Analisa Neraca Air Daerah Irigasi Panca Arga Di Kabupaten Asahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Jumlah air di suatu luasan hamparan permukaan bumi dipengaruhi oleh masukan (input) dan keluaran (output) yang terjadi. Pertimbangan antara masukan dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air (water
balance), dan nilainya berubah-ubah dari waktu kewaktu. Penyusunan neraca
air di suatu tempat dan pada satu periode dimaksudkan untuk mengetahui jumlah netto air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan pemanfaatan sebaik mungkin.
Kebenaran suatu perhitungan neraca air sangat tergantung pada pertambahan waktu yang dipertimbangkan. Sebagai patokan, evapotranpirasi tekanan normal dapat dihitung secara meyakinkan sebagai perbedaan antara hujan dan aliran rata-rata jangka panjang, karena perubahan simpanan dalam periode tahunan yang panjang tidak dapat dihitung.
Air merupakan bahan alami yang secara mutlak diperlukan tanaman dalam jumlah cukup dan pada saat yang tepat. Kelebihan ataupun kekurangan air mudah menimbulkan bencana. Tanaman yang mengalami kekeringan akan berdampak penurunan kualitas ataupun gagal panen. Kelebihan air dapat menimbulkan pencucian hara, erosi atau pun banjir yang memungkinkan gagal panen.
Pengukuran langsung atas penguapan pada kondisi lapangan tidaklah layak bila dibandingkan dengan apa yang dapat dilakukan untuk mengukur
(2)
18
konsekuensinya, berbagai teknik telah di buat untuk menentukan atau memperkirakan pengangkutan uap air kepermukaan air. Pendekatan yang paling nyata menyangkut perhitungan neraca air.
Secara gravitasi air mengaliar dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju ke sistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk ke dalam tanah.
(3)
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir tanah dan didalam retak-retak dari batuan disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapt dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan berkesinambungan.
Sebagai air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan
(surface runoff), aliran dalam tanah (interflow) dan limpasan air tanah
(groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir
ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi menjadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut.
Hujan jatuh ke bumi baik sacara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman, masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi yang merupakan limpasam mengalir ke tempat yang lebih rendah, megalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh di atas danau menjadi tampungan langsung.
(4)
20
2.2 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) meruapakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu sistem yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini. Aliran sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan suntuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi satuan wilayah Sungai.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklarifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktasi debit dan transport sedimen material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan kata lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keselurahan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi.
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS. Terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenal DAS berdasarkan fungsi, yaitu DAS bagaian hulu didasarkan pada
(5)
fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air dan curah hujan.
DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan social dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau.
DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
Kebutuhan akan air bagi kehidupan manusia secara langsung atau tidak langsung makin meningkat. Untuk meningkatkan ketersediaan air permukaan perlu ada tindakan yaitu dengan memperbaiki kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang sudah memburuk menjadi hijau kembali dengan membuat penyimpanan di permukaan dalam bentuk waduk.
2.3 Analisa Hidrologi
2.3.1 Curah Hujan Rata-Rata
Curah hujan rata-rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu. Data hujan yang tercatat disetiap stasiun
(6)
22
penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Curah Hujan adalah jumlah hujan yang jatuh selama periode pertumbuhan tanaman dan hujan itu berguna untuk memenuhi kebutuhan air tanaman (KAT).
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm.
Cara-cara perhitungan curah hujan daerah dari beberapa pengamatan menggunakan Arthmatic Mean, Thiessen, dan Isohyet teori.
1. Metode Arithmatic Mean ( Rata-Rata Aljabar)
Biasanya cara ini digunakan pada daerah datar dan banyak stasiun penakar hujannya dan dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah merata. Perhitungan dengan cara ini lebih objektif daripada cara isohyets, dimana faktor subyektif masih turut menetukan.(Suyono, 1976)
= ( R1 + R2 + ….. + Rn) ... (2.1) di mana = Curah hujan daerah (mm), n = jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan dan R1, R2 ….. R3 = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm).
2. Metode Polygon Thiessen
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga koefisien
Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titk pengamatan di dalam
(7)
hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang
akan didapat juga seandainya untuk penetuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatannya pada salah satu titik pengamatan
(Suyono, 1976)
Luas masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut:
Semua stasiun yang didalam atau di luar DAS dihubungkan dengan garis sehingga terbentk segitiga dengan sudut sangat tumpul.
Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon
Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis polygon tersebut (atau dengan batas DAS).
Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan factor koreksinya.
Curah hujan rata-rata dapat dihitung dengan persamaan sebagai beikut:
(Suyono,1976)
= W1 R1 + W2 R2 + … + Wn Rn ... (2.2) Wi ... (2.3) di mana = Curah hujan maksimum harian rata-rata, Wi = Faktor Pembobot, A1= Luas daerah pengaruh stasiun I, Atotal = Luas daerah aliran, R = Tinggi hujan pada stasiun dan n = Jumlah titik pengamat.
(8)
k c D t 3 t m s d H b Cara dia kedalaman h cara ini dip Demikian pu tidak benar,
3. Metode Is
Cara topografi) menghubung saat yang be dalam cara p Hujan diteta batas DAS) Gamb atas dipand hujan sebaga andang belu ula apabila s maka poligo
sohyet
a lain yang adalah den gkan tempat ersamaan. P poligon Thie
apkan sebag terhadap lu
bar 2.2 Pemb dang cukup
ai fungsi luas um memuask salah satu sta
on harus diu
diharapakan ngan cara
t-tempat yan ada dasarny
essen, kecua gai hujan rat uas DAS. Ke
bagian denga baik karen s daerah yan kan karena asiun tidak b ubah.
n lebih baik
ishoyets. I
ng mempuny ya cara hitun ali dalam pen
ta-rata antar esulitan yang
an cara Thiee na memberi ng (dianggap pengaruh to berfungsi, m
k (dengan m
Isohyets ini yai kedalam ngan sama d
netapan besa ra dua buah g dijumpai a
esen ikan koreks p) diwakili. A
opografi tida misalnya rusa
mencoba me i adalah g man hujan sa dengan yang aran faktor k
isohyets (at adalah kesul
si terhadap Akan tetapi
ak tampak. ak atau data
emasukkan garis yang ampai pada digunakan koreksinya. tau dengan litan dalam
(9)
setiap kali harus menggambarkan garis isohyets, dan juga masuknya unsur subjektivitas dalam penggambaran isohyet.
Curah hujan dapat dihitung dengan metode isohyet (Suyono, 1976)
……
.
... (2.4)
di mana = Curah hujan daerah, A1, A2, ….An = luas bagian antara-bagian antara garis-garis isohiet, R1, R2,…..Rn = Curah hujan rata-rata pada bagian-bagian A1, A2, ….An.
2.3.2 Debit Andalan
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum untuk kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipaki untuk irigasi. Misalnya ditetapkan debit andalan 80% berarti akan dihadapi resiko adanya debit-debit yang lebih dari andalan sebesar 20% pengamatan. Debit tersebut digunakan sebagi patokan ketersediaan debit andalan tersebut, dihitung peluang 80% dari debit inflow sumber air pada pencatatan debit pada periode tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar menuju terkecil.
Volume andalan ialah volume dengan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Debit andalan ditentukan untuk perioede tengah-bulanan. Debit minimum sungai dianalisis atas dasar data debit harian sungai. Agar analisisnya cukup tepat, catatan data yang diperlukan harus meliputi jangka waktu paling sedikit 20 tahun. Jika persyaratan ini tidak bisa dipenuhi, maka metode hidrologi analitis dan empiris bisa dipakai. Dan dalam
(10)
26
menghitung debit andalan kita harus mempertimbangkan air yang diperlukan dari sungai di hilir pengambilan.
2.4 Analisa Evapotranspirasi
Evapotranpirasi atau disebut penguapan adalah gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan tranpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu, udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Berikut penjelasannya:
1. Radiasi Matahari (solar radiation)
Evapotranpirasi adalah konversi dari air menjadi uap air. Proses tersebut terjadi sepanjang siang hari dan juga sering terjadi pada malam hari. Dalam perubahan molekul air menjadi gas diperlukan energi yang dikenal dengan
“latent heat of vacoration” proses ini sangat efektif terjadi dibawah
penyinaran matahari langsung. Dengan adanya awan awan yang melindungi penyinaran langsung matahari ke bumi mengakibatkan radiasi matahri yang sampai kepermukaan bumi akan berkurang sehingga mengurangi masukan energi untuk proses evapotranpirasi.
2. Angin
Dengan menguapnya air ke atmosfir lapisan batas antara permukaan tanah (daun tanaman) dan udara menjadi lembab dan harus digeser dan secara terus menerus digantikan oleh udara kering ketika proses evapotranpirasi terjadi. Pergeseran udara pada lapisan batas ini tergantung kepada angin sehingga kecepatan angin sangat penting dalam hal ini.
(11)
3. Kelembaban relatif
Apabila kadar lengas udara naik, kemampuannya untuk mengabsorbsi uap air berkurang dan evaporasi menjadi lamban. Manakala stomata daun tanaman terbuka diffuse uap udara air didalam rongga sel dan tekanan uap air pada atmosfir.
4. Suhu (temperature)
Seperti telah disebutkan di atas energi sangat diperlukan agar evapotranpirasi berjalan terus. Jika suhu udara ditanah cukup tinggi, proses evapotranpirasi berjalan lebih cepat dibandingkan dengan jika suhu udara dan tanah rendah dengan adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air naik jika suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap besarnya evapotranpirasi dengan mempengaruhi kemampuan udara menyerap uap air dan mempengaruhi suhu tanah yang akan mempercepat penguapan.
Menentukan metode untuk menghitung kebutuhan air untuk tanaman (crop
water requirement) mempunyai kesulitan sehubungan dengan kesulitan
mendapatkan pengukuran yang akurat dilapangan. Maka ada beberapa metode yang rekomendasikan FAO dalam jurnalnya “Crop Water Requirement”, yaitu:
Metode PENMAN (Penman Metode)
Metode BIANEY-CRIDDLE (Temperature method)
Metode HAKKINK, JENSEN, dan HAISE, HARGREAVES (Radiation Method)
Metode EVAPORASI ( PAN Evaporation, Atmometers method) Metode HUMADITY (Humadity Method)
(12)
28
Gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranpirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Di dalam perhitungan dikenal ada dua istilah evapotranspirasi yaitu:
Evapotranspirasi potensial, terjadi apabila tersedia cukup air untuk memenuhi pertumbuhan optimal
Evapotranspirasi aktual, terjadi dengan kondisi pemberian air seadanya untuk memnuhi pertumbuhan.
Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peritiwa ini, diantaranya adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari.
2.4.1 Perhitungan Evapotranpirasi pada Metode Penman
Metode ini pertama kali dibuat oleh H.L Penman (Rothhamsted
Experimnetal Station, Harpenden, England) tahun 1984. Metode penman pada
mulanya dikembangkan untuk menentukan besarnya evaporasi dari permukaan air terbuka (E0). Dalam perkembangannya, metode tersebut digunakan untuk menentukan besarnya evapotranpirasi potensial dari suatu vegetasi dengan memanfaatkan data iklim mikro yang diperoleh dari atas vegetasi yang akan menjadi kajian. Banyak rumus tersedia untuk menghitung besarnya evapotranpirasi yang terjadi salah satunya adalah metode Penman. (Soemarto, 1995)
ET0 = C (W.Rn+ (1-W) (ea-ed).f(u) ... (2.5)
di mana ET0 = Evapotranpirasi acuan (mm/hari),W = Faktor Koreksi terhadap temperature, Rn = Radiasi netto (mm/hari), F(u) = Fungsi Angin, (ea – ed) =
(13)
Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar), c = Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam.
2.4.2 Evapotranspirasi Potensial (ET0)
Evapotranspirasi potensial dapat dihitung dengan menggunakan metode penman modifikasi sebagai berikut: (Soemarto, 1995)
ET0 = C [ W.Rn+ (1-W) (ea-ed).f(u) ] ………. (2.6)
di mana ET0 = Evapotranpirasi acuan(mm/hari),W = factor koreksi terhadap temperature, Rn = Radiasi netto (mm/hari), F(u) = Fungsi angin, (ea – ed)= Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar), c = Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam.
2.4.3 Evapotranpirasi Aktual (ETa)
Evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya sesuai dengan keadaan persediaan dan kelembaban tanah yang tersedia. Persamaan evapotranspirasi aktual adalah sebagai berikut: (Soemarto, 1995)
ETa = ET0 – ET0 (m/20) (18 – Nr) ……… (2.7)
dimana, ETa = evapotranpirasi aktual (mm/bulan), ET0 = evapotranspirasi potensial (mm/bulan), M = luas kawasan tidak bervegetasi (%), Nr = jumlah hari hujan/bulan
(14)
30
2.5 Ketersediaan Air dengan Metode Dr.F.J. Mock
Ketersediaan air adalah jumlah debit air yang diperkirakan terus menerus ada dsi suatu lokasi bending atau dibangunan air lainnya, dengan jumlah tertentu dan dalam jangka waktu/ periode tertentu. Untuk pemanfaatan air, perlu diketahui informasi ketersediaan air andalan. Debit andalan adalah debit minimum dengan besaran tertentu yang mempunyai kemungkinan terpenuhi yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.
Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan, karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapontranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagi evapotranspirasi, sebagaian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana
infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow).
Langkah perhitungan metode DR. F.J Mock :
1. Hitung Evapotranspirasi Potensial
a) Data curah hujan dan hari hujan dalam sebulan b) Evapotranpirasi
(15)
Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tat guna lahan atau dengan asumsi:
M = 0% untuk lahan dengan hutan lebat, pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untul lahan sekunder
M = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi, dan
M = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah
2. Hitung Limited Evapotranpirasi (ET)
Hitung Water Balance
Water Balance adalah prespitasi yang jatuh ke permukaan daratan
setelah mengalami penguapan, yaitu nilai evapotranpirasi terbatas.
3. Hitung Aliran Dasar (baseflow) dan Limpasan Langsung (direct runoff)
Nilai baseflow (Qg) dan runoff (Qi) tergantung dari kondisi daerah tangkapan air dan keseimbangan airnya.
Metode Mock mempunyai dua prinsip pendekatan perhitungan aliran permukaan yang terjadi di sungai, yaitu neraca air atas permukaan tanah dan neraca air bawah tanah yang semua berdasarkan hujan, iklim dan kondisi tanah.
Rumus untuk menghitung aliran permukan terdiri dari:
(http://ww.scribd.com/mobile/doc/66970466?width=800)
(16)
32
Eta = ETo – E ……… (2.9)
E = ETo. Nd/N.m ………..(2.10)
Neraca air diatas permukaan:
(WS) = Rnet – SS ………..(2.11) SS = SMt + SMt -1……….. (2.12) SMt = SMt -1 + Rnet ……… (2.13) Neraca air dibawah permukaan
dVt = Vt – Vt-1 ……….(2.14) I = Ci . WS ………...(2.15) Vt = ½ (1+k).I + K.Vt-1 ………(2.16) Aliran permukaan
RO = BF +DRO ………...(2.17)
BF = I-dVt ………(2.18)
DRO = WS-I ………(2.19) Dalam satuan debit:
Q = 0,0116 .RO. A/H ………...(2.20) di mana Rnet = Hujan netto, mm; R = hujan, mm, ETo = Evapotranspirasi potensial, mm, Eta = Evapotranspirasi actual, mm, N = Jumlah hari dalam satu bulan, hari, Nd = Jumlah hari kering (tidak hujan), hari, Nr = Jumlah hari hujan, hari, WS = Kelebihan air, mm, SS = Daya serap tanah atas air,mm, SM = Kelembaban tanah, mm, dV = perubahan kandungan air tanah, mm, Vt = Kandunga air tanah, mm, I = Laju imfiltrasi (<1), K = koefsien resesialiran tanah (<1), DRO = aliran langsung, mm, RO = aliran permukaan, mm, H = Jumlah hari kalender dalam sebulan, hari, M = bobot lahan tak tertutup vegetasi
(17)
(0<m<40%), A= Luas DAS. Km2 Q = debit Aliran permukaan, m3/det, dan t = waktu tinjau (periode sekarang t dan yang lau t-1)
2.6 Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya air yang perlu disediakan dengan sistem irigasi adalah:
a) curah hujan b) evapotranspirasi c) pola tanam d) koefsien tanaman e) perkolasi
Air yang diperlukan oleh tanaman diperoleh dari beberapa sumber yaitu curah hujan, kontribusi air tanah dan air irigasi. Sementara kehilangan air dari daerah akar (root zonbe) tanaman adalah berupa evapotranpirasi (Crop
Evapotranpirasion) dan Perkolasi (Deep Percolation). Apabila jumlah air yang
diperoleh dari hujan dan konstribusi air tanah tidak mencukupi kebutuhan air yang diperlukan tanaman selama masa pertumbuhannya maka penyediaan air dengan sistem irigasi diperlukan sebagai alternatif penanggulangannya.
2.6.1 Curah Hujan Efektif
Turunnya curah hujan mempengaruhi pada suatu areal lahan pertumbuhan tanman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi, kebutuhan pengelohan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif adalah curah hujan
(18)
34
yang jatuh selama masa tumbuh tanaman, yang dapat digunakan untuk memenuhi air konsumtif tanaman.
Untuk mengetahui curah hujan efektif bulanan diambil 70 persen dari curah hujan minimum tengah-bulanan dengan periode 5 tahun.(KP 01, 1986)
Re = 0,7 x (setengah bulan)5 ………. (2.21)
di mana Reff = Curah hujan efektif dan (R setengah bulan)5 = curah hujan minimum tengah bulanan dengan periode ulanh 5 tahun/mm.
Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Perkiraan kontribusi curah hujan didekati dengan teori probabilitas dan kelakuan-kelakuan curah hujan disuatu daerah dimasa lalu.
2.6.2 Kebutuhan Penyiapan Lahan
Pada standar perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menetukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah:
a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan. b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan lamanya masa pengolahan tanah adalah tersedianya buruh, sapi atau traktor dalam pengolahan lahan pertanian dimaksud dan perlunya waktu untuk memungkinkan masa tanam. Kedua faktor tersebut behubungan satu sama lain.
(19)
Keadaan sosial dan kebiasaan penduduk setempat menentukan lamanya masa pengolahan tanah dari suatu areal irigasi. Untuk suatu daerah irigasi baru, masa pengolahan tanahnya dapat dipergunakan daerah irigasi yang ada disekitarnya. Sebagi bahan perbandingan masa pengolahan tanah sawah petak tersier adalah 1,5 bulan. Dalam hal dimana alat yang dipergunakan dalam pengolahan areal irigasi tersebut sudah menggunakan alat mekanis maka lamanya masa pengolahan tanah tersebut dapat diambil 1 bulan.
Umumnya air yang diperlukan untuk pengolahan tanah dapat ditentukan dengan keadaan tanah (kedalaman) dan porositas daripada tanah yang kan digunakan untuk tanaman padi.
Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan. Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan laan dan mengahsilkan rumus berikut: (KP 01, 1986)
LP = M. ek / (ek – 1) ………. (2.22) di mana LP = Kebutuhan air irgasi untuk pengelahan tanah (mm/hari), M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi disawah yang telah di jenuhkan, E0 = evaporasi air terbuka (mm/hari), P = Perkolasi (mm/hari), T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari), S = Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm yakni 250 + 50 = 300 mm, K = MT/ S
Untuk tanah liat dengan tidak ada reta-retak jumlah air yang dibutuhkan untuk pengolahannya dapat diambil sebesar 200 mm. Pada awal penanaman padi jumlah air di sawah tidak perlu terlalu banyak. Setelah selesai penanaman, tinggi air di sawah perlu di pertahankan setinggi 50 mm. jadi dengan demikian besarnya
(20)
36
air yang diperlukan untuk pengolahan tanah ternmasuk kebutuhan air setelah penanaman adalah 250 mm.
Untuk suatu lahan yang sudah lama kosong (tidak ditanami selama 2,5 bulan atau lebih) kebutuhan air untuk pengolahan diperlukan sebesar 300 mm; termasuk 50 mm setelah penanaman. Kemungkinan ini harus diteliti dengan hati-hati sebelum membuat suatu keputusan untuk menyediakan air yang terlalu besar untuk pengolahan tanah yang dimaksud.
2.6.3 Kebutuhan Air untuk Konsumtif Tanaman
Kebutuhan air untuk konsumtif tanaman merupakan kedalaman air yang diperlukan untuk memenuhi evapotrasnpirasi tanaman yang bebas penyakit, tumbuh diareal pertanian pada kondisi cukup air dari kesuburan tanah dengan potensi pertumbuhan yang baik dan tingkat lingkungan pertumbuhan yang baik. Untuk menghitung kebutuhan air untuk konsumtif tanaman digunakan persamaan empiris dan perlu diketahui nilai koefsien tanaman (Tabel 2.1) sebagi berikut: (KP 01, 1986)
Etc = Kc x Eto ………(2.23)
di mana Kc = Koefsien tanaman, Eto = Evapotranpirasi potensial (mm/hari), Etc = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari).
Faktor-faktor yang mempengaruhi koefsien tanaman adalah karakteristik tanaman, data penanaman, tingkat pertumbuhan tanaman, lamanya masa pertumbuhan dan keadaan iklim. Terutama pada awal penanaman, frewkuensi curah hujan dan irigasi sangat memegang peranan penting.
(21)
Waktu penanaman akan mempengaruhi waktu pertumbuhan, tingakt pertumbuhan hingga pertumbuhan daun menutupi tanah. Sebagi contoh, sesuai dengan keadaan iklim, tebu dapat berumur berkisar antara 160 s/d 230 hari. Kacang kedelai, mempunyai umur 100 hari pada daerah panas, dataran rendah sampai 190 hari pada keinggian 2500 m. Untuk memilih Kc dari suatu jenis tanaman untuk setiap tahapan pertumbuhan atau setiap bulan, perlu diperhatikan tingkat pertumbuhan daripada tanaman yang bersangkutan.
Koefsien tanaman merupakan jumlah transpiration dari tanaman dan evaporasi dari permukaan tanah. Sewaktu semua permukaan tanah telah ditutupi oleh tanaman, evaporasi dapat diabaikan hanya pada awal penanaman evaporasi dari permukaan tanah perlu diperhitungkan, terutama apabila permukaan tanah basah akibat irigasi dan hujan.
(22)
38
Tabel 2.1 Tabel Koefsien Tanaman Padi dan Jagung
Periode Tengah bulan
Padi Jagung
Variasi Biasa Variasi Unggul
1 1.1 1.1 0.5
2 1.1 1.1 0.95
3 1.1 1.05 0.96
4 1.1 1.05 1.05
5 1.1 0.95 1.02
6 1.05 0 0.95 7 0.95 - 0 8 0 - -
Sumber: Direktorat Jnedral Pengairan Standar Perencanaan Irigasi KP-01: 1986
2.6.4 Perkolasi
Proses masuknya air kedalam tanah dinamakan infiltrasi atau perkolasi. Kapasitas infiltrasi air atau curah hujan berbeda-beda antara tempat dan tempat lain, tergantung pada kondisi tanahnya. Apabila tanahnya cukup permeable, cukup mudah ditembus air, maka laju infiltrasinya akan tinggi. Semakin tinggi tingkat permeabilitas tanah semakin tinggi pula laju infiltrasinya.
Perkolasi merupakan gerakan air ke bawah dari zona air tidak jenuh yaitu daerah antara permukaan tanah sampai ke permukaan air tanah, ke dalam daerah yang jenuh dibawah permukaan air. Proses ini merupakan proses kehilangan air
(23)
yang terjadi pada penanaman padi disawah. Istilah perkolasi kurang mempunyai arti penting, dimana karena alasan teknik dibutuhkan proses infiltrasi yang terus menerus. Besarnya perkolasi dinyatakan dalam mm/hari. Perkolasi atau peresapan air kedalam tanah dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi vertical dan perkolasi horizontal.
Perkolasi adalah gerakan air ke bawah dari zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah ke permukaan air tanah. Daya perkolasi adalah laju maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah.
Laju perkolasi sangat bergantung pada sifat-sifat tanah. Dari hasil penyelidikan tanah pertanian dan penyelidikan kelulusan, besarnya laju perkolasi serta tingkat kecocokan tanah untuk pengolahan tanah dapat ditetapkan dan dianjurkan pemakaiannya. Guna menentkan laju perkolasi, tinggi muka air tanah juga harus diperhitungkan. Perembesan terjadi akibat meresapnya air melaluinya tanggul sawah. Laju perkolasi normal pada tanah lempung sesudah dilakukan genangan berkisar antara 1 sampai 3 mm/hari. Di daerah dengan kemiringan diatas 5%, paling tidak akan terjadi kehilangan 5mm/hari akibat perkolasi dan perembesan.
Faktor yang mempengaruhi perkolasi adalah: Tekstur tanah
Permeabilias tanah
Letak permukaan air tanah Tebal lapisan tanah bagian atas
(24)
40
2.6.5 Kebutuhan Air di Sawah
Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan (Net Field Requirement, NFR).
Kebutuhan air berih di sawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penyiapan lahan, pemakain konsumtif, penggenangan, efesiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhiungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya kebutuhan pengambilan air irgasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efesiensi irigasi secara keseluruhan. Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut: (KP 01, 1986)
NFR = Etc + P + WLR – Re ………(2.24)
DR = (NFR x A)/e ………...(2.25)
dimana, NFR = Kebutuhan air irgasi di sawah (lt/dt/ha), Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari), P = Perkolasi (mm/hari), WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari), Re = Curah hujan Efektif, A = Luas areal irigasi renan (ha), E = Efesiensi irigasi
2.6.7 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan
Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah dibagi dengan efisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: (KP 01, 1986)
(25)
dimana, DR = Kebutuhan air dipintu pengambilan (lt/dt/Ha), NFR = Kebutuhan air disawah (mm/hari), EI = Efesiensi irigasi secara total (%), 8.68 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari
2.7 Pola Tanam
Pola tanam adalah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya persediaan air adalah alas an yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam satu tahun. Rencana tata tanam bagi daerah irigasi berguna untuk menyusun suatu pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.
Air kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar bias mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia. Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alas an tidak mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secarserentak atau bias juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk bebrapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber daya manusianya maupun bangunan pelengkap yang ada.
(26)
42
2.8Efesiensi Irigasi
Hamper seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran- saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efesiensi irigasi dapat diacri engan menggunakan rumus:
Ec = x 100% ……….(2.27)
Dimana, Ec = Efesiensi Irigasi, Wf = jumlah air yang terdapat diareal persawahan, Wr = jumlah air yg berasal dari reservoir
Efesiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jmlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan salam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efesiensi penyaluran air, efesiensi pemberian air dan efesiensi penyimpanan air.
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efesiensi irigasi merupakan perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase.
Efesiensi proyek biasanya dibagi dalam 4 (empat) bagian masing-masing yang berbeda:
a. Efesiensi saluran induk: perbandingan antara air yang diterima pada pintu inlet suatu blok areal irigasi dengan air yang dialirkan dari pintu pengambilan (headwork)
(27)
b. Efesiensi saluran distribusi: perbandingan antara air yang diterima pada pintu inlet areal irigasi dengan air yang dialirkan dari inlet blok areal irigasi
c. Efesiensi penggunaan di areal: perbandingan antara air yang tersdia untuk tanaman dengan air yang diterima dari inlet areal.
d. Efesiensi proyek: perbandingan-perbandingan air yang tersedia langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman dengan air yang dialirkan dari pintu pengambilan (headwork).
Efesiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengembilan (intake). Efesiensi irigasi terdiri atas efesiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi dijaringan utama dan efesiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efesiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun dipetak sawah. Kehilangan air yang diperhitngkan untuk operasi irigais meliputi kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.
Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efesiensi irigasi berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan selam pengolahan lahan pertanian.
2.9Neraca Air
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).
(28)
44
Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya.
Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain:
1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpana dan pembagi air serta saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang defisit air.
2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air.
3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.
Neraca air bertujuan untuk mengetahui neraca ketersedian dan kebutuhan air pada suatu sistem irigasi, yang digunakan untuk menetapkan pola tanam dan jenis tanam. Kebutuhan air irigasi dan ketersedian air irigasi harus dalam keadaan seimbang baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke yang tersedi did an keluar dari sistem atau sub sistem tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2
MASUKAN (Qs) KELUARAN (Qd)
Gambar 2.3 Skema Neraca Air SISTEM
(29)
Neraca air dapat dirumuskan sebagai berikut:
S = Qs ± Qd ………(2.28)
di mana S = Neraca air, Qs = Debit tersedia (liter/detik), Qd = Debit yng dibutuhkan untuk irigasi (liter/detik).
Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan luas daerah yang biasa diairi. Apabila debit melimpah, maka luas daerah irigasi ialah tetap karena lujas maksimum daerah layanan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit, maka ada 3 pilihan yang bisa dipertimbangkan (KP 01, 1986)
a. Luas daerah irigasi dikurangi
b. Melakukan modifikasi dalam pola tanm
Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia
c. Rotasi teknis/golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10000 ha atau lebih.
(1)
2.6.5 Kebutuhan Air di Sawah
Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapangan (Net Field Requirement, NFR).
Kebutuhan air berih di sawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti penyiapan lahan, pemakain konsumtif, penggenangan, efesiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan memperhiungkan curah hujan efektif (Re). Bedanya kebutuhan pengambilan air irgasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efesiensi irigasi secara keseluruhan. Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut: (KP 01, 1986)
NFR = Etc + P + WLR – Re ………(2.24)
DR = (NFR x A)/e ………...(2.25)
dimana, NFR = Kebutuhan air irgasi di sawah (lt/dt/ha), Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari), P = Perkolasi (mm/hari), WLR = Penggantian lapisan air (mm/hari), Re = Curah hujan Efektif, A = Luas areal irigasi renan (ha), E = Efesiensi irigasi
2.6.7 Kebutuhan Air di Pintu Pengambilan
Kebutuhan air di pintu pengambilan merupakan jumlah kebutuhan air di sawah dibagi dengan efisiensi irigasinya. Kebutuhan air di pintu pengambilan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: (KP 01, 1986)
(2)
dimana, DR = Kebutuhan air dipintu pengambilan (lt/dt/Ha), NFR = Kebutuhan air disawah (mm/hari), EI = Efesiensi irigasi secara total (%), 8.68 = Angka konversi satuan dari mm/hari ke lt/dt/hari
2.7 Pola Tanam
Pola tanam adalah susunan rencana penanaman berbagai jenis tanaman selama satu tahun yang umumnya di Indonesia dikelompokkan dalam tiga jenis tanaman, yaitu padi, tebu, dan palawija. Umumnya pola tanam mengikuti debit andalan yang tersedia untuk mendapatkan luas tanam yang seluas-luasnya. Terbatasnya persediaan air adalah alas an yang mempengaruhi penyusunan pola tanam dalam satu tahun. Rencana tata tanam bagi daerah irigasi berguna untuk menyusun suatu pola pemanfaatan air irigasi yang tersedia untuk memperoleh hasil produksi tanam yang sebesar-besarnya bagi usaha pertanian.
Air kebutuhan pengambilan puncak dapat dikurangi, maka areal irigasi harus dibagi-bagi menjadi sedikitnya tiga atau empat golongan. Hal ini dilakukan agar bias mendapatkan luas lahan tanam maksimal dari debit yang tersedia. Perencanaan golongan dilakukan dengan cara membagi lahan tanam dengan masa awal tanam yang berbeda. Langkah ini ditempuh dengan alas an tidak mencukupinya jumlah kebutuhan air apabila dilakukan penanaman secarserentak atau bias juga dengan asumsi apabila tidak turunnya hujan untuk bebrapa saat ke depan. Termasuk juga dikarenakan keterbatasan dari sumber daya manusianya maupun bangunan pelengkap yang ada.
(3)
2.8Efesiensi Irigasi
Hamper seluruh air irigasi berasal dari pembagian dari saluran- saluran dari reservoir. Kehilangan air terjadi ketika air berlebih. Efesiensi irigasi dapat diacri engan menggunakan rumus:
Ec = x 100% ……….(2.27)
Dimana, Ec = Efesiensi Irigasi, Wf = jumlah air yang terdapat diareal persawahan, Wr = jumlah air yg berasal dari reservoir
Efesiensi pengairan merupakan suatu rasio atau perbandingan antar jmlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau yang diberikan dinyatakan salam satuan persentase. Dalam hal ini dikenal 3 macam efesiensi penyaluran air, efesiensi pemberian air dan efesiensi penyimpanan air.
Jumlah air yang tersedia bagi tanaman di areal persawahan dapat berkurang karena adanya evaporasi permukaan, limpasan air dan perkolasi. Efesiensi irigasi merupakan perbandingan antara air yang digunakan oleh tanaman atau yang bermanfaat bagi tanman dengan jumlah air yang tersedia yang dinyatakan dalam satuan persentase.
Efesiensi proyek biasanya dibagi dalam 4 (empat) bagian masing-masing yang berbeda:
a. Efesiensi saluran induk: perbandingan antara air yang diterima pada pintu inlet suatu blok areal irigasi dengan air yang dialirkan dari pintu pengambilan (headwork)
(4)
b. Efesiensi saluran distribusi: perbandingan antara air yang diterima pada pintu inlet areal irigasi dengan air yang dialirkan dari inlet blok areal irigasi
c. Efesiensi penggunaan di areal: perbandingan antara air yang tersdia untuk tanaman dengan air yang diterima dari inlet areal.
d. Efesiensi proyek: perbandingan-perbandingan air yang tersedia langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman dengan air yang dialirkan dari pintu pengambilan (headwork).
Efesiensi irigasi adalah angka perbandingan dari jumlah air irigasi nyata yang terpakai untuk kebutuhan pertumbuhan tanaman dengan jumlah air yang keluar dari pintu pengembilan (intake). Efesiensi irigasi terdiri atas efesiensi pengaliran yang pada umumnya terjadi dijaringan utama dan efesiensi di jaringan sekunder yaitu dari bangunan pembagi sampai petak sawah. Efesiensi irigasi didasarkan asumsi sebagian dari jumlah air yang diambil akan hilang baik di saluran maupun dipetak sawah. Kehilangan air yang diperhitngkan untuk operasi irigais meliputi kehilangan air tersebut dipengaruhi oleh panjang saluran, luas permukaan saluran, keliling basah saluran dan kedudukan air tanah.
Pada dasarnya, semua kehilangan air yang mempengaruhi efesiensi irigasi berlangsung selama proses pemindahan air dari sumbernya kelahan pertanian dan selam pengolahan lahan pertanian.
2.9Neraca Air
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit).
(5)
Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi, serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya.
Manfaat secara umum yang dapat diperoleh dari analisis neraca air antara lain:
1. Digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpana dan pembagi air serta saluran-salurannya. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang defisit air.
2. Sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir. Hal ini terjadi jika hasil analisis neraca air didapat banyak bulan-bulan yang surplus air.
3. Sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti tanaman pangan – hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga perikanan.
Neraca air bertujuan untuk mengetahui neraca ketersedian dan kebutuhan air pada suatu sistem irigasi, yang digunakan untuk menetapkan pola tanam dan jenis tanam. Kebutuhan air irigasi dan ketersedian air irigasi harus dalam keadaan seimbang baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau.
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air yang masuk ke yang tersedi did an keluar dari sistem atau sub sistem tertentu, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2
MASUKAN (Qs) KELUARAN (Qd)
Gambar 2.3 Skema Neraca Air SISTEM
(6)
Neraca air dapat dirumuskan sebagai berikut:
S = Qs ± Qd ………(2.28)
di mana S = Neraca air, Qs = Debit tersedia (liter/detik), Qd = Debit yng dibutuhkan untuk irigasi (liter/detik).
Dalam perhitungan neraca air, kebutuhan pengambilan yang dihasilkan untuk pola tanam yang dipakai akan dibandingkan dengan debit andalan untuk tiap setengah bulan dan luas daerah yang biasa diairi. Apabila debit melimpah, maka luas daerah irigasi ialah tetap karena lujas maksimum daerah layanan direncanakan sesuai dengan pola tanam yang dipakai. Bila debit tidak berlimpah dan kadang-kadang terjadi kekurangan debit, maka ada 3 pilihan yang bisa dipertimbangkan (KP 01, 1986)
a. Luas daerah irigasi dikurangi
b. Melakukan modifikasi dalam pola tanm
Dapat diadakan perubahan dalam pemilihan tanaman atau tanggal tanam untuk mengurangi kebutuhan air irigasi di sawah (l/dt/ha) agar ada kemungkinan untuk mengairi areal yang lebih luas dengan debit yang tersedia
c. Rotasi teknis/golongan
Untuk mengurangi kebutuhan puncak air irigasi. Rotasi teknis atau golongan mengakibatkan eksploitasi yang lebih kompleks dan dianjurkan hanya untuk proyek irigasi yang luasnya sekitar 10000 ha atau lebih.