Analisis Pengaruh Harga Jagung Giling terhadap Harga Pakan Ayam dan Dampaknya terhadap Harga Ayam Ras dan Telur Ayam Ras di Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, hortikultura, kehutanan,
perkebunan, dan peternakan. Di antara keempat subsektor tersebut subsektor
tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran penting
dalam penyediaan bahan pangan utama bagi masyarakat untuk menunjang
kelangsungan hidup (Baharjah, Kasryno dan Darmawan, 1989).
Tantangan yang dihadapi Indonesia dalam penyediaan pangan ke depan adalah
jumlah penduduk yang terus bertambah yang pada tahun 2030 diperkirakan akan
mencapai 278 juta jiwa. Tantangan yang lebih besar adalah pertumbuhan
pendapatan, perubahan preferensi, dan pola hidup masyarakat. Pertumbuhan
pendapatan akan mendorong perubahan pola konsumsi yang lebih beragam dan
lebih bergantung pada produk peternakan dan hortikultura. Dampaknya
permintaan turunan (derived demand) terhadap bahan baku pakan seperti jagung,
kedelai, ketela pohon, dan lain-lain akan meningkat lebih cepat dibandingkan
dengan permintaan bahan pangan seperti beras (Suryana, 2006).
Adapun konsumsi jagung terbesar untuk pangan dan industri pakan ternak. Hal ini
dikarenakan sebanyak 51% bahan baku pakan ternak adalah jagung. Dari sisi
pasar, potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat

dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan yang pada akhirnya akan
meningkatkan permintan jagung sebagai campuran bahan pakan ternak (Budiman,
2011).

1

Universitas Sumatera Utara

2

Pemintaan jagung yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri
pakan dan pangan, menurut kontinuitas ketersediaan dan mutu produk yang
memadai. Usaha peningkatan produksi jagung nasional dilakukan melalui upaya
penambahan luas tanam dan peningkatan produktivitas melalui pengenalan
varietas unggul. Meskipun demikian, pertumbuhan produksi yang dicapai dinilai
belum memuaskan karena belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dalam
negeri. Oleh karena itu, ada saatnya Indonesia harus mengimpor jagung. Dalam
jangka pendek, usaha pemenuhan kebutuhan konsumsi jagung dalam negeri
dengan cara impor bisa diterima, namun dalam jangka panjang hal tersebut harus
dihindarkan guna melindungi petani jagung dalam negeri, menghemat devisa dan

mengurangi ketergantungan dari negara lain (BPS, 2009).
Konsumsi jagung selama kurun waktu terus meningkat. Pada tahun 2012 ,
konsumsi mencapai sekitar 20,39 juta ton, jauh diatas konsumsi tahun 2008 yang
hanya 16,62 juta ton, walaupun konsumsi 2012 tersebut sedikit turun dibanding
tahun 2011 yang mencapai 20,51 juta ton.
Tabel 1. Konsumsi dan Defisit Jagung Nasional
Tahun
Konsumsi
Produksi
Defisit ( Kekurangan)
(Ton)
(Ton)
(Ton/Ha)
2008
16.615
16.317
298
2009
17.989
17.630

359
2010
20.066
18.328
1.738
2011
20.505
17.230
3.275
2012
20.392
19.377
1.015
Sumber :Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang
Pangan Dan Pertanian 2015-2019
Pada tahun 2012, produksi jagung mencapai 19,38 juta ton, sementara pada tahun
2008 hanya 16,32 juta ton. Akibatnya, terjadi defisit produksi yang meningkat
sangat besar sejak tahun 2010 yang mencapai 1,74 juta ton, lalu melonjak lagi

Universitas Sumatera Utara


3

pada tahun 2011 menjadi 3,28 juta ton. Pada tahun 2012, defisit menurun namun
masih tetap cukup besar yaitu 1,02 juta ton.
Konsumsi jagung di Sumatera Utara dari tahun 2008-2012 mengalami
peningkatan. Pada tahun 2012 konsumsi jagung mencapai 0,5 kg/kapita jauh
diatas konsumsi pada tahun 2009 yang hanya 0,1 kg/kapita. Hal itu dapat dilihat
pada tabel 2 sebagai berikut :
Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Jagung di Sumatera Utara
Tahun
Konsumsi
Produksi
(Kg/Kapita)
(Kg)
2008
0,2
1.098
2009
0,1

1.166
2010
0,1
1.377
2011
0,3
1.294
2012
0,5
1.347
Sumber : Dinas Badan Ketahanan Pangan Sumatera Utara, 2013
Pada tahun 2012, produksi jagung mencapai 1.347 kg, sementara pada tahun 2008
hanya 1.098 kg. Tahun 2011 produksi meningkat sebesar 1.294 kg dari tahun
2009, walaupun mengalami penurunan produksi dari tahun 2010.
Salah satu sumber protein hewani dengan harga yang relatif terjangkau dan mudah
diperoleh adalah daging ayam ras pedaging atau yang sering disebut sebagai ayam
broiler (selanjutnya dipakai istilah ayam broiler) dan selain harganya yang relatif
lebih terjangkau, daging ayam broiler mudah diolah menjadi berbagai macam
masakan sehingga banyak digunakan dalam rumah tangga maupun rumah makan
karena dagingnya yang empuk dan tebal (Setiawan et al. 2006).

Ayam broiler /pedaging baru dikenal menjelang 1980-an. Pada akhir tahun 1980an, pemegang kekuasaan mencanangkan penggalakan konsumsi daging ayam

Universitas Sumatera Utara

4

untuk menggantikan konsumsi daging rumansia yang saat itu semakin sulit
keberadaannya. Seiring dengan itu jumlah permintaan daging ayam broiler terus
meningkat (Muhammad, 2008).
Ayam broiler merupakan salah satu komoditas yang tergolong paling popular
dalam dunia agribisnis peternakan di Indonesia. Sampai saat ini, ayam broiler
merupakan usaha peternakan yang berkembang paling menakjubkan. Sejak
dikembangkan secara lebih intensif di masa awal orde baru, ayam broiler telah
menggeser komoditas-komoditas ternak lainnya dalam memenuhi kebutuhan
protein asal ternak. Usaha ayam broiler cukup prospektif karena selera masyarakat
terhadap cita rasa ayam broiler sangat tinggi di semua lapisan. Di samping itu,
nilai keuntungan yang diperoleh juga cukup tinggi jika dikelola dengan efisien
(Setyono dan Maria, 2011).
Ayam broiler/pedaging merupakan jenis unggas hasil rekayasa manusia telah
mengalami seleksi gen selama bertahun-tahun sehingga hanya dalam waktu 21-40

hari sudah layak dikonsumsi. Seperti makhluk hidup umumnya, ayam broiler
mengalami dua fase kehidupan, yaitu fase starter dan fase finister. Fase starter
merupakan fase awal yang dimulai dari ayam ke luar dari cangkang telurnya
sampai bulu tubuhnya sudah tumbuh sempurna. Pada fase finister tersebut kondisi
tubuh ayam masih lemah dan organ tubuhnya belum berfungsi secara optimal
sehingga ayam memerlukan perhatian yang lebih intensif agar dapat tumbuh
secara optimal (Anonimus, 2012).

Universitas Sumatera Utara

5

Tabel 3. Produksi dan Konsumsi Rata-Rata per Kapita Daging Ayam Ras
Nasional
Tahun
Konsumsi
Produksi
(Kg/Kapita)
(Kg)
2009

3,0
1,1
2010
3,5
1,2
2011
3,6
1,3
2012
3,4
1,4
2013
3,6
1,4
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional dan Direktorat Jenderal Peternakan
dan Kesehatan Hewan 2013.
Dari sisi produksi menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,
dari tahun 2009 sampai tahun 2013 mengalami peningkatan yaitu dari 1,1 kg
menjadi 1,4 kg. Namun meningkatnya produksi daging ayam broiler tidak dapat
memenuhi konsumsi yg setiap tahunnya juga mengalami peningkatan, pada tahun

2009 sampai 2013 yaitu dari 3,0 kg/kapita menjadi 3,6 kg/kapita.
Namun pada kondisi di Sumatera Utara konsumsi daging ayam broiler mengalami
penurunan. Walaupun pada tahun 2009 sampai tahun 2011 mengalami
peningkatan tetapi pada tahun 2012 dan tahun 2013 konsumsi megalami
penurunan. Namun pada tahun 2013 konsumsi daging broiler meningkat dari
tahun 2012. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Produksi dan Konsumsi Rata-Rata per Kapita Daging Ayam Ras di
Sumatera Utara
Tahun
Konsumsi
Produksi
(Kg/Kapita)
(Kg)
2009
3,9
50,6
2010
3,5
46,3
2011

3,5
47
2012
2,6
35,1
2013
2,8
37,8
Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara
tahun 2013.

Universitas Sumatera Utara

6

Telur ayam merupakan jenis makanan bergizi yang sangat populer dikalangan
masyarakat yang bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Hampir semua jenis
lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber
protein hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan
yang mudah diperoleh dan mudah pula cara pengolahannya (Setiawan, 2009).

Masyarakat yang semakin maju tingkat pengetahuannya, semakin sadar akan
pentingnya kebutuhan protein dalam kehidupan mereka. Sumber protein dalam
makanan dapat diperoleh baik dari sumber nabati maupun hewani. Sumber protein
dari hewani dapat diperoleh dari ternak, salah satunya ayam. Ternak memberikan
kontribusi yang sangat penting untuk memproduksi zat-zat makanan bagi
manusia.
Tabel 5. Produksi dan Konsumsi Telur Ayam Ras Nasional
Tahun
Konsumsi
Produksi
(Kg/Kapita)
(Kg)
2009
5,8
3,8
2010
6,7
0,9
2011
6,6
1
2012
6,5
1,1
2013
6,1
1,2
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional Nasional dan Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013.
Tabel 5 diatas memperlihatkan perkembangan telur ayam ras nasional. Jika dilihat
dari tabel konsumsi masyarakat akan telur ayam ras paling tinggi pada tahun
2010, dan pada tahun 2011 sampai tahun 2013 menurun. Begitu pula pada tabel
produksi akan telur ayam ras paling tinggi pada tahun 2009, dan pada tahun 2010
sangat menurun. Namun, besarnya jumlah konsumsi tidak diikuti dengan
meningkatnya produksi telur ayam ras tersebut

Universitas Sumatera Utara

7

Tabel 6. Produksi dan Konsumsi Telur Ayam Ras di Sumatera Utara
Tahun
Konsumsi
Produksi
(Kg/Kapita/Thn)
(Kg)
2009
6,8
69,3
2010
7,8
79,2
2011
7,9
80,5
2012
10
108
2013
12,5
140,7
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumatera Utara, 2013
Produksi telur ayam ras di Sumatera Utara mengalami kenaikan setiap tahunnya.
Berdasarkan tabel 5 diketahui produksi paling tinggi diperoleh pada tahun 2013.
Adapun penyebab meningkatnya konsumsi telur ayam setiap tahunnya karena
harga daging ayam broiler lebih murah dibandingkan dengan harga daging ternak
ruminansia seperti daging kambing, sapi dan kerbau sehingga masyarakat tetap
mampu memenuhi protein dalam kehidupan. Sumber protein dalam makanan
dapat diperoleh baik dari sumber nabati maupun hewani. Sumber protein dari
hewani diperoleh dari ternak, salah satunya adalah ayam dan telur. Peningkatan
konsumsi mampu dipenuhi dengan adanya peningkatan produksi.
Harga suatu produk pada dasarnya merupakan rangkuman dari sejumlah informasi
yang menyangkut ketersediaan sumberdaya, kemungkinan produksi dan
preferensi konsumen. Untuk sampai pada tingkat harga produk tertentu, pasar
merupakan fasilitas dalam pengumpulan dan penyebaran informasi harga tersebut,
agar dapat digunakan untuk pengambilan keputusan ekonomis di masa yang akan
datang. Dengan demikian peranan harga terkait erat dengan keragaan pasar
sebagai pusat informasi. Khusus untuk komoditas pertanian yang memiliki sifat
mudah rusak, pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, sifat dan perilaku

Universitas Sumatera Utara

8

pasar sangat diperlukan, terutama oleh petani dan produsen (Leuthold dan
Hartman, 1979 dalam Adiyoga 1999).
Menurut Yusdja dan Pasandaran (1996), fluktuasi (kecenderungan kenaikan)
harga pakan disebabkan beberapa faktor antara lain:
a. Sebagian besar bahan baku pakan harus diimpor dan tergantung
ketersediaannya di pasaran.
b. Kecil kemungkinan terjadi kelebihan penawaran pakan, mengingat
produksinya dibatasi dan kelebihan sedikit dapat disimpan dalam gudang.
c. Besar peluang terjadi kelebihan permintaan jika produksi menurun akibat
kelainan musim atau gangguan hama
Sedangkan pengaruh naik turunnya harga ayam ras dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain daya beli masyarakat terhadap produk perunggasan, biaya untuk
memproduksi perunggasan itu sendiri, dan jumlah populasi ayam.
Harga telur ayam ras sangat fluktuatif. Penyebabnya bermacam-macam,
diantaranya faktor keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Biasanya
pada waktu menjelang lebaran (Hari Raya Idul Fitri), harga telur ayam ras akan
mulai merangkak naik pada minggu kedua bulan Ramadhan dan akan mencapai
puncaknya pada 2-3 hari menjelang lebaran.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari hasil uraian pada latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Berapa besar pengaruh harga jagung giling dan harga pakan ayam
terhadap harga ayam ras?

Universitas Sumatera Utara

9

2. Berapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung harga jagung giling,
harga pakan ayam terhadap harga telur ayam ras?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini :
1. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh harga jagung giling dan harga
pakan ayam terhadap harga ayam ras.
2. Untuk menganalisis berapa besar pengaruh langsung dan tidak langsung
harga jagung giling, harga pakan ayam terhadap harga telur ayam ras.
1.4 Kegunaan Penelitian
Sebagai sumber informasi dan pertimbangan kepada pemerintah didalam
merumuskan kebijakan terhadap harga pakan ternak di Sumatera Utara.
1. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam
merumuskan kebijakan terhadap harga pakan ternak di Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya
berhubungan dengan pengaruh harga jagung giling terhadap harga pakan
ayam serta dampaknya terhadap harga ayam dan harga telur ayam ras.

Universitas Sumatera Utara