Gambaran Perilaku Siswa i SMA Swasta Gajah Mada Medan Tentang Label Informasi Nilai Gizi Pada Produk Makanan Kemasan Tahun 2017

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pada era modern kali ini makanan kemasan tidak sulit untuk dijumpai.

Namun terkadang label pada makanan kemasan yang akan dibeli sering luput dari
perhatian konsumen. Seringkali konsumen hanya memerhatikan informasi
umumnya saja atau membeli suatu produk makanan kemasan karena iklan di
media massa maupun elektronik. Labeling makanan tidak dapat dipisahkan dari
pengemasan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun1999 tentang Label dan lklan
Pangan ditetapkan beberapa informasi minimal yang wajib dicantumkan pada
setiap label pangan misalnya nama produk, berat bersih, nama dan alamat
perusahaan dan lain-lain. Namun terdapat informasi lain yang dapat dicantumkan
secara sukarela atau dapat menjadi wajib pada pangan tertentu, salah satunya
adalah informasi nilai gizi (BPOM, 2009).
Peran informasi nilai gizi pada produk makanan kemasan untuk konsumen
adalah sebagai media yang memberikan informasi yang benar dan tidak
menyesatkan. Dengan adanya pencantuman label informasi nilai gizi konsumen

dapat melakukan pemilihan makanan yang bijak untuk produk yang akan mereka
beli terutama karena kandungan nilai gizi yang ada didalamnya. Pada saat yang
sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikain informasi zat gizi
yang terkandung dalam produknya yang dapat menjadi keunggulan produk
tersebut dibanding produk lainnya (BPOM, 2005).

1
Universitas
Sumatera
Universitas
Sumatera
Utara

Utara

2

Menurut hasil dari Health and Diet Survey pada tahun 2008, 54%
responden menyatakan membaca label pada saat pertama kali membeli produk.
Sebanyak dua pertiga responden sering membaca seberapa tinggi kandungan

kalori dan zat gizi lainnya, seperti garam, vitamin, dan mineral dalam produk
tersebut dan 55% sering membaca label untuk mendapatkan gambaran umum
tentang kandungan gizi pada produk yang akan mereka beli atau konsumsi (FDA,
2010). Selain itu hasil dari food and health survey 2015 yang dilakukan oleh
International Food Information Council (IFIC) bahwa di Amerika ada dua hal
yang menjadi keputusan konsumen dalam pembelian, yaitu label kadaluwarsa
51% dan label informasi gizi 49%.
Kebiasaan membaca informasi nilai gizi pada produk makanan ataupun
minuman kemasan belum membudaya di masyarakat Indonesia. Padahal hal ini
sangat penting untuk mengetahui kandungan zat gizi yang terdapat pada produk
tersebut. Manfaat dari membiasakan membaca label informasi nilai gizi ialah
untuk dapat membatasi asupan gula, garam dan lemak perhari karena apabila kita
mengonsumsinya berlebihan akan dapat berakibat kenaikan berat badan, diabetes
maupun penyakit degeneratif lainnya (Noviarni, 2016).
Berdasarakan hasil kegiatan Badan Perlindungan Konsumsen Nasional
(BPKN), di Indonesia masalah label masih kurang mendapat perhatian dari
konsumen yang memperhatikan kelengkapannya. Hanya 6,7 % konsumen di
Indonesia yang memperhatikan kelengkapannya dalam memilih produk makanan
(BPKN, 2007). Hasil penelitian yang dilakukan Purnama menunjukkan masih
banyak siswa/i SMK Mandahalayu yang tidak patuh membaca label informasi

gizi yaitu sebanyak 85,5% sedangkan yang patuh membaca label informasi gizi

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

3

hanya 14,5% (Purnama, 2012). Selain itu juga terdapat hasil penelitian dari
Mediani bahwa

68,2% mahasiswa memiliki perilaku kurang baik dalam

membaca label informasi gizi dan 4,5% memiliki perilaku sangat kurang,
sedangkan yang memiiiki perilaku baik dalam membaca label informasi gizi
hanya 26,5% (Mediani, 2014).
Remaja merupakan konsumen dimasa yang akan datang (Gialitakis dan
Chryssochoidis, 2006). Seiring dengan peningkatan kemandirian, mereka dapat
memilih sendiri makanan yang dikonsumsinya (Drummond dkk, 2010). Remaja
juga memiliki uang sendiri untuk membeli makanan dan cenderung makan lebih
banyak diluar rumah. (Brown dkk, 2005). Selain itu remaja memiliki kebiasaan

mengonsumsi makanan olahan, seperti yang ditayangkan dalam iklan televisi
secara berlebihan. Meskipun dalam iklan makanan tersebut diklaim kaya akan
vitamin dan mineral namun nyatanya sering terlalu banyak mengandung gula serta
lemak, disamping zat aditif (Arisman, 2005).
Kebiasaan mengonsumsi makanan olahan hingga makan dalam jumlah
dan porsi yang besar akan berdampak pada kesehatan dengan risiko jangka
pendek maupun jangka panjang seiring usia yang akan bertambah. Efek jangka
pendek yang paling mungkin adalah seperti penambahan berat badan. Efek jangka
panjang adalah obesitas, penyakit cardiovaskular, diabetes tipe 2, hipertensi,
stroke dan penyakit degeneratif lainnya (Brown dkk, 2005). Obesitas yang
muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga ke usia dewasa dan lansia
(Arisman, 2005).
Remaja tidak lepas dari mengonsumsi makanan ringan atau snack dengan
frekuensi yang sering. Survei mengindikasikan bahwa snack dikonsumsi lebih

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

4


dari 75% remaja dan hanya memberikan sepertiga sampai seperempat energi yang
masuk. Kebanyakan snack yang dikonsumsi mengandung garam dan kalori yang
tinggi yang tentunya kurang baik untuk kesehatan remaja karena tidak
mengenyangkan dan tidak mmberikan zat gizi yang cukup untuk

remaja

(Poltekkes Depkes, 2012).
Asupan tinggi natrium dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,
yang dapat menyebabkan stroke, gagal jantung, penyakit jantung koroner, dan
penyakit ginjal. Snack dalam makanan kemasan juga umumnya mengandung
kolesterol yang tinggi karena jumlah dan jenis lemak yang terkandung di
dalamnya. Lemak jenuh dan lemak trans yang juga terdapat pada makanan
kemasan atau snack sangat berkontribusi terhadap kadar kolesterol tinggi dalam
darah. Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Circulation tahun 2007
menunjukkan bahwa kadar lemak trans tinggi dalam aliran darah berhubungan
dengan kadar kolesterol LDL tinggi dan peningkatan risiko penyakit jantung
koroner (Setyawan, 2016).
Terkait dengan kebiasaan tersebut memperhatikan label informasi nilai
gizi sangat penting karena membuat kita mengetahui zat gizi apa saja yang

didapat jika mengonsumsi makanan kemasan tersebut, selain itu kita juga dapat
membatasi asupan gula, garam, lemak perhari dan membatasi asupan untuk
berhenti mengunyah camilan atau snack. Terkadang kita tidak sadar jika telah
mengonsumsi snack secara berlebihan. (Setyawan, 2016). Adapun batasan asupan
gula, garam, lemak perhari yang disarankan kementrian kesehatan RI adalah
konsumsi gula 50 g (4 sendok makan), natrium 2000 mg (1 sendok teh) dan
lemak/minyak 67 g (5 sendok makan) per orang per hari. Jika dikonsumsi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

5

berlebihan maka akan meningkatkan risiko hipertensi, stroke, diabetes, dan
serangan jantung (PerMenKes, 2014).
Snack atau makanan kemasan yang dipilih secara cerdas tidak akan
menggemukkan badan, bahkan justru bermanfaat karena dapat menghilangkan
rasa lapar. Akan tetapi, hal itu juga tergantung pada kuantitas yang dikonsumsi
(Anwar dan Ali, 2009). Hasil penelitian Sutiari pada siswa yang mengalami gizi
lebih didapat semua (100%) siswa memiliki kebiasaan mengemil sebanyak dua
kali sehari. Jenis camilan yang paling banyak dikonsumsi adalah es krim (86,1%),

coklat (75%), chiki (75%) dan biskuit (69,4%) (Sutiari dkk, 2010).
Terdapat juga hasil penelitian Widyawati pada siswa yang memiliki berat
badan normal, overweight dan obesitas menunjukkan terdapat hubungan yang
bermakna antara kebiasaan camilan dengan kejadian obesitas, sehingga semakin
sering makan camilan dapat terjadi obesitas. Dari penelitian yang dilakukan juga
ditemukan anak yang berat badan normal dan memiliki kebiasaan camilan adalah
sebanyak 218 (53,6%) responden sehingga juga dapat beresiko akan menjadi
overweight maupun obesitas. (Widyawati, 2014).
Kegemaran remaja mengosumsi makanan kemasan tidak didukung dengan
perilaku yang baik dalam memperhatikan label informasi nilai gizi. Hal ini
dikarenakan kurangnya paparan mengenai kesadaran dan pengetahuan gizi
mereka (Majid dkk, 2015). Hasil penelitin Gialitakis dan Chryssochoidis pada
beberapa sekolah di Athena menunjukkan bahwa siswa tidak mengerti dan tidak
dapat menggunakan informasi label secara efektif yang diperkirakan karena
mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut disekolah maupun dari
lingkungan mereka (Gialitakis dan Chryssochoidis, 2006). Di Indonesia sendiri

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara


6

hasil penelitian Devi di Pasar Swalayan ADA Setiabudi Semarang menemukan
dari 12 responden usia remaja hanya 1 (8,3%) responden yang menjadikan label
pada makanan kemasan sebagai bahan pertimbangan sebelum membeli makanan
termasuk label informasi gizi (Devi dkk, 2013).
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan pada suatu objek (Notoatmodjo, 2012). Pengetahuan
tentang label informasi nilai gizi merupakan suatu hal yang sangat penting guna
terbentuknya suatu tindakan untuk berperilaku membaca label informasi nilai gizi
produk pangan kemasan (Al Jannah, 2010). Pengetahuan diperlukan sebagai
dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari, sehingga
pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2014).
Jika perilaku pada masa remaja kurang baik, maka akan berpengaruh pada
sikapnya terhadap perubahan negatif di usia lanjut dan sebaliknya (Jahja, 2011).
Hasil penelitian Al Jannah didapat mahasiswa yang berpengetahuan
kurang baik terhadap label informasi gizi dan kebutuhan gizi perhari yang
dibutuhkan sebanyak 74,7% sedangkan yang berpengetahuan baik hanya 25,3%
dan dimana ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap label

informasi gizi dan kebutuhan gizi perhari yang dibutuhkan dengan perilaku
membaca label informasi nilai gizi (Al Jannah, 2010).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan di SMA Swasta Gajah Mada
Medan didapat 2 (50%) dari 4 penjual makanan yang terdapat di lingkungan
sekolah menjual berbagai jenis produk makanan kemasan. Dari 20 siswa didapat
diantaranya 19 (95%) siswa sering membeli produk makanan kemasan di
lingkungan sekolah tersebut dan 13 (65%) siswa tidak hanya selalu membeli

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

7

produk makanan kemasan di lingkungan sekolah saja namun juga diluar sekolah
yaitu seperti di minimarket. Frekuensi mereka membeli atau mengonsumsi
makanan kemasan di lingkungan sekolah dan di luar sekolah adalah lebih dari dua
kali perhari dan mereka dapat mengonsumsi makanan kemasan dengan porsi lebih
dari tiga bungkus per hari.
Kemudian hasil pengukuran status gizi (IMT/U) pada 20 siswa/i di
sekolah tersebut didapat 6 (30%) berstatus gizi gemuk dan selebihnya berstatus

gizi normal. Adapun jumlah uang saku siswa/i di sekolah tersebut rata-rata adalah
Rp.10.000-Rp.30.000 per hari. Hal ini memudahkan siswa/i tersebut dalam
membeli makanan kemasan karena jumlah uang saku yang mereka miliki
terjangkau untuk membeli makanan kemasan yang dijual di dalam maupun diluar
sekolah yang dimana harga makanan kemasan yang sering mereka beli berkisar
antara Rp.7.000-Rp.20.000. Adapun produk makanan kemasan yang paling
diminati siswa/i di sekolah tersebut adalah biskuit. Hal tersebut diperkuat dengan
pernyataan dari penjual produk makanan kemasan di lingkungan sekolah tersebut
bahwa produk makanan kemasan yang paling sering dibeli oleh siswa/i SMA di
sekolah tersebut adalah biskuit.
Biskuit tersebut merupakan biskuit crackers yang dilapisi cokelat, biskuit
tersebut dikemas dengan kemasan yang mencantumkan label informasi nilai gizi.
Kandungan biskuit crackers cokelat tersebut memiliki energi total sebanyak 120
kkal, energi dari lemak 50 kkal, gula 5 gram, natrium 115 miligram, lemak total 6
gram per sajian dan zat gizi lainnya serta menyumbang 22% lemak jenuh dari
kebutuhan tubuh. Dalam satu bungkus kemasan tersebut terdapat dua biskuit
crackers cokelat. Namun Jika siswa/i membeli biskuit crackers cokelat tersebut di

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara


8

luar sekolah contohnya di supermarket maka biskuit crackers cokelat tersebut
dikemas dengan 1 pack yang berisi 5 bungkus biskuit crackers cokelat. Selain itu
makanan kemasan lain yang juga sering dikonsumsi siswa/i tersebut seperti
makanan kemasan keripik kentang dan biskuit wafer dilapisi keju. Makanan
kemasan tersebut juga dikemas dengan kemasan yang mencantumkan label
informasi nilai gizi.
Terkait kebiasaan tersebut siswa/i di SMA Swasta Gajah Mada belum
memiliki perilaku yang baik dalam membatasi atau memilih makanan kemasan
dengan cara memperhatikan label informasi nilai gizi. Adapun diperoleh sebanyak
10 (50%) siswa belum mengetahui dengan benar informasi apa saja yang terdapat
di label informasi nilai gizi produk makanan kemasan. Kemudian 16 (80%) siswa
hanya kadang-kadang saja memperhatikan label informasi nilai gizi pada saat
membeli atau sebelum mengonsumsi produk makanan kemasan dan hanya 7
(35%) siswa yang menjadikan label informasi nilai gizi pada makanan kemasan
sebagai pertimbangannya dalam membeli ataupun mengonsumsi produk makanan
kemasan. Mereka juga beranggapan bahwa label informasi nilai gizi pada produk
makanan kemasan tidak penting untuk diri mereka.
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik meneliti gambaran perilaku
siswa/i SMA Swasta Gajah Mada Medan tentang label informasi nilai gizi produk
makanan kemasan.

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

9

1.2

Perumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah belum diketahuinya gambaran perilaku siswa/i SMA Swasta
Gajah Mada Medan tentang label informasi nilai gizi pada produk makanan
kemasan.
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku yang

terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan siswa/i SMA Swasta Gajah Mada
Medan tentang label informasi nilai gizi pada produk makanan kemasan sebelum
membeli atau mengonsusminya.
1.4

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

masukan untuk instansi

pemerintah khususnya instansi pendidikan dalam meningkatkan upaya promotif
mengenai pentingnya label informasi nliai gizi produk makanan, sehingga
terebentuk perilaku yang baik terhadap label informasi nilai gizi di usia dini.
Selain itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat sebagai sarana memberikan
informasi pada remaja usia sekolah dalam penggunaan label informasi nilai gizi
agar mereka dapat memilih produk makanan yang tepat, sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara