pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa saja yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan,
dan sebagainya.

37

b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang
yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek
yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan atau materi suatu objek
terhadap komponen-komponennya tetapi masih dalam suatu struktur organisasi
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk suatu kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

38

f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-panilaian ini didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada. Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman
pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat kita sesuaikan dengan
tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2007).
Faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang antara lain:
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain
agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima informasi
dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki.
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan
pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik
dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologis ini, taraf berpikir seseorang
semakin matang dan dewasa.

39

d. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap
sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba menekuni suatu hal dan pada
akhirnya diperoleh pengetahuan yang dalam.
e. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan lingkungan sekitar diartikan sebagai kebudayaan dimana kita hidup
dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
g. Informasi
Informasi merupakan kemudahan untuk memperoleh suati informasi sehingga
dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang
baru.
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2012) dalam bukunya membagi
sikap menjadi empat tingkatan, yakni:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek).

40

b. Merespon (responding)
Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima
ide tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan
suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan
sikap.
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu obyek.
Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah:
1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan
seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap
objek atau stimulus.

41

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan ( Personal references) merupakan faktor
penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada
pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap
positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan
kebutuhan dari pada individu tersebut.
4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam mempengaruhi pola pikir seseorang
untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu. (Notoadmodjo,2007).
Menurut Ahmadi dalam Notoadmodjo (2007), fungsi (tugas) sikap dibagi
empat golongan, yaitu:
a. Sebagai alat menyesuaikan diri
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi
rantai penghubung antara orang dan kelompoknya atau dengan anggota kelompok
lain.
b. Sebagai alat pengatur tingkah laku
Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya
tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk
menilai perangsang-perangsang tersebut.
c. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman
Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak
pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak

42

semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu
dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman di beri nilai
lalu dipilih.
d. Sebagai pernyataan kepribadian
Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap
tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan
melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi
objek tersebut.
3. Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).
Agar terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung
berupa fasilitas dan dukungan dari pihak lain.
Praktik/tindakan mempunyai beberapa tingkatan (Notoatmodjo (2012);
Notoatmodjo (2007) yaitu:
a. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil. Misal ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi balitanya
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah indikator praktik tingkat kedua.

43

c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat
ketiga.
d. Adopsi (adaptacion)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakannya tersebut.
2.3.3 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Gizi Remaja
Faktor yang memengaruhi perilaku gizi remaja (Story, M dan Stang, J, 2005;
Khomsan, 2007; Proverawati, 2011; Sulistyoningsih, 2011; Dieny, 2014):
1. Faktor ekonomi
Remaja menjadi pasar yang potensial untuk produk makanan tertentu, dari sudut
pandang ekonomi. Umumnya remaja mempunyai uang saku. Hal ini dimanfaatkan
sebaik-baiknya oleh pemasang iklan melalui berbagai media cetak maupun
elektronik (Khomsan, 2007), dengan adanya iklan remaja tertarik untuk membeli
produk yang dipromosikan, sehingga Proverawati (2011) menyatakan salah satu
perilaku makan khas pada remaja pada umumnya mereka lebih suka makanan
jajanan yang kurang bergizi seperti goreng-gorengan, coklat, permen dan es,
akibatnya makanan yang beraneka ragam tidak dikonsumsi. Sedangkan menurut

44

Sulistyoningsih (2011) bahwa meningkatnya pendapatan akan meningkatkan
peluang untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik
2. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini dikaitkan dengan pengetahuan, akan berpengaruh
terhadap

pemilihan

bahan

makanan

dan

pemenuhan

kebutuhan

gizi

(Sulistyoningsih, 2011). Notoatmodjo (2012) menyatakan secara teori perubahan
perilaku melalui proses perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude),
praktik (practice) atau “KAP” (PSP)
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya Islam disebut haram dan individu yang
melanggar hukumnya dosa. Adanya pantangan terhadap makanan/minuman
tertentu dari sisi agama dikarenakan makanan/minumam tersebut membahayakan
jasmani dan rohani bagi yang mengonsumsinya (Sulistyoningsih, 2011)
4. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku
makan. Lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan keluarga, sekolah,
serta

adanya

iklan/promosi

melalui

media

elektronik

maupun

cetak

(Sulistyoningsih , 2011). Menurut Khomsan (2007) suasana dalam keluarga yang

menyenangkan berpengaruh pada pola kebiasaan makan, hal ini mungkin dilandasi
oleh ada atau tidak adanya kebiasaan makan bersama. Selain itu, aktivitas yang
banyak dilakukan di luar rumah membuat individu sering dipengaruhi teman

45

sebayanya. Remaja sering makan di luar rumah bersama teman-teman, sehingga
waktu makan tidak teratur, akibatnya mengganggu sistem pencernaan (gangguan
maag atau nyeri lambung). Kaiser Family Foundation (2007) mengungkapkan
fakta bahwa anak yang menonton televisi lebih dari tiga jam sehari, 50% beresiko
menjadi obesitas dibandingkan anak yang menonton televisi kurang dari tiga jam
sehari.
5. Citra Tubuh (Body Image)
Citra tubuh (body image) menurut Dieny (2014) dan Concordia Health Services,
(2008) adalah persepsi seseorang terhadap penampilan bentuk tubuhnya. Persepsi
adalah keseluruhan proses mulai dari stimulus (rangsangan) yang diterima panca
indra, kemudian stimulus diantar ke otak dimana ia dikode serta diartikan dan
selanjutnya mengakibatkan pengalaman yang disadari (Maramis, 2006). Banyak
remaja sering tidak puas dengan penampilan dirinya. Story, M dan Stang, J (2005)
menyatakan bahwa citra tubuh yang negatif

sering menyebabkan pengaturan

makan yang salah. Untuk menumbuhkan citra tubuh yang positif remaja perlu
mengembangkan keterampilan sehingga dapat memilah semua pesan yang mereka
lihat, dengar terkait citra tubuh, dan makan. Citra tubuh remaja dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain:
a. jenis kelamin, penelitian yang dilakukan Christofer dalam Dieny (2014)
bahwa ada perbedaan citra tubuh pada siswa laki-laki dan perempuan, dimana
laki-laki memiliki citra tubuh yang lebih positif dibandingkan siswa
perempuan.

46

b. Status obesitas, penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna
citra tubuh pada remaja yang obesitas dan tidak obesitas, dimana remaja
obesitas memiliki citra tubuh lebih negatif daripada remaja yang tidak
obesitas. Hal ini dihubungkan dengan meningkatnya depresi dan menurunnya
tingkat kepercayaan diri pada remaja yang obesitas (Dieny, 2014).
c. pengaruh media massa, citra tubuh sangat dipengaruhi oleh media massa yang
menampilkan bentuk tubuh kurus sebagai bentuk tubuh ideal. Tidak semua
iklan

mengakibatkan

hal

negatif, namun

sebaliknya tidak

tertutup

kemungkinan remaja yang mempraktekkan pola makan seperti dalam iklan
malah kekurangan gizi (Dieny, 2014)
d. Teman sebaya, pengaruh teman sepermainan sangat besar terhadap remaja,
pada usia ini ada kebanggaan tersendiri bahwa remaja punya banyak teman.
Pada umumnya hubungan sesama teman juga membentuk cara pandang yang
sama, khususnya pendapat tentang tubuh yang ideal (Dieny, 2014)
e. Keluarga dan lingkungan, tekanan dalam keluarga merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh.

Komentar

negatif tentang berat badannya dapat membuat anak dapat melakukan perilaku
makan yang tidak sehat untuk mencapai bentuk tubuh ideal (Dieny, 2014)
f. Sosial ekonomi dan budaya, tingkat pendidikan dan sosial ekonomi juga
mempengaruhi persepsi seseorang terhadap ukuran tubuh ideal. Menurut
Metcalf dalam Dieny (2014) bahwa tingkat pendidikan dan sosial ekonomi

47

yang tinggi akan memiliki citra tubuh yang lebih negatif atau ketidakpuasan
terhadap citra tubuh lebih besar.
2.3.4 Pengukuran Perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010),

pengukuran atau cara mengamati perilaku

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran perilaku yang baik adalah secara langsung, yakni dengan pengamatan
(observasi), yaitu mengamati subjek dalam rangka memelihara kesehatannya,
misalnya : makanan yang disajikan ibu dalam keluarga untuk mengamati praktik gizi.
Secara tidak langsung menggunakan metode mengingat kembali (recall).
Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap subjek tentang apa
yang telah dilakukan berhubungan dengan kesehatan (Notoatmodjo, 2010)

2.4 Landasan Teori
Perilaku makan merupakan respon kebiasaan atau perilaku yang berhubungan
dengan konsumsi makanan meliputi jenis makanan, jumlah dan waktu mengonsumsi
makanan (Dieny, 2014). Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh,
dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku
hidup bersih dan mempertahankan berat badan normal (Permenkes RI No. 41 Tahun
2014). Perilaku gizi seimbang remaja adalah respon kebiasaan atau perilaku yang
berhubungan dengan susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam

48

jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip
gizi seimbang dan 7 pesan gizi seimbang remaja (10-19 tahun).
Penelitian pada remaja di Turki dalam Dieny (2014) ditemukan bahwa hanya
1,9% remaja yang memiliki pola konsumsi sesuai dengan panduan piramida makanan
(food guide pyramid), 31 % memiliki kebiasaan mengonsumsi fast food paling sedikit
satu kali sehari dan 60,8 % suka melewatkan waktu makan. Penelitian Jumirah, dkk
(2005) pada remaja di SMA Dharma Pancasila Medan juga menyatakan tingkat
kecukupan energi dan protein sebagian besar siswa tergolong sangat rendah.
Sumbangan energi yang berasal dari karbohidrat sesuai dengan anjuran PUGS hanya
26,32%, sedangkan sumbangan energi dari lemak yang sesuai dengan anjuran PUGS
ada sebanyak 44,74%.
Teori yang mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang
memengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan
termasuk gizi antara lain teori Lawrence Green (1980) dalam buku Notoatmodjo
(2012) bahwa perilaku dibentuk dari tiga faktor. Faktor predisposisi (predisposing
factors) yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang
terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan
sebagainya. Faktor pendukung (enabling factors) yaitu faktor yang memungkinkan
atau memfasilitasi perilaku atau tindakan misalnya kemampuan ekonomi. Faktor
pendorong

(reinforcing

factors)

yaitu

faktor-faktor

yang mendorong

atau

memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku yang

49

merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat misalnya petugas kesehatan
dan tokoh masyarakat.
Faktor predisposisi (predisposing factors) yang memengaruhi perilaku gizi
seimbang remaja yaitu pengetahuan, sikap, dan citra tubuh (body image). Perilaku
yang didasari dengan pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada
perilaku yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan kesadaran (Notoatmodjo. 2012).
Penelitian Lukmanto dan Kristanti (2013) tentang pengetahuan gizi dan perilaku
makan remaja di SMP Gloria 1 Surabaya menyatakan bahwa pengetahuan gizi remaja
pria dan wanita secara keseluruhan cukup baik (82,5%). Penelitian perilaku konsumsi
gizi seimbang dan status gizi pada remaja put